Mahfud MD: Anomali Terlalu Lama, Lunturkan Jati Diri Bangsa
Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id
Mahfud MD: Anomali Terlalu Lama, Lunturkan Jati Diri Bangsa
Tanggal: 2011-07-20
Hadir di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Dr Mahfud MD,
disambut hangat oleh rektor, Dr Muhadjir Effendy, MAP, Rabu (20/07). Kehadiran Mahfud terkait undangan sebagai
pembicara seminar dan dialog kebangsaan yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Selain
Mahfud, pembicara lain adalah Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dr. Saleh Daulay. Dialog mengambil tema
Jati Diri Bangsa dalam Perspektif Hukum, Sosial dan Politik.
Dalam paparannya, Mahfud menyoroti berbagai persoalan bangsa yang sudah dianggapnya parah. Penegakan
hukum yang seharusnya meliputi subtans, structure dan culture, terasa timpang karena aparatnya tak bisa
menegakkan. Dia menyontohkan, publik diberi tontonan yang sangat nyata bagaimana seorang bendahara partai, M.
Nazaruddin, yang dicekal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa berdialog lewat saluran telepon dengan
stasiun televisi, tetapi aparat tidak bergerak menangkapnya.
“Dalam hal ini, semua sudah tersandera oleh kesalahannya sendiri-sendiri. Nazaruddin bagaikan seorang
teroris yang dipenuhi dengan bom yang melekat ditubuhnya, sehingga jika ditangkap bom itu tak hanya menyelakakan
dirinya sendiri tetapi juga yang menangkapnya,” urai Mahfud mengilustrasikan.
Di sisi lain, Mahfud juga memprihatinkan jati diri bangsa yang sudah ditinggalkan. Masa reformasi yang
seharusnya merupakan masa transisi tak kunjung selesai. Sehingga, masyarakat saat ini berada dalam anomali,
dimana hukum yang lalau sudah tak berlaku, hukum baru belum diberlakukan.
Kondisi tersebut, lanjut Mahfud, memacu jati diri bangsa terkikis. Dia menyebutkan, bangsa Indonesia memiliki
nilai-nilai luhur seperti toleransi, hidup damai, sopan dan bangga pada dirinya mulai luntur. Itulah sebabnya martabat
bangsa sering dilecehkan oleh bangsa lain.
Menurut Mahfud, soal peradaban masyarakat bukanlah soal apa agamanya, tetapi bagaimana menegakkan
keadilan. Walaupun mayoritas beragama Islam tetapi tidak berbuat adil, bisa menjadi malapetaka. Negara dengan
agama apapun, tetapi menegakkan keadilan maka terjadi peradaban yang maju. “Penegakan hukum minus keadilan
sama halnya mengabaikan ruh dari hukum itu sendiri,” kata Mahfud.
Sementara itu, Saleh Daulay, menyayangkan maraknya fenomena pelaku penyimpangan kebangsaan justru
dilakukan oleh kalangan muda. Jika pada tahun 1998 kaum muda menggerakkan reformasi, maka sekarang
fenomenanya pelaku-pelaku gerakan reformasi itu terjebak dengan praktik curang dan rakus. Mereka yang menempatai
posisi penting justru kehilangan semangat reformisnya. Contoh kasus Nazaruddin dan Gayus merupakan yang masih
berusia muda adalah contoh yang tidak reformis.
“Kita kalangan muda, kalah reformis dengan kalangan tua seperti Buya Syafii Maarif maupun pak Mahfud MD
ini,” ujar Saleh.
Namun demikian, Saleh tidak menampik adanya kaum muda yang masih memiliki semangat reformis. Tidaklah
adil melihat reformis dan tidaknya hanya dari kalangan muda atau tua, tetapi bagaimana penegakan keadilan.
Sebagai ketua ormas kepemudaan Saleh menilai, pemuda masih punya harapan besar membangun bangsa.
Tetapi memang tantangannya lebih berat karena perubahan global dan nasional, serta tarikan godaan keserakahan
sangat kuat. Untuk itu dia berpesan agar tetap optimis dengan menjaga idealisme dan terus berjuang secara kritis.
Dekan FISIP Dr Wahyudi menyatakan akan menjadikan hasil diskusi ini dalam bentuk buku. Selain kedua
pembicara, buku tersebut juga diambil dari tulisan-tulisan dosen FISIP mengenai tema kebangsaan. (nas)
page 1 / 1
Arsip Berita
www.umm.ac.id
Mahfud MD: Anomali Terlalu Lama, Lunturkan Jati Diri Bangsa
Tanggal: 2011-07-20
Hadir di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Dr Mahfud MD,
disambut hangat oleh rektor, Dr Muhadjir Effendy, MAP, Rabu (20/07). Kehadiran Mahfud terkait undangan sebagai
pembicara seminar dan dialog kebangsaan yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Selain
Mahfud, pembicara lain adalah Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dr. Saleh Daulay. Dialog mengambil tema
Jati Diri Bangsa dalam Perspektif Hukum, Sosial dan Politik.
Dalam paparannya, Mahfud menyoroti berbagai persoalan bangsa yang sudah dianggapnya parah. Penegakan
hukum yang seharusnya meliputi subtans, structure dan culture, terasa timpang karena aparatnya tak bisa
menegakkan. Dia menyontohkan, publik diberi tontonan yang sangat nyata bagaimana seorang bendahara partai, M.
Nazaruddin, yang dicekal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa berdialog lewat saluran telepon dengan
stasiun televisi, tetapi aparat tidak bergerak menangkapnya.
“Dalam hal ini, semua sudah tersandera oleh kesalahannya sendiri-sendiri. Nazaruddin bagaikan seorang
teroris yang dipenuhi dengan bom yang melekat ditubuhnya, sehingga jika ditangkap bom itu tak hanya menyelakakan
dirinya sendiri tetapi juga yang menangkapnya,” urai Mahfud mengilustrasikan.
Di sisi lain, Mahfud juga memprihatinkan jati diri bangsa yang sudah ditinggalkan. Masa reformasi yang
seharusnya merupakan masa transisi tak kunjung selesai. Sehingga, masyarakat saat ini berada dalam anomali,
dimana hukum yang lalau sudah tak berlaku, hukum baru belum diberlakukan.
Kondisi tersebut, lanjut Mahfud, memacu jati diri bangsa terkikis. Dia menyebutkan, bangsa Indonesia memiliki
nilai-nilai luhur seperti toleransi, hidup damai, sopan dan bangga pada dirinya mulai luntur. Itulah sebabnya martabat
bangsa sering dilecehkan oleh bangsa lain.
Menurut Mahfud, soal peradaban masyarakat bukanlah soal apa agamanya, tetapi bagaimana menegakkan
keadilan. Walaupun mayoritas beragama Islam tetapi tidak berbuat adil, bisa menjadi malapetaka. Negara dengan
agama apapun, tetapi menegakkan keadilan maka terjadi peradaban yang maju. “Penegakan hukum minus keadilan
sama halnya mengabaikan ruh dari hukum itu sendiri,” kata Mahfud.
Sementara itu, Saleh Daulay, menyayangkan maraknya fenomena pelaku penyimpangan kebangsaan justru
dilakukan oleh kalangan muda. Jika pada tahun 1998 kaum muda menggerakkan reformasi, maka sekarang
fenomenanya pelaku-pelaku gerakan reformasi itu terjebak dengan praktik curang dan rakus. Mereka yang menempatai
posisi penting justru kehilangan semangat reformisnya. Contoh kasus Nazaruddin dan Gayus merupakan yang masih
berusia muda adalah contoh yang tidak reformis.
“Kita kalangan muda, kalah reformis dengan kalangan tua seperti Buya Syafii Maarif maupun pak Mahfud MD
ini,” ujar Saleh.
Namun demikian, Saleh tidak menampik adanya kaum muda yang masih memiliki semangat reformis. Tidaklah
adil melihat reformis dan tidaknya hanya dari kalangan muda atau tua, tetapi bagaimana penegakan keadilan.
Sebagai ketua ormas kepemudaan Saleh menilai, pemuda masih punya harapan besar membangun bangsa.
Tetapi memang tantangannya lebih berat karena perubahan global dan nasional, serta tarikan godaan keserakahan
sangat kuat. Untuk itu dia berpesan agar tetap optimis dengan menjaga idealisme dan terus berjuang secara kritis.
Dekan FISIP Dr Wahyudi menyatakan akan menjadikan hasil diskusi ini dalam bentuk buku. Selain kedua
pembicara, buku tersebut juga diambil dari tulisan-tulisan dosen FISIP mengenai tema kebangsaan. (nas)
page 1 / 1