Triploid plant formation of tangerine (Citrus Nobilis Lour) var simadu through endosperm culture

1

DISERTASI

PEMBENTUKAN TANAMAN TRIPLOID JERUK SIAM SIMADU
(Citrus nobilis Lour) MELALUI KULTUR ENDOSPERMA

MIA KOSMIATIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

1

RINGKASAN
MIA KOSMIATIN. Pembentukan Tanaman Triploid Jeruk Siam Simadu (Citrus nobilis
Lour.) melalui Kultur Endosperma. Dibimbing oleh AGUS PURWITO, GUSTAAF
ADOLF WATTIMENA, IKA MARISKA.
Buah tanpa biji merupakan salah satu kriteria yang diperlukan untuk dapat

meningkatkan kualitas buah jeruk. Perakitan tanaman jeruk Siam tanpa biji dapat dilakukan
dengan membentuk tanaman triploid. Pembentukan tanaman triploid melalui persilangan
interploidi belum dapat dilakukan karena belum tersedianya tanaman jeruk tetraploid.
Tanaman jeruk triploid tidak mampu membentuk embrio fertil, sehingga dapat digunakan
sebagai alternatif produksi buah tanpa biji. Secara in vitro, perakitan tanaman triploid dapat
dilakukan dengan meregenerasikan jaringan endosperma yang secara alami triploid.
Regeneran dari jaringan endosperma diharapkan juga merupakan tanaman triploid.
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah mendapatkan tanaman triploid jeruk Siam
Simadu yang diperoleh dari kultur jaringan endosperma. Ada 4 tahapan penelitian yang
dilakukan untuk memperoleh tanaman jeruk Siam Simadu triploid.
Studi perkembangan endosperma sebagai eksplan dalam kultur endosperma Siam
Simadu. Penelitian dilakukan untuk mengetahui tahapan perkembangan endosperma yang
dapat dikulturkan secara in vitro. Bahan tanaman yang diamati adalah buah muda yang
berumur 2-14 minggu setelah antesis. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi buah,
preparat segar dan kering dari biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa endosperma dapat
diisolasi dari buah yang berumur 10-14 minggu setelah antesis. Jaringan pada tahapan ini
sudah mengalami selulerisasi dan secara bertahap membentuk jaringan endosperma yang
kompak dan dapat diisolasi serta dipisahkan dari embrio zigotik dan embrio nuselar. Pada
minggu ke-14 setelah antesis, jaringan endosperma habis terserap oleh embrio, lapisan
endosperm yang tertinggal hanya di bagian periferal yang menempel pada integumen dalam.

Perkembangan embrio nuselar yang tidak serempak dan masih terbentuk sampai minggu ke13 setelah antesis, dan jaringan haploid yang tidak terdegradasi dapat menjadi kontaminan
pada kultur endosperma.
Induksi embriogenesis somatik dan pembentukan tanaman triploid dari berbagai
tahapan perkembangan jaringan endosperma jeruk Siam Simadu (Citrus nobilis Lour).
Penelitian dilakukan untuk mendapatkan teknik in vitro yang dapat meregenerasikan
jaringan endosperma membentuk tanaman triploid. Bahan tanaman yang digunakan adalah
jaringan endosperma yang berumur 10-14 minggu setelah antesis yang diisolasi secara
aseptik dengan bantuan mikroskop binokular perbesaran 40x. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jaringan endosperma yang berumur 11-13 minggu setelah antesis dapat diinduksi
pembentukan kalusnya dengan respon terbaik diperlihatkan oleh endosperma yang berumur
13 minggu setelah antesis dan dikulturkan pada medium MS modifikasi vitamin MW
dengan penambahan 0.1 mg L-1 biotin atau 500 mg L-1 sumber N-organik (ekstrak malt atau
kasein hidrolisat). Kalus yang dihasilkan dari jaringan endosperma ploidinya miksoploid
sehingga regenerasinya dilakukan dengan embriogenesis somatik untuk menghindari
terbentuknya tanaman miksoploid. Pendewasaan embrio somatik terbaik dilakukan pada
media tanpa penambahan zat pengatur tumbuh tetapi lebih padat (dari 2.5 menjadi 3 mg L-1
phytagel). Pada media yang dipadatkan, embrio somatik dewasa berkembang normal dan
embrio somatik dapat berkecambah sehingga tidak diperlukan media khusus untuk
perkecambahan. Planlet disubkultur pada media dengan penambahan 2.5 mg L-1 GA3 untuk
memanjangkan tunasnya. Penambahan kinetin eksogen diperlukan untuk menekan

pertumbuhan kalus embriogenik yang terbentuk pada pangkal tunas meskipun tidak dapat
meningkatkan pertambahan tinggi tunas.

3

Perbanyakan klonal tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperm
jeruk Siam Simadu. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan formulasi media dan populasi
tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma. Bahan tanaman yang
digunakan adalah tunas pucuk yang diperoleh dari embriogenesis somatik yang diinduksi
dari jaringan endosperma. Tunas pucuk dikulturkan pada media regenerasi dan diamati
pembentukan tunas normal dan pembentukan tunas adventif secara langsung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada media MT, pertumbuhan tunas abnormalnya lebih
tinggi dibandingkan media MS modifikasi vitamin MW. Penambahan Kinetin, BA dan NAA
pada kedua media dasar yang dicoba hanya mampu menginduksi sedikit pembentukan tunas
adventif dan bukunya sehingga dilakukan kembali perbanyakan klonal dengan
menambahkan TDZ pada media MS modifikasi. Penambahan 0.1 mg L-1 TDZ dan 1 mg L-1
kinetin pada medium perbanyakan, dapat meningkatkan rerata pembentukan tunas adventif
2.15±1.34 dan buku 2.90±1.51.
Keragaman sitologi dan morfologi tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan
endosperma jeruk Siam Simadu. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi keragaman dari

tunas in vitro yang diinduksi dari jaringan endosperma dan untuk mengetahui populasi tunas
triploid yang diperoleh. Bahan tanaman yang digunakan adalah 52 tunas in vitro normal
yang berhasil diperoleh dari meregenerasikan jaringan endosperma. Pengamatan keragaman
sitologi dilakukan terhadap tingkat ploidi dan jumlah kromosom dari tunas in vitro. Tingkat
ploidi ditentukan dengan mengukur kandungan DNA pada inti dari jaringan daun in vitro
menggunakan flow cytometry. Penghitungan jumlah kromosom dilakukan dengan metode
squash yang dilakukan pada ujung akar in vitro. Keragaman morfologi diamati pada bentuk
daun dan stomata daun. Tanaman kontrol untuk seluruh pengamatan adalah tanaman jeruk
Siam Simadu diploid dan tunas in vitro jeruk Siam Simadu. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa dari 52 tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma diperoleh 21
tunas haploid, 11 diploid dan 20 triploid. Penentuan tingkat ploidi dapat dilakukan dengan
menghitung jumlah kromosom, kandungan DNA inti dan jumlah kloroplas pada sel penjaga.
Kata kunci : Citrus nobilis Lour., jeruk Siam Simadu, embriogenesis somatik, tanaman jeruk
haploid, jeruk tanpa biji

SUMMARY
MIA KOSMIATIN. Triploid Plant Formation of Tangerine (Citrus nobilis Lour) Var
Simadu Through Endosperm Culture. Supervised by AGUS PURWITO, GUSTAAF
ADOLF WATTIMENA, IKA MARISKA.
Seedless fruit is one of the criteria necessary to improve the quality of citrus.

Traditionally, formation of seedless citrus plant is difficult due to the barriers of sterility
gametes which are owned by gene sources of seedless citrus to be transfer to Simadu
tangerine. The formation of a triploid plant from a interploidy crossing could not be done
because tetraploid citrus plants is not available. Triploid citrus is unable to form the fertile
seeds, so it can be used as an alternative to the production of seedless fruits. In vitro,
formation of triploid plant can be aimed by regenerate endosperm tissue that is naturally
triploid. Shoots obtained from endosperm tissue expected also to be a triploid plant.
The aim of this research was to obtain triploid Simadu tangerine derived from
culture of endosperm tissue. There were four stages of research conducted to accomplish the
research objective.
Study of Developmental stage of endosperm tissue of Simadu tangerine. Research
conducted to determine the developmental of endosperm tissue that could be cultured in
vitro. Plant materials observed was a young fruit from 2 to 14 weeks after anthesis (WAA).
The observation was made against fruit morphology, fresh and preserved slice of seeds. The
observation was performed with a stereo and inverted microscope. The results showed that
endosperm tissues could be isolated from the fruit of 10-14 weeks after anthesis. This tissue
had formed cell walls and gradually form compactendosperm tissues and could be isolated
and separated from zygotic and nucellar embryos.
Induction of somatic embryogenesis and formation of triploid plants derived from
varied developmental stages of endosperm tissue of Simadu tangerine (Citrus Nobilis Lour).

Research conducted to obtained in vitro technique that could be regenerated endosperm
tissue to forming triploid plants. A plant material was an endosperm tissue that was isolated
from 10-14 WAA fruit. Endosperm tissues isolated with a binocular microscope with 40x
magnification. The results showed that the endosperm tissues from 11-13 WAA could be
induced the formation of embryogenic callus with best response shown by endosperm tissue
that was 13 WAA and cutured on MS medium modified by MW vitamine. Mixoploid Calli
was resulted from the endosperm tissues so the regeneration should be done by somatic
embryogenesis. Somatic embryogenesis could be avoiding formation of mixoploid plants.
Maturation of somatic embryos cultured on solid medium and 3 g L-1 phytagel without
addition of plants growth regulators. Plantlets sub cultured on the same media with the
addition of 2.5 mg L-1 GA for shoots elongation.
Clonal Multiplication of in vitro shoots that regenerated from endosperm tissue of
Simadu tangerine. The research was done to obtain the medium formulation and population
of in vitro shoots that regenerated from endosperm tissue. Plant material was shoots that
obtained from the somatic embryogenesis derived from endosperm of tissue. Shoots cultured
on multiplication medium and observed formation of normal shoots and directly of
adventives shoots. The results showed that the MT medium (medium for in vitro culture of
citrus), was growth of abnormal shoots higher than a MS medium by vitamin MW modified.
Addition of Kinetin, BA and NAA on both basic media only slightly induces the formation
of adventitious shoots and its node, consequently shoot multiplication was cultured on MS

medium and MW modified vitamins with the addition of thidizuron. On this medium, there

5

was increased of adventitious shoots formation and nodes, successively 2.15±1.34 and
2.90±1.51.
Cytology and morphology variation of in vitro shoots derived from Simadu
tangerine endosperm tissues. Research conducted to evaluated variation of in vitro shoots
derived from endosperm tissue and amount of triploid shoots. Plants material were 52 in
vitro normal shoots derived from endosperm tissues.The cytology variation measured were
the ploidy level and chromosome number of in vitro shoots. Determination of ploidy level
was determined by measuring of nuclear DNA content of in vitro leaves by flow cytometry
(Partec Cyflow). Chromosome counting was done by squash method on the tip of the in
vitro root. Morphology variables observed was in vitro leaves and stomata. Control plant
used for the observation was diploid plant of Simadu tangerine and in vitro shoots derived
from nucellar embryo sprouts. The observation showed thatfrom 52 regenerated shoot from
endosperm tissues there were: 21 haploid (40.38%), 11 diploid (21.15%) and 20 triploid
shoots (38.46%). Determination of ploidy level were done by counting of chromosome,
nuclear DNA and chloroplast number of stomata guard cells.
Till the end of this dissertation writing, the embryonic cells of endosperm tissues

keep on regenerate shoots. Continously sub cultured of embryos and abnormal shoots at
eight weeks interval on medium free plant growth regulators will produce normal shoots. It
showed that endosperm tissue culture could be produced more than 52 normal shoots.
Key words : Citrus nobilis Lour., Simadu tangerine, somatic embryogenesis, citrus haploid
plants, seedless citrus

PRAKATA
Rasa syukur senantiasa dipanjatkan penulis kehadirat Illahi Rabbi, atas izin-Nya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi. Adapun judul disertasi
adalah Pembentukan Tanaman Triploid Jeruk Siam Simadu
(Citrus nobilis
Lour) melalui Kultur Endosperma.
Ucapan terimakasih dan penghargaan setingi-tingginya penulis sampaikan kepada
yang terhormat Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr, Prof. Dr. Ir. Gustaaf Adolf Wattimena,
MSc.Agr dan Prof(R). Dr. Ir. Ika Mariska, APU, atas dedikasi, curahan waktu, tenaga, buah
pikiran, nasehat-nasehat serta arahan-arahannya terutama semangat yang terus dikobarkan
dari awal perencanaan sampai selesainya penulisan disertasi ini. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian dan Kepala Badan Litbang Pertanian yang sudah
memberikan izin dan beasiswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Sekolah

Pascasarjana IPB. Tidak lupa saya haturkan penghargaan yang tidak terhingga kepada kedua
orang tua, bapak HE Kosasih dan mamah Hj R Tedjaningsih, suami dan anak-anak ku
tersayang, Dr. Ali Husni, MSi, Aphylla Planifolia Harp, Aulia Floribunda Harp dan
Muhammad Houzni Rafsanzani Harp, Kakak-kakak dan adik-adikku Iwan Ahmad
Koswandi, Dr. Tatan Kostaman, MU, Yandi Kosmayadi dan Isman Kosmantara yang
senantiasa memberikan doa, semangat, perhatian dan dukungannya kepada penulis selama
ini. Tidak lupa penulis berterimakasih kepada teman-teman di Kelti Biologi Sel dan jaringan
BB BIOGEN atas bantuan, dukungan dan pengertiannya selama penulis bekerja dan
mengerjakan disertasi ini. Kepada pak Ujang Hafid (Laboratorium Sitologi dan Histologi,
LIPI) yang sudah memberikan bantuan dalam penelitian disertasi ini. Kepada teman-teman
seangkatan PBT 2010, Sri Suhesti, Ela, Arvita, Jijah, Mey, Ismail, Roberdi, Parlin, Jolanda,
Asri Dewi, Redi, Juli, Dyah dan seluruh teman PBT, terimakasih atas kebersamaannya
selama perjuangan ini, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per ssatu.
Akhir kata, kekurangan-kekurangan dalam penulisan disertasi ini adalah
kekurangan penulis semata. Namun demikian, penulis berharap disertasi ini bermanfaat bagi
para pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya.
Bogor, Juli 2013
Mia Kosmiatin

7


DAFTAR ISI

ABSTRACT

i

RINGKASAN

ii

PRAKATA

Iii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

Dampak dan Manfaat Penelitian

3

STUDI PERKEMBANGAN ENDOSPERMA SEBAGAI EKSPLAN
DALAM KULTUR ENDOSPERMA JERUK SIAM SIMADU
4
Pendahuluan
4
Bahan dan Metode
4
Hasil dan Pembahasan
5
Kesimpulan
7

INDUKSI EMBRIOGENESIS SOMATIK DAN PEMBENTUKAN
TUNAS TRIPLOID DARI BERBGAI TAHAPAN PERKEMBANGAN
JARINGAN ENDOSPERMA JERUK SIAM SIMADU (Citrus Nobilis
Lour)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

10
10
11
12

23
PERBANYAKAN KLONAL TUNAS IN VITRO YANG
DIREGENERASIKAN DARI JARINGAN ENDOSPERMA
23
Pendahuluan
23
Bahan dan Metode
24
Hasil dan Pembahasan
25
Kesimpulan
30

KERAGAMAN SITOLOGI DAN MORFOLOGI TUNAS IN VITRO
YANG DIREGENERASIKAN DARI JARINGAN ENDOSPERMA
31
Pendahuluan
31
Bahan dan Metode
32
Hasil dan Pembahasan
32
Kesimpulan
41

PEMBAHASAN UMUM

42

KESIMPULAN DAN SARAN

47

DAFTAR PUSTAKA

49

9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah jeruk tanpa biji (seedless) merupakan salah satu karakter utama yang
mempengaruhi daya saing di pasar global (pasar lokal maupun internasional). Jeruk
Siam (Citrus nobilis Lour.) termasuk dalam kelompok jeruk dengan jumlah
kromosom 2n=2x=18. Jeruk ini cukup mendominasi pertanaman jeruk di Indonesia
(Kuntarsih 2007). Jeruk Siam Simadu merupakan jeruk Siam lokal yang hampir
mendekati kategori tipe jeruk yang sesuai dengan kriteria konsumen dan pasar dunia
untuk dikonsumsi dalam keadaan segar tetapi mempunyai biji yang relatif banyak
(>15/buah) sehingga kalah bersaing dengan jeruk impor.
Untuk meningkatkan daya saing terhadap buah jeruk impor, maka
diperlukan perbaikan kualitas jeruk lokal unggul sehingga dapat diterima dan dapat
bersaing di pasar global. Perbaikan kualitas jeruk lokal yang sudah memiliki rasa
dan warna yang sesuai dengan kriteria konsumen dan pasar, dapat dilakukan dengan
merakit tanaman jeruk lokal tersebut menjadi jeruk seedless (tanpa biji). Menurut
Roose (2009) keberadaan biji dalam buah menjadi halangan dalam melepas jeruk
mandarin baru meskipun dengan kualitas rasa dan warna yang tinggi. Banyaknya
jumlah biji per buah merupakan salah satu penghalang dalam persaingan global
buah jeruk.
Perakitan tanaman jeruk tanpa biji dengan memanfaatkan tingkatan ploidi
triploid merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kualitas buah jeruk. Cara ini dapat dilakukan dengan merakit tanaman
jeruk Siam Simadu tipe baru dengan ploidi triploid (2n =3x=27). Tanaman triploid
ini secara teoritis sulit membentuk biji. Kualitas buah tanaman triploid meningkat
karena tidak berbiji, lebih besar, dan lebih produktif (Habashy et al. 2004).
Dengan teknik in vitro, regenerasi endosperma yang secara alami triploid
memiliki kapasitas yang cukup tinggi untuk mendapatkan tanaman triploid
(Hoshino et al. 2011; Thomas dan Chatuverdi 2008; Thomas et al. 2000). Produksi
tanaman triploid melalui kultur endosperma memiliki keunggulan karena lebih
mudah dan mempersingkat waktu untuk mendapatkan tanaman triploid (Gruis et al.
2007). Perolehan tanaman triploid dari kultur endosperma hasil polinasi yang
terkontrol dapat digunakan sebagai strategi dalam pemuliaan jeruk, dan selanjutnya
diperbanyak secara vegetatif.
Keberhasilan regenerasi jaringan endosperma sangat ditentukan oleh
tahapan perkembangan endosperma dan sistem regenerasinya. Hampir seluruh
tanaman berbunga mempunyai embryo sac (kantung embrio) dengan tipe
poligonum sehingga menghasilkan endosperma triploid. Endosperma jeruk bertipe
inti bebas (nuclear) (Ladaniya, 2008) dimana pada awal perkembangannya inti sel
endosperma primer membelah secara cepat dalam beberapa siklus tanpa diikuti
dengan pembentukan dinding sel sehingga membentuk sel tunggal dengan multi
inti (Dumas dan Rogowsky 2008). Dinding sel baru terbentuk setelah siklus

pembelahan inti endosperma terpenuhi dan diikuti dengan fase mitotik. Pada fase
inilah jaringan endosperma dapat dikulturkan secara in vitro dan diregenerasikan
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk membentuk tanaman triploid.
Untuk mendapatkan buah jeruk Siam Simadu tanpa biji, dapat dilakukan
dengan pendekatan kultur endosperma. Endosperma jeruk yang secara alami
triploid pada tahapan perkembangan yang tepat, dikulturkan pada formulasi media
yang tepat akan mampu diinduksi untuk membentuk kalus embriogenik triploid
yang dapat diregenerasikan menjadi tunas atau embrio somatik-ES dengan tingkat
ploidi triploid juga. Kepastian perolehan tanaman triploid dilakukan dengan
mengukur kandungan DNA pada inti sel yang dikuatkan dengan menghitung jumlah
kromosom secara manual dan mengamati morfologi daun dan stomata.
Tujuan Penelitian
Tujuan keseluruhan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanaman jeruk
Siam Simadu tanpa biji dengan tingkat ploidi triploid yang dihasilkan melalui kultur
endosperma. Empat percobaan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, setiap
kegiatan percobaan bertujuan :
- Mendapatkan informasi tahapan perkembangan endosperma jeruk yang dapat
membentuk kalus embriogenik dengan tingkat ploidi triploid
- Mendapatkan formulasi media yang tepat untuk meregenerasikan jaringan
endosperma membentuk kalus embriogenik yang dapat diregenerasikan
membentuk embrio somatik atau tunas triploid
- Mendapatkan formulasi media untuk perbanyakan klonal jeruk yang
diregenerasikan dari jaringan endosperma
- Mendapatkan informasi keragaman morfologi daun dan evaluasi tingkat
ploidi dari tunas yang berhasil diregenerasikan dari jaringan endosperma
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitiaan dilakukan dalam empat rangkaian kegiatan percobaan yang
berturutan yaitu :
1. Studi perkembangan jaringan endosperma jeruk siam yang respon
dalam kultur in vitro untuk pembentukan kalus embriogenik dan
regenerasinya
2. Kultur endosperma
3. Perbanyakan klonal tunas triploid;
4. Evaluasi keragaman sitologi dan morfologi tunas jeruk triploid;
Adapun bagan alur rangkaian percobaan untuk mendapatkan tanaman
triploid jeruk Siam Simadu dapat dilihat dalam Gambar 1. :

11

Buah muda jeruk

Percobaan I

Studi perkembangan endosperma pada
buah muda

Percobaan II

Kultur endosperma (Induksi kalus dan
Embriogenesis somatik)

Percobaan III

Perbanyakan klonal tunas triploid

Percobaan IV

Evaluasi sitologi dan morfologi

Gambar 1. Bagan alir rencana penelitian pembentukan tanaman triploid jeruk Siam Simadu
melalui kultur endosperma

Dampak dan Manfaat Kegiatan Penelitian
Dengan diperolehnya tanaman jeruk Siam Simadu triploid akan mampu
menyediakan buah jeruk tanpa biji sehingga dapat meningkatkan daya saing jeruk
lokal Indonesia baik dipasar lokal maupun global. Tanaman jeruk triploid secara
teoritis tidak dapat membentuk biji karena ketidakseimbangan perpasangan
kromosom saat pembentukan gamet. Tersedianya varietas jeruk Siam Simadu yang
mempunyai daya saing dipasaran akan berdampak terhadap peningkatan animo
masyarakat, khusunya petani jeruk untuk kembali menanam jeruk sehingga areal
pertanaman jeruk akan bertambah luas dan produksi nasional dapat kembali
meningkat. Dengan meningkatnya produksi buah jeruk nasional yang mampu
bersaing akan dapat mencukupi kebutuhan pasar domestik dan bahkan dapat
kembali bersaing di pasar internasional yang pada akhirnya akan bermanfaat dalam
meningkatkan penghasilan petani jeruk sehingga profesi petani dapat menarik
generasi muda untuk kembali bertani di lahan pertanian.

STUDI PERKEMBANGAN ENDOSPERMA PADA BUAH MUDA
JERUK SIAM (Citrus nobilis Lour.) var. Simadu
PENDAHULUAN
Fertilisasi ganda (double fertilization) merupakan fenomena reproduksi pada
Angiospermae yang sangat unik dan terjadi pada hampir seluruh tanaman tinggi
yang berbunga (Berger 1999). Pada tanaman dikotil, fertilisasi ganda meliputi 2
proses fusi yaitu 1 sel sperma dengan sel telur yang akan membentuk zigot. Fusi
yang lain adalah antara 1 sel sperma dengan 2 inti polar/sentral dan membentuk inti
endosperma primer (Berger 2003). Endosperma akan berkembang menjadi jaringan
yang berperan sebagai nourishing tissue dan pelindung embrio (Hoshino et al.
2011; Berger 2003; Berger 1999; Russel 1992). Jaringan endosperma ini poliploid
dan umumnya triploid pada tanaman dengan tipe kantung embrio poligonum (Faure
2001).
Secara umum perkembangan endosperma meliputi syncytium - pembelahan
inti yang cepat tanpa pembentukan dinding sel (cellularization-selulerisasi). Fase
syncytium kemudian diikuti dengan pembentukan sel inti tunggal melalui proses
selulerisasi (Kranz dan Kumlehn 1999; Clore et al. 1996). Sel inti tunggal
endosperma mengalami diferensiasi menjadi jaringan fungsional sebagai nourishing
tissue bagi embrio. Pada sebagian besar dikotil, sel-sel endosperma akan habis saat
embrio matang (Berger, 1999).
Pada jeruk Siam keberadaan endosperma tidak sampai ke pemasakan biji,
karena tingginya derajat poliembrioni yang terbentuk dari jaringan nuselar sehingga
endosperma diserap secara cepat selama perkembangan embrio zigotik dan nuselar
(Ladaniya, 2008). Embrio zigotik dan embrio nuselar bersaing untuk mendapatkan
nutrisi. Kultur endosperma memerlukan eksplan jaringan/sel-sel endosperma yang
sempurna sehingga dapat diinduksi regenerasinya baik secara langsung maupun
tidak langsung. Hal ini menyebabkan perlunya diketahui saat terbentuknya sel-sel
endosperma yang sempurna sampai endosperma habis diserap embrio atau
mengalami degenerasi.
BAHAN DAN METODE
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jeruk
Siam Simadu yang berumur 5 tahun yang diperoleh dari Balai Penelitian Jeruk dan
Buah sub tropika lainnya, Batu, Jawa Timur. Tanaman jeruk ditanam di rumah kaca
BB BIOGEN, Cimanggu, Bogor.
Metode Penelitian
Induksi pembungaan pada tanaman jeruk Siam Simadu dilakukan dengan
cekaman kering pada tanaman induk. Pengamatan dilakukan terhadap buah, biji,
endosperma dan embrio (zigotik dan nuselar) yang berumur 2 sampai 14 minggu
setelah antesis-MSA. Pengamatan perkembangan endosperma dan embrio (zigotik

13

dan nuselar) dilakukan pada preparat segar dan kering sesuai dengan Berlyn dan
Miscke (1976). Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan bantuan mikroskop
inverted medan terang (Olympus) dan mikroskop stereo (Olympus).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fertilisasi pada jeruk Siam Simadu terjadi 4 sampai 7 hari setelah antesis
yang ditandai dengan terbentuknya gelang/lingkaran cokelat pada bagian pangkal
bunga.
Pertumbuhan buah mulai terlihat 2 MSA, ditandai dengan luruhnya sisa
tangkai putik dan peningkatan diameter buah (Tabel 1). Perkembangan ovul mulai
dapat diamati pada buah 3 MSA (Gambar 2). Ovul-biji mulai terlihat jelas pada
karpel buah yang berumur 4 minggu setelah antesis. Sel-sel yang mengisi bakal biji
sel bentuknya seragam, diduga merupakan jaringan nuselus. Kantung embrio mulai
terlihat pemanjangannya pada buah 4-5 MSA yang berkembang dengan arah
pertumbuhan pada bagian mikropil ke kalaza. Pemanjangan ini berlangsung terus
sampai 7 MSA, pemanjangan ini merupakan endosperm/embryo sac haustorium
yang akan memberi ruang untuk perkembangan endosperma. Pembentukan
haustorium ini juga terlihat pada perkembangan endosperma almon (MartinezGarcia et al. 2012)
Sampai buah 7 MSA, embrio masih berbentuk zigot dan terdapat pada
bagian mikropil, sementara dibagian kalaza terlihat beberapa sel yang berbeda
dengan sel maternal yang ada disekitarnya. Diduga kumpulan sel ini merupakan
proliferasi sel-sel antipodal pada kantung embrio yang tidak mengalami degradasi.
Pada umumnya sel-sel antipodal pada biji yang membentuk endosperma,
terdegradasi setelah terjadinya fertilisasi ganda seperti pada beberapa family
Fabaceae (Riahi et al. 2003). Proliferasi sel antipodal pada kantung embrio jeruk
Siam Simadu diduga terjadi karena pada saat itu, endosperma masih belum
terbentuk sempurna. Pada saat jaringan endosperma mulai berfungsi sebagai
nourishing tissue bagi embrio, umumnya sel-sel antipodal terdegradasi, tetapi pada
buah jeruk Siam Simadu, sel-sel antipodal ini tetap hidup. Kumpulan sel antipodal
ini tetap terlihat sampai buah 13 MSA yang dapat diamati pada irisan melintang biji
pada bagian kalaza.
Selulerisasi inti endosperma mulai berlangsung pada buah 9 MSA, pada
tahap ini terlihat sel-sel endosperma yang sudah mengalami selulerisasi memiliki
dinding sel yang masih tipis. Sel-sel endosperma masih belum banyak karena
sebagian besar masih merupakan inti-inti tanpa dinding sel, yang secara kasat mata
terlihat sebagian cairan dalam biji. Pada preparat kering terlihat adanya rongga
kosong dalam ruang biji, hal ini terjadi karena sel berinti banyak sulit untuk dapat
terfiksasi dengan teknik Berlyn dan Miksche (1976). Jaringan endosperma mulai
mengalami selulerisasi pada daerah sekitar embrio (bagian mikropil) yang akan
berkembang membentuk endosperma mikropil dan pada dinding integumen
membentuk lapisan endsperma periferal. Secara kasat mata pembentukan jaringan

endosperma ini ditandai dengan mengentalnya cairan dalam biji, yang terlihat
mengelilingi embrio zigotik dan nuselar. Proses selulerisasi pada sel-sel
endosperma jeruk Siam Simadu berlangsung bertahap hingga 13 MSA yang
ditandai menghilangnya cairan pada biji dan terbentuknya jelly kompak yang
mengelilingi embrio. Proses selulerisasi ini menyerupai selulerisasi endosperm pada
A. demanvendicus (Riahi et al. 2003).
Pada buah yang berumur 11-13 MSA, jaringan endosperma strukturnya
sudah mengental seperti jelly dan mudah diisolasi dengan bantuan mikroskop
binokuler sederhana (portable), sehingga pemisahan endosperma dan embrio dapat
dilakukan secara aseptik dalam laminar air flow cabinet. Hal ini menjadi penting
apabila isolasi endosperma dan embrio ditujukan untuk pengkulturan endosperma
secara in vitro untuk menghindarkan kontaminan dari jaringan yang bukan jaringan
triploid.
Setelah 14 MSA, pada hampir seluruh buah yang diamati, jaringan
endoperma yang berbentuk jelly sudah tidak terlihat lagi pada biji. Pada bagian
integumen dalam biji terlihat adanya lapisan tipis transparan, lapisan ini merupakan
sisa jaringan endosperma yang membentuk endosperma periferal. Lapisan ini
terbentuk pada awal selulerisasi sehingga pada fase ini sel-sel nya sudah menua dan
mulai mengalami degenerasi (penuaan) dengan terakumulasinya etilen pada
jaringan endosperma (Lombardi et al. 2012; Berger 1999). Hal ini juga terlihat
pada saat lapisan endosperma ini dikulturkan tidak memberikan respon ketika
diinduksi pembelahan selnya (data tidak ditampilkan). Tingginya akumulasi etilen
pada sel-sel endosperma menghambat induksi pembelahan sel.
Setelah fertilisasi, zigot mengalami dormansi dan pecah/berakhir pada saat
jaringan endosperm terbentuk (Riahi et al. 2003). Pada saat sel-sel endosperma
terbentuk dan sudah berdiferensiasi menjadi nourishing tissue bagi embrio, proses
embryogenesis zigotik akan dimulai. Pada jeruk Siam Simadu, diferensiasi
endosperma manjadi nourishing tissue terlihat pada buah 9 MSA. Hal ini ditandai
dengan berkembangnya embrio zigotik membentuk globular tahap awal dengan
ukuran 156 ± 0.3 µm yang terlihat di bagian mikropil dan dikelelilingi oleh sel-sel
endosperma. Embrio nuselar belum terlihat pada tahap perkembangan ini baik
diamati dengan preparat segar ataupun pada preparat kering.
Pada buah 10 MSA, jaringan endosperma mulai terbentuk meskipun belum
membentuk jaringan endosperma yang sempurna, fungsi endosperma sebagai
nourishing tissue bagi embrio mulai terlihat jelas. Hal ini ditandai dengan kecepatan
perkembangan proembrio zigotik membentuk globular dan mulai terinduksinya
perkembangan proembrio nuselar. Hal ini sesuai dengan Kepiro dan Roose (2007),
yang menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan embrio nuselar jeruk baru
terjadi setelah jaringan endosperma terbentuk. Perkembangan embrio nuselar ini
sangat pesat, terlihat perkembangan embrio nuselar yang sudah terbentuk dan
induksi pembentukan embrio nuselar baru yang terus berlangsung hingga 13 MSA,
sehingga pada buah tersebut terdapat beberapa embrio dengan perkembangan yang
berbeda-beda. Pada buah 14 MSA sulit membedakan embrio zigotik dan nuselar.
Pada fase setelah selulerisasi sempurna (13 MSA), respon endosperma
jeruk Siam Simadu untuk diinduksi regenerasi secara tidak langsung (melalui

15

pembentukkan kalus) memberikan hasil yang paling baik dibandingkan dengan
jaringan endospserma yang lebih muda atau lebih tua (data tidak ditampilkan).
Menurut Berger (1999), endosperma mengalami fase diferensiasi begitu selesai
melewati fase selulerisasi, sehingga pada fase ini endosperma akan lebih mudah
untuk diinduksi regenerasinya secara in vitro. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Kranz dan Kumlehn 1999; Bhojwani (1984); Johri dan Bhojwani
(1965) bahwa endosperma dapat dikulturkan secara in vitro dan pertumbuhannya
menjadi tidak terdeterminasi sehingga memungkinkan untuk diinduksi regenerasi
sel-sel.
Sel-sel antipodal tidak mengalami degradasi sampai jaringan endosperma
terbentuk sempurna (13 MSA). Saat jaringan endosperma dikulturkan, sel-sel
antipodal terbawa dan dapat diinduksi pembelahan selnya saat dikultutrkan secara
in vitro (data tidak ditampilkan). Hal ini berpotensi terjadi kontaminasi jaringan selsel haploid dalam kultur endosperma yang triploid. Potensi kontaminan juga
mungkin terjadi diakibatkan oleh proembrio nuselar yang berukuran kurang dari 16
sel, sehingga sulit dipisahkan hanya dengan bantuan mikroskop binokuler
sederhana.

KESIMPULAN
Endosperma jeruk Siam Simadu mengalami selulerisasi (pembentukan
dinding sel) mulai 9 MSA dan selesai pada 13 MSA. Pada 11-13 MSA,
perkembangan jaringan endosperma sudah mulai sempurna dan membentuk struktur
jaringan yang kompak seperti jelly sehingga mudah untuk diisolasi dan dipisahkan
dari embrio zigotik dan nuselar. Jaringan endosperma habis diserap oleh embrio
pada 14 MSA dan hanya tersisa lapisan endosperma periferal yang merupakan
jaringan endosperma yang mengalami degenerasi.
Perkembangan embrio zigotik terlihat 9 MSA, sementara embrio nuselar
mulai berkembang pada 10 MSA setelah jaringan endosperma berfungsi sebagai
nourishing tissue bagi embrio. Perkembangan embrio nuselar lebih cepat dari
embrio zigotik sehingga pada buah 14 MSA perkembangannya hampir sama
dengam embrio zigotik, dan jumlahnyapun masih terus bertambah.
Sel-sel antipodal pada kantung embrio tidak mengalami degradasi sampai
13 MSA dan embrio nuselar dapat mengkontaminasi jaringan endosperma bila
dikulturkan secara in vitro.

haploid

-

-

-

-

Embrio nuselar

-

-

-

-

Embrio zigotik

-

-

-

-

-zigot







endosperm

-

-

Syncytium

Syncytium

Syncytium

Kantung embrio

-

-

Nuselus/jaringan
maternal pada
ovul
Ovul-

-










3

4

5

7

-

-

-

-

-

-

menipis

menipis

tipis









8

9

10

12

-

-





13

Minggu setelah antesia-MSA

Gambar 2. Perkembangan endosperma, embrio zigotik dan nuselar pada buah/biji muda jeruk Siam Simadu 2-14 MSA

14

17

Tabel 1. Tahapan perkembangan endosperma pada buah jeruk Siam Simadu, 2-14 minggu setelah antesis.
Umur
buah
(MSA)

Buah
(cm)

Ukuran yang teramati
Biji
Embrio
Endosperma
(mm)
( m)

2
3
4
5
6
7
8
9
10

0.3±0.1
0.5±0.1
0.9±0.2
1.2±0.2
1.3±0.1
1.5±0.2
1.7±0.1
2.0±0.2
2.1±0.2

0.03±0.0
0.05±0.0
0.5±0.2
0.7±0.1
2.0±0.4
3.0±0.7
4.0±0.7

11

2.4±0.1

5.5±-0.4

12

3.0±0.2

6.0±0.6

13

3.3±0.1

7.0±0.6

14

3.5±0.1

7.0±0.7

156± 0.3(z)
250±20.1 (z)
138± 74.2(n)
558± 18.8 (z)
265± 19.9(n)
882± 49.7(z)
351± 16.7(n)
940±34.1 (z)
539± 20.3(n)
1865± 7.5(z)
1369± 21.2(n)

Cair
Cair
Cair
Cair
Cair
Cair
Jelly

Keterangan

Jelly

Embrio = zigot, endosperma = PEM
Embrio = zigot, endosperma = PEM
Embrio = zigot, endosperma = PEM, multinukleat
Embrio = zigot, endosperma = PEM, multinukleat
Embrio = zigot, endosperma = PEM, multinukleat
Embrio = zigot, endosperma = PEM, multinukleat
Proembrio zigotik awal, endosperma= selulerisasi
Globular zigotik, sel-sel endosperma mulai terlihat dinding sel
Hati zigotik, embrio nuselar globular awal,
jaringan endosperma terbentuk disekitar embrio
Torpedo zigotik, embrio nuselar globular,
jaringan endosperma hampir memenuhi ruang biji
Kotiledon zigotik, embrio nuselar lebih dari satu dengan perkembangan yang berbeda,jaringan
endosperma hampir memenuhi ruang biji
Kotiledon zigotik, jaringan endosperma memenuhi ruang biji

Tidak ada

Kotiledon zigotik, proembrio nuselar, jaringan endosperma terlihat disekitar integumen dalam

Jelly
Jelly

Keterangan : - MSA = Minggu Setelah Antesis ; PEM = Primary endosperm mass
- z=embrio zigotik; n=embrio nuselar

INDUKSI EMBRIOGENESIS SOMATIK DAN PEMBENTUKAN TUNAS
TRIPLOID DARI BERBGAI TAHAPAN PERKEMBANGAN JARINGAN
ENDOSPERMA JERUK SIAM SIMADU (Citrus Nobilis Lour)
PENDAHULUAN
Jeruk adalah salah satu jenis komoditas hortikultura penting dengan
permintaan yang cukup tinggi di Indonesia. Produksi jeruk lokal Indonesia pada
tahun 2011 mencapai 1,807,808 ton (BPS 2012), meskipun demikian saat ini
produktivitas dan daya saingnya terhadap buah jeruk impor masih sangat rendah.
Sampai 2012, nilai impor jeruk tertinggi dibanding dengan impor komoditas
hortikultura lainnya (BPS 2012). Rendahnya daya saing jeruk lokal terutama
disebabkan oleh kualitas jeruk lokal yang lebih rendah dari jeruk impor. Kualitas
buah jeruk sangat ditentukan oleh rasa, warna, kulit mudah dikupas dan jumlah
biji/buah (Karp 2007). Jeruk Siam Simadu merupakan jeruk lokal dengan rasa
manis segar, warna dan kulit buah seperti mandarin tetapi jumlah bijinya masih
tinggi, lebih dari 15 biji/buah.
Produksi buah jeruk tanpa biji dapat dilakukan dengan merakit tanaman
jeruk dengan ploidi triploid. Tanaman triploid sulit untuk membentuk biji. Pada
tanaman yang produksinya terletak pada daging buah (vegetatatif), tanaman triploid
lebih bernilai ekonomi karena dapat memperbaiki mutu dan kualitas buahnya.
Kualitas buah tanaman triploid meningkat karena tidak berbiji, lebih besar, dan
lebih produktif (Habashy et al. 2004; Thomas dan Chaturvedi 2008).
Fenomena perubahan tingkat ploidi sangat jarang ditemukan pada tanaman
jeruk. Tanaman triploid juga sulit diperoleh dari persilangan tradisional karena
memerlukan tetua tetraploid dan diploid yang secara genetik dapat disilangkan.
Sebagian besar Angiospermae memiliki kantung embrio tipe poligonum.
Endosperma pada tipe ini merupakan jaringan tanaman yang secara alami memiliki
ploidi triploid karena merupakan hasil penggabungan antara 2 inti polar (betina) dan
satu inti sperma (jantan) (Hamamura et al. 2012; Berger 1999). Pada jeruk, jaringan
endospermanya termasuk kelompok endosperma berinti bebas-nuclear endosperm
(Ladaniya, 2008). Saat awal perkembangannya inti edosperma primer akan
membelah tanpa diikuti selulerisasi. Endosperma kemudian mengalami selulerisasi,
mitosis, diferensiasi dan degenerasi.
Pembentukan tanaman dari sel-sel/jaringan endosperma yang secara alami
triploid lebih mudah dan mempersingkat waktu untuk mendapatkan tanaman
triploid (Gruis et al. 2007).
Keberhasilan kultur endosperma untuk mendapatkan tanaman triploid
sangat dipengaruhi oleh tahap perkembangan endosperma sebagai eksplan dan
sistem regenerasinya. Salah satu faktor terpenting adalah tingkat perkembangan
endosperma yang digunakan sebagai eksplan yang berespon baik terhadap kultur in
vitro. Pada tanaman jeruk, endosperma muda digunakan sebagai eksplan pada
kultur endosperma jeruk besar (Wang dan Chang 1978; Yang et al. 2000; Gmitter et
al. 1990), dan C. sinensis cv Hongjiang (Chen et al. 1990).

19

Faktor keberhasilan perolehan tanaman triploid ditentukan juga oleh teknik
regenerasinya. Induksi embriogenesis somatik dari jaringan endosperma
memerlukan teknik dan formulasi medium yang khusus karena sifat yang unik dari
jaringan tersebut. Pada jeruk manis jaringan endosperma yang diisolasi dari buah
12-14 MSA dapat diinduksi pembentukan kalusnya (Gmitter et al. 1990) tetapi
tidak ada laporan regenerasi pembentukan tunas triploidnya. Endosperma yang
diisolasi dari biji hasil persilangan jeruk grape fruit dan pamelo berhasil diinduksi
pembentukan kalus embriogeniknya, meskipun masih belum dapat memperoleh
tunas yang normal (Yang et al. 2000).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tahapan perkembangan
jaringan endosperma jeruk Siam Simadu yang dapat diisolasi dan dikultur in vitro
serta teknik regenerasinya melalui embriogenesis somatik (formulasi media induksi
kalus embriogenik, pendewasaan dan perkecambahan serta pemanjangan planlet)
sehingga diperoleh tunas triploid
BAHAN DAN METODE
Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jeruk
Siam Simadu yang berumur 5 tahun.
Metode Penelitian
Kultur endosperma
Induksi pembentukan kalus
Bahan tanaman yang dikulturkan adalah jaringan endosperma. Isolasi
jaringan endosperma dilakukan pada buah yang berumur 10-14 MSA. Biji
dikeluarkan dari buah yang sudah disterilkan. Isolasi endosperma dari biji muda
dilakukan dalam laminar air flow cabinet dengan bantuan mikroskop binokuler dan
dikulturkan pada media Husni et al. (2010). Eksplan kemudian diinkubasi dalam
ruang dengan penyinaran ± 600 lux, 16 jam/hari, pada suhu 21-25 oC.
Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan perlakuan 5
umur endoseperma (10, 11, 12, 13, 14 MSA), setiap perlakuan diulang 8 kali. Setiap
ulangan terdiri dari 4 jaringan endosperma. Pengamatan dilakukan terhadap
persentase pembentukan kalus dan penampakan biakan.
Optimasi pembentukan kalus
Bahan tanaman yang digunakan adalah endosperma yang berumur 13
MSA. Media yang dipergunakan adalah media Husni et al. (2010) yang diperkaya
dengan penambahan 0.1 mg L-1 biotin; 500 mg L-1 ekstrak malt (EME); 500 mg L-1
kasein hidrolisat (CH); 500 mg L-1 EME + 0.1 mg L-1 biotin; 500 mg L-1 CH + 0.1
mg L-1 biotin.
Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan perlakuan 5
media induksi pembentukan kalus yaitu biotin: EME: CH: EME+biotin; CH+biotin.
Ulangan setiap perlakuan adalah 3 kali, setiap ulangan terdiri dari 3 jaringan

endosperma. Pengamatan dilakukan terhadap persentase pembentukan kalus
embriogenik.
Regenerasi kalus embriogenik yang diinduksi dari jaringan endosperma melalui
embriogenesis somatik
Kalus embriogenik yang mengandung embrio somatik (ES) fase globular
disubkultur pada media pendewasaan. Formulasi media yang dicobakan untuk
mendewasakan struktur globular adalah media dasar MS yang dimodifikasi dengan
vitamin MW. Perlakuan yang dicoba adalah formulasi media pendewasaan dengan
penambahan 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5 mg L-1 ABA, 250 mg L-1 glutamin, 7 mg L-1
biotin dan 0.5 g L-1 Phytagel. Biakan diinkubasi pada ruang kultur dengan intensitas
cahaya ±1000 lux, 16 jam/hari pada suhu 21-25oC.
Penelitian dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan 9
media pendewasaan embriosomatik yaitu media dengan penambahan 0; 0.5; 1.0;
1.5; 2.0; 2.5 mg L-1 ABA, 250 mg L-1 glutamin, 7 mg L-1 biotin dan 0.5 g L-1
Phytagel. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali dengan eksplan satu populasi (±
0.1 g) kalus embriogenik dari media proliferasi kalus tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh-ZPT. Pengamatan dilakukan terhadap total pembentukan ES,
jumlah ES globular, jumlah ES dewasa (fase hati, torpedo, kotiledon), jumlah ES
berkecambah, persentase pendewasaan, visual ES, kecambah somatik dan kalus
yang terbentuk.
Pemanjangan Plantlet
Bahan tanaman yang digunakan dalam tahapan penelitian ini adalah
kecambah somatik (planlet) yang diperoleh dari regenerasi kalus. Bahan tanaman
dikulturkan pada media pemanjangan planlet yaitu media dasar MS yang
dimodfikasi dengan formulasi vitamin MW yang diperkaya dengan 2.5 mg L-1 GA3
dan dikombinasikan dengan 0; 1; 3 mg L-1 kinetin. Bagian tunas dikulturkan pada
media pemanjangan dan diinkubasi pada ruang kultur dengan intensitas cahaya
±1000 lux, 16 jam/hari pada suhu 21-25 oC.
Penelitian dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan 3
taraf konsentrasi kinetin 0; 1; 3 mg L-1 pada media pemanjangaan tunas. Masingmasing perlakuan diulang 9 kali. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan tinggi
tunas, jumlah buku, jumlah daun, jumlah embrisomatik sekunder persentase
pembentukan ES sekunder, kalus embriogenik dan akar yang terbentuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur Endosperma
Induksi kalus embriogenik dari jaringan endosperma jeruk siam Simadu
Pada jeruk Siam Simadu berdasarkan perkembangan dan pertumbuhan biji,
diketahui bahwa jaringan endoperma dapat diisolasi dari buah yang berumur 10-14
MSA. Sebagian besar jaringan endosperma pada tahap ini, sudah merupakan sel
sempurna dengan satu inti dan dinding sel yang sempurna sehingga berpeluang
dapat diinduksi pembelahan selnya membentuk populasi sel/kalus.
Jaringan endosperma diisolasi dari buah jeruk Siam Simadu yang berumur
11, 12 dan 13 MSA dapat diinduksi untuk membentuk kalus dan dikulturkan pada
media Husni et al. (2010). Hal yang sama dilaporkan oleh Gmitter et al (1990)

21

pada endosperma jeruk manis, grape fruit dan pommelo endosperma diisolasi dari
buah yang berumur 12-14 MSA. Persentase pembentukan kalus tertinggi diperoleh
dari eksplan jaringan endosperma yang diisolasi dari buah berumur 13 MSA (Tabel
2).
Tabel 2. Respon jaringan endosperma jeruk Siam Simadu dari berbagai umur
endosperma (10-14 MSA) pada media induksi kalus
Umur endosperma (MSA)
Kalus (%)
10
0
11
34.38ab
12
21.88b
13
53.13a
14*
0
Keterangan : * jaringan endosperma diisolasi dari jaringan tipis tembus pandang
dari bagian integumen dalam; MSA= Minggu Setelah Antesis;
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada α= 0.05
berdasarkan uji DMRT
Jaringan endosperma yang diisolasi dari biji yang berumur 10 MSA tidak
mampu menginduksi pembentukan kalus. Hal ini diduga karena sel-sel endosperma
masih belum sempurna membentuk dinding sel dan masih banyak inti tanpa dinding
sel. Pembelahan sel, baru dapat diinduksi apabila dinding sel sudah terbentuk
(Berger 1999).
Jaringan endosperma yang diisolasi dari biji yang berumur 14 MSA
merupakan endosperma periferal, sebagian besar endosperma sudah terserap habis
untuk pertumbuhan embrio. Jaringan endosperma periferal mulai terdegenerasi
dengan mengakumulasi etilen pada selnya (Lombardi et al. 2012; Berger 1999).
Tingginya akumulasi etilen pada sel-sel endosperma dapat menghambat induksi
pembelahan sel.
Optimasi pembentukan kalus embriogenik
Optimasi pembentukan kalus embriogenik dari jaringan endosperma
dilakukan dengan menggunakan jaringan endosperma 13 MSA. Peningkatan
pembentukan kalus embriogenik dilakukan dengan memperkaya media dasar
induksi kalus (Husni et al. 2010) dengan menambahkan vitamin (biotin) dan sumber
N-organik (CH atau EME) yang diperlakukan secara tunggal maupun kombinasi
vitamin dan sumber N-organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
pembentukan kalus embriogeniknya hingga 100% diperoleh dari media dasar yang
diperkaya dengan 0.1 mg L-1 vitamin biotin (Gambar 3). Penambahan biotin atau
sumber N-organik (EME atau CH) yang ditambahkan secara tunggal ke dalam
media induksi kalus embriogenik, responnya tidak berbeda nyata. Biotin (vitamin
H) merupakan salah satu koenzim pada enzim yang menjadi katalisator dalam

sintesa protein yang berperan dalam embriogenesis somatik, sehingga meskipun
konsentrasi rendah, dapat mempengaruhi sintesa protein tersebut.

Gambar 3. Persentase kalus embriogenik yang terbentuk dari jaringan endosperma
yang diisolasi dari buah berumur 13 minggu setelah antesis pada media
MS modifikasi dengan penambahan biotin dan sumber N organik.
biotin=0.1 mg L-1; Ekstrak malt = 500 mg L-1; Kasein Hidrolisa=500
mg L-1; Ektrak malt+biotin= 500 mg L-1 +0.1 mg L-1; Kasein
Hidrolisa+biotin= 500 mg L-1 +0.1 mg L-1. Angka yang diikuti dengan
huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada =
0.05 berdasarkan uji DMRT
Penambahan EME dan CH pun tidak berbeda nyata dalam menginduksi
pembentukan kalus embriogenik (Gambar 3). Hal ini disebabkan CH dan EME
termasuk dalam golongan yang sama yaitu sebagai sumber N-organik yang mudah
diserap oleh tanaman. Ketersediaan N-organik yang tinggi dalam medium dapat
mempercepat akumulasi protein dalam sel yang dibutuhkan untuk membentuk kalus
embriogenik (Deo et al. 2010). Penambahan sumber N-organik (CH dan EME) pada
tanaman Dianthus dapat meningkatkan 1.5 kali pembentukan ES (Pareek dan
Kothari, 2003).
Hal yang berbeda tejadi apabila penambahan bahan tersebut
dikombinasikan, pembentukan kalusnya lebih rendah daripada perlakuan
tunggalnya. Pada beberapa spesies tanaman seperti jambu biji (Rai et al. 2008)
penambahan bahan organik yang dikombinasikan dengan vitamin dapat
meningkatkan induksi embriogenesis somatik, tetapi pada endosperma jeruk Siam
Simadu penambahan kombinasi bahan organik (CH atau EME) dan vitamin biotin
memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan penambahan secara
tunggal. Hal ini diduga terjadi karena biotin yang berperan sebagai koenzim dalam
sintesa protein akan meningkatkan sintesa protein. Kombinasi biotin dengan sumber
N-organik akan mengakibatkan akumulasi protein yang berlebihan dalam sel
sehingga justru menghambat proses embriogenesis.

23

Kepastian pembentukan kalus embriogenik yang dihasilkan dari sel-sel
endosperma atau sel-sel lain dilakukan dengan mengukur ploidi kalus dengan flow
cytometry (Cyflow cytometry, Partec). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
populasi sel embriogenik miksoploid, yang merupakan campuran antara populasi
sel haploid, diploid dan triploid. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel yang
berproliferasi tidak hanya berasal dari sel-sel endosperma saja, sehingga perlu
dilakukan regenerasi melalui embriogenesis somatik untuk dapat meregenerasikan
satu sel menjadi tanaman lengkap. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikam
tanaman yang diperoleh tidak miksoploid tetapi merupakan tanaman jeruk Siam
Simadu triploid.
Pendewasaan dan Perkecambahan Struktur Embriosomatik
Pendewasaan ES merupakan proses yang sangat penting dan sangat
menentukan keberhasilan embriogenesis somatik untuk menghasilkan embrio
normal yang siap dikecambahkan. Formulasi media sangat menentukan karena
apabila tidak sesuai maka sel-sel yang sudah terdiferensiasi untuk membentuk
embrio akan kembali membentuk sel-sel yang tidak terdiferensiasi atau terus
membentuk ES sekunder (Gray 2005). Pendewasaan ES melibatkan perubahan
akumulasi ABA dalam setiap fase embriogenesis (Preeti et al. 2004; Label dan
Lelu 2000), sehingga sering ditambahkan ABA eksogen pada formulasi media
untuk perkecambahan. Pada perkembangan embrio zigotik terdapat fase desikasi
(stress air) yang dialami embrio untuk dapat mengakumulasi ABA (Dodeman et al.
1997). Simulasi proses ini secara in vitro dapat dilakukan dengan menambahkan
osmotikum, meningkatkan pemberian sukrosa (Robichaud et al. 2004; Rai et al.
2008), PEG (Robichaud et al. 2004; Find 1997) atau dengan meningkatkan
konsentrasi bahan pemadat medium (Peran-Quesada et al. 2003; Marquez-Martin et
al. 2011).
Pendewasaan ES yang diinduksi dari jaringan diploid jeruk Siam Simadu
memerlukan ABA (Husni et al. 2010) untuk medorong proses pendewasaan ES
secara serempak. Embrio somatik globular yang terbentuk pada kalus embriogenik
umumnya siap untuk didewasakan bila memperlihatkan perubahan warna dari putih
susu menjadi hijau.
Perkembangan ES globular mulai terlihat setelah minggu ke-4 pengkulturan
dalam media pendewasaan. Setelah 8 minggu pengkulturan seluruh kalus
embriogenik menunjukkan kemampuan untuk membentuk embrio globular dan
embrio dewasa (hati, torpedo, kotiledon) pada seluruh formulasi media yang
dicobakan dengan jumlah yang beragam (Gambar 4A.). Hasil pengolahan statistik,
standar deviasi respon eksplan populasi sel (kalus) embriogenik terhadap formulasi
media juga menunjukkan keragaman, meskipun eksplan sebelumnya disub kultur
pada formulasi proliferasi tanpa ZPT untuk menyeragamkan eksplan awal.
Rerata jumlah ES tertinggi diperoleh eksplan yang dikulturkan pada media
dengan penambahan kasein hidrolisat dan biotin yang mencapai rerata total ESnya
sebanyak 255 (Gambar 4A.) dan berbeda nyata untuk seluruh formulasi m