Effects of gamma irradiation treatment against pathogens of shallot

PENGARUH PERLAKUAN IRADIASI SINAR GAMMA
TERHADAP BEBERAPA PATOGEN TERBAWA UMBI
BAWANG MERAH

JONI HIDAYAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ‘Pengaruh Perlakuan Iradiasi Sinar
Gamma terhadap Beberapa Patogen Terbawa Umbi Bawang Merah’ adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.


Bogor, Mei 2012

Joni Hidayat
NRP A352100154

ABSTRACT
JONI HIDAYAT. Effects of Gamma Irradiation Treatment Against Pathogens of
Shallot. Supervised by ABDJAD ASIH NAWANGSIH and WIDODO.
Indonesia is known as shallot-producing countries, but also imported shallot
in a large numbers. The high rate of import may increase the risk of entry and
spread of quarantine pests from the country of origin into the territory of
Indonesia. Some of those quarantine pests are Cercospora duddiae, Pseudomonas
syringae pv. syringae and Erwinia carotovora subsp. atroseptica. Gamma
irradiation (cobalt-60) is a developing technique of quarantine treatment for
eliminating the quarantine pests. The aims of this study are to see the
effectiveness of gamma irradiation for eliminating quarantine pests and its effect
on tuber’s germination as well as marketable tubers, to determine the feasibility of
gamma irradiation as one of quarantine treatment techniques. In this experiment,
the quarantine pests were replaced with non quarantine pathogen as a model,
which are C. personata, E. carotovora, and fluorescence Pseudomonads. Dose of

50 Gy shows its effectiveness in inhibiting the germination percentage of shallot
up to 10.3% and increasing the percentage of marketable tubers during storage up
to 8.7%. The effective doses to eliminate fluorescence Pseudomonads, C.
personata, and E. carotovora were 1500 Gy, 2000 Gy, and more than 5000 Gy,
respectively. But those doses, caused more than 80% un-marketable. Based on
those data, gamma irradiation could not be recommended as a quarantine
treatment for imported shallot.
Keywords: Cercospora duddiae, Erwinia carotovora, Pseudomonas syringae
pv. syringae

RINGKASAN
JONI HIDAYAT. Pengaruh Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Beberapa
Patogen Terbawa Umbi Bawang Merah. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH
NAWANGSIH dan WIDODO.
Indonesia merupakan negara produsen sekaligus pengimpor bawang merah
(Allium ascalonicum L.) dengan volume yang cukup tinggi. Tingginya laju impor
bawang merah meningkatkan potensi masuk dan tersebarnya OPTK A1 dari
negara asal ke wilayah Indonesia. Potensi tersebarnya OPTK menjadi semakin
besar karena petani sering menggunakan bawang merah konsumsi sebagai bibit
tanaman. Pengembangan teknologi perlakuan karantina perlu dilakukan untuk

mengeliminasi OPTK yang terbawa umbi sekaligus menghilangkan daya tumbuh
(devitalisasi) umbi bawang merah. Penggunaan iradiasi sinar gamma pada
bawang merah telah banyak diterapkan, namun belum diketahui dosis iradiasi
yang efektif untuk tujuan tindakan karantina terhadap impor bawang merah ke
Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan beberapa patogen tumbuhan sebagai
model yang memiliki karakter mirip dengan OPTK sasaran yaitu Cercospora
personata, Erwinia carotovora, dan Pseudomonas kelompok fluorescent. Tujuan
penelitian ini adalah 1) menguji keefektifan iradiasi sinar gamma dalam
mengeliminasi OPTK yang dimodelkan dengan beberapa patogen; 2) menguji
pengaruh iradiasi terhadap persentase umbi berkecambah dan umbi layak jual
untuk konsumsi; dan 3) menilai kelayakan penggunaan iradiasi sinar gamma
sebagai teknik perlakuan karantina terhadap impor bawang merah untuk
konsumsi.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Balai Uji Terap
Teknik dan Metode Karantina Pertanian Bekasi, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop
dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta, dan PT. Rel-Ion Sterilization
Bekasi dari bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Pada percobaan pertama
dilakukan perlakuan iradiasi terhadap C. personata, E. carotovora, dan
Pseudomonas kelompok fluorescent. Isolat bakteri E. carotovora yang digunakan

adalah E. carotovora resisten Rifampicin. Isolat bakteri E. carotovora disiapkan
dengan menumbuhkan suspensi E. carotovora pada media Nutrient Agar (NA)
yang telah ditambahkan 20 mg Rifampicin setiap 100 ml media. Isolat
Pseudomonas kelompok fluorescent dibiakkan pada media King’s B. Cendawan
C. personata diperoleh dari daun tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
bergejala penyakit bercak daun. Bagian daun yang bergejala bercak daun diambil
dan digunakan sebagai bahan inokulum. Bawang merah diinokulasi dengan
kedua suspensi bakteri secara terpisah, dengan cara direndam dalam suspensi
bakteri dengan kepadatan 108 cfu/ml selama 3 jam. Inokulasi cendawan C.
personata dilakukan dengan mencampurkan daun bergejala pada tepung talk
murni kemudian campuran tepung dilumurkan pada permukaan umbi. Bawang
merah selanjutnya diberi perlakuan iradiasi dengan dosis 0, 50, 75, 100, 125, 150,
175, 200, 225, 1000, 1500, 2000, 3000, 4000, dan 5000 Gy. Pengujian
keberadaan C. personata pada bawang merah setelah iradiasi dilakukan dengan
metode pencucian menggunakan teknik sentrifugasi. Padatan berisi spora

cendawan yang diperoleh dicampur dengan larutan yang mengandung dekstrosa
dan L-arginin masing-masing 0.5 g/l. Penghitungan persentase perkecambahan
spora dilakukan dengan menjumlahkan spora yang berkecambah pada 4 bidang
pandang pengamatan. Kelimpahan E. carotovora dan Pseudomonas kelompok

fluorescent dihitung dari jumlah bakteri yang masih tumbuh setelah perlakuan
iradiasi pada masing-masing media. Pada percobaan kedua dilakukan pengujian
pengaruh iradiasi terhadap perkecambahan dan daya tumbuh umbi bawang merah.
Perkecambahan umbi bawang merah dihitung dari persentase umbi yang
berkecambah setelah iradiasi. Dosis iradiasi yang diujikan sebesar 0, 50, 75, 100,
125, 150, 175, 200, 225, dan 1000 Gy. Bahan uji berupa bawang merah varietas
Bima Curut sebanyak 100 butir per dosis iradiasi. Pengamatan dilakukan setiap 7
hari selama 4 bulan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam,
dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) dengan tingkat kesalahan 5%. Pada uji daya tumbuh, dilakukan
pemotongan 1/3 bagian atas umbi untuk merangsang pertunasan. Bawang merah
selanjutnya ditumbuhkan pada kertas tisu basah. Pengamatan persentase umbi
tumbuh normal dan panjang tunasnya dilakukan setiap 3 hari selama 60 hari.
Pada percobaan ketiga dilakukan pengujian pengaruh iradiasi terhadap persentase
umbi layak jual. Persentase umbi layak jual dihitung dari jumlah total umbi yang
diuji dikurangi jumlah umbi yang busuk, berkecambah, dan kering setelah
perlakuan. Dosis iradiasi yang digunakan adalah 0, 50, 75, 100, 125, 150, 175,
200, 225, dan 1000 Gy. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari selama 4 bulan.
Pada tahap akhir penelitian dilakukan penilaian kelayakan iradiasi sinar gamma
sebagai teknik perlakuan karantina pada bawang merah. Penilaian didasarkan

pada asumsi-asumsi ideal yaitu kemampuan teknik perlakuan untuk menghasilkan
persentase umbi berkecambah maksimal 30% pada 2 bulan setelah perlakuan,
persentase umbi layak jual minimal 90% pada 2 bulan setelah perlakuan, dan
tidak ditemukan OPTK setelah perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sebesar 50 Gy sampai 75 Gy
mampu menurunkan persentase umbi berkecambah mulai minggu ke-9 hingga
minggu ke-16. Namun iradiasi pada dosis lebih dari 225 Gy justru menstimulasi
perkecambahan umbi. Iradiasi dengan dosis 50 Gy sampai 75 Gy mampu
meningkatkan persentase umbi layak jual dan memperpanjang masa simpan
bawang merah hingga 4 bulan penyimpanan. Iradiasi dengan dosis 1500 Gy
mampu mengeliminasi Pseudomonas kelompok fluorescent, namun hingga dosis
5000 Gy iradiasi tidak dapat mengeliminasi E. carotovora. Iradiasi dengan dosis
2000 Gy menyebabkan spora C. personata tidak berkecambah. Dari hasil
penelitian yang dilakukan diketahui bahwa tidak terdapat dosis iradiasi sinar
gamma yang mampu memenuhi ketiga asumsi ideal. Untuk tujuan devitalisasi
umbi dan meningkatkan persentase umbi layak jual, diperoleh dosis optimal
sebesar 50 Gy. Namun dosis tersebut belum mampu mengeliminasi patogen
model. Dosis yang mampu mengeliminasi patogen lebih besar dari 5000 Gy,
tetapi dosis tersebut menyebabkan kerusakan pada umbi bawang merah. Tidak
terpenuhinya ketiga asumsi ideal menjadi dasar untuk tidak merekomendasikan

iradiasi sinar gamma sebagai alternatif perlakuan karantina terhadap impor
bawang merah untuk konsumsi ke Indonesia.
Kata kunci:

Cercospora duddiae, Erwinia carotovora, Pseudomonas syringae
pv. syringae

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PRAKATA
Puji syukur hanya bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Perlakuan

Iradiasi Sinar Gamma terhadap Beberapa Patogen Terbawa Umbi Bawang
Merah”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Fitopatologi Sekolah Pascasarjana IPB. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi sebagai ketua komisi pembimbing yang
telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
2. Dr. Ir. Widodo, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan yang bermanfaat bagi penulis sehingga
dapat menyelesaikan penelitian ini
3. Ir. Riza Desnurvia, MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang
telah memberikan saran-saran yang berguna dalam perbaikan penulisan tesis
4. Ir. Hari Priyono, MSi, Ir. Banun Harpini, MSc, Dr. Ir. Eliza S. Rusli, MSi, Ir.
Wiismantono, dan Dr. Ir. Antarjo Dikin, MSc yang telah memberikan
keteladanan mendalam, bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penelitian
5. Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa Pendidikan
Magister Sains Program Khusus Karantina
6. PT. Rel-Ion Sterilization yang telah menyediakan bahan dan fasilitas

penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik
7. Teman-teman S2 Karantina: Nur Fitriawati, Selamet, Nurul Dwi Handayani,
Arif Kurniawan, Yuli Fitriati, Ratih Rahayu, Catur Yogo Hendro Utomo,
Erna Maryana, Aulia Nusantara, Dwi Wahidati Oktarima, Lulu Sugiharto,
Rahma Susila Handayani, Sri Setyawati, dan Aprida Christin atas
kebersamaan selama menempuh pendidikan
8. Ayah, Emak, Bapak, Ibu, istriku, Mumtaz, abang, kakak, dan adik-adikku
atas dukungan, doa, semangat dan nasehat yang sangat berharga
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, tetapi
penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bekasi, Mei 2012

Joni Hidayat

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Talangpadang pada tanggal 12 Juni 1982 dari
pasangan Ibrahim Harun dan Juwairiah. Penulis merupakan anak ke-3 dari empat
bersaudara.
Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu

Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Lampung (UNILA) melalui jalur
UMPTN. Penulis menyelesaikan program sarjana pada tahun 2007.
Penulis pernah bekerja paruh waktu di PT. Aman Asri Cabang Lampung
pada tahun 2006-2007. Selama kuliah penulis juga aktif pada beberapa organisasi
kemahasiswaan dan kepemudaan, diantaranya Himaprotekta FP Unila, Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Penulis memulai karir sebagai
Pegawai Negeri Sipil di Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung.
Pada awal tahun 2011, penulis dipindahtugaskan ke Balai Uji Terap Teknik dan
Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi hingga sekarang. Penulis
ditugaskan oleh Badan Karantina Pertanian untuk melanjutkan pendidikan pada
program Magister Sains di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010.

PENGARUH PERLAKUAN IRADIASI SINAR GAMMA
TERHADAP BEBERAPA PATOGEN TERBAWA UMBI
BAWANG MERAH

JONI HIDAYAT


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Riza Desnurvia, MSc

Judul Tesis :
Nama
NRP

Pengaruh Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Beberapa
Patogen Terbawa Umbi Bawang Merah
: Joni Hidayat
: A352100154

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua

Dr. Ir. Widodo, MS
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 1 Mei 2012

Tanggal Lulus:

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xv

PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang...................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Hipotesis Penelitian ...........................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
Peran Karantina Tumbuhan dalam Perlindungan Tanaman.................
Beberapa Patogen Tumbuhan Model OPTK.......................................
Iradiasi Sinar Gamma dan Penggunaannya dalam Tindakan
Karantina ...........................................................................................
Pengaruh Iradiasi terhadap Patogen Tumbuhan ..................................
Iradiasi pada Cendawan ............................................................
Iradiasi pada Bakteri .................................................................
Pengaruh Iradiasi terhadap Tanaman dan Benih Tanaman ..................

5
5
7
8
10
10
11
12

BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Tempat dan Waktu .............................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Perlakuan Iradiasi terhadap Beberapa Patogen Tumbuhan.........
Patogen model .................................................................
Penyediaan inokulum.......................................................
Perbanyakan inokulum ....................................................
Penularan bakteri dan cendawan ......................................
Perlakuan iradiasi sinar gamma ........................................
Penghitungan kelimpahan patogen ...................................
Uji Pengaruh Iradiasi terhadap Perkecambahan dan Daya
Tumbuh Bawang Merah ...........................................................
Uji Pengaruh Iradiasi terhadap Persentase Umbi Layak Jual .....
Penilaian Kelayakan Iradiasi Sinar Gamma ...............................

15
15
15
15
15
15
16
17
18
18

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Pengaruh Iradiasi terhadap Kelimpahan Beberapa Patogen
Tumbuhan .........................................................................................
Persentase Perkecambahan dan Daya Tumbuh Bawang Merah ..........
Persentase Umbi Layak Jual ..............................................................
Kelayakan Teknik Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma ...........................

23

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
Kesimpulan........................................................................................

37
37

19
20
20

23
26
32
34

Saran .................................................................................................
37
Halaman
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

39

LAMPIRAN ...............................................................................................

43

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kelimpahan bakteri E. carotovora dan Pseudomonas kelompok
fluorescent setelah perlakuan beberapa dosis iradiasi .............................

25

2 Perkecambahan spora cendawan C. personata setelah perlakuan
beberapa dosis iradiasi...........................................................................

26

3 Rerata perkecambahan umbi bawang merah 4 bulan setelah
perlakuan beberapa dosis iradiasi ..........................................................

27

4 Pertumbuhan umbi bawang merah setelah perlakuan iradiasi.................

30

5

33

Persentase umbi bawang merah layak jual setelah perlakuan iradiasi .....

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Iradiator sinar gamma di BATAN.......................................................

9

2

Perbanyakan inokulum .......................................................................

17

3

Kondisi pertumbuhan umbi setelah perlakuan iradiasi ........................

20

4

Hasil ideal yang diharapkan dari perlakuan iradiasi sinar gamma
sebagai teknik perlakuan karantina pada bawang merah .....................

21

5

Pertumbuhan E. carotovora dan Pseudomonas kelompok
fluorescent setelah perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 1000
Gy
........................................................................................... 24

6

Perkecambahan spora C. personata pada larutan yang
mengandung dekstrosa dan L-arginin setelah perlakuan iradiasi
sebesar 225 Gy ................................................................................. .

24

Perkecambahan umbi bawang merah 16 minggu setelah perlakuan
beberapa dosis iradiasi........................................................................

28

Pertumbuhan bakal tunas umbi bawang merah pada 30 hari setelah
perlakuan beberapa dosis iradiasi sinar gamma ................................. .

30

9

Pertumbuhan akar umbi bawang merah setelah perlakuan iradiasi ......

31

10

Persentase umbi bawang merah layak jual setelah perlakuan
iradiasi selama 16 minggu penyimpanan .......................................... .

33

Perbandingan nilai ideal dan dosis iradiasi sinar gamma terhadap
persentase umbi berkecambah, umbi layak jual, dan kelimpahan
OPT setelah perlakuan..................................................................... .

35

7
8

11

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3

Sidik ragam pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap
persentase umbi berkecambah ...........................................................

45

Sidik ragam pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap
persentase umbi tumbuh normal ........................................................

45

Sidik ragam pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap
persentase umbi layak jual .................................................................

45

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum Backer) merupakan
komoditas yang mempunyai nilai ekonomi penting bagi Indonesia. Selain sebagai
negara produsen, Indonesia juga sebagai negara pengimpor bawang merah dengan
volume yang cukup tinggi. Produksi nasional tahun 2010 mencapai 1 048 934 ton
(Badan Pusat Statistik 2012), dengan estimasi kebutuhan domestik tahun 2010
sebesar 976 284 ton (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005) dan
ekspor tahun 2010 sebesar 1.237 ton (Badan Karantina Pertanian 2012).
Meskipun kebutuhan domestik dapat terpenuhi oleh produksi dalam negeri, impor
bawang merah tetap dilakukan.

Impor bawang merah tahun 2011 mencapai

158.288 ton yang didatangkan dari negara Filipina, Thailand, Vietnam, India,
Myanmar, dan China.

Bawang merah yang diimpor berupa bahan konsumsi

maupun dalam bentuk bibit (Badan Karantina Pertanian 2012).
Tingginya volume impor bawang merah perlu mendapat perhatian dilihat
dari sisi potensi masuk dan tersebarnya OPTK (Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina) kategori A1 dari negara asal ke dalam wilayah Indonesia.
Beberapa OPTK A1 yang berpotensi terbawa oleh umbi bawang merah yaitu
cendawan Cercospora duddiae, bakteri Erwinia carotovora subsp. atroseptica
dan Pseudomonas syringae pv. syringae (Departemen Pertanian 2008). Potensi
tersebarnya OPTK menjadi semakin besar karena di lapangan petani sering
melakukan pengalihan tujuan penggunaan bawang merah, dimana bawang merah
konsumsi digunakan sebagai bibit tanaman.
Untuk mencegah masuk dan tersebarnya OPTK yang berpotensi terbawa
umbi bawang merah, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 18 Tahun 2008. Peraturan ini mempersyaratkan impor komoditas Allium
dari lokasi produksi yang bebas OPTK, dan dilakukan devitalisasi terhadap Allium
dengan perlakuan membersihkan perakaran dan daun yang tersisa. Selain itu,
direkomendasikan penggunaan fumigasi metil bromida dengan dosis tinggi
sebagai teknik perlakuan karantina (Departemen Pertanian 2008). Namun upaya
tersebut belum memberikan hasil optimal, terutama dalam hal menghilangkan

2
daya tumbuh (devitalisasi) Allium. Penggunaan metil bromida pada produk yang
bersifat sukulen (kadar air tinggi) seperti umbi bawang merah berdampak pada
percepatan kerusakan fisik
Pengembangan

teknologi

produk (Badan Karantina Pertanian 2006).
perlakuan

karantina

perlu

dilakukan

untuk

mengeliminasi OPTK yang terbawa umbi sekaligus menghilangkan daya tumbuh
umbi bawang merah.
Penggunaan iradiasi sinar gamma dengan karakteristik daya penetrasi yang
tinggi mampu mengeliminasi mikroorganisme pada bahan pangan dan dapat
menghambat perkecambahan umbi tanaman (Arvanitoyannis & Stratakos 2010a;
International Atomic Energy Agency 1997). Iradiasi sinar gamma pada buah
pisang (Musa acuminate L.) dapat mengeliminasi Colletotrichum musae pada
dosis 2000 Gy (Jitareerat et al. 2005). Iradiasi sinar gamma sebesar 1500 Gy
dapat menginaktifkan spora Bacillus pumilus (Saleh et al. 1988). Iradiasi sinar
gamma sebesar 150 Gy dapat menghambat daya tumbuh kentang dan bawang
bombai (Matsuyama & Umeda 1983). Namun belum banyak diketahui dosis
iradiasi sinar gamma yang efektif untuk tujuan tindakan karantina terhadap impor
bawang merah ke Indonesia.
Pengujian keefektifan iradiasi sinar gamma dalam mengeliminasi OPTK A1
tidak dapat dilakukan secara langsung pada OPTK sasaran. Hal ini dikarenakan
OPT tersebut secara peraturan dilarang untuk dimasukkan ke wilayah Indonesia
(Departemen Pertanian 2008).

Oleh karenanya, penelitian ini menggunakan

beberapa patogen tumbuhan sebagai model yang memiliki karakter mirip dengan
OPTK sasaran.

Patogen tersebut yaitu C. personata, E. carotovora, dan

Pseudomonas kelompok fluorescent.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1) Menguji keefektifan iradiasi sinar gamma dalam mengeliminasi beberapa
OPTK A1 pada bawang merah yang dimodelkan dengan C. personata, E.
carotovora, dan Pseudomonas kelompok fluorescent;
2) Menguji pengaruh iradiasi sinar

gamma terhadap persentase umbi

berkecambah dan umbi layak jual untuk konsumsi;

3
3) Menilai kelayakan penggunaan iradiasi sinar gamma sebagai teknik perlakuan
karantina terhadap impor bawang merah untuk konsumsi.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1) Iradiasi sinar gamma dapat mengeliminasi C. personata, E. carotovora, dan
Pseudomonas kelompok fluorescent pada bawang merah;
2) Iradiasi sinar gamma dapat menghambat perkecambahan bawang merah dan
meningkatkan persentase umbi layak jual untuk konsumsi;
3) Iradiasi sinar gamma layak sebagai teknik perlakuan karantina terhadap impor
bawang merah untuk konsumsi.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Peran Karantina Tumbuhan dalam Perlindungan Tanaman
Pembangunan pertanian di Indonesia bertujuan meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil pertanian.

Pencapaian tujuan tersebut diarahkan pada upaya

pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, bahan baku industri, kebutuhan pasar
domestik dan perluasan pasar luar negeri.

Namun upaya tersebut masih

menghadapi berbagai kendala, diantaranya serangan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) (Diphayana 2009). Kerugian yang disebabkan oleh serangan
OPT dapat menimbulkan dampak yang sangat luas terhadap stabilitas ekonomi
dan ketahanan pangan nasional.

Kerugian potensial ditingkat petani karena

serangan OPT pada tanaman hortikultura seperti bawang merah, cabai, kentang,
kubis dan tomat mencapai 1.7 triliun per tahun (Departemen Pertanian 2003).
Berbagai upaya perlindungan tanaman dari serangan OPT telah dilakukan,
dan terus mengalami kemajuan. Di Indonesia telah ditetapkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang menjelaskan
bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama
Terpadu. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang tersebut telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang perlindungan tanaman.
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilakukan melalui
kegiatan pencegahan, pengendalian, dan eradikasi. Pengendalian hama terpadu
juga meliputi pengendalian penyakit tumbuhan.
Beberapa metode pengendalian penyakit tumbuhan dapat dikelompokkan
sebagai pengendalian dengan peraturan-peraturan, pengendalian secara kultural,
biologi, fisik, dan kimiawi. Pengendalian dengan peraturan-peraturan bertujuan
untuk mencegah masuknya patogen dari tanaman inang atau dari wilayah
geografis tertentu (Agrios 2005).

Pengendalian penyakit tumbuhan dengan

peraturan-peraturan (peraturan pemerintah) meliputi tindakan eradikasi dan
karantina tumbuhan. Tindakan eradikasi diperlukan untuk mengeliminasi patogen
yang baru saja masuk ke suatu wilayah baru. Karantina tumbuhan ditujukan
untuk mencegah masuknya suatu patogen ke suatu wilayah baru (Diphayana
2009).

5
Karantina

tumbuhan

di

Indonesia

diselenggarakan

sebagai

upaya

pencegahan masuk dan tersebarnya OPT dari luar negeri dan dari suatu area ke
area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik
Indonesia.

Karantina tumbuhan dilakukan oleh pemerintah dengan beberapa

tindakan yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan,
penolakan, pemusnahan, dan pembebasan (Badan Karantina Pertanian 2008a).
OPT yang harus dicegah pemasukan dan penyebarannya dalam karantina
tumbuhan disebut Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). OPTK
adalah OPT yang mempunyai potensi merugikan ekonomi nasional, belum
terdapat di wilayah negara Indonesia (disebut OPTK kategori A1), atau telah
terdapat tetapi belum tersebar luas dan sedang dikendalikan (OPTK kategori A2)
(Badan Karantina Pertanian 2008a). OPTK juga dibedakan atas 2 golongan, yaitu
golongan I dan II. OPTK golongan I adalah OPTK yang tidak dapat dibebaskan
dari media pembawanya dengan cara perlakuan. OPTK golongan II adalah OPTK
yang dapat dibebaskan dari media pembawanya dengan cara perlakuan. Tindakan
perlakuan karantina yang dimaksud adalah upaya untuk membebaskan media
pembawa dari OPTK. Tindakan perlakuan dapat dilakukan secara fisik maupun
kimiawi (Departemen Pertanian 2006).
Tumbuhan dan bahan tumbuhan yang akan diimpor ke Indonesia harus
diperiksa oleh petugas karantina. Impor komoditas umbi lapis seperti bawang
merah dan bawang bombai untuk tujuan konsumsi harus memenuhi persyaratanpersyaratan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun
2008. Persyaratan yang dimaksud yaitu 1) telah didevitalisasi di negara asal; 2)
bebas dari partikel tanah; 3) bebas dari kompos; 4) dalam kondisi tidak busuk atau
tidak rusak; dan 5) untuk umbi lapis yang berasal dari area yang tidak bebas dari
OPTK

harus

diberi

perlakuan.

Untuk

tindakan

perlakuan

karantina,

direkomendasikan penggunaan fumigasi metil bromida dengan dosis tinggi
(Departemen Pertanian 2008).

Selain untuk mencegah masuknya OPTK,

peraturan ini diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap peningkatan mutu
dan ketersediaan bawang merah produksi dalam negeri (Badan Karantina
Pertanian 2008b).

6
Pengujian keefektifan iradiasi sinar gamma dalam mengeliminasi OPTK A1
tidak dapat dilakukan secara langsung pada OPTK sasaran. Hal ini dikarenakan
OPT tersebut secara peraturan dilarang untuk dimasukkan ke wilayah Indonesia
(Departemen Pertanian 2008).

Oleh karenanya, penelitian ini menggunakan

beberapa patogen tumbuhan sebagai model yang memiliki karakter mirip dengan
OPTK sasaran.

Beberapa Patogen Tumbuhan Model OPTK
Bakteri Erwinia merupakan genus bakteri yang berbentuk batang, bergerak
dengan beberapa atau banyak flagel peritrik, dan bersifat anaerob fakultatif.
Serangan bakteri ini menyebabkan gejala busuk lunak, nekrosis, dan kelayuan. E.
carotovora merupakan bakteri yang memiliki sifat pektolitik yang kuat, anaerob
fakultatif, katalase positif, dan oksidase negatif (Schaad et al. 2001). Sebagai
penyebab busuk lunak, E. carotovora merusak lamela tengah sel tumbuhan inang
karena bakteri ini menghasilkan enzim protopektinase.

E. carotovora

menyebabkan busuk lunak pada kentang, tomat, bawang bombai, dan sayuran
lainnya. Pada kondisi yang sesuai, E. carotovora dapat menyebabkan kerusakan
yang serius pada bawang bombai di pergudangan (Mohan 1999a).
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent merupakan bakteri berbentuk
batang, membentuk pigmen yang larut dalam air, berwarna hijau kebiru-biruan
atau hijau kekuning-kuningan. Bakteri ini dapat bergerak dengan flagel monotrik
atau lofotrik, tidak membentuk spora, dan termasuk kelompok gram negatif.
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent terbagi menjadi 5 kelompok menurut
uji LOPAT yaitu 1) kelompok patovar P. syringae; 2) P. viridiflava; 3) kelompok
P. cichorii dan P. agarici; 4) kelompok patovar P. marginalis; dan 5) P. tolaasii
(Goszczynska et al. 2000).

Bakteri P. syringae pv. syringae menyebabkan

nekrosis pada daun komoditas Allium seperti bawang merah (Mohan 1999b;
Lelliott & Stead 1987).
Cendawan Cercospora merupakan cendawan dengan konidiofor berwarna
gelap, konidiofor muncul dari dalam jaringan daun dan tumbuh secara
berkelompok.

Konidia tidak berwarna atau abu-abu, berbentuk silindris

memanjang hingga menyerupai benang, dan terdiri dari beberapa sel. Cendawan

7
Cercospora bersifat parasit pada tanaman, biasanya menyebabkan bercak-bercak
pada daun (Barnett & Hunter 1999). Pada C. personata (Berk & Curt) terdapat
stromata berbentuk bulat, berwarna coklat hingga hitam, dengan diameter 20
hingga 30 µm. Konidia berwarna kuning gelap, berbentuk silindris dengan bagian
bawah berbentuk gelendong, lurus atau sedikit melengkung, sebagian besar terdiri
dari 2 hingga 5 septa, dengan panjang berkisar antara 5-7,5 x 20-70 µm. C.
personata merupakan penyebab penyakit bercak daun (leaf spot) pada tanaman
kacang tanah (Cock 2000).

Iradiasi Sinar Gamma dan Penggunaannya dalam Tindakan Karantina
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber
energi.

Radiasi dengan tingkat energi yang terukur atau diketahui dosisnya

disebut iradiasi. Iradiasi dengan energi yang tinggi dapat mengadakan reaksi
dengan obyek yang dikenai dengan cara ionisasi, yaitu dihasilkannya ion-ion
dalam bahan yang ditembus oleh energi tersebut (Badan Tenaga Nuklir Nasional
2009).
Terdapat beberapa tipe radiasi yang digunakan dalam radiasi komersial
yaitu radiasi sinar X, sinar gamma, dan tembakan elektron (electron beam).
Iradiasi sinar gamma dipancarkan dari isotop radioaktif yang dihasilkan oleh
cobalt-60 (60Co) (Gambar 1) dan cesium-137 (137Cs). Panjang gelombang sinar
gamma lebih pendek dari sinar X dan tembakan elektron, sehingga daya
tembusnya lebih kuat dibanding keduanya (Riganakos 2010).
Sinar gamma dapat menembus jaringan tanaman hingga beberapa
sentimeter, dan merusak jaringan yang dilewatinya.

Iradiasi sinar gamma

menghasilkan radikal bebas yang reaktif dan bereaksi dengan molekul di dalam
sel.

Reaksi yang terjadi mengacaukan proses-proses biokimia di dalam sel

sehingga mengganggu keseimbangan sel. Keadaan ini menyebabkan molekul lain
di dalam sel tidak dapat bekerja seperti semula (Skou 1971). Iradiasi dapat
menginduksi terjadinya mutasi pada sel tanaman. Sel yang terpapar iradiasi akan
dibebani oleh energi kinetik yang tinggi sehingga mempengaruhi atau mengubah

8
reaksi kimia sel tanaman.

Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya

perubahan susunan kromosom tanaman (Poespodarsono 1988).
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) pada tahun
1986 telah menyetujui penggunaan perlakuan iradiasi sinar gamma pada buah dan
sayuran sampai dengan dosis 1000 Gy.

Iradiasi dapat digunakan untuk

membunuh atau mencegah perkembangan hidup berbagai serangga hama penting
pada buah dan sayuran. Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan bahwa dosis
yang diperlukan untuk membunuh serangga di bawah 750 Gy, sedangkan dosis
yang efektif untuk mengendalikan kebusukan pada buah dan sayuran lebih besar
dari 1000 Gy (Mitcham 1999).

Gambar 1

Iradiator sinar gamma di BATAN, (1) iradiator untuk dosis
rendah; (2) iradiator untuk dosis sedang hingga tinggi; (a) bagian
iradiator untuk tempat meletakkan produk; (b) mesin yang
mengandung sumber iradiasi 60Co dengan aktivitas radiasi rendah;
(c) konveyor tempat meletakkan produk; dan (d) sumber iradiasi
60
Co dengan aktivitas radiasi tinggi.

Departemen Pertanian California telah menyetujui perlakuan karantina
dengan iradiasi pada dosis 165 Gy untuk membunuh Cylas formicarius yang
terbawa oleh ubi jalar dari Florida (Hallman 2010). Pada tahun 2006 Animal and
Plant Health Inspection Service (APHIS), lembaga perkarantinaan dibawah
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), mempublikasikan petunjuk

9
penggunaan iradiasi yang mencantumkan dosis generik radiasi untuk perlakuan
karantina. Ditetapkan bahwa dosis radiasi untuk lalat buah (Tephritidae) sebesar
150 Gy, dan 400 Gy untuk semua serangga lain kecuali famili Lepidoptera.
Perlakuan dosis generik radiasi berlaku untuk semua komoditas hortikultura
bentuk segar (Follet 2001).
International

Plant

Protection

Convention

(IPPC)

menerbitkan

International Standards for Phytosanitary Measures (ISPM) nomor 28 tahun
2007 tentang standar minimum dosis iradiasi perlakuan karantina untuk mencegah
menetasnya serangga dewasa Ceratitis capitata sebesar 100 Gy (Food and
Agriculture Organization 2009).

Pengaruh Iradiasi terhadap Patogen Tumbuhan
Iradiasi sinar gamma telah banyak digunakan dalam sterilisasi atau eliminasi
mikroorganisme seperti cendawan, bakteri dan virus pada berbagai produk
kesehatan dan pangan. Keberhasilan metode eliminasi sangat bergantung pada
tipe mikroorganisme sasaran (Arvanitoyannis & Stratakos 2010a).

Beberapa

faktor yang mempengaruhi ketahanan mikroorganisme terhadap iradiasi sinar
gamma adalah a) ukuran dan struktur penyusun DNA sel mikroba; b) komponen
di dalam sel yang berasosiasi dengan DNA seperti peptida, nukleoprotein, RNA,
dan lipid; c) keberadaan oksigen selama proses iradiasi; d) kandungan air; e) suhu;
f) medium yang melingkupi mikroba; dan g) kondisi setelah iradiasi (Skou 1971).
Iradiasi pada Cendawan
Perlakuan iradiasi sinar gamma terhadap patogen buah pisang menunjukkan
bahwa iradiasi diatas 2000 Gy mampu membunuh cendawan Colletotrichum
musae.

Namun hingga dosis 4000 Gy, iradiasi tidak mampu membunuh

Lasiodiplodia theobromea dan Fusarium spp. (Jitareerat et al. 2005). Iradiasi
sinar gamma sebesar 526 Gy mampu menghambat pertumbuhan koloni
Cercospora kikuchii dibanding tanpa iradiasi.

Iradiasi dapat menginduksi

terbentuknya variasi morfologi pada koloni, berupa penghambatan pembentukan
pigmen ungu pada koloni cendawan. Namun demikian, iradiasi hingga dosis 526
Gy tidak mempengaruhi sporulasi C. kikuchii (Lo 1963). Pada penelitian lainnya,

10
diketahui bahwa persentase perkecambahan spora Botrytis cinerea mengalami
penurunan setelah diiradiasi sebesar 1000 Gy, dan 3000 Gy pada Alternaria
tenuissima (Geweely & Nawar 2006).
Iradiasi sinar gamma menghambat pertumbuhan cendawan dengan cara
merusak struktur DNA pada sel, sehingga sel tidak dapat menjalankan fungsinya.
Energi yang tinggi dari iradiasi sinar gamma secara langsung merusak DNA yang
berhubungan dengan pertumbuhan dan reproduksi. Saat sinar gamma berinteraksi
dengan molekul air di dalam tubuh organisme, dihasilkan radikal bebas yang
dapat menyebabkan kerusakan tambahan pada DNA (Skou 1971).
Sensitivitas maupun ketahanan cendawan terhadap iradiasi sinar gamma
dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Cendawan dengan spora multiseluler atau

biseluler lebih tahan terhadap iradiasi sinar gamma dibanding cendawan dengan
spora uniseluler.

Tingkat kepadatan miselium cendawan yang diiradiasi

mempengaruhi dosis yang dibutuhkan untuk membunuh cendawan. Peningkatan
kepadatan miselium inokulum akan diikuti dengan peningkatan dosis iradiasi
yang dibutuhkan. Miselium yang berusia muda lebih tahan dibanding miselium
usia tua, dan konidia lebih tahan terhadap iradiasi dibanding keduanya (Saleh et
al. 1988).
Kandungan melanin pada sel juga memberikan peran penting terhadap
ketahanan cendawan. Melanin merupakan pigmen hitam yang diproduksi dan
terakumulasi di dalam miselium. Peningkatan produksi melanin pada cendawan
Alternaria spp. setelah iradiasi berkaitan erat dengan ketahanan cendawan
terhadap iradiasi (Nosanchuk & Casadevall 2006; Geweely & Nawar 2006).

Iradiasi pada Bakteri
Iradiasi sinar gamma pada dosis 177 Gy sampai 4774 Gy tidak mampu
mencegah kerusakan kentang yang diinokulasi dengan bakteri E. carotovora.
Bakteri tersebut tetap tumbuh dan menyebabkan gejala busuk lunak pada semua
dosis yang diujikan (Beraha et al. 1959). Pada buah tomat yang diinokulasi
dengan E. carotovora pv. atroseptica dan Pseudomonas kelompok fluorescent
(penyebab penyakit busuk lunak), iradiasi sinar gamma hingga dosis 1000 Gy
tidak menurunkan persentase tomat terserang busuk lunak.

Persentase tomat

11
terserang E. carotovora pv. atroseptica setelah iradiasi sebesar 30%, dan hanya
5% terserang Pseudomonas kelompok fluorescent.

Bakteri Pseudomonas

kelompok fluorescent lebih rentan terhadap iradiasi dibandingkan dengan E.
carotovora pv. atroseptica (Spalding & Reeder 1986).

Pengaruh Iradiasi terhadap Tanaman dan Benih Tanaman
Penelitian penggunaan iradiasi pada tanaman sebagai prosedur karantina
telah dilakukan pada tanaman hias dalam pot dengan dosis 300 Gy hingga 750
Gy.

Tanaman anggrek spesies tertentu tahan terhadap iradiasi sinar gamma

hingga dosis 750 Gy. Namun pada spesies anggrek yang lain, dosis 300 Gy
menyebabkan tangkai bunga mengalami kerusakan, terhambatnya pembukaan
kuncup bunga, dan terdeteksi adanya fitotoksik yang tinggi. Iradiasi sinar gamma
menyebabkan kerusakan tanaman diantaranya klorosis pada daun, nekrosis pada
daun dan bunga, terhambatnya pertumbuhan, dan kematian tanaman (Manners
2011).
Penggunaan iradiasi sinar gamma pada umbi tanaman seperti umbi kentang,
bawang bombai, dan bawang merah juga telah banyak dilaporkan.

Telah

diketahui bahwa dosis optimum untuk menghambat perkecambahan pada umbi
tanaman berkisar antara 20 sampai 70 Gy, jika perlakuan dilakukan segera setelah
panen atau pada saat periode dormansi (BPOM 2004). Iradiasi mengganggu
pembentukan asam nukleat yang akhirnya menekan kemampuan perkecambahan
umbi bawang bombai.

Iradiasi sebesar 30 Gy sampai 100 Gy pada bawang

bombai dapat menghentikan pembentukan asam nukleat ditempat penyimpanan,
dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan secara langsung (Skou
1971).
Kandungan asam nukleat pada bakal tunas umbi bawang bombai saat
berkecambah normal meningkat 4 sampai 5 kali. Pada perlakuan iradiasi dosis
100 Gy hanya terjadi sedikit peningkatan asam nukleat. Iradiasi dengan dosis
tinggi antara 120 Gy sampai 250 Gy dan lebih akan menyebabkan stimulasi
perkecambahan pada bawang bombai.

Namun pertumbuhan kecambah tidak

berlanjut dan selanjutnya mengalami kelayuan. Iradiasi dosis tinggi juga dapat

12
mendorong peningkatan kebusukan dan pengaruh lain yang merugikan pada
iradiasi komersial (Matsuyama & Umeda 1983).
Iradiasi sinar gamma pada benih gandum, jagung, dan buncis dengan dosis
hingga 10.000 Gy, menunjukkan bahwa pada dosis lebih besar dari 2000 Gy benih
tidak berkecambah (Khawar et al. 2010). Iradiasi sinar gamma dengan dosis lebih
dari 35 Gy pada stek anggrek Vanda Genta Bandung berukuran 90 cm
menyebabkan pertumbuhan anggrek terhambat, dan akhirnya mengalami
kematian (Suskandari et al. 1999). Kecambah benih gandum yang terpapar sinar
gamma sebesar 100 Gy dan 200 Gy memperlihatkan peningkatan pada jumlah
klorofil a, b dan jumlah total klorofil jika dibandingkan dengan yang tidak
diiradiasi.

Jumlah klorofil meningkat sebesar 64.5% pada kecambah yang

diiradiasi pada dosis 100 Gy (Borzouei et al. 2010).
Penelitian prospek iradiasi sinar gamma dalam peningkatan mutu benih
tanaman hutan juga sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
variasi genetik dan pemecahan masa dormansi benih. Peningkatan mutu fisiologis
benih tanaman hutan dapat dilakukan dengan iradiasi dosis rendah dibawah 40 Gy
(Sudrajat & Zanzibar 2009).

13

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Balai Uji Terap
Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi, Pusat Aplikasi
Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta,
dan PT. Rel-Ion Sterilization Bekasi dari bulan Agustus 2011 sampai Januari
2012.
Metode Penelitian
Perlakuan Iradiasi terhadap Beberapa Patogen Tumbuhan
Patogen model.

OPTK A1 pada bawang merah diantaranya adalah E.

carotovora subsp. atroseptica, P. syringae pv. syringae, dan C. duddiae. Namun
dalam penelitian ini yang akan diuji adalah beberapa patogen tumbuhan sebagai
model OPTK A1 yaitu E. carotovora, Pseudomonas kelompok fluorescent, dan C.
personata.
Penyediaan inokulum. Bakteri E. carotovora diisolasi dari umbi lobak
(Raphanus sativus L.) bergejala penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh E.
carotovora.

Umbi lobak diambil di lokasi kebun percobaan Balai Penelitian

Tanaman Sayuran Lembang propinsi Jawa Barat.

Umbi lobak bergejala

disterilisasi permukaan menggunakan 0.5% kloroks selama 3 menit dan dibilas 3
kali menggunakan air destilata. Bakteri diisolasi dengan cara menggerus 1 g umbi
yang diambil dari bagian umbi bergejala dalam 10 ml air destilata. Suspensi yang
diperoleh dipindahkan ke tabung reaksi dan dibuat pengenceran secara berseri
hingga 10-5. Sebanyak 100 µl suspensi dari tiap-tiap pengenceran disebar pada
media Nutrient Agar (NA) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Koloni
bakteri yang tumbuh selanjutnya diamati.
Koloni bakteri yang menunjukkan karakter berwarna bening kemudian diuji
dengan reaksi Gram menggunakan KOH 3%, pertumbuhan pada media selektif
CVP, dan uji pektolitik pada irisan umbi kentang. Bakteri yang tergolong Gram
negatif, tumbuh pada media CVP dengan membentuk cekungan yang dalam, dan
menunjukkan gejala busuk lunak pada irisan umbi kentang merupakan E.
carotovora (Goszczynska et al. 2000).

14
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent diisolasi dari bagian daun
bawang merah yang bergejala nekrotik di kebun percobaan Balai Penelitian
Tanaman Sayuran Lembang propinsi Jawa Barat.

Daun bawang merah

disterilisasi permukaan menggunakan 0.5% kloroks selama 3 menit dan dibilas 3
kali menggunakan air destilata. Daun bawang merah bergejala seberat 1 g digerus
dalam 10 ml air destilata. Suspensi yang diperoleh kemudian dibuat pengenceran
berseri hingga 10-5. Sebanyak 100 µl suspensi dari tiap-tiap pengenceran disebar
pada media King’s B dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari. Media
selanjutnya ditempatkan pada ruang gelap dan diberi sinar ultraviolet dengan
panjang gelombang 366 nm.
Koloni bakteri pada media King’s B yang menunjukkan karakter berpendar
hijau kebiru-biruan atau hijau kekuning-kuningan dibawah sinar ultraviolet
selanjutnya dilakukan uji reaksi Gram menggunakan KOH 3%. Koloni Bakteri
yang tergolong Gram negatif merupakan bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescent (Goszczynska et al. 2000).
Cendawan C. personata diperoleh dari daun tanaman kacang tanah (Arachis
hypogaea L.) bergejala penyakit bercak daun yang disebabkan oleh C. personata
(Cock 2000).

Daun kacang tanah diambil dari pertanaman kacang tanah

kecamatan Bogor Barat propinsi Jawa Barat.

Bagian daun yang bergejala

digunting mengikuti lingkar bercak sehingga hanya diambil bagian bercak.
Bagian daun yang mengandung bercak kemudian dikumpulkan dan dijadikan
bahan inokulum.
Perbanyakan inokulum.

Isolat bakteri E. carotovora yang digunakan

adalah E. carotovora resisten Rifampicin.

Isolat bakteri disiapkan dengan

menumbuhkan 10 ml suspensi E. carotovora pada media Nutrient Broth (NB)
yang telah ditambahkan 20 mg Rifampicin dalam 100 ml NB (Gambar 2a).
Setelah 3 hari, sebanyak 100 µl larutan ditumbuhkan pada media NA yang juga
telah ditambahkan 20 mg Rifampicin setiap 100 ml media. Bakteri E. carotovora
yang tumbuh dipindahkan kembali pada media yang sama hingga 6 kali ulangan.
Bakteri yang tumbuh merupakan bakteri mutan Rifampicin yang akan digunakan
pada tahap berikutnya. Bakteri diperbanyak dengan menumbuhkan bakteri pada

15
25 cawan petri media NA yang telah ditambahkan 20 mg Rifampicin setiap 100
ml media.
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent dibiakkan pada media King’s B
(Gambar 2b) mengikuti petunjuk Schaad et al. (2001). Isolat bakteri digoreskan
pada media King’s B sebanyak 25 cawan petri dan diinkubasikan pada suhu ruang
selama 2 hari. Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent yang tumbuh akan
digunakan pada tahap berikutnya.
Perbanyakan cendawan C. personata (Gambar 2c) dilakukan dengan
mengumpulkan bagian daun kacang tanah bergejala bercak daun. Untuk 100 butir
umbi bawang merah yang akan diuji dibutuhkan 4 g daun bergejala.

Gambar 2 Perbanyakan inokulum, a) perbanyakan isolat E. carotovora pada
media NA yang ditambah dengan Rifampicin; b) perbanyakan
Pseudomonas kelompok fluorescent pada media King’s B; dan c)
perbanyakan C. personata dari daun kacang tanah bergejala penyakit
bercak daun, spora C. personata (insert).

Penularan bakteri dan cendawan. Bawang merah varietas Bima Curut
sebanyak 5 butir untuk setiap perlakuan diinokulasi dengan suspensi bakteri E.
carotovora dan Pseudomonas kelompok fluorescent secara terpisah, dengan cara
direndam dalam suspensi bakteri berumur 24 sampai 48 jam dengan kepadatan
108 cfu/ml. Perendaman dilakukan selama 3 jam (Beraha et al. 1959). Bawang
merah selanjutnya dikering-anginkan dan ditempatkan dalam kantong plastik.
Inokulasi cendawan C. personata dilakukan dengan mencampurkan daun
bergejala pada tepung talk murni dengan perbandingan 1:10 g (b/b). Campuran
tepung dilumurkan pada permukaan umbi bawang merah yang sebelumnya

16
dibasahi dengan air destilata, kemudian dikering-anginkan dan ditempatkan dalam
kantong plastik. Untuk setiap perlakuan digunakan 5 butir bawang merah.
Perlakuan iradiasi sinar gamma. Bawang merah yang telah diinokulasi
patogen diberi perlakuan iradiasi sinar gamma, dengan dosis 0 (kontrol), 50, 75,
100, 125, 150, 175, 200, 225, 1000, 1500, 2000, 3000, 4000, dan 5000 Gy (Arabi
et al. 2004). Sinar gamma yang digunakan memiliki panjang gelombang sebesar
3x10-9 cm sampai 3x10-11 cm, dan energi yang dihasilkan sebesar 1.17 MeV
sampai 1.33 MeV. Pengujian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 3 ulangan.
Penghitungan kelimpahan patogen.

Pada bawang merah yang telah

mendapat perlakuan sinar gamma dilakukan pengujian terhadap keberadaan C.
personata dengan metode pencucian menggunakan teknik sentrifugasi. Bawang
merah sebanyak 1 butir dimasukkan dalam tabung plastik volume 50 ml yang
berisi 20 ml air destilata, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm.
Supernatan diambil dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 6.000 rpm.
Padatan berisi spora cendawan yang diperoleh kemudian dicampur dengan larutan
dekstrosa dan L-arginin masing-masing 0.5 g/l untuk merangsang perkecambahan
spora.
kompon.

Selanjutnya perkecambahan spora diamati menggunakan mikroskop
Penghitungan persentase perkecambahan spora dilakukan dengan

menjumlahkan spora yang berkecambah pada 4 bidang pandang pengamatan.
Penghitungan kelimpahan E. carotovora dan Pseudomonas kelompok
fluorescent dilakukan dengan cara menggerus 1 g umbi yang diambil dari 1/4
bagian umbi dalam 30 ml air destilata.

Seluruh hasil gerusan disentrifugasi

dengan kecepatan 500 rpm. Supernatan yang diperoleh disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 6000 rpm. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari supernatan
dan selanjutnya diresuspensikan dengan 10 ml air destilata steril. Dari suspensi
tersebut kemudian dibuat pengenceran berseri hingga 10-7. Sebanyak 100 µl
suspensi dari tiap-tiap pengenceran selanjutnya ditumbuhkan pada media NA
modifikasi (NA ditambah 20 mg Rifampicin) untuk E. carotovora, dan King’s B
untuk Pseudomonas kelompok fluorescent. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung
setelah diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 sampai 48 jam.

17
Uji Pengaruh Iradiasi terhadap Perkecambahan dan Daya Tumbuh Bawang
Merah
Pengujian perkecambahan (viabilitas) bawang merah dilakukan dengan
menghitung persentase u