Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi Eksperimental)

PERHITUNGAN EKONOMI KEJADIAN
CAMPYLOBACTERIOSIS PADA PETERNAKAN AYAM
BROILER DENGAN PENGOBATAN MENGGUNAKAN
ANTIBIOTIKA (STUDI EKSPERIMENTAL)

IIN NURAENI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perhitungan Ekonomi
Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan
Menggunakan Antibiotika (Studi Eksperimental) adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, Oktober 2012

Iin Nuraeni
NIM B04080012

ABSTRACT
IIN NURAENI. Economic Losses of Campylobacteriosis in Poultry with
Antibiotics Treatment (Experimental Study). Supervised by TRIOSO
PURNAWARMAN and HERWIN PISESTYANI.

Economic losses due to the incidence of the disease was important to know,
especially for bacterial infection that the clinical symptoms not seem like
Campylobacter. This study was aimed to quantify and determine the economic
losses due to campylobacteriosis in poultry through experimental studies, as well
as knowing the type of antibiotic that effectively overcome the incidence of
campylobacteriosis. A total of 130 chicken were divided into 13 flock and get a
different treatment (a) treatment group include 10 flock and each flock content of
10 chicken; (b) positive control group include 2 flock and each flock content of 2
chicken; (c) negative control group include 1 flock that content 10 chicken. The

treatment that given include infection of C. jejuni from Kudus and Demak each 5
flock; and treatment with antibiotic ciprofloxacin, tetracycline, chloramphenicol,
erythromycin, and amoxicillin. The economic count through multiply the different
of feed conversion rate (FCR) from control (-) and FCR from the other groups
with cost of feed. Body weight and body weight gain in the control (+) lower than
the control (-). FCR values of Kudus greater (1.46) than Demak (1.19). In the
group of chicken infected C. jejuni from Kudus, additional feed costs incurred to
form 1 kg of body weight in the control (+) is IDR 2 560.43, while the group
treated with amoxicillin only IDR 250.81. In the group of chicken infected
C. jejuni from Demak, additional feed costs incurred to form 1 kg of body weight
in the control (+) is IDR 988.92, while the erythromycin-treated group only IDR
408.38. Amoxicillin was most beneficial for treating infections C. jejuni from
Kudus. Erythromycin was most beneficial for treating infections C. jejuni from
Demak.
Keywords: C. jejuni, feed cost, broiler chicken, antibiotic

RINGKASAN

IIN NURAENI. Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada
Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi

Eksperimental). Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan HERWIN
PISESTYANI.
Kerugian ekonomi akibat suatu kejadian penyakit penting diketahui
terutama untuk infeksi bakteri yang gejala klinisnya tidak tampak seperti
Campylobacter sehingga kejadiannya sering diabaikan. Campylobacter jejuni
adalah mikroorganisme yang paling banyak ditemukan pada ayam yaitu pada
saluran pencernaan serta pada karkasnya Di Indonesia cemaran C. jejuni cukup
tinggi dan sejauh ini belum diketahui kerugian ekonomi pada peternakan ayam
yang terkena campylobacteriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kerugian ekonomi akibat campylobacteriosis di peternakan ayam broiler yang
dilakukan melalui studi eksperimental, serta mengetahui jenis antibiotika yang
efektif mengatasi kejadian campylobacteriosis.
Sebanyak 130 ekor ayam dibagi ke dalam 13 kandang dan mendapatkan
perlakuan yang berbeda, yaitu (a) kelompok perlakuan sebanyak 10 kandang
masing-masing 10 ekor ayam (b) kontrol positif sebanyak 2 kandang masingmasing 10 ekor ayam (c) kontrol negatif sebanyak 1 kandang terdiri atas 10 ekor.
Perlakuan yang diberikan meliputi infeksi C. jejuni asal kudus dan C. jejuni asal
Demak masing-masing 5 kandang; dan pengobatan menggunakan antibiotik
siprofloksain, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan amoksilin. Bobot badan
diperoleh dengan menimbang 3 ekor ayam secara acak dari setiap kandang.
Pertambahan bobot badan diperoleh dengan mengurangi bobot badan hari ini

dengan bobot badan sebelumnya. Feed conversion ratio (FCR) diperoleh dengan
membandingkan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan jumlah bobot badan.
Case fatality rate (CFR) diperoleh dengan membagi jumlah kejadian kematian
akibat infeksi C. jejuni dengan jumlah ayam yang diinfeksi C. jejuni. Perhitungan
ekonomi diperoleh dengan mengalikan selisih FCR kontrol (-) dan FCR kelompok
lainnya dengan harga pakan.
Bobot badan dan pertambahan bobot badan pada kontrol (+) lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol (-). Bobot badan dan pertambahan bobot badan
ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus lebih rendah dibandingkan dengan bobot
badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak. Nilai FCR pada kontrol (+) lebih
besar dibanding dengan kontrol (-). Nilai FCR Kudus lebih besar (1.46)
dibandingkan Demak (1.19). CFR akibat C. jejuni pada minggu ke-2 dan minggu
ke-3 masing-masing sebesar 0.8%, sedangkan presentase kematian normal pada
ayam broiler adalah 0.7% (minggu ke-2) dan 0.5% (minggu ke-3). Pada kelompok
ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus, biaya tambahan pakan yang
dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan pada kelompok kontrol (+)
adalah Rp 2 560.43, sedangkan biaya tambahan yang paling rendah adalah pada
kelompok yang diobati dengan amoksilin, hanya Rp 250.81. Pada kelompok ayam
yang diinfeksi C. jejuni asal Demak, biaya tambahan pakan yang dikeluarkan


untuk membentuk 1 kg bobot badan pada kelompok kontrol (+) adalah Rp 988.92,
sedangkan kelompok ayam yang diobati dengan eritromisin memiliki biaya
tambahan yang paling rendah, yaitu Rp 408.38.
Infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan ayam, namun tidak
mempengaruhi nafsu makan sehingga nilai FCR menjadi besar. Pengobatan
dengan amoksilin paling efektif dan menguntungkan untuk mengobati infeksi
C. jejuni asal Kudus sedangkan eritromisin paling efektif dan menguntungkan
untuk mengobati infeksi C. jejuni asal Demak.

Kata kunci: C. jejuni, biaya pakan, ayam broiler, antibiotik

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PERHITUNGAN EKONOMI KEJADIAN
CAMPYLOBACTERIOSIS PADA PETERNAKAN AYAM
BROILER DENGAN PENGOBATAN MENGGUNAKAN
ANTIBIOTIKA (STUDI EKSPERIMENTAL)

IIN NURAENI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012 

Judul


Nama
NRP

: Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada
Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan
Antibiotika (Studi Eksperimental)
: Iin Nuraeni
: B04080012

Disetujui,

Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si
Pembimbing I

drh. Herwin Pisestyani, M.Si
Pembimbing II

Diketahui,

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, AP.Vet

Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus: 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan
karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini
adalah Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan
Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi
Eksperimental). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Trioso
Purnawarman, M.Si dan Ibu drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen
pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Terima kasih kepada
Ibu drh. Titiek Sunartatie, M.S selaku dosen penilai pada seminar skripsi, serta
kepada Bapak Prof. drh. Arif Budiono, Ph.D, PA.Vet (K) dan Bapak Dr. drh.
Yudi, M.Si selaku dosen penguji pada sidang skripsi yang telah banyak
memberikan saran dan perbaikan sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik.
Terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat, motivasi, dan bimbingan
moral selama penulis menjalani pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Rama Prima
Syahti Fauzi, M.Si atas dukungan dan bimbingannya selama penelitian. Tidak
lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yuhendra dan Bapak
Nur yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Kepada teman
satu penelitian (Murdiana) penulis berterima kasih atas kerjasama dan bantuannya
selama penelitian.
Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua
dan adik saya M. Ihsan Rizkiansyah, atas doa, semangat, dan kasih sayang yang
telah diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga
AVENZOAR 45, atas kekompakan, kebersamaan, dukungan, serta persahabatan
selama menjalani perkuliahan, sahabat-sahabat tercinta, yang selalu ada dalam
suka dan duka, serta keluarga Edelweiss atas kehangatan dan canda tawanya.
Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
keterbatasan pengetahuan penulis, untuk itu penulis sangat berterimakasih atas
kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat
bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Oktober 2012


Iin Nuraeni

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 15 Desember
1989. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Nurjani dan Ibu Iseu Risnawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Nyalindung I dan
lulus pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Nyalindung dan lulus
pada tahun 2005. Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMAN 3 Sukabumi dan
lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian
Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Mayor yang dipilih adalah Mayor Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).
Selama menempuh pendidikan, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Anatomi Veteriner II pada tahun ajaran 2010/2011, Embriologi dan
Genetika Perkembangan pada tahun ajaran 2011/2012. Selain itu, penulis juga
aktif dalam aktivitas organisasi Himpunan Profesi Ruminansia FKH IPB dan
menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan (IMAKAHI) Cabang
IPB.


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xiv

PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................
Hipotesis Penelitian ..............................................................................

1
1
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
Campylobacter jejuni ...........................................................................
Patogenesa ............................................................................................
Campylobacteriosis pada Ayam ...........................................................
Penggunaan Antibiotika di Peternakan Ayam .......................................
Karakteristik Ayam Broiler ...................................................................
Feed Conversion Ratio ...........................................................................
Case Fatality Rate .................................................................................

5
5
7
8
8
9
10
11

BAHAN DAN METODE ..............................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................
Materi Penelitian ..................................................................................
Hewan Percobaan .............................................................................
Bakteri Campylobacter jejuni ..........................................................
Bahan dan Media ..............................................................................
Alat yang Digunakan ........................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Tahap 1: Persiapan dan Pemeliharaan ..............................................
Tahap 2: Perlakuan ...........................................................................
Tahap 3: Pengamatan .......................................................................
Analisis Data ........................................................................................

12
12
12
12
13
13
13
14
14
14
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak ..
Pertambahan Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni asal Kudus
dan Demak ..............................................................................................
Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Feed Conversion Ratio .................
Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Case Fatality Rate ......................
Pengaruh Campylobacteriosis terhadap Ekonomi Peternakan .............

17
17
21
24
26
26

SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
Simpulan ...............................................................................................
Saran .....................................................................................................

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

30

 
 

DAFTAR TABEL
Halaman

1

Dosis antibiotik untuk pengobatan campylobacteriosis
per ekor ayam .........................................................................................

15

2

Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus..............

17

3

Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak.............

19

4

Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni
asal Kudus ..............................................................................................

22

Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni
asal Demak ............................................................................................

23

Hasil perhitungan nilai FCR pada ayam yang diinfeksi C. jejuni
asal Kudus dan Demak pada umur ke-19 ...............................................

24

7

Case fatality rate akibat campylobacteriosis ..........................................

26

8

Perhitungan ekonomi akibat infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak
berdasarkan nilai FCR ...........................................................................

27

5

6

 
 

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Morfologi C. jejuni secara mikroskopik ................................................

6

2

Skema kandang ayam ............................................................................

13

3

Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus .............

17

4

Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak.............

20

 
 

LAMPIRAN
Halaman
1

Kegiatan Penelitian ...............................................................................

35

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan bergizi merupakan salah satu faktor yang mendasari kehidupan
dan kesejahteraan manusia. Status gizi masyarakat mempengaruhi perkembangan
sosial dan ekonomi suatu negara. Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang dan
biasanya diukur dari tingkat konsumsi kalori dan protein. Di negara-negara
industri maju, rata-rata konsumsi protein hewani lebih dari 50 gram/kapita/hari,
sedangkan di Indonesia sekitar 10 gram/kapita/hari (Murtidjo 2003).
Permintaan

pangan

hewani

cenderung

meningkat

sejalan

dengan

pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,
peningkatan kesadaran akan gizi, dan perbaikan pendidikan masyarakat
(Murtidjo 2003). Daging ayam memiliki harga yang terjangkau oleh masyarakat
luas, kualitasnya cukup baik dan tersedia dalam jumlah yang cukup, serta
penyebarannya hampir menjangkau seluruh wilayah Indonesia (Talib et al. 2007).
Menurut Ditjennak (2009), kontribusi daging dari berbagai jenis ternak
menunjukkan bahwa peranan daging unggas semakin meningkat dari 20% pada
tahun 70-an menjadi 64.7% pada tahun 2008. Perubahan struktur tersebut
disebabkan semakin tingginya produksi daging unggas sejalan dengan
meningkatnya industri perunggasan nasional. Dalam hal pemenuhan kebutuhan
daging unggas, Indonesia telah mencapai swasembada sejak tahun 1995 dan perlu
diingat bahwa permintaan terhadap daging unggas akan terus meningkat dari
tahun ke tahun dengan peningkatan yang cukup signifikan (Tangenjaya &
Djajanegara 2002, diacu dalam Talib et al. 2007).
Keamanan pangan (food safety) merupakan tuntutan utama konsumen.
Bahan pangan asal hewan memiliki kualitas yang baik dan aman dikonsumsi
apabila terbebas dari cemaran fisik, kimia, dan biologi. Pangan asal hewan
merupakan bahan yang sangat mudah dicemari oleh mikroorganisme sehingga
mudah rusak (perishable food). Produk pangan asal hewan berisiko tinggi
terhadap cemaran mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Mikroorganisme yang terdapat pada hewan akan merusak jaringan segera setelah
hewan dipotong, sehingga bahan pangan hewani akan cepat mengalami kerusakan
 
 

2
 

bila tidak mendapat penanganan yang baik. Mikroorganisme pada produk ternak
terutama berasal dari saluran pencernaan. Daging yang tercemar mikroorganisme
saluran

pencernaan

kemungkinan

dapat

membawa

bakteri

patogen

(Andriani et al. 2006). Mikroorganisme patogen yang secara ekonomi berperan
penting

dalam

foodborne

disease

antara

lain

Campylobacter

jejuni,

Salmonella sp., Escherichia coli O 157, dan Shigella sp. (CDC 2011).
Banyak kasus penyakit yang diakibatkan oleh cemaran mikroorganisme
patogen pada daging unggas maupun produk olahannya (foodborne diseases)
(Djaafar & Rahayu 2007). Daging unggas cocok untuk perkembangan
mikroorganisme dan juga dalam kehidupannya unggas selalu bersentuhan dengan
lingkungan yang kotor. Karkas ayam paling sering dikaitkan dengan cemaran
Salmonella dan Campylobacter yang dapat menginfeksi manusia (Stern 2008).
Berdasarkan hasil penelitian, di Indonesia, daging unggas dan produk olahannya
yang tidak aman disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan
peternak, kebersihan kandang, serta sanitasi air dan pakan. Sanitasi kandang yang
kurang baik dapat menyebabkan timbulnya cemaran mikroorganisme patogen
yang tidak diinginkan (Djaafar & Rahayu 2007).
Campylobacter jejuni adalah mikroorganisme yang paling banyak
ditemukan pada ayam yaitu pada saluran pencernaan serta pada karkasnya
(Berrang et al. 2004; Corry & Atabay 2001). Ayam merupakan salah satu sumber
infeksi C. jejuni pada manusia karena ayam merupakan reservoir dari C. jejuni.
Kejadian campylobacteriosis pada ayam broiler berhubungan dengan penyebaran
C. jejuni dalam karkas sebagai sumber infeksi pada manusia. Ayam yang
terinfeksi C. jejuni dapat menyebabkan kontaminasi pada karkasnya serta produk
bahan pangan ayam yang terjadi selama proses pengolahan (Andriani et al. 2006).
Campylobacter jejuni bisa ditemukan dalam jumlah besar (107 cfu/gram)
dalam saluran pencernaan hewan dan bersifat komensal tanpa menunjukkan
kerusakan atau gejala patologi. Manusia dapat terinfeksi bakteri ini karena
mengonsumsi daging yang belum matang terutama produk unggas (Joens 2004).
Keberadaan C. jejuni pada karkas ayam yang sangat tinggi merupakan indikasi
atau petunjuk tentang kondisi lingkungan di sekitar karkas (Andriani et al. 2006).

 
 

3
 

Campylobacteriosis merupakan salah satu penyakit bawaan makanan yang
paling penting di dunia. Kejadian campylobacteriosis di Belanda diperkirakan
80 000 kasus/tahun (CARMA 2005). Di Amerika Serikat, terjadi 13 kasus/tahun
dari populasi 100 000 penduduk dan diestimasikan terjadi campylobacteriosis
pada 2.4 juta orang atau 0.8% dari populasi (CDC 2010). Di New Zealand kasus
campylobacteriosis meningkat pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007
(Mullner et al. 2010). Di Indonesia, dari 21 763 penderita diare sekitar 3.6%
disebabkan oleh C. jejuni (Tjaniadi et al. 2003).
Di Indonesia cemaran C. jejuni cukup tinggi. Menurut Poloengan et al.
(2005), 20-100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan
Tangerang tercemar C. jejuni. Sejauh ini belum diketahui kerugian ekonomi pada
peternakan ayam di Indonesia yang terkena campylobacteriosis. Hal ini
disebabkan campylobacteriosis tidak menimbulkan gejala klinis yang khas
sehingga kejadiannya sering diabaikan oleh peternak.
Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh suatu kejadian penyakit sangat
penting diketahui dari awal terutama untuk infeksi bakteri yang gejala klinisnya
tidak tampak seperti infeksi Campylobacter. Dengan mengetahui dampak
ekonomi dari kejadian suatu penyakit, keputusan lebih lanjut dapat ditentukan
guna mencegah kerugian yang lebih banyak. Perhitungan ekonomi juga dilakukan
untuk mengetahui keuntungan (laba) yang dapat diperoleh melalui pengobatan
menggunakan antibiotika.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerugian ekonomi akibat
campylobacteriosis di peternakan ayam broiler yang dilakukan melalui studi
eksperimental, serta mengetahui jenis antibiotika yang efektif dalam mengatasi
kejadian campylobacteriosis.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kerugian
yang akan dialami peternak akibat infeksi Campylobacter di peternakan ayam
broiler apabila tidak dilakukan pengobatan. Diharapkan dengan adanya informasi
 
 

4
 

tersebut, peternak lebih menyadari pentingnya pencegahan penyakit, terlebih
untuk penyakit yang gejala klinisnya tidak tampak. Selain itu, dari penelitian ini
diharapkan akan mendapatkan jenis antibiotika yang sesuai untuk pengobatan
campylobacteriosis.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Infeksi Campylobacter dapat menyebabkan kerugian ekonomi di
peternakan ayam broiler.
2. Pemberian antibiotik dapat menekan kerugian ekonomi akibat infeksi
Campylobacter.

 
 

5
 

TINJAUAN PUSTAKA
Campylobacter jejuni
Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada
tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray &
Bhunia 2008). Campylobacter merupakan bakteri Gram negatif (OIE 2008).
Karakteristik morfologi dari genus Campylobacter berukuran sangat kecil (lebar
0.2-0.5 μm dan panjang 0.5-5 μm), tidak membentuk spora, merupakan bakteri
yang bersifat mikroaerofilik yaitu dapat tumbuh optimal dengan kadar oksigen
rendah. Semua Campylobacter tumbuh dengan baik pada media pertumbuhan
dengan pH 5.5-8.0, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan C. jejuni yaitu
pada kisaran 6.5-7.5 dan tidak tumbuh pada pH 4.9 (Stern et al. 1992, diacu dalam
Abdy 2007). Tiga spesies utama dari genus Campylobacter yang bersifat
termofilik adalah C. jejuni, C. lari, dan C. coli, dibedakan dengan spesies lain
karena kemampuannya tumbuh pada suhu 42-43 oC (Evans 2001).
Menurut Staley et al. (2000) taksonomi Campylobacter jejuni yaitu:
Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Proteobacteria

Class

: Epsilonproteobacteria

Order

: Campylobacterales

Family

: Campylobacteraceae

Genus

: Campylobacter

Species

: Campylobacter jejuni

Campylobacter jejuni bersifat motil, bergerak dengan sebuah flagel polar,
oksidasi positif, dan tidak dapat membentuk spora (Jawetz et al. 2007).
Campylobacter jejuni tumbuh pada media dengan kadar oksigen rendah (5-10%)
seperti Campylobacter lainnya. Pertumbuhannya memerlukan waktu 2 sampai 4
hari terkadang lebih dari satu minggu. Struktur Campylobacter memiliki
komponen yang ditemukan pada struktur bakteri Gram negatif lain seperti
membran luar dan lipopolisakarida (LPS). Bakteri ini tidak dapat memecah
karbohidrat tetapi menggunakan asam amino dan metabolisme intermediet untuk
energinya, hal tersebut membedakannya dengan Vibrio (Ryan & Ray 2004).
 
 

6
 

 

Gambar 1 Morfologi C. jejuni secara mikroskopik (Miller 1997).
 

Campylobacter jejuni biasanya tidak dapat tumbuh dengan baik pada bahan
pangan sehingga untuk mendeteksi adanya kontaminasi bakteri ini diperlukan
media cair yang telah diberi enrichment terlebih dahulu, kemudian dilakukan
subkultur pada media agar yang telah ditambah dengan 5% darah kuda. Inkubasi
dapat dilakukan pada suhu 37 °C selama 4 sampai 6 jam kemudian diteruskan
inkubasinya pada suhu 42 °C. Inkubasi dilakukan pada kondisi mikroaerofilik
yaitu 5% oksigen, 10% karbondioksida, dan 85% nitrogen (Andriani et al. 2006).
Sifat biakan merupakan hal penting dalam isolasi dan identifikasi C. jejuni.
Cara untuk mendapatkan lingkungan inkubasi dengan kondisi mikroaerofilik yaitu
dengan menyimpan media pada tabung anaerob tanpa katalis dan memberi gas
dengan pembangkit gas atau penukaran gas. Inkubasi media harus dilakukan pada
suhu 42 OC. Meskipun C. jejuni tumbuh baik pada suhu 36-37 OC, inkubasi pada
suhu 42 OC akan menghambat pertumbuhan banyak bakteri lainnya yang ada di
feses, sehingga akan memudahkan identifikasi C. jejuni. Koloni yang terbentuk
cenderung tidak berwarna atau abu-abu. Koloni ini berair, meluas atau bulat, dan
konveks. Kedua tipe koloni dapat muncul pada pelat agar (Jawetz et al. 2007).
Sediaan apus yang diwarnai dengan pewarnaan Carbon Fuchsin
menunjukkan morfologi yang khas. Reduksi nitrat, pembentukan hidrogen sulfida,
tes hipurat, dan kepekaan terhadap antimikroorganisme dapat digunakan untuk
mengidentifikasi spesies ini lebih lanjut (Jawetz et al. 2007).
 
 

7
 

Campylobacter jejuni tidak tumbuh di luar tubuh inang, namun dapat
bertahan hidup untuk waktu yang lama di air (Newell 2002). Bakteri ini mati pada
suhu pasteurisasi dan sangat sensitif dalam kondisi asam. Pada suhu beku,
C. jejuni mampu bertahan lama namun kelangsungan hidupnya menurun,
sehingga bakteri ini dapat bertahan dalam produk unggas hingga beberapa bulan
(Songer & Post 2005).

Patogenesa
Jalur transmisi dari infeksi C. jejuni pada manusia dapat terjadi melalui
berbagai cara diantaranya melalui makanan (misalnya susu yang tidak
dipasteurisasi), minuman (misalnya air terkontaminasi), kontak dengan hewan
yang terinfeksi (unggas, anjing, kucing, domba, dan babi), atau feses hewan yang
mencemari makanan yang tidak dimasak dengan baik. Campylobacter jejuni peka
terhadap asam lambung. Infeksi dapat terjadi hanya dengan memakan 104 sel.
Jumlah ini hampir sama dengan jumlah organisme yang diperlukan pada infeksi
Salmonella dan Shigella tetapi lebih sedikit daripada yang diperlukan oleh infeksi
Vibrio pada manusia (Jawetz et al. 2007).
Campylobacter jejuni melakukan penetrasi pada membran mukosa usus
halus dan usus besar. Campylobacter jejuni melekat pada sel epitel dengan
bantuan fibronectin-binding protein (CADF), lipoprotein (JlpA), dan Peb1A.
Faktor perlekatan atau adhesin lainnya untuk mengikat C. jejuni terhadap sel-sel
epitel adalah flagellin, pili, dan lipopolisakarida (LPS). Sel epitel memungkinkan
bakteri untuk menempati tempat yang tahan terhadap pembersihan usus, seperti
aliran fluida dan peristaltik (Joens 2004).
  Campylobacter jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel

kemudian menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah merah
dan darah putih pada tinja. Campylobacter jejuni masuk ke dalam aliran darah
sehingga timbul gejala klinik seperti demam enterik. Invasi jaringan yang
terlokalisasi

serta

aktivitas

toksin

menyebabkan

timbulnya

enteritis.

Campylobacter jejuni memiliki lipopolisakarida dengan aktivitas endotoksik.
(Jawetz et al. 2007).

 
 

8
 

Campylobacteriosis pada Ayam
Ayam dianggap sebagai salah satu sumber utama campylobacteriosis
(Kapperud et al. 1992). Spesies utama dari genus Campylobacter yang ditemukan
pada ayam adalah C. jejuni dan C. coli. Infeksi C. jejuni tidak mempengaruhi
nafsu makan ayam. Menurut Pisestyani (2010), infeksi C. jejuni tidak mengurangi
konsumsi kumulatif dan tidak mengurangi nafsu makan ayam, tetapi mengurangi
berat badan yang seharusnya dicapai. Infeksi C. jejuni dapat ditemukan sejak
ayam berumur 7 hari (Evans 2001). Ayam yang mengalami campylobacteriosis
tidak memiliki gejala yang patognomonis. Gejala yang terlihat adalah gejala yang
berhubungan dengan saluran pencernaan seperti diare, sedangkan gejala lainnya
tidak tampak. Diare terjadi karena kerusakan pada epitel usus sehingga tidak dapat
menyerap cairan. Diare dan diare berdarah terlihat pada hari ke-2 pasca infeksi
(Pisestyani 2010).
Manusia dapat terinfeksi Campylobacter karena mengonsumsi daging
ayam yang dipanaskan secara tidak benar atau kontaminasi silang Campylobacter
saat persiapan (Potter et al. 2003). Salah satu penilaian risiko pada daging ayam
menunjukkan bahwa isi saluran pencernaan dapat mengontaminasi karkas selama
proses pengolahan. Menurut Berrang et al. (2004), jumlah feses yang sedikit pun
dapat menjadi sumber kontaminasi C. jejuni dalam jumlah yang banyak pada
karkas, sehingga perlu penanganan yang baik selama proses pengolahan.
Serangga bisa menjadi perantara penyebaran C. jejuni. Lalat merupakan vektor
yang dapat menyebarkan C. jejuni di peternakan ayam (Evans 2001).

Penggunaan Antibiotika di Peternakan Ayam
Antibiotika mulai dipakai sebagai campuran pakan ternak ayam pada tahun
1950. Penggunaan antibiotika yang dicampurkan ke dalam pakan bertujuan untuk
merangsang pertumbuhan dan membasmi penyakit. Dalam dosis yang rendah,
antibiotika dapat merangsang pertumbuhan, sedangkan dalam dosis yang tinggi
atau optimal antibiotika tersebut mampu membasmi infeksi penyakit. Berbagai
jenis antibiotika yang biasanya digunakan dalam campuran pakan ialah tetramisin,
bacitrasin, spiramisin, dan lain-lain (Sudarmono 2003).
 
 

9
 

Penggunaan antibiotika dalam usaha peternakan ayam dewasa ini semakin
populer, bahkan sudah berlebihan. Penggunaan antibiotika dirasakan mempunyai
peranan penting dalam merangsang dan sekaligus memperbaiki efisiensi dalam
penggunaan pakan. Hasil penelitian di beberapa negara Asia, dilaporkan bahwa
penggunaan euramisin terbukti dapat memperbaiki pertumbuhan ayam rata-rata
sebesar 6%, meningkatkan efisiensi pakan sebesar 3%, dan menurunkan kasus
diare berdarah sebesar 3-6% (Murtidjo 2008).
Antibiotika apabila digunakan secara tidak tepat akan menimbulkan sifat
kebal atau resistensi dari mikroorganisme, sehingga penggunaan antibiotika yang
berlebihan

dapat

menghambat

pengendalian

atau

pengobatan

penyakit.

Penggunaan antibiotika merupakan usaha terakhir untuk tujuan pengobatan atau
meningkatkan keuntungan (Murtidjo 2008).
Dampak negatif penggunaan antibiotika dalam waktu yang lama adalah
meningkatkan kejadian mutasi pada kromosom, sehingga menghasilkan
modifikasi jenis bakteri baru. Jenis bakteri ini kemungkinan kebal terhadap
antibiotika. Bakteri-bakteri patogen cenderung menjadi kebal terhadap khasiat
antibiotika. Oleh karena itu, para peternak ayam harus hati-hati dan selektif dalam
memilih dan menggunakan antibiotika (Murtidjo 2008).

Karakteristik Ayam Broiler
Ayam ras pedaging (ayam broiler) merupakan ras unggulan hasil
persilangan berbagai ras ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama
dalam memproduksi daging ayam. Ayam broiler ini populer di Indonesia sejak
tahun 1980-an (Rasyaf 2008).
Pertumbuhan ayam broiler pada saat masih bibit tidak selalu sama. Ada
bibit yang masa awalnya tumbuh dengan cepat tetapi di akhir biasa-biasa saja atau
sebaliknya. Pertumbuhan bibit yang cepat di masa awal lebih sering terjadi dan
hal tersebut memang baik untuk kondisi di Indonesia yang umumnya memasarkan
ayam pada umur 4-5 minggu karena sangat membantu manajemen peternakan
dalam mencapai sasaran yang telah direncanakan (Rasyaf 2008).
Pertumbuhan yang cepat dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang banyak,
terlebih ayam broiler termasuk ayam yang senang makan. Bila ransum diberikan
 
 

10
 

tidak terbatas atau ad libitum, ayam broiler akan terus makan hingga
kekenyangan. Oleh karena itu, sebaiknya setiap bibit ayam sudah ditentukan taraf
konsumsi ransumnya pada batas tertentu sehingga kemampuan prima ayam akan
muncul. Konsumsi inilah yang kemudian disebut sebagai konsumsi standar yakni
sesuai dengan arah pembentukan bibit. Pemberian ransum ada yang lebih banyak
di masa awal sedangkan di masa akhir biasa saja atau sebaliknya (Rasyaf 2008).
Keunggulan ayam broiler akan terbentuk bila didukung oleh lingkungan dan
pakan yang tepat, karena sifat genetis saja tidak menjamin keunggulan bisa segera
terlihat. Pakan yang dimaksud adalah menyangkut kualitas dan kuantitasnya.
Pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak apabila tidak didukung dengan
pemberian ransum yang mengandung protein dan asam amino seimbang sesuai
kebutuhan ayam. Ransum juga harus memenuhi syarat kuantitas karena jumlah
ransum yang dimakan berkaitan dengan jumlah unsur nutrisi yang harus masuk ke
dalam tubuh ayam, misalnya ransum berbau tengik atau peternak salah
menimbangnya maka jumlah unsur nutrisi yang masuk dan diserap tubuh ayam
menjadi berkurang (Rasyaf 2008).
Ayam broiler akan tumbuh optimal pada suhu lingkungan 19-21 oC. Suhu
lingkungan yang terlalu panas akan membuat ayam lebih memilih banyak minum
daripada makan, tujuannya adalah mengurangi beban panas. Hal ini
mengakibatkan sejumlah unsur dan keperluan nutrisi utama bagi ayam tidak
terpenuhi sehingga keunggulan ayam menjadi tidak tampak (Rasyaf 2008).
Feed Conversion Ratio
Ayam broiler adalah ayam penghasil daging yang dipelihara sampai umur 56 minggu dengan berat 1.5-2.0 kg. Konversi pakannya berkisar 1.48-1.62 (±1.54)
(Beer et al. 2011). Feed conversion ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan
perbandingan jumlah konsumsi pakan yang dihabiskan dengan rata-rata bobot
badan pada umur yang sama (untuk ayam broiler) (Leeson & Summers 2005).
Konversi pakan ayam broiler = jumlah konsumsi pakan pada umur yang sama(kg)
jumlah bobot badan pada umur yang sama (kg)
Konversi ransum melibatkan pertumbuhan ayam dan konsumsi ransum.
Harapan yang dikehendaki peternak adalah pertumbuhan yang cepat walau hanya
dengan makanan yang sedikit. Hal ini mencerminkan efisiensi penggunaan pakan
 
 

11
 

yang baik. Pertumbuhan yang cepat bermakna bahwa ayam diusahakan sesuai
dengan ambang batas genetisnya, sedangkan dari segi bisnis berarti waktu jual
semakin cepat dicapai. Konversi ini selalu diperbaiki dari masa ke masa oleh para
peternak sesuai dengan kemampuan genetis ayam dan ditunjang dengan
lingkungan yang baik. Oleh karena itu, angka konversi sebaiknya diusahakan
rendah (Rasyaf 2008).
Efisiensi pakan semakin besar berarti semakin baik, sedangkan konversi
pakan semakin kecil berarti semakin baik, artinya dengan konsumsi pakan yang
sedikit dapat menghasilkan daging yang maksimal.

Case Fatality Rate
Case fatality rate didefinisikan sebagai jumlah kematian yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu dengan jumlah kejadian dalam waktu tertentu dikalikan
seratus persen (Yuwanta 2008). Case fatality rate dapat digunakan untuk
mengetahui distribusi penyakit dan tingkat kematian yang diakibatkan oleh suatu
penyakit, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk menanggulanginya
(Budiarto & Anggraeni 2001).
CFR = jumlah kematian akibat penyakit X dalam waktu tertentu X 100
jumlah kasus penyakit X dalam waktu tertentu

 
 

12
 

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Februari 2012
bertempat di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu
penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan di kandang penelitian
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian
Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler
strain Cobb berumur 1 hari sebanyak 130 ekor yang dibagi ke dalam 13
kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 10 ekor ayam. Disain dari
penelitian ini yaitu:
A1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati siprofloksasin
B1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati tetrasiklin
C1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati kloramfenikol
D1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati eritromisin
E1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati amoksilin
F1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan tidak diobati (kontrol positif)
A2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati siprofloksasin
B2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati tetrasiklin
C2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati kloramfenikol
D2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati eritromisin
E2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati amoksilin
F2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan tidak diobati (kontrol positif)
G : ayam tidak diinfeksi C. jejuni dan tidak diobati (kontrol negatif)
Skema kandang yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1 di bawah ini :

 
 

13
 

B1

C1

D1

A2

B2

C2

D2

jalan

A1

E1

E2

F1

F2

jalan

jalan

G

Gambar 2 Skema kandang ayam.

Bakteri Campylobacter jejuni
Bakteri C. jejuni yang digunakan dalam penelitian ini merupakan isolat
lapang yang berasal dari wilayah Demak dan Kudus (Fauzi 2012).

Bahan dan Media
Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan adalah pakan, air minum,
antibiotik (amoksilin, kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dan siprofloksasin),
vitamin, benzalkonium klorida (BKC), serta vaksin newcastle disease (ND) dan
infectious bronchitis (IB).
Media yang digunakan untuk memperbanyak isolat C. jejuni adalah nutrient
broth no. 2 (Oxoid CM00678), charcoal, cefoperazone, deoxychilate agar
selective supplement (CCDA) (Oxoid SR0155E), buffered peptone water (BPW)
(Pronadisa 1402.00), dan campygen (Oxoid CN0025A).

Alat yang Digunakan
Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan ayam antara lain tempat
pakan, tempat minum, kandang, koran, sekam, penghangat ruangan (lampu),
timbangan, spoit, plastik, gunting. Peralatan yang digunakan untuk perbanyakan
dan isolasi C. jejuni antara lain tube shucker, refrigerator, inkubator, anaerob jar,
cawan Petri, tabung reaksi, stomacher, ose, bunsen, pipet, object glass, serta
mikroskop.
 
 

14
 

Metode Penelitian
Tahap 1: Persiapan dan Pemeliharaan
Kandang dipersiapkan seminggu sebelum day old chick (DOC) datang.
Persiapan

tersebut

meliputi

pembersihan

kandang

serta

pemusnahan

mikroorganisme menggunakan desinfektan dan kapur. Kandang dibagi manjadi
13 bagian menggunakan sekat, kemudian kandang dilengkapi dengan sekam dan
kertas koran. Alat penghangat seperti lampu dipasang pada setiap kandang.
DOC yang baru datang langsung diberi air gula untuk mendapatkan energi.
DOC diberi pakan 3 kali sehari dan minum secara ad libitum. Air minum
ditambah dengan BKC untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme. DOC
tersebut dipelihara selama 10 hari, kemudian dilakukan infeksi C. jejuni dan
pemberian antibiotika.

Tahap 2: Perlakuan
Hari pertama dilakukan isolasi dan identifikasi Campylobacter sp. untuk
melihat keberadaan bakteri tersebut pada DOC. Sampel berupa usus dan swab
kloaka. Pada hari ke-3, ayam diberi vaksin ND dan IB secara tetes (pada hidung)
untuk mencegah infeksi virus ND dan IB.
Ayam dipisahkan ke dalam 13 kelompok pada hari ke-10. Enam kelompok
ayam diinfeksi dengan isolat C. jejuni dari Kudus, 6 kelompok ayam diinfeksi
dengan isolat C. jejuni dari Demak, sedangkan 1 kelompok ayam tidak diinfeksi
C. jejuni (kontrol negatif). Infeksi diberikan secara per oral (cekok) dengan
konsentrasi C. jejuni sebanyak 104 cfu/ml, masing-masing ayam diinfeksi
sebanyak 0.5 ml (Pisestyani 2010).
Pemberian antibiotik secara oral (cekok) pada ayam yang diinfeksi
dilakukan pada hari ke-14 dengan menggunakan antibiotik (amoksilin,
kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dan siprofloksasin). Pengobatan dilakukan
terhadap 10 kelompok ayam, sedangkan 2 kelompok ayam yang lainnya tidak
diberikan pengobatan (kontrol positif). Pengobatan dilakukan selama 5 hari. Dosis
antibiotik yang diberikan diperoleh dari penelitian Fauzi (2012) yaitu sebagai
berikut:
 
 

15
 

Tabel 1 Dosis antibiotik untuk pengobatan campylobacteriosis per ekor ayam
Isolat Demak
Isolat Kudus
Antibiotik
Dosis (μg)
Dosis (μg)
Siprofloksasin
5
1.25
Kloramfenikol
5
0.625
Eritromisin
40
0.625
Amoksilin
20
10
Tetrasiklin
20
1.25
Tahap 3: Pengamatan
Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan terhadap:
Bobot Badan
Bobot ayam ditimbang setiap hari mulai dari hari ke-10 sampai dengan hari
ke-19. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan analog. Cara
penimbangannya yaitu dengan mengambil 3 ekor ayam secara acak dari setiap
kandang.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan diperoleh dengan mengurangi bobot badan hari
ini dengan hari sebelumnya.
Pakan
Pakan diberikan sesuai standar pada setiap kelompok, diamati terhadap
adanya sisa pakan atau tidak. Apabila terdapat sisa pakan, maka sisa pakan
tersebut ditimbang.  
Feed Conversion Ratio (FCR)
Nilai FCR diperoleh dari hasil pengukuran bobot badan dan konsumsi pakan
yaitu dengan membandingkan atau membagi jumlah pakan yang dikonsumsi
dengan bobot badan.
FCR = jumlah konsumsi pakan pada umur yang sama(kg)
jumlah bobot badan pada umur yang sama (kg)
Case Fatality Rate (CFR)
Jumlah ayam yang mati dicatat setiap hari, mulai dari hari ke-10 sampai
dengan hari ke-19. Jumlah kematian ayam tersebut digunakan untuk perhitungan
rata-rata angka kematian (CFR) dari kasus campylobacteriosis.
CFR = Jumlah kematian akibat penyakit X dalam waktu tertentu X 100
Jumlah kasus penyakit X dalam waktu tertentu
 
 

16
 

Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengamatan bobot badan, CFR, dan FCR dianalisis
secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Sedangkan untuk
pertambahan bobot badan diolah dengan uji-t independent. Penghitungan ekonomi
mengenai kerugian akibat campylobacteriosis dilakukan dengan mengalikan
selisih antara FCR kontrol (-) dan FCR perlakuan lainnya dengan harga pakan.

 
 

17
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak
Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus
disajikan dalam Tabel 2 dan Gambar 3.
Tabel 2 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus
Hari
ke-

Rataan bobot badan (gram)
Pakan
(gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin Kontrol
positif

Kontrol
negatif

10

47

228.09

304.12

228.09

276.47

262.65

241.91

235.00

11

52

297.14

337.26

297.14

337.26

344.69

270.40

326.86

12

57

300.83

332.50

335.67

364.17

351.50

364.17

400.58

13

62

368.65

385.41

372.00

351.89

385.41

435.68

469.19

14

66

347.37

451.58

434.21

486.32

451.58

451.58

547.11

15

70

407.44

502.56

484.62

556.41

516.92

439.74

642.56

16

75

468.75

562.50

562.50

633.75

590.63

468.75

712.50

17

79

520.24

616.59

626.22

693.66

674.39

539.51

761.10

18

84

670.00

680.00

716.00

750.00

760.00

540.00

820.00

19

89

724.42

755.47

765.81

803.07

848.60

620.93

883.79

1000
900
Bobot badan (gram)

800
kontrol+

700

kontrol -

600

siprofloksasin

500

tetrasiklin

400

kloramfenikol

300

eritromisin

200

amoksilin

100
0
Hari ke- 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

Gambar 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus.

 
 

18
 

Secara deskriptif terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot
badan ayam kelompok kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki
nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya
mencapai ± 200 gram. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat
mempengaruhi bobot badan. Kelompok kontrol (+) memiliki bobot badan yang
lebih rendah dibandingkan dengan semua kelompok yang diberi antibiotik. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan pengobatan, bobot badan ayam yang diinfeksi
C. jejuni dapat meningkat.
Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa kelompok ayam yang
diobati amoksilin memiliki rataan bobot badan yang paling tinggi diantara
kelompok pengobatan lainnya tetapi masih lebih rendah dibandingkan kelompok
kontrol (-), sedangkan kelompok ayam yang diobati siprofloksasin memiliki
rataan bobot badan yang paling rendah diantara kelompok pengobatan lainnya
tetapi masih lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (+). Hal ini
menunjukkan bahwa amoksilin efektif dalam pengobatan pada kejadian
campylobacteriosis, sedangkan pengobatan menggunakan siprofloksasin pada
infeksi C. jejuni kurang efektif dibandingkan menggunakan antibiotik lainnya.
Menurut Neal (2005), amoksilin mudah berdifusi ke dalam bakteri Gram
negatif dan pemberian secara per oral dapat mudah diabsorpsi. Menurut Tjaniadi
et al. (2003), C. jejuni memperlihatkan peningkatan frekuensi resistensi terhadap
septriakson, norfloksasin, dan siprofloksasin.
Rataan bobot badan ayam sebelum diberi antibiotik (hari ke 10-13) pada
semua kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus mengalami
peningkatan yang lebih lambat (grafik terlihat landai). Setelah diberi pengobatan,
rataan bobot badan badan ayam terlihat mengalami peningkatan yang lebih cepat
(grafik terlihat lebih curam). Namun umumnya kelompok ayam yang diberi
perlakuan memiliki bobot badan lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam
yang tidak diinfeksi C. jejuni (kontrol negatif).
Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi bobot hidup
ayam adalah konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama
pemeliharaan, dan aktivitas. Selain itu, kesehatan pencernaan ayam juga
berpengaruh terhadap bobot badan. Gangguan saluran pencernaan dapat
 
 

19
 

mempengaruhi proses pencernaan, penyerapan, atau pun metabolisme pakan.
Menurut Lesmana (2003) yang diacu dalam Fauzi (2012), C. jejuni merupakan
salah satu bakteri penyebab gastroenteritis, sehingga dapat menyebabkan proses
penyerapan pakan terganggu.
Infeksi C. jejuni pada usus menimbulkan perubahan mikroskopik berupa
edema, pendarahan, dan infiltrasi sel radang (Pisestyani 2010). Hal tersebut akan
berpengaruh terhadap fungsi usus untuk menyerap nutrisi dengan baik, sehingga
pertumbuhan tidak optimal dan bobot badan yang dicapai juga akan rendah.
Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi isolat C. jejuni asal Demak
disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 4.

Tabel 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak
Hari Pakan
ke- (gram)

Rataan bobot badan (gram)
Siprofloksasin Tetrasiklin

Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin

Kontrol
positif

Kontrol
negatif

10

47

226.7

248.8

261.3

266.8

194.9

225.3

235.0

11

52

301.6

300.1

285.3

286.7

270.4

282.3

326.9

12

57

337.3

327.8

343.6

343.6

296.1

340.4

400.6

13

62

368.6

356.9

413.9

418.9

313.4

363.6

469.2

14

66

491.5

376.9

434.2

486.3

430.7

429.0

547.1

15

70

497.2

497.2

479.2

502.6

430.8

515.1

642.6

16

75

558.8

556.9

530.6

562.5

455.6

562.5

712.5

17

79

572.3

610.8

610.8

622.4

558.8

616.6

761.1

18

84

794.0

600.0

794.0

734.0

660.0

726.0

820.0

19

89

792.7

724.4

724.4

827.9

759.6

759.6

883.8

 
 

20
 

1000
900
Bobot badan (gram)

800
kontrol+

700

kontrol-

600

siprofloksasin

500

tetrasiklin

400

kloramfenikol

300

eritromisin

200

amoksilin

100
0
Hari ke- 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

Gambar 4 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak.
Berdasarkan penilaian secara deskriptif terhadap Tabel 3 dan Gambar 4
terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot badan ayam kelompok
kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya mencapai ± 150 gram. Hal
ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan. Dari
penelitian ini terlihat bahwa kelompok kontrol (+) memiliki rataan bobot badan
yang hampir sama dengan kelompok ayam yang diobati.
Kelompok perlakuan pada ayam yang diobati eritromisin memiliki rataan
bobot badan yang paling tinggi, sedangkan pada ayam yang diobati tetrasiklin dan
kloramfenikol memiliki rataan bobot badan yang paling rendah. Berdasarkan hasil
yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 4, infeksi C. jejuni dapat
mengakibatkan bobot badan menjadi tidak optimal. Kelompok kontrol (+)
memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan kelompok yang diberikan
pengobatan karena kemungkinan kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal
Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih baik, sehingga ayam dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan tanpa adanya pengobatan (self limiting
disease). Menurut Joens (2004), masa inkubasi dari C. jejuni adalah 24 sampai
dengan 72 jam, tetapi dapat sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (self
limiting disease).
 
 

21
 

Eritromisin merupakan obat pilihan pertama pada infek