Analisis Aliran Permukaan Dan Erosi Das Bila, Sulawesi Selatan

ANALISIS ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI DAS BILA
SULAWESI SELATAN

IKRIMA STADDAL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Aliran
Permukaan dan Erosi DAS Bila Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015


Ikrima Staddal
NRP A155110011

RINGKASAN
IKRIMA STADDAL. Analisis Aliran Permukaan dan Erosi DAS Bila, Sulawesi
Selatan. Dibimbing oleh OTENG HARIDJAJA dan YAYAT HIDAYAT
Masalah utama kerusakan sumber daya lahan di daerah aliran sungai
disebabkan oleh erosi. Erosi menyebabkan kerusakan tanah yang meliputi sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Penggunaan lahan yang tidak menerapkan kaidahkaidah konservasi membuat proses erosi semakin cepat terjadi dan diikuti hasil
sedimentasi yang ikut meningkat. Erosi yang besar pada lahan pertanaian di suatu
DAS akan terbawa oleh aliran permukaan ke sungai dan akan menimbulkan
masalah yang sangat merugikan.
Dalam sistem analisis seperti DAS yang sangat rumit diperlukan suatu alat
bantu berupa model yang dapat meyederhanakan sistem dengan
mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dalam masalah tersebut. Model
yang digunakan adalah model AnnAGNPS dan model SWAT. Model
AnnAGNPS (Annualized Agricultural Non Point Source Pollution) adalah model
kontinyu yang dapat memprediksi erosi lahan dan erosi skala DAS. Model
AnnAGNPS biasanya digunakan untuk membandingkan dampak dari berbagai

penggunaan lahan. SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model
kejadian kontinyu skala DAS yang beroperasi secara harian dan dirancang untuk
memprediksi dampak pengelolaan terhadap air, sedimen, dan bahan kimia dari
pertanian.
Tujuan penelitian yaitu (1) memprediksi aliran permukaan dan erosi DAS
Bila, dan (2) menentukan pengelolaan lahan optimal untuk mengurangi laju erosi
DAS Bila dan jumlah sedimen yang masuk ke Danau Tempe. Metode penelitian
yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data primer dan sekunder, mengolah
data input, penggunaan model, kalibrasi, validasi dan aplikasi model untuk
menentukan pengelolaan lahan optimal.
Deliniasi batas DAS menggunakan model AnnAGNPS tidak terbentuk
secara sempurna dikarenakan (1) Model AnnAGNPS kurang akurat dalam
memprediksi jaringan sungai pada topografi yang relatif datar (2) Pengembangan
interface model AnnAGNPS dengan ArcView belum dalam bentuk extention
melainkan template, sehingga integrasi data spasial masih lemah. Deliniasi batas
DAS menggunakan model SWAT tidak menggambarkan batasan DAS dilapang,
sehingga model AnnAGNPS digantikan dengan model SWAT. Pengolahan data
DEM menggunakan model SWAT menghasilkan 23 sub DAS dengan jumlah
HRU 378.
Kalibrasi parameter input model yang digunakan di DAS Bila adalah

kurva aliran permukaan (CN_2), faktor evaporasi tanah (ESCO), faktor tanaman
(EPCO), faktor alpha aliran dasar (Alfa_BF), lama air bawah tanah (GW_Delay),
ketinggian minimum aliran dasar (GWQMN), fraksi perkolasi perairan dalam
(RCHRG_DP), nilai Manning pada saluran utama (CH_N2), nilai hantaran
hidrolik pada saluran utama (CH_K2) dan koefisien lag aliran permukaan
(SURLAG).
Hasil kalibrasi dari 10 parameter yang diinput, diperoleh nilai koefisien
deterministik sebesar 0.75 (good) dan NSE sebesar 0.70 (satisfactory). Hasil
validasi menunjukkan bahwa perbandingan debit observasi dan debit simulasi

menghasilkan R2 sebesar 0.86 (very good) dan NSE sebesar 0.62 (satisfactory).
Hal ini menunjukkan bahwa model SWAT dapat digunakan untuk memprediksi
aliran permukaan dan erosi di DAS Bila.
Hasil analisis aliran permukaan dan erosi DAS Bila menunjukkan bahwa
pemukiman, pertanian lahan kering, sawah sebagai faktor utama tingginya aliran
permukaan, sedangkan hutan sekunder dan pertanian lahan kering menjadi faktor
utama besarnya erosi. Kontribusi aliran permukaan dari pemukiman pada sub
DAS 15 sebesar 535 atau sebesar 55% dari total aliran permukaan, pertanian
lahan kering pada sub DAS 7 sebesar 328 mm atau sebesar 48% dari total aliran
permukaan dan sawah pada sub DAS 9 sebesar 489 mm atau 47%. Kontribusi

erosi pertanian lahan kering pada sub DAS 2 sebesar 456 ton/ha/tahun dengan
erosi yang dapat ditoleransikan hanya 22.9 ton/ha/tahun, sedangkan hutan
sekunder pada sub DAS 6 menghasilkan erosi sebesar 247 ton/ha/tahun dengan
erosi yang dapat ditoleransikan hanya 24.2 ton/ha/tahun.
Skenario pengelolaan lahan optimal berupa pengadaan reboisasi pada
lahan kritis, penerapan agroforestri pada lahan pertanian kering dengan
kemiringan >40%, penerapan teras bangku dan agroforesti pada lahan pertanian
kering dengan kemiringan 0-40%, kawasan hutan sekunder dijadikan hutan
lindung dan penerapan teras bangku pada lahan sawah, dapat mengurangi aliran
permukaan sebesar 68% dan erosi 70% .

Kata kunci : aliran permukaan, erosi, DAS Bila, model SWAT, konservasi tanah

SUMMARY
IKRIMA STADDAL. Analysis Surface Runoff and Soil Erosion of Bila
Watershed, South Sulawesi. Under supervision of OTENG HARIDJAJA and
YAYAT HIDAYAT
The main problem of land resources degradation in the watershed caused
by soil erosion. Soil erosion cause degradation of soil properties such as physical,
chemical and biological. Land utilization without application soil and water

conservation make accelerate soil erosion and sedimentation. The highest soil
erosion on agricultural land in a watershed will be carried away by surface runoff
to the river and will pose a problem that is very detrimental.
In very complex analysis systems, such watershed needed a tool in the
form of a model that can simplify the system by considering aspects related to the
matter. The model used is a AnnAGNPS and SWAT models. AnnAGNPS
(Annualized Agricultural Non-Point Source Pollution) is a continuous model that
can predict land soil erosions on watershed land scale. AnnAGNPS models
commonly can be used to compare the impact of various land uses. SWAT (Soil
and Water Assessment Tool) is a continuous scale model that operate on a daily
basis and is designed to predict the impact management of water, sediment and
chemicals from agriculture land.
The objectives of this research are: (1) to analysis surface runoff and soil
erosion of Bila watershed, (2) determine best management practices in Bila
watershed in order to reduce surface runoff and soil erosion will be enter to
Tempe lake. The research methods consist of input data collection, application of
the SWAT model, calibration of model parameters, validation and simulation of
land management and application of soil and water conservation.
Delineation of watershed boundary in AnnAGNPS model was not
completely run due to (1) AnnAGNPS model is less accurate in predicting the

river network in relatively flat topography, and (2) Development of AnnAGNPS
interface with ArcView is not able to integrate of data spasial. Delineation of
watershed boundary of AnnAGNPS model was not represent of watershed
boundary in the field, therefore AnnAGNPS model was replaced by SWAT
model. DEM processing of SWAT model produced 23 sub-basins with number of
HRU is 378.
Parameter calibration used in Bila watershed were surface runoff curve
number (CN_2), soil evaporation compensation factor (ESCO), plant uptake
compensation factor (EPCO), the baseflow alpha factor (Alfa_BF), the delay time
(GW_Delay), threshold depth of water in shallow aquifer required for return flow
to accur (GWQMN), deep aquifer percolation fraction (RCHRG_DP), Manning n
value for main channel (CH_N2), effective hydraulic conductivity in main
channel (CH_K2) and surface runoff lag coefficient (SURLAG).
Calibration results of 10 parameters, showed that coefficient deterministic
is 0.75 (good) and NSE is 0.70 (satisfactory). The validation showed that the ratio
of discharges observation simulation of R2 is 0.86 (very good) and NSE is 0.62
(satisfactory). This showed that SWAT model can be used to predict surface
runoff and soil erotion of Bila watershed.

Results of runoff and erosion analysis indicates that urban, dry land

agriculture and paddy field as the main contributes of surface runoff, secondary
forest and dry land agriculture became the main contributes of soil erosion.
Runoff contribution from urban in sub basin 15 is 535 or 55% of the total runoff,
dry land agriculture in sub basin 7 is 328 mm or 48% of the total runoff and rice
land in sub basin 9 is 489 mm or 47%. Erosion contribution from dry land
agriculture in sub basin 2 is 456 tonnes / ha / year with erosion that can be
tolerated only 22.9 tonnes / ha / year, secondary forest in sub basin 6 is 247 tons /
ha / year with erosion that can be tolerated only 24.2 tonnes / ha / year.
Based on scenario, optimally best management practices for Bila
watershed are reforestation on degraded land, agroforestry in dry land agriculture
with a slope of> 40%, terracing and agroforestry in dry land agriculture with a
slope of 0-40%, protect of secondary forest and terracing in paddy field. The
scenario respectively significantly reduce surface runoff and soil erosion by 68%
and 70%.
Keywords: Bila watershed, soil erosion, soil and water conservation, surface
runoff, SWAT model

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI DAN BILA
SULAWESI SELATAN

IKRIMA STADDAL

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Latief Mahir Rachman MSc MBA

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala Ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Karya ilmiah ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan
di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, dengan judul Analisis Aliran Permukaan dan Erosi DAS Bila,
Sulawesi Selatan.
Karya tulis ini mencakup beberapa tujuan penelitian, yakni memprediksi
aliran permukaan dan erosi serta menganalisis skenario pengelolaan lahan yang
dapat mengurangi aliran permukaan dan erosi DAS Bila. Dalam memprediksi
aliran permukaan dan erosi dilakukan dengan bantuan model SWAT yang dapat
memprediksi pada skala sub DAS. Keluaran yang dicapai dari penelitian ini
adalah penggunaan lahan pemukiman, sawah dan pertanian lahan kering pada
kemiringan 15-25% dan 25-40% memberikan kontribusi aliran permukaan paling

tinggi, sedangkan penggunaan lahan hutan sekunder dan pertanian lahan kering
pada kemiringan 0-8%, 15-25% dan 25-40% memberikan kontribusi erosi paling
besar.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada Bapak Dr. Ir. Oteng Haridjaja, MSc selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir.
Yayat Hidayat, MSc selaku anggota pembimbing atas arahan dan bimbingan yang
sangat berharga kepada penulis, juga kepada Bapak Dr Ir Surya Darma Tarigan
selaku ketua program studi, Bapak Dr. Ir. Latief Mahir Rachman MSc MBA
selaku penguji luar komisi beserta staf dosen Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, IPB dan kepada semua pihak yang telah membantu.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini menjadi sumbangsih penulis terhadap
ilmu pengetahuan dan berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Terima
kasih.

Bogor, Juli 2015

Ikrima Staddal

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Aliran Permukaan
Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi
Model AnnAGNPS
Model SWAT

6
6
6
7
7

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian

10
10
11
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
penggunaan Lahan
Topografi
Jenis Tanah
Iklim
Deliniasi DAS
Parameterisasi Model
Kalibrasi Debit Aliran Sungai
Validasi Debit Aliran Sungai
Kontribusi Aliran Permukaan
Kontribusi Erosi
Identifikasi Potensi Aliran Permukaan dan Erosi Sub DAS
Simulasi Pengelolaan Lahan

17
17
18
18
19
21
23
25
28
29
32
34
36

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

43
43
43

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

45
47

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Kelas bahaya erosi
Perbedaan model AnnAGNPS dan model SWAT
Parameter iklim pada model SWAT
Nilai tingkatan kemampuan NSE
Penggunaan lahan DAS Bila
Kemiringan lereng DAS Bila
Jenis tanah DAS Bila
Temperatur maksimum dan minimum rataan bulanan (2002-2011)
Kecepatan angin dan penyinaran matahari (2002-2011)
Pembagian sub DAS berdasarkan model SWAT
Parameter input model SWAT
Parameter sensitif terhadap debit aliran model SWAT
Aliran permukaan hasil model SWAT
Tebal aliran permukaan untuk berbagai penggunaan lahan
Nilai erosi (ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan
Simulasi skenario 1 berdasarkan RTK Jeneberang-Walanae
Simulasi skenario 2 berdasarkan kondisi aktual DAS Bila
Simulasi skenario 3 berdasarkan lahan kritis

7
9
14
16
17
18
18
20
20
23
25
27
30
31
32
37
38
38

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi penelitian
Bagan alir penelitian
Penggunaan lahan tahun 2006 dan 2011
Jenis Tanah DAS Bila
Rataan curah hujan bulanan (2002-2011) dari stasiun Bila Riase dan
Lagading
Proses pengolahan data DEM 30 meter
Sub DAS hasil model AnnAGNPS
Jaringan sungai hasil observasi dan model
Kalibrasi hidrograf aliran debit harian simulasi dan debit observasi
Kalibrasi debit harian observasi dan debit harian simulasi
Validasi hidrograf aliran debit observasi dan debit simulasi
Validasi debit harian observasi dan debit harian simulasi
Aliran permukaan sub DAS tahun 2006 dan 2011
Penggunaan lahan pada pertanian lahan kering DAS Bila
Tingkat bahaya erosi tahun 2006 dan tahun 2011

4
10
12
17
19
19
21
22
22
26
28
29
29
31
33
34

17
18
19
20

Hasil aliran permukaan pada simulasi skenario 1, 2 dan 3
Hasil erosi pada simulasi skenario lahan 1, 2 dan 3
Tingkat bahaya erosi pada kondisi aktual, skenario 1, 2 dan 3
Tinggi aliran permukaan pada kondisi aktual, skenario 1, 2 dan 3

39
40
41
42

DAFTAR LAMPIRAN
Tabel
1

Hasil aliran permukaan menggunakan model SWAT pada 23 Sub
DAS
2 Hasil erosi pada 23 Sub DAS yang terbentuk menggunakan model
SWAT
3 Tingkat bahaya aliran permukaan
4 Pendekatan nilai kapasitas menahan air (mm H2O/mm) berdasarkan
tekstur tanah
5 Pendekatan nilai konduktifitas hidrolik tanah (mm/jam) berdasarkan
tekstur tanah
6 Hasil aliran permukaan dan erosi pada simulasi skenario pengelolaan
lahan pada kondisi 1, 2 dan 3

47
48
48
50
50
51

Gambar
1
2
3

Penggunaan lahan DAS Bila: hutan primer, hutan sekunder, padang
rumput, sawah
52
DAS Bila, Danau Tempe, sub DAS Cendrana, pendangkalan di sub
DAS Bila
53
Penggunaan lahan DAS Bila: pertanian lahan kering pada kemiringan
15-25%, pertanian lahan kering pada kemiringan 8-15%
54

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya
terjadi interaksi antara unsur-unsur biotik dan unsur-unsur abiotik. Interaksi ini
dinyatakan dalam bentuk keseimbangan masukan dan keluaran berupa air dan
sedimen. Di dalam DAS ada dua proses alami yang sangat penting yaitu aliran
permukaan dan erosi. Erosi yang terjadi secara alami tanpa ada aktivitas manusia
di dalamnya mempunyai dampak resiko yang lebih kecil dibandingkan erosi yang
terjadi karena aktivitas manusia (Asdak 2007).
Masalah utama kerusakan sumber daya lahan di daerah aliran sungai
disebabkan oleh erosi. Terjadinya erosi menyebabkankerusakan tanah yang
meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penggunaan lahan yang tidak
menerapkan kaidah-kaidah konservasi membuat proses erosi semakin cepat terjadi
dan diikuti hasil sedimentasi yang ikut meningkat. Erosi yang besar pada lahan
pertanaian di suatu DAS akan terbawa oleh aliran permukaan ke sungai dan akan
menimbulkan masalah yang sangat merugikan.
Dalam analisis sistem seperti DAS yang sangat rumit diperlukan suatu alat
bantu berupa model yang dapat meyederhanakan sistem dengan
mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dalam masalah tersebut. Modelmodel hidrologi DAS menggambarkan interaksi antar variabel-variabel di dalam
konteks DAS. Model simulasi telah banyak digunakan untuk memprediksi erosi
skala DAS baik model terdistribusi maupun model lamp. Model-model yang
dikenal antara lain HEC-1 (Flood Hydrograph Package), HYMO (Hydrologic
Model Computer Languange), AnnAGNPS (Annualized Agricultural Non Point
Source Pollution), SWM-IV (Standford Watershed Model IV), CREAM
(Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management) dan SWAT (Soil
Water Assessment Tools). Dalam penggunaannya, paket model tersebut harus
dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapai karena masing-masing paket
model simulasi mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam keluarannya.
Dari segi spasial, sumber polusi dapat dibagi dua yaitu sumber titik polusi
(point source pollution) dan bukan sumber titik polusi (non-point source
pollution). Model Annualized Agricultural Non Point Source Pollution
(AnnAGNPS) adalah model kontinyu yang dapat memprediksi erosi lahan dan
erosi skala DAS. Model AnnAGNPS dapat juga digunakan untuk
membandingkan dampak dari berbagai penggunaan lahan. Model AnnAGNPS
adalah model revisi dari model AGNPS. Model AnnAGNPS memiliki lebih
banyak keunggulan dari pada model AGNPS, antara lain model AnnAGNPS
merupakan model kontinyu sedangkan AGNPS model single dan model
AnnAGNPS dapat digunakan pada DAS dengan skala yang besar (300.000 Ha).
Model AGNPS sebelumnya telah banyak diaplikasikan di beberapa negara
termasuk beberapa DAS di Indonesia melalui beberapa penelitian, di antaranya :
Rahayu pada Tahun 2002 di DAS Kelara Sulawesi Selatan, Nugroho (2000) di
DAS Dumpul, Muhlis (1999) yang mengintegrasikan model AGNPS dengan SIG
dan Salmawati (2004) di DAS Cilalawi. Model AnnAGNPS telah berhasil
digunakan dalam memprediksi aliran permukaan, sedimentasi dan juga berbagai

2

alternatif penggunaan lahan yang efisien di Amerika Serikat, Cekoslowakia,
Nepal, Australia, Malaysia dan India. Yuan et al (2001) menggunakan model
AnnAGNPS pada DAS Delta Mississippi dan mendapatkan korelasi determenistik
yang baik antara aliran permukaan dan hasil sedimen yaitu 0.70. Shamshad et al
(2008) menggunakan model AnnAGNPS di Malaysia untuk memprediksi aliran
permukaan, koefisien deterministik yang didapatka sebesar 0.90 dan NSE sebesar
0.70. Model AnnAGNPS paling banyak diaplikasikan di negara India sebanyak 21
peneltian, disusul oleh Malaysia sebanyak 20 penelitian, Nepal 19 penelitian,
Cekoslowakia 18 penelitian, Amerika Serikat 17 penelitian dan Australia 2
penelitian (Lizhong et al, 2012). Di Indonesia penggunaan model ini belum
penulis temukan, karena itu salah satu tujuan dari penelitian ini yaitu
mengaplikasikan model AnnAGNPS di Indonesia. Model ini dikembangkan di
Amerika Serikat sehingga untuk mengaplikasikan dengan kondisi di Indonesia
perlu dilakukan evaluasi model untuk melihat kemampuan dan kelemahan model
berdasarkan data yang tersedia di Indonesia.
SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model kejadian
kontinyu skala DAS yang beroperasi secara harian dan dirancang untuk
memprediksi dampak pengelolaan terhadap air, sedimen, dan bahan kimia dari
pertanian. Model SWAT berbasis fisik, efisien secara komputerisasi, dan mampu
membuat simulasi untuk jangka waktu yang panjang. Keluaran dari SWAT adalah
berupa informasi-informasi mengenai respon hidrologi di DAS, sub-DAS, dan
sungai utama. Aplikasi model SWAT telah banyak diterapkan pada DAS-DAS di
Indonesia, diantaranya adalah Ifah Latifah pada tahun 2013 menggunakan model
SWAT untuk analisis ketersediaan air, sedimentasi, dan karbon di hulu Das
Jeneberang Sulawesi selatan, analisis respon hidrologi di Sub DAS Lengkong
oleh Gunadi Firdaus pada tahun 2014. Edi Junaidi tahun 2009 menggunakan
model SWAT untuk mengkaji alternatif dalam perencanaan pengelolaan DAS
Cisadane dan Nana Mulyana tahun 2012 mengaplikasikan SWAT untuk
menganalisis luas tutupan hutan terhadap ketersediaan green water dan blue water
di sub DAS Gumbasa dan sub DAS Cisadane hulu.
DAS yang dipilih pada penelitian ini adalah DAS Bila yang terletak di
Sulawesi Selatan. DAS Bila ditetapkan sebagai DAS prioritas, bahkan termasuk
salah satu diantara 22 DAS super prioritas (Arsyad 2010). DAS Bila mempunyai
luas mencapai 170.727 ha, yang meliputi tiga kabupaten yaitu Enrekang,
Sidenrang Rappang dan Wajo. Bagian hulu DAS Bila terdapat di Kabupaten
Enrekang sedangkan bagian hilir berada di Danau Tempe Kabupaten Wajo.
Sebagai DAS prioritas, hasil pendugaan erosi oleh Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Jeneberang-Walanae tahun 2003, menunjukkan
bahwa rata-rata erosi di DAS Bila mencapai 48,16 ton/ha/tahun sedangkan yang
dapat ditoleransikan hanya 12 ton/ha/tahun. Hal ini merupakan salah satu
permasalahan yang harus segera ditangani di DAS Bila

Perumusan Masalah
Merupakan fenomena sosial yang umum dihampir semua DAS, bahwa
peningkatan jumlah penduduk mendorong masyarakat untuk membuka dan
mengusahakan lahan secara ekstensif ke arah hulu. Pengusahaan lahan yang

3

dibuka di bagian hulu menyebabkan kerusakan lahan dan erosi yang semakin
meningkat. Berdasarkan data BP-DAS Jeneberang-Walanae (2003) hampir 60%
penduduk DAS Bila bermatapencaharian sebagai petani sehingga ketergantungan
akan lahan-lahan pertanian sangat tinggi. Perubahan penggunaan lahan di DAS
Bila periode 2003-2006 meliputi hutan primer berkurang dari 38.5% menjadi
9.5%, hutan sekunder dari 11.9% meningkat menjadi 15.3% dan pemukiman dari
0.8% meningkat menjadi 1.7% (Nuddin 2007; BPDAS 2006). Perubahan
penggunaan lahan tersebut dapat menyebabkan kondisi hidrologi DAS Bila
semakin menurun dan semakin meningkatkan sedimentasi di Danau Tempe.
DAS Bila termasuk dalam DAS kritis prioritas 1 (DEPHUT 1998) dengan
peningkatan luas lahan kritis yang terus bertambah. Erosi dapat dijadikan salah
satu parameter kekritisan lahan, hasil pendugaan erosi oleh BPDAS JeneberangWalanae Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata erosi di DAS Bila mencapai
48,16 ton/ha/tahun sedangkan yang dapat ditoleransikan hanya 12 ton/ha/tahun.
Bagian hilir DAS Bila terdapat Danau Tempe yang tiap tahunnya mengalami
pendangkalan. Danau Tempe terbagi menjadi tiga danau alam yaitu Danau
Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya. Terdapat akumulasi sedimentasi
secara terus menerus sehingga danau-danau ini semakin dangkal dari tahun ke
tahun. Pada musim hujan, luas danau mencapai 30.000 ha sedangkan musim
kemarau areal danau menyempit menjadi 1000 ha. Tingkat sedimentasi di Danau
Tempe diperkirakan mencapai 3–4 cm/tahun (Nurkin 1994).
Banjir yang terjadi tiap tahunnya di bagian hilir DAS Bila (Danau Tempe)
memperlihatkan bahwa, nilai koefisien aliran permukaan (C) DAS Bila besar.
Hasil analisis pada periode 2002-2011 memperlihatkan nilai koefisien aliran
permukaan yang semakin tahun semakin besar. Rataan nilai C pada periode 20022006 sebesar 0.56 kemudian meningkat menjadi 0.72 pada periode 2007-2011.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam periode lima tahun (2007-2011) air hujan yang
turun di DAS Bila, 72% menjadi aliran permukaan.
Perencanaan pengendalian erosi di DAS Bila sudah pernah dilakukan,
pengendalian berupa pengelolaan lahan kritis dengan menyusun Rencana Teknik
Lapang-Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL-RLKT) yang meliputi
lahan seluas 31.449,50 ha yang selanjutnya dikembangkan menjadi 61.792 ha
pada tahun 1988. Upaya ini tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan,
luas lahan kritis semakin bertambah dari 61.729 ha Tahun 1988 menjadi 86.877
ha pada Tahun 2002 (BPDAS Jeneberang-Walanae 2004 dalam Nuddin 2007).

Kerangka Pemikiran
Analisis pertama dilakukan keadaan biofisik DAS Bila dan analisis pada
karakteristik dan input model. Analisis kedua berupa simulasi skenario
berdasarkan RTK, kondisi eksisting penggunaan lahan DAS Bila dan berdasarkan
lahan kritis. Analisis kondisi biofisik DAS berupa kondisi erosi dan aliran
permukaan, sedangkan analisis pada model berupa input masukan seperti data
penggunaan lahan, data DEM, data tanah, data iklim, data debit dan data
menejemen tanaman. Data tanah dan penggunaan lahan dianalisis untuk
mendapatkan karakteristik tanah dan penggunaan lahannya, data iklim untuk
analisis keadaan hidrologi DAS Bila, data manajemen tanaman dianalisis untuk

4

mengetahui sisstem pengelolaan tanah dan tanaman dan data DEM dianalisis
untuk mendeliniasi DAS menjadi sub DAS. Deliniasi pada model AnnAGNPS
mengalami kendala sehingga sub DAS tidak terbentuk secara sempurna. Kendala
model AnnAGNPS ini selanjutnya digantikan dengan model SWAT. Rangkaian
ilustrasi kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

-

Analisis I
Keadaan biofisisk DAS
Bila
Penggunaan Model

Analisis II
Simulasi Skenario berdasarkan
RKLH BPDAS, kondisi penggunaan
lahan aktual dan lahan kritis

-Penggunaan lahan
-Data DEM
-Data tanah
-Data Iklim
-Data debit
-Data managemen
tanaman

-lahan-lahan kritis dan lahan
rehabilitasi
-penerapan teknik
konservasi tanah dan air

Pembuatan
stream
dan
outlet
pada
AnnAGNPS (error),
digantikan
menjadi
model SWAT

-Deliniasi DAS
-Karakteristik tanah
-Karakteristik
Penggunaan lahan
-Analisis hidrologi
-Sistem pengelolaan
tanaman dan tanah

Pembangkitan data
masukan dengan analisis
SWAT

Aliran permukaan dan
erosi

ya

tidak

R2

Skenario penggunaan lahan
dengan penerapan konservasi
tanah dan air

DAS BILA LESTARI

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

5

Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang serta masalah yang ada, maka penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Memprediksi aliran permukaan dan erosi DAS Bila.
2. Menentukan pengelolaan lahan optimal untuk mengurangi laju erosi DAS
Bila dan jumlah sedimen yang masuk ke Danau Tempe.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pemangku
kepentingan dalam merencanakan pengelolaan DAS dan memberikan masukan
dalam menentukan pengelolaan lahan terbaik sehingga DAS Bila menjadi lestari.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
DAS merupakan satu kesatuan wilayah berupa sistem lahan dengan
tutupan vegetasi, dibatasi oleh batas-batas topografi alami seperti punggungpunggung bukit yang menerima curah hujan sebagai masukan, mengumpulkan
dan menyimpan air, sedimen dan unsur hara lainnya serta mengalirkan melalui
anak-anak sungai untuk akhirnya keluar melalui melalui suatu sungai utama ke
laut atau danau. Secara makro, DAS terdiri dari unsur: biotik (flora dan
fauna), abiotik (tanah, air, dan iklim) dan manusia, dimana ketiganya saling
berinteraksi dan saling ketergantungan membentuk sistem hidrologi (Haridjaja
2000).
Aliran Permukaan
Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Aliran permukaan
berlangsung ketika jumlah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah
(Asdak 2007).
Haridjaja (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah dan laju aliran permukaan pada dasarnya dibagi menjadi dua hal
yaitu iklim yang meliputi tipe hujan, intensitas hujan, lama hujan, distribusi
hujan, temperatur, angin, dan kelembaban. Serta kondisi atau sifat DAS yang
meliputi: kadar air tanah awal, ukuran dan bentuk DAS, elevasi dan
topografi, vegetasi yang tumbuh, geologi dan tanah.
Aliran permukaan merupakan faktor hidrologi terbesar yang dapat
menyumbang debit pada saat terjadi banjir. Volume aliran permukaan dalam
jumlah besar dan terus-menerus dapat mengakibatkan erosi yang mengangkut
partikel-partikel tanah dan mendeposisikan pada badan-badan air seperti sungai,
danau, waduk dan sebagainya. Makin besar jumlah sedimen yang terbawa oleh
aliran menunjukkan kondisi DAS yang tidak sehat (Yustika 2013).
Erosi
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lainnya oleh media alami. Secara
alamiah permukaan bumi akan selalu mengalami proses erosi, dimana di suatu
tempat terjadi proses pengikisan sedangkan di tempat yang lain terjadi
penimbunan. Peristiwa alamiah ini dapat berlangsung sangat lambat dan tanpa
adanya campur tangan manusia proses ini mampu membentuk suatu
keseimbangan dinamis. Arsyad (2010) menjelaskan bahwa proses erosi yang
disebabkan oleh air merupakan kombinasi dari dua sub proses yang berbeda, yaitu
(1) penghancuran struktur tanah menjadi butir – butir primer oleh energi tumbuk
butiran hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang dan
penggangkutan butir-butir tanah oleh percikan hujan, dan (2) penghancuran
struktur tanah yang diikuti oleh pengangkutan butir- butir tanah oleh air yang
mengalir di permukaan tanah.
Tanah yang tererosi secara terus menerus akan merusak sifat tanah berupa
pengurangan bahan organik, permeabilitas tanah menjadi lambat dan tanah
menjadi mudah jenuh. Beratnya tanah yang tererosi dapat ditentukan dengan

7

pendekatan tingkat bahaya erosi, yaitu kehilangan tanah maksimum dibandingkan
dengan tebal solum tanah pada setiap unit lahan, bila teknik pengelolaan tanaman
dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan.
Tabel 1 Kelas bahaya erosi
Kelas Erosi
III
IV
V
Kedalaman tanah (cm)
-1
Erosi (ton ha )
480
Dalam (>90)
0-SR
I-R
II-S
III-B
IV-SB
Sedang (60-90)
I-R
II-S
III-B
IV-SB
IV-SB
Dangkal (30-60)
II-S
III-B
IV-SB
IV-SB
IV-SB
Sangat dangkal (0.65). Skenario pengelolaan lahan dilakukan untuk mendapatkan penggunaan
lahan optimum yang akan mengurangi laju aliran permukaan dan erosi DAS Bila.
Tahapan penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

12

Mulai
Pengumpulan Data

Data DEM

Peta penggunaan
lahan

- arah dan akumulasi
aliran
- jaringan sungai
- Sub DAS
- outlet

Peta tanah

Data iklim

Karakteristik
penggunaan lahan dan
karakteristik tanah

Analisis
hidrologi DAS

Model SWAT mengolah
data DEM dalam
watershed deliniation

Model AnnAGNPS
mengolah data DEM
dalam TOPAZ
Hasil Sub DAS tidak
terbentuk sempurna

Hasil Sub DAS pada
model SWAT
terbentuk

Input Editor

Pembentukan HRU

Pengolahan data GEM

Data curah hujan

Pengolahan data WGN
RUN model SWAT

RUN model AnnAGNPS

Kalibrasi
ya

Tidak

R2

Skenario Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan Optimum

Gambar 3. Bagan alir penelitian

13

Pengolahan Data Model
Pengolahan Data Topografi
Data DEM (Digital Elevasi Model) merupakan data yang dihasilkan dari
ASTER. Pengolahan data ASTER menjadi DEM dilakukan dengan bantuan
Global Mapper. Data ASTER dengan format file ASC diekspor menjadi format
elevasi grid (eksport elevation grid format), selanjutnya menentukan unit dari
DEM yang telah terbentuk dengan satuan unit meter. DEM yang telah terbentuk
dengan DAS Bila digunakan sebagai input model. Penyeragaman semua proyeksi
peta perlu dilakukan agar data bisa dioverlay dan dianalisis. Sistem UTM yang
digunakan yaitu datum WGS 84 dengan zona wilayah Sulawesi Selatan 50S.
Deliniasi DAS Model AnnAGNPS
Deliniasi DAS merupakan tahap awal yang dilakukan. Deliniasi bertujuan
untuk memisahkan atau memberi batasan daerah penelitian. DEM yang telah
dipotong sesuai dengan batas DAS selanjutnya digunakan untuk mendefinisikan
arah aliran (flow direction) dan akumulasi aliran (flow accumulation). Arah aliran
merupakan arah dimana aliran akan mengalir keluar dari suatu sel (grid). Arah
aliran yang dihitung berdasarkan beda tinggi dari setiap sel/grid data DEM
tersebut. Akumulasi aliran dihitung sebagai akumulasi banyaknya sel yang
mengalir menuju ke setiap sel yang memiliki ketinggian paling rendah.
Setelah arah dan akumulasi aliran didapatkan, tahapan selanjutnya
menentukan jaringan sungai (stream) dan titik outlet DAS. Sistem jaringan sungai
ditentukan dari hasil akumulasi aliran. Titik outlet yang dihasilkan oleh model
selanjutnya dapat diedit sesuai dengan titik outlet di lapang.
Analisis Tanah dan Penggunaan Lahan Model AnnAGNPS
Data tanah yang dibutuhkan pada model AnAGNPS adalah kandungan
bahan organik, bobot isi tanah, kedalaman efektif, kapasitas lapang, tekstur dan
struktur tanah. Data tanah diinput dengan dua cara yaitu melalui data atribut pada
peta tanah dan cara manual melalui editor masukan (input editor).
Informasi penggunaan lahan terdiri dari pengelolaan tanah (P) dan
tanaman (C), jadwal penaman, penggunaan pupuk, dan persentasi tutupan
vegetasi. Data penggunaan lahan di input melalui peta penggunaan lahan dan
editor masukan.
Data Iklim Model AnnAGNPS
Data iklim yang dibutuhkan berupa data harian curah hujan, suhu
maksimum dan minimum, radiasi matahari, kecepatan angin dan kelembaban
udara. Data iklim diolah di GEM (Generation of weather elements for multiple
application) yang berbasis DOS. GEM terbagi dua yaitu preGEM dan agGEM.
PreGEM digunakan untuk membangun data berupa suhu maksimum dan
minimum, curah hujan, kecepatan angin, dan radiasi matahari dengan format

14

excel. Data iklim yang telah dibangun dalam preGEM (preGEM_xls) selanjutkan
akan diolah di agGEM dan diinput ke dalam input editor.
Deliniasi DAS Model SWAT
Proses deliniasi DAS menggunakan model SWAT dilakukan secara
otomatis. Setelah titik outlet ditentukan, model SWAT akan membatasi daerah
penelitian dengan membaginya kedalam beberapa sub DAS atau subbasin.
Terbentuknya subbasin berdasarkan jaringan sungai yang dibentuk pada proses
akumulasi aliran. Semakin detil DEM yang digunakan, semakin banyak subbasin
yang akan terbentuk.
Pengolahan Data Iklim
Data iklim yang dibutuhkan berupa data harian curah hujan, suhu
maksimum dan minimum, radiasi matahari dan kecepatan angin. Data curah hujan
dan debit selama 10 tahun (2002-2011) diperoleh dari Balai Besar JeneberangPompengan Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Selatan. Basis data WGN
membutuhkan 14 parameter.
Tabel 3. Parameter iklim pada model SWAT
No Parameter
Keterangan
1 TMPMX
Suhu rata-rata harian maksimum dalam sebulan (oC)
2 TMPMN
Suhu rata-rata harian minimum dalam sebulan (oC)
3 TMPSTDMX
Standar deviasi suhu maksimum harian dalam sebulan (oC)
4 TMPSTDMN
Standar deviasi suhu minimum harian dalam sebulan (oC)
5 PCPMM
Curah hujan rata-rata (mmH2O)
6 PCPSTD
Standar deviasi curah hujan harian dalam sebulan
7 PCPSKW
Koefisien Skew untuk curah hujan harian dalam sebulan
8 PR_W1
Perbandingan hari basah ke hari kering dalam sebulan
9 PR_W2
Perbandingan hari basah ke hari basah dalam sebulan
10 PCPD
Curah hujan rata-rata harian selama n tahun (mm/H2O)
11 RAINHHMAX Curah hujan maksimum 0.5 jam (mmH2O)
12 SOLARAV
Lama penyinaran matahari rata-rata dalam sebulan
13 DEWPT
Titik embun rata-rata harian dalam sebulan (oC)
14 WNDAV
Kecepatan angin rata-rata harian dalam sebulan (m/detik)
Analisis Hydrological Respon Unit (HRU)
HRU merupakan analisis hidrologi yang didapatkan dengan cara
menggabungkan karakteristik tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng.
Hasil tumpang susun peta tanah dan penggunaan lahan akan memberikan
informasi berupa data atribut yang terdapat pada tiap peta.
HRU definition adalah proses mendefinisikan HRU menggunakan ambang
batas pada jenis tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lahan. Ambang batas
yang digunakan yaitu 10% sehingga penggunaan lahan, tanah dan kemiringan
lereng yang mempunyai luasan kurang dari 10% dari total luasan sub DAS akan
dihilangkan dan digeneralkan kepada HRU yang mempunyai luasan lebih besar.

15

Run SWAT
Run SWAT merupakan tahapan terakhir, setelah tahapan HRU dan iklim
didapatkan selanjutnya menjalankan model (Run SWAT). Pengaturan tanggal dan
distribusi hujan perlu dipilih sebelum menjalankan model. Hasil keluaran model
berupa file dengan format TXT dan Microsoft Access. Analisis model pada
masing masing sub DAS, Reach dan HRU dapat dilihat menggunakan SWAT Plot
dan Graphic.
Kalibrasi dan Validasi
Simulasi hidrologi dalam suatu DAS hanya dapat diterima apabila telah
dilakukan validasi dan kalibrasi secara statistik. Data debit digunakan untuk
melakukan kalibrasi model. validasi dan kalibrasi dinilai dengan regresi nilai
determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe model Efficiency (NSE). Nilai R2
menggambarkan hubungan seberapa jauh antara hasil simulasi dan hasil
pengamatan yang nilainya antara 0-1.
Metode Nash digunakan untuk melihat sebaran normal yang menentukan
jarak perbedaan antara pengukuran dan simulasi. NSE mengindikasikan seberapa
dekat hasil pengukuran terhadap data simulasi atau mendekati garis 1:1.
Persamaan analisis koefisien deterministik (R2) dan NSE adalah

(1)

Yang mana x adalah data pengukuran bulanan, y data prediksi bulanan dan n
adalah banyaknya data. Nilai >0.65 secara umum menunjukkan hasil perdiksi
dapat diterima (satisfactory) dan nilai 0.5

16

Tabel 4 Nilai tingkatan kemampuan NSE
Tingkat Kemampuan
NSE
Sangat baik
0.75 < NSE ≤ 1.00
Baik
0.65 < NSE ≤ 0.75
Memuaskan
0.50 < NSE ≤ 0.65
Kurang memuaskan
NSE ≤ 0.5
Sumber : Moriasi et al. 2007
Simulasi Pengelolaan Lahan
Simulasi lahan adalah simulasi yang dilakukan dengan berbagai skenario
yang diterapkan berdasarkan teknik konservasi tanah dan air. Simulasi bertujuan
untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi DAS Bila. Skenario 1 berdasarkan
RTK BPDAS Jeneberang-Walanae yaitu skenario kegiatan vegetatif dan skenario
kegiatan sipil. Skenario kegiatan vegetatif berupa Agroforesty dan reboisasi,
sedangkan kegiatan sipil berupa pengadaan gully plug dan bendungan pengendali.
Skenario 2 dilakukan dengan pengelolaan tanaman berupa pola tanam
tumpang gilir, pola tanam berurutan, hutan alam dan hutan produksi tebang pilih.
Sedangkan, pengelolaan tanah berupa kegiatan kontur, penanaman strip dan teras.
Skenario ini dilakukan sesuai dengan penggunaan lahan aktual di DAS Bila
Skenario 3 dilakukan dengan mereboisasi lahan kritis, penerapan
agroforestri pada pertanian lahan kering >40%, teras bangku dan agroforestri
pada pertanian lahan kering dengan kemiringan 0-40%, agroforestri pada semak
belukar, terasing dan tanaman penyangga pada sawah dan hutan sekunder
dijadikan hutan lindung

17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan DAS Bila terdiri dari 1) hutan primer, 2) hutan
sekunder dengan jenis tanaman tahunan, 3) pertanian lahan kering yang
didominasi tanaman jagung, pisang, papaya dan kopi, 4) semak belukar yang
didominasi taman perdu, 5) padang rumput yang terawat, 6) sawah 7) Pemukiman
berupa rumah-rumah penduduk yang sederhana dengan jarak yang tidak rapat, 9)
semak belukar rawa (Tabel 5 dan Gambar 4).
Tabel 5 Penggunaan lahan DAS Bila
Penggunaan Lahan
Pertanian lahan kering
Sawah
Hutan primer
Hutan sekunder
Pemukiman
Padang rumput
Belukar rawa
Semak belukar
Luas

Tahun 2006
Luas (ha)
%
62 029
39.9
24 397
15.7
15 872
10.2
24 513
15.1
2 890
1.8
3 196
2.1
1 372
0.9
21 662
13.9
155 288
100

Tahun 2011
Luas (ha)
%
62 764
40.4
25 171
16.2
3 033
2.0
37 159
23.8
2890
1.8
3 250
2.1
1 270
0.8
20 374
13.1
155 288
100

Gambar 4 Penggunaan lahan tahun 2006 dan 2011

Perubahan
Luas (ha)
%
735
0.5
774
0.5
-12 839
-8.3
12 646
8.1
0
0.0
54
0.0
-102
-0.1
-1 288
-0.8

18

Pertanian lahan kering merupakan penggunaan lahan terbesar di DAS Bila
dengan luas lahan 62.972 ha atau 40.4% dari total luas DAS. Hutan sekunder
menjadi penggunaan lahan kedua dengan persentasi 15.1% pada tahun 2006 dan
bertambah menjadi 23.8% pada tahun 2011 (Tabel 5). Pertambahan hutan
sekunder dikarenakan adanya konversi dari hutan primer menjadi hutan sekunder
sebesar 8.1%, pertanian lahan kering dan sawah sebesar 0.5%. Perubahan
penggunaan lahan secara spasial disajikan pada Gambar 4.
Topografi
Topografi terdiri dari 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40%. Lokasi
penelitian memiliki topografi bergunung dan berbukit hingga bergunung curam
pada bagian hulu, berombak hingga bergelombang pada bagian tengah dan datar
pada bagian hilir.
Topografi DAS Bila didominasi oleh datar sebesar 26.25%, bergunungan
curam sebesar 25.34% dan berombak sebesar 18.29% (Tabel 6).
Tabel 6 Kemiringan lereng DAS Bila
Definisi
Lereng (%)
Datar
0-8
Berombak
8-15
Bergelombang
15-25
Bergunung dan berbukit
25-40
Bergunung curam
>40

Luasan (ha)
40 809
28 434
21 331
25 499
39 394

%
26.25
18.29
13.72
16.40
25.34

Jenis Tanah
Jenis tanah DAS Bila didapatkan berdasarkan peta tanah skala 1:250.000
Terdapat 6 jenis tanah yaitu Dystropepts, Eutropepts, Paleudults, Tropaquepts,
Tropudalfs dan Tropudults. Tanah DAS Bila didominasi tanah Dystropepts
sebesar 43.2%, diikuti Paleudults sebesar 20.9% dan Tropaquepts sebesar 20.4
(Tab