PE Penerapan Konsep Kampus Ramah Lingkungan (Green Campus) Dalam Tinjauan Deep Ecology Di Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta.

PE
ENERAPAN
N KONSEP
P KAMPUS
S RAMAH
H LINGKUN
NGAN (GR
REEN CAM
MPUS)
DALAM TINJAUA
AN DEEP ECOLOGYD
E
DI KAMPU
US
RSITAS MUHAMMA
M
ADIYAH SURAKAR
S
RTA
UNIVER


D
Disusun sebaagai salah saatu syarat menyelesaik
m
an Program
m Studi Stratta I pada Jurusan
Biologi Fakultas Keguruan dan
d Ilmu Peendidikan

Oleh :
SUC
CI NOR AF
FIFAH
A 420 100 148

PROG
GRAM STU
UDI PEND
DIDIKAN BIOLOGI
B
FAKULT

TAS KEGUR
RUAN DAN
N ILMU PE
ENDIDIKA
AN
UNIVER
RSITAS MU
UHAMMAD
DIYAH SU
URAKARTA
A
2017

PENERAPAN KONSEP KAMPUS RAMAH LINGKUNGAN (GREEN CAMPUS )
DALAM TINJAUAN DEEP ECOLOGYDI KAMPUS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Abstrak
Konsep kampus ramah lingkungan (Green Campus) yang diwujudkan dengan
pembangunan kampus berprinsip Green Building merupakan salah satu konsep
penyelamatan lingkungan yang relevan diterapkan di berbagai kampus di Indonesia dan

mewakili aliran deep ecology. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis prinsipprinsip konsep kampus ramah lingkungan yang diterapkan di kampus Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2) Mendeskripsikan penerapan konsep kampus ramah
lingkungan (green campus) dalam bingkai deep ecology di Universitas Muhammadiyah
Surakarta.Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, Konsep kampus ramah lingkungan (green campus) yang
diterapkan di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta sudah sesuai dengan
prinsip kampus Ramah Lingkungan (green campus), namun belum terintergrasi secara
menyeluruh. Penerapan konsep kampus ramah lingkungan (green campus) di
Universitas Muhammadiyah Surakarta belum berjalan sesuai dengan gagasan deep
ecology, namun berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dengan mengembangkan
kesadaran pengguna kampus (user ) kampus UMS, serta pembuatan regulasi yang jelas
oleh penyelenggara kegiatan (owner ) di kampus UMS.
Kata kunci: Kampus ramah lingkungan (green campus); deep ecology; Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Abstract
The concept of eco-friendly campus (Green Campus) which implemented with the
construction of the Green Building principled campus is one of the concepts of
environmental protection that are relevant to be applied at various campuses in
Indonesia and represents the flow of deep ecology. The aim of this study were: 1) to
analyze the principles of eco-friendly campus concept implemented on the campus of

MuhammadiyahUniversityofSurakarta, 2) Describe the application of the concept of
eco-friendly campus (green campus) within the framework of deep ecology at the
Muhammadiyah University of Surakarta. The analytical method used is descriptive
qualitative analysis. Based on this research, the concept of eco-friendly campus (green
campus) implemented on the campus of Muhammadiyah University of Surakarta is in
conformity with the principles of eco-friendly campus (green campus), but has not been
thoroughly integrated. The application of the concept of eco-friendly campus (green
campus) atMuhammadiyah University of Surakarta has not been run in accordance with
the idea of deep ecology, but have the potential to be developed further with awareness
of the campus (user) of UMS, and making clear regulations by the organizer (owner) in
UMS campus.
Keyword: Green Campus; Deep Ecology; Muhammadiyah University of Surakarta.

1

1. PENDAHULUAN
Permasalahan yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini adalah kenyataan
bahwa krisis ekologi di planet bumi ini seolah-olah merupakan sesuatu yang selalu
melekat pada aktivitas pemanfaatan sumber daya alam, dan kini krisis tersebut
sudah menjadi realita yang begitu mencemaskan. Pemanasan global (global

warming) akibat efek rumah kaca (green house effect) (Soemarwoto, 1990),

kerusakan lapisan ozon, deplesi sumber daya alam, kepunahan spesies (Shiva,
1994), penggurunpasiran akibat kerusakan hutan (deforestation), adalah berbagai
contoh masalah lingkungan yang telah begitu mencemaskan dunia.
Menurut Arne Naess (Soni, 2002), krisis ekologi global yang dialami manusia
secara

mendasar

bersumber

pada

kesalahan

fundamental–filosofis

dalam


pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat
manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang alam, dan keliru
menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Sehubungan dengan itu,
dalam rangka mengatasi krisis ekologi, maka pembenahannya harus pula
menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi,
baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Dalam kajian yang dilakukan oleh Baiquni (2002), kini muncul polarisasi
diantara para penganut Frontier economy dan Deep ecology. Aliran pertama banyak
dipraktekkan oleh para pelaku ekonomi perusahaan multinasional yang memiliki
skala besar dari negara maju dan juga negara industri baru. Para pemilik modal dan
penguasa memperlakukan alam sebagai sumber daya tak terbatas untuk dimanfaatkan
sepenuhnya untuk kepentingan manusia (Baiquni, 2002: 36). Aliran deep ecology
menempatkan manusia sebagai bagian dari alam. Aliran ini juga mempromosikan
persamaan hak organisme dan alam, pemanfaatan yang disesuaikan dengan daya
dukung, berorientasi pada ekonomi tanpa pertumbuhan (Daly, 1989).
Sebuah

pembangunan

berdimensi


lingkungan

hidup

atau

berwawasan

lingkungan yang dikenal dengan istilah pembangunan berkelanjutan, telah disepakati
di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia sebagai konsep, strategi dan
model yang diharapkan mampu menjaga pelestarian fungsi lingkungan (Hadi, S.P.

2

2005.

Dimensi

Lingkungan


Perencanaan

Pembangunan.

Cetakan

kedua.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.).
Dalam

menciptakan

pembangunan

kampus

yang


berkelanjutan,

maka

Universitas Muhammadiyah Surakarta menerapkan konsep Green Campus. Konsep
Green Campus yang diwujudkan dengan pembangunan kampus berprinsip Green
Building merupakan salah satu konsep penyelamatan lingkungan yang relevan

diterapkan di berbagai kampus di Indonesia karena mewakili aliran deep ecology.
Konsep ini merupakan salah satu gagasan yang dianggap dapat mengurangi
pemanasan global dan kerusakan lingkungan.
2. METODE
Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data ini adalah menggunakan pendekatan studi lapangan (field
research), penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kongkrit mengenai

pelaksanaan konsep Kampus Ramah Lingkungan (Green Campus) di UMS.
Metode


yang

digunakan

untuk

mengumpulkan

data

adalah

dengan

menggunakan metode Observasi, Dokumentasi dan metode Wawancara. Dalam
menganalisis hasil penelitian ini, digunakan analisis deskriptif kualitatif, yang terdiri
dari berbagai kegiatan yaitu pengumpulan data dan reduksi data, penyajian data dan
kesimpulan.Sumber data penelitian ini adalah hasil wawancara yang ditujukan
kepada nara sumber, pendokumentasian lapangan dan studi kepustakaan (library
research).Pelaksanaan


penelitian

ini

ditempuh

beberapa

cara

dalam

mengembangkan validitas data penelitian, yaitu Triangulasi data dan informan
review.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Letak Geografis dan Kondisi Lingkungan di UMS
Kampus Pabelan merupakan kampus utama UMS yang berlokasi di Jl Ahmad
Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura. Secara geografis, Kampus I dan Kampus II
UMS terletak di Desa Pabelan, kecamatan Kartasura yang merupakan bagian dari
kabupaten Sukoharjo dan kampus III terletak di Penumping kecamatan Laweyan.

3

UMS hingga tahun akademik 2014/2015 telah memiliki sarana dan prasarana
yang cukup memadai. Dalam buku panduan akademik tahun 2014/2015 dijelaskan
bahwa tanah di komplek Kampus I, seluas 41.556 m2 dimanfaatkan untuk unit-unit
perkantoran. Tanah dan bangunan di komplek Kampus II seluas 66.183 m2.
Tanah dan bangunan di komplek Makamhaji yang dimanfaatkan untuk Pondok
Hajjah Nuriyah Shabran dua lantai sebagai asrama Mahasiswa Pondok Putri, dan
satu unit satu lantai untuk perkuliahan dan kantor Pondok serta Asrama dan pondok
putra seluas 1.512 m2, di atas tanah seluas 10.000 m2 yang terdiri atas 12 unit
gedung/kopel.
Tanah dan bangunan Kampus III, Fakultas Kedokteran Gigi, di Penumping.
Tanah dan bangunan di Kampus IV, Fakultas Kedokteran dan Pondok Internasional
KH. Mas Mansur, serta tanah seluas 6,5 Ha untuk pembangunan Edupark
3.2 Indikator Kampus Ramah Lingkungan
Data mengenai ketersediaan RTH di UMS didapatkan dari penghitungan: luas
total tanah – luas gedung terbangun. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
80.000
70.000
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
0

luas total
luas gd terbangun

Diagram batang di atas merupakan perbandingan luas masing-masing kampus di
UMS. Pada kampus I, luas tanah UMS adalah 47.607 Ha. Kampus II dan Gedung
Induk Siti Walidah, seluas 73.907, Kampus III Fakultas Kedokteran Gigi di
Penumping seluas 2.821 Ha, dan Kampus IV (Rusunawa dan Fakultas Kedokteran
Umum) seluas 52.522 Ha.

4

Kemudian, luas gedung terbangun masing- masing adalah: Kampus I UMS
seluas 12.641,50 Ha. Kampus II seluas 14.159 Ha, kampus III seluas 2.0 35 Ha dan
kampus

IV seluas 13.017Ha.Dengan perincian sebagai berikut: Kampus I dari

seluruh fakultas, tersedia RTH seluas 34.965 Ha (73,50%), kampus II memiliki
RTH seluas 59.753 (80,84%), kampus III seluas 786 Ha (27,80%) dan kampus IV
seluas 41.505 (79,02%). Hasil tersebut disajikan dalam diagram sebagai berikut:

RTH (%) masing-masing kampus
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%

RTH (%)

Dari hasil tersebut, diperoleh RTH rata-rata dari total kampus I, kampus II,
kampus III dan kampus IV adalah seluas 65, 29%. Dengan ketersediaan RTH seluas
65, 29% maka dapat dikatakan bahwa UMS telah memenuhi salah satu indikator
kampus ramah lingkungan, yaitu ditinjau dari aspek infrastruktur yang menjamin
ketersediaan RTH minimal 30% dari luas seluruh kampus.
Dari kedua diagram diatas, kampus IV di Penumping tidak memenuhi
standarisasi 30% ketersediaan RTH. Menurut Budi selaku kepala Maintenance, hal
ini disebabkan oleh keberadaan kampus yang terletak di pusat kota Surakarta,
sedangkan pusat kota, khususnya di Penumping, merupakan pusat industri dan
perhotelan, bukan ditujukan untuk pembangunan lembaga pendidikan.
Tingkat konsumsi energi listrik dalam unit-unit bangunan di UMS secara umum
digunakan untuk penerangan, praktikum, perkantoran dan sistem pengkondisian
udara. Gedung dengan desain lama, yaitu gedung yang berada di kampus 1, dan
beberapa gedung di kampus 2 (gedung Fakultas Teknik, Fakultas komunikasi dan

5

informatika dan Fakultas Psikologi) merupakan gedung dengan konsumsi energi
yang tinggi. Pelaksanaan efisiensi energi di gedung-gedung tersebut belum
maksimal jika kita melihat dari segi penggunaan AC dan lampu pijar di UMS.
Kampus I UMS yang berlokasi di desa Pabelan, mengonsumsi listrik paling
tinggi yaitu sebesar 482 Kwh. Hal ini disebabkan karena kampus dengan jumlah
mahasiswa dan ruang kelas terbanyak, terdapat pada kampus I. Selain itu, pada
tahun 2016, kampus I merupakan kampus utama dengan jumlah kelas, laboratorium
dan pusat perkantoran (rektorat) sebelum dipindah ke gedung induk Siti Walidah.
Selain itu, kampus I merupakan kampus yang cukup tua dan belum menerapkan
energi terbarukan yang lebih hemat energi.
Kampus II merupakan kampus pengonsumsi listrik tertinggi kedua setelah
kampus I. Kampus II UMS yang terletak bersampingan dengan kampus I,
mengonsumsi listrik sebesar 221,6 KWh. Hal ini disebabkan pembangunan ruang
kelas yang cukup banyak, sejalan dengan jumlah mahasiswa. Selain itu, terdapat
gedung pascasarjana yang menggunakan lift sebagai sarana transportasi vertikal
sehari-hari memerlukan daya listrik yang cukup besar.
Kampus III Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) merupakan kampus dengan tingkat
konsumsi paling rendah, yaitu sebesar 22,3 KWh. Hal ini disebabkan, jumlah kelas
untuk proses belajar mengajar tidak terlalu banyak. Selain itu, penggunaan tangga
konvensional juga merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi listrik.
Untuk Kampus IV Fakultas Kedokteran Umum, hampir sama dengan kampus III
FKG. Untuk penggunaan listrik, kampus IV mengonsumsi daya sebesar 209,6 KWh.
Hal ini cukup tinggi bagi kampus yang hanya memiliki sedikit mahasiswa dan luas
lahan terpakai. Namun, penggunaan lift sebagai sarana transportasi vertikal
merupakan faktor tingginya pemakaian listrik di kampus IV.
Hasil penelitian diatas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Iskandar (2004) yang menyatakan bahwa dalam konteks pemakaian lify/elevator ,
satu kali pemakaian lift memakan daya 5,5 KW. Jika naik dan turun, maka 5.5KW
dikalikan dua menjadi 11 KW. Sehingga, total pemakaian lift untuk sekali naik dan
turun adalah 11 KW atau setara dengan 4,158 Kg batu bara.

6

Sistem transportasi vertikal yang terdapat di UMS, sebagian besar masih
menggunakan tangga biasa. Sistem Lift digunakan pada kampus Pasca-sarjana dan
Kampus IV Fakultas Kedokteran UMS. Jumlah rata-rata lantai gedung di
lingkungan UMS adalah dua hingga lima lantai di setiap gedung. Sistem transportasi
vertikal yang bersifat konvensional (tidak menggunakan sistem lift) merupakan
salah satu sistem yang efisien dalam melakukan penghematan energi.
Pembuangan sampah di UMS telah menggunakan sistem pembedaan antara
sampah organik dan non-organik, namun hal tersebut belum dilakukan menyeluruh
di kampus UMS. Pembuangan sampah saat ini masih belum jelas. UMS belum
memiliki sistem pembuangan sampah yang disertai dengan alat pengelolaan sampah
tersebut.
Sejauh ini, UMS telah memiliki sistem pengelolaan limbah biasa dan belum
memiliki Recycling program terpadu yang digunakan untuk membuang limbah cair
yang dihasilkan oleh kegiatan praktikum di UMS. Kegiatan praktikum yang
merupakan kegiatan rutin di FKIP (Pendidikan Biologi UMS), Fakultas Farmasi,
Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu
Kesehatan menghasilkan limbah cair domestik dengan intensitas yang tinggi.
Pembangunan sistem saluran limbah cair yang terintegrasi merupakan upaya yang
dapat ditempuh untuk mengurangi pencemaran lingkungan.
Kampus UMS telah berencana melakukan program konservasi air berupa
biopori dan sumur resapan, seperti yang telah dilakukan oleh Fakultas Geografi
UMS dan Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) program Studi Pendidikan
Geografi UMS. Program tersebut yaitu dengan cara membuat penampungan air
hujan agar air hujan tidak sia-sia mengalir sebagai air permukaan dan terbuang ke
laut.
Air hujan tersebut selanjutnya dapat mengisi air tanah, kemudian tersimpan
sebagai air persediaan pada saat musim kemarau. Dalam upaya mewujudkan
pengadaan biopori, UMS telah membentuk Komunitas 1000 biopori oleh Badan
Mitigasi dan Penanggulangan Bencana (BMPB) UMS.
Saat ini, UMS belum menerapkan konsep green transportation sebagaimana
mestinya. Menurut hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti

7

kepada Budi kepala bagian maintenance UMS, jumlah kendaraan di UMS adalah
kurang lebih 15.000 unit kendaraan yang sebagian besar merupakan kendaraan roda
dua, selebihnya berupa kendaraan roda empat (mobil). Dengan jumlah parkir
sebanyak tiga area parkir kampus I UMS, dua area parkir kampus II UMS, satu area
parkir kampus III UMS dan satu area parkir di kampus IV UMS.
Transportasi merupakan penyumbang emisi karbondioksida ketiga terbesar
Surabaya. Menurut data yang dihimpun oleh Badan Lingkungan Hidup tahun 2011,
menyebutkan bahwa 1.827.806 kendaraan bermotor (sepeda motor, mobil bensin,
mobil solar, mikrolet, bus, dan truk) memiliki kekuatan emisi 5.269.460 ton
CO2/tahun. Pada tahun 2016, kekuatan emisi diproyeksikan mencapai 8.045.644 ton
CO2/tahun.
Konsep Green Campus yang diwujudkan dengan pembangunan kampus
berprinsip Green Building merupakan salah satu konsep penyelamatan lingkungan
yang relevan diterapkan di berbagai kampus di Indonesia karena mewakili aliran
deep ecology. Konsep ini merupakan salah satu gagasan yang dianggap dapat

mengurangi pemanasan global dan kerusakan lingkungan.Secara garis besar,
kampus UMS dapat dikatakan sebagai kampus yang ramah lingkungan. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa aspek yang ditentukan oleh UI Greenmetric, yaitu
sebagai berikut. Pertama, UMS telah memenuhi syarat ketersediaan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) sebesar 30% dari luas seluruh tanah di UMS.
Kedua, UMS sedang mengimplementasikan kebijakan dan program untuk

pengurangan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim, salah satunya diwujudkan
dalam bentuk penanaman pohon yang dilakukan pada lahan sekitar UMS dan
pembangunan Edupark. Selain Edupark, Pusat Studi Energi Alternatif (PSEA) telah
didirikan di Fakultas Teknik UMS. Ketiga, UMS telah membentuk Komunitas 1000
biopori oleh Badan Mitigasi dan Penanggulangan Bencana (BMPB) UMS.
Pengelolaan sampah, pendidikan ramah lingkungan dan transportasi hijau di
UMS masih belum diterapkan secara maksimal. Pengelolaan limbah merupakan dan
transportasi hijau merupakan bagian penting dari penerapan konsep kampus yang
ramah

lingkungan,

sebagaimana

dijelaskan

oleh

Mujiburrohman

dalam

wawancaranya. Kampus yang ramah lingkungan, tentu saja tidak mencamari

8

lingkungan dengan limbah dan polusi, sekaligus turut serta dalam meminimalisir
pemanasan global
4. PENUTUP
Dalam penelitian Penerapan Konsep Kampus Ramah Lingkungan ( Green
Campus) dalam Tinjauan Deep Ecology di Kampus Universitas Muhammadiyah

Surakarta, diambil kesimpulan sebagai berikut; 1) Konsep kampus ramah
lingkungan (green campus) yang diterapkan di kampus Universitas Muhammadiyah
Surakarta sudah sesuai dengan prinsip kampus Ramah Lingkungan (green campus),
namun belum terintergrasi secara menyeluruh. Berdasarkan UI Greenmetric World
University Ranking 2013 , ukuran keberhasilan green campus adalah: tata letak dan

infrastruktur, energi dan perubahan iklim, sampah, air, transportasi, dan pendidikan.
Belum tingginya kesadaran pengguna (user ) dan belum adanya regulasi yang jelas
oleh penyelenggara (owner ) mengenai penerapan konsep kampus ramah lingkungan
(green campus), dan 2) Penerapan konsep kampus ramah lingkungan (green
campus) di Universitas Muhammadiyah Surakarta belum berjalan sesuai dengan

gagasan deep ecology, namun berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dengan
mengembangkan kesadaran pengguna kampus (user ) kampus UMS, serta
pembuatan regulasi yang jelas oleh penyelenggara kegiatan (owner ) di kampus
UMS.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samir. 2000. “Sistem Dalam Krisis: Runtuhnya Mekanisme Pengaturan
Kapitalis. Jurnal WACANA no. V. Insist.
Ardani, Irfan. 2007.”Eksistensi Manusia dalam Aliran Deep Ecology Movement: Study
Filsafat Manusia”.Skripsi
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Baiquni, M. 2002. “Integrasi Ekonomi dan Ekologi: Dari Mimpi Menjadi Aksi”. Jurnal
WACANA no. XII. Insist.
Basuki, A. 2012. Mewujudkan Green Building . Diperoleh 26 Februari 2013 dari
http://sipil.ft.uns.ac.id.

9

Bellamy, John; Foster. 2000. Ekologi Marx; Materialisme dan Alam. Terjemahan oleh
Pius Ginting. Jakarta: WALHI.
Candraningrum, Dewi. 2013. Ekofeminisme; Dalam Tafsir Agama, Pendidikan,
Ekonomi dan Budaya . Yogyakarta: Jalasutra.
Capra, Fritjof. 2005. Titik Balik Peradaban. Yogyakarta : Bentang Budaya press.
Creswell, John W. 2010 Edisi ke-3. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed. Yogyakarta.
Daly, H. 1989. “Steady State and Growth, Concepts for the Next Century”, dalam
Archibugi, F. Dan Nijkamp, P (Eds.), Economy and Ecology: Toward
Suistanable Development. Dordrech/Boston/London: Kluwer Academic
Publisher.
Doni, Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Modern. Jakarta: Grasindo.
Keraf, A. Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup , Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Ki Hadjar Dewantara. 1977. Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa.
Marimba. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
Peraturan rektor Universitas Sebelas Maret Tentang pengelolaan kampus ramah
lingkungan Universitas Sebelas Maret, bab I, pasal I, ayat I
Rahayu, Wilujeng Sri. 2010, “Mencari Landasan Etis Bagi Upaya Membudayakan
Pengelolaan Lingkungan Yang Bertanggungjawab”. Jurnal lingkungan: hlm 2.
Republika Online. 2015. Diakses padaJumat, 02 Januari 2015
Resosoedarmo, Soedjiran. 1984. Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya CV.
Samin, Alim. 2000. Wacana: Krisis dan Bencana pembangunan. Yogyakarta: Insist
press.
Shiva, Vandana. 1990. “Development as a new project of Western Patriarchy” In I.
Diamond and G.F Orenstein (Eds), Reweaving the World: The Emergence of
Ecofeminism. San Francisco: Sierra Club Book.
Soemarwoto, Otto. 1997. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

10

Sriyono, Sriyono. 2011. “Penerapan Green Campus For My City Sebagai Model
Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup
(Plh) Untuk Meningkatkan Afeksi Mahasiswa Jurusan Geografi Fis Unnes
Dalam Mewujudkan Konservasi Alam”.Jurnal Geografi. 8 (1): 6.
Susilo, Rachmad Dwi. 2014. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tim. 2014. Buku Pedoman Akademik 2013/2014 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Surakarta: UMS Press.
Tim. 2015. Buku Pedoman Akademik 2013/2014 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Surakarta: UMS Press.
UU RI Tahun 2005.Tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Ibid. h. 74
UU No. 12 Tahun 2012, Pasal 1 Ayat 9.
Wulansari, Yan Warisma Tri. 2009. “Sampah Plastik sebagai Masalah Lingkungan
Hidup ditinjau dari Konsep Deep Ecology Arne Naess”. Skripsi. Yogyakarta.
Zigenfus, R. E. (2008). Element Analysis of the Green Building Process . Tesis,
Rochester Institute of Technology, Rochester, NY.

11