BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa merupakan individu yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Keinginan mahasiswa untuk mengenyam pendidikan tinggi adalah karena
dilatarbelakangi oleh cita-cita mereka, di antaranya adalah untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi, keterampilan serta status yang tinggi di masyarakat.
Akan tetapi untuk meraih cita-cita tersebut bukanlah hal yang mudah. Banyak rintangan dan tantangan yang harus mereka hadapi baik dari dalam kampus
maupun di luar kampus. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin pesat
tentunya semakin menuntut mahasiswa untuk belajar mengembangkan dirinya agar tidak tertinggal jauh. Mahasiswa tidak akan mendapatkan hasil maksimal jika
hanya mengandalkan ilmu yang didapat dari kuliah saja, karena sebagian besar dari materi yang didapat dari perkuliahan hanyalah dalam bentuk teori. Oleh
karena itu diharapkan mahasiswa juga aktif di berbagai kegiatan positif baik di dalam maupun di luar kampus. Misalnya mengikuti organisasi mahasiswa di
dalam kampus seperti, BEM, Organisasi kepencintaalaman, Organisasi keagamaan dan lain-lain, sehingga mampu menambah pengalaman dan
wawasannya.
1
Pengembangan diri tidak akan didapat apabila suatu ilmu hanya diserap sebatas teori saja, tentunya teori tersebut harus diaplikasikan dan dilakukan. Oleh
karena itu organisasi-organisasi yang ada baik di dalam maupun di luar kampus dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan diri dan mencari jati diri.
Seseorang yang aktif dalam kegiatan keorganisasian biasanya dikenal sebagai aktivis organisasi. Seorang aktivis organisasi tentunya akan mendapatkan banyak
pelajaran yang mungkin tidak didapat dari materi kuliah yang diberikan, misalnya pelajaran untuk mengatur waktu, bekerjasama dengan berbagai macam orang serta
keterampilan sosial. Pengalaman yang didapat oleh mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi
tentunya akan berbeda dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi, ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Handycandra 2003 dimana
mahasiswa yang mengikuti organisasi tidak hanya mendapat teori dari buku tetapi juga banyak ilmu tambahan terutama prakteknya yang tidak bisa didapatkan bila
hanya belajar text book saja di dalam kelas. Salah satu contohnya adalah bagaimana caranya membuat suatu rapat menjadi efektif. Selain itu, dengan
bergabung dengan satu atau lebih organisasi maka akses yang dipunyai untuk berhubungan dengan orang lain akan bertambah berlipat-lipat karena dalam
organisasi biasanya akan banyak kerjasama-kerjasama lintas kampus bahkan daerah, salah satu contohnya adalah studi banding dengan universitas lain.
Sesuai dengan hal tersebut menurut Sasongko 2006 mahasiswa yang aktif dalam organisasi, secara alami telah memiliki nilai-nilai dan keterampilan
sosial yang relatif memadai. Keterampilan tersebut dapat dijadikan modal utama
bagi seorang aktivis dalam menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa, seperti yang dijelaskan oleh Hendrajaya dalam Alyna, 2004 bahwa kehidupan
mahasiswa mempunyai tiga dimensi yaitu kehidupan akademik, kehidupan sosial budaya dan kehidupan sosial politik. Kehidupan akademik memberi kebebasan
dan kejujuran berpikir untuk menghasilkan pemikiran dan karya inovatif untuk memajukan suatu bidang ilmu, tekhnologi dan seni. Dalam kehidupan sosial dan
budaya merupakan konsekuensi hidup dalam mayarakat berbudaya yang diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan dirinya sehingga dapat berhasil
antara lain dalam pergaulan sosial, mempelajari seni, budaya, olahraga, berorganisasi, mengenal etika dan tata krama, serta menghilangkan psikis dalam
dirinya guna menemukan dan membentuk jati diri. Sedangkan dalam kehidupan soial politik merupakan kehidupan yang memperhatikan bagaimana bangsa
Indonesia ini tumbuh sebagai bangsa bernegara yang demokratis, adil, memperhatikan hak-hak asasi manusia, keadilan sosial yang menghasilkan
kesejahteraan dan masyarakat yang dinamik, produktif dan kontributif pada pertumbuhan.
Banyaknya tuntutan yang harus dicapai oleh mahasiswa tentu akan direspon secara berbeda oleh tiap mahasiswa. Harapan yang muncul adalah
mahasiswa akan mampu merespon secara positif tuntutan-tuntutan tersebut dengan melakukan penyesuaian dengan berbagai tuntutan di luar tanpa
mengesampingkan tuntutan di dalam diri mereka sendiri. Untuk memenuhi seluruh tuntutan tersebut, bukanlah pekerjaan yang mudah sehingga akhirnya
banyak mahasiswa yang gagal di tengah jalan atau paling tidak adanya
pemborosan waktu. Masih banyak mahasiswa yang belum mampu melakukan penyesuaian sehingga mahasiswa tersebut dihadapkan pada berbagai
permasalahan yang menyangkut kehidupan akademis maupun non akademis. Salah satu permasalahan yang banyak dihadapi mahasiswa adalah
mengenai ketidakdisiplinan mahasiswa dalam pengelolaan waktu. Berkaitan dengan disiplin, dalam literatur ilmiah psikologi terdapat istilah prokrastinasi yang
menunjuk pada perilaku disiplin waktu. Prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara
keseluruhan sehingga kinerja menjadi terhambat Rizvi, dkk, 1997. Hal ini lebih dijelaskan lagi oleh Knaus dalam Nurpitasari, 2001 bahwa
lamanya kelulusan mahasiswa merupakan salah satu indikasi dari prokrastinasi akademik. Prokrastinasi merupakan salah satu perilaku yang tidak efisien dalam
penggunaan waktu. Adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai ketika menghadapi suatu tugas merupakan suatu indikasi dari prokrastinasi. Orang yang
melakukan prokrastinasi mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu. Dan menurut Solomon dan Rothblum 1984 prosentase
mahasiswa yang menunda-nunda dan tertahan di perkuliahan dengan alasan- alasan akademis cukup tinggi. Jumlah tersebut cenderung meningkat seiring
dengan semakin lama seorang mahasiswa berada di perguruan tinggi. Setiap tahun jumlah mahasiswa penundaan dalam satu angkatan terus meningkat seiring
dengan bertambah lamanya masa studi. Hasil penelitian Solomon dan Rothblum dalam Ferrari, dkk, 1995
ditemukan bahwa dari berbagai jenis tugas akademik, tugas yang paling sering
diprokrastinasikan adalah tugas mengarang dan belajar meghadapi ujian. Penundaan yang dilakukan pada tugas mengarang yang dimaksud disini adalah
penundaan dalam mengerjakan tugas akhir yang seringkali dilakukan dengan berbagai alasan oleh para mahasiswa yang akhir nya menghambat kelulusannya.
Sikap prokrastinasi tersebut menurut Rinno 2006 disebabkan oleh berbagai alasan antara lain : takut gagal, kerja dianggap tak penting, sikap
perfeksionis, sikap negativistis, tidak dapat menentukan prioritas dalam hidup dan kerja, tidak tahu, tidak mampu dan tidak cakap mengerjakan tugas, tidak cakap
memecahkan masalah, tidak ada kepuasan kerja atau pemberontakan terhadap atasan atau lembaga serta menerima kesanggupan terlalu banyak.
Prokrastinasi merupakan masalah pengelolaan diri yang termasuk didalamnya pengelolaan waktu dan penentuan prioritas. Akibat dari prokrastinasi
membawa kerugian yang tidak sedikit bagi para pelaku prokrastinasi dan juga orang lain yang berada di sekitarnya, karena prokrastinasi dapat menjadi suatu
kebiasaan yang menimbulkan berbagai konsekuensi yang negatif, seperti waktu menjadi terbuang sia-sia dan tugas-tugas menjadi terbengkalai. Semakin banyak
pekerjaan tersebut menyita waktu, semakin lelah dan tidak efisien mahasiswa tersebut dalam mengelola waktunya. Hal ini menyebabkan terjadinya suatu krisis.
Krisis terjadi karena mahasiswa tersebut tidak dapat mendahulukan apa yang utama dalam waktu yang tersedia, sehingga menyebabkan terperangkap dalam
upaya penyelesaian tugas yang tidak optimal yang mengakibatkan kecenderungan untuk melakukan penundaan. Oleh karena itu, masalah prokrastinasi sangatlah
penting untuk segera ditangani. Kebiasaan prokrastinasi ini dilakukan secara
berulang-ulang dan terus menerus sampai tertanam dalam pikiran bawah sadar individu dan menjadi bagian permanen dari perilaku sebagai segala sesuatu yang
dapat dilakukan individu yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi perilaku prokrastinasi akademik adalah suatu reaksi penolakan
terhadap tugas akademik secara keseluruhan, sengaja dan berulang-ulang yang dapat diamati atau diobservasi secara langsung maupun tidak langsung.
Prokrastinasi akademik merupakan kebiasan buruk dalam studi yang dapat menimbulkan akibat negatif antara lain kerusakan pada kinerja akademik
mahasiswa termasuk didalamnya kebiasaan belajar yang buruk, motivasi belajar menurun, nilai akademik jelek, bahkan membawa pelakunya pada kegagalan yang
fatal atau drop-out Semb, Glick dan Spencer dalam Rizvi dkk, 1997. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba untuk merumuskan
permasalahan yaitu, “Sejauhmanakah mahasiswa aktivis organisasi melakukan prokrastinasi?. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mahasiswa aktivis
organisasi melakukan prokrastinasi akademik?. Dan apa dampak yang dirasakan oleh para aktivis mahasiswa setelah melakukan prokrastinasi akedemik?”.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penulis mengajukan penelitian dengan
judul “Prokrastinasi akademik pada mahasiswa aktivis organisasi”
B. Tujuan Penelitian