Karakteristik Akustik Kolom Air di sekitar Rumpon Lokasi Teluk Bone, Sulawesi Selatan
KARAKTERISTIK AKUSTIK KOLOM AIR DI SEKITAR
RUMPON LOKASI TELUK BONE, SULAWESI SELATAN
NURFIA SAMAY
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik
Akustik Kolom Air di sekitar Rumpon Lokasi Teluk Bone, Sulawesi Selatan”
adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Nurfia Samay
NIM C54100097
ABSTRAK
NURFIA SAMAY. Karakteristik Akustik Kolom Air di sekitar Rumpon Lokasi
Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO
Penelitian ini mengintegrasikan data hidroakustik di sekitar rumpon yang
terdapat di Teluk Bone Sulawesi Selatan. Data merupalan hasil survei Balai
Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19-24 April 2014 di perairan Teluk
Bone.
Teluk Bone merupakan teluk yang terletak di Kabupaten Bone, luas wilayah
4559 km2. Beberapa Rumpon yang tersebar di Teluk Bone di investigasi
menggunakan metode hidroakustik menggunakan analisis Allocation Threshold.
Metoda Echo Allocation Threshold memberikan informasi kondisi
perikanan lebih baik daripada sekedar proses integrasi echo. Data echo tersebut
dikumpulkan menggunakan Simrad EY60. Perairan Teluk Bone dibagi kedalam
tiga bagian yaitu Utara, Tengah dan Selatan. Secara menegak, perairan diamati
dalam empat lapisan kedalaman (0-25 m), (25-50 m), (50-75 m), dan (75-100 m).
Data diolah dengan bantuan perangkat lunak Echoview 4.8, Microsoft Excel
2010 dan Donggle Echoview 4.8. Kelompok target di tiga zonasi dan empat
lapisan kedalaman menunjukkan perbedaan.
Terdapat variasi keragaman suatu target sesuai posisi lintang dan kedalaman.
Frekuensi kemunculan paling banyak terdapat di kedalaman (0-25 m) bagian
Selatan. Wilayah Tengah Teluk Bone, paling banyak di kedalaman (0-25 dan 76100 m) sedangkan wilayah Utara Teluk Bone, kemunculan paling banyak di
kedalaman (76-100 m). Target yang ditemukan pada Selatan Teluk Bone adalah
rata-rata target yang berukuran sedang dengan rentang -51 dB hingga -71 dB.
Pada wilayah Tengah Teluk Bone rata-rata target yang ditemukan adalah target
berukuran besar dengan -33 dB hingga -51 dB, sedangkan pada Utara Teluk Bone
rata-rata target yang paling dominan adalah target berukuran kecil dengan nilai 71 dB hingga -90 dB, diduga sebagai larva ikan, krustasea dan plankton.
Kata kunci: Hidroakustik, Rumpon, Integrasi data dengan Echo Allocation
Threshold
ABSTRAC
NURFIA SAMAY. Hydroacoustic character of water column around Fish
Aggregating Device situated in Bone Bay South Celebes. Supervised by TOTOK
HESTIRIANOTO.
This research is an echo integration around Fish Aggregating Device
situated in Bone Bay South Celebes. The Data collection was conducted by
Marine Fisheries Research Institute (Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL))
Ministry of Marine and Fisheries Affair, conducted from 19th to 24th April 2014.
Boney Bay is situated in Kabupaten Bone with an area of 4559 km2. The
fish around the FAD in Boney Bay was investigated using Hydroacoustic method.
The Allocation Threshold method is applied in this study.
The Echo Allocation Threshold Method gives better result in information of
targets rather than just integrating the water column. The Echodata was collected
using SIMRAD EY60. Horizontally, the area was divided into three sections
based on Latitude, namely northern, middle and southern section of bay. In
parallel, the water layer was also divided into four layers namely (0-25 m), (25-50
m), (50-75 m), and (75-100 m) water depth.
Several Post processing softwares were applied in this research, namely
Dongled Echoview 4.8 and Microsoft Excel 2010. Various differences in Target
strength were revealed.
In Southern Region most target was encountered from the depth of 0-25m.
In the Middle Region, the targets were more from 0-25 m and 76-100m depth.
Meanwhile from Northern Region the most target was recorded from 76-100m
depth. In average, all targets were from a range of -51 dB to -71dB. Large targets
were recorded in the Middle Region with -33 to -51 dB. Small targets were
recorded from Northern Region with -71dB to -90dB, which was suspected as
fish, crustacean larvae and plankton.
Keywords: hydroacoustic, Fish Aggregating Device, Echo Integration with Echo
Allocation Threshold
KARAKTERISTIK AKUSTIK KOLOM AIR DI SEKITAR
RUMPON LOKASI TELUK BONE, SULAWESI SELATAN
NURFIA SAMAY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penyusunan tugas akhir dengan judul
“Karakteristik Akustik Kolom Air di sekitar Rumpon Lokasi Teluk Bone,
Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan dengan baik. Sumber isi skripsi ini diambil
dari beberapa referensi yang terkait. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai
salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas bantuan dari berbagai pihak, sehingga
ucapan terimakasih penulis ucapakan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Kuasa karena masih memberikan kesehatan dan
keselamatan,
2. Bapak Dr.rer.nat. Ir, Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, ilmu serta saran selama penyusunan
proposal hingga penyusunan tugas akhir,
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc sebagai dosen penguji,
4. Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi, MT sebagai dosen penguji,
5. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Balai Penelitian
Perikanan Laut (BPPL) yang telah memberikan ijin kepada saya untuk
melakukan penelitian menggunakan data hasil riset milik BPPL,
6. Orang tua serta seluruh keluarga yang memberikan motivasi, dukungan,
kasih sayang serta doa yang diberikan,
7. Keluarga ITK angkatan 47 atas dukungan, kebersaman, kerjasama dan
bantuannya semuanya.
Bogor, Mei 2015
Nurfia Samay
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kondisi Umum Teluk Bone
2
Rumpon
2
Ekologi Plankton
3
Metode Hidroakustik
3
Target Strenght (TS)
5
Volume backscattering strength (Sv)
5
Elementary sampling distance unit (ESDU)
6
Threshold
6
METODE
7
Waktu dan Lokasi Penelitian
7
Instrumen dan Peralatan Penelitian
7
Kapal Survei
8
Alat
8
Bahan
8
Prosedur Pengolahan Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Hasil dan Pembahasan
10
SIMPULAN DAN SARAN
26
Simpulan
26
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Cara kerja alat Hidroakustik
Peta lokasi pengambilan data BPPL
Diagram alir pengolahan data
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 0-25
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 25-50
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 50-75
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 75-100
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 0-25
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 25-50
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 50-75
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 75-100
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 0-25
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 25-50
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 50-75
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 75-100
Nilai Sv pada bagian Selatan Teluk Bone
Nilai Sv pada bagian Tengah Teluk Bone
Nilai Sv pada bagian Utara Teluk Bone
Sebaran Sv pada Selatan, Tengah dan Utara Teluk Bone
Ilustrasi keberadaan target pada Rumpon
Peta letak posisi Rumpon pada Teluk Bone
4
7
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
18
20
22
24
25
DAFTAR LAMPIRAN
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Data excel pada kedalaman 0-25 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 25-50 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 50-75 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 75-100 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 0-25 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 25-50 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 50-75 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 75-100 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 0-25 meter di bagian Utara
Data excel pada kedalaman 25-50 meter di bagian Utara
Data excel pada kedalaman 50-75 meter di bagian Utara
Data excel pada kedalaman 75-100 meter di bagian Utara
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya perikanan mempunyai sifat yang dapat pulih (renewable)
namun kemampuan tersebut terbatas. Berdasarkan keadaan tersebut, maka
pemanfaatan sumberdaya perikanan harus diatur atau dikelola sebaik mungkin
untuk mencapai pemanfaatan yang optimal dengan memperhatikan kelestarian
sumberdaya perikanan tersebut.
Kondisi fisik perairan Teluk Bone sangat dinamis karena areanya yang
sangat luas, sehingga bisa memberikan kekayaan alam laut yang melimpah,
dimana daya dukung kelautan dan perikanan tersebut bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesejahteraannya (Wagey et al., 2004).
Rumpon merupakan salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang
dipasang di laut dangkal maupun laut dalam untuk menarik gerombolan ikan
sehingga ikan mudah di tangkap. Oleh karena itu keberadaan ikan di wilayah
perairan Indonesia sangat beragam dan terus mengalami perubahan karena adanya
ruaya dan migrasi ikan, dengan kata lain terjadi perubahan stok dan ikan secara
spasial dan temporal. Hal ini mendorong perlunya dilakukan pendugaan stok,
karena industri perikanan memerlukan informasi tentang distribusi ikan dalam
rangka efisiensi penangkapan yang dilakukan. Perkembangan teknologi yang
sangat cepat memberikan metode yang sangat beragam dalam mengidentifikasi
karakteristik akustik, salah satunya dengan metode hidroakustik.
Metode hidroakustik merupakan metode yang terbaik dan seringkali
digunakan untuk melakukan investigasi kolom dan dasar perairan secara efisien
dan akurat (Blondel 2009). Metode hidroakustik dapat melihat pantulan
bioakustik yang dipantulkan oleh plankton yang disebut juga dengan echo
(backscatter atau backscattering). Prinsip yang digunakan pada metode akustik
adalah adanya perambatan suara, yang kemudian suara tersebut dipancarkan dan
diterima kembali sehingga dapat dianalisis yang kemudian dapat digunakan dalam
berbagai bidang keilmuan. Metode hidroakustik dapat digunakan untuk menduga
target yang terdapat di perairan laut, seperti pendugaan sebaran ikan, plankton dan
sebagainya.
Berkenaan dengan perairan Teluk Bone yang potensial dan strategis sebagai
daerah penangkapan ikan, maka penelitian ini dilakukan terkait dengan
progressive thresholding adalah dengan melihat nilai sebaran plankton dan ikan
disekitar rumpon wilayah Teluk Bone menggunakan metode progressive
thresholding dan melihat sebaran rasio temporal volume backscattering strength
(Sv).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah mengetahui sebaran ikan dan plankton di
sekitar rumpon berdasarkan karakteristik akustik dan mengetahui pengaruh
lintang terhadap sebaran ikan dan plankton di rumpon di Teluk Bone berdasarkan
karakteristik akustik.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Teluk Bone
Teluk Bone merupakan salah satu teluk atau daerah Kabupaten Bone yang
berada di pesisir timur Sulawesi Selatan yang memiliki posisi strategi berada di
pulau Sulawesi, tepatnya di provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 4559
km2. Kabupaten ini terletak 174 km ke arah timur Kota Makassar, berada pada
posisi 4°13’-5°6’ LS dan antara 119°42’-120°30’ BT. Teluk Bone berbatasan
langsung dengan daerah-daerah yang berada disekitar Kabupaten Bone, seperti
Kabupaten Waju dan lainnya. Wilayah Teluk Bone berhubungan langsung dengan
Laut Maluku. Perairan Teluk Bone relatif subur dan kaya akan sumberdaya laut,
sehingga mata pencaharian masyarakat yang tinggal disekitar Teluk Bone
sebagian besar mata pencahariannya nelayan.
Rumpon
Berbagai jenis ikan yang hidup diperairan yang lingkungannya berbeda-beda
itu menimbulkan cara penangkapan termasuk penggunaan alat tangkap yang
berbeda. Rumpon atau Fish Agregating Device merupakan adalah salah satu alat
tangkap yang berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan. Rumpon atau tendak
(Jawa), Onjen (madura), rabo (Sumbar), Ujan dan Tuasan (Sumatera Timur,
Sumatera Utara) merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang
dipasang disuatu tempat ditengah laut (Subani & Barus, 1989).
Pada prinsipnya rumpon ini terdiri dari Pelampung, tali panjang dan atraktor
(pemikat) dan pemberat. Sebagai upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan
penggunaan rumpon menjadi salah satu alternatif pilihan yang menjanjikan bagi
nelayan. Rumpon ini juga bisa disebut sebagai sebuah daerah atau tempat
penangkapan ikan. Dimana nelayan hanya akan menangkap ikan yang ada
disekitar rumpon tersebut. Ini berbeda dengan paradigma penangkapan ikan yang
selama ini digunakan oleh nelayan yaitu nelayan berusaha mencari ikan dengan
mengejar ikan. Sedangkan di rumpon nelayan hanya akan menangkap ikan di
sekitar dimana rumpon tersebut di tanam. Rumpon ini seperti rumah untuk ikan,
dimana ikan berkembangbiak di rumpon tersebut. Direktorat Jenderal Perikanan
(Zulkhasyni, 2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam
penggunaan rumpon yakni: memudahkan gerombolan ikan, biaya eksploitasi
dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
Berdasarkan kementapan pemasangan Rumpon (Zulkhasyni, 2009), terdapat
dua tipe yaitu,
1. Rumpon menetap (memiliki jangkar/pemberat berukuran besar) sehingga
tidak dapat dipindahkan dan dipasang diperairan dalam dengan kondisi
gelombang besar dan arus kuat, guna memikat/mengumpulkan jenis ikan
pelagis besar.
2. Rumpon yang dapat dipindahkan (terbuat dari bahan yang relatif ringan)
sehingga memungkinkan untuk diangkat atau dipindahkan guna memikat
atau mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil.
3
Ekologi Plankton
Kehadiran plankton disuatu ekosistem perairan sangat penting, karena
fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesis
senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy &
Kurniati, 1996).Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton bersama dengan tumbuhan air disebut sebagai produktivitas primer.
Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya
matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2001).
Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplankton
mengeluarkan bahan metabolik yang membuat zooplankton tertarik terhadap
fitoplankton. Jumlah dan distribusi musiman plankton maupun zooplankton dapat
diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas seperti suhu, penetrasi cahaya
dan konsentrasi unsur hara seperti nitrat dan fosfat dalam suatu perairan (Barus,
2004).
Menurut Nybakken (1992), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam
ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik
seperti plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan.
Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan
faktor-faktor abiotiknya akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.
Faktor abiotik (fisik kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton
antara lain suhu, penetrasi cahaya, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen
biologis, Kandungan berbagai unsur nutrisi dan pH.
Metode Hidroakustik
Hidroakustik merupakan suatu teknik penggunaan gelombang suara
(akustik) untuk menduga kedalaman perairan serta dapat dipergunakan untuk
mendeteksi ikan. Teknik hidroakustik baru diketahui kegunaannya sekitar tahun
1930. Sejak saat itu hidroakustik tidak saja mempunyai peranan yang besar dalam
industri penangkapan ikan, tetapi juga penting dalam di dalam bidang penelitian
perikanan, terutama untuk menduga kelimpahan suatu sediaan ikan (Widodo,
1992). Menurut Pujiyati (2008) metode hidroakustik adalah suatu metode
pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik, antara lain:
echosounder, fish finder, sonar, dan Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP).
Cara kerja alat hidroakustik ditunjukkan pada Gambar 1. Pesawat
pengendali (control) mengirimkan pulsa listrik dengan frekuensi tertentu dan
mengatur pesawat transmisi yang pada gilirannya akan memodulasi pulsa tersebut
dan meneruskannya ke transducer. Selanjutnya, transducer akan mengubah pulsa
listrik tersebut ke dalam bentuk energi akustik berupa sinyal suara yang kemudian
dipancarkan ke dalam air. Gelombang akustik tersebut merambat di dalam air, dan
apabila membentur sebuah target, misalnya ikan atau dasar perairan, akan
dipantulkan sebagai gema (echo). Pada umumnya transducer yang sama akan
menerima gema tersebut dan mengubahnya kembali menjadi tenaga listrik.
Setelah itu, pesawat receiver-amplifier akan menerima dan kemudian memperkuat
pulsa listrik tersebut serta mengirimkannya ke pesawat peraga. Pesawat peraga
dapat berupa perekaman gema dari kertas (echogram paper) atau berupa sebuah
4
“oscilloscope”. Oscilloscope merupakan sebuah alat yang didasarkan atas
kemampuan sebuah CRT (cathode ray tube) untuk melakukan visualisasi terhadap
osilasi arus atau tegangan listrik (Widodo, 1992).
Gambar 1.Cara Kerja Alat Hidroakustik
(Sumber: Widodo, 1992)
Penggunaan metode hidroakustik mempunyai beberapa kelebihan (Arnaya,
1991 dalam Yahya et al., 2001), diantaranya berkecepatan tinggi, estimasi stok
ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan
ikan; akurasi tinggi, tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan
lingkungan, karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si
pemakai alat maupun obyek yang di survei. Penggunaan teknologi ini sangat
membantu dalam pencarian sumberdaya ikan yang baru, sehingga akan
mempercepat pengambilan keputusan atau kebijakan, terutama untuk menetapkan
daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan (Riani, 1998
dalam Yahya et al., 2001).
Beberapa kendala yang mempengaruhi sinyal pantul menjadi berbeda dari
pulsa akustik yang datang atau dikirimkan (Siwabessy, 2001 dalam Pujiyati,
2008): ketidaksesuaian impedansi akustik dari air laut - dasar laut menyebabkan
pembauran permukaan dari pulsa utama; parameter akustik dari alat; penetrasi
sinyal akustik pada dasar laut menyebabkan besarnya pembauran pulsa utama,
arah pemantulan pada interface air laut – dasar laut akibat dari kekasaran dasar
laut, keterlambatan waktu kembali, respon pembauran dari permukaan laut,
gelembung-gelembung permukaan, dan lambung kapal untuk gema dasar akustik
kedua, kemiringan dasar laut, penyerapan akustik air laut dan derau (noise).
5
Target Strength (Ts)
Target strength adalah kekuatan dari suatu target untuk menentukan suara
dan memiliki hubungan erat dengan ukuran ikan, semakin besar ukuran ikan maka
semakin besar target strength yang didapat. Selain itu target strength juga
tergantung pada bentuk ikan, sudut datang pulsa, orientasi ikan terhadap
transducer, keberadaan gelembung renang, acoustic impedance dan elemen ikan
seperti daging dan tulang, kekenyalan kulit serta distribusi dari sirip dan ekor
(Arnaya, 1991).
Target strenght terdiri atas dua macam, yakni intensitas target strength dan
energi target strength (Johannesson dan Mitson, 1983).
Volume backscattering strength (Sv)
Volume backscatering strength adalah rasio antara intensitas yang
direfleksikan oleh suatu kelompok single target yang berada pada suatu volume
air tertentu (1m3) dan diukur pada jarak 1 meter dari target dengan intensitas
suara yang mengenai target. Nilai Sv identik dengan target strength, tetapi pada
praktisnya target strength digunakan untuk menghitung target tunggal sedangkan
nilai Sv digunakan untuk sekelompok ikan (Johannenson dan Mitson, 1983).
Volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume backscattering
strength dari kelompok ikan. Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple
target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing
target tunggal.
Menurut Nainggolan (1993) in Effendi (2005) asumsi-asumsi yang
digunakan pada pengukuran volume backscattering strength adalah :
1. Ikan bersifat homogen atau terdistribusi secara merata dalam volume
perairan.
2. Perambatan gelombang suara terjadi pada garis lurus dimana tidak ada
refleksi oleh medium (hanya ada spreading loss saja).
3. Densitas ikan yang cukup dalam densitas satuan volume.
4. Tidak ada multiple scattering.
5. Panjang pulsa yang pendek.
6
Elementary sampling distance unit (ESDU)
ESDU adalah panjang dari jalur pelayaran dimana rata-rata dari pengukuran
akustik diambil sebagai sebuah data. Sistem modern untuk analisis data akustik,
seperti Echo View yang dikembangkan oleh Sonar data memungkinkan ESDU
untuk dipakai. Dahulu ESDU biasanya harus ditentukan sebelum survei, tetapi hal
ini sering diragukan sebagai hal yang sesuai. Jika ESDU terlalu besar, maka
informasi penting tentang distribusi stok secara geografi akan hilang. Jika terlalu
kecil, maka secara berturut-turut data akan didominasi oleh perubahan lokal.
Data ESDU ini disusun berdasarkan waktu disamping jarak, selama jumlah
ping di setiap ESDU tetap, untuk menjaga keseragaman data secara statistik. Jika
kapal melaju dengan kecepatan 10 knot, maka 1 nmi dari lintasan itu dilalui
selama 6 menit. Apabila ditentukan nilai sebesar 1 mile, maka data direkam
sebagai rata-rata densitas ikan yang dipantau selama 6 menit. Hubungan antara
waktu yang dibutuhkan dengan jarak yang ditempuh tidak pasti apabila kecepatan
kapal tidak tentu, tapi hal ini bukan merupakan sumber yang penting untuk
prosedur analisis yang berbeda-beda apabila ESDU ditetapkan sebagai jarak
nominal (MacLennan dan Simmond, 2005).
Threshold
Threshold adalah nilai ambang batas pemilihan tingkat sinyal dibawah
sinyal yang tidak dapat diproses sinyal threshold digunakan untuk menghilangkan
sinyal noise dan sinyal yang tidak dikehendaki. Jadi semua echo dari ikan yang
berada di bawah nilai threshold akan diabaikan. Hal ini berarti jika distribusi
target strength berada di bawah nilai threshold maka intensitas echo rata-rata akan
menjadi bias (Mac Lennan dan Simmond, 1992).
7
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 hingga April 2015.
Pemrosesan dan pengolahan data akustik dilakukan di Laboratorium Akustik dan
Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Lokasi Penelitian ini berada di Perairan Teluk Bone,
Sulawesi Selatan. Survei data dilakukakan oleh Balai Penelitian Perikanan Laut
(BPPL) pada tanggal 19-24 April 2014. Perairan Teluk Bone berada pada koordinat
di 04°13’ sampai 05°06’ LS dan 119°42’ sampai 120°30’ BT, Lokasi pengambilan
data dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Peta lokasi pengambilan data BPPL
Instrumen dan Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengambilan data penelitian adalah SIMRAD
EY60. Selama perekaman data akustik, alat SIMRAD EY60 diset sebagai berikut :
Frekuensi
: 120 kHz
TVG
: 20 log r
Keceptan suara : 1547 m/s
Durasi pulsa
: 0.512 ms
8
Kapal Survei
Kapal yang digunakan dalam pengambilan data penelitian adalah Kapal
Latih 30GT milik Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Bone Dirjen
Tangkap KKP.
Alat
Alat yang dalam penelitian adalah Komputer atau Laptop, perangkat
Echoview 4.8, Dongle, Ms.Office 2010, dan perangkat lunak Matlab R2010a.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dan pemrosesan data data Echogram
Teluk Bone dalam bentuk *raw pada bulan April 2014
9
Prosedur Pengolahan Data
Data Hasil Intgrasi Echoveiw dengan. .Donggle dalam betuk .raw data
Moving Threshold (Kubecka 2009)
Threshold minimal -90 dB, step 3 dB dan maksimal -33 dB
(Komariyah 2011)
Data dikelompokkan menjadi 4 layer (0-25 m, 25-50 m, 50-75 m,
dan 75-100 m)
Threshold dikategorikan menjadi 3 bagian (≥-33 dB sampai
RUMPON LOKASI TELUK BONE, SULAWESI SELATAN
NURFIA SAMAY
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik
Akustik Kolom Air di sekitar Rumpon Lokasi Teluk Bone, Sulawesi Selatan”
adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Nurfia Samay
NIM C54100097
ABSTRAK
NURFIA SAMAY. Karakteristik Akustik Kolom Air di sekitar Rumpon Lokasi
Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO
Penelitian ini mengintegrasikan data hidroakustik di sekitar rumpon yang
terdapat di Teluk Bone Sulawesi Selatan. Data merupalan hasil survei Balai
Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19-24 April 2014 di perairan Teluk
Bone.
Teluk Bone merupakan teluk yang terletak di Kabupaten Bone, luas wilayah
4559 km2. Beberapa Rumpon yang tersebar di Teluk Bone di investigasi
menggunakan metode hidroakustik menggunakan analisis Allocation Threshold.
Metoda Echo Allocation Threshold memberikan informasi kondisi
perikanan lebih baik daripada sekedar proses integrasi echo. Data echo tersebut
dikumpulkan menggunakan Simrad EY60. Perairan Teluk Bone dibagi kedalam
tiga bagian yaitu Utara, Tengah dan Selatan. Secara menegak, perairan diamati
dalam empat lapisan kedalaman (0-25 m), (25-50 m), (50-75 m), dan (75-100 m).
Data diolah dengan bantuan perangkat lunak Echoview 4.8, Microsoft Excel
2010 dan Donggle Echoview 4.8. Kelompok target di tiga zonasi dan empat
lapisan kedalaman menunjukkan perbedaan.
Terdapat variasi keragaman suatu target sesuai posisi lintang dan kedalaman.
Frekuensi kemunculan paling banyak terdapat di kedalaman (0-25 m) bagian
Selatan. Wilayah Tengah Teluk Bone, paling banyak di kedalaman (0-25 dan 76100 m) sedangkan wilayah Utara Teluk Bone, kemunculan paling banyak di
kedalaman (76-100 m). Target yang ditemukan pada Selatan Teluk Bone adalah
rata-rata target yang berukuran sedang dengan rentang -51 dB hingga -71 dB.
Pada wilayah Tengah Teluk Bone rata-rata target yang ditemukan adalah target
berukuran besar dengan -33 dB hingga -51 dB, sedangkan pada Utara Teluk Bone
rata-rata target yang paling dominan adalah target berukuran kecil dengan nilai 71 dB hingga -90 dB, diduga sebagai larva ikan, krustasea dan plankton.
Kata kunci: Hidroakustik, Rumpon, Integrasi data dengan Echo Allocation
Threshold
ABSTRAC
NURFIA SAMAY. Hydroacoustic character of water column around Fish
Aggregating Device situated in Bone Bay South Celebes. Supervised by TOTOK
HESTIRIANOTO.
This research is an echo integration around Fish Aggregating Device
situated in Bone Bay South Celebes. The Data collection was conducted by
Marine Fisheries Research Institute (Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL))
Ministry of Marine and Fisheries Affair, conducted from 19th to 24th April 2014.
Boney Bay is situated in Kabupaten Bone with an area of 4559 km2. The
fish around the FAD in Boney Bay was investigated using Hydroacoustic method.
The Allocation Threshold method is applied in this study.
The Echo Allocation Threshold Method gives better result in information of
targets rather than just integrating the water column. The Echodata was collected
using SIMRAD EY60. Horizontally, the area was divided into three sections
based on Latitude, namely northern, middle and southern section of bay. In
parallel, the water layer was also divided into four layers namely (0-25 m), (25-50
m), (50-75 m), and (75-100 m) water depth.
Several Post processing softwares were applied in this research, namely
Dongled Echoview 4.8 and Microsoft Excel 2010. Various differences in Target
strength were revealed.
In Southern Region most target was encountered from the depth of 0-25m.
In the Middle Region, the targets were more from 0-25 m and 76-100m depth.
Meanwhile from Northern Region the most target was recorded from 76-100m
depth. In average, all targets were from a range of -51 dB to -71dB. Large targets
were recorded in the Middle Region with -33 to -51 dB. Small targets were
recorded from Northern Region with -71dB to -90dB, which was suspected as
fish, crustacean larvae and plankton.
Keywords: hydroacoustic, Fish Aggregating Device, Echo Integration with Echo
Allocation Threshold
KARAKTERISTIK AKUSTIK KOLOM AIR DI SEKITAR
RUMPON LOKASI TELUK BONE, SULAWESI SELATAN
NURFIA SAMAY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penyusunan tugas akhir dengan judul
“Karakteristik Akustik Kolom Air di sekitar Rumpon Lokasi Teluk Bone,
Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan dengan baik. Sumber isi skripsi ini diambil
dari beberapa referensi yang terkait. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai
salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas bantuan dari berbagai pihak, sehingga
ucapan terimakasih penulis ucapakan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Kuasa karena masih memberikan kesehatan dan
keselamatan,
2. Bapak Dr.rer.nat. Ir, Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, ilmu serta saran selama penyusunan
proposal hingga penyusunan tugas akhir,
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc sebagai dosen penguji,
4. Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi, MT sebagai dosen penguji,
5. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Balai Penelitian
Perikanan Laut (BPPL) yang telah memberikan ijin kepada saya untuk
melakukan penelitian menggunakan data hasil riset milik BPPL,
6. Orang tua serta seluruh keluarga yang memberikan motivasi, dukungan,
kasih sayang serta doa yang diberikan,
7. Keluarga ITK angkatan 47 atas dukungan, kebersaman, kerjasama dan
bantuannya semuanya.
Bogor, Mei 2015
Nurfia Samay
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kondisi Umum Teluk Bone
2
Rumpon
2
Ekologi Plankton
3
Metode Hidroakustik
3
Target Strenght (TS)
5
Volume backscattering strength (Sv)
5
Elementary sampling distance unit (ESDU)
6
Threshold
6
METODE
7
Waktu dan Lokasi Penelitian
7
Instrumen dan Peralatan Penelitian
7
Kapal Survei
8
Alat
8
Bahan
8
Prosedur Pengolahan Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Hasil dan Pembahasan
10
SIMPULAN DAN SARAN
26
Simpulan
26
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Cara kerja alat Hidroakustik
Peta lokasi pengambilan data BPPL
Diagram alir pengolahan data
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 0-25
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 25-50
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 50-75
Nilai Sv di Selatan Teluk Bone kedalaman 75-100
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 0-25
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 25-50
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 50-75
Nilai Sv di Tengah Teluk Bone kedalaman 75-100
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 0-25
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 25-50
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 50-75
Nilai Sv di Utara Teluk Bone kedalaman 75-100
Nilai Sv pada bagian Selatan Teluk Bone
Nilai Sv pada bagian Tengah Teluk Bone
Nilai Sv pada bagian Utara Teluk Bone
Sebaran Sv pada Selatan, Tengah dan Utara Teluk Bone
Ilustrasi keberadaan target pada Rumpon
Peta letak posisi Rumpon pada Teluk Bone
4
7
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
18
20
22
24
25
DAFTAR LAMPIRAN
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Data excel pada kedalaman 0-25 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 25-50 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 50-75 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 75-100 meter di bagian Selatan
Data excel pada kedalaman 0-25 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 25-50 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 50-75 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 75-100 meter di bagian Tengah
Data excel pada kedalaman 0-25 meter di bagian Utara
Data excel pada kedalaman 25-50 meter di bagian Utara
Data excel pada kedalaman 50-75 meter di bagian Utara
Data excel pada kedalaman 75-100 meter di bagian Utara
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya perikanan mempunyai sifat yang dapat pulih (renewable)
namun kemampuan tersebut terbatas. Berdasarkan keadaan tersebut, maka
pemanfaatan sumberdaya perikanan harus diatur atau dikelola sebaik mungkin
untuk mencapai pemanfaatan yang optimal dengan memperhatikan kelestarian
sumberdaya perikanan tersebut.
Kondisi fisik perairan Teluk Bone sangat dinamis karena areanya yang
sangat luas, sehingga bisa memberikan kekayaan alam laut yang melimpah,
dimana daya dukung kelautan dan perikanan tersebut bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesejahteraannya (Wagey et al., 2004).
Rumpon merupakan salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang
dipasang di laut dangkal maupun laut dalam untuk menarik gerombolan ikan
sehingga ikan mudah di tangkap. Oleh karena itu keberadaan ikan di wilayah
perairan Indonesia sangat beragam dan terus mengalami perubahan karena adanya
ruaya dan migrasi ikan, dengan kata lain terjadi perubahan stok dan ikan secara
spasial dan temporal. Hal ini mendorong perlunya dilakukan pendugaan stok,
karena industri perikanan memerlukan informasi tentang distribusi ikan dalam
rangka efisiensi penangkapan yang dilakukan. Perkembangan teknologi yang
sangat cepat memberikan metode yang sangat beragam dalam mengidentifikasi
karakteristik akustik, salah satunya dengan metode hidroakustik.
Metode hidroakustik merupakan metode yang terbaik dan seringkali
digunakan untuk melakukan investigasi kolom dan dasar perairan secara efisien
dan akurat (Blondel 2009). Metode hidroakustik dapat melihat pantulan
bioakustik yang dipantulkan oleh plankton yang disebut juga dengan echo
(backscatter atau backscattering). Prinsip yang digunakan pada metode akustik
adalah adanya perambatan suara, yang kemudian suara tersebut dipancarkan dan
diterima kembali sehingga dapat dianalisis yang kemudian dapat digunakan dalam
berbagai bidang keilmuan. Metode hidroakustik dapat digunakan untuk menduga
target yang terdapat di perairan laut, seperti pendugaan sebaran ikan, plankton dan
sebagainya.
Berkenaan dengan perairan Teluk Bone yang potensial dan strategis sebagai
daerah penangkapan ikan, maka penelitian ini dilakukan terkait dengan
progressive thresholding adalah dengan melihat nilai sebaran plankton dan ikan
disekitar rumpon wilayah Teluk Bone menggunakan metode progressive
thresholding dan melihat sebaran rasio temporal volume backscattering strength
(Sv).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah mengetahui sebaran ikan dan plankton di
sekitar rumpon berdasarkan karakteristik akustik dan mengetahui pengaruh
lintang terhadap sebaran ikan dan plankton di rumpon di Teluk Bone berdasarkan
karakteristik akustik.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Teluk Bone
Teluk Bone merupakan salah satu teluk atau daerah Kabupaten Bone yang
berada di pesisir timur Sulawesi Selatan yang memiliki posisi strategi berada di
pulau Sulawesi, tepatnya di provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 4559
km2. Kabupaten ini terletak 174 km ke arah timur Kota Makassar, berada pada
posisi 4°13’-5°6’ LS dan antara 119°42’-120°30’ BT. Teluk Bone berbatasan
langsung dengan daerah-daerah yang berada disekitar Kabupaten Bone, seperti
Kabupaten Waju dan lainnya. Wilayah Teluk Bone berhubungan langsung dengan
Laut Maluku. Perairan Teluk Bone relatif subur dan kaya akan sumberdaya laut,
sehingga mata pencaharian masyarakat yang tinggal disekitar Teluk Bone
sebagian besar mata pencahariannya nelayan.
Rumpon
Berbagai jenis ikan yang hidup diperairan yang lingkungannya berbeda-beda
itu menimbulkan cara penangkapan termasuk penggunaan alat tangkap yang
berbeda. Rumpon atau Fish Agregating Device merupakan adalah salah satu alat
tangkap yang berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan. Rumpon atau tendak
(Jawa), Onjen (madura), rabo (Sumbar), Ujan dan Tuasan (Sumatera Timur,
Sumatera Utara) merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang
dipasang disuatu tempat ditengah laut (Subani & Barus, 1989).
Pada prinsipnya rumpon ini terdiri dari Pelampung, tali panjang dan atraktor
(pemikat) dan pemberat. Sebagai upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan
penggunaan rumpon menjadi salah satu alternatif pilihan yang menjanjikan bagi
nelayan. Rumpon ini juga bisa disebut sebagai sebuah daerah atau tempat
penangkapan ikan. Dimana nelayan hanya akan menangkap ikan yang ada
disekitar rumpon tersebut. Ini berbeda dengan paradigma penangkapan ikan yang
selama ini digunakan oleh nelayan yaitu nelayan berusaha mencari ikan dengan
mengejar ikan. Sedangkan di rumpon nelayan hanya akan menangkap ikan di
sekitar dimana rumpon tersebut di tanam. Rumpon ini seperti rumah untuk ikan,
dimana ikan berkembangbiak di rumpon tersebut. Direktorat Jenderal Perikanan
(Zulkhasyni, 2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam
penggunaan rumpon yakni: memudahkan gerombolan ikan, biaya eksploitasi
dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
Berdasarkan kementapan pemasangan Rumpon (Zulkhasyni, 2009), terdapat
dua tipe yaitu,
1. Rumpon menetap (memiliki jangkar/pemberat berukuran besar) sehingga
tidak dapat dipindahkan dan dipasang diperairan dalam dengan kondisi
gelombang besar dan arus kuat, guna memikat/mengumpulkan jenis ikan
pelagis besar.
2. Rumpon yang dapat dipindahkan (terbuat dari bahan yang relatif ringan)
sehingga memungkinkan untuk diangkat atau dipindahkan guna memikat
atau mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil.
3
Ekologi Plankton
Kehadiran plankton disuatu ekosistem perairan sangat penting, karena
fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesis
senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy &
Kurniati, 1996).Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton bersama dengan tumbuhan air disebut sebagai produktivitas primer.
Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya
matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2001).
Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplankton
mengeluarkan bahan metabolik yang membuat zooplankton tertarik terhadap
fitoplankton. Jumlah dan distribusi musiman plankton maupun zooplankton dapat
diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas seperti suhu, penetrasi cahaya
dan konsentrasi unsur hara seperti nitrat dan fosfat dalam suatu perairan (Barus,
2004).
Menurut Nybakken (1992), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam
ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik
seperti plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan.
Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan
faktor-faktor abiotiknya akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.
Faktor abiotik (fisik kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton
antara lain suhu, penetrasi cahaya, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen
biologis, Kandungan berbagai unsur nutrisi dan pH.
Metode Hidroakustik
Hidroakustik merupakan suatu teknik penggunaan gelombang suara
(akustik) untuk menduga kedalaman perairan serta dapat dipergunakan untuk
mendeteksi ikan. Teknik hidroakustik baru diketahui kegunaannya sekitar tahun
1930. Sejak saat itu hidroakustik tidak saja mempunyai peranan yang besar dalam
industri penangkapan ikan, tetapi juga penting dalam di dalam bidang penelitian
perikanan, terutama untuk menduga kelimpahan suatu sediaan ikan (Widodo,
1992). Menurut Pujiyati (2008) metode hidroakustik adalah suatu metode
pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik, antara lain:
echosounder, fish finder, sonar, dan Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP).
Cara kerja alat hidroakustik ditunjukkan pada Gambar 1. Pesawat
pengendali (control) mengirimkan pulsa listrik dengan frekuensi tertentu dan
mengatur pesawat transmisi yang pada gilirannya akan memodulasi pulsa tersebut
dan meneruskannya ke transducer. Selanjutnya, transducer akan mengubah pulsa
listrik tersebut ke dalam bentuk energi akustik berupa sinyal suara yang kemudian
dipancarkan ke dalam air. Gelombang akustik tersebut merambat di dalam air, dan
apabila membentur sebuah target, misalnya ikan atau dasar perairan, akan
dipantulkan sebagai gema (echo). Pada umumnya transducer yang sama akan
menerima gema tersebut dan mengubahnya kembali menjadi tenaga listrik.
Setelah itu, pesawat receiver-amplifier akan menerima dan kemudian memperkuat
pulsa listrik tersebut serta mengirimkannya ke pesawat peraga. Pesawat peraga
dapat berupa perekaman gema dari kertas (echogram paper) atau berupa sebuah
4
“oscilloscope”. Oscilloscope merupakan sebuah alat yang didasarkan atas
kemampuan sebuah CRT (cathode ray tube) untuk melakukan visualisasi terhadap
osilasi arus atau tegangan listrik (Widodo, 1992).
Gambar 1.Cara Kerja Alat Hidroakustik
(Sumber: Widodo, 1992)
Penggunaan metode hidroakustik mempunyai beberapa kelebihan (Arnaya,
1991 dalam Yahya et al., 2001), diantaranya berkecepatan tinggi, estimasi stok
ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan
ikan; akurasi tinggi, tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan
lingkungan, karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si
pemakai alat maupun obyek yang di survei. Penggunaan teknologi ini sangat
membantu dalam pencarian sumberdaya ikan yang baru, sehingga akan
mempercepat pengambilan keputusan atau kebijakan, terutama untuk menetapkan
daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan (Riani, 1998
dalam Yahya et al., 2001).
Beberapa kendala yang mempengaruhi sinyal pantul menjadi berbeda dari
pulsa akustik yang datang atau dikirimkan (Siwabessy, 2001 dalam Pujiyati,
2008): ketidaksesuaian impedansi akustik dari air laut - dasar laut menyebabkan
pembauran permukaan dari pulsa utama; parameter akustik dari alat; penetrasi
sinyal akustik pada dasar laut menyebabkan besarnya pembauran pulsa utama,
arah pemantulan pada interface air laut – dasar laut akibat dari kekasaran dasar
laut, keterlambatan waktu kembali, respon pembauran dari permukaan laut,
gelembung-gelembung permukaan, dan lambung kapal untuk gema dasar akustik
kedua, kemiringan dasar laut, penyerapan akustik air laut dan derau (noise).
5
Target Strength (Ts)
Target strength adalah kekuatan dari suatu target untuk menentukan suara
dan memiliki hubungan erat dengan ukuran ikan, semakin besar ukuran ikan maka
semakin besar target strength yang didapat. Selain itu target strength juga
tergantung pada bentuk ikan, sudut datang pulsa, orientasi ikan terhadap
transducer, keberadaan gelembung renang, acoustic impedance dan elemen ikan
seperti daging dan tulang, kekenyalan kulit serta distribusi dari sirip dan ekor
(Arnaya, 1991).
Target strenght terdiri atas dua macam, yakni intensitas target strength dan
energi target strength (Johannesson dan Mitson, 1983).
Volume backscattering strength (Sv)
Volume backscatering strength adalah rasio antara intensitas yang
direfleksikan oleh suatu kelompok single target yang berada pada suatu volume
air tertentu (1m3) dan diukur pada jarak 1 meter dari target dengan intensitas
suara yang mengenai target. Nilai Sv identik dengan target strength, tetapi pada
praktisnya target strength digunakan untuk menghitung target tunggal sedangkan
nilai Sv digunakan untuk sekelompok ikan (Johannenson dan Mitson, 1983).
Volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume backscattering
strength dari kelompok ikan. Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple
target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing
target tunggal.
Menurut Nainggolan (1993) in Effendi (2005) asumsi-asumsi yang
digunakan pada pengukuran volume backscattering strength adalah :
1. Ikan bersifat homogen atau terdistribusi secara merata dalam volume
perairan.
2. Perambatan gelombang suara terjadi pada garis lurus dimana tidak ada
refleksi oleh medium (hanya ada spreading loss saja).
3. Densitas ikan yang cukup dalam densitas satuan volume.
4. Tidak ada multiple scattering.
5. Panjang pulsa yang pendek.
6
Elementary sampling distance unit (ESDU)
ESDU adalah panjang dari jalur pelayaran dimana rata-rata dari pengukuran
akustik diambil sebagai sebuah data. Sistem modern untuk analisis data akustik,
seperti Echo View yang dikembangkan oleh Sonar data memungkinkan ESDU
untuk dipakai. Dahulu ESDU biasanya harus ditentukan sebelum survei, tetapi hal
ini sering diragukan sebagai hal yang sesuai. Jika ESDU terlalu besar, maka
informasi penting tentang distribusi stok secara geografi akan hilang. Jika terlalu
kecil, maka secara berturut-turut data akan didominasi oleh perubahan lokal.
Data ESDU ini disusun berdasarkan waktu disamping jarak, selama jumlah
ping di setiap ESDU tetap, untuk menjaga keseragaman data secara statistik. Jika
kapal melaju dengan kecepatan 10 knot, maka 1 nmi dari lintasan itu dilalui
selama 6 menit. Apabila ditentukan nilai sebesar 1 mile, maka data direkam
sebagai rata-rata densitas ikan yang dipantau selama 6 menit. Hubungan antara
waktu yang dibutuhkan dengan jarak yang ditempuh tidak pasti apabila kecepatan
kapal tidak tentu, tapi hal ini bukan merupakan sumber yang penting untuk
prosedur analisis yang berbeda-beda apabila ESDU ditetapkan sebagai jarak
nominal (MacLennan dan Simmond, 2005).
Threshold
Threshold adalah nilai ambang batas pemilihan tingkat sinyal dibawah
sinyal yang tidak dapat diproses sinyal threshold digunakan untuk menghilangkan
sinyal noise dan sinyal yang tidak dikehendaki. Jadi semua echo dari ikan yang
berada di bawah nilai threshold akan diabaikan. Hal ini berarti jika distribusi
target strength berada di bawah nilai threshold maka intensitas echo rata-rata akan
menjadi bias (Mac Lennan dan Simmond, 1992).
7
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 hingga April 2015.
Pemrosesan dan pengolahan data akustik dilakukan di Laboratorium Akustik dan
Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Lokasi Penelitian ini berada di Perairan Teluk Bone,
Sulawesi Selatan. Survei data dilakukakan oleh Balai Penelitian Perikanan Laut
(BPPL) pada tanggal 19-24 April 2014. Perairan Teluk Bone berada pada koordinat
di 04°13’ sampai 05°06’ LS dan 119°42’ sampai 120°30’ BT, Lokasi pengambilan
data dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Peta lokasi pengambilan data BPPL
Instrumen dan Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengambilan data penelitian adalah SIMRAD
EY60. Selama perekaman data akustik, alat SIMRAD EY60 diset sebagai berikut :
Frekuensi
: 120 kHz
TVG
: 20 log r
Keceptan suara : 1547 m/s
Durasi pulsa
: 0.512 ms
8
Kapal Survei
Kapal yang digunakan dalam pengambilan data penelitian adalah Kapal
Latih 30GT milik Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Bone Dirjen
Tangkap KKP.
Alat
Alat yang dalam penelitian adalah Komputer atau Laptop, perangkat
Echoview 4.8, Dongle, Ms.Office 2010, dan perangkat lunak Matlab R2010a.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dan pemrosesan data data Echogram
Teluk Bone dalam bentuk *raw pada bulan April 2014
9
Prosedur Pengolahan Data
Data Hasil Intgrasi Echoveiw dengan. .Donggle dalam betuk .raw data
Moving Threshold (Kubecka 2009)
Threshold minimal -90 dB, step 3 dB dan maksimal -33 dB
(Komariyah 2011)
Data dikelompokkan menjadi 4 layer (0-25 m, 25-50 m, 50-75 m,
dan 75-100 m)
Threshold dikategorikan menjadi 3 bagian (≥-33 dB sampai