Sifat Mekanik Dan Termal Bionanokomposit Filler Rotan.

SIFAT MEKANIK DAN TERMAL BIONANOKOMPOSIT
FILLER ROTAN

AMINAH BALFAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Mekanik dan Termal
Bionanokomposit Filler Rotanadalah benar karya saya dengan arahan dan
bimbingan Dr Irmansyah, M.Sisebagai ketua, Dr. Siti Nikmatin, M.Si dan Dr.
Agus Sukarto Wismogroho, M.Eng sebagai anggota komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Aminah Balfas
NIM
G751130131

RINGKASAN
AMINAH BALFAS.Sifat Mekanik dan Termal Bionanokomposit Filler Rotan.
Dibimbing oleh IRMANSYAH, SITI NIKMATIN dan AGUS SUKARTO W.
Ketersediaan rotan yang melimpah merupakan sumber daya alam kaya
serat.Nanopartikel rotan merupakan pilihan material yang sangat potensial untuk
dikembangkan dan diteliti lebih lanjut sebagai fillerbionanokomposit berbasis
polimer. Tahap awal penelitian inirotan diberi dua perlakuan inokulasi dan non
inokulasi, pada perlakuan inokulasi jamur digunakan White rote fungi isolat F dan
kapang Aspergillus niger isolat H dengan waktu inokulasi 21 hari. Tahap
selanjutnya sintesis nanopartikel serat alam dari rotan sebagai bahan penguat
polipropilen (PP) menggunakan metodediskmillingdengan variasi waktu15 menit,
30 menit, dan 45 menit dan sintesis bionanokomposit dengan komposisi PP 92%
sebagai matriks, rotan 5% sebagai filler, dan PPMA 3% sebagai coupling agent.
Hasil dari menggunakan metode disk millingdidapatkanwaktu

milling optimum 30 menit dengan rata-rata ukuran partikel 24.35 nm dalam
rentang 15.49 - 48.99 nmpada perlakuan non inokulasi melalui alat ujiPSA yang
menggunakan metodeakumulasi distribusi jumlah (number). Morfologi
permukaan nanopartikel rotan optimum menunjukkan semakin lama waktu
milling, semakin kecil ukuran partikelnya, dan memiliki nilai ACS sebesar 0.9833
Å (0.09833 nm) dengan FWHM 0.1557 rad. Bionanokomposit filler nanopartikel
rotan optimum memiliki karakteristik termal sebanding dengan komposit filler
fiber glass. Bionanokomposit optimum memiliki onset temperature 132.537 0C,
puncak endoterm 166.291 0C, puncak eksoterm 398.494 0C, perubahan entalpi
(ΔH) pada puncak endoterm pertama (+) 101.097 K-1 J/g, kapasitas panas (Cp)
0,998 K -1 J/ºC, serta pengurangan masa pada dekomposisi tahap awal dan akhir
sebesar 23.1% dan 38.44%.
Berdasarkan uji kekuatan tarik dan tekan, secara umum dengan
penambahan serat alam pada matriks PP tidak memberikan pengaruh kenaikan
pada
nilai kuat tariknya (Tensile Strenght). Sampel non inokulasi dan
inokulasimemiliki nilai kuat tarik 22.3565 N/mm2 dan 20.5294 N/mm2,hal ini
menunjukkan penurunan jika dibandingkan PP murni22.6935 N/mm2.Penurunan
ini disebabkan oleh ikatan bidang antar muka yang lemah antara rotan dan PP.
Nilai flexural strengthmenunjukkan berapa beban maksimum yang dapat

ditanggung oleh sampel, dimana sampel inokulasi dan non inokulasi memiliki
nilai 27.602 N/mm2 dan 32.6065 N/mm2. Kualitas uji kekuatan benturan (impak
izod) sampel inokulasi dan non inokulasi sebesar 67.769 J/m dan 65.64 J/m
melebihi standar yang digunakan oleh kompositfiller fiber glass.
Kata kunci : bionanokomposit, filler,inokulasi, matriks, nanopartikel, rotan,

SUMMARY

AMINAH BALFAS. Mechanical and Thermal Properties Bionanocomposite
Filler From Rattan. Supervised by IRMANSYAH, SITI NIKMATIN and AGUS
SUKARTO W.
The availability of rattan abundant natural resources are rich in fiber.
Nanoparticles rattan is the choice of material is very potential to be developed and
investigated further as a filler bionanocomposite based polymers. The early stages
of this study were given two treatments cane biomass inoculation and non
inoculation, inoculation treatment fungal isolates used White rote fungi
Aspergillus niger F and H isolates the inoculation period of 21 days. The next
stage synthesis of nanoparticles of natural fibers from rattan as a reinforcing
material for polypropylene (PP) using disk milling with a variation of 15 minutes,
30 minutes and 45 minutes and synthesis bionanocomposite with the composition

of polypropylene (PP) 92% as matrix, rattan 5% as filler, and the PPMA 3% as a
coupling agent.
Results of using disk milling obtained milling time optimum 30 minutes
with an average particle size of 24.35 nm in the range of 15:49 - 48.99 nm in the
treatment of non-inoculation through of PSA testing using the accumulated
distribution of the amount (number), surface morphology of nanoparticles rattan
optimum showed the longer the milling time, the smaller the particle size, and
ACS amounted to 0.9833 Å (0.09833 nm) with FWHM 0.1557 rad.
Bionanocomposite filler nanoparticles rattan have the optimum thermal
characteristics comparable to a composite fiber glass filler. Bionanocomposite
Optimum has an onset temperature 0C 132 537, 166 291 0C peak endothermic,
exothermic peak of 398 494 0C, the change in enthalpy (ΔH) in the first
endothermic peak (+) 101.097 K-1 J / g, heat capacity (Cp) 0.998 K -1 J / ºC , as
well as a reduction in the period of early and late stages of decomposition of
23.1% and 38.44%.
Based on the tensile and compressive strength test, generally with the
addition of natural fibers in the matrix of PP did not affect the increase in the
value of its tensile strength (Tensile Strength). On non-inoculation samples tensile
strength value of 22.3565 N/mm2 and the sample inoculation of 20.5294 N/mm2,
it showed a decrease when compared to pure PP amounted to 22.6935 N/mm2.

The decrease was caused by a weak bond areas of the interface between rattan and
PP matrix. Flexural strength value shows how much the maximum load that can
be borne by the sample, in which the filler bionanokomposit rattanhas a value of
27 602 N/mm2 in the sample inoculation and at 32.6065 N/mm2 on noninoculation samples. Quality test impact strength (Izod impact) bionanocomposite
rattan in the sample inoculation and non inoculation of 67 769 J / m and 65.64 J /
m exceeding the standard used by composite glass fiber filler.
Keywords: bionanocomposite,filler, inoculation, matrix,nanoparticles, rattan

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SIFAT MEKANIK DAN TERMAL BIONANOKOMPOSIT
FILLER ROTAN


AMINAH BALFAS
Penguji pada Ujian Tesis:
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Yessie Widya Sari, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini ialah biomaterial dengan judul Sifat Mekanik dan Termal

Bionanokomposit Filler Rotan.
Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya tesis ini, penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Orang tua dan suami yang selalu memberikan doa, semangat dan kasih
sayangnya hingga tesis ini dapat terselesaikan.
2. Dr Irmansyah selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Siti Nikmatin dan
Dr Agus Sukarto selaku anggota komisi pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam
menyelesaikan tesis ini.
3. Program Studi Biofisika, Departemen Fisika dan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam yang telah membantu dan memberikan ijin
pelaksanaan penelitian.
4. Pusat Penelitian Fisika LIPI, Pusat Penelitian Material LIPI, PT Astra
Honda, dan PUSLITBANG Kehutanan atas semua bantuan dan fasilitas
yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik
dan lancar.
5. Seluruh teman-teman Biofisika angkatan 2013 yang selalu memberikan
masukan dan semangat selama penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini masih belum

sempurna.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September2015
Aminah Balfas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 METODE
Waktu dan Tempat

Alat dan Subjek
Prosedur Penelitian

7
7
7
8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Nanopartikel Biomassa Rotan
Sifat Bionanokomposit Filler Biomassa Rotan
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
28

11
11
17
27

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1 Hasil Pengujian Kadar Selulosa Metode Van Soest
2 Hasil pengujian PSA berdasarkan metode comulant distribusi jumlah
(number) pada ukuran partilkel variasi waktu milling
3 Atomic Crystal Size (ACS) nanopartikel biomassa rotan
4 Nilai Puncak Pada Termogram DTA
5 Hasil Uji Kekuatan Tarik dan Tekuk
6 Perbandingan sifat Kekuatan benturan

12
12
17
21
24
26

DAFTAR GAMBAR
1. Mesin injection molding ukuran kecil, tampak hopper, nozzle
dan clamping unit
6
2. Bagan alir prosedur penelitian
8
3. Spesimen Uji Tarik (a), Spesimen Uji Tekan (b), dan Spesimen
Impak Izod (c)
11
4. Grafik pengujian PSA berdasarkan metode comulant distribusi jumlah
(number) pada ukuran partilkel variasi waktu milling
13
5. Morfologi SEM serat rotan non inokulasi variasi waktu
milling 0 menit (a), 15 menit (b), 30 menit (c) dan 45 menit (d)
14
6. Morfologi SEM serat rotan metode ultrasonifikasi optimum
3 jam (a), dan metode HEM optimum 5 jam (b) 16
7. Hasil pengujian XRD nanopartikel rotan metode disk milling
15 menit, 30 menit dan 45 menit
16
8. Termogram DTA&TGA bionanokompositmatriks PP dan filler
rotan inokulasi
18
9. Termogram DTA & TGA bionanokomposit matriks PP dan filler
rotan non inokulasi
19
10. Termogram DTA & TGA Polipropilen
2011. Termogram
DTA& TGA Komposit matriks PP dan filler fiber glass 21
12. Termogram DTA& TGA Bionanokomposit matriks PP dan filler serat kulit
rotan metode ultrasonifikasi
22
13. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan
24
14. Grafik Break- Force
25
15. Morfologi SEM PP (a), inokulasi(b), non inokulasi (c), dan PPFG (d)
26
16. Morfologi SEM Bionanokomposit metode Ultrasonifikasi
27

DAFTAR LAMPIRAN

1. Proses pembuatan nanopartikel
30
2. Pembuatan granular komposit dengan Metode Ekstruksi (Twin Screw
Extruder)
30
3. Sintesa bionanokomposit dengan metode injeksi molding di
PT AHM Jakarta
31
4. Menentukan parameter kisi selulosa,dan ACS (Atomic Crystal Size)
sampel
32
5. Data JCPDS Selulosa
37
6. Perhitungan perubahan entalpi (ΔH)
38
7. Pehitungan Kapasitas Panas (Cp)
39

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada perkembangan era modern saat ini kebutuhan akan komposit sudah
menjadi kebutuhan pokok yang sangat lazim digunakan dalam kebutuhan industri
sehari-hari. Pemanfaatan polimer sudah meliputi berbagai
aspek
kehidupan.Industri-industri polimer berkembang pesat selama beberapa puluh
tahun terakhir, bahkan industri polimer dapat dipandang sebagai industri dasar
dalam negara. Faktor utama yang menyebabkan pesatnya industri polimer adalah
bahan-bahan polimer dapat memenuhi spektrum luas dari kehidupan, kualitasnya
dapat ditingkatkan lewat pengubahan struktur kimia, penambahan aditif seperti
pengisi, penstabil dan pewarna serta memiliki sifat yang mengguntungkan mudah
dibentuk (easy printability), fleksibel dan tahan karat.
Inovasi teknologi komposit pemanfaatan biomassa petanian yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan berbasis sumber daya lokal dengan nanoteknologi
mempunyai peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis
tersebut dapat diwujudkan melalui kontribusi nyata dalam menghasilkan rekayasa
material untuk mendorong percepatan pencapaian pembangunan, yaitu:
menyelamatkan lingkungan, peningkatan nilai tambah biomassa pertanian sebagai
bahan baku industri, daya saing produk impor, sumber devisa Negara dan
berujung pada peningkatan kesejahteraan petani.
Berdasarkan data Indonesia mempunyai potensi serat alam yang
melimpah.Rotan merupakan komoditas hasil hutan non-kayu yang dapat dengan
mudah dibengkokkan tanpa deformasi yang nyata dan memberi kehidupan bagi 2
juta petani yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera.1 Rotan
merupakan penghasil devisa negara yang cukup besar karena Indonesia memberi
sumbangan 85% kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah tersebut 90% dihasilkan dari
hutan alam yang terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10%
dihasilkan dari budidaya rotan.1
Berdasarkan data dari APRI (Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia) tahun
2009 produksi rotan di Indonesia sebesar 174.386 ton/th, tahun 2010 meningkat
menjadi 690.000 ton/th, terakhir berdasarkan data yang didapat tahun 2012,
produksi rotan di indonesia mencapai 1 juta ton/th sedangkan kebutuhan di
Indonesia hanya mencapai 240.000 ton/th atau 30% dari total produksi, maka
biomassa rotan menumpuk dilingkungan tempat tinggal petani yang
pemanfaatannya masih terbatas, saat ini petani mengunakannya sebagai ikat tali
sayuran yang dijual di pasar, dimanfaatkan sebagai atap rumah petani rotan dan
sisanya dibakar yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, terlebih lagi
ekspor rotan secara illegal masih berlangsung hingga hari ini yang tentunya sangat
merugikan bagi pemerintah. Sementara itu biomassa rotan mencakup bagian yang
lebih luas tidak hanya kulit tetapi potongan-potongan rotan dari tingkat industri
yang merupakan bagian dari limbah yang kaya akan serat dan melimpah di
indonesia yang dapat juga direkayasa menjadi filler dalam komponen
bionanokompoit.2
Salah satu pengguna polimer yang besar adalah industri komponen sepeda
motor yang dimana serat sintetis berperan sebagai penguat polimer, kebutuhan
tersebut dapat mencapai ratusan juta ton per tahunnya. Salah satu contoh adalah

2
komponen fan compcover, luggage box, dllyang merupakan salah satu
penggunaan material komposit pada komponen sepeda motor. Dalam proses
produksinya, satu unit fan cover membutuhkan 250 g dan luggage box
membutuhkan 500 g biji komposit sintetis dan saat ini pemenuhan akan granular
komposit tersebut 100% impor. Hal ini menggambarkan ketergantungan yang
tinggi terhadap produk impor komposit berbahan dasar minyak bumi dengan
bahaya global warming yang besar.10
Nikmatin (2012) telah melakukan penelitian sintesis bionanokomposit
dengan fillerserat rotan ukuran nanopartikel menggunakan metode ultrasonifikasi
untuk sintesisnanopartikel dan Inject Molding untuk sintesis bionanokomposit,
kemudian Fery (2013) melakukan penelitian sintesis nanopartikel serat rotan pada
aplikasi bionanokomposit dengan metode High Energy Milling (HEM). Metode
pembuatan nanopartikel serat biomassa rotan menggunakan disk milling belum
pernah dilakukan oleh penelitilain sebelumnya oleh karena itu penelitian ini dirasa
penting untuk menentukan metode yang efektif dalam pembuatan nanopartikel
serat biomassa rotan. Penelitian mengunakan metode disk milling diberikan dua
perlakuan yaitu inokulasi dannon inokulasi. Perlakuan inokulasi jamur White rote
fungi isolate F dan kapang Aspergillus niger isolate H bertujuan untuk ekstraksi
selulosa dengan membentuk enzim yang akan menghancurkan jaringan tanaman
non selulosa.
Dalam penelitin ini akan dilakukan pengkajian sifat mekanik dan termal
bionanokomposit filler rotan dengan gabungan metode Twin Screw Extrusion
(TSE) dan injection molding, diharapkan melalui penelitian ini dihasilkan
optimasi proses produksi nanopartikel dan bionanokomposit fillerrotan yang siap
digunakan untuk kebutuhan industri.
Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas maka dirumuskan penelitian ini sebagai
berikut.
1. Bagaimana memanfaatkan kelebihan rotan menjadi sesuatu yang
memiliki nilai ekonomi tinggi ?
2. Bagaimana mendapatkan optimasi produksi dari penelitian sebelumnya
(ultrasonifikasi dan HEM) dibandingkan dengan disk milling?
3. Apakah metode gabungan antara TSEdan injection molding dapat
menghasilkan sifat bionanokomposit serat rotan yang optimum dalam
sifat mekanik dan termal?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendapatkan serat rotan dalam ukuran nanopartikel
2. Mendapatkan proses produksi nanopartikel yang optimum.
3. Mendapatkan analisa sifat mekanik dan sifat termal bionanokomposit filler
rotan perlakuan inokulasi dan non inokulasi dengan metode TSE dan
injection molding

3

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menjadi awal dalam pemanfaatan limbah yang memiliki nilai ekonomi
yang tinggi serta dapat diaplikasikan di industri, sehingga dapat
meningkatkan ekonomi industri rotan di Indonesia melalui diversifikasi
produk.
2. Menjadikan hasil penelitian ini dapat diterima oleh industri komposit
berbasis polimer contohnya sepeda motor dan furniture dimana
nanopartikel filler rotan digunakan sebagai penguat.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berupa sintesis bionanokomposit serat rotan menggunakan
TSE dan injection molding dengan tahap awal sintesa nanoselulosa serat biomassa
rotan menggunakan metode diskmilling dengan perlakuan inokulasi jamur dan non
inokulasi dimana non inokulasi dilakukan dengan perebusan terlebih dahulu
sedangkan inokulasi tidak melalui tahap perebusan. Selanjutnya karakterisasi sifat
mekanik dan termal.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Nanoteknologi
Semakin maju peradaban manusia maka permasalahan yang dihadapi
menjadi sangat kompleks dan menantang.Tak jarang solusi yang harus
dimunculkan memerlukan perhatian sampai pada ukuran yang sangat kecil yang
sebelumnya belum pernah terpikirkan oleh manusia.Pengenalan dan pemahaman
akan ilmu dan teknologi nano sangat terkait dengan definisi nano, struktur
nanomaterial dan konsep teknologi nano. Nanosains adalah ilmu yang
mempelajari sifat–sifat unik yang muncul ketika ukuran mendekati skala
nanometer.Warna merupakan salah satu sifat (optik) yang berbeda pada material
berskala nano.Sifat lainnya, seperti fleksibilitas/kekuatan (sifat mekanik) dan
konduktivitas, juga merupakan sifat yang sering sangat berbeda pada material
skala nano.Hal inilah yang membuat material skala nano mempunyai sifat yang
unik. Nanomaterial secara umum mempunyai karakteristik: ringan, kecil,
mempunyai properti unggul dan super, Sedangkan nanoteknologi adalah rekayasa
dari material fungsional, alat, dan sistem melalui pengontrolan benda pada skala
dari 1-100 nanometer, dan eksploitasi dari fenomena pada skala tersebut.3
Nano adalah satuan panjang sebesar sepertriliun meter (1 nm = 10-9 m).
Perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya
perbandingan antara bola bumi dengan bola pingpong.4 Bahan nano merupakan

4
jembatan antara atom atau molekul dari bahan berukuran mikrometer (1 nm = 10-3
µm). Apabila nanometer dibagi lagi menjadi sepersepuluhnya, akan sampai pada
besaran atom (0.1 nm = 1 Å). Penyusunan ulang atom-atom dalam nanoteknologi
mencapai tahap penyusunan ulang struktur atom individual, jadi bukan lagi
tumpukan atom, sehingga ketepatannya semakin presisi dan biaya produksi
semakin murah. Satu aspek lain yang sangat menarik dari nanoteknologi adalah
kemampuan untuk duplikasi diri secara otomatis. Konsep ini memiliki kesamaan
dengan kemampuan reproduksi makhluk hidup. Sel-sel dalam tubuh (tersusun dari
atom-atom) memiliki kemampuan memperbaiki diri sehingga sel-sel yang rusak
dan mati selalu digantikan dengan sel baru yang sehat.5
Beberapa efek penting yang dimiliki materi jika ukurannya diperkecil
menuju skala nano misalnya pada sifat termal.Nanomaterial memiliki titik lebur
yang lebih rendah dan panas spesifik yang lebih tinggi dibanding sifat bulk-nya.
Kemudian reduksi ukuran skala nano akan menurunkan suhu sintering dan suhu
pengkristalan dikarenakan kandungan energi permukaannya yang tinggi.6Hal yang
sama juga terjadi pada sifat listrik nanomaterial yang dapat mempunyai energi
lebih besar dari pada material ukuran biasa karena memiliki surface area yang
besar.7 Hal ini berkaitan dengan resistivitas listrik yang mengalami kenaikan
dengan berkurangnya ukuran partikel. Contohnya material yang bersifat isolator
dapat bersifat konduktor ketika berskala nano (nano keramik).
Berbagai macam metode akan terus dikembangkan seiring dengan
kebutuhan nanopartikel dengan ukuran kurang dari 100 nm dan sekaligus
mengubah sifat atau fungsinya.8 Berdasarkan data dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2014 sebanyak 35% industri di Indonesia
sudah menerapkan nanoteknologi. Presentase ini meningkat jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya sebesar 20.3 %.9 Berbagai riset nanomaterial telah
dilakukan di berbagai lembaga penelitian dan di perguruan tinggi di Indonesia
diantaranya tahun 2010 Fisika LIPI mengembangkan metodeultrasonic-milling
pada nanomaterial logam. Carbon nano tube dikembangkan oleh PTBIN BATAN,
FT UI mengembangkan alat sensor nano, berbasis nano komposit magnit dengan
planetary ball mill.Fisika ITB membuat lapisan nano pada bahan magnit dalam
bentuk Quantum Dot partikel nano silika.
Bionanokomposit Berbasis Polimer
Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau
gabungan.Komposit berasal dari kata kerja to compose yang berarti menyusun
atau menggabung. Material komposit didefinisikan sebagai kombinasi antara
bentuknya, komposisi kimianya, dan tidak saling melarutkan dimana material
yang satu berperan sebagai penguat dan yang lainnya sebagai pengikat, sehingga
akan terbentuk material baru yang lebih baik dari material penyusunnya.10
Polimer merupakan molekul yang terbentuk dari unit-unit berulang
sederhana.Polimer dibedakan menjadi dua yaitu polimer buatan dan polimer
alam.Polimer alam adalah material yang langsung diambil dari alam seperti
selulosa, kapas, karet, dan rotan.Sementara polimer buatan digolongkan menjadi
polimer regenerasi dan polimer sintetis.Polimer sintetis adalah polimer yang
dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik misalnya polipropilen
(PP).

5
Dalam penelitian ini PP adalah polimer sintetis yang kita gunakan sebagai
matriks dalam komponen bionanokomposit. PP salah satu jenis dari polimer
kristalin termoplastik bersifat non-polar yang dihasilkan dari proses polimerisasi
gas propilena. PP banyak digunakan dalam industri dikarenakan memiliki sifatsifat seperti mudah dibentuk, tahan terhadap bahan kimia, asam, basa, dan tahan
terhadap panas.
Polimer memiliki kekurangan seperti kekakuan dan kekuatan rendah maka
polimer memerlukan campuran zat-zat lain untuk meningkatkan kekuatan dari
polimer maka dibentuklah komposit dimana polimer sebagai komponen utama
yang bertindak sebagai matrik dan penambahan filler sebagai komponen penguat.
Dalam kehidupan industri khususnya industri sepeda motor fiber glass adalah
polimer serat yang banyak digunakan. Penelitian terdahulu telah melakukan
perbandingan antara filler serat alam rotan dengan filler serat sintetis fiber glas
pada aplikasi box luggage dengan metode injeksi molding.10
Fiber glass banyak digunakan sebagai filler karena merupakan senyawa yang
stabil dan merupakan padatan amorf yang dikomposisikan menghasilkan lembaran
kaca tipis dan diurai menjadi benang-benang halus berukuran mikro, tetapi
mengingat dampak buruk yang akan ditimbulkan dari penggunaan serat sintetis
dalam jangka waktu panjang kedepan maka digunakan alternatif serat alam yaitu
rotan untuk menggantikan penggunaan fiber glass. Pembanding dalam penelitian
ini adalahbox luggage yang merupakan komposit sintetis dengan komponen
penyusun matrik PP (90%), fiiller serat sintetis fiber glass (10%) dan pewarna
hitam. Box luggage merupakan penyimpan barang sekaligus sebagai tumpuan
beban struktur pengendara sepeda motor yang berada tepat diatasnya.
Pengujian sifat mekanik penelitian tersebut menggunakan American Standard
Testing Material (ASTM)yang menjelaskan akan kekuatan mekanik
bionanokomposit dibandingkan dengan komposit box luggage. Pada pengujian
ketangguhan, tensile breaking elongation dan kekerasan bionanokomposit serat
rotan memiliki nilai diatas standar fiber glasspada konsentrasi 2% dan 5%
nanopartikel serat rotan, sedangkan pada komposit filler fiber glass Untuk
mencapai standar dibutuhkan kosentrasi
filler10% hingga 20%. Hal ini
menunjukan bahwa komposit berserat alam lebih efisien karena dengan
massa jenis yang lebih kecil dari serat sintetis, maka kebutuhan akan filler juga
kecil.
Injection Molding
Peningkatan kebutuhan penggunaan produk berbahan dasar polimer dan
komposit diperlukan cara yang efektif dalam hal pemanfaatan dan
pengolahannya.Salah satu teknik yang cukup efektif dan banyak dipergunakan
untuk pengolahan bahan polimer adalah injection molding.Teknikini banyak
dipilih karena dapat memenuhi kebutuhan industri seperti kapasitas produksi yang
tinggi, sisa penggunaan material sedikit dan tenaga kerja maksimal itu sebanding
dengan biaya investasi dan perawatan yang tinggi.90 perseninjection molding
adalah memproses material termoplastik.13
Teknik ini pertama kali dikenalkan oleh John Wesley Hyatt pada tahun
1868, dengan melakukan injeksi celluloid panas ke dalam mold, untuk membuat
bola billiar. Bersama saudara perempuannya Isaiah, dia mematenkan mesin
injection mold untuk penyedot debu tahun 1872. Tahun 1946 James Hendri untuk

6
pertama kalinya membuat mesin screw injection molding (Gambar 1), sehingga
terjadi perubahan besar pada industri plastik. Saat ini 95 % mesin molding
mengikuti teknik ini, untuk menghasilkan efisiensi panas, efisiensi campuran dan
injeksi plastik ke molding.

Gambar 1

Mesininjection molding ukuran kecil, tampak hopper, nozzle dan
clamping unit

Mold dapat didefinisikan sebagai cetakan, atau proses yang dipergunakan
dalam industri manufaktur untuk mencetak material. Sedangkan injection molding
merupakan salah satu teknik pada industri manufaktur untuk mencetak material
dari bahan termoplastik. Material termoplastik yang biasa dicetak dengan injection
molding adalah polystyrene, PP, ABS(Acrylonitrile Butadiene Styrene), dan
PMMA (Polymethyl Methacrylatic).13
Proses injection molding diawali dengan pelet plastik (resin). Secara
sederhana dapat dijelaskan resin dimasukan ke dalam Hopper (bagian dari mesin
injeksi), kemudian ke dalam bagian barrel sesuai dengan prinsip
grafitasi.Pemanasan resin dilakukan hingga tercapai titik leleh oleh pemanas, resin
mengalami proses platicizing berbentuk cairan sehingga mudah untuk diinjeksikan
ke dalam molding (cetakan). Di dalam molding, resin dicetak sesuai dengan desain
dan mengalami pendinginan untuk proses perubahan fase dari cair ke padatan
(solidifikasi).13
Faktor yang mempengaruhi dalam injection molding adalah material
plastik yang dipergunakan, mesin injeksi dan proses produksi. Secara kuantitatif
proses injection molding sangat dipengaruhi oleh suhu material, tekanan,
kecepatan aliran material dalam silinder dan molding, temperatur molding,
kekentalan resin, laju pendinginan. Namun tidak semua faktor ini dapat terukur
dalam ruangan injection molding yang terisolasi.

7

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Fisika Material,
Departemen Fisika, PUSLITBANG Kehutanan Bogor, PTBIN BATAN puspitek
Serpong, Sentra Polimer puspitek Serpong, dan Lipi Fisika dari bulan Desember
2013 sampai dengan bulan Juni 2015.
Alat dan Subjek
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nanopartikel
serat rotan (filler), Jamur isolat F, polipropilen (matrik), dan PPMA(coupling
agent). Sedangkan alat yang digunakan adalah brinding cacah, disk
milling,TSE,injection molding,DTA, TGA, alat Uji Mekanik, XRD, SEM dan
PSA.
Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan terdiri dari sintesis nanopartikel serat rotan dan
sintesa bionanokomposit filler rotan yang secara umum dijelaskan melalui bagan
alir prosedur penelitian pada Gambar 2
Sintesis Nanopartikel Serat Rotan
Rotan merupakan bahan utama dalam penelitian ini yang didapatkan dari
desa Madu Sari Pontianak Kalimantan Barat. Sampel dibersihkan dari sisa - sisa
kotoran tanah debu, duri dan di potong-potong, kemudian sampel ditimbang
sebagai massa awal, selanjutnya sampel dipisahkan menjadi dua bagian yaitu
dengna perlakuan inokulasi jamur dan non inokulasi.
Pada perlakuan inokulasi jamur digunakan White rote fungi isolat F dan
kapang Aspergillus niger isolat H yang didapatkan dari Departemen Mikrobiologi
FMIPA IPB. Tujuan dari bioproses ini adalah untuk mendapatkan serat dengan
kandungan selulosa yang tinggi, waktu inokulasi yang digunakan adalah 21
hariberdasarkan dari siklus pertumbuhan jamur dan kapang.Sedangkan Perlakuan
sampel noninokulasi mengalami proses perebusan (100ºC selama 15 menit) dan
pengeringan terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk menghilangkan impuritas,
melunakkan kulit rotan dan meregangkan ikatan nonselulosa.
Selanjutnya kedua sampel (Inokulasi dan non inokulasi) diayak secara
mekanik hingga mencapai ukuran 75 µm, alat miling yang digunakan adalah
brinding cacah dan shaker. Kemudian dilakukan pengujian kadar selulosa, lignin
dan kadar air dengan menggunakan metode ADF-NDF. Untuk merubah ukuran
menjadi partikel berukuran nano digunakan disk millinghingga diameter partikel
mencapai 15%.10 Selanjutnya telah dilakukan sintesis nanopartikel dengan metode
HEM (High Energy Milling) waktu optimum 5 jam, didapatkan ukuran rata- rata
partikel sebesar 129.78 nm.11 Untuk itu melalui metode disk milling ini
diharapkan menghasilkan produk nanopartikel rotan yang dapat meningkatkan
kandungan selulosa, menurunkan kadar air serta meningkatkan sifat fisis.
Sintesis Bionanokomposit Filler Rotan
Proses sintesis bionanokomposit rotan diawali dengan mempersiapkan
bahan komponen penyusun yang meliputi matrik polipropilen berjenis
7032EMCC 92%, fillernanopartikel rotan inokulasi dan non inokulasi komposisi
masing-masing 5% dan coupling agentPPMA 3%. Kemudian seluruh komponen
digabungkan menjadi satu di dalam mesin TSE, proses ekstrusion
moldingmenggunakan twin screw dengan pemanasan 190 0C, kecepatan mixing 45
rpm dan waktu 3 jam. Hasil yang diperoleh adalah komposit ukuran panjang, lalu
dipotong- potong dengan bentuk menjadi granular yang siap dicetak dengan mesin
injection moldingToshiba GS Series, dimana pemanasan dan pengadukan
komponen penyusun komposit adalah insitu. Mesin injeksi molding di dalam
material hooper dilakukan pemanasan vakum 60 ºC. Suhu yang digunakan dalam
pelelehan polimer adalah 160-200 ºC dan suhu pendinginan adalah 44 ºC.
Tekanan injeksi yang digunakan selama proses sintesa ini dibagi dalam 5 tahap
yaitu fasa awal injeksi dengan tekanan 90% kemudian fase 2-5 digunakan tekanan
stabil 30% dari tekanan total pada alat. Mold yang digunakan adalah cetakan uji
mekanik standarisasi ASTM.12
Karakterisasi Particle Size Analyzer(PSA), Scanning Electron Miscroscope
(SEM), dan X Ray Diffraction (XRD)
Nanopartikel rotan perlakukan inokulasi dan non inokulasi yang
dihasilkankemudian dikarakterisasi dengan menggunakan PSA berdasarkan
cummulant method untuk mengetahui ukuran dari partikel. Pengujian dilakukan
dengan mengambil sedikit dari masing – masing sampel kemudian dilarutkan
terlebih dahulu dalam 20 mL aquades dan diaduk hingga homogen.Larutan
sampel kemudian dimasukan ke dalam disposable plastic cuvet pipet tetes
maksimum 1 tetes. Sampel diukur menggunakan Zeta Sizer Nano Particle
Analyzer dengan diatur run 5 kali pengukuran per sampel pada attenuator lebar
celah yang optimum yaitu sekitar 6-8. Untuk sampel yang terlalu keruh maka
attenuator akan berada di bawah 6, maka sampel perlu diencerkan, sedangkan
untuk sampel yang terlalu transparan maka attenuator akan berada di atas 8, maka
sampel perlu ditambah. Hasil pengukuran diinterpretasikan dalam bentuk
distribusi jumlah (number distribution).
Scanning Electron Miscroscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop
elektron untuk mengamati dan menganalisa karakteristik struktur mikro dari
bionanokomposit yang sistem pencahayaanya menggunakan radiasi elektron
dengan panjang gelombang 200- 0.1, pembesaran 100.000 – 300.000 kali dan

10
menghasilkan gambar atau bayangan 3 dimensi. SEM yang dipakai merk JEOL
JSM-6510 LA 2300 dengan tegangan 20 kV (BES).
Tujuan dari karakterisasi XRD adalah untuk menganalisa kristalografi
nanopartikel. Alat yang digunakan adalah GBC EMMA. Sampel ditempatkan
pada holder kemudian diletakkan pada difraktometer. Target yang digunakan
adalah Cu dengan panjang gelombang 1,54 Å. Sebelumnya, pada komputer diatur
terlebih dahulu nama sampel, sudut awal dan sudut akhir yang akan digunakan.
Sudut awal pada 10o dan sudut akhir pada 60o. Hasil dari karakterisasi ini akan
dibandingkan dengan data Joint Commite on Powder Diffraction Standards
(JCPDS) dan diolah dengan menggunakan Origin dan XPowder.
Karakterisasi Sifat Termal
DTA (Differential Thermal Analysis)digunakan untuk mempelajari transisi
fase, seperti melting, suhu transisi gelas (Tg), atau dekomposisi eksotermik, serta
untuk menganalisa kestabilan terhadap oksidasi dan kapasitas panas suatu bahan.
Bahan yang diteliti menjalani siklus termal identik. DTA merekam perbedaan
suhu sampel dengan referen, suhu yang digunakan 20ºC - 400 ºC dengan laju
pemanasan 10 ºC/menit. Referen berupa alumina, lingkungan berupa udara
bebas.14
TGA (Thermogravimetric Analysis) adalah teknik mengukur perubahan
berat dari sampel sebagai fungsi suhu ataupun waktu, hasilnya berupa rekaman
diagram yang kontinu. Sampel yang digunakan dipanaskan pada laju konstan10
ºC/menit dalam rentang suhu 20ºC - 400 ºC.
Karakterisasi sifat termal pembanding dilakukan terhadap sampel
polipropilen murni, komposit matriks PP dengan filler fiber glass(PPFG) yang
umum digunakan industri, dan sampel penelitian pendahulu bionanokomposit
filler serat rotan metode ultrasonifikasi.
Karakterisasi Sifat Mekanik
Bionanokomposit
serat
rotan
inokulasi
jamur
dan
non
inokulasidikarakterisasi melalui uji tarik, impact strength, dan kelenturan.
Karakterisasi uji tarik menggunakan alat uji tarik(tensile strain) ASTM D790 dan
uji tekan (bending) ASTM D638 (Gambar 3).Setiap sampel dipotong terlebih
dahulu sebanyak 3 potongan kemudian diukur ketebalannya. Setelah itu sampel
diuji tarik, sehingga didapatkan rata-rata hasil kekuatan tarik dari 3 kali
pengulangan untuk sampel inokulasi dan non inokulasi.15
Bionanokomposit sampel inokulasi dan non inokulasi dipotong sebanyak 9
potongan dengan lebar 1 cm dan panjang 8 cm. kedua sampel tersebut diuji impak
izod ASTM D256 untuk melihat kekuatan impak izodyang dihasilkan. Variabel
tetap dalam proses impak izod yaitu, kelembaban 61.0% , temperatur 22.6 °C ,
kecepatan benturan 3.46 m/s, energi bandul 2 J, dan energi perbaikan 0.017 J.16
Karakterisasi sifat mekanik pembanding dilakukan terhadap sampel
polipropilen murni, komposit matriks PP dengan filler fiber glass (PPFG), dan
sampel penelitian pendahulu bionanokomposit filler serat rotan metode
ultrasonifikasi dan metode High Energy Milling(HEM) ).

11

Gambar 3 Spesimen Uji Tarik (a), Spesimen Uji Tekan (b), dan Spesimen
Impak Izod (c)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Nanopartikel Rotan
Ekstraksi Selulosa
Rotan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari limbah hasil
panen.Tabel 1 menunjukkan hasil dari pengujian kadar selulosa rotan perlakuan
inokulasi jamur dan non inokulasi dengan metode Van Soest yang didasarkan atas
keterikatannya dengan anion atau kation detergen menggunakan sistem netral
untuk mengukur total serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan
sistem ditergen asam digunakan untuk mengisolasi selulosa yang tidak larut dan
lignin serta komponen yang berikat dengan keduanya (ADF).

12
Tabel 1 Hasil Pengujian Kadar Selulosa Metode Van Soest
Sampel

Selulosa (%)

Lignin (%)

Kadar Air (%)

Inokulasi

76.47

2.39

20

Non inokulasi

37.38

22.19

3

Data pada Tabel 1 menunjukkan metode inokulasi jamur White rote fungi
isolat F dan kapang Aspergillus niger isolat H terbukti efektif dalam hal
meningkatkan kandungan selulosa pada serat rotan jika dibandingkan dengan non
inokulasi tetapi nilai kadar air yang meningkat tajam merupakan salah satu
masalahterutama pada sintesa nanopartikel dan komposit seperti menurunnya sifat
mekanis dari komposit. Peningkatan kadar air dikarenakan selama proses
inokulasi serat rotan mengalami perendaman.
Analisa Ukuran Partikel
Untuk mengetahui ukuran partikel rotan hasil dari metode disk milling
digunakan analisa pendekatan PSA dan SEM. Alat Partikel Size Analyser(PSA)
yang digunakan memiliki skala pembacaan 0.6 nm – 7 μm, partikeldidispersikan
ke dalam media cair dan ukuran partikel yang terukur adalah ukurandari partikel
tunggal. Data ukuran partikel yang didapatkan berupa tiga distribusi yaituintensity,
number dan volume distribution, sehingga dapat diasumsikanmenggambarkan
keseluruhan kondisi sampel. Tabel 2 adalah hasil pengukuran PSAsampel
inokulasi jamur dan sampel non inokulasi yang menunjukkan pengaruh lamanya
waktu milling terhadapukuran partikel, dimana serat rotan non inokulasi
menunjukkan ukuran partikel yang lebih kecil dan lebih homogen jika
dibandingkan selulosa hasil inokulasi.
Peningkatan waktu millingmembuat ukuranpartikel (d) semakin kecil
hingga waktu milling optimum 30 menit (Gambar 4).Sementara itu waktu
milling45 menit menjadikan ukuran partikelmembesar (Tabel 2). Hal ini
disebabkan adanya aglomerasi sampel karena sampel inokulasimemiliki kadar air
yang tinggi, semakin lama waktu milling, makapanas dalam holder juga semakin
meningkat sehingga beberapa kali proses harusdihentikan sesuai dengan standar
oprasional alat. Hal ini disebabkan karena adanya tumbukan dangesekan antara
logam dan partikel dalam holder selama proses milling.
Tabel 2 Hasil pengujian PSA berdasarkan metode comulant distribusi
jumlah(number) pada ukuran partilkel variasi waktu milling

13
Dari Tabel 2 pengujian PSA metode disk millingdapat kita bandingkan
dengan penelitian pendahulu yaitu dengan metode HEM optimum 5 jam
menghasilkan ukuran partikel rata- rata 129.78 nm dan metode ultrasonifikasi
optimum 3 jam menghasilkan rata-rata 146.3 nm.10 Hal ini menunjukkan kedua
metode tersebut memiliki rata-rata ukuran nanopartikel yang lebih besar
dibandingkan dengan metode disk milling. Pembuatan nanopartikel secara
ultrasonifikasi mempunyai kelemahan yaitu sebaran ukuran partikel yang kurang
homogen dan dinilai lebih banyak mengeluarkan energi karena diperlukannya
pengeringan kembali setelah pembentukan nanopartikel, disamping itu metode
ultrasonifikasi dan HEM memerlukan waktu yang cukup lama dalam
menghasilkan nanopartikel. Hal ini menunjukkan sintesa nanopartikel rotan
metode disk milling memiliki nilai efektifitas yang lebih baik.11

Inokulasi

NonInokulasi

Gambar 4 Grafik pengujian PSA berdasarkan metode comulant distribusi jumlah
(number) pada ukuran partilkel variasi waktu milling

14
Analisa Morfologi Mikro (SEM)
Pengolahan data SEM berdasarkan deteksi elektron sekunder (pantul) dari
permukaan cuplikan dimana elektron tidak menembus sampel tetapi hanya
pantulan hasil dari tumbukan elektron dengan permukaan cuplikan yang ditangkap
oleh detektor dan diolah menjadi gambar struktur obyek yang sudah diperbesar.
Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan cuplikan yang ditipiskan,
sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
Morfologi permukaan nanopartikel serat rotan menunjukkan semakin lama waktu
milling, semakin kecil ukuran partikelnya, meskipun belum tercapainya ukuran
yang 100% homogen.
Gambar 5 menunjukkan hasil morfologi permukaan nanopartikel rotannon
inokulasipada waktu milling 15, 30, dan 45 menit. Partikel awal berukuran 75 μm
mengecil seiring dengan bertambahnya waktu milling hingga 30 menit, lalu
mengalami penggumpalan berbentuk serat bulat memanjang pada waktumilling 45
menit. Hal ini membuktikan bahwa selama proses milling telah terjadi fenomena
kavitasi yaitu pecahnya partikel mikro menjadi nano karena pengaruh gesekan dan
tumbukan antar partikel kemudian menggumpal karena adanya peningkatan kadar
air.

Gambar 5Morfologi SEM serat biomassa rotan non inokulasi variasi waktu
milling 0 menit (a), 15 menit (b), 30 menit (c) dan 45 menit (d)
Homogen dan keteraturan dalam produksi nanomaterial sangatlah
diharapkan karena akan menghasilkan sifat dan karakteristik (panas, listrik dan
mekanik) yang optimal dan stabil dalam aplikasinya. Gaya yang diberikan selama

15
proses milling dapat menghasilkan energi yang ditransfer ke partikel dan dapat
menimbulkan proses kavitasi sehingga ukuran partikel menjadi lebih kecil berorde
< 100 nm.
Setiap material memiliki batas elastisitas dalam menerima deformasi dari
luar dan alat diskmillingdengan variasi waktu yang diberikan mampu untuk
memberikan deformasi melebihi batas elastisitas serat sehingga partikel dapat
pecah hingga berukuran nanometer. Sementara itu panas yang terjadi selama
proses milling juga semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
milling dan atom-atom penyusun sampel memiliki suatu batas pengaturan atau
penggabungan diri kembali setelah mengalami getaran, kekosongan kisi dan
ketidakteraturan yang ditimbulkan oleh suhu, hal ini disebut dengan rekristalisasi.
Gambar 6 (a) dan (b) menunjukan hasil morfologi permukaan nanopartikel
serat kulit rotan pada waktu ultrasonifikasi 3 jam (a) dan HEM 5 jam (b) dari
gambar dapat kita lihat bahwa metode ultrasonifikasi dan HEM dapat memecah
partikel berukuran mikro menjadi berukuran nano. Pada Gambar 6(a) selama
proses ultrasonifikasi telah terjadi fenomena kavitasi yaitu pecahnya partikel
mikro menjadi nano karena pengaruh gelombang ultrasonifikasi namun salah satu
titik kelemahan dalam proses menggunakan gelombang ultrasonik dalam media
cair seperti yang ada pada digambar adalah sulit untuk mendapatkan ukuran nano
yang homogen. Gambar 6(b) menunjukkan partikel yang mengecil dan terlihat
sama atau homogen.
Analisa Kristalografi (XRD)
Berdasarkan analisa kristalografi dengan menggunakan difraksi sinar x dan
stadarisasi JCPDS-ICDD, sampel rotan non inokulasi dengan variasi waktu
milling15, 30, dan 45 menit berdasarkan hasil membentuk struktur kristal dan
amorf. Puncak tertinggi nanopartikel metode disk milling 30 menit terletak pada
2Ѳ=22.02o dengan puncak intensitas sebesar 188 cacahan. Berdasarkan
perhitungan nanopartikel rotan menunjukan hasil yang mendekati dengan literatur
JCPDS adalah dengan waktu milling 30 menit (Gambar 7), yaitu memiliki
struktur monoklinik dengan parameter kisi a = 7.87, b = 10.95 dan c = 10.90
sedangkan literatur JCPDS mengatakan bahwa selulosa memiliki parameter kisi a
= 7.87, b = 10.13 dan c = 10.31.
Menurut metode Scherer, ACS dapat diketahui dengan penentuan lebar dari
setengah puncak (Full Width a Half Maximum) dengan panjang gelombang
sumber sinar x dari Cu (tembaga) sebesar 1.5406 Å. Lebar FWHM dipengaruhi
oleh ukuran kristal. Semakin lebar puncak yang terdeteksi semakin kecil nilai
ukuran kristal. Berdasarkan perhitungan (Tabel 3) didapatkan bahwa ACS waktu
milling 15 menit sebesar 0.9832 Å (0.09832 nm) dengan FWHM sebesar 0.1603
rad, ACS waktu milling 30 menit sebesar 0.9833 Å (0.09833 nm) dengan FWHM
0.1557 rad, sedangkan ACS waktu miilling 45 menit sebesar 0.9831 Å (0.09831
nm) dengan FWHM sebesar 0.1741 rad.
Pada sampel ultrasonifikasi menghasilkan nilai ACS sebesar 151.95 nm
dengna FWHM sebesar 1.951 rad selanjutnya untuk sampel HEM menghasilkan
nilai ACS sebesar 102.95 nm dengan FWHM sebesar 0.014311.10 Kristal yang
sangat kecil akan menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar karena
kristalitas yang kecil memiliki bidang pantul sinar-x yang terbatas.11 Semakin

16
kecil ukuran kristal suatu material maka FWHM semakin besar dan puncak
intensitas semakin menurun.

a

b

Gambar 6 Morfologi SEM serat rotan metode ultrasonifikasi optimum 3 jam (a),
dan metode HEM optimum 5 jam (b)
Tabel 3 Atomic Crystal Size (ACS) nanopartikel rotan
Puncak

Intensitas
FWHM (rad)
Sampel
(o)
(cacahan)
15 menit
21.9
163
0.1603
30 menit
22.02
188
0.1557
45 menit
22.08
180
0.1741
Ultrasonifikasi
22.35
150
1.951
HEM
19.30
308
0.01431

ACS (Å)
0.9832
0.9833
0,9831
1519.5
1029.5

17

Gambar 7Hasil pengujian XRD nanopartikel rotan metode diskmilling
15 menit, 30 menit dan 45 menit
Sifat Bionanokomposit FillerRotan
AnalisisTermal DTA dan TGA
Dalam metode DTA sampel dan referensi dipanaskan dalam lingkungan
udara bebas, dan kemudian karakteristik termal dalam sampel tersebut dideteksi
dan diukur.holder sampel yang dipakai adalah cangkir alumunium, dan
referensinya bahan alumina. Sampel dan referensi keduanya dipanaskan oleh
sumber pemanasan yang sama dan dicatat perbedaan temperatur antara keduanya.
Temperatur sampel akan tertinggal di belakang temperatur referensi jika transisi
tersebut endoterm, dan akan mendahului jika transisi tersebut eksoterm.
Gambar 8merupakan termogram DTA dan TGA bionanokomposit filler
rotan inokulasi. Dari termogram ini diperoleh informasi melting pointawalsampel
terjadi pada temperatur142.05 0C, pada saat ini sampel masih dalam bentuk
gel.Saat temperatur mencapai 174.7510C yang didahului dengan proses transisi
gelas, dengan temperatur puncak endoterm 166.34 0C. Ketika suatu bahan organik
maupun anorganik dipanaskan, energi kinetik molekul-molekulnya bertambah.
Namun geraknya masih dibatasi sampai vibrasi dan rotasi pada rentang pendek
sepanjang bahan tersebut mampu mempertahankan struktur gelasnya
(padat).Ketika temperatur dinaikkan, maka muncul satu batas dimana terjadi suatu
perubahan yang jelas, bahan melepaskan sifat-sifat gelasnya dan mengambil sifatsifat yang umunya lebih condong kepada sifat mengalir (cair).
Pada temperatur yang lebih tinggi terjadi puncak eksoterm 1 (238.720 0C),
eksoterm 2 (277.859 0C), dan eksoterm 3 (346.452 0C) menunjukkan proses
dekomposisi dari matrik dan filler, disini sampel akan mengalami penguapan
bahan dari fase cair serta pengurangan masa secara keseluruhan yang ditandai
dengan puncak eksoterm 4 (397.932 0C). Bahan yang pada mulanya berbentuk
padatan akan berubah menjadi gas. Perubahan entalpi (∆H) pada puncak endoterm
adalah senilai (+)84.655 K-1 J/g dan Kapasitas Panas (Cp) senilai 0.994 K-1 J/0C,
∆H disini adalah perubahan energi yang terjadi selama proses penerimaan atau
pelepasan kalor, sedangkan Cp adalah jumlah panas yang diperlukan untuk
meningkatkan temperatur padatan sebesar satu derajat kelvin.

18

Gambar 8 Termogram DTA& TGA bionanokomposit matriks PP dan fillerrotan
inokulasi
Pengujian termal untuk sampel bionanokomposit filler rotan non inokulasi
yang ditunjukkan pada Gambar 9 memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda
dari sampel inokulasi. Hal ini menunjukkan penambahan perlakuan inokulasi
tidak mengerikan pengaruh nyata terhadap sifat termal bionanokomposit, dimana
puncak endoterm terdapat pada temperatur 166.2915 0C yang diawali dengan
proses pelelehan dengan rentang temperatur 132.537-177.595 0C. Pada temperatur
yang lebih tinggi terjadi puncak eksoterm 1, 2, 3, 4, dan 5, yaitu puncak ke 1
( 246.2980C), puncak ke 2 (281.371 0C), puncak ke 3 (328.866 0C), puncak ke 4
(354.7310C) diasosiasikan sebagai proses karakter pertama penguapan bahan dari
fase cair. Puncak ke 5 (398.494 0C) merupakan posisi akhir dari pemutusan ikatan
rangkap sampel yang ditandai dengan hilangnya massa secara keseluruhan. Nilai
perubahan entalpi (∆H) pada puncak endoterm pertama adalah (+) 101.097 K-1 J/g
dan untuk Kapasitas Panas (Cp) sebesar 0.998 K-1 J/0C

19

Gambar 9 Termogram DTA& TGA bionanokomposit matriks PP
danfiller rotan non inokulasi
Termogram TGA dari gambar 8 dan 9 menunjukkan perubahan massa
yang terjadi pada sampel inokulasi dan non inokulasi dari sebelum mengalami
perubahan yaitu pada titik100% sampai hingga 80% mengalami penurunan massa
sebesar 1.012 mg pada inokulasi dan 1.34 mg pada sampel non inokulasi. Tanda
negatif pada gambar menandakan suatu proses pengurangan massa. Saat proses
pemanasan awal sampel temperatur 50 0C presentase massa sampel inokulasi
sebesar 99.95% sedangkan non inokulasi 99.9%.Pada temperatur pemanasan 350
0
C terjadi perbedaan persentase massa sampel yang signifikan yaitu pada sampel
inokulasi sebesar 64.97% sedangkan non inokulasi sebesar 76.34%. Sedangkan
pada tahap akhir pengurangan massa sampel inokulasi dan non inokulasi pada
suhu 3870C masing-masing adalah sebesar 19.40% dan 38.24%.
Tahap Pertama pada temperatur antara 50-2000C terjadi proses pengua