Pemanfaatan Kulit Rotan sebagai Filler Bionanokomposit pada Aplikasi Fan Cover Comp Sepeda Motor

PEMANFAATAN KULIT ROTAN
SEBAGAI FILLER BIONANOKOMPOSIT PADA APLIKASI
FAN COVER COMP SEPEDA MOTOR

HANI MONAVITA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Kulit
Rotan sebagai Filler Bionanokomposit pada Aplikasi Fan Cover Comp Sepeda
Motor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Hani Monavuita
NIM G74100035

ABSTRAK
HANI MONAVITA. Pemanfaatan Kulit Rotan sebagai Filler Biokomposit pada
Aplikasi Fan Cover Comp Sepeda Motor. Dibimbing oleh SITI NIKMATIN.
Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan optimasi parameter sintesa
nanopartikel sebagai filler bionanokomposit kulit rotan bermatriks polipropilena
pada aplikasi fan cover comp sepeda motor. Variasi waktu milling yang digunakan
pada proses pembuatan nanopartikel adalah 15 menit, 30 menit, dan 45 menit
dengan menggunakan mesin Hammer Mill. Sebaran partikel terbaik didapatkan
pada sampel 2 dengan ukuran rerata sebesar 24.35 nm. Proses pembuatan
bionanokomposit menggunakan sampel2 (15 menit). Filler yang digunakan dalam
pembuatan bionanokomposit sebesar 5% berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Kualitas uji kekuatan benturan dan kekerasan
bionanokomposit kulit rotan melebihi standar HES yang digunakan oleh komposit
sintetis PPFG. Nilai uji densitas bionanokomposit adalah sebesar 0.84 g cm-3 dan

komposit sintetis PFFG sebesar 1.03 g cm-3. Dari hasil pengujian menunjukkan
bahwa nanopartikel kulit rotan layak digunakan sebagai filler material komposit
fan cover comp sepeda motor.

Kata kunci: Bionanokomposit, Fan Cover Comp, Kulit Rotan, Nanopartikel,
Polipropilena.

ABSTRACT
HANI MONAVITA. Rattan peel utilization as a filler biocomposite on fan
covercomp motorcycles application. Supervised by SITI NIKMATIN.
The resesarch has been conducted to obtain the optimization of process
parameters to synthesize nanoparticle as bionanocomposite filler made from rattan
peel waste with polypropilane matrix on fan covercomp motorcycle application.
Variations of milling time used in manufacturing process of nanoparticles are 15
minutes, 30 minutes, and 45 minutes using Hammer Mill machine. The
distribution of the smallest particle were gained in sample 2 with an average size
of 24.35 nm. Manufacturing bionanocomposite using filler were gained from
sample 2 (15 minutes). Filler used in the manufacture process of
bionanocomposite is 5%, based on the research that has been done before. The
quality of rattan peel fibers based on impact strength and hardness test exceeds

the HES which using PPFG synthetic composite. Bionanocomposite density test
value is equal to 0.84 g cm-3 and PPFG synthetic composite is 1.03 g cm-3. Based
on the characteriztion showed that the nanoparticles rattan fibers are suitable for
use as a filler of composite material fan covercomp motorcycle.
Key words : bionanocomposite, fan covercomp, nanoparticle, polypropilane,
rattan peel.

PEMANFAATAN KULIT ROTAN
SEBAGAI FILLER BIONANOKOMPOSIT PADA APLIKASI
FAN COVER COMP SEPEDA MOTOR

HANI MONAVITA

skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul skripsi : Pemanfaatan Kulit Rotan sebagai Filler Bionanokomposit pada
Aplikasi Fan Cover Comp Sepeda Motor
Nama
: Hani Monavita
NIM
: G74100035

Disetujui oleh

Dr Siti Nikmatin, Msi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Akhiruddin Maddu, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
usulan penelitian ini dengan judul “Pemanfaatan kulit rotan sebagai filler
bionanokomposit pada aplikasi fan cover comp sepeda motor”. Tugas ini disusun
sebagai salah satu syarat melakukan penelitian dan memperoleh gelar sarjana
Sains di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Dalam penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Siti Nikmatin selaku pembimbing skripsi yang telah memberi
bimbingan, motivasi, kritik, dan saran.
2. Bapak Irmansyah dan Ibu Mersi Kurniati selaku dosen penguji, serta
Bapak Mn. Indro selaku editor yang telah memberi masukan, kritik, dan
saran.
3. Kedua orang tua penulis Bapak Jasril dan Ibu Nur‟aini, serta adik dan

kakak yang selalu mendoakan, menyayangi dan memberikan semangat.
4. Teman-teman tercinta, Parah Banged & Genk Tjantik yang selalu
memotivasi, mendukung dan menyayangi.
5. Rekan – rekan seperjuangan angkatan 47 yang selalu memberikan
semangat.
6. Teman – teman tersayang sejak TPB A3 lorong 8 yang selalu
memberikan tawa dan motivasi.
7. Seluruh Dosen Pengajar, staf dan karyawan di Departemen Fisika
FMIPA IPB.
8. Keluarga Kost Queen Castle atas dukungan dan kebersamaannya.
9. Kakak – kakak kelas ku, Mbak Ais, Kak Helen, Kak Nina, dan Kak
Vina atas bantuannya selama ini.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi kemajuan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Hani Monavita


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Peralatan

2

Alat dan Bahan

3


Prosedur Penelitian

3

Sintesa Nanopartikel Kulit Rotan

3

Sintesa Bionanokomposit

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Sintesa Nanopartikel Kulit rotan

6
6

Hasil Analisa PSA


7

Hasil Analisa Kristalografi (XRD)

8

Hasil Analisa Struktur Mikro (SEM)

9

Densitas Nanopartikel
Bionanokomposit Hasil Ekstrusi (TSE) dan Injeksi

10
11

Karakteristik Mekanik Bionanokomposit Kulit Rotan

12


Hasil Analisa XRD Bionanokomposit Kulit Rotan

13

Hasil Analisa Struktur Mikro Bionanokomposit Kulit Rotan

15

Hasil Analisa Termal Bionanokomposit

15

Densitas Bionanokomposit Kulit Rotan

17

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Variasi waktu milling yang digunakan
Komposisi bionanokomposit yang akan digunakan
Hasil pengujian PSA tiap sampel
Atomic Crystal Size (ACS) tiap sampel
Densitas tiap sampel
Perbandingan sifat mekanik bionanokomposit dengan komposit
sintetis
7 Perbandingan komposisi unsur
8 Densitas masing – masing komposit

3
4
8
9
10
13
15
17

DAFTAR GAMBAR
1 Spesimen (Test piece) untuk pengujian sifat mekanik
2 Serbuk nanopartikel hasil pengecilan Hammer Mill dengan waktu
(a)15menit, (b)30 menit, dan (c) 45 menit
3 Grafik hubungan antara ukuran partikel dengan waktu milling
4 Hasil pengujian XRD tiap sampel
5 Morfologi SEM (a) partikel kulit rotan 75μm, (b) sampel 1,
(c) sampel 2, (d) dan sampel 3
6 (a) Granular hasil ekstruksi dan (b) Fan Cover Comp hasil cetakan
Mesin Injeksi Molding
7 Grafik hasil pengujian uji mekanik kekuatan benturan dan kekerasan
8 Profil (a) XRD Bionanokomposit kulit rotan dan (b) Komposit
Sintetis PPFG
9 (a) Foto Mikro dan (b) EDS Bionanokomposit kulit rotan
10 (a) Grafik DSC Bionanokomposit kulit rotan, (b) Komposit sintetis
PPFG11, dan (c) Grafik DTA Polipropilena11

5
7
8
9
10
11
12
14
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Penelitian
2 Proses pembuatan nanopartikel
3 Pembuatan Bionanokomposit dengan Metode Ekstruksi (Twin Screw
Extruder)
4 Hasil Uji Kekuatan benturan dan Kekerasan
5 Pengujian Densitas Nanopartikel
6 Hasil Pengujian XRD
7 Menentukan parameter kisi selulosa, dan ACS (Atomic Crystal Size)
sampel
8 Data JCPDS Selulosa
9 Perhitungan Densitas Komposit
10 Grafik Size Dispersion by Number with Cumulants method

19
20
20
21
21
22
23
27
27
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemilihan material komposit merupakan salah satu masalah yang dihadapi
produsen dari sekian banyak material yang tersedia, terkait dengan efisiensi proses
produksi, produk ramah lingkungan, kebutuhan konsumen akan produk yang
ringan, murah, dan kuat serta kebutuhan komposit yang stabil selama proses
produksi berlangsung.1 Pemakaian serat yang diperoleh dari keanekaragaman
hayati sebagai bahan baku material komposit merupakan alternatif yang sangat
baik untuk menggantikan penggunaan serat sintetis di berbagai industri.
Indonesia merupakan negara yang terkenal sebagai negara penghasil rotan
terbesar yang memberikan sumbangan sebesar 85% kebutuhan rotan dunia. Nilai
ekspor rotan Indonesia pada tahun 1992 mencapai US$ 208,183 juta.2 Oleh
karena itulah, rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan
bukan kayu (HHBK) yang cukup penting bagi Indonesia karena dapat diandalkan
sebagai sumber penerimaan kas negara.
Rotan adalah salah satu material alam yang dapat dengan mudah
dibengkokkan tanpa deformasi yang nyata.1 Dilihat dari segi pemanfaaatan, rotan
belum termanfaatkan secara maksimal dan hanya terbatas pada batang rotan saja,
sehingga kulit rotan yang tidak terpakai menumpuk dan menjadi limbah. Hal ini
menjadikan pengembangan industri pengolahan komposit dengan bahan baku
kulit rotan pada penelitian ini mempunyai arti yang sangat penting. Pada bidang
industri sepeda motor, produsen masih menggunakan serat sintetis (fiber glass)
sebagai bahan utama yang berfungsi sebagai filler komposit dalam pembuatan
komponen fan cover comp sepeda motor. Fan Cover Comp merupakan adalah
salah satu komponen sepeda motor komposit polimer berbasis serat sintetis fiber
glass. Kelemahan dari penggunaan fiber glass adalah serat ini merupakan sumber
daya alam yang nonbiodegredable yaitu minyak bumi yang suatu saat akan habis
apabila „dikeruk‟ terus menerus tanpa perhitungan.
Perkembangan nanoteknologi khususnya di Indonesia sampai saat ini masih
sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju. Salah satu faktor yang
menyebabkan permasalahan ini adalah kurangnya pengetahuan mengenai
nanoteknologi beserta aplikasinya di kalangan masyarakat. Padahal apabila dilihat
dari aplikasi nanoteknologi sedemikian luasnya akan memberikan peluang kepada
kita untuk mengembangkannya di semua bidang kehidupan. Dengan
nanoteknologi, energi yang dibutuhkan lebih sedikit dan mempercepat proses
serta menghemat biaya.
Pemanfaatan kulit rotan sebagai filler bionanokomposit komponen sepeda
motor juga memberikan sumbangsih bagi pemerintah Indonesia, karena dengan
ditemukannya bahan alternatif baru pengganti fiber glass maka secara tidak
langsung akan mengurangi penggunaan minyak bumi, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan mengembangkan potensi pertanian. Selain itu penggunaan
nanopartikel kulit rotan sebagai filler bionanokomposit pengganti serat sintetis
fiber glass dapat mengurangi kebergantungan akan produk serat sintetis impor dan
menunjang pembangunan industri, khususnya dalam kemajuan teknologi material.
Oleh karena itu pembuatan komposit dengan menggunakan nanopartikel kulit

2
rotan sebagai bahan baku amat menarik untuk diteliti dan dikembangkan lebih
lanjut.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan bahan bionanokomposit berbasis
polimer polipropilena sebagai matriks dan nanopartikel kulit rotan sebagai bahan
filler. Bionanokomposit yang biodegradable diharapkan merupakan salah satu
penyelesaian dalam mengatasi keterbatasan sumber daya alam yang tidak
terbaharui.
Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang penulis ajukan adalah bagaimana
pengaruh waktu milling menggunakan Hammer Mill terhadap sintesa nanopartikel
dan kualitas fisis-mekanis bionanokomposit dan apakah binanokomposit memiliki
sifat mekanik yang sebanding dengan komposit fiber glass?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nanopartikel terbaik
berdasarkan tiga variasi waktu milling (15 menit, 30 menit, 45 menit) dan
bionanokomposit bermatriks polipropilena dengan filler nanopartikel limbah kulit
rotan dengan didukung sifat termal, sifat mekanik, dan struktur mikro. Melakukan
analisa perbandingan karakteristik bionanokomposit dengan komposit sintetis
dengan filler fiber glass.
Manfaat Penelitian
1.
2.

Mengembangkan penelitian tentang sintesa bionanokomposit yang sudah
banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya.
Mendapatkan sebuah alternatif untuk menggantikan atau mengurangi
serat sintetis fiber glass pada aplikasi industri komponen sepeda motor
serta memberikan nilai tambah bagi limbah kulit tanaman rotan sebagai
filler komposit dalam bidang rekayasa material yang ramah lingkungan.

METODE
Waktu dan Tempat Peralatan
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan dari bulan November
sampai Febuari 2013. Tempat pelaksanaan penelitian ini di Laboratorium Analisa
Bahan Fisika Terapan FMIPA IPB, Laboratorium Terpadu Badan Penelitian dan
Pengembangan Hutan Bogor, Laboratorium Milling Fateta IPB, Perusahaan Motor
Jakarta, Laboratorium Mechanical Testing Sentra Teknologi Polimer Puspiptek
dan Laboratorium PTBIN BATAN Puspitek..

3
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain Hammer Mill, Disk Milling,
Electromagnetic Shaker (ayakan partikel), X-Ray Diffraction (XRD) merek GBC
Emma, Scanning Electron Microscopy/EDS, Partikel Size Analizer (PSA) merek
Vasco, Twin Screw Extruder (TSE) merek Collin, Izod Impact Strength ASTM ,
Hardness Rockwell dan Injection Molding. Bahan-Bahan yang digunakan antara
lain Kulit Rotan Semambu yang berasal dari Desa Sukamadu Pontianak,
Polipropilena, dan PPMA sebagai coupling agent.
Prosedur Penelitian
Sintesa Nanopartikel Kulit Rotan
1. Persiapan Kulit Rotan
Pertama, kulit rotan dicuci dan dibersihkan dari kotoran dan debu. Kulit
rotan yang sudah bersih direbus dengan suhu air 100oC kemudian dijemur di
bawah sinar matahari hingga kering.
2. Pembuatan Nanopartikel
Kulit rotan yang sudah kering kemudian diperkecil ukurannya
menggunakan alat Disk Milling. Hasil tersebut kemudian disaring
menggunakan electromagnetic shaker sampai menghasilkan serbuk partikel
berukuran 75 µm. Pembuatan nanopartikel dibuat berdasarkan variasi lama
waktu milling yaitu 15 menit, 30 menit, dan 45 menit. Alat yang digunakan
adalah Hammer Mill (lampiran 2).
Tabel 1 Variasi waktu milling yang digunakan
Nama
Waktu Milling (menit)
Sampel
1
15
2
30
3
45
3. Karakterisasi Nanopartikel
a. Karakterisasi PSA
Nanopartikel yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi menggunakan
PSA dengan cummulant method untuk mengetahui ukuran dari partikel.
Pengujian dilakukan dengan mengambil sedikit dari masing – masing
sampel kemudian dilarutkan terlebih dahulu dalam aquades dan diaduk
hingga homogen. Hasil pengukuran menggunakan PSA diinterpretasikan
dalam bentuk distribusi jumlah (number distribution).
b. Karakterisasi XRD
Tujuan dari karakterisasi XRD adalah untuk menganalisa kristalografi
nanopartikel. Alat yang digunakan adalah GBC EMMA. Sampel
ditempatkan pada holder kemudian diletakkan pada difraktometer. Target
yang digunakan adalah Cu dengan panjang gelombang 1,54 Å. Sebelumnya,

4
pada komputer diatur terlebih dahulu nama sampel, sudut awal dan sudut
akhir yang akan digunakan. Sudut awal pada 10o dan sudut akhir pada 60o.
Hasil dari karakterisasi ini akan dibandingkan dengan data Joint Commite
on Powder Diffraction Standards (JCPDS) dan diolah dengan menggunakan
Origin dan X Powder.
c. Karakterisasi SEM
Tujuan dari karakterisasi SEM adalah untuk mengetahui foto mikro
permukaan sampel. Sampel diletakkan pada plat alumunium kemudian
dilapisi dengan pelapis emas setebal 48 nm. Proses selanjutnya, setelah
sampel dilapisi emas, setting alat dengan tegangan sebesar 22 kV dan
perbesaran 1000×.
d. Pengujian Densitas
Setelah pengujian PSA, sampel dilakukan pengujian densitas. Serbuk
nanopartikel dari masing – masing sampel ditimbang massanya terlebih
dahulu. Setelah ditimbang, sampel dibuat menjadi bentuk pelet
menggunakan mesin press. Sampel yang sudah berbentuk pelet kemudian
dihitung volume dan ditimbang kembali massanya. Perhitungan massa jenis
dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
(1)
Keterangan :
= densitas (g cm-3)
= massa (g)
= volume (cm-3)
Nanopartikel yang digunakan sebagai filler untuk proses ektruksi dan
pencetakan adalah nanopartikel terbaik yang ditentukan berdasarkan ukuran
partikel terkecil (PSA), analisa kristalografi (XRD), foto mikro permukaan sampel
(SEM), dan massa jenis terkecil. Metode Van Soest dilakukan untuk mengetahui
fraksi kandungan serat pada kulit rotan.
Sintesa Bionanokomposit
1. Proses Ekstruksi
Pembuatan bionanokomposit dilakukan dengan menggunakan komposisi
matriks Polipropilena, coupling agent PPMA, dan filler terbaik nanopartikel
kulit rotan. Komposisi pembuatan bionankomposit dapat dilihat pada Tabel 1.
Semua komposisi tersebut kemudian diayak sampai bahan menjadi
homogen atau menyebar rata. Setelah itu bahan dimasukan ke dalam hooper
TSE, sampel akan bergerak melalui barrel dengan menggunakan poros berulir
yang kemudian akan bergerak terus menuju cetakan (die) dengan kecepatan 50
rpm dan temperatur 190oC. Hasil dari proses ini, semua material yang
dimasukan tadi menjadi bentuk granular atau pelet.
Tabel 2 Komposisi bionanokomposit yang akan digunakan
Komposisi
%
Jumlah
Nanopartikel
5
200 gram
PP
92
4 kg
PPMA
3
150 gram

5
2. Proses Pencetakan
Granular yang didapat dari proses TSE kemudian dibawa ke sebuah
Perusahaan Motor di Jakarta untuk dilakukan proses pencetakan komposit
dengan metode pencetakan injeksi. Granular dimasukan ke dalam hooper yang
berbentuk corong. Pada Hooper terjadi proses pemanasan dengan suhu sebesar
60oC, granular kemudian bergerak menuju barrel untuk dilelehkan dan diaduk
pada suhu 160oC-200oC yang berujung pada nozzle. Setelah itu, dilakukan
pencetakan sesuai dengan mould yang diinginkan.
3. Karakterisasi Bionanokomposit
a. Karakterisasi Sifat Mekanik
Bionanokomposit yang dihasilkan diuji sifat mekanik ketangguhan
terhadap benturan dan kekerasan. Setiap material yang diuji dibuat dalam
bentuk cuplikan kecil atau spesimen. Spesimen yang digunakan juga dicetak
oleh mesin cetak injeksi, dengan ukuran sesuai standar sebesar tebal 0.5 cm,
panjang 15.5 cm, dan lebar 2 cm.
Dasar pengujian kekuatan bentur adalah penyerapan energi potensial
dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan
menumbuk spesimen sehingga spesimen mengalami deformasi. Banyaknya
energi yang diserap oleh spesimen untuk terjadinya perpatahan (deformasi)
merupakan ukuran ketahanan atau kekuatan material tersebut. Pada
pengujian ini, energi yang diserap oleh benda uji dinyatakan dalam satuan
joule dan dibaca langsung pada skala penunjuk yang telah dikalibrasi yang
terdapat pada mesin penguji.4
Pada pengujian kekerasan, sampel dilakukan pengulangan sebanyak
tiga kali kemudian hasil dari pengulangan tersebut dirata-ratakan.
Sedangkan pada pengujian kekuatan benturan, sampel dilakukan
pengulangan sebanyak lima kali, kemudian hasil pengujian tersebut dirataratakan.

Gambar 1 Spesimen (Test piece) untuk pengujian sifat mekanik

6
b. Karakterisasi XRD dan SEM
Karakterisasi XRD bertujuan untuk menganalisa struktur kristal dan
fasa material komposit. Sedangkan karakterisasi SEM/EDS bertujuan untuk
mengetahui foto mikro permukaan sampel dan komposisi unsur penyusun
komposit. Tahap-tahap pengerjaan pengujian XRD dan SEM/EDS pada
bionanokomposit sama dengan pengujian terhadap nanopartikel.
c. Karakterisasi DSC
Pengujian DSC dilakukan untuk mengetahui ketahanan material
komposit terhadap panas. DSC digunakan untuk mempelajari transisi fase,
seperti melting, suhu transisi gelas (Tg), atau dekomposisi eksotermik, serta
untuk menganalisa kestabilan terhadap oksidasi dan kapasitas panas suatu
bahan. Bahan yang diteliti menjalani siklus termal identik. DSC merekam
perbedaan suhu sampel dengan suhu referen Suhu yang digunakan 20ºC 250 ºC. Referen berupa alumina, lingkungan berupa udara bebas. Pengujian
DSC dilakukan dengan scan rate 20 ºC/min.
d. Pengujian Densitas
Massa jenis atau densitas binonanokomposit dapat diketahui dengan
menggunakan prinsip archimedes. Densitas didefinisikan sebagai rasio
antara massa dan volume material. Nilai densitas masing-masing sampel
akan didapatkan dengan menggunakan persamaan (2). Pembenam
dibutuhkan karena sampel tidak dapat tenggelam dalam air. Pembenam yang
digunakan dalam penelitian ini berupa silinder logam kecil.
(2)
Keterangan:
air

m
m1
m2

= densitas material (g cm-3)
= densitas air (g cm-3) = 1 g cm-3
= massa sampel saat di udara (g)
= massa sampel di udara dan pembenam dalam air (g)
= massa sampel dan pembenam dalam air (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Sintesa Nanopartikel Kulit rotan
Kulit rotan yang sudah selesai dibersihkan dengan air dari sisa kotoran,
debu dan duri dipanaskan pada suhu 100oC selama kurang lebih 15 menit. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan impuritas dan jaringan non selulosa.1 Kulit Rotan
yang sudah dikeringkan dibawah sinar matahari untuk mengurangi kadar airnya,
kemudian diperkecil ukurannya dengan menggunakan Disk Milling (Lampiran 2).
Penghancuran kulit rotan dengan mesin ini bertujuan untuk mempermudah
proses pembuatan partikel hingga berukuran nanometer. Efek pengecilan partikel
dihasilkan akibat kekuatan tekanan dan friksi. Hasil dari proses disk milling
disaring dengan menggunakan elektromagnetic shaker sampai mendapatkan
serbuk partikel berukuran 75 μm.

7

(a)

(b)

(c)

Gambar 2 Serbuk nanopartikel hasil pengecilan Hammer Mill dengan waktu
(a) 15menit, (b) 30 menit, dan (c) 45 menit
Ada dua macam dalam pembuatan nanopartikel, yaitu dengan memecah
partikel berukuran besar menjadi partikel berukuran nanometer (top-down), dan
penggabungan material berukuran skala kecil, seperti cluster membentuk partikel
berukuran nanometer yang dikehendaki (bottom-up) tanpa mengubah sifat
bahannya.5 Pembuatan nanopartikel secara ultrasonikasi mempunyai kelemahan
yaitu sebaran ukuran partikel yang kurang homogen dan dinilai lebih banyak
mengeluarkan energi karena perlu dilakukan pengeringan kembali setelah
pemrosesan. Sedangkan fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim dan
aktivitas metabolisme suatu mikroba tertentu. Proses fermentasi kurang efektif
karena memerlukan proses pembuatan yang sangat lama. Hammer Mill adalah alat
pembuat nanopartikel melalui proses tumbukan, menggeser dan milling. Berbeda
dengan proses HEM (High Energy Milling) yang memvariasikan jumlah dan
ukuran bola yang digunakan untuk penghancuran partikel, proses penghancuran
partikel dengan Hammer Mill menggunakan variasi waktu milling dan kecepatan
alat yang konstan. Semakin lama waktu milling yang digunakan, akan
mengakibatkan temperatur sistem yang semakin tinggi. Akibat milling warna
serbuk partikel menjadi lebih gelap, hal ini disebabkan karena serat mudah
teroksidasi sehingga terjadi pemutusan rantai polimer pada serat kemudian
terbentuk gugus kromofor sehingga bahan menjadi coklat lebih gelap.6
Hasil Analisa Ukuran Partikel
Ukuran serbuk partikel kulit rotan hasil dari pengecilan oleh alat Hammer
Mill dapat diketahui dengan menggunakan analisa pendekatan PSA. Prinsip
penggunaan PSA adalah Dynamic Light Scaterring (DLS). Partikel dalam larutan
bergerak secara acak. Pergerakan partikel tersebut akan menghasilkan tumbukan
ke segala arah. Ukuran partikel yang kecil menyebabkan pergerakan cenderung
tidak seimbang sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan
perubahan gerak partikel menjadi gerak zigzag atau gerak Brown. Gerak Brown
yang dihasilkan oleh pergerakan partikel menyebabkan fluktuasi pada penyebaran
cahaya, sehingga akan menghasilkan grafik yang lebih fluktuatif. Gerak Brown
yang terjadi dipengaruhi oleh ukuran partikel yang terdispersi. Semakin kecil
ukuran partikel, semakin cepat gerak Brown terjadi.
Tabel 3 merupakan hasil pengukuran PSA yang menunjukan pengaruh
waktu variasi milling terhadap ukuran partikel. Ukuran partikel kulit rotan yang
paling kecil terdapat pada sampel 2 yaitu dengan ukuran rerata sebesar 24.35 nm.
Sedangkan sampel 1 dan sampel 3, menghasilkan ukuran rerata partikel yang

8
Tabel 3 Hasil pengujian PSA tiap sampel
Ukuran nanopartikel (nm)
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
56.25 – 467.86
15.49 – 48.99
389.15 – 851.36
173.51
24.35
589.07
ukuran partikel (nm)

Sebaran
Rata-rata

700
600
500
400
300
200
100
0

589.07

173.51
24.35
0

15
30
waktu milling (menit)

45

Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran partikel dengan waktu milling
tidak lebih baik dari sampel 2 yaitu dengan ukuran rerata 173.51 nm dan 589.07
nm. Hal ini menunjukan bahwa waktu milling 30 menit merupakan waktu milling
yang optimum untuk menghasilkan nanopartikel terbaik. Hasil ini disebabkan
pada waktu milling 15 menit, proses penghancuran partikel kurang lama sehingga
partikel yang dihasilkan masih berukuran besar. Sementara itu, dengan waktu
milling 45 menit proses penghancuran justru terlalu lama sehingga alat menjadi
sangat panas sehingga temperatur meningkat. Hal ini menjelaskan bahwa
penggunaan waktu milling yang semakin lama tidak selalu mengakibatkan partikel
yang dihasilkan semakin kecil. Ketika proses milling semakin lama, temperatur
yang terus meningkat menyebabkan terjadinya proses penggabungan antarpartikel
(aglomerasi) sehingga ukuran partikel dapat kembali menjadi lebih besar.
Hasil Analisa Kristalografi
Pengujian XRD dilakukan untuk mengidentifikasi fasa, struktur, dan ukuran
kristal dalam suatu material. Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar X
dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar X
yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal
tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian
diterjemahkan sebagai puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat
pada sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasikan.
Gambar 4 menunjukkan hasil karakterisasi XRD dari sampel dengan waktu
milling 15 menit, 30 menit, dan 45 menit. Profil nanopartikel kulit rotan
membentuk struktur kristal dan amorf. Puncak tertinggi nanopartikel (sampel 2)
terletak pada 2Ѳ=22.02o dengan puncak intensitas sebesar 188 cacahan.
Berdasarkan perhitungan (lampiran 7.1), nanopartikel kulit rotan yang didapat
yang mendekati dengan literatur JCPDS (lampiran 8) adalah sampel 2. Sampel 2
memiliki struktur monoklinik dengan parameter kisi a = 7.87, b = 10.95 dan c =

9

10

20

30
40
50
60
2� (derajat)
Gambar 4 Hasil pengujian XRD tiap sampel

Tabel 4 Atomic Crystal Size (ACS) tiap sampel
Puncak

FWHM
Sampel
Intensitas
ACS (Å)
(o)
(rad)
(cacahan)
Sampel 1
21.9
163
0.1603
0.9832
Sampel 2
22.02
188
0.1557
0.9833
Sampel 3
22.08
180
0.1741
0,9831
10.90 sedangkan literatur JCPDS mengatakan bahwa selulosa memiliki parameter
kisi a = 7.87, b = 10.13 dan c = 10.31.
Menurut metode Scherer, ACS dapat diketahui dengan penentuan lebar dari
setengah puncak (Full Width a Half Maximum) dengan panjang gelombang
sumber sinar x dari Cu (tembaga) sebesar 1.5406 Å. Lebar FWHM dipengaruhi
oleh ukuran kristal. Semakin lebar puncak yang terdeteksi semakin kecil nilai
ukuran kristal. Berdasarkan perhitungan (lampiran 7.2) didapatkan bahwa ACS
sampel 1 sebesar 0.9832 Å dengan FWHM sebesar 0.1603 rad, ACS sampel 2
sebesar 0.9833 Å dengan FWHM 0.1557 rad, sedangkan ACS sampel 3 sebesar
0.9831 Å dengan FWHM sebesar 0.1741 rad. Semakin kecil ukuran kristal suatu
material makan FWHM semakin besar dan puncak intensitas semakin menurun.
Hasil Analisa Struktur Mikro
SEM merupakan suatu metode untuk membentuk bayangan daerah
mikroskopis permukaan sampel. Pengolahan data SEM berdasarkan deteksi
elektron sekunder (pantul) dari permukaan spesimen. Elektron tidak menembus
spesimen tetapi hanya pantulan hasil dari tumbukan elektron dengan permukaan
spesimen yang ditangkap oleh detektor dan diolah menjadi gambar struktur obyek
yang sudah diperbesar. Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran,
dan susunan partikel.
Gambar 5 menunjukan hasil morfologi permukaan nanopartikel kulit rotan
yang tidak dimilling dan dimilling dengan waktu 15, 30, dan 45 menit pada
perbesaran 1000x. Gambar 5a menunjukan citra SEM sebelum proses milling,
terlihat partikel masih berukuran besar dan tidak beraturan. Gambar 5b
menunjukkan dengan waktu milling 15 menit partikel berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan tanpa proses milling. Gambar 5c menunjukan partikel

10

a

c

b

d

Gambar 5 Morfologi SEM (a) partikel kulit rotan 75μm,
(b) sampel 1, (c) sampel 2, (d) dan sampel 3
semakin kecil dan terlihat semakin homogen seperti bola – bola. Sementara itu,
gambar 5d menunjukan partikel mengalami pembesaran ukuran kembali karena
saling menggumpal atau beraglomerasi. Hal ini bersesuaian dengan analisa PSA,
bahwa pada sampel 3 partikel kembali membesar karena partikel tersebut
beraglomerasi akibat suhu alat yang semakin panas.
Densitas Nanopartikel
Uji Densitas dilakukan untuk mengukur massa jenis nanopartikel kulit
rotan. Hasil dari pengujian densitas (lampiran 5) menunjukkan bahwa massa jenis
nanopartikel sampel 2 adalah yang paling terkecil, yaitu sebesar 0.5876 g cm-3,
sedangkan sampel 1 adalah sebesar 0.6612 g cm-3 dan sampel 3 sebesar
0.6617 g cm-3.
Tabel 5 Densitas tiap sampel
Waktu Milling
Densitas (
Sampel
(menit)
(g cm-3)
1
15
0.6612
2
30
0.5876
3
45
0.6617
Metode Van Soest dan Robertson7 berfungsi untuk memperoleh data yang
lebih akurat tentang fraksi kandungan serat seperti selulosa, lignin dan
hemiselulosa berdasarkan atas keterikatan dengan anion atau kation detergen.
Berdasarkan metode pengujian yang dikembangkan oleh Van Soest, serat
selanjutnya dikelompokkan menjadi serat yang terlarut dalam detergen netral dan
serat yang terlarut dalam detergen asam. Metode Van Soest mengelompokkan
komponen isi sel dan dinding sel.10 Isi sel merupakan komponen yang sangat
mudah dicerna, sedangkan komponen dinding sel adalah kelompok yang larut
dalam deterjen netral (Netral Detergent Fiber atau NDF) sisa setelah ekstraksi
dengan asam ethylenediaminetetraacetate (EDTA). Kandungan kimia yang
dimiliki oleh rotan adalah selulosa 37.38% dan lignin 22.19% dengan kadar air

11
3%. Dengan adanya kandungan selulosa yang tinggi akan meningkatkan sifat fisis
mekanik pada komposit.
Berdasarkan hasil analisa PSA, SEM, densitas dan XRD yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa serbuk nanopartikel terbaik adalah sampel 2
dengan waktu milling 30 menit.
Bionanokomposit Hasil Ekstrusi (TSE) dan Injeksi
Pembuatan bionanokomposit dilakukan dengan menggunakan matriks
Polipropilena sebesar 92% yaitu sebanyak 4 kg, 3 % coupling agent PPMA 150
gram, dan filler nanopartikel kulit rotan sebanyak 5% yaitu 200 gram. Pemilihan
komposisi filler sebanyak 5 % diadaptasi dari penelitian Siti Nikmatin tahun 2010.
Fiiller yang digunakan adalah nanopartikel sampel 2 (dua) dengan waktu milling
optimum, yaitu 30 menit berdasarkan hasil analisa PSA, XRD, SEM dan densitas.
Ekstruksi adalah suatu proses dimana bahan polimer dibentuk dengan cara
menekannya melalui rongga cetakan. Mesin yang digunakan pada penelitian ini
adalah Twin Screw Extruder merek Collin dengan dua ulir yang paralel
ditempatkan dalam barel berbentuk angka delapan dan jarak ulir yang diatur
dengan rapat sehingga hasilnya bahan akan terhindar dari aliran balik ke arah
bahan masuk tetapi digerakkan pada arah positif yaitu menuju tempat bahan
keluar. Polimer dimasukan ke dalam hooper berbentuk silinder kemudian akan
didorong melalui barrel dan dengan menggunakan sebuah poros berulir (screw)
polimer akan bergerak hingga keluar dari cetakan (die) dengan kecepatan 50rpm
serta temperatur 190oC.8 Polimer yang digunakan pada penelitian ini adalah
polimer polipropilena. Polimer polipropilena merupakan polimer kristalin yang
dihasilkan dari proses polimerisasi gas polipropilena dan mempunyai titik
leleh(Tm) yang cukup tinggi yaitu 190oC - 200oC. Polipropilena merupakan suatu
bahan polimer yang memiliki banyak keunggulan diantaranya sifat kekerasan
yang tinggi dan bahannya yang ringan serta harganya murah. Penambahan serat
alam seperti selulosa dapat meningkatkan kualitas dari komposit.9

a

b

Gambar 6 (a) Granular hasil ekstruksi dan (b) Fan Cover Comp hasil
cetakan Mesin Injeksi Molding

12
Adanya perbedaan polaritas yang besar diantara polipropilena dengan
selulosa membuat hasil dari campuran tersebut tidak dapat berikatan secara kimia.
Afiniti dan ikatan adhesi antar polipropilena dan nanopartikel sangatlah rendah,
oleh karena itu diperlukan coupling agent sebagai compatibilizer yaitu PPMA.
Coupling agent10 dalam pembuatan bionanokomposit berfungsi sebagai penguat
ikatan adhesi dari filler dan matriks. Pemilihan PPMA (poliphenyl metalakrilat)
sebagai coupling agent dikarenakan PPMA merupakan polimer yang dapat
terpolimerasi dengan matriks Polipropilena sehingga dapat memperkuat ikatan
antarmuka sehingga memperbaiki sifat mekanik dari bionanokomposit.
Penambahan PPMA dapat menyebabkan adanya ikatan mekanik antara
permukaan yang kasar sehingga antara matriks dan filler dapat berikatan serta
memperbaiki sifat polipropilena yang terlalu lentur.
Gambar 6 merupakan hasil dari proses ekstrusi berlanjut pada proses injeksi
molding. Injeksi molding merupakan mesin cetak yang digunakan untuk membuat
komposit dari bentuk granular menjadi lelehan yang nantinya akan dimasukan ke
dalam cetakan (mould). Pada Hooper, granular yang telah masuk akan mengalami
proses pemanasan pada suhu 60oC (0.3Tm - 0.6Tm)11 yang bertujuan untuk
mengurangi kadar air yang terkandung. Bahan kemudian bergerak menuju barrel
untuk dilelehkan dan diaduk pada suhu 160oC-200oC yang berujung pada nozzle.
Penetapan rentang suhu yang dilakukan berdasarkan dari suhu literatur untuk titik
leleh polipropilena yaitu dibawah 200oC, agar bahan tidak mengalami kerusakan.
Hal ini ditunjukkan pada analisa termal polipropilena menggunakan DSC
(Gambar 10). Setelah mengalami proses pelelehan, bahan telah berubah menjadi
cairan dan akan dimasukan ke dalam cetakan (mould) dengan tekanan tinggi.
Karakteristik Mekanik Bionanokomposit Kulit Rotan
Sifat mekanik adalah salah satu sifat terpenting yang terdapat pada suatu
bahan, karena sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan untuk
menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan tersebut.
Sifat ini sangat penting diketahui agar perancangan suatu komponen dapat
dilakukan dengan tepat dan aman. Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk
cuplikan kecil atau spesimen. Pengujian mekanik yang dilakukan pada penelitian
ini meliputi uji kekerasan dan kekuatan impak.

100

Bionanokomposit

Komposit Sintetis

80
60
40
20
0
Kekuatan Benturan (J/m)

Kekerasan (HRR)

Gambar 7 Grafik hasil pengujian uji mekanik kekuatan benturan dan kekerasan

13
Tabel 6 Perbandingan sifat mekanik bionanokomposit dengan komposit sintetis
Komposit
Bionanokomposit
Komposit Sintetis

Kekuatan
benturan (J/m)
65,464
65

Kekerasan
(HRR)
84,93
79

Tabel 6 dan Gambar 8 menunjukakan perbandingan kekuatan mekanik
bionanokomposit kulit rotan dan standar material komposit sintetis dengan
penyusun Polipropilena dan serat sintetis Fiber glass (PPFG). Komposit PPFG
digunakan sebagai pembanding karena merupakan komposit yang digunakan
secara umum dan diproduksi oleh perusahaan sepeda motor. Standar yang
dijadikan perbandingan dalam penelitian adalah HES (Honda Engineering
Standart) yang digunakan di sebuah Perusahaan Motor Jakarta.
Gambar 8 menunjukkan bahwa penambahan filler nanopartikel kulit rotan
meningkatkan kekuatan benturan bahan. Pada pengujian terhadap kekuatan
terhadap benturan, bionanokomposit memiliki nilai di atas standar HES yaitu
sebesar 65,464 J/m. Pengujian kekuatan benturan merupakan suatu pengujian
yang mengukur ketahanan material terhadap beban kejut. Pengujian ini
merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang
sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau kontruksi dimana beban tidak
selamanya terjadi secara perlahan-lahan. Nilai kekuatan benturan
bionanokomposit lebih besar sedikit dibandingkan komposit sintetis PPFG, hal
ini menunjukkan bahwa nanopartikel kulit rotan memiliki kemampuan yang baik
dala menyerap gaya yang diberikan tiba – tiba. Pada pengujian kekerasan
(hardness), nilai pengujian bionanokomposit adalah sebesar 84,93 HRR
sedangkan komposit sintetis sebesar 79 HRR. HRR meupakan satuan yang
dikeluarkan alat uji (Rockwell). Kekerasan dapat didefinisikan sebagai
kemampuan material terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.
Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus dan mempunyai kolerasi dengan
kekuatan.
Adanya penambahan PPMA sebagai coupling agent sebesar 3%
mempengaruhi karakteristik bionanokomposit. Ikatan mekanik antarmuka menjadi
salah satu mekanisme adhesi dalam mengontrol proses transfer beban antara
matriks dan pengisi dan menambah kekuatan komposit.6 Selain itu
bionanokomposit yang tersusun oleh partikel – partikel kecil dan terdistribusi
secara merata di permukaan komposit juga merupakan faktor pendukung kekuatan
komposit. Semakin kecil ukuran partikel maka permukaan atom penyusun benda
tersebut yang terekspos di permukaan akan memiliki fraksi yang semakin besar.5
Semakin teratur atom atau molekul – molekul penyusun maka akan mengurangi
jumlah void atau kekosongan atom sehingga spesimen akan kuat terhadap
deformasi dari luar.
Hasil Analisa XRD Bionanokomposit Kulit Rotan
Keteraturan suatu bahan komposit dapat dilakukan melalui analisa
pendekatan dengan pengujian struktur kristal atau uji XRD. Gambar 9a
menunjukan bahwa bionanokomposit kulit rotan berstruktur kristal pada 2Ѳ < 40o
dengan puncak intensitas difraksi 600 cacahan. Tiap puncak yang muncul pada
pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam

14
sumbu tiga dimensi. Bionanokomposit serta memiliki dua fasa yang tidak saling
melarutkan yaitu monoklinik dengan indeks miller pada bidang 102, 021, 002,
101, 202 dan orthorhombik pada bidang 200, 010, 110, 111, 400. Gambar 9b
Komposit sintetis PPFG berstruktur kristal dengan intensitas tertinggi 800
cacahan. Puncak tertinggi difraksi ini dimiliki oleh usnur C (karbon) sebagai
unsur utama dalam penyusunan komposit, sementara unsur-unsur penyusun yang
lain memiliki intensitas difraksi yang sangat tajam.

a

b

Gambar 8 Profil (a) XRD Bionanokomposit kulit rotan dan (b) Komposit
Sintetis PPFG

a
b
Gambar 9 (a) Foto Mikro dan (b) EDS Bionanokomposit kulit rotan

15
Hasil Analisa Struktur Mikro Bionanokomposit Kulit Rotan
Analisa sifat mekanik dan struktur kristal dari bionanokomposit kulit rotan
dapat dihubungkan dengan pengamatan struktur mikro permukaan sampel oleh
SEM. Gambar 9 menunjukan foto mikro permukaan bionanokomposit kulit rotan
dengan perbesaran 1000x yang didapatkan dari uji SEM. Pada gambar terlihat
bahwa bionanokomposit memiliki tingkat homogenitas yang baik antara filler dan
matriks. Penyebaran yang merata disebabkan karena nanopartikel yang berukuran
sangat kecil dan pengadukan yang kuat selama proses TSE dan injeksi molding.
EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) merupakan karakterisasi material
dengan menangkap bahan dan mengolah sinyal dari flouresensi sinar-x yang
dikeluarkan oleh suatu volume kecil dari permukaan sampel sehingga komposisi
unsur dapat diketahui. Hasil dari penelurusan dengan menggunakan EDS (Tabel
7) terlihat bahwa bionanokomposit didominasi oleh atom Carbon (C) sebagai
unsur utama yaitu dengan %massa sebesar 93.87% dan memiliki unsur
pendukung seperti Si dan Ca. Atom Oksigen (O) seharusnya dimiliki oleh
nanopartikel, akan tetapi tidak terbaca pada karakterisasi EDS ini. Atom O hilang
dikarenakan proses mekanik dari Hammer Mill. Cu adalah logam coating yang
digunakan untuk pengujian SEM-EDS. Jika dibandingkan dengan komposit
fiber glass (Tabel 7) perbedaan terdapat pada unsur makro dan mikro.
Komponen mineral makro dan mikro serat alam diperoleh dari unsur hara
tanah yang memiliki unsur-unsur yang sangat beragam, namun akan mudah
terdegradasi oleh proses mekanik dan pemanasan. Sementara itu fiber glass adalah
serat sintetis yang ukuran dan komposisinya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
serta memiliki sifat sintetik atau tidak mudah hancur karena proses panas dan
mekanik.
Tabel 7 Perbandingan komposisi unsur
% Massa
Komposit
Elemen
Kulit
Bionanokomposit
Sintetis
Rotan
PPFG1
C
53.11
93.87
79.13
O
45.39
15.18
Si
0.36
1.70
2.75
Ca
0.21
0.38
1.56
Cu
0.68
4.05
Na
0.05
Mg
0.65
Cl
0.10
K
0.15
Al
0.68
Total
100.00
100.00
100.00
Hasil Analisa Termal Bionanokomposit
Analisa termal merupakan teknik untuk mengkarakterisasi sifat material
berdasarkan respon material terhadap temperatur. Pengujian sifat termal
menggunakan DSC (Differential Scanning Calorymetry) dilakukan untuk
mengetahui transisi gelas (Tg) dari komposit yang diuji.

16

166.47oC

a

onset
endset

onset
endset

b

c

Gambar10 (a) Grafik DSC Bionanokomposit kulit rotan, (b) Komposit
sintetis PPFG12, dan (c) Grafik DTA Polipropilen12
Gambar 10a menunjukkan hasil uji DSC untuk komposit dengan matrik PP
dan filler nanopartikel kulit rotan. Puncak endoterm pertama (113.60ºC) proses
terjadinya Tg, dengan temperatur mula-mula 108.50ºC. Puncak endoterm ke dua
pada temperatur 166.47oC, ini menunjukkan proses pelelehan polimer dari
padatan menjadi cairan. Gambar 10b merupakan hasil uji DSC matrik PP dan
filler fiber glass, puncak endoterm ke dua (162.83ºC) menunjukkan pelelehan
pada polimer. Proses Tg terlihat jelas dengan DSC terjadi pada puncak endoterm
pertama (125.26ºC) dengan temperatur mula-mula 120.08ºC. Gambar 11c
merupakan hasil pengujian DTA polipropilena sebagai pembanding. Dari grafik
terlihat pula pelelehan polimer pada suhu 168.8oC. Hasil pengujian DSC dari
kedua jenis komposit tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini
membuktikan bahwa penambahan filler nanopartikel kulit rotan tidak memberikan
dampak negatif terhadap karakteristik termal komposit tersebut.

17
Densitas Bionanokomposit Kulit Rotan
Pengujian massa jenis bionanokomposit dilakukan bedasarkan hukum
Archimedes, dimana benda yang berada sebagian atau seluruhnya dalam fluida
akan mengalami gaya keatas (Fapung) yang besarnya sama dengan berat fluida
yang dipindahkan. Fluida yang digunakan dalam pengukuran adalah air. Hasil
pengujian massa jenis masing – masing komposit dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Densitas masing – masing komposit
Bionanokomposit
Komposit Sintetis
-3
Massa jenis (g cm )
0.84
1.03
Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran 9), didapatkan massa jenis
bionanokomposit kulit rotan sebesar 0.84 g cm-3 dan massa jenis komposit
sintetis PPFG adalah sebesar 1.03 g cm-3. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
mencapai kualitas yang sama, bionanokomposit kulit rotan hanya membutuhkan
massa filler yang lebih sedikit sehingga menjadikan bionanokomposit kulit rotan
memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan komposit sintetis PPFG.
Komposit yang lebih ringan tentu akan lebih efisien karena dapat mengurangi
beban kendaraan sehingga menghemat bahan bakar.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Bionanokomposit dengan matriks polimer polipropilena dan filler
nanopartikel kulit rotan sebesar 5% dengan metode ekstruksi dan metode injeksi
molding menghasilkan material yang berstruktur kristal monoklinik dan
orthorhombik dengan fasa yang tidak saling melarutkan dan memiliki struktur
mikro, karakteristik termal, densitas, serta sifat mekanik (kekerasan dan
ketangguhan) yang lebih baik daripada komposit sintetis berfiller fiber glass
sebesar 10% dengan matriks polipropilena.
Waktu optimum untuk mensintesa nanopartikel kulit rotan dengan
menggunakan mesin Hammer Mill adalah 15 menit dan didapatkan ukuran rerata
partikel adalah 24.35 nm. Massa jenis bionanokomposit kulit rotan yang lebih
kecil dibandingan komposit sintetis fiber glass mengakibatkan bionanokomposit
sebagai material yang ringan dan efisien karena mampu menghemat bahan bakar.
Kualitas uji kekuatan benturan dan kekerasan bionanokomposit kulit rotan
melebihi standar HES yang digunakan oleh komposit sintetis PPFG. Nilai uji
densitas bionanokomposit adalah sebesar 0.84 g cm-3 dan komposit sintetis PFFG
sebesar 1.03 g cm-3. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nanopartikel kulit
rotan layak digunakan sebagai filler material komposit fan cover comp sepeda
motor.

18
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengujian sifat mekanik
lainnya seperti tensile strenth, flextural strength, dupont impact, uji FTIR, dan
pemvariasian waktu di atas 45 menit agar data lebih akurat dan bisa menjadikan
bionanokomposit kulit rotan memenuhi syarat dan layak untuk digunakan di
pasaran.

DAFTAR PUSTAKA
1 Nikmatin S. Bionanokomposit berfiller nanopartikel kulit rotan sebagai
material pengganti komposit sintetis fiber glass pada aplikasi box luggage
sepeda motor [disertasi]. Bogor. 2012.
2 Rachman, O. Dan Jasni. Rotan, Sumberdaya, Sifat dan Pengelolaannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Bogor.
2006.
3 Nuryadi, Ratno. Urgensi dan Tren Nanosains dan Nanoteknologi. Pusat
teknologi Material. BPPT. 2013.
4 Ekayonar, Afif. Material Teknik. Universitas Indonesia : Depok
5 Abdullah M, Virgus, Nirmin, Khairurrijal. Review Karakterisasi Nanomaterial.
Journal of Sains & Nanoteknologi. 2:1-9. 2009.
6 Kusuma Ardani, Helen. Pengembangan Serat Kenaf (Hibiscus Cannabinus L.)
sebagai Filller Komposit Bermatriks Polimer ABS pada Aplikasi Helm
[skripsi]. Bogor. 2013
7 Van Soest, P. J. & Robertson, J. B. (1980) Systems of analysis for evaluating
fibrous feeds. In: Standardization of Analytical Methodology in Feeds
(Pigden,W. J., Balch, C. C. & Graham, M., eds.), pp. 49–60. International
Research Development Center, Ottawa, Canada.
8 Pratama RI. Kajian mengenai prinsip-prinsip dasar teknologi ekstrusi untuk
bahan makanan dan beberapa aplikasinya pada hasil perikanan. Universitas
Padjajaran : Jatinangor. 2007.
9 Jamasri. Prospek pembangunan komposit serat alam di Indonesia. Universitas
Gadjah Mada : Yogyakarta. 2008.
10 Ray, D., Sarkar, B. K., Rana, A. K., Bose, N. R. (2001). Effect of Alkali treated
jute fibres on composites properties. Bulletin of Material Science 24:129-135
11 Van Vlack, Lawrence. Elemen – elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Jakarta.
Erlangga : 2002
12 Balfas, Aminah. Analisa Termal Bionanokomposit Filler Kulit rotan [skripsi].:
Bogor. 2013.

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Mulai

Pembelian Kulit Rotan
Preparasi sampel
Pend Disk Milling
Shaker
(75mikro,200mesh)
Hammer Mill
Nanopartikel, 200 gram
(15,30,dan 45 menit)

Tidak

Siap?
Ya
Nanopartikel
(Karakterisasi PSA XRD, SE M, Densitas, Van Soest)
Polipropilena
(matriks)

Proses Ekstruksi
(berbentuk granular)

PPMA
(coupling agent)

Pencetakan
Produk
(Uji Mekanik , XRD, SEM/EDS, DSC, dan Densitas)

Analisa data
Penyusunan Laporan

20
Lampiran 2 Proses pembuatan nanopartikel

(a)

(b)

(c)

(h)

(g)

(f)

(d)

s

(e)

Keterangan :
a. Kulit rotan hasil preparasi
b. Pencucian kulit rotan
c. Perebusan kulit rotan
d. Disk Milling (alat pengecilan kulit ukuran kulit rotan)
e. Kulit rotan hasil disk milling
f. Pengayakan dengan Electromagnetic Shaker
g. Mesin Hammer Mill
h. Serbuk nanopartikel
Lampiran 3 Pembuatan Bionanokomposit dengan Metode Ekstruksi (Twin Screw
Extruder)

Keterangan :
a. Polipropilena, PPMA, nanopartikel kulit rotan
b. Mesin Ekstruksi (Twin Screw Extruder)
c. Hasil Ektruksi (Granular)

21
Lampiran 4 Hasil Uji Kekuatan benturan dan Kekerasan
Ulangan ke1
2
3
4
5
Energi Terabsorbsi
rata-rata
Impact Strength
(kgf.cm/cm)
Impact Strength
(J/m)
Standar HES (J/m)

Energi Impak (J)
2,25
1,86
1,60
2,12
1,86
2,136
6,675
65,464
65

Lampiran 5 Pengujian Densitas Nanopartikel
a. Sampel 1

Keterangan:
=
=
b. Sampel 2

Keterangan:
=
=
c. Sampel 3

Keterangan:
=
=

Ulangan ke1
2
3
Hardness
Strength
(HRR)
Standar HES
(HRR)

Energi
Terabsorbsi
86,3
86,4
82,1
84,3
79

22
Lampiran 6 Hasil Pengujian XRD
6.1 Gambar XRD Sampel 1

6.2 Gambar XRD Sampel 2

6.3 Gambar XRD Sampel 3

23
Lampiran 7 Menentukan parameter kisi selulosa, dan ACS (Atomic Crystal Size)
sampel
7.1 Penentuan parameter kisi selulosa berstruktur monoklinik
Jarak antar bidang, d
h2 k2 sin2
a2
a2

d2 sin2

2hlcos
ac

Menurut Bragg :
2

d2 sin2 Ѳ atau sin2 Ѳ =

2

d2

Penggunaan persamaan (1) dan (2) menghasilkan :

d2 sin2
Atau
2

sin Ѳ

(

2

h2

k2 sin2

a2

a2

[

(

-

2hlcos
ac

) =

k2 sin2 Ѳ 2hlcos

h2

sin2 Ѳ a2

-

a2

ac

sin2 Ѳ
2

)]

Untuk memperoleh nilai parameter kisi menggunakan hubungan :
2

2

sin Ѳ
2

2

2

h2

sin Ѳ

2

b

(

sin2 Ѳ a2
2

2

2 (k )

sin
Akan diperoleh bentuk :
Keterangan :

[

2

c

l2

sin

-

a2

ac

)]

hlcos

2

2ac

sin

2

sin2 Ѳ

sin2 Ѳ

2

h2

2

a2

sin2 Ѳ

b2

-

k2 sin2 Ѳ 2hlcos

h2

2

hlcos
sin

l2
sin2

c2

sin2 2Ѳ

dan

2

a2

2

k2

Nilai E, D, C, B dan A dapat diperoleh dari persamaan :
∑ sin2 Ѳ

∑ a2













∑ sin2 Ѳ



∑ sin2 Ѳ



∑ sin2 Ѳ
∑ sin2 Ѳ







2







2
















2





2

24

Nilai E, D, C, B dan A diperoleh dari 5 persamaan, yaitu :
256.306 = 65.246 + 237.035 + 121.271 + 88.831
65.246 = 616.000 + 222.113 – 38.173 + 181.311
237.035 = 222.113 + 504.904 + 133.500 + 164.332
-121.271= -38.173 - 133.500 + 66.286 – 43.099
88.831 = 181.311 + 164.332 – 43.099 + 82.078
Bentuk Ax = B
256,306
65,246
237,035
-121,271
88,831

65,246
616,000
222,113
38,173
181,311

237,035
222,113
504,904
133,500
164,332

121,271
38,173
133,500
66,286
43,099

88,831
181,311
164,332
43,099
82,078

E
D
C
B
A

= 2,413
= 4,962
= 4,476
= -1,171
= 2,238

Mencari determinan matriks A

|A|=

256,306
65,246
237,035
-12