Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Sig) Untuk Pemetaan Potensi Perikanan Di Perairan Selat Sunda

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk Pemetaan Potensi Perikanan di Perairan Selat
Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2015

Surya Gentha Akmal
NIM C24124001

ABSTRAK
SURYA GENTHA AKMAL. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
Pemetaan Potensi Perikanan di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh ACHMAD
FAHRUDIN dan SYAMSUL BAHRI AGUS.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu sistem informasi
yang sedang berkembang pesat saat ini dan banyak dimanfaatkan untuk analisis

dan pemetaan sumberdaya alam, termasuk di dalamnya melakukan penyajian data
potensi perikanan berbasis data spasial. Tujuan penelitian ini adalah menyajikan
analisis hasil survei akustik dalam pendugaan potensi perikanan di perairan Selat
Sunda dengan menggunakan SIG. Data kelimpahan ikan pada beberapa
kedalaman dikumpulkan pada bulan Mei hingga Agustus, kemudian dipetakan
menggunakan ArcGIS 10.0. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa kelimpahan
ikan terbesar pada bulan Mei terdapat pada kedalaman 64-84 meter, sementara
kelimpahan ikan terbesar pada bulan Juni-Agustus terdapat pada kedalaman 4-24
meter. Kelimpahan ikan terbesar selama bulan Mei-Agustus di perairan Selat
Sunda terdapat pada bulan Juli, yakni sebesar 18 392/1000 m3. Hal ini
menandakan bahwa bulan Juli yang termasuk dalam Musim Timur merupakan
puncak musim penangkapan. Area penangkapan diprioritaskan pada perairan
Timur Laut Pulau Panaitan dan lepas pantai Teluk Banten.
Kata kunci: Akustik, pemetaan, potensi perikanan, SIG, Selat Sunda

ABSTRACT
SURYA GENTHA AKMAL. Application of Geographic Information Systems
(GIS) for Mapping the Potential of Fisheries in The Sunda Strait. Supervised by
ACHMAD FAHRUDIN and SYAMSUL BAHRI AGUS.
Geographic Information Systems (GIS) is a system of information that

currently is developing very rapidly and much used for analysis and mapping of
natural resources, including doing the presentation data-based fishery potential of
spatial data. The purpose of this study is to present the results of a survey of
acoustic analysis in the prediction of potential fisheries in the waters of the Sunda
Strait by using GIS. Fish abundance data at some depth were collected during
May through August, then mapped using ArcGIS 10.0. The results of the mapping
showed that the largest fish abundance in May there is at a depth of 64-84 meters,
while the largest fish abundance in June-August there were at a depth of
4-24 metres. The largest fish abundance during the months of May-August in
waters of Sunda Straitthere in July, i.e. of 18 392/1000 m3. This indicates that the
month of July, which is included in the East is the peak season for catching
season. The capture area prioritized in the waters northeast of the island of
Panaitan and offshore Banten Bay.
Keywords: Acoustics, potential mapping, fisheries, GIS, Sunda Strait

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK
PEMETAAN POTENSI PERIKANAN DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SURYA GENTHA AKMAL


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pemetaan
Potensi Perikanan di Perairan Selat Sunda.
Nama
: Surya Gentha Akmal
NIM
: C24124001
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan


Disetujui oleh

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Pembimbing I

Dr Syamsul Bahri Agus, SPi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini ialah Sistem Informasi Geografis, dengan judul Aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pemetaan Potensi Perikanan di Perairan

Selat Sunda.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
(MSP).
2. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing serta memberikan saran dan masukan selama studi di
MSP.
3. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku ketua komisi pembimbing
dan Dr Syamsul Bahri Agus, SPi, MSi selaku anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya
dalam penyusunan dan perbaikan skripsi ini.
4. Dr Ir Rahmat Kurnia, Msi selaku penguji tamu dan
Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi selaku komisi pendidikan Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan atas saran dan masukan dalam
penulisan skripsi ini.
5. Papa Akmal, Mama Desnita, dan Cynthia De Mayang, serta seluruh
keluarga tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya.
6. Dr Yonvitner, MSi dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA yang telah
banyak memberi saran dan motivasi kepada Penulis.

7. Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc, Dr Ir Yunizar Ernawati, MS,
Dr(c) Ali Mashar, SPi, MSi, Dr Ir Luky Adrianto, MSc,
Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi, Dr Ir Ario Damar, MSc, dan seluruh
Dosen-Dosen MSP yang selalu terus memotivasi Penulis dalam
penyelasaian studi di MSP.
8. Ibu Mery Rusmini, Mbak Widaryanti dan Novita MZ, SPi, MSi atas
segala motivasi, nasehat dan masukan yang diberikan kepada Penulis
untuk terus maju ke arah yang lebih baik.
9. Seluruh Staff Kependidikan Departemen MSP yang selalu melayani
dengan sepenuh hati.
10. Seluruh kawan-kawan MSP angkatan 49 dan MSP angkatan 48 atas doa,
dukungan, dan kebersamaannya.
Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk
perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015
Surya Gentha Akmal

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Penyusunan Basis Data
Prosedur Analisis Data
Pendugaan Potensi Perikanan dan Wilayah Prioritas Penangkapan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
1
1
2
2
3
3
3
3
4
6
8
8
25
29
29

29
29
32
38

DAFTAR TABEL
1 Kategori kelimpahan ikan (Pasaribu 1998)

7

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran penelitian
2. Diagram sistem untuk ilustrasi SIG
3. Proses SIG dalam pemetaan dan analisa kelimpahan ikan berdasarkan
data survei akustik
4. Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 4-24 meter
5. Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 24-44 meter
6. Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 44-64 meter
7. Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 64-84 meter
8. Sebaran densitas rata-rata ikan di bulan Mei pada kedalaman 4-84 m

9. Fluktuasi densitas ikan pada bulan Mei berdasarkan kedalaman
10. Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 4-24 meter
11. Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 24-44 meter
12. Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 44-64 meter
13. Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 64-84 meter
14. Sebaran densitas rata-rata ikan di bulan Juni pada kedalaman 4-84 m
15. Fluktuasi densitas ikan pada bulan Juni berdasarkan kedalaman
16. Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 4-24 meter
17. Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 24-44 meter
18. Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 44-64 meter
19. Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 64-84 meter
20. Sebaran densitas rata-rata ikan di bulan Juli pada kedalaman 4-84 m
21. Fluktuasi densitas ikan pada bulan Juli berdasarkan kedalaman
22. Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 4-24 meter
23. Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 24-44 meter
24. Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 44-64 meter
25. Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 64-84 meter
26. Sebaran densitas rata-rata ikan bulan Agustus pada kedalaman 4-84 m
27. Fluktuasi densitas ikan pada bulan Agustus berdasarkan kedalaman
28. Peta prioritas penangkapan bulan Mei

29. Peta prioritas penangkapan bulan Juni
30. Peta prioritas penangkapan bulan Juli
31. Peta prioritas penangkapan bulan Agustus

2
5
5
8
9
9
10
10
11
12
12
13
13
14
14
15
16
16
17
17
18
19
19
20
20
21
21
22
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Posisi stasiun pengamatan pengambilan data bulan Mei
Posisi stasiun pengamatan pengambilan data bulan Juni
Posisi stasiun pengamatan pengambilan data bulan Juli
Posisi stasiun pengamatan pengambilan data bulan Agustus

32
32
33
33

5. Data atribut prioritas penangkapan ikan
6. Data atribut potensi penangkapan pada bulan Mei
7. Dendogram cluster analysis bulan Mei pada kedalaman 4-44 meter
8. Dendogram cluster analysis bulan Juni pada kedalaman 4-44 meter
9. Dendogram cluster analysis bulan Juli pada kedalaman 4-44 meter
10. Dendogram cluster analysis bulan Agustus pada kedalaman 4-44 m

34
35
336
336
336
347

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi perikanan merupakan salah satu faktor penting yang perlu dikaji
sebagai dasar penentu stok perikanan di suatu perairan. Namun, pengkajian
potensi perikanan setiap wilayah belum dilakukan secara menyeluruh, sehingga
data potensi perikanan yang tersedia belum menggambarkan seluruh potensi
perikanan di Indonesia. Selain itu, data potensi perikanan wilayah masih disajikan
dalam bentuk data statistik, sehingga belum tentu dapat dipahami oleh semua
kalangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian dan penyajian potensi
perikanan suatu wilayah dengan mentransformasi data statistik yang dilengkapi
dengan data survei akustik ke dalam bentuk peta, sehingga diharapkan mampu
dipahami dengan mudah oleh semua kalangan. Salah satu bentuk penyajian
potensi perikanan wilayah dalam bentuk peta adalah dengan melibatkan Sistem
Informasi Geografis (SIG).
SIG merupakan salah satu sistem informasi yang sedang berkembang pesat
saat ini dan banyak dimanfaatkan untuk analisis dan pemetaan sumberdaya alam,
termasuk di dalamnya melakukan penyajian data potensi perikanan berbasis data
spasial. Star dan Estes (1990) mengemukakan bahwa pengembangan SIG
dilandasi oleh dua faktor penting, yaitu: (1) Suatu keinginan untuk pengelolaan
lingkungan perkotaan terutama dalam kaitannya dengan perencanaan peremajaan
(renewal), (2) Suatu keinginan untuk mengembangkan kompetisi penggunaan
sumberdaya lingkungan.
SIG banyak digunakan karena kemampuannya
menyajikan informasi secara lengkap, akurat, murah dan mudah diakses. Hasil
survei tidak hanya dapat dipetakan secara spasial dengan SIG saja, tapi dapat juga
digabung dengan berbagai informasi penunjang lainnya sehingga mampu
memberikan gambaran dan analisis suatu wilayah perairan secara cepat dan
lengkap. SIG dapat digunakan untuk inventaris, analisis, modeling, dan
pengelolaan lingkungan sumberdaya alam (Goodchild 1993). Penggunaan
teknologi ini didasarkan pada pentingnya hasil perhitungan secara statistik dan
hasil survei akustik untuk dapat dinikmati oleh masyarakat luas melalui penyajian
data yang mudah diakses dan mampu memberikan informasi lengkap termasuk
analisis kelimpahan secara spasial.

Perumusan Masalah
Penyajian data potensi perikanan secara optimal di wilayah perairan Selat
Sunda belum terpenuhi dengan baik. Salah satu cara untuk memanfaatkan lahan
perikanan di perairan Selat Sunda adalah teknologi Sistem Informasi Geografis
atau SIG. SIG adalah suatu sistem yang dibuat untuk pengelolaan, penyimpanan,
pemrosesan atau manipulasi, dan analisis data serta penyajian data sebagai
informasi secara keruangan (spasial) yang terkait dengan muka bumi (Linden
1957 in Suharya et al 1993). Teknologi SIG dapat menganalisis potensi
perikanan yang ada di perairan Selat Sunda dengan hasil yang lebih interaktif.
Penelitian ini dilakukan dengan mengolah data hasil perhitungan statistik
dan memanfaatkan peralatan akustik agar lebih representatif, sehingga dapat

2
menjadi acuan bagi praktisi perikanan.
penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Pemetaan
Pemetaan wilayah
wilayah
perikanan
perikanan kurang
kurang
tertata
tertata baik
baik
Tangkapan
Tangkapan multi
multi
jenis
jenis
Perkembangan
Perkembangan
teknologi
teknologi
informasi
informasi
Kemudahan
Kemudahan
informasi
informasi potensi
potensi
perikanan
perikanan

Adapun kerangka pemikiran dari

Informasi
Informasi potensi
potensi
perikanan
perikanan kurang
kurang
tepat
tepat

Penyajian
Penyajian data
data dan
dan
informasi
informasi potensi
potensi
perikanan
perikanan

Informasi
Informasi berbasis
berbasis
teknologi
teknologi

Berbasis
Berbasis pemetaan
pemetaan
sapasial
sapasial dengan
dengan
SIG
SIG

Aplikasi
Aplikasi Sistem
Sistem
Informasi
Informasi
Geografis
Geografis untuk
untuk
Pemetaan
Pemetaan dan
dan
Penyajian
Penyajian Data
Data
Potensi
Potensi Perikanan
Perikanan

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menyajikan hasil analisis survei akustik dalam
pendugaan potensi perikanan di perairan Selat Sunda dengan menggunakan SIG.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terhadap ilmu pengetahuan berupa informasi aktual
mengenai penyajian data spasial berupa semua jenis informasi yang berorientasi
geografis yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan dalam bidang
perikanan. Manfaat untuk masyarakat di antaranya adalah informasi tentang
potensi perikanan yang disajikan secara spasial sehingga dapat memudahkan
masyarakat dalam memahami dan mengetahui potensi perikanan di Selat Sunda.
Manfaat untuk perairan Selat Sunda sendiri yaitu adanya informasi jelas mengenai
potensi perikanan yang ada di Selat Sunda tersebut, jika dapat diterapkan secara
serius dan kontinyu.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di perairan Selat Sunda, dengan data yang
diolah dan dianalisis berupa data sekunder hasil survei akustik di wilayah perairan
Selat Sunda. Pemrosesan data spasial dengan SIG dilakukan di Laboratorium
Model dan Simulasi (Lab. MOSI), Divisi Manajemen Sumberdaya Perikanan (Div.
MSPi), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB. Analisis data
dilakukan pada bulan Januari 2015 hingga bulan Maret 2015.

Pengumpulan Data
Analisis fluktuasi kelimpahan dan potensi perikanan serta penentuan
prioritas wilayah penangkapan berdasarkan data akustik. Data yang dipakai
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data riset
DISHIDROS TNI AL (2013) berupa: (1) Data kelimpahan ikan, (2) Data potensi
perikanan, (3) Peta perairan Selat Sunda, dan (4) Posisi titik perekaman data dari
trek pengambilan data akustik setiap satuan jarak pengamatan.
Survei akustik dari riset tersebut mengumpulkan data kelimpahan ikan
pada 4 strata kedalaman, yaitu strata 1 (4-24 meter), strata 2 (24-44 meter), strata
3 (44-64 meter), dan strata 4 (64-84 meter). Stasiun pengambilan data berjumlah
29 stasiun pada bulan Mei (Lampiran 1), 35 stasiun pada bulan Juni (Lampiran 2),
39 stasiun pada bulan Juli (Lampiran 3), dan 31 stasiun pada bulan Agustus
(Lampiran 4) dengan ESDU 6 mil laut.

Penyusunan Basis Data
Menurut Nurwadjedi (1996), basis data merupakan kumpulan satu atau lebih file
data atau tabel yang disimpan secara terstruktur sedemikian rupa sehingga
hubungan keterkaitan antara item yang berbeda atau kumpulan data yang berbeda
dapat digunakan untuk tujuan manipulasi dan penyajian kembali (retrieval) dan
secara umum akan melayani ketersedian data dari berbagai pengguna. Secara
garis besar, Nurwadjedi (1996) membagi basis data ke dalam tiga model yang
dibentuk dari data spasial yaitu model basis data hierarki, model basis data
jaringan (network) dan model basis data relasional.
Nurwadjedi (1996) menyatakan bahwa perancangan basis data dengan
menggunakan SIG terdiri dari: (1) Data yang digunakan mempunyai sistem
georeferensi, (2) Dalam membangun basis data spasial perlu diperhatikan batasbatas kesalahan yang diperbolehkan agar topologi dapat dibangun secara tepat, (3)
Menggunakan model data relasional untuk merancang basis data, (4)
Mendefinisikan field data atribut secara benar, (5) Apabila dimungkinkan, setiap
field data atribut perlu dirumuskan dengan benar, (6) Setiap variabel untuk
kepentingan manipulasi data harus terwakili dalam basis data.

4
Pengelolaan data dalam SIG harus didukung oleh fasilitas pengelolaan basis
data yang dikenal sebagai Data Base Management System (DBMS) agar berfungsi
sebagai sistem informasi. DBMS ini berperan penting dalam manipulasi, analisis,
dan penyajian data spasial. Nurwadjedi (1996) mendefinisikan DBMS sebagai
paket perangkat lunak untuk penyimpanan, manipulasi, dan penyajian data. Salah
satu perangkat lunak yang banyak dikenal adalah software ArcGIS.
Pembuatan peta-peta tematik secara digital dilakukan dalam SIG. Data
spasial yang didigitasi terdiri dari peta Selat Sunda, dan titik-titik koordinat posisi
stasiun pengambilan data akustik.
1. Digitasi
Proses digitasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan
metode digitasi secara on-screen digitizing, sehingga membutuhkan scanner peta
yang sudah tergeoreferensi. Proses digitasi memegang peranan penting dalam
pemetaan digital, karena melalui tahap inilah data (kenampakan di peta/bentuk
analog) dipindahkan dalm bentuk digital.
2. Membuat data spasial
Membuat data vektor dari data raster kemudian disimpan dalam bentuk
shapefile (*.shp) dapat dilakukan dengan ArcGIS karena sudah dilengkapi dengan
fasilitas on-screen digitizing. Proses ini diawali dengang mendigitasi data raster
yang sudah tergeoreferensi.
3. Editing vektor dan atribut
Seringkali kita melakukan proses editing dalam penanganan data spasial,
khususnya data vektor dan data atribut, baik dalam rangka updating data maupun
memperbaiki data yang telah ada. ArcGIS dilengkapi dengan sejumlah modul
editing yang terdapat pada menu Edit, untuk melakukan proses updating data
serta memperbaiki data vektor dan atribut yang telah ada.

Prosedur Analisis Data
SIG dapat menyajikan informasi spasial maupun non-spasial secara
bersamaan (Gambar 2). SIG dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat
lunak seperti ArcGIS sehingga akan memudahkan dalam pemetaan wilayahwilayah yang bisa dijadikan prioritas untuk penangkapan. Peta dasar diperoleh
dari DISHIDROS TNI-AL tahun 2004. Selain menyediakan fasilitas manajemen
data ArcGIS juga menyediakan fasilitas untuk analisis data termasuk untuk
analisis statistik sederhana. Hal ini akan memudahkan pengguna dalam
menganalisis data sehingga dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat
seperti grafik dan label dari data atribut. Diagram alir dalam peneliatan ini
disajikan pada Gambar 3.

5

OUTPUT

INPUT
·· Peta
Peta
·· Tabel
Tabel
·· Survei
Survei
Lapangan
Lapangan
·· Data
Data
Digital
Digital
·· Data
Data
Inderaja
Inderaja
·· Analisis
Analisis
SIG
SIG
Lainnya
Lainnya

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGOLAHAN
PENGOLAHAN DATA
DATA BASE
BASE

Capture
Capture
Kode
Kode
Edit
Edit

Penyimanan
Penyimanan
dan
dan
Pencarian
Pencarian

Manipulasi
Manipulasi
dan
dan
Analisis
Analisis

Tampilan
Tampilan
Dan
Dan
Laporan
Laporan

·· Laporan
Laporan
Tekstual
Tekstual
·· Peta
Peta
·· Produk
Produk
Fotografi
Fotografi
·· Statistik
Statistik
dan
dan Tabel
Tabel
·· Data
Data untuk
untuk
SIG
SIG lainnya
lainnya
·· Digital
Digital
Database
Database

Kebutuhan
Kebutuhan Pengguna
Pengguna

Gambar 2 Diagram sistem untuk ilustrasi SIG
(Sumber: Meaden dan Kapetsky, 1991)

Gambar 3 Proses SIG dalam pemetaan dan analisa kelimpahan ikan berdasarkan
data survei akustik

6
Pendugaan Potensi Perikanan dan Wilayah Prioritas Penangkapan
Pendugaan potensi perikanan diperoleh dari kelimpahan ikan yang ada
pada perairan tersebut. Pendugaan kelimpahan ikan juga dapat digunakan untuk
menduga laju eksploitasi, mortalitas, dan recruitment pada stok ikan. Salah satu
metode yang paling canggih untuk menentukan kelimpahan ikan guna melihat
potensi perikanan adalah dengan menggunakan sistem hidroakustik. Metode
akustik ini pada prinsipnya adalah untuk mengestimasi kelimpahan ikan dalam
jumlah atau total individu per satuan luas atau volume.
Amaya (1991) mendefinisikan akustik sebagai teori tentang gelombang
suara perambatannya di suatu medium. Burczynsky dan Johnson (1987)
menambahkan bahwa sistem akustik terdiri dari transduser, echo sounder Time
Varied Gain (TVG) dan echo integrator yang dianggap sebagai perangkat dalam
suatu kotak hitam. Dewasa ini sistem hidroakustik yang telah dikembangkan
untuk pendugaan sumberdaya ikan adalah sistem akustik bim tunggal (single
beam acoustic system), sistem akustik bim ganda (dual beam acoustic system) dan
sistem akustik bim terbagi (split beam acousticsystem).
Integrasi dilakukan terhadap energi gema yang sebelumnya dikonversikan
ke dalam energi listrik yang dipantulkan oleh sejumlah massa ikan tertentu.
Integrasi tersebut kembali dikonversikan kedalam biomassa ikan (Brown 1998).
Metode akustik dapat digunakan untuk mengetahui kelimpahan ikan di suatu
perairan baik secara menyeluruh maupun berdasarkan strata kedalaman untuk
setiap satuan pengamatan, yang biasa disebut sebagai ESDU (Elementary
Sampling Distance Unit). Selain itu, akustik dapat pula mendeteksi nilai TS
(Target Strenght) yang merupakan kekuatan pantulan echo dari ikan atau target
lainnya (Johanesson and Mitson 1983 in Pasaribu 1998).
Pendugaan kelimpahan ikan prinsipnya cukup sederhana yaitu dengan alat
scientific echosounder, dimana integrator dapat meliputi sejumlah area dengan
backscaterring coefisient (Sa). Unit satuan Sa adalah m2/nm2. Jika salah satu dari
Sa masing-masing individu ikan
terdeteksi, maka akan dikontribusikan pada
area backscaterring coefficient (Sihotang 1997). Densitas ikan dapat dihitung
sebagai berikut:
(1)
keterangan:
= densitas ikan menurut spesies
= backscaterring coefficient suatu unit area
= backscaterring coefficient individu ikan dari suatu spesies.
Semua spesies ikan dengan ukuran yang sama dapat menggunakan
hubungan sederhana ini. Sehingga hal ini menyebabkan nilai Sa memiliki variasi
spesies dan ukuran kelompok tertentu. Ikan per unit area dari berbagai spesies
dan ukuran dapat ditentukan dengan cara mencari backscaterring coefficient atau
Target Strenght (TS) nya terlebih dahulu. Dalam hal ini TS adalah logaritma dari
nilai , yakni:
TS = 10 log

(2)

7

Menurut Sihotang (1997) deteksi akustik cukup baik dilakukan untuk
spesies yang hidup di kolom perairan dengan akurasi kelimpahan yang cukup baik.
Dalam mendeteksi ikan dengan metode akustik ikan-ikan yang terlalu dekat
dengan permukaan atau dasar perairan tidak terdeteksi dengan baik. Hal ini
disebabkan oleh adanya bias jika ikan tersebut berada di atas transduser atau
terlalu bias karena terlalu menyatu dengan dasar perairan.
Pendugaan potensi perikanan harus dilakukan sejalan dengan pendugaan
wilayah prioritas penangkapan. Penentuan dan pemetaan wilayah prioritas
penangkapan disesuaikan dengan kemampuan tangkap nelayan tanpa membatasi
atau menentukan jenis ikan yang ditangkap. Berdasarkan kemampuan armada
tangkap nelayan, maka digunakan data kelimpahan ikan pada kedalaman
< 50 meter yaitu, strata 1 (4-24 m) dan strata 2 (24-44 m). Pemetaan wilayah
untuk suatu area penangkapan, dilakukan dengan mengklasifikasikan kelimpahan
ikan pada setiap stasiun berdasarkan kedekatan nilai kelimpahan ikan pada strata 1
dan strata 2. Analisis yang digunakan untuk mengklasifikasikan stasiun-stasiun
tersebut adalah metode Cluster Analysis atau metode analisis kelompok.
Cluster Analysis digunakan untuk mengelompokkan unit-unit statistik ke
dalam kelompok-kelompok yang homogen dari sejumlah variabel atau karakter
yang kita pelajari (Bengen 2000). Metode ini bersifat deskriptif, sehingga tidak
ada satu pun variabel yang mempunyai peranan lebih penting dari variabel lain.
Cluster Analysis dibentuk berdasarkan euclidien distance di antara lokasi-lokasi
sampling, dengan rumus:
D(j,k)(h) = α1D(j,h) + α2D(k,h) + βD(j,k)

(3)

keterangan:
D(j,k) = distance antara nilai sampling unit (SU) j dan k
α dan β = merupakan nilai koefisien tertentu dari distance tertentu
Perhitungan Cluster Analysis mendapatkan klasifikasi berupa hierarki
dendogram yang mengurutkan rata-rata grup. Metode ini menggabungkan antara
dua grup sampling bersama-sama dalam kesamaan (similarity) antara semua
anggota dalam satu grup dengan semua anggota grup lainnya (Sneat and Sokal,
1973 in Bengen 2000). Pengelompokan tiap stasiun didapat dari hasil klasifikasi
yang memiliki nilai kelimpahan untuk mendapatkan potensi perikanan (Tabel 1).
Hasil pengelompokan kemudian digunakan untuk menduga wilayah prioritas
penangkapan dan potensi perikanan di selat Sunda yang akan dipetakan dengan
SIG.
Tabel 1 Kategori kelimpahan ikan (Pasaribu 1998)
No
Kriteria
Kisaran Kelimpahan (f/m3)
1
Sangat Melimpah
>10
2
Melimpah
5,0 – 10
3
Cukup
1,0 – 5,0
4
Sedang
0,5 – 1,0
5
Miskin
0,0 – 0,5

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Potensi perikanan di Selat Sunda pada bulan Mei
Potensi perikanan di Selat Sunda dapat dilihat dari kelimpahan ikan yang
ada pada perairan tersebut. Pada kedalaman 4-24 meter (strata 1), kelimpahan
ikan maksimum terdapat pada stasiun 13 yang terletak di sekitar Pulau Rakata dan
Pulau Jawa (Gambar 4). Kelimpahan rata-rata pada kedalaman 4-24 meter adalah
3 719 ikan/1000 m3 yang termasuk kedalam kategori cukup ikan. Pada kedalaman
24-44 meter (strata 2), kelimpahan ikan maksimum terdapat pada stasiun 25 yang
terletak di sebelah Selatan Pulau Rakata (Gambar 5). Kelimpahan rata-rata pada
strata 2 sebesar 2 316 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori cukup ikan.
Pada kedalaman 44-64 meter (strata 3) kelimpahan ikan maksimum terdapat
pada stasiun 20 disekitar lepas pantai Labuhan (Gambar 6). Nilai kelimpahan
rata-rata pada stasiun 3 sebesar 902 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori
sedang. Pada kedalaman 64-84 meter (strata 4) kelimpahan ikan tertinggi terdapat
pada stasiun 10 di sekitar Pulau Kaseung, Pulau Sertung, dan Pulau Rakata Kecil
(Gambar 7).
Kelimpahan rata-rata-rata ikan pada strata 4 adalah
3
9 653 ikan/1000 m yang termasuk kedalam kategori melimpah.
Nilai rata-rata terbesar dari seluruh kedalaman perairan Selat Sunda terdapat
pada area sebelah timur Pulau Rakata Kecil (Gambar 8). Rata-rata kelimpahan
ikan adalah sebesar 4 148 ikan/1000 m3, yang termasuk kedalam kategori cukup
ikan. Berdasarkan variasi kelimpahan ikan untuk setiap strata kedalaman
(Gambar 9), dapat dilihat bahwa kelimpahan ikan terbesar terdapat pada
kedalaman 64-84 meter dan kelimpahan ikan terkecil terdapat pada kedalaman
44-64 meter. Ikan yang dominan tertangkap adalah ikan pelagis.

Gambar 4 Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 4-24 meter

9

Gambar 5 Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 24-44 meter

Gambar 6 Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 44-64 meter

10

Gambar 7 Sebaran densitas ikan di bulan Mei pada kedalaman 64-84 meter

Gambar 8 Sebaran densitas rata-rata ikan di bulan Mei pada kedalaman 4-84 m

11

12000
9653

Densitas (F/1000m^3)

10000
8000
6000
3719
4000

2316

2000

902

0
4-24m

24-44m
44-64m
Strata Kedalaman (meter)

64-84m

Gambar 9 Fluktuasi densitas ikan pada bulan Mei berdasarkan kedalaman
Potensi perikanan di Selat Sunda pada bulan Juni
Potensi perikanan di Selat Sunda dapat dilihat dari kelimpahan ikan yang
ada pada perairan tersebut. Potensi perikanan dari setiap stasiun perekaman data,
didapatkan hasil pada kedalaman 4-24 meter (strata 1) dengan rata-rata
kelimpahan ikan sebesar 8 605 ikan/1000 m3. Kelimpahan maksimum terdapat
pada stasiun 7 disebelah barat Pulau Rakata dengan kelimpahan sebesar 18 329
ikan/1000 m3 (Gambar 10).
Kelimpahan rata-rata ikan pada kedalaman 22-24 meter (strata 2) termasuk
kedalam kategori melimpah dengan kelimpahan ikan sebesar 6 567 ikan/1000 m3.
Kelimpahan maksimum terdapat pada stasiun 27 sebesar 17 704 ikan/1000 m3
yang terdapat disebelah timur Pulau Rakata Kecil (Gambar 11). Pada kedalaman
44-64 meter (strata 3) kelimpahan rata-rata ikan mengalami penurunan yang
cukup signifikan dengan jumlah sebesar 2 997 ikan/1000 m3 yang termasuk
kedalam kategori cukup ikan. Kelimpahan maksimum sebesar 17 922 ikan/1000 m3
yang terdapat pada stasiun 6 disebelah utara Pulau Panaitan (Gambar 12).
Kelimpahan rata-rata ikan pada kedalaman 64-84 meter (strata 4) adalah
2 896 ikan/1000 m3 dengan kategori cukup ikan. Kelimpahan maksimum terdapat
pada stasiun 31 diantara Pulau Sebesi, Pulau Sangiang, dan Pulau Rakata dengan
kelimpahan ikan sebesar 17 448 ikan/1000m3 (Gambar 13).
Nilai rata-rata terbesar dari seluruh kedalaman perairan terdapat pada area
sebelah timur laut Pulau Panaitan yaitu stasiun 4 dengan kelimpahan ikan
maksimum sebesar 12 287 ikan/1000m3, rata-rata kelimpahan ikan setiap
kedalaman pengambilan contoh adalah sebesar 5 266 ikan/1000m3, yang termasuk
kedalam kategori melimpah (Gambar 14).
Variasi kelimpahan ikan secara vertikal untuk setiap strata kedalaman dapat
dilihat pada Gambar 14. Grafik tersebut menggambarkan rata-rata kelimpahan
terbesar terdapat pada kedalaman 4-24 meter, kemudian nilai rata-rata kelimpahan
terkecil terdapat pada kedalaman 64-84 meter.

12

Gambar 10 Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 4-24 meter

Gambar 11 Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 24-44 meter

13

Gambar 12 Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 44-64 meter

Gambar 13 Sebaran densitas ikan di bulan Juni pada kedalaman 64-84 meter

14

Densitas (F/1000m³)

Gambar 14 Sebaran densitas rata-rata ikan di bulan Juni pada kedalaman 4-84 m

10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

8605
6567

2997

4-24m

42-44m
44-64m
Strata Kedalaman (meter)

2896

64-84m

Gambar 15 Fluktuasi densitas ikan pada bulan Juni berdasarkan kedalaman
Potensi perikanan di Selat Sunda pada bulan Juli
Potensi perikanan dari setiap stasiun perekaman data menunjukkan potensi
perikanan untuk masing-masing stasiun. Pada kedalaman 4-24 meter (strata 1)
termasuk kategori sangat melimpah dengan rata-rata kelimpahan sebesar
19 167 ikan/1000 m3. Kelimpahan maksimum terdapat pada stasiun 31 yang
berada di barat daya Pulau Legundi dengan kelimpahan sebesar
223 415 ikan/1000 m3 (Gambar 16).
Pada kedalaman 24-44 meter (strata 2) rata-rata kelimpahan dengan nilai
cukup besar yaitu 7 170 ikan/1000m3 dengan kategori melimpah (Gambar 17).

15

Kelimpahan maksimum terdapat pada stasiun 1 yang berada di lepas pantai
Tanjung Cukuredak dengan kelimpahan sebesar 49 710 ikan/1000m3.
Kelimpahan rata-rata pada kedalaman 44-64 meter (strata 3) yaitu sebesar
7 289 ikan/1000 m3 yang termasuk kedalam kategori melimpah. Kelimpahan
maksimum terdapat pada stasiun 4 sebesar 49 066 ikan/1000 m3 yang berada
diantara Pulau Panaitan dan Tanjung Cukuredak (Gambar 18).
Strata 4 memiliki kelimpahan rata-rata yang cukup besar dengan
kelimpahan maksimum terdapat pada stasiun 14 yang berada di sebelah selatan
Pulau Tabuan sebesar 2 379 ikan/1000 m3. Kelimpahan rata-rata pada kedalaman
64-84 meter ini adalah sebesar 9 705 ikan/1000 m3 yang termasuk kedalam
kategori melimpah (Gambar 19). Gambar 20 menunjukkan bahwa kelimpahan
rata-rata maksimum terdapat pada stasiun 4 yang berada diantara Pulau Panaitan
dan Tanjung Cukuredak sebesar 58 327 ikan/1000 m3. Kelimpahan rata-rata
sebesar 18 392 ikan/1000m3 dengan kategori sangat melimpah. Berdasarkan
Gambar 21, terlihat bahwa kelimpahan terbesar berada pada kedalaman 4-24
meter dengan kelimpahan rata-rata sebesar 19 167 ikan/1000 m3 yang termasuk
dalam kategori sangat melimpah ikan. Hasil pengamatan dilapangan selama
penelitian menunjukkan bahwa dominan ikan yang tertangkap adalah ikan pelagis,
jika dihubungkan dengan batimetri dapat dilihat bahwa kedalaman perairan
berkisar antara 80 hingga 1040 meter. Jenis ikan yang tertangkap adalah Tongkol,
Tembang, Kembung, Tenggiri, Kurisi, Peperek, Layang, Biji Nangka, Selar
Kuning, Teri, dan lain-lain.

Gambar 16 Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 4-24 meter

16

Gambar 17 Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 24-44 meter

Gambar 18 Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 44-64 meter

17

Gambar 19 Sebaran densitas ikan di bulan Juli pada kedalaman 64-84 meter

Gambar 20 Sebaran densitas rata-rata ikan di bulan Juli pada kedalaman 4-84 m

18

Densitas (F/1000m3)

25000

19167

20000
15000

9705
7170

10000

7289

5000
0
4-24m

24-44m
44-64m
Strata Kedalaman (meter)

64-84m

Gambar 21 Fluktuasi densitas ikan pada bulan Juli berdasarkan kedalaman

Potensi perikanan di Selat Sunda pada bulan Agustus
Potensi perikanan dari setiap stasiun perekaman data pada bulan Agustus
menunjukkan penurunan yang drastis pada setiap strata kedalamannya.
Kelimpahan ikan maksimum pada kedalaman 4-24 meter (strata 1), kelimpahan
maksimum terdapat pada stasiun 29 berada di sebelah Barat Laut Pulau Panaitan
dengan densitas sebesar 48 614 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori
sangat melimpah. Densitas rata-rata sebesar 9 497 ikan/1000 m3 yang termasuk
kedalam kategori melimpah (Gambar 22).
Kelimpahan ikan pada kedalaman 22-44 meter (strata 2) mulai menipis.
Kelimpahan maksimum terdapat pada stasiun 5 yang berada diantara lepas pantai
Teluk Banten dan sebelah Tenggara Pulau Rakata dengan densitas sebesar
31 612 ikan/1000 m3 yang termasuk kedalam kategori sangat melimpah.
Kelimpahan rata-rata sebesar 2 483 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori
cukup ikan (Gambar 23). Kelimpahan rata-rata ikan pada kedalam 44-64 meter
(strata 3) kembali menurun drastis dengan densitas sebesar 302 ikan/1000 m3
yang termasuk kedalam kategori sedang ikan. Kelimpahan maksimum terdapat
pada stasiun 20 disebelah barat laut Pulau Panaitan dengan densitas sebesar
1 772 ikan/1000 m3 yang termasuk kedalam kategori cukup ikan (Gambar 24).
Kelimpahan ikan pada kedalaman 64-84 meter (strata 4) sangat sedikit.
Pada kedalaman ini, kelimpahan terbesar terdapat pada stasiun 15 diantara sebelah
Barat Daya Pulau Rakata dan sebelah Timur Laut Pulau Panaitan dengan densitas
4 312 ikan/1000 m3 yang termasuk kedalam kategori cukup ikan (Gambar 25).
Kelimpahan rata-rata dari kedalaman ini sebesar 173 ikan/1000 m3 yang termasuk
kedalam kategori miskin ikan. Sebaran kelimpahan ikan untuk seluruh kedalaman
(Gambar 26), kelimpahan maksimum terdapat pada stasiun 28 yang berada
diwilayah Pulau Tabuan dan Pulau Sertung dengan densitas sebesar
13 181 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori sedang. Kelimpahan rata-rata
sebesar 3 114 ikan/1000m3 dengan kategori melimpah. Pada Gambar 27 terlihat
bahwa kelimpahan terbesar ada pada kedalaman 4-24 meter diikuti oleh

19

kedalaman 22-44 meter. Kelimpahan minimum terdapat pada kedalaman 64-84
meter.

Gambar 22 Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 4-24 meter

Gambar 23 Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 24-44 meter

20

Gambar 24 Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 44-64 meter

Gambar 25 Sebaran densitas ikan di bulan Agustus pada kedalaman 64-84 meter

21

Densitas (F/1000m³)

Gambar 26 Sebaran densitas rata-rata ikan bulan Agustus pada kedalaman 4-84 m
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

9497

2483
302

4-24m

24-44m
44-64m
Strata Kedalaman (meter)

173

64-84m

Gambar 27 Fluktuasi densitas ikan pada bulan Agustus berdasarkan kedalaman
Daerah prioritas penangkapan bulan Mei
Penentuan daerah prioritas penangkapan pada bulan Mei didapatkan
melalui pengelompokan stasiun yang didasarkan pada nilai kelimpahan ikan dari
stasiun-stasiun yang berada dalam range kelas. Data diolah dengan menggunakan
software Minitab. Grafik cluster analysis antar stasiun untuk kedalaman 4-44
meter menunjukkan bahwa terdapat 4 pengkelasan kelimpahan (Lampiran 10).
Hasil pemetaan dari 4 pengkelasan kelimpahan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 28.

22

Gambar 28 Peta prioritas penangkapan bulan Mei
Prioritas pertama wilayah tangkap terdapat pada stasiun 25 dengan
kelimpahan rata-rata sebesar 12 111 ikan/1000 m3 yang termasuk wilayah dengan
kategori sangat melimpah. Prioritas kedua terdapat pada tiga lokasi, yaitu
stasiun 6 dengan kelimpahan rata-rata 7 171 ikan/1000 m3, stasiun 7 dengan
kelimpahan rata-rata 6 407 ikan/1000 m3, dan stasiun 8 dengan kelimpahan ratarata sebesar 8 046 ikan/1000 m3. Prioritas ketiga terdapat pada empat lokasi, yaitu
stasiun 4 dengan kelimpahan rata-rata 5 828 ikan/1000 m3, stasiun 11 dengan
kelimpahan rata-rata sebesar 7 366 ikan/1000 m3, stasiun 15 dengan kelimpahan
rata-rata sebesar 8 509 ikan/1000 m3, dan stasiun 28 dengan kelimpahan rata-rata
sebesar 9 996 ikan/1000 m3. Prioritas keempat terdapat pada stasiun 26
3 219 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori cukup ikan. Wilayah lain
kurang cocok dijadikan daerah penangkapan karena termasuk kategori cukup,
sedang dan miskin ikan.

Daerah Prioritas Penangkapan Bulan Juni
Hampir seluruh wilayah yang di survei pada bulan juni dengan metode
akustik cocok dijadikan sebagai wilayah penangkapan. Hasil analisis dengan
menggunakan software Minitab, diperoleh data cluster analysis untuk
menentukan prioritas penangkapan dari data kelimpahan pada bulan Juni yang
terdiri dari 5 pengkelasan kelimpahan (Lampiran 11). Hasil pemetaan dari 5
pengkelasan kelimpahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 29.

23

Gambar 29 Peta prioritas penangkapan bulan Juni
Prioritas tangkap pertama pada stasiun 4 dengan kelimpahan rata-rata
sebesar 158 975 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori sangat melimpah.
Prioritas kedua terdapat pada stasiun 22 dengan kelimpahan rata-rata sebesar
11 616 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori sangat melimpah. Prioritas
ketiga terdapat pada 5 lokasi, yakni stasiun 35 dengan densitas rata-rata
12 603 ikan/1000 m3, stasiun 23 dengan densitas rata-rata 13 915 ikan/1000 m3,
stasiun 7 dengan densitas rata-rata 14 779 ikan/1000 m3, stasiun 27 dengan
densitas rata-rata 15 270 ikan/1000 m3 dan stasiun 18 dengan densitas rata-rata 15
307 ikan/1000 m3.
Prioritas keempat yang dapat dijadikan wilayah penangkapan terdapat
pada 3 wilayah, yaitu stasiun 1, stasiun 13 dan stasiun 17 dengan rata-rata
kelimpahan masing-masing adalah 7 322 ikan/1000 m3, 8 092 ikan/1000 m3 dan
9 010 ikan/1000 m3. Ketiga wilayah tersebut masuk dalam kategori melimpah.
Alternatif prioritas terdapat pada tiga lokasi, yaitu stasiun 8, stasiun 19 dan stasiun
33 dengan rata-rata kelimpahan masing-masing adalah 8 083 ikan/1000 m3,
8 319 ikan/1000 m3 dan 7 538 ikan/1000 m3. Ketiga lokasi ini masuk dalam
kategori melimpah.

Daerah Prioritas Penangkapan Bulan Juli
Kelimpahan ikan pada bulan Juli sangat tinggi. Hampir diseluruh wilayah
yang disurvei dengan metode akustik cocok untuk dijadikan area tangkap.
Seluruh wilayah menunjukkan kelimpahan dengan kategori sangat melimpah
(Gambar 30). Grafik cluster analysis antar stasiun untuk kedalaman 4-44 meter
menunjukkan bahwa terdapat 4 pengkelasan kelimpahan (Lampiran 12).

24

Gambar 30 Peta prioritas penangkapan bulan Juli
Prioritas pertama terdapat pada sembilan stasiun pengamatan, yaitu stasiun
37, 14, 4, 25, 12, 35, 28, 30 dan 31 dengan kelimparan rata-rata untuk masingmasing stasiun adalah 76 512 ikan/1000 m3, 87 163 ikan/1000 m3,
92 122 ikan/1000 m3, 92 985 ikan/1000 m3, 100 238 ikan/1000 m3,
102 376 ikan/1000 m3, 110 2376 ikan/1000 m3, 111 545 ikan/1000 m3, dan
113 706 ikan/1000 m3. Prioritas kedua terdapat pada tiga wilayah, yaitu
stasiun 34 dengan densitas rata-rata 47 478 ikan/1000 m3, stasiun 24 dengan
densitas rata-rata 55 437 ikan/1000 m3, dan stasiun 13 dengan densitas
55 953 ikan/1000 m3.
Prioritas ketiga terdapat pada sembilan wilayah pengamatan, yaitu stasiun
26, 16, 23, 32, 3, 36, 27, 10 dan 19 dengan kelimpahan rata-rata untuk masingmasing wilayah adalah 14 396 ikan/1000 m3, 15 227 ikan/1000 m3,
16 874 ikan/1000 m3, 20 266 ikan/1000 m3, 23 634 ikan/1000 m3,
24 231 ikan/1000 m3, 26 531 ikan/1000 m3, 27 548 ikan/1000 m3,
35 322 ikan/1000 m3. Prioritas keempat terdapat pada empat wilayah, yaitu
stasiun 17 dengan kelimpahan rata-rata 19 705 ikan/1000 m3, stasiun 1 dengan
kelimpahan 24 941 ikan/1000m3, stasiun 2 dengan kelimpahan sebesar 34 864
ikan/1000m3.

Daerah prioritas penangkapan bulan Agustus
Penentuan daerah prioritas penangkapan pada bulan Agustus didapatkan
melalui pengelompokan stasiun yang didasarkan pada nilai kelimpahan ikan dari
stasiun-stasiun yang berada dalam range kelas. Data diolah dengan menggunakan
software Minitab. Grafik cluster analysis antar stasiun untuk kedalaman 4-44
meter menunjukkan bahwa terdapat 4 pengkelasan kelimpahan (Lampiran 13).

25

Hasil pemetaan dari 4 pengkelasan kelimpahan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 31.

Gambar 31 Peta prioritas penangkapan bulan Agustus
Prioritas tangkap pertama berada pada tiga wilayah, yaitu stasiun 17
dengan rata-rata kelimpahan 22 812 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori
sangat melimpah. Stasiun 28 dengan rata-rata kelimpahan 26 235 ikan/1000 m3
yang termasuk dalam kategori sangat melimpah. Stasiun 19 dengan rata-rata
kelimpahan 24 288 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori sangat melimpah.
Prioritas tangkap kedua berada pada satu wilayah, yaitu stasiun 5 dengan
rata-rata kelimpahan 24 288 ikan/1000 m3 yang termasuk dalam kategori sangat
melimpah. Prioritas ketiga yang dapat dijadikan wilayah alternatif tangkap ada
pada 5 stasiun, yaitu stasiun 4, 19, 23, 16 dan 25, dengan rata-rata kelimpahan
masing-masing adalah 5 253 ikan/1000 m3, 6 067 ikan/1000 m3,
7 241 ikan/1000 m3, 9 795 ikan/1000 m3 dan 12 860 ikan/1000 m3 yang masingmasing masuk dalam kategori melimpah dan sangat melimpah untuk stasiun 25.

Pembahasan
Pemetaan dan analisis potensi perikanan
Data akustik dalam SIG digunakan untuk pemilihan lokasi kelimpahan,
pendugaan prioritas tangkap dan dasar bagi perencanaan pembangunan di masa
yang akan datang. Data kelimpahan ikan hasil survei dapat dipetakan sehingga
mampu memberikan informasi yang lebih efektif dan interaktif. Pendugaan
sumberdaya ikan dari data survei akustik maupun data hasil tangkap telah banyak
dilakukan terutama oleh para peneliti dalam memperkirakan besarnya stok ikan
yang bisa dimanfaatkan di suatu perairan. Hasil analisis tersebut belum
sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber informasi yang

26
bermanfaat bagi masyarakat. Data yang didapat dari hasil survei akustik maupun
metode hasil tangkap dapat di manfaatkan dalam bentuk informasi yang
bereferensi geografis dengan teknologi SIG.
Wilayah perairan Selat Sunda memiliki keunikan tersendiri karena
merupakan daerah percampuran massa air dari Samudera Hindia dan Laut Jawa.
Pada perairan Selat sunda telah banyak dilakukan penelitian dalam menduga dan
menganalisis sumberdaya ikan dan potensi perikanan yang ada di perairan
tersebut. Hasil riset tahun 2013 menunjukkan bahwa densitas ikan di perairan
Selat Sunda sangat bervariasi. Variasi ini diduga karena karakteristik dari ikan itu
sendiri dan faktor oseanografi Selat Sunda. Namun pengkajian potensi perikanan
belum dilengkapi dengan pemetaan potensi perikanan dan daerah prioritas
penangkapan. Pemetaan dapat dilakukan dengan memasukkan rekaman titik
koordinat kedalam bentuk georeferensi.
Pemetaan potensi perikanan dilakukan dengan menggunakan data akustik
pada 4 bulan pengamatan, yakni bulan Mei-Agustus. Harapannya dengan data
yang terbatas tersebut dapat memberikan gambaran kasar tentang potensi
perikanan pada perairan Selat Sunda. Pengkajian potensi perikanan dilakukan
pada beberapa strata kedalaman, dari kedalaman 4-84 meter. Hal ini menjadi
pertimbangan karena adanya perbedaan suhu, tekanan, dan salinitas. Ikan akan
cenderung melimpah pada lapisan atas dan akan menurun pada lapisan bawah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mac Lennan (1990) yang menyatakan bahwa
target strength ikan sangat bervariasi, karena dipengaruhi oleh waktu atau tingkah
laku ikan atau kondisi fisik yang tidak diketahui, sehingga pada saat survei
populasi ikan tidak dianggap sebagai sesuatu yang konstan. Secara umum diketahui
bahwa sebaran kelimpahan ikan berhubungan erat dengan karakteristik
lingkungannya. Sebaran pada suatu musim digambarkan melalui beberapa kategori,
dimana hasilnya memperlihatkan pola yang berbeda (Nugroho et al. 1993).
Perubahan densitas ikan pada 4 bulan yang berbeda terlihat bahwa densitas
terbesar terdapat pada bulan Juli yang merupakan musim timur kemudian diikuti
oleh bulan Juni yang juga merupakan musim timur. Hasil penelitian Supangat et
al (2004) menyatakan pada bulan Juni (musim timur), sebaran temperatur
permukaan berkisar antara 29,3-29,7 °C, yang merupakan suhu ideal bagi ikan
pelagis dalam mencari makanan, serta suhu yang ideal pula untuk tumbuhnya
berbagai jenis plankton.
Hasil penelitian Genisa (2003) yang meneliti tentang struktur komunitas
ikan dan sebarannya di perairan Selat Sunda diketahui bahwa ikan yang terkumpul
dari stasiun-stasiun pengamatan di Selat Sunda berjumlah 3074 ekor, terdiri dari
49 jenis dan 27 famili. Jenis ikan yang dominan adalah Sthelophorus tri,
Leiognathus elongatus dan Therapon theraps. Sebaran jenis atau spesies di
semua stasiun tidak merata. Sumberdaya ikan pelagis di Selat Sunda terdiri dari
ikan pelagis pantai (Sardinella spp., Rastreliger brachysoma, Dusumieria acuta,
Selar spp., dan lain-lain) yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Atmaja et al. 2003).
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa ikan-ikan yang terekam oleh perangkat
akustik pada setiap stasiun, lebih banyak terdapat pada rata-rata kedalaman 24-44
meter. Hal ini sesuai dengan penelitian Octoriani (2014) bahwa informasi
komposisi hasil tangkapan ikan di selat sunda lebih di dominasi oleh ikan pelagis,
diantaranya: Tongkol, Tembang, Kembung, Tenggiri, Kurisi, Peperek, Layang,
Biji Nangka, Selar Kuning, Teri, dan lain-lain. Terdapat 14 jenis ikan demersal

27

yang menjadi tangkapan nelayan di Selat Sunda. Diantara ikan-ikan tersebut
adalah Kurisi, Peperek, Layur, dan Bambangan. Ikan pelagis yang dominan
didaratkan di Selat Sunda adalah ikan selar kuning, tembang, dan tongkol dengan
persentase 43% dari total tangkapan ikan pelagis pada tahun 2013 (Agustina
2014).
Potensi perikanan terbesar dapat berada pada bulan Juli, yang merupakan
musim timur. Sumberdaya ikan pelagis adalah jenis-jenis ikan yang hidup atau
menghuni perairan lapisan permukaan sampai ke lapisan tengah (mid layer).
Keberadaan sumberdaya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan,
sehingga kelimpahannya sangat berfluktuasi disuatu perairan. Laevastu dan Hayes
(1980) mengatakan bahwa perubahan suhu perairan sangat kecil (± 0.02 0C) dapat
menyebabkan perubahan densitas populasi ikan di perairan tersebut.
Menurut Ray (1967) musim barat terjadi sekitar bulan Desember sampai
Februari, dimana umumnya angin bertiup kencang, curah hujan tinggi dan konsentrasi
awan yang tebal. Musim pancaroba (peralihan) yang terjadi pada bulan April sampai
Mei memiliki pengaruh musim barat yang mulai melemah. Hal ini dijelaskan oleh
Wyrtki (1961) yang menyatakan selama musim transisi dari musim barat ke timur,
arus musim yang mengalir sepanjang pantai selatan Pulau Sumatera dan arus
khatulistiwa selatan dari lepas pantai Samudera Hindia, membawa massa air yang
relatif hangat ke perairan Selat Sunda.
Musim penangkapan ikan pelagis adalah musim timur yang menurut Amri
(2002) pada musim ini kecepatan arus di Laut Jawa berkurang menuju arah barat
laut (Selat Karimata) dan curah hujan yang relatif rendah, sehingga kecepatan arus
yang memasuki Selat Sunda berkurang dan nelayan banyak melakukan
penangkapan. Musim panceklik untuk penangkapan ikan pelagis adalah musim
barat sekitar bulan November sampai Januari. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
oseanografi Selat Sunda pada musim barat yang memiliki gelombang dan arus
yang tinggi, sehingga nelayan tidak melakukan penangkapan. DISHIDROS TNI
AL (1984), menyatakan bahwa pada musim timur angin tidak terlalu besar
sehingga tinggi gelombang relatif rendah yang menyebabkan kelimpahan ikan
masuk dalam kategori sangat melimpah dan cocok dijadikan musim tangkap.

Pendugaan prioritas wilayah penangkapan
Data time series bulanan yang cukup banyak sangat diperlukan agar dapat
mewakili kondisi potensi perikanan yang sebenarnya di Selat Sunda, sehingga
penentuan prioritas penangkapan akan menjadi suatu hal yang sulit jika dilakukan
dengan data yang terbatas. Pada penelitian ini pendugaan prioritas wilayah
penangkapan hanya didasarkan pada pengambilan data yang terbatas, yaitu bulan
Mei, Juni, Juli, dan Agustus. Oleh karena itu pendugaan prioritas wilayah
penangkapan hanya dapat digambarkan secara kasar, namun penelitian ini
diharapkan dapat menjadi dasar dan gambaran variasi kelimpahan ikan di perairan
Selat Sunda.
Prioritas wilayah penangkapan pada setiap bulannya terdapat pada daerah
yang dekat dengan pulau. Hal ini akan membuat nelayan yang berada di pulaupulau kecil juga dapat memanfaatkan potensi perikanan yang ada. Bila dikaitkan
dengan musim dan lokasi fishing ground, produksi ikan atau hasil tangkapan ikan
pelgis kecil pada musim barat, umumnya merupakan ikan-ikn pelagis yang berada
pada daerah-daerah fishing ground dekat pantai dan atau perairan teluk yang

28
terlindung dari arus musim barat seperti daerah perairan Teluk Panaitan,
Kepulauan Rakata, Sebuku/Sebesi, perairan Teluk Labuan, dan beberapa perairan
yang terhindar dari angin barat seperti Tanjung Lesung.
Menurut Amin dan Nugroho (1992), tingginya produksi ikan pelagis pada
musim timur disebabkan kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk
melakukan kegiatan penangkapan sehingga frekuensi nelayan untuk melaut juga
cukup tinggi. Angin yang bertiup lemah pada musim timur kemungkinan besar
menyebabkan beberapa jenis ikan melakukan penjelajahan wilayah untuk migrasi
secara leluasa atau berkembang biak. Dengan demikian ikan-ikan yang