Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Menganalisa Potensi Erosi Pada DAS Ular

(1)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK

MENGANALISA POTENSI EROSI PADA DAS ULAR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh:

ALFI SYAHRIN PURBA

07 0404 087

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Daerah aliran sungai (DAS) memiliki berbagai macam manfaat untuk keberlangsungan kehidupan manusia di permukaan bumi. Manusia memanfaatkan lahan dalam DAS untuk berbagai kepentingan dalam menunjang kelangsungan hidup dan meningkatkan kesejahteraannya. Interaksi manusia terhadap DAS dapat memberi dua macam dampak, yang menguntungkan adalah peningkatan kondisi sosial ekonomi, akan tetapi dampak negatifnya adalah penurunan fungsi DAS yang akan berdampak terhadap peningkatan erosi lahan dalam kawasan DAS tersebut. Untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah erosi DAS Ular maka diperlukan pemamfaatan teknologi yang efektif dan mampu menyajikan informasi yang akurat dan komperhensif. Untuk itu dipandang perlu untuk mengetahui analisa potensi erosi pada DAS Ular dengan tujuan untuk mengoptimalkan upaya pengelolaan DAS dengan melihat kondisi lingkungan berupa peta sebaran erosi.

Metode pengolahan dan analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengestimasi erosi berdasarkan metode USLE dengan membangun basis data spasial sistem informasi geografis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya erosi menggunakan teknik tumpang tindih sehingga menghasilkan suatu lapisan informasi baru mengenai estimasi erosi yang dihasilkan, berdasarkan jumlah erosi maka kemudian ditentukan tingakat bahaya erosinya.

Langkah awal dalam pemetaan ersoi ialah dengan membuat satuan lahan pada masing-masing subDAS tinjauan. Kemudian membuat peta erosivitas hujan dari data curah yang telah dikumpulkan dan membuat peta kelerengan. Pemetaan erosi dibuat dengan menumpangtindihkan peta erosivitas, peta tutupan lahan, peta kelerengan dan peta tanah. Atribut peta yang ditumpangtindihkan kemudian diolah yang akan menghasilkan nilai erosi untuk masing-masing satuan lahan yang telah dibuat.

Dari hasil analisis besarnya Erosi yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular dengan luas area kurang lebih 1.309 km2 yang dibagi atas 25 satuan lahan adalah 1.063,769 ton/ha/tahun dengan erosi rata-rata 72,800 ton/ha/tahun. Nilai erosi rata-rata ini termasuk kedalam kelas erosi III dengan kategori erosi sedang. Berdasarkan kategori tingkat bahaya erosi (TBE), DAS ular didominasi dengan kategori sedang seluas 60.140,904 ha atau sekitar 45,93% dari total luasan DAS. Sisanya adalah dengan kategori sangat ringan 13.327,47 ha (10,18%), ringan 18703,231 ha (14,29%), berat 21.905,22 (16,73%) dan sangat berat 16.851,877 ha (12,87%).


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang TSA Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENGANALISA POTENSI EROSI PADA DAS ULAR ”.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir. Boas Hutagalung M.Sc selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr.Ir. A. Perwira Mulia Tarigan M.Sc, Bapak Ir. Teruna Jaya M.Sc, Bapak Ivan Indrawan ST, MT, Selaku Dosen Pembanding/ Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik


(4)

6. Teristimewa buat keluarga tersayang, ayahanda Santen Purba, Ibunda Samidah Sinaga, Kakanda Aulina Isva, Kakanda Rakhmi Salfitri, serta Abangda Andi Muhammaddhani yang selalu mendukung, mengarahkan, memotivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

8. Buat saudara/i seperjuangan 07 Jay, Ari manalu, Fadly, Dhani, Yowa, Gorby, Falah, Juangga, Didi, Aulia, Rili, Nanda, Iqbal, Alef, Tomo, Dimas, Saki, Sam, Dipa, Gufran, Faiz, Heri, Ajo, Sadikin, Dean, Tesa, Putri, Vina, Vivi, Dita, abang-abang dan kakak senior, bg Riky 06, bg Najib 06, bg Tami 06, serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2007 dan mahasiswa sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini. 9. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas

dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2012

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR NOTASI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Umum ... 1

1.2 Latar Belakang ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Pembatasan Masalah ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7

2.1.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7

2.1.2 Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 10

2.1.2.1 Data Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 11

2.1.2.2 Perangkat Keras (Hardware) ... 12


(6)

2.1.2.4 Sumberdaya Manusia (User) ... 13

2.1.3 Sub Sistem Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 14

2.1.3.1 Input Data... 14

2.1.3.2 Pengelolaan Data (data management) ... 15

2.1.3.3 Manipulasi dan Analisis Data ... 15

2.1.3.4 Output Data ... 15

2.1.4 Data Spasial ... 15

2.1.4.1 Sumber Data Spasial ... 17

2.1.4.2 Model data Spasial ... 20

2.1.4.1.2.1 Data Raster ... 20

2.1.4.1.2 Data Vektor ... 25

2.1.4.1.3 Perbandingan Raster dan Vektor ... 28

2.1.5 Pengenalan Arcview ... 28

2.1.5.1 Struktur dan Istilah dalam Arcview ... 29

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 37

2.2.1 Pengertian dan Konsep DAS ... 37

2.2.2 Ekosistem Daerah Aliran Sungai ... 38

2.3 Erosi Tanah ... 40

2.3.1 Pengertian Erosi ... 40

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi ... 44

2.3.3 Dampak Erosi ... 47

2.4 Metode USLE Sebagai Model Pendugaan Erosi ... 48


(7)

2.4.1.2 Erodibilitas Tanah (K) ... 50

2.4.1.3 Kemiringan Lereng (LS) ... 52

2.4.1.4 Indeks Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah ... 53

2.4.2 Penentuan Tingkat Bahaya Erosi ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

3.1 Deskripsi Wilayah DAS Ular ... 56

3.2 Sumber Data ... 64

3.3 Alat-alat ... 64

3.4 Variabel Penelitian ... 64

3.5 Asumsi ... 65

3.6 Metodologi Penelitian ... 65

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 67

3.8 Penentuan Nilai Faktor-Faktor Erosi ... 67

3.8.1 Faktor Erosivitas Hujan (R) ... 67

3.8.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K) ... 68

3.8.3 Faktor Panjang & Kemiringan Lereng (LS) ... 68

3.8.4 Faktor Penggunaan dan Pengelolaan Lahan (CP) ... 70

3.8.5 Satuan Lahan ... 70

3.8.6 Estimasi Erosi ... 70

3.9 Penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ... 72

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 74

4.1 Prediksi Erosi ... 74

4.1.1 Satuan Lahan ... 74


(8)

4.1.3 Penentuan Faktor Kelerengan (LS) ... 83

4.1.4 Penentuan Faktor Erosivitas Hujan (R) ... 86

4.1.5 Estimasi Erosi (A) Berdasarkan Metode USLE ... 102

4.1.5.1 Erosi (A) Sub DAS Hilir ... 103

4.1.5.2 Erosi (A) Sub DAS Buaya ... 107

4.1.5.3 Erosi (A) Sub DAS Karai ... 112

4.1.5.4 Rekapitulasi Hasil Erosi ... 117

4.2 Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

5.1 Kesimpulan ... 124

5.1 Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbandingan data raster dan data vektor ... 28

2.2 Nilai K untuk berbagai jenis tanah ... 52

2.3 Nilai LS untuk variasi kemiringan lereng ... 53

2.4 Nilai CP untuk berbagai faktor penggunaan lahan ... 54

2.5 Matriks Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi ... 55

3.1 Anak-anak Sungai DAS Ular ... 56

3.2 Sub DAS Pada DAS Ular ... 57

3.3 Tutupan Lahan DAS Ular ... 57

3.4 Wilayah Administrasi DAS Ular Berdasarkan Kecamatan ... 60

3.5 Wilayah Administrasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular ... 60

3.6 Kelas Lereng Pada DAS Ular ... 62

3.7 Penilaian Erosi Hasil Prediksi Metode USLE ... 72

4.1 Kode Satuan lahan ... 74

4.2 Jenis Tanah Pada DAS Ular ... 80

4.3 Tabel Perhitungan Nilai K untuk SUL6K ... 81

4.4 Nilai K yang mewakili setiap satuan lahan ... 82

4.5 Tabel Perhitungan Nilai LS untuk SUL2H ... 83

4.6 Nilai LS yang mewakili setiap satuan lahan ... 85

4.7 Data Curah Hujan Bulanan Stasiun Penakar Hujan Pagar Merbau ... 86

4.8 Data Curah Hujan Bulanan Stasiun Penakar Hujan Bangun Purba ... 86

4.9 Data Curah Hujan Bulanan Stasiun Penakar Hujan Tiga Runggu ... 86


(10)

4.11 Erosivitas (R) Hujan Bangun Purba ... 87

4.12 Erosivitas (R) Hujan Tiga Runggu ... 87

4.13 Erosivitas SUL1B ... 91

4.14 Erosivitas SUL2B ... 92

4.15 Erosivitas SUL3B ... 92

4.16 Erosivitas SUL4B ... 92

4.17 Erosivitas SUL5B ... 93

4.18 Erosivitas SUL6B ... 93

4.19 Erosivitas SUL7B ... 93

4.20 Erosivitas SUL8B ... 94

4.21 Erosivitas SUL1K ... 94

4.22 Erosivitas SUL6K ... 94

4.23 Erosivitas SUL3K ... 95

4.24 Erosivitas SUL4K ... 95

4.25 Erosivitas SUL5K ... 96

4.26 Erosivitas SUL2K ... 96

4.27 Erosivitas SUL7K ... 97

4.28 Erosivitas SUL1H ... 97

4.29 Erosivitas SUL2H ... 98

4.30 Erosivitas SUL3H ... 98

4.31 Erosivitas SUL5H ... 98

4.32 Erosivitas SUL4H ... 99


(11)

4.35 Erosivitas SUL9H ...100

4.36 Erosivitas SUL8H ...101

4.37 Erosivitas SUL10H ...101

4.38 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Faktor R ...101

4.39 Perhitungan Erosi Lahan Sub DAS Hilir ...103

4.40 Perhitungan Erosi Total Sub DAS Hilir...106

4.41 Perhitungan Erosi Lahan Sub DAS Buaya ...107

4.42 Perhitungan Erosi Total Sub DAS Buaya ...111

4.43 Perhitungan Erosi Lahan Sub DAS Karai ...112

4.44 Perhitungan Erosi Total Sub DAS Karai ...116

4.45 Rekapitulasi Hasil Erosi DAS Ular ...117

4.46 Kelas Solum dan Kedalaman Tanah ...120

4.47 Tingkat Bahaya Erosi (TBE) DAS Ular ...121


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Ilustrasi Sistem Informasi Geografis ... 10

2.2 Konsep Sistem Informasi Geografis ... 10

2.3 Ilustrasi SIG dari sumber data hingga menghasilkan informasi ... 11

2.4 Skematik perangkat lunak (software) sebagai pendukung SIG ... 13

2.5 Sub Sistem SIG ... 14

2.6 Struktur Model Data Raster ... 22

2.7 Foto Udara sebagai salah satu sumber peta dasar raster ... 23

2.8 Peta Raster yang menunjukan awan yang menyelubungi wilayah ... 23

2.9 Contoh Data Vektor ... 26

2.10 Garis sebagai penghubung beberapa titik ... 27

2.11 Peta Vektor yang menggambarkan jalan, dan batasan Negara ... 27

2.12 Contoh Bentuk Point dan Poligon pada Arcview ... 29

2.13 Tampilan Awal Arcview ... 30

2.14 Tampilan komponen view pada arcview ... 31

2.15 Tampilan komponen table pada arcview ... 31

2.16 Tampilan komponen layout pada arcview ... 32

2.17 Contoh analisis overlay ... 33

2.18 Kotak dialog extension pada arcview ... 34

2.19 Arcview active theme dan visible ... 35


(13)

3.3 Peta Wilayah Administrasi ... 61

3.4 Peta Kelas Lereng ... 63

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 65

3.6 Skema Tahapan Pekerjaan ... 66

3.7 Tampilan Pembuatan Kontur Perangkat SIG Global Mapper ... 69

4.1 Peta Satuan Lahan Subdas Buaya ... 76

4.2 Peta Satuan Lahan Subdas Karai ... 77

4.3 Peta Satuan Lahan Sundas Hilir ... 78

4.4 Peta Satuan Lahan ... 79

4.5 Polygon Thiessen ... 89

4.6 Peta Erosivitas Hujan ... 90

4.7 Peta Erosi Sub DAS Hilir ... 104

4.8 Peta Erosi Sub Das Buaya ... 108

4.9 Peta Erosi Sub DAS Karai ... 113

4.10 Peta Erosi DAS Ular ... 118


(14)

DAFTAR NOTASI A = Erosi (tn/ha/thn)

R = Erosivitas Curah Hujan Tahunan Rata-Rata C = Indeks Penutupan Lahan

K = Indeks Erodibilitas Tanah

LS = Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng P = Indeks Upaya Konservasi Tanah atau Lahan. Rm = erosivitas curah hujan bulanan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I. Peta Lokasi Stasiun Penakar Hujan yang dipakai ...128

II. Data Curah Hujan Bulanan ...129

III Peta Kontur interval 20m Das Ular ...130

IV Peta DAS Ular ... 131

V. Peta Jenis Tanah ...132

VI Peta Solum Tanah ...133


(16)

ABSTRAK

Daerah aliran sungai (DAS) memiliki berbagai macam manfaat untuk keberlangsungan kehidupan manusia di permukaan bumi. Manusia memanfaatkan lahan dalam DAS untuk berbagai kepentingan dalam menunjang kelangsungan hidup dan meningkatkan kesejahteraannya. Interaksi manusia terhadap DAS dapat memberi dua macam dampak, yang menguntungkan adalah peningkatan kondisi sosial ekonomi, akan tetapi dampak negatifnya adalah penurunan fungsi DAS yang akan berdampak terhadap peningkatan erosi lahan dalam kawasan DAS tersebut. Untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah erosi DAS Ular maka diperlukan pemamfaatan teknologi yang efektif dan mampu menyajikan informasi yang akurat dan komperhensif. Untuk itu dipandang perlu untuk mengetahui analisa potensi erosi pada DAS Ular dengan tujuan untuk mengoptimalkan upaya pengelolaan DAS dengan melihat kondisi lingkungan berupa peta sebaran erosi.

Metode pengolahan dan analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengestimasi erosi berdasarkan metode USLE dengan membangun basis data spasial sistem informasi geografis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya erosi menggunakan teknik tumpang tindih sehingga menghasilkan suatu lapisan informasi baru mengenai estimasi erosi yang dihasilkan, berdasarkan jumlah erosi maka kemudian ditentukan tingakat bahaya erosinya.

Langkah awal dalam pemetaan ersoi ialah dengan membuat satuan lahan pada masing-masing subDAS tinjauan. Kemudian membuat peta erosivitas hujan dari data curah yang telah dikumpulkan dan membuat peta kelerengan. Pemetaan erosi dibuat dengan menumpangtindihkan peta erosivitas, peta tutupan lahan, peta kelerengan dan peta tanah. Atribut peta yang ditumpangtindihkan kemudian diolah yang akan menghasilkan nilai erosi untuk masing-masing satuan lahan yang telah dibuat.

Dari hasil analisis besarnya Erosi yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular dengan luas area kurang lebih 1.309 km2 yang dibagi atas 25 satuan lahan adalah 1.063,769 ton/ha/tahun dengan erosi rata-rata 72,800 ton/ha/tahun. Nilai erosi rata-rata ini termasuk kedalam kelas erosi III dengan kategori erosi sedang. Berdasarkan kategori tingkat bahaya erosi (TBE), DAS ular didominasi dengan kategori sedang seluas 60.140,904 ha atau sekitar 45,93% dari total luasan DAS. Sisanya adalah dengan kategori sangat ringan 13.327,47 ha (10,18%), ringan 18703,231 ha (14,29%), berat 21.905,22 (16,73%) dan sangat berat 16.851,877 ha (12,87%).


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Umum

Setiap daerah Aliran sungai (DAS) memiliki karakteristik atau ciri, atau kualitas yang khas yang dicirikan oleh parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, tata guna (penggunaan) lahan, hidrologi, dan manusia. DAS merupakan suatu ekosistem sehingga setiap masukan (input) ke dalam ekosistem dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan memperhitungkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut.

Provinsi Sumatera Utara memiliki 6 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tergabung dalam satu wilayah sungai yaitu Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang (WS BUP) dengan luas keseluruhan mencapai 6.215,66 km2. DAS Ular merupakan salah satu bagian dari WS BUP yang melintasi sebagian besar wilayah Deli Serdang dan Simalungun.

Daerah aliran sungai (DAS) memiliki berbagai macam manfaat untuk keberlangsungan kehidupan manusia di permukaan bumi. Manusia memanfaatkan lahan dalam DAS untuk berbagai kepentingan dalam menunjang kelangsungan hidup dan meningkatkan kesejahteraannya. Interaksi manusia terhadap DAS dapat memberi dua macam dampak, yang menguntungkan adalah peningkatan kondisi sosial ekonomi, akan tetapi dampak negatifnya adalah penurunan fungsi DAS yang akan berdampak terhadap peningkatan erosi lahan dalam kawasan DAS tersebut.


(18)

Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tata guna lahan.

Proses erosi terdiri atas tiga bagian berurutan yaitu pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Selain dapat disebabkan oleh air hujan, erosi juga dapat terjadi karena tenaga angin dan salju.

Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh langusng adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama. Pengaruh iklim tidak langsung ditentukan melalui pengaruhnya terhadap vegetasi. Dengan kondisi iklim yang sesuai (fluktuasi suhu kecil dengan curah hujan merata), vegetasi dapat tumbuh secara optimal. Sebaliknya, pada daerah dengan perubahan iklim besar, misalnya di daerah kering, pertumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas hujan. Tetapi, sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut umumnya sangat tinggi.

Sifat-sifat tanah juga cukup berpengaruh pada proses terjadinya erosi. Empat sifat tanah yang penting dalam penentuan erodibilitas tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) yaitu tekstur tanah, unsur organik yang terdapat dalam tanah, struktur tanah itu sendiri serta permeabililitasny. Tekstur tanah biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel tanah yang akan membentuk tipe tanah tertentu. Struktur tanah berhubungan dengan susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat.


(19)

Sementara permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dengan demikian akan menurunkan laju aliran air.

Sementara pengaruh topografi juga perlu disoroti. Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting pada proses terjadinya erosi karena faktor-faktor ini menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Kecepatan air larian umumnya ditentukan oleh kemiringan.

Faktor vegetasi penutup tanah terhadap erosi cukup menentukan. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi antara lain untuk melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diameter air hujan), menurunkan kecepatan dan volume air larian, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan serta mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.

1.2 Latar Belakang

Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara berkesinambungan.

Erosi tanah berubah menjadi bahaya jika prosesnya berlangsung lebih cepat dari laju pembentukan tanah. Erosi yang mengalami percepatan secara berangsur akan menipiskan tanah, bahkan akhirnya dapat menyingkap bahan induk tanah atau batuan dasar ke permukaan tanah. Erosi semacam ini tidak hanya merusak lahan daerah hulu (upland) yang terkena erosi langsung, akan tetapi juga berbahaya bagi


(20)

daerah hilir (lowland). Bahan erosi yang diendapkan di daerah hilir akan berakibat buruk pada bangunan atau tubuh alam penyimpanan atau penyalur air sehingga menimbulkan pendangkalan yang berakibat kapasitas tampung atau salurannya menurun dengan cepat serta merusak lahan usaha dan pemukiman. Oleh karenanya, usaha penanggulangan atau pengendalian erosi harus menjadi bagian yang utama dari setiap rencana penggunaan lahan (land use planing).

Kemajuan teknologi masa kini turut serta mempermudah manusia dalam mengevaluasi kejadian-kejadian di permukaan bumi. Perkembangan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan penginderaan jauh (remote sensing) memberi kemudahan dalam mengevaluasi dan menganalisis data-data yang berbasis geografis. Data-data spasial dapat dipergunakan untuk menganalisis erosi. Penerapan pemakaian SIG ini telah berkembang di kalangan akademis negara-negara maju. Pengolahan data-data spasial dilakukan pada suatu titik tertentu di permukaan bumi kemudian digabungkan lalu dianalisa dan memetakan hasilnya.

1.3 Perumusan Masalah

DAS mempunyai peran penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya air. Manusia memanfaatkan lahan dalam DAS untuk berbagai kepentingan dalam menunjang kelangsungan hidup dan meningkatkan kesejahteraannya. Interaksi manusia terhadap DAS dapat memberi dua macam dampak, yang menguntungkan adalah peningkatan kondisi sosial ekonomi, akan tetapi dampak negatifnya adalah penurunan fungsi DAS yang ditandai dengan terus meningkatnya angka erosi lahan dalam kawasan DAS itu sendiri.


(21)

dan komprehensif dengan menganalis estimasi jumlah erosi yang terjadi pada DAS Ular. Penyajian informasi yang dimaksud dapat diperoleh dari pemamfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG).

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan potensi erosi DAS Ular. Tujuan ini diperoleh dengan membangun sistem informasi geografis (SIG) yang berisi lapisan informasi yang diperlukan untuk menganalisa potensi dan tingkat bahaya erosi pada DAS Ular.

1.5 Pembatasan Masalah

Ruang lingkup masalah yang dibahas pada tugas akhir ini adalah:

1. Daerah studi DAS Ular yang berada pada 2095” LU – 3030” LU dan 98055” BT – 98055” BT.

2. Analisa perkiraan laju erosi menggunakan metode USLE (Universal Loss Equation)

3. Tidak memperhitungkan jumlah dan laju sedimen serta arahan terhadap konservasi lahan dari jumlah estimasi erosi yang dihasilkan.

4. Pengolahan data spasial dengan bantuan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I, Pendahuluan, yang memberikan gambaran umum tentang Erosi dan proses terjadinya erosi. Pada Bab ini juga berisi latar belakang, tujuan penelitian, perumusan masalah, metodologi penelitian dan pembatasan masalah.

Bab II, Tinjauan Pustaka, berisi Defenisi Sistem Informasi Geografis (SIG), Defenisi Erosi serta uraian rumusan USLE dalam memprediksi besarnya Erosi.


(22)

Bab III, Metodologi Penelitian, berisi tentang berisi gambaran umum DAS Ular, pengumpulan data, pengolahan data, asumsi-asumsi yang dipakai dalam pengerjaan tugas akhir ini.

Bab IV, Hasil dan Pembahasan, memaparkan besarnya erosi yang terjadi serta bagaimana tingkat bahaya erosinya.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aplikasi Sistem Informasi Geografis

2.1.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis sebenarnya berawal dari sistem perpetaan. Berdasarkan sejarah awal penggunaannya, diawali pada saat perang revolusi Amerika (American Revolutionary War) telah dilakukan penggambaran berbagai tema peta dalam suatu kerangka peta dasar dengan ukuran skala yang sama. Atlas yang menggambarkan penduduk, geologi dan topografi dalam laporan kedua yang dibuat Irish Railway Commisioner pada tahun 1838, dianggap merupakan Sistem Informasi Geografis pertama. Atlas yang terdiri atas peta penduduk, topografi dan geologi secara terpisah dibuat dalam skala yang sama, sehingga jika ditumpangsusunkan akan dapat ditentukan jalur terbaik bagi pembangunan jalan kereta api.

Namun, sistem perpetaan tersebut masih bersifat statis karena tidak bisa dilakukan pembaruan data dan perubahan format atau editing. Perkembagan teknologi komputer memungkinkan data tersebut dapat diubah ke dalam bentuk digital, sehingga data dapat diedit dan dimutakhirkan serta ditumpangsusunkan sesuai dengan kebutuhan. Data dalam bentuk digital tentu lebih dinamis. Karena itu, perkembangan SIG tidak lepas dari kemampuan untuk mengubah sistem perpetaan dari format statis ke format dinamis.

Sistem Informasi Geografis dalam bahasa Inggris lebih dikenal Geographic Information System (GIS), merupakan suatu sistem informasi yang mampu


(24)

mengelola atau mengolah informasi yang terkait atau memiliki rujukan ruang atau tempat. Apabila kita mengartikan satu per satu atau gabungan katanya, maka Sistem Informasi Geografis dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Sistem adalah kumpulan dari sejumlah komponen yang saling terkait dan memiliki fungsi satu sama lain

2. Informasi adalah data yang dapat memberikan keterangan tentang sesuatu. 3. Geografis adalah segala sesuatu tentang gejala atau fenomena di permukaan

bumi yang bersifat keruangan.

4. Sistem Informasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan data, manipulasi, pengelolaan dan analisis serta menjabarkannya sehingga menjadi keterangan.

5. Informasi Geografis adalah keterangan mengenai ruang atau tempat-tempat serta gejala-gejala dan fenomena yang terjadi dalam ruang tersebut di permukaan bumi.

Menurut ESRI (Environment System Research Institute/1990), secara sederhana SIG diartikan sebagai suatu sistem komputer yang mampu menyimpan dan menggunakan data yang menggambarkan lokasi di permukaan bumi. Definisi tersebut dengan tegas menyebutkan sistem komputer sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SIG, sehingga jika berbicara SIG kita tidak lepas dari komputer, baik hardware maupun softwarenya. Dalam definisi tersebut. SIG tidak hanya sebagai sistem tetapi juga sebagai teknologi.

Menurut Demers (1997) SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, mengintegrasikan, dan menganalisis informasi-informasi yang


(25)

Menurut Chrisman (1997) SIG adalah sistem yang terdiri atas perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia, organisasi, dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi.

Menurut Guo Bo (2000) SIG adalah teknologi informasi yang dapat menganalisis, menyimpan, dan menampilkan, baik data spasial maupun nonspasial.

Menurut Purwadi (1994) SIG merupakan suatu sistem yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan.

Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya. Bagi para penggunanya, SIG tidak hanya mampu menampilkan informasi tentang suatu lokasi, tepai lebih dari itu dapat digunakan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi. Sistem Informasi Geografis sangat dibutuhkan karena untuk data spatial penanganannya sangat sulit terutama karena peta dan data statistik cepat kadaluarsa sehingga tidak ada pelayanan penyediaan data dan informasi yang diberikan menjadi tidak akurat.


(26)

Gambar 2.1 Ilustrasi Sistem Informasi Geografis

2.1.2 Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG)

Gambar 2.2 Konsep Sistem Informasi Geografis

Sebagai suatu sistem, Sistem Informasi Geografis (SIG) tentunya dibentuk oleh sejumlah komponen yang saling terkait di dalamnya. Komponen SIG terdiri atas pelaksana, perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, dan data. Secara global kelima komponen tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga komponen utama yang lebih kompak yaitu: data, sistem komputer (perangkat keras dan perangkat lunak), dan manusia (pelaksana).


(27)

2.1.2.1 Data Sistem Informasi Geografis (SIG)

Data dan informasi geografis (data spasial) adalah data dan informasi mengenai objek-objek geografis yang dapat diidentifikasi dan mempunyai acuan lokasi berdasarkan titik koordinat-koordinatnya. Data dan informasi tersebut dapat dimasukkan secara langsung dengan cara mengimpor atau mengambil dari perangkat lunak SIG, melalui digitasi peta, dan memasukkan data atribut berupa tabel-tabel. Data dan informasi spasial terdiri atas:

a. Data Grafis, yaitu data dalam bentuk gambar atau peta dalam komputer. Data tersebut, apabila dilihat dari strukturnya dapat berupa data vektor maupun data raster. Data ini merupakan representasi fenomena permukaan bumi yang memiliki referensi (koodinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data tersebut.

b. Data Atribut, disebut juga data tabular adalah data yang dinyatakan dalam teks atau angka. Misalnya, nama jalan, nama sungai, nama gunung, nomor rumah, panjang dan lebar sungai, dan lain-lain.


(28)

2.1.2.2 Perangkat Keras (Hardware)

Dalam pelaksanaannya Sistem Informasi Geografis (SIG) membutuhkan perangkat keras (hardware). Hardware yang dimaksud tidak lain adalah Personal Computer (PC) ataupun Laptop/ Notebook dan sejenisnya. Adapun kegunaannya adalah untuk menyimpan dan memproses data Untuk pengerjaan yang sederhana, mungkin kita hanya membutuhkan sedikit tenaga dari Central Prossesing Unit (CPU) dan memory (RAM).

Spesifikasi hardware menjadi penting ketika SIG yang akan kita buat berskala besar. Hal tersebut disebabkan data yang digunakan dalam SIG baik data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori yang besar dan prosesor yang cepat. Untuk mengubah peta ke dalam bentuk digital diperlukan hardware yang disebut digitizer.

Untuk menampilkan dat-data dari Sistem Informasi Geografis (SIG) diperlukan output device. Adapun perangkat yang dimaksud antara lain adalah layar monitor, printer serta plotter.

2.1.2.3 Perangkat Lunak (Software)

Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diproses lebih lanjut dengan menggunakan perangkat lunak tertentu sesuai kebutuhan. Perangkat lunak yang dimaksud merupakan sistem modul yang berfungsi untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data yang diperlukan. Intinya perangkat lunak ini dijadikan sebagai alat yang mampu menyediakan fungsi-fungsi untuk penyimpanan, pengaturan, link, query dan analisa data geografi.


(29)

Gambar 2.4 Skematik perangkat lunak (software) sebagai pendukung SIG Perangkat lunak dalam Sistem Informasi Geografis terdiri atas:

1. Sistem operasi, terdiri atas program-program yang berfungsi mengatur semua sumber daya dan tata kerja komputer. Sistem operasi juga menyediakan fasilitas-fasilitas dasar yang dapat digunakan program aplikasi untuk menggunakan perangkat keras yang terpasang dalam komputer. pengendalian komunikasi, pengolahan perintah-perintah, manajemen data. dan file, dan lain-lain. Contoh sistem operasi ialah Microsoft Windows, LINUX, UNIX, Macintosh.

2. Software aplikasi yang digunakan dalam SIG seperti ARC/Info, ArcView, MapInfo, Idrisi, Erdas, Autocard for GIS, ErMapper, Ilwis, dan lain-lain. 3. Sistem utilitas dan program pendukung seperti bahasa pemrograman. 2.1.2.4 Sumberdaya Manusia (User)

Manusia dalam hal ini merupakan brainware, yaitu kemampuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan SIG secara efektif. Bagaimanapun manusia merupakan subjek (pelaku) yang mengendalikan seluruh sistem, sehingga sangat dituntut kemampuan dan penguasaannya terhadap ilmu dan teknologi mutakhir. Selain itu,


(30)

diperlukan pula kemampuan untuk memadukan pengelolaan dengan pemanfaatan SIG, agar SIG dapat digunakan secara efektif dan efisien. Adanya koordinasi dalam pengelolaan SIG sangat diperlukan agar informasi yang diperoleh tidak simpang siur, tetapi tepat dan akurat.

Peranan manusia dalam SIG juga ada yang mengkategorikan sebagai pengguna (user). Fungsi pengguna ialah untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating) yang efisien, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang diinginkan dan merencanakan aplikasi.

2.1.3 Sub Sistem Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.1.3.1 Input Data

Gambar 2.5 Sub Sistem SIG

Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data non-spasial. Data spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus menggunakan peta digital sehingga peta analog tersebut harus dikonversi ke dalam bentuk peta


(31)

digital dengan menggunakan alat digitizer. Selain proses digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan proses scanning pada peta analog. 2.1.3.2 Pengelolaan Data (data management)

Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan diedit. Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali dari arsip data dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara menambah, mengurangi atau memperbaharui.

2.1.3.3 Manipulasi dan Analisis Data

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG dan melakukan manipulasi serta pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Tipe data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu dimanipulasi agar sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Oleh karena itu SIG mampu melakukan fungsi edit baik untuk data spasial maupun non-spasial.

2.1.3.4 Output Data

Informasi dari hasil analisis data kemudian ditampilkan dalam bentuk hard copy ataupun soft copy. Untuk beberapa tipe operasi geografis, hasil akhir terbaik diwujudkan dalam peta atau grafik. Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan memberikan informasi geografis.

2.1.4 Data Spasial

Data yang mengendalikan Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah data spasial. Setiap fungsionalitas yang membuat Sistem Informasi Geografis (SIG) dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian data spasial. Data spasial menjelaskan fenomena geografi terkait dengan lokasi relatif


(32)

terhadap permukaan bumi (georeferensi), berformat digital dari penampakan peta, berbentuk koordinat titik-titik, dan simbol-simbol mendefinisikan elemen-elemen penggambaran (kartografi), dan dihubungkan dengan data atribut yang disimpan dalam tabel-tabel sebagai penjelasan dari data spasial tersebut (georelational data structure).

Data Spasial merupakan suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, dimana didalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir. Data spasial dan informasi turunannya digunakan untuk menentukan posisi dari identifikasi suatu elemen di permukaan bumi.

Perkembangan teknologi yang terjadi begitu cepat dalam pengambilan data spasial telah membuat perekaman terhadap data berubah menjadi bentuk digital, selain itu relatif cepat dalam melakukan prosesnya. Salah satunya perkembangan teknologi yang berpengaruh terhadap perekeman data pada saat ini adalah teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan Global Positioning System (GPS).

Dalam perkembangannya terdapat dua permasalahan utama dalam pembangunan data spasial. Bermula dari ledakan informasi dimana informasi tersebut diperlukan dalam perkembangan waktu yang terjadi. Hal ini sangatlah bergantung pada perkembangan yang cepat dalam proses pengambilan dan perekaman data spasial. Selanjutnya keterbatasan serta sulitnya melakukan akses dan mendapatkan informasi spasial dari berbagai macam sumber data yang tersedia. Konsekuensi yang terjadi terdapat kebutuhan yang sangat mendesak untuk


(33)

data, integrasi dari aplikasi yang berbeda dan mengurangi duplikasi data dan minimalisasi biaya pengeluaran yang terjadi.

Dalam pelaksanaannya terdapat dua pendorong utama dalam pembangunan data spasial. Pertama adalah pertumbuhan kebutuhan suatu pemerintahan dan dunia bisnis dalam memperbaiki keputusan yang berhubungan dengan keruangan dan meningkatkan efisiensi dengan bantuan data spasial. Faktor pendorong kedua adalah mengoptimalkan anggaran yang ada dengan meningkatkan informasi dan sistem komunikasi secara nyata dengan membangun teknologi informasi spasial. Didorong oleh faktor-faktor tersebut, maka banyak negara, pemerintahan dan organisasi memandang pentingnya data spasial, terutama dalam pengembangan informasi spasial atau yang lebih dikenal dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tujuannya adalah membantu pengambilan keputusan berdasarkan kepentingan dan tujuannya masing-masing, terutama yang berkaitan dengan aspek keruangan. Oleh karena itu data spasial yang telah dibangun, sedang dibangun dan yang akan dibangun perlu diketahui keberadaanya.

2.1.4.1 Sumber Data Spasial

Data spasial sebagai salah satu fitur terpenting dari Sistem informasi Geografis (SIG) dapat dihasilkan dari berbagai sumber. Sumber-sumber data spasial tersebut antara lain

1. Peta Analog

Peta analog merupakan peta dalam bentuk cetak. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin dan sebagainya. Jenis data ini merupakan versi awal dari data spasial. yang mebedakannya adalah hanya dalam bentuk


(34)

penyimpanannya saja. Peta analog ini adalah bentuk tradisional dari data spasial, dimana data ditampilkan dalam bentuk kertas atau film. Dalam tahapan SIG sebagai keperluan sumber data, peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan cara format raster diubah menjadi format vektor melalui proses dijitasi sehingga dapat menunjukan koordinat sebenarnya di permukaan bumi.

2. Data Hasil Pengukuran di Lapangan

Data ini dihasilkan dari hasil survei atau pengamatan dilapangan. Data pengukuran lapangan yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut contohnya: batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan dan lain-lain.

3. Data Sistem Penginderaan Jauh

Data jenis ini merupakan sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala dan mencakup area tertentu. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa memperoleh berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster. Data ini biasanya diperoleh dari foto udara, citra satelit, dan sebagainya.

Citra Satelit menggunakan satelit sebagai wahananya. Satelit tersebut menggunakan sensor untuk dapat merekam kondisi atau gambaran dari permukaan bumi. Umumnya diaplikasikan dalam kegiatan yang berhubungan dengan pemantauan sumber daya alam di permukaan bumi (bahkan ada beberapa satelit yang sanggup merekam hingga dibawah permukaan bumi), studi perubahan lahan dan


(35)

Kelebihan dari teknologi ini terutama dalam dekade ini adalah dalam kemampuan merakam cakupan wilayah yang luas dan tingkat resolusi dalam merekam obyek yang sangat tinggi. Data yang dihasilkan dari citra satelit kemudian diturunkan menjadi data tematik dan disimpan dalam bentuk basis data untuk digunakan dalam berbagai macam aplikasi.

Foto udara (Aerial Photographs) merupakan salah satu sumber data yang banyak digunakan untuk menghasilkan data spasial selain dari citra satelit. Perbedaannya dengan citra satelit adalah hanya pada wahana dan cakupan wilayahnya. Biasanya foto udara menggunakan pesawat udara. Secara teknis proses pengambilan atau perekaman datanya hampir sama dengan citra satelit. Sebelum berkembangan teknologi kamera digital, kamera yang digunakan adalah menggunakan kamera konvensional menggunakan negatif film, saat ini sudah menggunakan kamera digital, dimana data hasil perekaman dapat langsung disimpan dalam basis data. Sedangkan untuk data lama (format foto film) agar dapat disimpan dalam basis data harus dilakukan conversi dahulu dengan mengunakan scanner, sehingga dihasilkan foto udara dalam format digital.

4. Data Global Positioning System (GPS)

Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi Sistem Informasi Geografis (SIG). Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor.

5. Data Tabular

Data ini berfungsi sebagai atribut bagi data spasial. Data ini umumnya berbentuk tabel. Salah satu contoh data ini yang umumnya digunakan adalah data


(36)

sensus penduduk, data sosial, data ekonomi, dll. Data tabular ini kemudian di relasikan dengan data spasial untuk menghasilkan tema data tertentu.

2.1.4.2 Model data Spasial

Model dunia nyata memudahkan manusia di dalam studi area aplikasi yang dipilih dengan cara mereduksi sejumlah kompleksitas yang sebenarnya hadir. Di luar area aplikasi yang dipilih diasumsikan tidak penting. Walaupun demikian, jika model dunia nyata yang bersangkuan akan digunakan, model ini harus diimplementasikan di dalam basis data serta dengan model data, implementasi ini menjadi mungkinkan untuk dilaksanakan.

Komputer dapat memanipulasi objek-objek geometri seperti titik, garis, dan polygon–geometri yang digunakan di dalam model data. Pembawa informasi di dalam model-model data adalah objek. Objek ini berhubungan dengan entities di dalam model-model dunia nyata karena itu dianggap sebagai deskripsi fenomena dunia nyata.

Terdapat dua model dalam data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan representasi dari objek-objek geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer

2.1.4.1.2.1 Data Raster

Dalam model data raster setiap lokasi direpresentasikan sebagai suatu posisi sel. Sel ini diorganisasikan dalam bentuk kolom dan baris sel-sel dan biasa disebut sebagai grid. Dengan kata lain, model data raster menampilkan, menempatkan, dan


(37)

yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik.

Setiap baris matrik berisikan sejumlah sel yang memiliki nilai tertentu yang merepresentasikan suatu fenomena geografik. Nilai yang dikandung oleh suatu sel adalah angka yang menunjukan data nominal. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya di permukaan bumi.

Pada model data raster, matriks diurutkan menurut koordinat kolom (x) dan barisnya (y). Pada sistem koordinat piksel monitor komputer, titik asal sistem koordinat raster terletak di sudut kiri atas. Nilai absis (x) akan meningkat ke arah kanan, dan nilai ordinat (y) akan membesar ke arah bawah. Walaupun demikian. sistem koordinat ini sering pula ditransformasikan sehingga titik asal sistem koordinat tererletak di sudut kiri bawah, makin ke kanan nilai absisnya (x) akan meningkat. dan nilai ordinatnya (y) makin meningkat jika bergerak ke arah atas.

Keseluruhan data spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber-sumber data spasial raster adalah citra satelit, misalnya NOAA. Spot, Landsad Ikonos, dll. Kemudian citra radar, dan model ketinggian dijital seperti DTM atau DEM dalam model data raster.

Model raster memberikan informasi spasial apa yang terjadi dimana saja dalam bentuk gambaran yang digeneralisasi. Dengan model ini, dunia nyata disajikan sebagai elemen matriks atau sel grid yang homogen. Dengan model data raster, data geografi ditandai oleb nilai-nilai elemen matriks persegi panjang dari suatu objek. Dengan demikian, secara konseptual, model data raster merupakan model data spasial yang paling sederhana.


(38)

Gambar 2.6 Struktur Model Data Raster

Data raster dapat dikonversi ke sistem koordinat geo-referensi dengan cara meregistrasi sistem grid raster ke sistem koordinat geo-referensi yang diinginkan. Dengan demikian setiap sel pada grid memiliki posisi geo-referensi. Dengan adanya sistem georeferensi, sejumlah set data raster dapat ditata sedemikian sehingga memungkinkan dilakukan analisis spasial.

Resolusi suatu data raster akan merujuk pada ukunan permukaan bumi yang direpresentasikan oleh setiap piksel. Makin kecil ukuran atau luas permukaan bumi yang dapat direpresentasikan oleh setiap pikselnya, makin tinggi resolusi spasialnya. Pada umumnya, lokasi di dalam model data raster, diidentifikasi dengan menggunakan pasangan koordinat kolom dan baris (x,y).

Pemanfaatan model data raster banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, akan tetapi Environmental Systems Research Institute (ESRI), Inc (2006) membagi menjadi empat kategori utama, yaitu :


(39)

 Raster Sebagai Peta Dasar

Data raster Biasanya digunakan sebagai tampilan latar belakang (background) untuk suatu layer dari obyek yang lain (vektor). Tiga sumber utama dari peta dasar raster adalah foto udara, citra satelit, dan peta hasil scan.

Gambar 2.7 Foto Udara sebagai salah satu sumber peta dasar raster

 Raster Sebagai Peta Model Permukaan

Data raster sangat cocok untuk merepresentasikan data permukaan bumi. Data dapat menyediakan metode yang efektif dalam menyimpan informasi nilai ketinggian yang diukur dari permukaan bumi. Selain dapat merepresentasikan permukaan bumi, data raster dapat pula merepresentasikan curah hujan, temperatur, konsentrasi, dan kepadatan populasi.


(40)

 Raster Sebagai Peta Tematik

Data raster yang merpresentasikan peta tematik dapat diturunkan dari hasil analisis data lain. Aplikasi analisis yang sering digunakan adalah dalam melakukan klasifikasi citra satelit untuk menghasilkan kategori tutupan lahan (land cover). Pada dasarnya aktifitas yang dilakukan adalah mengelompokan nilai dari data multispektral kedalam kelas tertentu (seperti tipe vegetasi) dan memberikan nilai terhadap kategori tersebut. Peta tematik juga dapat dihasilkan dari operasi geoprocessing yang dikombinasikan dari berbagai macam sumber, seperti vektor, raster, dan data permukaan.

 Raster Sebagai Atribut dari Obyek

Data raster dapat pula digunakan sebagai atribut dari suatu obyek, baik dalam foto digital, dokumen hasil scan atau gambar hasil scan yang mempunyai hubungan dengan obyek geografi atau lokasi.

Dalam implementasinya, pemakaian data raster memiliki beberapa kunggulan tersendiri. Beberapa keunggulan pemakaian data raster antara lain:

1. Mudah dimanipulasi dengan menggunakan fungsi-fungsi matematis sederhana (karena strukturnya sederhana seperti matrik bilangan biasa)

2. Memiliki struktur data yang sederhana.

3. Teknologi yang digunakan cukup murah dan tidak begitu kompleks

4. Compatible dengan citra-citra satelit pengindraan jauh dan semua image hasil scanning data spasial.

5. Overlay dan kombinasi data spasial raster dengan data penginderaan jauh mudah dilakukan.


(41)

6. Memiliki kemampuan-kemampuan pemodelan dan analisis spasial tingkat lanjut.

7. Metode untuk mendapatkan citra raster lebih mudah (baik melalui scanning dengan scanner segala ukuran yang sudah beredar luas, maupun dengan menggunakan citra satelit atau konversi dan format).

8. Prosedur untuk memperoleh data dalam bentuk raster lebih mudah, sederhana, dan murah.

9. Harga system perangkat lunak aplikasinya cenderung lebih murah.

Disamping keunggulan tersebut, pemakaian data raster memiliki berbagai kekurangan diantaranya;

1. Secara umum, mernerlukan ruang atau tempat penyimpanan (disk) yang besar di komputer.

2. Tampilan atau representasi, dan akurasi posisinya sangat bergantung pada ukuran pikselnya.

3. Transformasi koordinat dan proyeksi lebih sulit dilakukan. 2.1.4.1.2 Data Vektor

Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).

Ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus merupakan keuntungan tersendiri dalam pemakaian data vektor. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basisdata batas-batas kadaster. Contoh penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan


(42)

hubungan spasial dari beberapa fitur. Kelemahan data vektor yang utama adalah ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual.

Gambar 2.9 Contoh Data Vektor

Titik bisa digunakan sebagai lokasi sebuah kota atau posisi tower radio. Garis bisa digunakan untuk menunjukkan route suatu perjalanan atau menggambarkan boundary. Poligon bisa digunakan untuk menggambarkan sebuah danau atau sebuah Negara pada peta dunia. Setiap bagian dari data vector dapat saja mempunyai informasi-informasi yang bersosiasi satu dengan lainnya seperti penggunaan sebuah label untuk menggambarkan informasi pada suatu lokasi.

Fitur titik meliputi semua objek grafis atau geografis yang dikaitkan dengan koordinat. Di samping koordinat-koordinat, data atau informasi yang diasosiasikan dengan „titik‟ tersebut juga harus disimpan untuk menunjukkan jenis titik yang bersangkutan.

Fitur garis dapat didefinisikan sebagai semua unsur-unsur linier yang dibangun dengan menggunakan segmen-segmen garis lurus yang dibentuk oleh dua titik koordinat atau lebih.


(43)

Gambar 2.10 Garis sebagai penghubung beberapa titik

Fitur Poligon digunakan untuk merepresentasikan objek-objek dua dimensi, seperti danau, bataspropinsi, batas kota, batas persil tanah, dan lain-lain. Suatu poligon paling sedikit dibatasi oleh tigagaris yang saling terhubung diantara ketiga titik. Di dalam basis data, semua bentuk area dua dimensi direpresentasikan oleh bentuk poligon.


(44)

2.1.4.1.3 Perbandingan Data Raster dan Data Vektor

Beberapa Perbandingan antara keduanya dapat dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 2.1 Perbandingan data raster dan data vektor

Parameter Vektor Raster

Akurasi Akurat dan lebih presisi Sangat bergantung dengan ukuran grid/sel Kompleksitas

Tinggi. Memerlukan algortima dan proses yang

sangat kompleks

Mudah dalam mengorganisasi dan proses

Atribut Relasi langsung dengan DBMS (database)

Grid/sel merepresentasikan atribut. Relasi dengan DBMS

tidak secara langsung Output

Kualitas tinggi sangat bergantung dengan plotter/printer dan kartografi

Bergantung terhadap output printer/plotter Analisis

Spasial dan atribut terintegrasi. Kompleksitasnya

sangat tinggi

Bergantung dengan algortima dan mudah untuk dianalisis

Resolusi Bermacam-macam Tetap

Sumber : Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific (1996) dan A. Longley, et al. (2001)

2.1.5 Pengenalan Arcview 3.3

Arc View adalah salah satu software Sistem Informasi Geografis (SIG). Softwere SIG mempunyai kemampuan untuk menampilkan, memanipulasi dan merubah data SIG. Arc View merupakan salah satu perangkat lunak SIG dan pemetaan Generasi ke-2 setelah Arcinfo yang dikembangkan oleh Environmental Systems Research Institute (ESRI). Dengan ArcView kita dapat melakukan visualisasi data spasial dan data tabular, menganalisis data secara geografis, melakukan perhitungan statistik dan sebagainya.

Data SIG mempunyai dua komponen, yaitu komponen spatial atau geografis dan komponen atribut atau table. Data spatial menampilkan lokasi geografis dari suatu features. Pada umumnya feature tersebut ditampilkan dalam bentuk titik


(45)

Gambar 2.12 contoh bentuk point dan poligon pada arcview 2.1.5.1 Struktur dan Istilah dalam Arcview

ArcView memiliki beberapa istilah sendiri yang harus dipelajari dan dipahami agar dapat mempermudah pekerjaan kita dalam mengolah data SIG dengan menggunakan ArcView.

a. Arcview Project

File ArcView Project (*.apr) mengandung sebuah set perintah yang menjelaskan bagaimana tampilan data ArcView dan bagaimana data tersebut harus ditampilkan. File project tidak mengandung data-data, file project hanya menyimpan instruksi yang menunjukkan dimana data tersebut berada. Sebuah

ArcView Project terdiri dari beberapa komponen yang membangunnya, antara lain

Views, Tables, Charts, Layouts, dan Scripts.

Point Polygon


(46)

Gambar 2.13 Tampilan Awal Arcview b. View

View adalah komponen ArcView tempat kita menampilkan peta (data SIG). View

adalah sebuah workspace dimana kita dapat melakukan analisis data, memanipulasi data dan menampilkan data. Layer-layer yang terdapat pada peta kita disebut dengan istilah Themes. Dalam View, Themes ditampilkan di sisi kiri


(47)

c. Tables

Table merupakan representasi data ArcView yang menampilkan data tabular. Table menyajikan informasi deskriptif yang menjelaskan feature-feature tentang

layer tertentu pada suatu View (misalnya : lebar jalan, luas suatu kota, atau jumlah penduduk suatu kecamatan). Setiap baris atau record dari suatu Table didefinisikan sebagai satu anggota dari kelompok besar. Sedangkan setiap kolom atau field mendefinisikan atribut atau karakteristik tunggal dari kelompok itu.

Gambar 2.15 Tampilan komponen table pada arcview d. Charts dan Script

Chart menampilkan data tabulaer secara visual dalam bentuk grafik. Chart juga bisa merupakan hasil suatu querry terhadap tabel data. ArcView menyediakan enam jenis grafik, yaitu : area, bar, column, line, pie dan x y scatter.

Script merupakan bahasa (semi) pemrograman sederhana (makro) yang digunakan untuk otomatisasi kerja ArcView. ArcView menyediaakn fasilitas ini dengan sebutan Avenue sehingga pengguna dapat memodifikasi tampilan ArcView, membuat program, menyederhanakan tugas-tugas kompleks, dan berkomunikasi dengan software lainnya seperti ArcInfo dan lainnya.


(48)

e. Layouts

Menyediakan teknik-teknik untuk menggabungkan dan menyusun dokumen-dokumen dalam Project (View,Table,Chart) dan komponen-komponen peta lainnya seperti arah utara dan skala guna menciptakan peta akhir untuk dicetak atau diplot.

Gambar 2.16 Tampilan komponen layout pada arcview f. GeoProcessing Wizard

Geoprosessing merupakan suatu perintah dalam arcview. GeoProcessing adalah operasi tumpang tindih dalam SIG umumnya dilakukan dengan salah satu dari empat cara yang dikenal, yaitu:


(49)

 pemanfaatan fungsi logika seperti gabungan (union), irisan (intersection), pilihan (and dan or), perbedaan (difference) dan pernyataan bersyarat (if, then dan else).

 pemanfaatan fungsi relasional seperti ukuran lebih-besar, lebih-kecil, sama besar dan kombinasinya.

 pemanfaatan fungsi aritmatika seperti penambahan, pengurangan, pengalian dan pembagian.

 menyilangkan dua peta langsung berbagai manipulasi teknik tumpang-tindih ini umumnya bervariasi yang ditentukan pengetahuan operator dan tingkat kemampuan perangkat lunak. Selain itu salah satu faktor utama adalah struktur data yang sedang dipakai.

Gambar 2.17 Contoh analisis overlay

Perintah GeoProcessing akan muncul ketika extension GeoProcessing telah diaktifkan. Pengaktifannya melalui menu file, extension, kemudian ceklist extension GeoProcessing.


(50)

Gambar 2.18 Kotak dialog extension pada arcview g. Active, Visible, dan Selected

Theme yang active diperlihatkan lebih menonjol pada Tabel Of Content. Theme yang active adalah theme yang akan diedit atau dianalisa oleh ArcView. Untuk membuat sebuah theme menjasi active, cukup pilih (klik) pada nama theme yang terdapat di Table Of Content.

Sebuah Theme dapat menjadi visible (terlihat) dan invisible (tidak terlihat), untuk membuat sebuah theme menjadi visible, cukup beri tanda ceklist pada kotak kecil disebelah nama theme yang akan diperlihatkan.

Feature dalam sebuah theme dapat dipilih (selected). Feature yang terpilih akan berwarna kuning. Jika ada feature yang terpilih, maka ArcView akan melakukan pengeditan atau analisa hanya pada features yang terpilih.


(51)

Gambar 2.19 Arcview active theme dan visible

h. Shapefile

ArcView memiliki format data tersendiri yang disebut dengan shapefiles. Shapefiles adalah format data yang menyimpan lokasi geometrik dan informasi atribut dari suatu feature geografis. Pada umumnya kita hanya butuh satu file kerja seperti file Microsoft Word dengan extension file *.doc, akan tetapi

visible, active, not selected visible, active, not selected Invisible, inactive, selected


(52)

shapefile memiliki perbedaan, yaitu bahwa satu shapefile memiliki beberapa file yang saling berkaitan satu sama lainnya. Beberapa file ini memiliki extension yang berbeda-beda yang disimpan dalam workspace yang sama. Berikut adalah daftar beberapa file extension yang merupakan bagian dari ArcView shapefile :

 .shp - File yang menyimpan feature geometri (diperlukan dalam sebuah shapefile)

 .shx - File yang menyimpan index dari feature geometri (diperlukan dalam sebuah shapefile)

 .dbf - File dBASE yang menyimpan informasi atribut dari suatu feature (diperlukan dalam sebuah shapefile)

 .sbn dan .sbx – File yang menyimpan spatial index dari feature (optional)

 .fbn dan .fbx – File yang menyimpan spatial index dari feature shapefile yang read-only (optional)

 .ain dan .aih – File yang menyimpan index atribut dari field yang aktif dalam sebuah tabel (optional)

 .prj - File yang menyimpan informasi koordinat dari sebuah shapefile, file ini dapat muncul jika kita menggunakan ArcView Projection Utility (optional)


(53)

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) 2.2.1 Pengertian dan Konsep DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama.

Salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada DAS yang akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang pada saat ini, konversi hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan dalam mengatur tata air, mencegah banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut. Hutan selalu dikaitkan dengan fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem DAS.

Fungsi hutan dalam ekosistem DAS perlu dipandang dari tiga aspek berbeda, yaitu pohon, tanah dan lansekap (landscape). Vegetasi hutan berfungsi mengintersepsi air hujan, namun laju transpirasi yang tinggi mengakibatkan perbandingan dengan jenis vegetasi non-irigasi lainnya. Tanah hutan memiliki lapisan seresah yang tebal, kandungan bahan organik tanah, dan jumlah makro porositas yang cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian. Dari sisi lansekap, hutan tidak peka terhadap erosi karena memiliki filter berupa seresah pada lapisan tanahnya. Hutan dengan karakteristik tersebut di atas sering disebut mampu meredam tingginya debit sungai pada saat musim hujan dan menjaga kestabilan aliran air pada musim kemarau.


(54)

Daerah resapan air berperan sebagai penyaring air tanah. Ketika air masuk ke daerah resapan maka akan terjadi proses penyaringan air dari partikel-partikel yang terlarut di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena perjalanan air dalam tanah sangat lambat dan oleh karenanya memerlukan waktu yang relatif lama. Pada keadaan normal, aliran air tanah langsung masuk ke sungai yang terdekat.

2.2.2 Ekosistem Daerah Aliran Sungai

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan. Sistem tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang menyusunnya. Besar-kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai suatu ekosistem.

Ekositem terdiri atas komponen biotis dan abiots yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian, dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponen pun yang berdiri sendiri, melainkan mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, langsung atau tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas suatu komponen sistem selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen ekosistem yang penting. Sebagai komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktivitasnya seringkali mengakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan, dan dengan demikian, mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan. Selama hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem berada dalam kondisi stabil. Sebaliknya bila hubungan timbal-balik antar


(55)

komponen-Uraian di atas mengisyaratkan bahwa ekosistem harus dilihat secara holistik, yaitu dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen kunci penyusun ekosistem serta menelaah interaksi antar komponen-komponen tersebut. Pendekatan holistik dilakukan agar pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam dapat dilakukan secara efisien dan efektif, syarat yang diperlukan bagi terwujudnya pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupkan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan. lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan bakau. Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas.

Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain, dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus perencanaan


(56)

pengelolaan DAS mengingat bhwa dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

Sebagai suatu kesataun ekosistem, DAS perlu dikelola secara baik mulai daerah hulu hingga hilir. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tentunya tidak diinginkan seperti erosi, banjir dan lain-lain.

2.3 Erosi Tanah

2.3.1 Pengertian Erosi

Kata erosi mungkin sangat familiar karena sudah dipelajari sejak dulu. Mendengar kata erosi tentunya tak lain yang ada di benak kita adalah pengikisan. Sebenarnya kata eorsi berasal dari kata Latin erodere, artinya mengerkah atau mengampelas.

Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Erosi dapat dikatakan sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh suatu media alami (air atau angin).

Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara berkesinambungan.

Proses erosi terdiri atas tiga bagian berurutan yaitu pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Selain dapat disebabkan oleh air hujan, erosi juga dapat terjadi karena tenaga angin


(57)

Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan merupakan penyebab erosi tanah yang penting. Dalam proses erosi, pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan. Agen pelepasan tanah yang penting adalah tetesan butir hujan yang jatuh di permukaan tanah. Tetesan air hujan akan memukul permukaan tanah, mengakibatkan gumpalan tanah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan terlepas. Butir-butir tanah yang terlepas tersebut sebagian akan terlempar ke udara (splash) dan jatuh lagi di atas permukaan tanah, dan sebagian kecil akan mengisi pori-pori kapiler tanah, sehingga akan menghambat proses infiltrasi.

Aliran permukaan akan terjadi apabila air hujan yang masuk ke dalam tanah telah melampaui kapasitas infiltrasinya. Aliran tersebut mula-mula laminer, tetapi lama-kelamaan berubah menjadi turbulent karena pengaruh permukaan tanah yang dilaluinya. Turbulensi aliran ini digunakan untuk melepas lagi butir-butir tanah dengan cara mengangkat dari massanya dan menggulingkan butir-butir tanah tersebut, serta terjadi pula penggemburan butirbutir tanah dari masanya oleh butir-butir tanah yang terkandung dalam aliran permukaan. Aliran permukaan lama-kelamaan akan berkurang sejalan dengan berkurangnya curah hujan. Oleh karena itu, kemampuan pengangkutannya akan menyusut, dan pada suatu saat saja akan berhenti. Dalam keadaan inilah terjadi pengendapan butir-butir partikel tanah yang merupakan proses akhir terjadinya erosi.

Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi karena aktivitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lalpisan tanah bagian


(58)

atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah.

Ada beberapa jenis erosi tanah yang disebabkan oleh air hujan yang umum dijumpai di daerah tropis, yaitu:

1. Erosi percikan

(splash erosion) adalah proses terkelupasnya partikel-partikel tanah sebagain atas oleh tanaga kinetic air hujan bebas atau sebagai air lolos. Tenaga kinetik tersebut ditentukan oleh dua hal, massa dan kecepatan jatuhan air. Tenaga kinteik bertambah besar dengan bertambahnya besar diameter air hujan dan jarak antara ujung daun penetes (driptips) dan permukaan tanah (pada proses erosi di bawah tegakan vegetasi).

2. Erosi Kulit

(sheet erosion) adala erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff). Tipe erosi ini disebabkan oleh kombinasi air hujan dan air larian yang mengalir ke tempat yang lebih rendah. Berdasarkan sumber tenaga penyebab erosi kulit, tenaga kinetis air hujan lebih penting karena kecepatan air jatuhan lebih besar, yaitu antara 0,3 sampai 0,6 m/dt (Schwab et al., 1981). Tenaga kinetik air hujan akan menyebabkan lepasnya partikel-partikel tanah dan bersama-sama dengan pengedapan sedimen di atas permukaan tanah, menyebabkan turunnya laju infiltrasi karena pori-pori tanah tertutup oleh kikisan partikel tanah. Bentang lahan dengan komposisi lapisan permukaan tanah atas yang rentan/lepas terletak di atas lapisan bawah permukaan yang solid merupakan bentang lahan dengan potens iterjidinya erosi kulit besar.


(59)

Besar kecilnya tenaga penggerak terjadinya erosi kulit ditentukan oleh kecepatan dan kedalaman air larian.

3. Erosi alur

(rill erosion) Erosi alur adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. Hal ini terjadi ketika air larian masuk ke dalam cekungan permukaan tanah, kecepatan air larian meningkat dan akhirnya terjadilah transpor sedimen. Dalam hubungannya dengan faktor-faktor penyebab erosi ditegaskan bahwa tipe erosi ini terbentuk oleh tanah yang kehilangan daya ikat partikel-partikel tanah sejalan dengan meningkatnya kelembapan tanah di tempat tersebut. Kelembapan tanah yang berlebihan akan mengakibatkan tanah longsor. Bersama dengan longsornya tanah, kecepatan air larian ini mengangkut sedimen hasil erosi dan ini menandai awal dari terjadinya erosi parit.

4. Erosi parit/selokan

(gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalan dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi parit dapat diklasifikasikan sebagai parit bersambungan dan parit terputus-putus. Erosi parit terputus dapat dijumpai di daerah yang bergunung. Erosi tipe ini biasanya diawali oleh adanya gerusan yang melabar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian yang besar.


(60)

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi

Adapun beberapa faktor yang mepengaruhi erosi adalah: 1. Iklim

Pada daerah tropis faktor iklim yang paling besar pengaruhnya terhadap laju erosi adalah hujan. Jumlah dan intensitas hujan di Indonesia umumnya lebih tingi dibandingkan dengan negara beriklim sedang. Besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi, daya pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah (Arsyad, 1989). Intensitas dan besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi terhadap tanah. Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya air dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah. Sebaliknya jika jumlah dan intensitasnya tinggi akan mengakibatkan erosi yang besar.

2. Tanah

Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan dan kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi.

Kepekaan atau ketahanan tanah terhadap erosi berbeda-beda sesuai dengan sifat fisik dan kimia tanah. Perbedaan ketahanan ini umumnya dinyatakan dalam nilai erodibilitas tanah. Semakin tinggi nilai erodibilitas tanah, semakin mudah tanah tersebut tererosi. Secara umum tanah dengan debu yang tinggi, liat yang rendah dan


(61)

erodibilitas suatu tanah ditentukan oleh ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar dan kemampuan tanah menyerap air (infiltrasi dan perkolasi). Ketahanan tanah menentukan mudah tidaknya massa tanah dihancurkan, sedangkan infiltrasi dan perkolasi mempengaruhi volume limpasan permukaan yang mengikis dan mengangkut hancuran masa tanah.

Sifat-sifat tanah yang penting pengaruhnya terhadap erosi adalah kemampuannya untuk menginfiltrasikan air hujan yang jatuh serta ketahanannya terhadap pengaruh pukulan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Tanah dengan agregat yang stabil akan lebih tahan terhadap pukulan air hujan dan bahaya erosi. Kapasitas infiltrasi tanah sangat dinamis, dapat berubah atau diubah oleh waktu atau pengolahan tanah.

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, dan sifat lapisan bawah tanah. Tanah dengan kandungan liat yang tinggi sukar tererosi, karena liat memiliki kemampuan memantapkan agregat tanah.

Struktur tanah mempengaruhi besarnya erosi, tanah-tanah yang berstruktur granuler lebih terbuka dan akan menyerap air lebih cepat daripada tanah yang berstruktur masif. Demikian pula peranan bahan organik penting terhadap stabilitas struktur tanah, karena bahan organik tanah berfungsi memperbaiki kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya pegang air tanah. Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi adalah permeabilitas. 3. Topografi

Topografi diartikan sebagai tinggi rendahnya permukaan bumi yang menyebabkan terjadi perbedaan lereng. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Erosi akan meningkat dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan tinggi,


(62)

tetapi erosi akan menurun dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang rendah. Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng.

Bentuk lereng juga berpengaruh terhadap erosi. Bentuk lereng dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung dan lereng kompleks. Lereng lurus dicirikan oleh kemiringan yang seragam pada seluruh bagian lereng. Lereng cembung semakin curam ke arah lereng bawah, sedangkan lereng cekung semakin landai ke arah lereng bawah. Lereng yang cembung umumnya tererosi lebih besar daripada lereng cekung.

Perbedaan aspek lereng menimbulkan perbedaan besarnya erosi yang terjadi karena perbedaan penyinaran matahari dan kelembaban. Untuk daerah tropis, aspek lereng tidak terlalu menyebabkan perbedaan erosi yang besar karena matahari berada hampir tegak lurus dari permukaan.

4. Vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (b) mempengaruhi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air; (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas tanah; (d) transpirasi yang mengakibatkan keringnya tanah.

Hutan atau padang rumput yang tebal merupakan pelindung tanah yang efektif terhadap bahaya erosi. Tanaman yang tinggi biasanya menyebabkan erosi yang lebih besar dibandingkan tanaman yang rendah, karena air yang tertahan oleh tanaman masih dapat merusak tanah pada saat jatuh di permukaan tanah. Selain


(63)

dalam menurunkan kecepatan aliran permukaan dan mengurangi kandungan air tanah melalui transpirasi.

5. Manusia

Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolahnya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

Pembuatan teras, penanaman secara berjalur, penanaman atau pengolahan tanah menurut kontur, perlindungan tanah dengan mulsa adalah kegiatan manusia yang dapat menurunkan erosi. Di lain pihak, penanaman searah lereng, perladangan dan penggunaan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan meningkatkan bahaya erosi. Pengolahan tanah menurut kontur secara umum mengurangi erosi secara efektif terutama bila terjadi hujan lebat dengan intensitas sedang sampai rendah. Pembuatan teras berfungsi mengurangi panjang lereng sehingga kecepatan aliran permukaan bisa dikurangi dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah lebih besar, akibatnya erosi menjadi berkurang.

2.3.3 Dampak Erosi

Erosi akan menyebabkan menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan


(64)

meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.

2.4 Metode USLE Sebagai Model Pendugaan Erosi

Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model prediksi erosi. Secara ideal, metode prediksi erosi harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang nampaknya bertentangan, yaitu: dapat diandalkan, secara universal dapat dipergunakan, mudah digunakan dengan data yang minimum, konprehensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan, dan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perubahan-perubahan tata guna lahan dan tindakan konservasi tanah. Karena rumitnya sistem erosi tanah dengan berbagai faktor yang berinteraksi, maka pendekatan yang paling memberi harapan dalam pengembangan metode dan prediksi adalah dengan merumuskan model konseptual proses erosi itu.

Pemodelan erosi tanah adalah penggambaran secara matematik proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah di atas permukaan lahan. Paling tidak terdapat tiga alasan dilakukannya pemodelan erosi, yaitu:


(1)

122


(2)

Pada peta TBE terlihat wilayah hilir didominasi tingkat bahaya erosi berat dan sangat berat. Hal ini dikarenakan pada wilayah tersebut didapati kelas solum tanah 0, dengan kriteria dangkal yaitu dengan kedalaman antara 15 - 30 cm. Sementara secara keseluruhan wilayah das ular didominasi tingkat bahaya erosi dengan kategori sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.47 Persentase Luas untuk Masing-masing Kategori TBE No Kategori TBE Luas Wilayah Persentase luas (%)

1 Sangat Ringan 670,8680 0,512391851

2 Ringan 22.110,6350 16,88753853

3 Sedang 64.069,7070 48,93480652

4 Berat 14888,5290 11,37147835

5 Sangat Berat 29.188,9630 22,29378475


(3)

124 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Secara matematis persamaan dalam perhiutungan erosi dengan metode USLE yang dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith menganggap erosi yang terjadi (A) adalah sebanding dengan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi itu sendiri. (A = R x K x LS x CP)

2. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memprediksi laju erosi. Kelebihan metode ini selain sederhana juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976) menyatakan bahwa metode USLE dirancang untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi jangka panjang dan kehilangan tanah yang disebabkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bagian tengah dan hilir DAS. Kelemahan model ini adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS, dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu satuan lahan.

3. Erosi total yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular dengan luas area kurang lebih 1.309 km2 yang dibagi atas 25 satuan lahan adalah 247,855 ton/ha/tahun. Erosi ini termasuk kepada kelas erosi IV dengan kategori erosi berat.

4. Berdasarkan kategori tingkat bahaya erosi (TBE), DAS ular didominasi dengan kategori sedang seluas 64.069,7070 ha atau sekitar 48,93% dari total


(4)

luasan DAS. Sisanya adalah dengan kategori sangat ringan 670,8680 ha (0,51%), ringan 22.110,6350 ha (16,88%), berat 14888,5290 (11,37%) dan sangat berat 29.188,9630 ha (22,29%).

5.2 Saran

1. Untuk menanggulangi masalah erosi pada setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) perlu dilakukan tindakan-tindakan pencegahan erosi terutama pada daerah rawan erosi.

2. Pada daerah dengan kelas erosi yang tergolong berat diperlukan berbagai tindakan konservasi misalnya pemberian mulsa pada tanah didaerah pertanian, pembuatan teras-teras pada areah sawah dan lain-lain.


(5)

126 DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. (2009). Pengelolaan Sumber Daya Air. Restu Buana, Jakarta.

Asdak, C (1995). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

[BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wampu-Sei Ular. (2011). Peta Digital Faktor Erosi DAS Belawan-Ular. BPDAS Wampu-Sei Ular. Medan. CD, Soemarto. (1995). Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.

Charter, Denny. Membedakan Peta Vektor dan Peta Raster. http://dennycharter.wordpress.com/2008/05/19/membedakan-peta-vektor-dan-peta-raster/. (diakses tanggal 01 Maret 2012)

Gumelar, D. (2003). Data Spasial. IlmuKomputer.com, Bandung. Harto, S. (1993). Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hermawan, Y. (1989). Hidrologi Untuk Insinyur. Erlangga, Jakarta.

Indarto. (2010). Hidrologi dasar teori dan contoh aplikasi model hidrologi. Bumi Aksara, Jakarta.

Kodoatie, J.R. dkk. (2010). Tata Ruang Air. Andi, Yogyakarta.

Lengkong, C.E. (2001). Potensi Laju Erosi di DAS Tondano Hulu (Suatu Analisis Menggunakan Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Dengan Memamfaatkan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)). Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, UI, Jakarta.

Loebis, J. (1993). Hidrologi Sungai. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. (2009). Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkLHL-DAS). Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.

Rahim, S.E. (2006). Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksara, Jakarta.

Rauf, Abdul. Kemala, S.L, dan Jamilah. (2011). Dasar-dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. USU Press, Medan.

Sosrodarsono, S. (1976). Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.


(6)

Suripin, (2004). Sistem drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi offset, Yogyakarta.