Pengaruh Mutasi Titik Terhadap Trayektori Unfolding Dan Refolding Protein 1gb1

PENGARUH MUTASI TITIK TERHADAP TRAYEKTORI
UNFOLDING DAN REFOLDING PROTEIN 1GB1

DELLA TIARAPUTRI ALDRIFISIA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Mutasi Titik
terhadap Trayektori Unfolding dan Refolding Protein 1GB1 adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Della Tiaraputri Aldrifisia
NIM G74110027

ABSTRAK
DELLA TIARAPUTRI ALDRIFISIA. Pengaruh Mutasi Titik terhadap Trayektori
Unfolding dan Refolding Protein 1GB1. Dibimbing oleh TONY IBNU
SUMARYADA dan SETYANTO TRI WAHYUDI.
Mekanisme pelipatan protein merupakan hal yang sangat penting untuk
memahami berbagai proses biologi. Salah satunya adalah proses unfolding dan
refolding protein 1GB1 yang telah termutasi pada salah satu residunya. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh mutasi titik terhadap dinamika proses
unfolding dan refolding protein 1GB1 serta membandingkan trayektori unfolding
dan refolding protein 1GB1 yang telah dimutasi dan tidak dimutasi. Penelitian ini
dilakukan menggunakan metode simulasi dinamika molekul yang terdiri dari
beberapa tahapan diantaranya preparasi dan mutasi protein, minimisasi,
pemanasan atau pendinginan, ekuilibrasi, dan production run. Simulasi unfolding
dilakukan pada suhu 500 K selama 2 ns dan refolding pada suhu 200 K selama 20
ns. Mutasi titik yang dilakukan mengakibatkan meningkatnya kestabilan termal

protein sehingga protein mutan membutuhkan waktu lebih lama baik untuk
denaturasi maupun kembali ke native state. Proses unfolding dan refolding protein
memiliki trayektori yang berbeda, simulasi refolding membutuhkan waktu yang
jauh lebih panjang daripada simulasi unfolding agar struktur protein dapat kembali
ke keadaan awal (native state).
Kata kunci: mutasi titik, protein 1GB1, refolding, simulasi dinamika molekul,
unfolding

ABSTRACT
DELLA TIARAPUTRI ALDRIFISIA. Effect of Point Mutation on UnfoldingRefolding Trajectory of Protein 1GB1. Supervised by TONY IBNU
SUMARYADA and SETYANTO TRI WAHYUDI.
Protein folding mechanism is crucial for understanding various biological
processes. The unfolding and refolding process of protein 1GB1 and its mutant
were studied in this research. The objectives of this research are to learn the effect
of point mutation on unfolding and refolding process of protein by comparing the
unfolding and refolding trajectory of protein 1GB1 and its mutant. Molecular
dynamics simulations method which consisted of several steps including protein
preparation and mutation, minimization, heating or cooling, equilibration, and
production run were used in this research. Unfolding simulation at temperature of
500 K for 2 ns and refolding simulation at 200 K for 20 ns. The result of point

mutation that had been performed was increasing thermal stability of the mutant
protein so that the protein took longer time for denaturation and returned to the
native state. Unfolding and refolding process had a different trajectory, refolding
simulation took longer time than unfolding simulation so that protein structure
could return to native state.
Keywords: molecular dynamics simulation, point mutation, protein 1GB1,
refolding, unfolding

PENGARUH MUTASI TITIK TERHADAP TRAYEKTORI
UNFOLDING DAN REFOLDING PROTEIN 1GB1

DELLA TIARAPUTRI ALDRIFISIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis sebagai
salah satu syarat kelulusan di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
September 2014 ini ialah Pengaruh Mutasi Titik terhadap Trayektori Unfolding
dan Refolding Protein 1GB1.
Selama pengerjaan penelitian hingga penulisan karya tulis ini penulis
banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Kedua orangtua tercinta Papa Rudy Aldrin, S.Pd, Mama Aida Fitria, S.Pd,
serta Adik-adik Cindyana Aldrifisia dan Muhammad Radian Alfariz atas
dukungan dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti diberikan kepada
penulis.
2. Bapak Dr Tony Ibnu Sumaryada selaku dosen pembimbing pertama sekaligus

dosen pembimbing akademik penulis selama tiga tahun terakhir dan Bapak
Dr Setyanto Tri Wahyudi sebagai dosen pembimbing kedua yang telah
banyak memberi bantuan dan saran kepada penulis selama penelitian.
3. Bapak Heriyanto Syafutra, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberi
saran kepada penulis.
4. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Fisika IPB.
5. Rekan penelitian penulis Amel dan Kak Nya serta teman-teman Fisika
angkatan 46, 47, 48, dan 49 atas kerja samanya selama ini.
6. Teman-teman Himaswiss, IPMM Bogor, dan Kost Harmony 2 sebagai
keluarga kedua penulis yang selalu menghibur selama kuliah di IPB.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Della Tiaraputri Aldrifisia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1


Tujuan Penelitian

1

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Protein 1GB1

2

Mutasi Titik

3


Unfolding-Refolding Protein

3

Simulasi Dinamika Molekul

4

METODE

5

Waktu dan Tempat

5

Alat

5


Prosedur Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Analisis Struktur Sekunder Protein

6

Analisis Root Mean Square Deviation (RMSD)

9

Analisis Jari-jari Girasi

10


Analisis Solvent Accessible Surface Area (SASA)

11

Analisis Energi Konformasi

12

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

12

Saran

13


DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1 Residu penyusun struktur sekunder protein

2

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur protein 1GB1
2 Mutasi titik
3 Perubahan struktur sekunder protein selama simulasi (a) unfolding WT,
(b) refolding WT, (c) unfolding mutan K4A, (d) refolding mutan K4A
4 Perubahan konformasi protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A
5 Nilai RMSD protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A
6 Nilai jari-jari girasi protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A
7 Nilai SASA protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A
8 Energi konformasi protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A

2
3
7
8
9
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram alir penelitian
Karakteristik residu penyusun protein 1GB1
Preferensi konformasi residu penyusun struktur sekunder
Residu penyusun struktur sekunder protein setelah simulasi refolding
selama 20 ns

15
16
17
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Protein merupakan senyawa biokimia yang kompleks yang terdiri dari rantai
asam amino yang terlipat dengan cara tertentu. Proses pelipatan protein bertujuan
agar protein dapat mencapai energi konformasi yang minimum.1 Selain itu, proses
pelipatan ini merupakan suatu mekanisme kontrol dalam sel hidup.2 Protein
sangat berperan dalam dunia biologi. Semua protein dibentuk dari dua puluh asam
amino yang sama.3 Hal yang membedakan protein yang satu dengan yang lain
adalah komposisi asam aminonya.4
Dalam berbagai proses biologi, pergerakan, struktur, dan mekanisme
pelipatan protein menjadi hal yang sangat penting. Protein yang telah
terdenaturasi (unfolded) dapat kembali ke keadaan awal (native state) berupa
lipatan (folded). Beberapa protein akan mengalami perubahan konformasi yang
berpengaruh terhadap fungsinya. Pengetahuan tentang mekanisme unfolding dan
refolding protein dapat memberikan pemahaman tentang beberapa penyakit yang
disebabkan karena gagalnya beberapa protein kembali melipat setelah
terdenaturasi sehingga protein tersebut tidak dapat menjalankan fungsi
biologisnya.5
Simulasi dinamika molekul dapat digunakan untuk mempelajari proses
pelipatan protein secara detail hingga skala atomik.6 Salah satu protein yang dapat
digunakan dalam simulasi dinamika molekul untuk mempelajari mekanisme
unfolding dan refolding adalah protein G domain B1 (indeks Protein Data Bank:
1GB1). Protein 1GB1 merupakan protein kecil karena hanya memiliki 56 rantai
samping (residu) dan merupakan protein immunoglobulin yang digunakan oleh
organisme untuk melawan antibodi inang (manusia).7 Berbagai mutasi terbukti
dapat mengubah stabilitas protein ini tergantung pada lokasi terjadinya mutasi.

Perumusan Masalah
1.
2.

Bagaimana pengaruh mutasi titik terhadap proses unfolding pada suhu 500
K dan refolding pada suhu 200 K dari protein 1GB1?
Apakah proses unfolding dan refolding dari mutasi titik protein 1GB1
memiliki trayektori yang sama?

Tujuan Penelitian
1.
2.

Mempelajari pengaruh mutasi titik terhadap dinamika serta proses unfolding
pada suhu 500 K dan refolding pada suhu 200 K dari protein 1GB1.
Membandingkan trayektori unfolding dan refolding protein 1GB1 yang
telah dimutasi dan tidak dimutasi (wild-type).

2
Hipotesis
Protein 1GB1 yang telah dimutasi akan memiliki trayektori unfolding dan
refolding yang tidak persis sama.

TINJAUAN PUSTAKA
Protein 1GB1
Protein G domain B1 merupakan protein yang sangat stabil dan kecil
(memiliki 56 rantai samping atau residu). Protein ini adalah salah satu protein
yang paling banyak dimodelkan untuk mengetahui proses pelipatan (folding)
suatu protein.9 Protein 1GB1 termasuk dalam kelompok G Streptococcus yang
Tabel 1 Residu penyusun struktur sekunder protein 1GB1
Struktur
Index Residu
Kode Residu
Sekunder
1
Coil
M
2-8
β-sheet 1
T, Y, K, L, I, L, N
9 - 12
Turn
G, K, T, L
13 - 19
β-sheet 2
K, G, E, T, T, T, E
20 - 22
Coil
A, V, D
23 - 36
α-helix
A, A, T, A, E, K, V,
F, K, Q, Y, A, N, D
37 - 42
Coil
N, G, V, D, G, E
43 - 46
β-sheet 3
W, T, Y, D
47 - 50
Turn
D, A, T, K
51 - 55
β-sheet 4
T, F, T, V, T
56
Coil
E

Gambar 1 Struktur protein 1GB1

3
membantu suatu organisme melawan pertahanan inang melalui sifat pengikatan
protein yang unik.7 Protein 1GB1 memiliki residu yang terdiri atas 1 α-helix, 4 βsheet, 2 coil, dan 2 turn yang dapat dilihat di Tabel 1.8 Struktur protein 1GB1
direpresentasikan pada Gambar 1. α-helix ditunjukkan oleh warna ungu, β-sheet
berwarna kuning, coil warna putih, dan turn berwarna toska.

Mutasi Titik
Mutasi titik merupakan proses menghilangkan sebuah asam amino pada
protein tanpa memberikan asam amino yang baru atau penggantian sebuah asam
amino dengan asam amino yang lain.10 Mutasi titik dapat mempengaruhi sifat
suatu protein seperti kehilangan fungsi dan interaksi secara parsial bahkan
kehilangan fungsi protein secara total. Namun di berberapa kondisi mutasi titik ini
sama sekali tidak berpengaruh terhadap struktur dan fungsi suatu protein.11 Pada
penelitian ini mutasi titik dilakuan karena mutasi titik tidak mengakibatkan
perubahan pada struktur protein melainkan hanya mengubah sifat protein tersebut.
Penggantian sebuah asam amino pada protein akan mempengaruhi stabilitas
protein tersebut. Efeknya tergantung pada lokasi mutasi dan lingkungannya dalam
struktur protein. Beberapa interaksi yang muncul akibat mutasi titik seperti
pembentukan ikatan hidrogen baru, interaksi hidrofobik, atau efek pada pelipatan
protein.12 Ilustrasi dari mutasi titik dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Mutasi titik13

Unfolding dan Refolding Protein
Folded adalah suatu keadaan protein berbentuk lipatan-lipatan (native state)
sehingga dapat melakukan fungsi biologisnya. Suatu protein akan kehilangan
fungsinya jika mengalami denaturasi atau unfolding. Peningkatan suhu yang
diterapkan pada suatu protein merupakan salah satu kondisi yang dapat
menyebabkan protein terdenaturasi. Unfolding mengakibatkan suatu protein
kehilangan daya larutnya. Pada banyak kasus, protein yang telah terdenaturasi
dapat kembali ke native state (reversible).

4
Unfolding dan refolding dapat direpresentasikan melalui 4 tahap diskret dan
reversible yaitu
F↔H↔S↔U
F adalah keadaan folded, H adalah keadaan protein tanpa struktur sekunder
namun dengan inti hidrofobik yang terbungkus, S adalah keadaan dengan inti
yang terlarut sebagian, dan U adalah keadaan unfolded sempurna.
Proses unfolding dimulai dengan merusak ujung struktur sekunder secara
cepat selama beberapa pikosekon. Selama proses ini berlangsung struktur
sekunder protein tetap utuh dan inti hidrofobiknya tetap terbungkus dengan baik.
Proses awal ini diakhiri dengan rusaknya struktur sekunder secara sempurna.
Proses selanjutnya dimulai dengan rusaknya ikatan hidrogen namun inti
hidrofobik tetap utuh. Proses selanjutnya yaitu inti hidrofobik mulai rusak dan
ditembus oleh beberapa molekul air dari lingkungan sekitar. Molekul air tersebut
terperangkap diantara rantai samping selama beberapa pikosekon sehingga inti
hidrofobik dalam keadaan terlarut sebagian. Proses terakhir yaitu rusaknya inti
hidrofobik secara sempurna sehingga protein dalam keadaan tanpa lipatan
(terdenaturasi). Refolding merupakan kebalikan dari proses unfolding dimana
penurunan suhu diterapkan pada protein dalam keadaan terdenaturasi.14

Simulasi Dinamika Molekul
Prinsip simulasi dinamika molekul adalah menjadikan perubahan koordinat
atom sebagai fungsi dari waktu dan menghitung pergerakan atom-atom yang ada
di dalam molekul. Yang dijadikan sebagai titik awal dari perhitungan ini adalah
struktur tunggal yang biasanya dijadikan sebagai struktur ekuilibrium yang
didapatkan setelah meminimalkan energi potensial. Kecepatan pergerakan atom
akan meningkat secara perlahan dari nol hingga mencapai nilai yang sesuai
dengan suhu tertentu. Suhu ini disebut sebagai suhu ekuilibrasi yang dibutuhkan
untuk memastikan sistem menuju ke suhu yang diinginkan.15
Fungsi energi potensial yang mendasari simulasi dinamika molekul
merupakan penjumlahan antara energi potensial yang terjadi akibat interaksi
ikatan (bonded interaction) dengan energi potensial akibat interaksi non-ikatan
(nonbonded interaction). Interaksi ikatan pada ikatan kovalen berupa stretching,
bending, dan torsion dapat dijelaskan oleh hukum Hooke
U bonded   K b (b  beq ) 2   K  (   eq ) 2   K  (1  cos(n   ))
bonds

angles

torsions

Energi stretching dari semua ikatan kovalen dalam protein direpresentasikan
oleh suku penjumlahan pertama, dimana K b adalah konstanta regangan
(stretching), b adalah panjang ikatan, beq adalah nilai keseimbangan panjang
ikatan. Energi bending direpresentasikan oleh suku penjumlahan kedua yang
dianalogikan mirip dengan parameter pada suku pertama. Suku ketiga
merepresentasikan potensial rotasi.16
Sedangkan interaksi non-ikatan berupa interaksi elektrostatik dan interaksi
van der Waals dapat dimodelkan menggunakan potensial Coulomb dan LennardJones sebagai berikut

5
12
6

 r0   q i q j 

  r0 
U nonbonded       2   

r
i j  
 r   4 0 r 

  

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi,
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor dimulai dari bulan September 2014 sampai bulan April 2015.

Alat
Penelitian ini menggunakan peralatan berupa alat tulis, perangkat keras dan
perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas komputer dengan spesifikasi Quad
Core Processor (Intel Core i7), RAM 12 GB, Graphic Card NVIDIA Ge Force
GTS 9400, dan sistem operasi LINUX Ubuntu 12.04. Perangkat lunak yang
digunakan untuk simulasi adalah NAMD (Not Just Another Molecular Dynamics
Program) versi 2.9. Preparasi, analisis, dan menampilkan animasi molekul protein
menggunakan VMD (Visual Molecular Dynamics Program) versi 1.9.1. NAMD
dan VMD merupakan program simulasi dinamika molekuler yang dikembangkan
oleh Theoretical and Computational Biophysics Group di University of Illinois,
Urbana-Champaign. Perangkat lunak lain yang digunakan untuk pengolahan data
antara lain CatDCD versi 4.0, Ms. Excel 2010, dan Gnuplot 4.6.4.

Prosedur Penelitian
Preparasi dan Mutasi Protein
Data koordinat protein 1GB1 yang telah diunduh dari Protein Data Bank
dengan nama file 1GB1.pdb dijadikan sebagai masukan awal proses preparasi
dengan mengatur jumlah framenya menjadi sama dengan satu. Selanjutnya atom
hidrogen yang terdapat pada protein dihilangkan terlebih dahulu.
Tahap selanjutnya yaitu koordinat protein digeser ke (0,0,0) agar
mempermudah perhitungan. Lalu protein dilarutkan pada solvent berupa air dan di
tempatkan pada solvation box berdimensi (65.3×54.2×49.9) Å dengan metode
Periodic Boundary Condition (PBC) agar simulasi dilakukan dengan kondisi yang
mendekati eksperimen. Beberapa residu protein ada yang bersifat polar yang
berarti muatannya belum tentu sama dengan nol sehingga sistem perlu dinetralkan
dengan penambahan NaCl dengan konsentrasi 0.15 mol/L. Penetralan ini
bertujuan agar simulasi yang dilakukan hanya dipengaruhi oleh perubahan
temperatur dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain.
Preparasi dengan tahapan yang sama dilakukan kembali untuk protein 1GB1
yang dimutasi pada residu keempat K4A (Lysine pada residu keempat diganti

6
dengan Alanine). Penggantian residu ini dilakukan karena terbukti dapat
mempengaruhi kestabilan termal protein 1GB1.8 Proses mutasi dilakukan
menggunakan program VMD.
Simulasi Dinamika Molekul
Simulasi dinamika molekul dilakukan menggunakan program NAMD
dengan NPT Ensemble (jumlah molekul, tekanan, dan suhu dijaga konstan).
Simulasi ini diawali dengan minimisasi selama 100 ps dengan masukan awal
adalah protein yang telah dipreparasi. Minimisasi bertujuan agar protein berada
pada keadaan stabilnya yaitu pada saat energi terendahnya.8 Untuk
mengoptimalkan waktu simulasi maka minimisasi dibagi menjadi empat tahap.
Proses unfolding diawali dengan pemanasan dan ekuilibrasi protein yang
telah diminimisasi. Pemanasan dilakukan dari suhu 0 K sampai 500 K selama 1
ns. Proses ekuilibrasi dilakukan selama 60 ps menggunakan protokol Langevin.9
Tahap akhir dari proses unfolding adalah production run yang dilakukan pada
suhu 500 K selama 2 ns.
Proses refolding merupakan kebalikan dari proses unfolding. Protein yang
telah terdenaturasi diambil koordinatnya saat sebelum terdenaturasi secara total,
kemudian didinginkan dan diekuilibrasi agar kembali ke native state. Pendinginan
dilakukan pada suhu 200 K selama 20 ns. Selanjutnya ekuilibrasi dilakukan
selama 60 ps dengan protokol yang sama dengan proses unfolding. Kemudian
dilakukan production run pada suhu 200 K selama 20 ns.
Analisis Data
Hasil production run dari proses unfolding dan refolding terlebih dahulu
dihilangkan solvation box nya agar analisis tidak melibatkan solvent yang
digunakan selama simulasi. Protein tersebut kemudian dianalisis menggunakan
program VMD. Hasil analisis unfolding dan refolding dari struktur wild-type
(tanpa mutasi) dan mutan K4A kemudian dibandingkan untuk mengetahui
pengaruh mutasi titik terhadap trayektorinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Struktur Sekunder Protein
Simulasi dinamika molekul terhadap struktur wild-type dan mutan K4A dari
protein 1GB1 dilakukan pada suhu tinggi dan suhu rendah. Simulasi pada suhu
tinggi yaitu 500 K bertujuan mempercepat proses komputasi pada saat unfolding
protein 1GB1. Sedangkan simulasi refolding dilakukan pada suhu rendah yaitu
200 K. Hasil simulasi unfolding yang direpresentasikan oleh Gambar 3(a) dan
3(c) menunjukkan bahwa protein wild-type lebih cepat mengalami unfolding
dibandingkan dengan protein mutan K4A. Proses unfolding ini ditandai dengan
berubahnya struktur sekunder protein dari α-helix menjadi turn dan coil. Hasil ini
membuktikan bahwa mutasi K4A pada protein 1GB1 dapat meningkatkan
stabilitas termal protein tersebut. Peningkatan stabilitas ini dapat dijelaskan
dengan melihat karakteristik residu berdasarkan nilai preferensinya.8 Lysine pada

7
residu keempat (pada struktur β-sheet) memiliki karakteristik sebagai breaker
dengan nilai preferensi 0.74, sedangkan alanine jika berada pada struktur β-sheet
akan memiliki karakteristik sebagai weak former dengan nilai preferensi yang
lebih tinggi dari pada lysine yaitu 0.97, sehingga penggantian lysine dengan
alanine dapat meningkatkan kestabilan termal protein ini.
Lamanya waktu simulasi ditunjukkan oleh sumbu horizontal dari kiri ke
kanan yaitu 0-2 ns. Sedangkan indeks residu protein ditunjukkan oleh sumbu
vertikal dari atas ke bawah dimulai dari residu pertama sampai residu ke-56.

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 3 Perubahan struktur sekunder protein selama simulasi (a) unfolding
WT, (b) refolding WT, (c) unfolding mutan K4A, (d) refolding
mutan K4A
α-helix
β-sheet
coil
turn
Selanjutnya hasil simulasi refolding selama 20 ns direpresentasikan oleh
Gambar 3(b) dan 3(d). Struktur wild-type dan struktur mutan K4A mulai
mengalami pembentukan α-helix dan penyempurnaan β-sheet. Di akhir simulasi
terlihat bahwa α-helix yang terbentuk pada struktur wild-type lebih banyak
daripada yang terbentuk pada struktur mutan K4A. Hal ini membuktikan bahwa
mutan K4A lebih stabil daripada struktur wild-type (tetap mempertahankan
struktur setelah denaturasi). Hasil analisis struktur sekunder ini dapat

8
menunjukkan bahwa setiap residu pada protein berusaha mempertahankan
struktur awalnya.8

(a)

(b)
Gambar 4 Perubahan konformasi protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan
K4A
Proses unfolding-refolding struktur wild-type dan mutan K4A yang
direpresentasikan berdasarkan warna struktur sekunder dan style new cartoon
dapat dilihat pada Gambar 4. Proses unfolding diawali dengan berubahnya
struktur α-helix menjadi coil lalu dilanjutkan dengan perubahan β-sheet menjadi
coil. Struktur protein yang diambil untuk proses refolding adalah struktur sebelum
protein tersebut mengalami denaturasi total karena saat suatu protein telah
terdenaturasi secara total maka akan sangat susah untuk mengembalikannya
menjadi seperti struktur awal (native state) berupa lipatan. Di akhir proses
refolding, struktur wild-type yang terbentuk kembali memiliki kemiripan sebesar
85.7 % dengan struktur native state sedangkan struktur mutan lebih sedikit yaitu
80.4 %.

9
Analisis Root Mean Square Deviation (RMSD)

(a)

(b)
Gambar 5 Nilai RMSD protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A
unfolding 500 K

refolding 200 K

RMSD adalah jarak rata-rata antara struktur referensi (struktur awal
simulasi) dengan fluktuasi struktur selama simulasi. Nilai RMSD yang
berfluktuasi menunjukkan proses perubahan struktur protein yang tetap berusaha
mempertahankan struktur awalnya sampai akhir simulasi. Suatu protein yang

10
berada pada native state memiliki nilai RMSD dibawah 1 Å.17 Proses unfolding
ditandai dengan meningkatnya nilai RMSD. Struktur protein yang masih berada
pada native state memiliki nilai RMSD kurang dari 2 Å, jika nilai RMSD berkisar
antara 2 sampai 8 Å maka protein berada pada keadaan intermediate (denaturasi
parsial), dan jika nilai RMSD sangat besar melebihi 8 Å maka protein telah
mengalami denaturasi sempurna.18
Proses refolding struktur wild-type dimulai dengan mengambil koordinat
protein pada keadaan intermediate saat nilai RMSD 5.880 Å (688 ps). Pada
struktur awal ini protein wild-type yang telah terdenaturai parsial kehilangan
seluruh struktur α-helix namun masih memiliki 3 β-sheet. Sedangkan proses
refolding struktur mutan dimulai dengan mengambil koordinat protein saat nilai
RMSD 6.278 Å (788 ps), struktur ini terdiri dari 4 β-sheet namun α-helix nya
sudah berubah menjadi coil.
Gambar 5 menunjukkan bahwa proses unfolding protein pada suhu 500 K
terjadi dalam selang waktu sangat cepat. Sedangkan proses refolding pada suhu
200 K memerlukan waktu yang lebih lama agar struktur protein yang telah
terdenaturasi dapat kembali ke konformasi awalnya (native state). Proses
unfolding mengakibatkan meningkatnya nilai RMSD secara signifikan.
Sedangkan pada proses refolding, penurunan nilai RMSD terjadi secara perlahan.

Analisis Jari-jari Girasi
Jari-jari girasi merupakan indikator dari kekompakan struktur protein.19
Peningkatan jari-jari girasi menunjukkan semakin bertambahnya volume protein
secara geometri yang berarti berkurangnya kerapatan dan kekompakan protein
tersebut.

(a)
(b)
Gambar 6 Nilai jari-jari girasi protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A

unfolding 500 K

refolding 200 K

Pada Gambar 6 terlihat bahwa mutasi titik K4A tidak mengakibatkan
perubahan nilai jari-jari girasi secara signifikan. Nilai jari-jari girasi antara protein
wild-type dan mutan mempunyai pola yang hampir sama. Pada proses unfolding
nilai jari-jari girasi mengalami peningkatan yang sangat cepat. Hal ini merupakan
indikasi terjadinya ekspansi molekul protein sehingga mengalami peningkatan
volume. Berbeda dengan proses refolding yang membutuhkan waktu lebih lama

11
agar jari-jari girasi kembali turun sehingga kekompakan protein kembali
meningkat dan strukturnya menjadi lebih rapat seperti native state. Dari Gambar 6
juga terlihat bahwa simulasi refolding yang dilakukan selama 20 ns masih belum
cukup untuk membuat protein kembali memiliki kekompakan yang tinggi seperti
native state karena nilai jari-jari girasi yang masih besar. Di akhir simulasi, nilai
jari-jari girasi struktur mutan adalah 13.074 Å. Nilai ini lebih rendah daripada
struktur wild-type yang bernilai 13.862 Å. Hal ini berarti protein mutan memiliki
kekompakan yang lebih tinggi daripada wild-type.

Analisis Solvent Accessible Surface Area (SASA)
SASA merupakan luasan permukaan bola (dalam hal ini protein) yang dapat
diakses oleh molekul pelarut tanpa adanya pengaruh dari molekul lain.20 Analisis
terhadap SASA merupakan salah satu parameter untuk mengetahui proses
unfolding dan refolding struktur protein selama simulasi.

(a)
(b)
Gambar 7 Nilai SASA protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A
unfolding 500 K

refolding 200 K

Hampir sama seperti jari-jari girasi, mutasi titik K4A tidak terlalu
mengakibatkan perbedaan nilai SASA yang signifikan dengan struktur wild-type
(Gambar 7). Nilai sasa mengalami peningkatan secara cepat selama proses
unfolding yang berarti molekul pelarut (air) telah mengakses area dalam protein
serta mulai rusaknya inti hidrofobik dari protein tersebut. Proses refolding
bertujuan membentuk kembali inti hidrofobik yang utuh sehingga mengurangi
luasan permukaan protein yang dapat diakses oleh molekul pelarut, namun proses
ini membutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan proses unfolding
karena inti hidrofobik terbentuk secara perlahan.
Simulasi refolding selama 20 ns masih belum cukup agar inti hidrofobik
protein terbentuk secara sempurna. Dibutuhkan simulasi dengan waktu yang lebih
lama agar nilai SASA kembali seperti nilai SASA pada native state. Di akhir
simulasi refolding terlihat bahwa mutasi K4A memiliki nilai SASA 6079.3 Å2.
yang lebih rendah daripada struktur wild-type yang bernilai 6354.8 Å2.

12
Analisis Energi Konformasi
Energi konformasi merupakan energi total yang diperoleh dari penjumlahan
antara energi ikatan, energi sudut, energi dihedral, dan energi akibat interaksi van
der Waals antara atom-atom pada protein.21 Energi konformasi yang tinggi
menandakan suatu keadaan kurangnya stabilitas suatu protein. Saat proses
unfolding protein akan mengalami peningkatan nilai energi konformasi dan
sebaliknya untuk proses refolding (Gambar 8(a) dan (b)). Mutasi titik K4A
mengakibatkan protein memiliki energi konformasi yang lebih rendah daripada
energi konformasi struktur wild-type, ini menunjukkan bahwa mutan K4A
memiliki stabilitas termal lebih tinggi daripada struktur wild-type.

(a)
(b)
Gambar 8 Energi konformasi protein selama simulasi (a) WT, (b) mutan K4A
unfolding 500 K

refolding 200 K

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian suhu ekstrim terhadap protein dapat menyebabkan terjadinya
proses unfolding (pada suhu tinggi) atau folding (pada suhu rendah). K4A
merupakan salah satu mutasi titik yang dapat meningkatkan kestabilan termal
pada protein 1GB1. Pengaruh mutasi titik ini ditinjau melalui beberapa analisis
seperti struktur sekunder dan energi konformasi. Sifat stabil tersebut
mengakibatkan mutan K4A terdenaturasi pada waktu yang lebih lama daripada
struktur wild-type, selain itu juga struktur sekunder protein mutan yang terbentuk
kembali setelah simulasi refolding mempunyai persentase yang lebih kecil
daripada yang terbentuk kembali pada struktur wild-type. Kestabilan termal juga
dapat dilihat dari nilai energi konformasi struktur mutan yang lebih rendah
daripada struktur wild-type.
Trayektori unfolding dan refolding suatu protein tidak lah persis sama. Nilai
RMSD, jari-jari girasi, SASA, dan energi konformasi mengalami peningkatan
secara sangat cepat selama proses unfolding pada suhu 500 K, namun
penurunannya selama proses refolding pada suhu 200 K membutuhkan waktu
yang cukup lama.

13

Saran
Simulasi refolding protein pada suhu 200 K selama 20 ns belum
menghasilkan kembalinya struktur protein ke native state secara sempurna.
Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk waktu simulasi refolding yang lebih lama
agar didapatkan analisis yang lengkap terhadap proses refolding ini. Selain itu,
variasi mutasi titik juga diperlukan untuk memahami pengaruhnya secara lebih
rinci. Solvation box yang lebih besar diperlukan agar wadah pelarut tidak pecah
selama simulasi unfolding pada suhu yang sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Jain E, Gadia R, Mukerjee A. Probabilistic Road-Map based Protein Folding.
[diunduh 2014 November 10]. Tersedia pada: www.cse.iitk.ac.in.
2. Sneppen K, Zocchi G. Physics in Molecular Biology. New York (US):
Cambridge Univ Pr. 2005.
3. Tuszynski JA, Kurzynski M. Introduction to Molecular Biophysics. Basu D,
editor. US: CRC Pr. 2003.
4. [PDB] Protein Data Bank. What is a Protein?. [diunduh 2014 November 9].
Tersedia pada: www.rscb.org.
5. Tapia L, Thomas S, Amato NM. A motion planning approach to studying
molecular motions. Communications in Information and System. 2010;
10:53-68.
6. Wolf MG, de Leeuw SW. Fast in silico protein folding by introduction of
alternating hydrogen bond potentials. Biophysics Journal. 2008; 94:37423747.
7. Gronenborn AM, Clore GM. Structural studies of immunoglobulin-binding
domains of Streptococcal protein G. Immunomethods. 1993; 2:3-8.
8. Sawitri KN. Pengaruh mutasi terhadap kestabilan termal protein 1GB1
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 2014.
9. Jee J, Byeon IJL, Louis JM, Gronenborn AM. The point mutation A34F
causes dimerization of GB1. Proteins: Structure, Function, and
Bioinformatics. 2008; 71:1420-1431.
10. Palma R, Curmi PMG. Computational studies on mutant protein stability:
The correlation between surface thermal expansion and protein stability.
Protein Science. 1999; 8:913-920.
11. Eyal E, Najmanovich R, Edelman M, Sobolev V. Protein side-chain
rearrangement in regions of point mutation. Proteins: Structure, Function,
and Genetics. 2003; 50:272-282.
12. Johnsen K, O’Neill JW, Kim DE, Baker D, Zhang KYJ. Crystallization and
preliminary X-ray diffraction studies of mutant of B1 IgG-binding domain
of protein L from Peptostreptococcus magnus. Acta Crystallography D.
2000; 56:506-508.

14
13. Becker OM, MacKerell AD Jr, Roux B, Watanabe M, editor. Computational
Biochemistry and Biophysics. New York (US): Marcel Dekker. 2001.
14. Pande VS, Rokhsar DS. Molecular dynamics simulation of unfolding and
refolding of a β-hairpin fragment of protein G. Proc. Natl. Acad. Sci. USA.
1999; 96:9062-9067.
15. Levitt M, Hirshberg M, Sharon R, Daggett V. Potential energy function and
parameters for simulations of the molecular dynamics of proteins and
nucleic acids in solution. Computer Physics Communication. 1995; 91:215231.
16. Beckerman M. Molecular and Cellular Signaling. Tannessee (US): Springer
Science. 2005.
17. Dokholyan NV, Li L, Ding F, Shakhnovich EI. Topological determinants of
protein folding. PNAS. 2002; 99(13):8637-8641.
18. Sharma RD, Lynn AM, Sharma PK, Rajnee, Jawaid S. High Temperature
unfolding of Bacillus anthracis amidase-03 by molecular dynamics
simulations. Bioinformation. 2009; 3(10):430-434.
19. Lobanov MY, Bogatyreva NS, Galzitskaya OV. Radius of gyration as an
indicator of protein structure compactness. Molecular Biology. 2008;
42(4):623-628.
20. Lee B, Richard FM. The interpretation of protein structure: Estimation of
static accessibility. J. Mol. Biol. 1970; 55:379-400.
21. Chen Z, Lou J, Zhu C, Schulten K. Flow-indiced structural transition in the
β-switch region of glycoprotein ib. Biophysics Journal. 2008; 95:1303-1313.

15
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Mulai

Data koordinat 1GB1.pdb

Mutasi titik

Unfolding

Refolding

Mutan 1GB1

Mutan 1GB1 unfolded

Preparasi protein

Preparasi protein

Minimisasi

Minimisasi

Lakukan pemanasan

Lakukan pendinginan

Ekuilibrasi

Ekuilibrasi

Lakukan production run

Lakukan production run

Data koordinat
mutan 1GB1
setelah unfolding

Data koordinat
mutan 1GB1
setelah refolding

Analisis

Selesai

16
Lampiran 2 Karakteristik residu penyusun protein 1GB18
No

Jenis Residu

1
2

Polar positif
Polar negatif

3

Polar netral

4
5

Non polar
Hidrophobik

6

Aromatik

Kode
Residu
K
D
E
T
N
Q
G
A
I
L
M
F
W
Y
V
F
Y
W

Nama Residu
Lysine
Aspartic Acid
Glutamic Acid
Threonine
Asparagine
Glutamine
Glycine
Alanine
Isoleucine
Leucine
Methionine
Phenylalanine
Tryptophan
Tyrosine
Valine
Phenylalanine
Tyrosine
Tryptophan

17
Lampiran 3 Preferensi konformasi residu penyusun struktur sekunder8
α-helix

β-sheet

Karakteristik

Residu

P

Karakteristik

Residu

P

Strong former

A

1.45

Strong former

I

1.60

E

1.53

M

1.67

L

1.34

V

1.65

F

1.12

C

1.30

H

1.24

F

1.28

M

1.20

L

1.22

Q

1.17

Q

1.23

V

1.14

T

1.20

W

1.14

W

1.19

K

1.07

Y

1.29

I

1.00

Weak former

A

0.97

C

0.77

Indifferent

D

0.80

D

0.98

G

0.81

R

0.79

R

0.90

S

0.79

Strong breaker

E

0.26

T

0.82

Breaker

H

0.71

G

0.53

K

0.74

P

0.59

N

0.65

N

0.73

P

0.62

Y

0.61

S

0.72

Former

Weak former
Indifferent

Strong breaker
Breaker

Former

18
Lampiran 4 Residu penyusun struktur sekunder protein setelah simulasi refolding
selama 20 ns
Index Residu
Wild-type

Struktur
Sekunder

1
2–8
9 – 12
13 – 19
20 – 23
24 – 37

coil
β-sheet 1
turn
β-sheet 2
coil
α-helix

38 – 45

coil

46 – 50
51 – 52
53 – 55
56
Mutan K4A 1
2–6
7–8
9 – 12
13 – 14
15 – 19
20 – 21
22 – 25
26
27 – 37

turn
coil
β-sheet 4
coil
coil
β-sheet 1
coil
turn
coil
β-sheet 2
coil
turn
coil
α-helix

38 - 41
42 – 46
47 – 50
51 – 55
56

coil
β-sheet 3
turn
β-sheet 4
coil

Kode Residu
M
T, Y, K, L, I, L, N
G, K, T, L
K, G, E, T, T, T, E
A, V, D, A
A, T, A, E, K, V,
F, K, Q, Y, A, N,
D, N
G, V, D, G, E, W,
T, Y
D, D, A, T, K
T, F
T, V, T
E
M
T, Y, A, L, I
L, N
G, K, T, L
K, G
E, T, T, T, E
A, V
D, A, A, T
A
E, K, V, F, K, Q,
Y, A, N, D, N
G, V, D, G
E, W, T, Y, D
D, A, T, K
T, F, T, V, T
E

Kemiripan
dengan Native
State
85.7 %

80.4 %

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Januari 1994 di kota Padang. Penulis
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari ayah Rudy Aldrin, S.Pd dan ibu
Aida Fitria, S.Pd. Pada tahun 2011, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Pulau Punjung, Dharmasraya, Sumatera Barat dan diterima di
Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada tahun yang sama.
Sebelumnya penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 32 Sitiung
dan lulus tahun 2005, dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pulau
Punjung dan lulus tahun 2008.
Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi asisten praktikum Fisika TPB,
Fisika Dasar 2, dan Termodinamika di Departemen Fisika IPB. Penulis juga aktif
sebagai anggota Divisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa di Himpunan
Mahasiswa Fisika (Himafi) IPB selama periode 2012-2013 dan periode 20132014.