Produksi Biomassa dan Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum basilicum L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen dan Pupuk Cair Hayati

PRODUKSI BIOMASSA DAN MINYAK ATSIRI KEMANGI
(Ocimum basilicum L.) PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK
NITROGEN DAN PUPUK CAIR HAYATI

NILAM MAYASARI
A24100159

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Biomassa dan
Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum basilicum L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen dan
Pupuk Cair Hayati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Nilam Mayasari
NIM A24100159

ABSTRAK
NILAM MAYASARI. Produksi Biomassa dan Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum
basilicum L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen dan Pupuk Cair Hayati.
Dibimbing oleh KETTY SUKETI dan JUANG GEMA KARTIKA
Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan salah satu sumber penghasil
minyak atsiri. Harga minyak atsiri yang fluktuatif, salah satunya disebabkan
budidaya yang belum tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis
pupuk nitrogen terbaik dan mempelajari pengaruh pupuk cair hayati terhadap
produksi minyak atsiri pada tanaman kemangi. Percobaan penelitian disusun
dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Split Plot terdiri dari dua faktor
yaitu faktor pertama perlakuan dosis nitrogen 3 taraf; 0, 22.5, dan 45 kg ha-1 dan
faktor kedua perlakuan dosis pupuk cair hayati 2 taraf; 0 dan 2 l ha-1 dalam 3
ulangan masing-masing perlakuan. Interaksi dosis pupuk nitrogen dan pupuk cair

hayati tidak mempengaruhi rendemen dan produksi minyak atsiri kemangi. Secara
tunggal pemberian nitrogen meningkatkan jumlah cabang sekunder, jumlah bunga
dan panjang daun dengan dosis optimum sekitar 23.40–28.35 kg ha-1. Pemberian
nitrogen dengan dosis 22.5 kg ha-1 memiliki nilai ekonomi lebih tinggi pada
produksi minyak atsiri kemangi. Pupuk cair hayati meningkatkan peubah tinggi
dan jumlah daun kemangi. Pupuk cair hayati tidak mempengaruhi rendemen dan
produksi minyak atsiri kemangi.
Kata kunci: cabang sekunder, destilasi, pemupukan, rendemen

ABSTRACT
NILAM MAYASARI. Basil (Ocimum basilicum L.) Biomass and Essential Oil
Production on Various Applications of Nitrogen Rate and Biological Liquid
Fertilizer. Supervised by KETTY SUKETI and JUANG GEMA KARTIKA
Basil (Ocimum basilicum L.) is one of essential oil producers. Essential oil
price has still fluctuated, one of the reasons is because of the cultivation is
inappropriate yet. The research was conducted to study find the best rate of
nitrogen fertilizer and the impact of biological liquid fertilizer to the essential oil
production of basil plants. The research was arranged in Randomized Complete
Block Design Split Plot with two factors, first factor was three levels of nitrogen
rate; 0, 22.5, and 45 kg ha-1 and the second factor was two levels of biological

liquid fertilizer rate; 0 and 2 l ha-1 for three replications of each treatment.
Interaction of nitrogen rate and biological liquid were not impacted the yield and
essential oil production. Nitrogen was increasing the number of branches, flowers,
and leaves length variables with the optimum rate about 23.40–28.35 kg ha-1.
Nitrogen rate of 22.5 kg ha-1 has a higher economic value on the basil of essential
oil production. Biological liquid fertilizer was increased the height and number of
basil leaves variables, but it was not impacted the yield and essential oil of basil.
Keywords: branches, distillation, fertilization, yield

PRODUKSI BIOMASSA DAN MINYAK ATSIRI KEMANGI
(Ocimum basilicum L.) PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK
NITROGEN DAN PUPUK CAIR HAYATI

NILAM MAYASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Produksi Biomassa dan Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum
basilicum L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen dan Pupuk
Cair Hayati
Nama
: Nilam Mayasari
NIM
: A24100159

Disetujui oleh

Dr Ir Ketty Suketi, MSi
Pembimbing I


Juang Gema Kartika, SP MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan, kemudahan, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga karya
ilmiah dengan judul ―Produksi Biomassa dan Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum
basilicum L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen dan Pupuk Cair Hayati.‖ dapat
diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana dan sebagai tugas akhir Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor..
Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari peranan berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan dan dukungannya. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Ketty Suketi, MSi dan dan Juang Gema Kartika, SP MSi sebagai
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan panduan dan
bimbingannya selama penelitian ini berlangsung
2. Keluarga yang telah memberikan dukungan secara moril maupun materil
selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor
3. Ir Adolf Pieter Lontoh, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama penulis belajar di Institut Pertanian
Bogor
4. PT MINAMAS PLANTATION yang telah memberikan beasiswa selama
penulis belajar di Institut Pertanian Bogor
5. Seluruh dosen dan staf di Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis belajar di Institut
Pertanian Bogor.
6. Rekan-rekan Agronomi Hortikultura 47 di Departemen Agronomi dan
Hortikultura yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis selama belajar dan dalam pelaksanaan penelitian di Institut
Pertanian Bogor
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2015
Nilam Mayasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Kemangi (Ocimum basilicum L.)
Pupuk Nitrogen
Pupuk Cair Hayati
Minyak Atsiri
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Prosedur Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase Vegetatif Tanaman
Pemanenan dan Analisis
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
3
3
3

4
5
6
6
6
6
10
10
16
20
20
20
20
24
25

DAFTAR TABEL
1. Tinggi tanaman kemangi pada perlakuan pupuk N dan PCH saat
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.

pengamatan 1–8 MST
Jumlah daun tanaman kemangi pada perlakuan pupuk N dan PCH
umur tanaman 1–8 MST
Jumlah cabang primer dan cabang sekunder tanaman kemangi pada
perlakuan pupuk N dan PCH
Jumlah trikoma permukaan daun atas dan bawah, panjang daun,
serta lebar daun pada perlakuan pupuk N dan PCH.
Analisis klorofil daun kemangi pada perlakuan dosis pupuk N dan
PCH.
Kadar air, bobot basah, bobot kering, dan bobot kering total panen (3
m2) pada perlakuan dosis pupuk N dan PCH.
Rendemen dan produksi minyak atsiri kemangi pada perlakuan dosis
pupuk N dan PCH.
Dugaan produksi dan harga minyak atsiri kemangi pada perlakuan

dosis pupuk N dan PCH.

10
11
13
15
16
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1. Ilustrasi parameter pengamatan (a. tinggi tanaman; b. cabang
primer; c. cabang sekunder; d. bunga dan e. daun).
2. Keragaan kemangi saat umur tanaman 1, 4, 6, dan 8 MST
3. Gejala penyakit layu dan hama ulat pada kemangi
4. Korelasi dosis pupuk N dengan cabang sekunder kemangi pada
minggu ke-8
5. Korelasi dosis pupuk N dengan jumlah bunga kemangi pada minggu
ke-8
6. Korelasi dosis pupuk N dengan bobot basah kemangi

8
10
12
14
14
18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi pupuk cair hayati
2. Data iklim wilayah Darmaga, Bogor

24
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan salah satu jenis sayuran
indigenous. Kemangi selain memiliki kandungan vitamin dan mineral, kemangi
merupakan salah satu sumber penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri kemangi
memiliki komponen utama estragole yang merupakan salah satu bahan terapi
berbagai jenis penyakit seperti asma, sakit kepala, dan batuk (Agusta 2000).
Menurut Wierdak et al. (2013) 2 kultivar kemangi yaitu Kasia dan Wala memiliki
komponen dominan linalool (64.7%) dalam minyak atsiri yang dihasilkan.
Menurut Final (1999) estragole dapat mencegah terjadinya penyebaran tumor.
Deepa dan Anuradha (2011) menyatakan bahwa linalool berfungsi sebagai obat
dan pencegah penyakit kencing manis. Stanko et al. (2010) menyatakan bahwa
minyak atsiri dalam kemangi juga bersifat antibakteri yang efektif melawan
beberapa jenis patogen.
Minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar internasional terdapat 150 jenis
dan 40 jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia (DAI 2013). Data Badan
Pusat Statistik (BPS 2011) menunjukkan bahwa nilai ekspor minyak atsiri pada
Januari−Maret 2011 sebesar US$ 135 362 814. Nilai ini melonjak 32.26%
dibandingkan nilai ekspor pada Januari–Maret 2010 yang hanya mencapai
US$ 102 348 956.
Permasalahan utama perkembangan industri minyak atsiri diakibatkan oleh
rendahnya mutu dan ketersediaan produk yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi
harga (Hero dan Purba 2013). Menurut Gunawan (2009) peningkatan efisiensi
produksi memerlukan peningkatan produktivitas tanaman, perbaikan penanganan
pasca panen, ekstraksi, dan peningkatan nilai tambah yang didukung pengendalian
dan jaminan mutu serta budidaya tanaman yang tepat agar diperoleh mutu tinggi
dan konsisten. Kegiatan budidaya yang dapat meningkatan produksi tanaman
salah satunya adalah kegiatan pemupukan dan penanganan pasca panen. Estiaty
(2006) menyatakan pupuk merupakan salah satu sumber unsur hara yang sangat
menentukan hasil produksi pertanian disamping upaya perbaikan sifat-sifat tanah
seperti penambahan bahan amelioran. Menurut Simatupang (2010) biomassa
kemangi yang semakin tinggi menyebabkan volume minyak atsiri yang dihasilkan
dari penyulingan juga akan meningkat.
Unsur hara yang penting pada tanaman salah satunya adalah unsur nitrogen.
Menurut Nguyen dan Niemeyer (2008) peningkatan dosis nitrogen dengan
konsentrasi sampai 5.0 mM pertanaman dapat meningkatkan aktivitas oksidan
pada tanaman kemangi. Menurut Zheljazkov et al.(2008) dalam percobaannya
menyatakan pupuk N dengan dosis antara 50–60 kg ha-1 meningkatkan rendemen
minyak dan meningkatkan komponen utama minyak atsiri kemangi seperti
linalool, eugenol, bornyl acetate, dan aucalyptol. Daneshian et al. (2009) juga
menyatakan bahwa peningkatan dosis nitrogen tidak mempengaruhi jumlah
komponen minyak atsiri tetapi meningkatkan jumlah kandungan linalool pada
minyak atsiri kemangi.
Menurut Mikkelsen dan Hartz (2008) terdapat 78% N pada gas (N2) di
atmosfer tetapi tanaman tidak dapat menggunakannya secara langsung, diperlukan

2
enzim atau organisme tertentu yang dapat menguraikan ikatan unsur pada gas N2
agar dapat menjadi senyawa yang mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Hanafiah
(2007) menyatakan biota tanah memiliki peran yang dapat menguntungkan dalam
pertumbuhan tanaman, yaitu meliputi 1) penyedia dan fiksasi N misalnya
Rhizobium, Azotobacter, Rhospirillidium, Nitrosomonas, dan Nitrobacter 2)
pelarut dan penyedia fosfor seperti Pseudomonas dan Bacillus 3) produksi zat
pengatur tumbuh (ZPT) seperti Azotobacter, Azospirillium, dan fungi mikoriza
arbuskula (FMA), dan 4) penyedia hara lainnya. Menurut Hendawy dan Khalid
(2011) penambahan kompos cair memberikan peningkatan bobot basah panen,
bobot kering panen, diameter bunga dan jumlah komponen minyak atsiri tanaman
Chamomilla.
Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia terpadu mampu meningkatkan
efisiensi penggunaan pupuk P dengan mengurangi dosis pupuk. Berkurangnya
dosis pupuk anorganik akan membantu upaya menekan risiko pencemaran
lingkungan dan menghemat sumber daya (Simanungkalit 2001). Penggunaan
pupuk hayati sebagai penyumplai unsur hara bagi tanaman merupakan salah satu
alternatif untuk mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan.
Penggunaan pupuk anorganik sintetis yang dilakukan secara terus menerus dan
berlebihan dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah (Husnain dan Diah
2005). Menurut Nurgama (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
penggunaan pupuk cair hayati (PCH) pada sawi menghasilkan nilai rata-rata
produksi yang lebih baik walaupun tidak berbeda nyata secara statistik serta
menghasilkan keuntungan yang paling tinggi karena tidak menggunakan pupuk
anorganik.
Penelitian ini menggunakan aplikasi beberapa dosis pupuk nitrogen dan
aplikasi PCH dengan harapan dapat meningkatkan biomassa kemangi sehingga
secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan jumlah kandungan linalool
pada komponen minyak atsiri kemangi dengan mempelajari dari rendemen
minyak atsiri kemangi dan produksi minyak atsiri yang didapat.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk nitrogen dan pupuk
cair hayati terbaik terhadap pertumbuhan, produksi dan rendemen minyak atsiri
pada tanaman kemangi.
Hipotesis
1. Pemberian pupuk nitrogen mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
biomassa dan minyak atsiri kemangi.
2. Pemberian pupuk cair hayati mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
biomassa dan minyak atsiri kemangi.
3. Terdapat pengaruh interaksi kedua perlakuan terhadap pertumbuhan dan
produksi biomassa serta produksi minyak atsiri kemangi.
4. Terdapat perbedaan rendemen minyak atsiri pada perlakuan pupuk
nitrogen dan perlakuan pupuk cair hayati.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kemangi (Ocimum basilicum L.)
Asal dan Syarat Tumbuh
Kemangi termasuk dalam famili Labiatae yang terdiri atas 4 spesies yaitu
O. americanum, O. basilicum, O. gratissimum dan O. tenuiflorum. Asalnya tidak
diketahui namun banyak ditemukan di Afrika dan Asia serta telah diintroduksi ke
Amerika (Sunarto 1994). Di India, tanaman kemangi merupakan tanaman yang
disucikan untuk upacara keagamaan. Kemangi tumbuh baik pada ketinggian 500–
2,000 mdpl dan pada suhu 5–30 °C . Banyak terdapat di Pulau Jawa dan ditanam
di sepanjang tepi-tepi guludan pada tegalan, pada galengan-galengan sawah atau
di halaman (Heyne 1987).
Morfologi dan Botani
Kemangi merupakan herba aromatik berbatang tegak dan bercabang banyak
dengan tinggi berkisar antara 0.3 m sampai 1 m. Batang dan cabangnya berwarna
hijau kekuningan. Daun kemangi lanset berwarna hijau dan memiliki rambut halus
pada permukaannya (Sunarto 1994). Tangkai daun dan kelopak bunga kemangi
berwarna hijau sedangkan mahkotanya berwarna putih (Heyne 1987). Menurut
Sunarto (1994) tanaman kemangi akan berbunga ketika berumur 8–12 minggu.
Kemangi toleran terhadap cuaca panas dan dingin. Perbedaan iklim hanya
mengakibatkan perbedaan penampilan tanaman. Kemangi yang ditanam di daerah
dingin daunnya akan lebih lebar dan lebih hijau, sedangkan kemangi yang
ditanam di daerah panas umumnya mempunyai daun yang kecil, tipis dan
berwarna hijau pucat (Nazarudin 1995).
Budidaya
Perbanyakan kemangi dilakukan dengan menggunakan biji. Biji mulai
berkecambah 1–2 minggu setelah semai. Tipe perkecambahannya adalah hipogeal.
Lama tanaman di persemaian sekitar 3–4 minggu, setelah itu dapat
dipindahtanamkan pada bedengan dengan jarak tanam 20–30 cm antar tanaman
(Sunarto 1994).
Kegunaan
Masyarakat Asia Tenggara khususnya Indonesia, Malaysia, dan Thailand
memanfaatkan tanaman kemangi sebagai rempah-rempah, tanaman obat dan
sayuran. Kemangi memiliki banyak khasiat selain sebagai sayuran yang memiliki
nutrisi cukup banyak seperti protein, lemak, karbohidrat, dan serat. Kemangi juga
memiliki khasiat lainnya yaitu sebagai salah satu sumber penghasil minyak atsiri.
Pupuk Nitrogen
Nitrogen adalah elemen nutrisi yang paling melimpah di alam. Jumlah
nitrogen bebas mencapai 78% dari total kandungan gas di udara. Meskipun
demikian, ketersediaannya tidak sepenuhnya dapat langsung digunakan oleh
tanaman dan hewan (Leiwakabessy et al. 2003). Sekitar 33 000 ton nitrogen yang

4
ada di atmosfer tidak dapat digunakan langsung sebagai nutrisi tanaman
disebabkan karena nitrogen bebas bersifat stabil secara kimia. Nitrogen diperlukan
tanaman sebagai penyusun semua protein, klorofil, dan asam-asam nukleat serta
berperan penting dalam pembentukan koenzim (Hanafiah 2007). Penyediaan
nitrogen berhubungan dengan penggunaan karbohidrat. Apabila persediaan
nitrogen sedikit maka hanya sebagian kecil hasil fotosintesis yang diubah menjadi
protein dan sisanya diendapkan. Pengendapan karbohidarat menyebabkan sel
vegetatif menebal. Apabila persediaan nitrogen cukup banyak maka sedikit sekali
yang mengendap karena sebagian besar dijadikan protein dan membentuk
protoplasma. Protoplasma akan mengikat air sehingga tanaman menjadi meruah
atau voluminous (Leiwakabessy et al. 2003).
Tanaman hanya bisa mengambil nitrogen dalam bentuk ammonium dan
nitrat. Nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+) larut dalam air tanah lalu diambil oleh
akar tanaman. Bentuk nitrogen yang lain harus diubah dulu menjadi kedua bentuk
tersebut agar bisa diambil tanaman. Pengubahan bentuk dapat dilakukan secara
alami atau buatan. Konversi nitrogen secara alami dapat dilakukan dengan
bantuan mikroorganisme yang hidup di tanah seperti bakteri dan fungi (Andrews
1998). Umumnya, ammonium dan nitrat diberikan pada tanaman sebagai pupuk
karena dapat langsung tersedia dan diambil oleh tanaman. Pupuk nitrogen dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu organik dan anorganik. Kedua kelompok
tersebut dibagi lagi menjadi produk alami dan buatan. Salah satu dari pupuk
nitrogen anorganik buatan adalah urea (CO (NH2)2) dengan kandungan nitrogen
40 – 45% (Millar 1995).
Pupuk urea dibuat secara reaksi terkontrol yang mengombinasikan gas
ammonia (NH3) dan karbondioksida (CO2) pada reaksi menurut Andrew (1998):
2 NH3 + CO2 ↔ NH2COONH4
NH2COONH4 ↔ NH2CONH2 + H2O
Tahapan pembuatannya terdiri dari empat tahap yaitu sintesis, pemurnian,
konsentrasi, dan granulasi.
Pupuk Cair Hayati
Kegiatan pertanian yang dilakukan pada lahan pertanian akan menentukan
populasi, jenis dan aktivitas mikrobanya. Dikaitkan dengan pertumbuhan tanaman,
biota tanah dikelompokkan menjadi : 1) menguntungkan, 2) merugikan, dan 3)
tanpa pengaruh. Apabila biota yang menguntungkan dapat dimaksimalkan dan
biota yang merugikan dapat diminimalkan maka pertumbuhan dan produksi
tanaman akan dapat dioptimumkan. Beberapa peran yang dapat dilakukan oleh
biota yang menguntungkan yaitu : 1) penyedia dan fiksasi N misalnya Rhizobium,
Azotobacter, Rhospirillidium, Nitrosomonas, dan Nitrobacter 2) pelarut dan
penyedia fosfor seperti Pseudomonas dan Bacillus 3) produksi zat pengatur
tumbuh (ZPT) seperti Azotobacter, Azospirillium, dan Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA), dan 4) penyedia hara lainnya (Hanafiah 2007).
Pupuk hayati atau biofertilizer merupakan pupuk yang mengandung 9
konsorsium mikroba yang bermanfaat bagi pertumbuhan pada tanaman legum
agar menjadi lebih baik. Mikroba yang memiliki peran dalam penambatan N2 di

5
atmosfer antara lain yaitu Azotobacter sp, Azospirillum sp, Pseudomonas sp,
Aspergillus sp, Penicillium sp dan Streptomyces sp (Astari et al. 2014). Karakter
fungsional utama mikroba yang banyak dipilih untuk pupuk hayati antara lain
kemampuan mikroba menambat N2 dari udara, melarutkan hara P yang terikat di
dalam tanah, memacu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan zat pengatur
tumbuh, dan bahkan yang berfungsi sebagai pengendali patogen tular tanah
(Tenuta 2006).
Minyak Atsiri
Minyak atsiri yaitu zat cair yang mudah menguap dan bercampur dengan
persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, serta
larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren 1985). Menurut
Organization for Standardization (ISO), minyak atsiri merupakan produk yang
terbuat dari bahan baku alami dengan penyulingan menggunakan air atau uap atau
produk yang terbuat dari kulit luar buah jeruk dengan proses mekanis atau distilasi
kering. Minyak atsiri kemudian dipisahkan dari fase cair dengan menggunakan
sarana fisik. Menurut Ketaren (1985) sistem penyulingan dalam industri
pengolahan minyak atsiri terdiri dari 3 jenis yaitu penyulingan dengan air (water
distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation), dan
penyulingan dengan uap (steam distillation). Penyulingan daun pada tanaman
kemangi biasanya dilakukan dengan sistem penyulingan uap langsung. Lesmayati
(2004) menyatakan bahwa kondisi saat penyulingan sangat berpengaruh terhadap
minyak atsiri yang dihasilkan. Kondisi tersebut antara lain pengisian bahan dalam
ketel, pengaruh tekanan dan suhu, dan lama proses penyulingan.
Minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar internasional terdapat 150
jenis dan 40 jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia seperti minyak atsiri
nilam, akar wangi, dan mawar (DAI 2013). Sumber minyak atsiri pada umumnya
dihasilkan dari bagian tanaman berupa daun, bunga, biji, kulit buah, dan akar
ataupun rhizoma (Saptriyawati 2011). Menurut Simatupang (2010) pada minyak
atsiri yang didapat dari ekstrak daun seperti kemangi memiliki perbandingan
kandungan minyak pada daun dan bunga ialah 2:1.
Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia,
baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah berkembang dan sedang
dikembangkan di Indonesia. Persoalan utama perkembangan industri minyak atsiri
yang masih rendah yaitu mutu yang rendah serta harga yang rendah dan
berfluktuasi. Sebagai negara pengekspor minyak atsiri yang penting di dunia harus
mengupayakan pengembangan, kualitas, dan nilai minyak atsiri dan produk
turunannya. Produksi minyak atsiri merupakan proses yang kompleks.
Peningkatan efisiensi produksi memerlukan peningkatan produktivitas tanaman,
perbaikan penanganan pasca panen, ekstraksi dan peningkatan nilai tambah yang
didukung pengendalian dan jaminan mutu agar diperoleh mutu tinggi dan
konsisten (Gunawan 2009). Perlu adanya perbaikan dalam budidaya untuk
produksi atsiri.

6

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaaan Leuwikopo, Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Kegiatan persemaian dilaksanakan di Kebun Percobaan
Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Kegiatan destilasi dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka LPPM,
Institut Pertanian Bogor. Percobaan dilaksanakan dari bulan Juni 2014 – Agustus
2014.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah kemangi. Bahan-bahan lain yang
digunakan pada penelitian ini adalah, kertas label, ajir, kapur pertanian, pupuk
urea, pupuk cair hayati dan Furadan 3G. Komposisi pupuk cair yang digunakan
dilampirkan pada Lampiran 1.
Alat yang digunakan antara lain tray semai, penggaris (meteran), jangka
sorong, kamera, mikroskop, alat tulis, alat-alat pertanian, Spektrophotometer,
pemanas, tabung dan pipa destilasi.
Prosedur Analisis Data
Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) split
plot, terdiri dari faktor pertama sebagai anak petak dengan perlakuan dosis
nitrogen 3 taraf; 0, 22.5, dan 45 kg ha dan faktor kedua sebagai petak utama
dengan perlakuan PCH 2 taraf ; 0 l ha-1 dan 2 l ha-1. Percobaan dilakukan dengan 3
ulangan, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Menurut Gomez dan Gomez
(1995) yang telah disesuaikan model rancangan yang digunakan adalah:
Yijk = μ + PCHi + Uj + (PCHU)ij + Nk + (PCHN)ik + εijk
Keterangan :
Yijk
= nilai pengamatan dosis nitrogen ke-i, ulangan ke-j, dan perlakuan
PCH ke-k
μ
= nilai rataan umum
PCHi
= pengaruh dosis pupuk cair hayati ke-i
Uj
= pengaruh ulangan ke-j
(PCHU)ij
= galat dari interaksi PCH ke-i dan ulangan ke-j atau galat (a)
Nk
= pengaruh dosis pupuk N ke-k
(PCHN)ik
= pengaruh interaksi antara perlakuan PCH ke-i dan dosis pupuk N
ke-k
ɛijk
= galat percobaan nilai pengamatan dosis nitrogen ke-i, ulangan kej, dan perlakuan PCH ke-k atau galat (b)
=
jumlah
perlakuan PCH ke-1 dan 2
i
= jumlah ulangan ke- 1, 2, dan 3
j
= jumlah perlakuan dosis pupuk N
k

7
Pengaruh perlakuan diuji dengan analisis ragam ANOVA untuk melihat
perbedaan tiap perlakuan dan hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata dari
perlakuan yang diberikan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range
Test) pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Penyemaian
Penyemaian benih kemangi dilakukan dengan cara disebar pada bedengan
dengan ukuran 3 m x 1 m di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian
Bogor. Penyemaian dilakukan pada 2 bedeng persemaian sampai umur bibit
kemangi sekitar 4 minggu. Kondisi penyemaian yang terbuka menyebabkan
semaian banyak mendapat penyinaran matahari, sehingga dilakukan penyiraman
rutin pagi dan sore untuk menghindari kondisi pembibitan kering dan tanaman
mati. Penyiraman dilakukan menggunakan gembor secara pelan agar tanaman
yang masih kecil tidak patah.
Penanaman
Lahan diolah menggunakan cangkul dengan ukuran bedeng 3 m x 1 m.
Jarak tanam yang digunakan adalah 15 cm x 15 cm sehingga diperoleh 60
tanaman dalam satu bedeng percobaan. Percobaan terdiri dari 18 satuan percobaan
sehingga total populasi keseluruhan sebanyak 1 080 tanaman. Bibit yang ditanam
sebanyak satu bibit per lubang. Bibit yang ditanam dipilih dari bedengan dengan
kriteria bibit keadaan sehat dan bebas dari serangan hama dan penyakit. Kondisi
bibit yang sehat dan bebas dari serangan hama penyakit dimaksudkan supaya
pertumbuhan bibit kemangi baik dan seragam. Pemindah tanaman di lahan
dilakukan saat umur tanaman di pembibitan berumur 4 minggu setelah semai
dengan kondisi tanaman berukuran ± 10–15 cm, tinggi tanaman yang tidak
seragam kemungkinan disebabkan oleh kondisi pembibitan yang rapat
dikarenakan penyemaian dilakukan penyebaran langsung pada bedeng. Pindah
tanam seharusnya sudah dapat dilakukan saat 3 minggu setelah semai namun
karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan serta kondisi bibit yang masih
kurang cukup untuk dipindah tanam maka dilakukan penundaan sampai bibit
berumur 4 minggu setelah semai. Penanaman bibit dikelompokkan sesuai kondisi
tinggi bibit dalam setiap ulangan bibit dengan tinggi ± 14–15 cm ditanam pada
petak ulangan pertama, tinggi bibit ± 12–13 cm pada petak ulangan kedua, dan
bibit dengan tinggi ± 10–11 cm pada petak ulangan ketiga.
Persiapan pemupukan
Kapur pertanian dan pupuk kandang sebagai pupuk dasar diaplikasikan pada
lahan satu minggu sebelum tanam dengan dosis kapur 1 ton ha-1 dan dosis pupuk
kandang 10 ton ha-1. Aplikasi pupuk nitrogen setengah dosis dilakukan pada saat
penanaman dan setengah dosis pada umur tanaman 4 minggu setelah
transplanting (MST). Pupuk nitrogen yang diaplikasikan dikonversi dari masingmasing dosis setiap perlakuan. Pupuk nitrogen diaplikasikan dengan cara disebar
dekat perakaran tanaman. PCH diaplikasikan saat 3 hari sebelum tanam, tanaman
berumur 2, 4, dan 6 MST. PCH diaplikasikan dengan cara disemprotkan pada
tanah sebelum tanam dan pada perakaran tanaman pada saat berumur 2, 4, dan 6
MST. PCH dikonversi dari dosis 2 l ha-1 pada saat sebelum tanam atau 0.6 ml l-1

8
air untuk luasan bedeng 3 m2. Pengaplikasian PCH pada tanaman berumur 2, 4,
dan 6 MST dosis yang diaplikasikan menjadi 5 ml l-1 air untuk luasan 3 m2.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman meliputi penyulaman apabila
tanaman mati atau pertumbuhannya terganggu. Penyiraman dilakukan secara
teratur dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penyiraman dilakukan untuk
menjaga kelembaban tanah agar tanaman tidak mati. Penyiangan gulma juga perlu
dilakukan dengan cara mencabut gulma-gulma di sekitar tanaman. Penyiangan
gulma perlu dilakukan setiap minggu supaya pertumbuhan tanaman tidak
terganggu. Pemanenan dilakukan satu kali saat tanaman kemangi berumur 8 MST.
Bagian tanaman kemangi yang dipanen adalah seluruh bagian tajuk tanaman
kemangi tanpa akar.
Destilasi atsiri
Sampel kemangi basah komposit dikeringanginkan selama 3 hari. Sampel
kemangi layu lalu diblender dan dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambah
air sampai semua bahan terendam air kemudian disuling dengan uap selama 3 jam
mulai dari mendidih (Nuryanti 2011). Minyak atsiri kemangi yang dihasilkan
ditampung. Minyak atsiri ditimbang beratnya untuk menentukan kadar minyak
yang diperoleh.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 10 sampel tanaman kemangi pada masingmasing satuan unit percobaan. Peubah yang perlu diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman: Tinggi tanaman diukur saat tanaman telah dipindahkan ke
lahan sampai tanaman siap dipanen. Pengukuran dilakukan dengan mengukur
sampel tanaman dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi pada umur 1,
2, 3, 4, 5, 6, dan 7 MST.
2. Jumlah cabang: Jumlah cabang yang dihitung adalah cabang primer yang
dihasilkan oleh setiap tanaman. Pengamatan dilakukan saat umur tanaman 1, 2,
3, 4, 5, 6, dan 7 MST. Cabang sekunder diamati saat umur tanaman 5, 6, dan 7
MST. Ilustrasi parameter pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ilustrasi parameter pengamatan (a. tinggi tanaman; b. cabang primer;
c.cabang sekunder; d. bunga dan e. daun).

9
3. Jumlah daun: Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna
dan berwarna hijau. Pengamatan dilakukan saat umur tanaman 1, 2, 3, 4, 5, 6,
dan 7 MST.
4. Analisis klorofil daun: Daun yang diambil adalah daun ke-5 dari pucuk
tanaman. Daun ke-5 dari pucuk tanaman merupakan daun yang telah membuka
sempurna.
5. Trikoma daun: Trikoma permukaan daun atas dan permukaan daun bawah
diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 20 kali. Pengamatan
trikoma permukaan daun atas dan permukaan daun bawah dilakukan pada
ujung daun, bagian tengah daun, dan pangkal daun.
6. Bobot basah total tanaman: Pengukuran bobot basah total tanaman dilakukan
setelah panen dengan cara menimbang bobot basah total pada masing-masing
tanaman.
7. Kadar air tanaman: Pengukuran terhadap kadar air tanaman dilakukan setelah
panen dengan cara menimbang bobot kering total hasil panen tanaman contoh
yang telah dioven pada suhu 80 0C selama 2 hari. Menurut (Utami et al. 2007)
kadar air diukur menggunakan metode pengeringan oven dengan rumus:

8. Rendemen minyak: Penentuan rendemen minyak atsiri dapat dilakukan dengan
menggunakan metode destilasi air. Menurut Balittro (2008) penentuan
rendemen minyak atsiri dihitung berdasarkan perbandingan volume minyak
yang dihasilkan dari penyulingan bahan dengan bobot sampel yang disuling
dan dinyatakan dalam satuan persen. Penentuan rendemen minyak atsiri
diperoleh dengan cara:

Nilai volume minyak atsiri hasil penyulingan digunakan untuk menduga
produksi minyak atsiri perhektar. Penentuan produksi minyak atsiri diperoleh
dengan cara:

Menurut Kiromah (2014) berat jenis minyak atsiri kemangi adalah 0.9292
g/ml. Penentuan volume produksi minyak atsiri diperoleh dengan cara:

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase Vegetatif Tanaman
Tinggi tanaman
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk N dan PCH pada tinggi tanaman
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1

Tinggi tanaman kemangi pada perlakuan pupuk N dan PCH saat
pengamatan 1–8 MST

Perlakuan

1

2

3

Umur Tanam (MST)
4
5
6
7
................tinggi (cm)................

8

PCH (A)
0 l ha-1
2 l ha-1
Anova
Pupuk N (B)
0 kg ha-1
22.5 kg ha-1
45 kg ha-1
Anova
Interaksi
(AxB)
KK (%)

10.24b 15.47b 25.73b 36.03b 47.42 56.19b 64.63b 72.59b
13.55a 18.82a 29.75a 40.72a 51.30 61.14a 69.13a 78.12a
*
*
*
*
tn
*
*
*
11.90
12.46
11.33
tn
tn

16.78
18.27
16.39
tn
tn

27.66
29.66
26.07
tn
tn

40.19
37.17
37.77
tn
tn

47.49
51.32
49.28
tn
tn

56.97
59.90
59.12
tn
tn

65.30
68.08
67.26
tn
tn

73.40
76.82
75.85
tn
tn

20.35

16.95

12.76

10.70

8.47

7.04

6.17

6.21

Keterangan :Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi dua perlakuan
pupuk N dan PCH serta perlakuan pupuk N dengan dosis 0, 22.5 dan 45 kg ha-1
tidak mempengaruhi tinggi tanaman kemangi. Keragaan tanaman secara umum
tidak terdapat perbedaan pada setiap perlakuan. Keragaan tanaman saat umur
tanaman disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Keragaan kemangi saat umur tanaman 1, 4, 6, dan 8 MST

11
Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan
untuk mengukur pertumbuhan. Lestari (2008) menjelaskan dimana tinggi tanaman
kenikir dan kemangi, jumlah cabang kenikir dan kemangi serta jumlah daun
kenikir tidak dipengaruhi oleh pemupukan. Sadikin (2004) menyatakan dalam
percobaannya bahwa pemberian pupuk nitrogen tidak mempengaruhi tinggi
tanaman nilam.
PCH mempengaruhi tinggi tanaman kemangi pada tanaman berumur 1, 2, 3,
4, 6, 7, dan 8 MST. Pemberian dosis PCH 2 l ha-1 menunjukkan tinggi tanaman
yang lebih baik. Rata-rata perbedaan tinggi tanaman dengan dan tanpa PCH
adalah 3–4 cm. Delyani (2012) menyatakan PCH mempengaruhi tinggi tanaman
setelah tanaman kemangi berumur 4–6 MST.
Jumlah daun
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk N dan PCH pada tinggi tanaman
disajikan pada Tabel 2. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi dua
perlakuan pupuk N dan PCH tidak mempengaruhi jumlah daun kemangi.
Perlakuan pupuk nitrogen dengan dosis 0, 22.5, dan 45 kg ha-1 tidak
mempengaruhi jumlah daun kemangi. Daun merupakan karakter penting untuk
diamati sebagai indikator pertumbuhan terkait dengan pembentukan biomassa
tanaman. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh faktor genotipe dan
lingkungan. Menurut Dewi (2004) jumlah daun tanaman jagung akan mencapai
jumlah yang maksimal kemudian jumlahnya tetap konstan sampai mulai
terjadinya proses penuaan.
Tabel 2 Jumlah daun tanaman kemangi pada perlakuan pupuk N dan PCH umur
tanaman 1–8 MST
Perlakuan
PCH (A)
0 l ha-1
2 l ha-1
Anova
Pupuk N (B)
0 kg ha-1
22.5 kg ha-1
45 kg ha-1
Anova
Interaksi
(AxB)
KK (%)

Umur Tanam (MST)
5
6
.....jumlah daun.....

1

2

3

4

7

8

11.31
14.32
tn

25.20
30.88
tn

55.26b
73.26a
*

132.61
133.97
tn

261.34
298.50
tn

382.77
426.92
tn

402.36
453.38
tn

425.94b
485.34a
*

13.73
13.16
11.55
tn
tn

29.29
29.35
25.47
tn
tn

61.81
70.34
60.63
tn
tn

129.53
147.39
122.95
tn
tn

264.17
308.49
267.10
tn
tn

389.15
427.92
397.47
tn
tn

413.72
451.25
413.72
tn
tn

436.46
487.98
442.50
tn
tn

23.65

23.45

18.97

17.57

15.85

11.46

11.53

10.77

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % , tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5 %, * =
berbeda nyata pada uji F 5 %

Hasil sidik ragam menunjukkan PCH tidak mempengaruhi jumlah daun
kemangi pada umur tanaman 1, 2, 4, 5, 6, dan 7 MST. PCH mempengaruhi jumlah
daun kemangi pada umur tanaman 3 dan 8 MST. PCH 2 l ha-1 menunjukkan
jumlah daun yang lebih baik dari pada PCH 0 l ha-1. PCH mempengaruhi jumlah
daun kemangi setelah umur tanaman 3 dan 8 MST hal ini dapat disebabkan oleh

12
sifat pupuk hayati memiliki pengaruh yang lambat. Antonius dan Agustiyani
(2011) menjelaskan pupuk organik hayati yang mengandung mikroba bermanfaat
terhadap pertumbuhan dan meningkatkan hasil panen tanaman semangka 25%
dari kontrol dengan respon yang cenderung lambat.
Selama penelitian, terdapat beberapa OPT (organisme pengganggu
tanaman) yang menyerang seperti hama, penyakit, dan gulma. Gejala dari
penyakit yang menyerang menyebabkan beberapa tanaman kemangi layu dan
mati karena serangan cendawan pada batang bawah diatas permukaan tanah
sedangkan hama yang menyerang yaitu ulat daun pada kemangi seperti terlihat
pada Gambar 3. Serangan tidak menimbulkan kerusakan permanen pada tanaman
karena serangan relatif kecil yaitu ± 2.2 % dari populasi tanaman.

Hama menyerang daun
kemangi
Gambar 3 Gejala penyakit layu dan hama ulat pada kemangi
Gejala layu pada kemangi

Cabang primer, cabang sekunder dan jumlah bunga
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk N dan PCH pada jumlah cabang
primer, cabang sekunder, dan jumlah bunga kemangi ditunjukkan pada Tabel 3.
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi dua
perlakuan pupuk N dan PCH tidak mempengaruhi jumlah cabang primer tanaman
kemangi. Perlakuan pupuk N dengan dosis 0, 22.5, dan 45 kg ha-1 tidak
mempengaruhi jumlah cabang primer tanaman kemangi. Perlakuan PCH tidak
mempengaruhi jumlah cabang primer pada tanaman kemangi.
Interaksi kedua perlakuan pupuk N dan PCH tidak mempengaruhi jumlah
cabang sekunder tanaman pada uji F taraf 5%. Hasil sidik ragam menunjukkan
perlakuan pupuk cair hayati mempengaruhi jumlah cabang sekunder pada umur
7–8 MST. Perlakuan tanpa PCH menunjukkan pertambahan jumlah cabang
sekunder yang lebih baik dari pada perlakuan PCH. Perbedaan jumlah cabang
sekunder tanpa perlakuan PCH dengan PCH rata-rata 4–5 cabang. Perlakuan
pupuk nitrogen tidak mempengaruhi jumlah cabang sekunder pada tanaman 5
MST dan berpengaruh nyata saat umur tanaman 6–8 MST. Kemangi dengan
perlakuan dosis pupuk nitrogen 22.5 kg ha-1 memiliki jumlah cabang sekunder
paling banyak dibandingkan dengan perlakuan dosis 0 kg ha-1 dan 45 kg ha-1.
Cabang primer pada tanaman berumur 6–8 MST tidak terjadi penambahan lagi.
Menurut Akmad (2002) bagian tanaman nilam yang mempengaruhi jumlah
minyak atsiri yang dihasilkan adalah daun, jumlah cabang primer, dan cabang
sekunder.

13
Tabel 3 Jumlah cabang primer dan cabang sekunder tanaman kemangi pada
perlakuan pupuk N dan PCH
Perlakuan
PCH (A)
0 l ha-1
2 l ha-1
Anova
Pupuk N (B)
0 kg ha-1
22.5 kg ha-1
45 kg ha-1
Anova
Interaksi
(AxB)
KK (%)
PCH (A)
0 l ha-1
2 l ha-1
Anova
Pupuk N (B)
0 kg ha-1
22.5 kg ha-1
45 kg ha-1
Anova
Interaksi
(AxB)
KK (%)
PCH (A)
0 l ha-1
2 l ha-1
Anova
Pupuk N (B)
0 kg ha-1
22.5 kg ha-1
45 kg ha-1
Anova
Interaksi
(AxB)
KK (%)

1

2

MST
3
4
5
6
7
.....Jumlah cabang primer (cabang).....

8

3.08
4.13
tn

5.62b
7.21a
*

10.77
11.18
tn

13.79
13.93
tn

14.56
14.08
tn

14.78a
13.64b
*

14.78
14.16
tn

14.78
14.16
tn

4.23
3.74
2.86
tn
tn

6.75
6.76
5.75
tn
tn

10.92
11.84
10.16
tn
tn

14.46
13.70
13.43
tn
tn

14.54
14.27
14.16
tn
tn

14.41
14.33
13.89
tn
tn

15.19
14.33
13.89
tn
tn

15.19
14.33
13.88
tn
tn

39.32

19.10

13.82 9.82
5.60
5.65
8.90
.....Jumlah cabang sekunder (cabang).....

8.90

29.05
27.51
tn

33.35
27.51
tn

27.74a
22.08b
*

28.93a
23.22b
*

26.37
29.55
28.90
tn
tn

26.59b
36.19a
28.50b
*
tn

20.47b
30.84a
23.42b
*
tn

21.58b
31.76a
24.89ab
*
tn

19.13

19.79

30.80 18.60
......Jumlah bunga......
3.94
4.31
tn

12.39
12.07
tn

24.82a
18.96b
**

41.63a
34.07b
*

43.50a
36.99b
*

3.83
4.43
4.13
tn
tn

10.98
13.47
12.23
tn
tn

21.07
22.36
22.24
tn
tn

34.35b
43.46a
35.75b
*
tn

36.12b
46.14a
38.47b
*
tn

34.22

16.33

7.55

12.51

11.44

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %, tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5 %, * =
berbeda nyata pada uji F 5 %

Hasil uji pada perlakuan dosis pupuk N dideskripsikan oleh fungsi
polynominal orthogonal untuk mendapatkan nilai dosis dan hasil optimum pada
dosis pupuk nitrogen disajikan pada Gambar 4.

14

Gambar 4 Korelasi dosis pupuk N dengan cabang sekunder kemangi pada
minggu ke-8.
Hasil uji polynomial persamaan pada Gambar 4 menunjukkan nilai optimal
dosis pupuk nitrogen yaitu 23.09 kg ha-1 dengan hasil jumlah cabang sekunder
37.36. Menurut data iklim daerah Darmaga Bogor (Lampiran 2) Kondisi
lingkungan pada saat pengamatan jumlah cabang (Juli 2014) curah hujan cukup
tinggi yaitu mencapai 349.00 mm. Gardner et al. (2008) menyatakan bahwa
kondisi curah hujan yang cukup tinggi dapat mempengaruhi pertambahan jumlah
cabang pada tanaman kedelai. Pertumbuhan vegetatif seperti percabangan dapat
dipengaruhi faktor kelembaban dan nitrogen yang cukup.
Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan interaksi kedua perlakuan
tidak mempengaruhi jumlah bunga pada uji F taraf 5%. Perlakuan dosis pupuk N
memberikan pengaruh terhadap jumlah bunga, dosis pupuk 22.5 kg ha-1 memiliki
jumlah bunga paling banyak dibandingkan dengan perlakuan dosis 0 kg ha-1 dan
45 kg ha-1. Perlakuan PCH mempengaruhi jumlah bunga pada umur 6–8 MST.
Perlakuan tanpa aplikasi PCH memiliki jumlah bunga lebih banyak dibandingkan
tanaman yang diberi PCH. Perlakuan pupuk N dan perlakuan PCH mempengaruhi
jumlah bunga pada tanaman berumur 7–8 MST.
Hasil uji pada perlakuan dosis pupuk N dideskripsikan oleh fungsi
polynominal orthogonal untuk mendapatkan nilai dosis dan hasil optimum pada
dosis pupuk nitrogen disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Korelasi dosis pupuk N dengan jumlah bunga kemangi pada minggu
ke-8.

15
Hasil uji polynomial persamaan pada Gambar 5 menunjukkan nilai optimal
dosis pupuk N yaitu 28.35 kg ha-1 dengan jumlah bunga 47.96 tandan bunga.
Berdasarkan data curah hujan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Wilayah Darmaga (Lampiran 2), Kondisi lingkungan pada saat penelitian
memiliki curah hujan yang rendah yaitu 298.5 mm/bulan dan memiliki intensitas
radiasi matahari yang cukup yaitu 317 Watt m-2. Kondisi lingkungan seperti ini
sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena kekurangan air dapat
berakibat pada proses-proses yang terjadi di tanah ataupun di dalam tanaman itu
sendiri. Beberapa tanaman mulai berbunga pada saat 2 MST yaitu kondisi
tanaman masih dalam fase vegetatif, hal ini diduga karena kekurangan air pada
awal pertumbuhan tanaman dapat mengakibatkan tanaman menginisiasi
pembungaan lebih awal. Menurut Ekawati et al. (2010) tanaman kemangi
berpotensi dikembangkan pada lahan dengan kondisi intensitas cahaya rendah
(lahan ternaungi) dengan kisaran intensitas cahaya 90.23–272.85 Watt m-2.
Jumlah trikoma, panjang dan lebar daun
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk N dan PCH pada jumlah trikoma
permukaan daun atas dan bawah, panjang daun, dan lebar daun kemangi
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah trikoma permukaan daun atas dan bawah, panjang daun, serta
lebar daun pada perlakuan pupuk N dan PCH.
Trikoma Daun
Daun
Perlakuan
Daun Atas Daun Bawah Panjang daun Lebar daun
Pupuk Cair Hayati (A)
0 l ha-1
19.29a
1.77
7.22
3.00
-1
2 l ha
16.81b
1.33
7.40
3.04
Anova
*
tn
tn
tn
Pupuk Nitrogen (B)
0 kg ha-1
17.27
1.50
7.01b
2.90
22.5 kg ha-1
18.83
1.61
7.29ab
3.01
-1
45 kg ha
18.05
1.55
7.63a
3.15
Anova
tn
tn
*
tn
Interaksi (AxB)
tn
tn
tn
tn
KK (%)
11.69
29.01
3.23
5.18
Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %, tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5 %, * =
berbeda nyata pada uji F 5 %

Interaksi kedua perlakuan tidak mempengaruhi jumlah trikoma permukaan
daun pada uji F taraf 5%. Perlakuan tanpa PCH tidak berpengaruh terhadap
jumlah trikoma permukaan bawah daun, panjang daun, dan lebar daun, tetapi
berpengaruh nyata terhadap jumlah trikoma permukaan atas daun. Perlakuan
tanpa pupuk cair hayati menunjukkan jumlah trikoma permukaan atas daun lebih
banyak dibanding perlakuan PCH. Semakin banyak trikoma pada permukaan daun
diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak atsiri pada kemangi. Perlakuan
pupuk nitrogen tidak mempengaruhi jumlah trikoma permukaan atas dan bawah
daun, serta lebar daun, tetapi berpengaruh nyata terhadap panjang daun. Kemangi
pada perlakuan dosis 45 kg ha-1 memiliki panjang daun paling panjang

16
dibandingkan dengan perlakuan dosis nitrogen 0 kg ha-1 dan 22.5 kg ha-1. Sel-sel
minyak banyak terdapat dalam daun dibandingkan dengan bagian lain tanaman
sehingga lebar daun, jumlah daun, dan produksi tanaman populasi merupakan
faktor penentu produksi minyak. Saptriyawati (2011) menjelaskan semakin rapat
trikoma maka akan menyebabkan peningkatan produksi minyak pada tanaman
nilam. Akmad (2002) juga menyatakan bahwa lebar daun pada tanaman nilam
secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi minyak atsiri karena semakin
lebar daun semakin banyak trikoma yang merupakan bagian dari sel daun yang
menghasilkan kelenjar minyak. Kuntorini (2013) menyatakan jumlah trikoma
glanduler pada daun tua meningkatkan aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun
kersen tua dimana trikoma glanduler berperan sebagai penyimpan senyawa
metabolit sekunder.
Pemanenan dan Analisis
Analisis klorofil daun
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk N dan PCH pada analisis klorofil
daun kemangi ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Analisis klorofil daun kemangi pada perlakuan dosis pupuk N dan PCH.
Analisis daun
Klorofil
Klorofil B Total
Antosianin Karoten
Perlakuan
A
(mg/g)
klorofil
(mg/g)
(mg/100g
(mg/g)
(mg/g)
sampel)
Pupuk Cair Hayati
(A)
0 l ha-1
1.62
0.59
2.22
0.46
0.07
2 l ha-1
1.61
0.58
2.19
0.46
0.07
Anova
tn
tn
tn
tn
tn
Pupuk Nitrogen (B)
0 kg ha-1
1.58
0.58
2.17
0.46
0.08
-1
22.5 kg ha
1.59
0.57
2.16
0.45
0.06
45 kg ha-1
1.67
0.61
2.28
0.48
0.08
Anova
tn
tn
tn
tn
tn
Interaksi (AxB)
tn
tn
tn
tn
tn
KK (%)
8.65
7.29
8.13
6.65
32.45
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5 %

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi kedua perlakuan pupuk
nitrogen dan perlakuan pupuk cair hayati tidak mempengaruhi kadar klorofil A,
klorofil B, total klorofil, antosianin dan karoten pada daun kemangi. Perlakuan
pupuk nitrogen dan perlakuan pupuk cair hayati masing-masing tidak
mempengaruhi kadar klorofil A, klorofil B, total klorofil, antosianin dan karoten
pada daun kemangi. Klorofil daun merupakan komponen penting dalam proses
fotosintesis pada tanaman. Denault et al. (2000) menyatakan bahwa jumlah
klorofil a menurun seiring dengan menurunnya hara pada media pemeliharaan.
Kurangnya unsur hara dapat menyebabkan proses fotosintesis terhambat dan
berpengaruh terhadap jumlah klorofil pada tanaman Cladophora vagabunda dan
Gracilaria.

17
Kadar air, bobot basah, bobot kering, dan bobot populasi
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk N dan PCH pada kadar air,
bobot basah, bobot kering, dan bobot populasi tanaman kemangi ditunjukkan pada
Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi kedua perlakuan pupuk
N dan perlakuan pupuk cair hayati tidak mempengaruhi kadar air per tanaman
kemangi. Perlakuan pupuk N dan perlakuan PCH masing-masing tidak
mempengaruhi kadar air. Kadar air kemangi rata-rata terdiri dari 70.10%.
Interaksi kedua perlakuan pupuk N dan perlakuan PCH tidak mempengaruhi
bobot basah, bobot kering tanaman contoh dan bobot populasi (3 m2) kemangi.
PCH tidak mempengaruhi terhadap bobot basah, bobot kering tanaman contoh
dan bobot populasi (3 m2) tanaman kemangi. Perlakuan pupuk nitrogen
mempengaruhi bobot basah, bobot kering tanaman contoh. Dosis pupuk N 22.5 kg
ha-1 menunjukkan bobot basah, bobot kering tanaman contoh lebih baik dibanding
dosis N 0 kg ha-1 dan 45 kg ha-1. Perlakuan pupuk nitrogen tidak mempengaruhi
bobot kering populasi. Sauwibi et al. (2012) menyatakan bahwa dosis pupuk N
tidak mempengaruhi bobot basah dan kering tanaman tembakau.
Tabel 6 Kadar air, bobot basah, bobot kering, dan bobot kering total panen (3 m2)
pada perlakuan dosis pupuk N dan PCH.

Perlakuan

PCH (A)
0 l ha-1
2 l ha-1
Anova
Pupuk N (B)
0 kg ha-1
22.5 kg ha-1
45 kg ha-1
Anova
Interaksi (AxB)
KK (%)

Kadar
air
(%)

Bobot
basah per
tanaman
contoh

Bobot (g)
Bobot
kering per
tanaman
contoh

Bobot kering
populasi (3
m2)

Bobot
kering per
hektar (kg)

68.34
71.87
tn

154.41
135.32
tn

45.87
38.37
tn

1 059.1
1 164.3
tn

3 530.34
3 881.00
-

74.52
67.30
68.51
tn
tn
11.41

133.00b
168.11a
133.48b
*
tn
16.54

33.13b
54.19a
39.03ab
*
tn
33.55

1 023.5
1 071.2
1 240.5
tn
tn
19.35

3 411.67
3 570.67
4 135.00
-

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % ,tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5 % ,* =
berbeda nyata pada uji F 5 %

Hasil uji pada perlakuan dosis pupuk N pada bobot basah dideskripsikan
oleh fungsi polynominal orthogonal untuk mendapatkan nilai dosis dan hasil
optimum pada dosis pupuk nitrogen disajikan pada Gambar 6. Hasil diuji pada
polynominal orthogonal untuk mendapatkan nilai dosis dan hasil optimum pada
dosis pupuk N. Hasil uji polynomial dapat dilihat pada persamaan dalam Gambar
6, nilai optimal dosis pupuk N yaitu 27.34 kg ha-1 dengan hasil bobot basah
pertanaman contoh 170.01 g. Bobot biomassa optimum diharapkan dapat
meningkatkan produksi minyak atsiri. Simatupang (2010) menyatakan bahwa
biomassa kemangi yang semakin tinggi menyebabkan volume minyak atsiri yang
dihasilkan dari penyulingan juga akan meningkat.

18

Gambar 6 Korelasi dosis pupuk N dengan bobot basah kemangi
Rendemen dan produksi minyak atsiri kemangi
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk N dan PCH pada rendemen dan
produksi minyak atsiri kemangi ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rendemen dan produksi minyak atsiri kemangi pada perlakuan dosis
pupuk N dan PCH.
Perlakuan

PCH (A)
0 l ha-1
2 l ha-1
Anova
Pupuk N (B)
0 kg ha-1
22.5 kg ha-1
45 kg ha-1
Anova
Interaksi (AxB)
KK (%)

Rendemen
Minyak Atsiri
(%)

Produksi atsiri populasi
(3 m2) (g)

Produksi atsiri per
hektar (g)

0.46
0.32
tn

4.87
3.72
tn

16 233.34
12 400.00
-

0.45
0.44
0.29
tn
tn
38.73

4.49
4.62
3.76
tn
tn
49.67

14 966.67
15 400.00
12 533.34
-

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5 % ,* = berbeda nyata pada uji F 5 %

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi kedua perlakuan pupuk N
dan perlakuan PCH tidak mempengaruhi rendemen dan produksi minyak atsiri
kemangi. Perlakuan pupuk nitrogen 0 kg ha-1, 22.5 kg ha-1, dan 45 kg ha-1 tidak
mempengaruhi rendemen dan produksi minyak atsiri kemangi. Hal ini tidak sesuai
dengan hasil percobaan Daryanto dan Aziz (2007) yang menyatakan bahwa
perlakuan pupuk nitrogen sangat nyata meningkatkan bobot panen dan biomasa
serta persentasi kadar minyak atsiri pada tanaman nilam. Perbedaan hasil dari
perlakuan pupuk nitrogen diduga dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanaman.
Nitrogen tidak mempengaruhi rendemen dan produksi minyak atsiri kemangi.

19
Perlakuan PCH tidak mempengaruhi rendemen dan produksi minyak atsiri
kemangi. Rendemen minyak atsiri kemangi pada hasil penelitian ini memiliki
rata-rata 0.40 %. Ketaren (1985) serta Wahyuni dan Hadipoentyanti (2006)
menyatakan bahwa tanaman kemangi jika disuling menghasilkan rendemen
sekitar 0.2%. Nilai rendemen tersebut disebabkan ol

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen dan Kalium terhadap Produksi dan Mutu Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Diinduksi dengan Sitokinin

0 33 81

Uji Aktivitas Antibiofilm in Vitro Minyak Atsiri Herba Kemangi Terhadap Bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus

1 23 110

Uji aktivitas antibiofilm in vitro minyak atsiri herba kemangi terhadap bakteri escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus

6 16 110

EFEKTIVITAS KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN TETRASIKLIN DAN Efektivitas Kombinasi Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Dengan Tetrasiklin Dan Sefalotin Terhadap Bakteri Salmonella Thypi.

0 2 12

EFEKTIVITAS KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum Efektivitas Kombinasi Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Dengan Tetrasiklin Dan Sefalotin Terhadap Bakteri Salmonella Thypi.

0 4 17

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum) DENGAN Aktivitas Antibakteri Kombinasi Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum) Dengan Kloramfenikol Atau Gentamisin Terhadap Salmonella Typhi.

0 2 13

PENGARUH MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) PADA AKTIVITAS ERITROMISIN Pengaruh Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Pada Aktivitas Eritromisin Dan Trimetoprim-Sulfametoksazol Terhadap Salmonella Thypi Secara In Vitro.

0 2 13

PENGARUH MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) PADA AKTIVITAS ERITROMISIN Pengaruh Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Pada Aktivitas Eritromisin Dan Trimetoprim-Sulfametoksazol Terhadap Salmonella Thypi Secara In Vitro.

1 6 15

PENGARUH KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN AMPISILIN DAN Pengaruh Kombinasi Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Dengan Ampisilin Dan Amikasin Terhadap Bakteri Salmonella Typhi.

1 3 12

PENGARUH KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum Pengaruh Kombinasi Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Dengan Ampisilin Dan Amikasin Terhadap Bakteri Salmonella Typhi.

0 6 18