Pengembangan Mesin Penanam Dan Pemupuk Jagung Terintegrasi Dengan Pengolahan Tanah Alur

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG
TERINTEGRASI DENGAN PENGOLAHAN TANAH ALUR

AGUSTAMI SITORUS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Mesin
Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi dengan Pengolahan Tanah alur adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015
Agustami Sitorus
F151130111

RINGKASAN
AGUSTAMI SITORUS. Pengembangan Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung
Terintegrasi dengan Pengolahan Tanah alur. Dibimbing oleh WAWAN
HERMAWAN dan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.
Penerapan teknologi mekanisasi budidaya jagung dapat meningkatkan
keberhasilan produksi tanaman jagung. Traktor tangan yang dilengkapi pengolah
tanah rotari dapat diintegrasikan untuk menggerakkan mesin penanam dan
pemupuk jagung. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan mesin penanam
dan pemupuk jagung terintegrasi dengan pengolahan tanah alur, melalui
penambahan jumlah unit penanam dan pemupuk menjadi dua alur tanam,
penambahan mekanisme penggerak bagian penjatah benih dan pupuk dan
memodifikasi pisau rotari untuk pengolahan tanah alur.
Mesin tersusun atas unit penanam, pemupuk dan pengolah tanah rotari
dengan penggerak traktor tangan. Penjatah benih tipe lempeng bercelah dan
penjatah pupuk tipe rotor bercelah diputar oleh daya putar poros roda traktor
melalui mekanisme sproket dan rantai. Penjatah benih dirancang dapat menjatah

benih jagung 1-2 benih per lubang tanam pada jarak tanam 20 cm. Piringan
penjatah benih memiliki 16 celah benih, berdiameter 113 mm dan ketebalan 12
mm. Penjatah pupuk dirancang dapat menjatah pupuk NPK dengan dosis 75-150
kg/ha. Rotor penjatah pupuk memiliki 6 celah dan berdiameter 36 mm. Pengolah
tanah rotari dimodifikasi sehingga dapat mengolah tanah dalam alur selebar 20 cm
dan sekaligus mengaduk pupuk dalam tanah.
Sebuah prototipe mesin hasil rancangan dibuat dan diujicoba. Pengujian
kinerja dilakukan secara stasioner dan di lapangan. Unit pemupuk diuji pada
variasi panjang bukaan rotor 10, 7.5 dan 5 cm. Unit penanam diuji pada
penggunaan benih jagung hibrida dan benih jagung manis. Parameter pengujian
unit penanam adalah jumlah benih yang dijatahkan, jarak tanam dan kedalaman
tanam benih. Kinerja unit pemupuk diuji dengan mengukur dosis (penjatahan)
pupuk dan ketercampuran pupuk dengan tanah. Unit pengolah tanah diuji dengan
mengukur lebar pengolahan, perubahan tahanan penetrasi tanah dan bulk density
sebelum dan sesudah pengolahan tanah. Pada pengujian di lapangan, dilakukan
juga pengukuran kapasitas lapangan efektif dan efisiensi lapangannya. Tingkat
pertumbuhan tanaman jagung diamati pada 14 hari setelah tanam HST.
Kapasitas hopper pemupuk dan penanam hasil perancangan adalah 16.53 kg
dan 1.00 kg. Hasil pengujian menunjukkan bahwa unit pemupuk dapat menjatah
pupuk NPK dari 97-212 kg/ha, dan pupuk dapat tercampur merata dalam tanah

sampai kedalaman 15 cm. Unit penanam dapat menjatah benih 1-2 benih per
lubang tanam, dengan jarak tanam rata-rata 22.3±2.87 cm (benih jagung manis)
dan 21.3±1.84 cm (benih jagung hibrida). Kapasitas lapangan efektif (KLE) dari
mesin yang dikembangkan adalah 0.147 ha/jam pada kecepatan low-1 dan 0.350
ha/jam pada kecepatan low-2 dengan efisiensi berturut turut 76.24% dan 83.78%.
Persentase kemunculan tanaman jagung adalah 84.6% (benih jagung hibrida) dan
88.5% (benih jagung manis).
Kata kunci: mesin terintegrasi, penamam jagung, mesin pemupuk, pengolahan
tanah alur, traktor tangan

SUMMARY
AGUSTAMI SITORUS. Development of an Integrated Corn Planter and Fertilizer
Applicator with Strip Tillage. Supervised by WAWAN HERMAWAN and RADITE
PRAEKO AGUS SETIAWAN.
The implementation of mechanization technology on corn cultivation can
increase the productivity. A rotary power tiller which is widely used in Indonesia,
can be used to drive a corn planter and fertilizer applicator. The purpose of this
study was to develop an integrated seed planter and fertilizer applicator combined
with a rotary tiller for strip type seedbed preparation. A previous prototype was
modified by adding the number of units of the planter and the fertilizer applicator

into two lines cropping, adding driving mechanism for seed and fertilizer metering
devices and modifying rotary blades for strip-tillage.
The machine was designed and composed of two seed planting units, two
fertilizer applicator units, and a rotary tiller unit. The machine was powered by a
two-wheel tractor. The metering devices of the seed planting unit and fertilizer
applicator are rotated by the rotation power of the tractor wheel axle using a set of
chain transmission system. The seed metering device was designed to be able to
plant 1-2 seeds per seeding hole in 20 cm seed spacing. The seed metering disk
has 16 seed pockets in the circumference, 113 mm diameter, and 12 mm thickness.
An edge-cell type fertilizer metering device was designed to be able to meter the
NPK fertilizer in 75-150 kg/ha application rate. The rotor has 6 grooves and 36
mm diameter. The rotary tiller was modified such that it could till the soil in two
strips of 20 cm width and 50 cm spacing, and could mix the fertilizer into the soil
simultaneously.
A prototype of the machine was constructed and tested. The performance
tests were conducted in stationary condition and in the field operation. Fertilizer
applicator unit was tested at variation of 5, 7.5 and 10 cm rotor openings. Planter
unit was tested using hybrid maize seed and sweet corn seed. The seeding
performances such as allocated seed number, planting space and planting depth
were measured in the test. The performance of the fertilizer unit was tested by

measuring the fertilizer application rate, and fertilizer distribution in the soil.
Tillage performance was tested by measuring tillage width, tillage depth, soil
penetration resistance (before and after tillage). In the field test, the field effective
capacity of the machine was also measured and the field efficiency was calculated.
The seedling growth rate was observed at 14 days after planting.
The test result showed that the fertilizer applicator unit could meter and
apply the fertilizer in the rate of 97-212 kg/ha, and the fertilizer could be mixed
evenly into the soil within 15 cm depth. The planting unit could drop 1-2 seeds
per seeding hole. The average seed spacing was 22.3±2.87 cm for sweet corn seed
and 21.3±1.84 cm for hybrid corn seed. The fertilizer hopper capacity could be
increased to be 16.53 kg, and the seed hopper capacity was 1 kg. The average
field effective capacity was 0.147 ha/hr at low-1 speed level and 0.350 ha/hr at
low-2 speed level. The field efficiency at low-1 and at low-2 speed levels were
76.24% and 83.78%, respectively. The seedling growth rate for hybrid seed and
sweet seed were 84.6% and 88.5%, respectively.
Keywords: integrated machine, corn planter, fertilizer applicator, strip tillage,
hand tractor

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG
TERINTEGRASI DENGAN PENGOLAHAN TANAH ALUR

AGUSTAMI SITORUS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Lenny Saulia, STP, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
penulis pilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 hingga
Maret 2015 bejudul Pengembangan Mesin Penanam Dan Pemupuk Jagung
Terintegrasi Dengan Pengolahan Tanah Alur.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapatan terimakasih kepada:
1. Dr Ir Wawan Hermawan, MS selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr Ir Radite Praeko Agus Setiawan M.Agr selaku anggota komisi
pembimbing atas segala bimbingan, arahan dan saran kepada penulis
selama penelitian hingga tersusun tesis ini.
2. Dr Ir Y aris Purwanto, MSc selaku ketua program studi Teknik Mesin
Pertanian dan Pangan atas segala arahannya selama perkuliahan.
3. Dr. Lenny Saulia, STP, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian

akhir tesis atas masukan dan arahan untuk perbaikan tesis.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Unggulan yang
diberikan kepada penulis.
5. Amirul Mukminin ST dan Prakoso Ari Wibowo ST yang telah banyak
memerikan bantuannya kepada penulis selama penelitian.
6. Bapak Parma dan Bapak Wana yang telah banyak membantu penulis
selama melakukan penelitian di laboratorium Perbengkelan Metanium.
7. Rekan-rekan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan angkatan 2011-2014
atas kebersamaan dan persaudaraan selama mengikuti perkuliahan.
Secara khusus, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada kedua
orang tua penulis yaitu ayahanda M. Haidir Sitorus dan ibunda Rokinim Silalahi,
abangda Alamsyah Sitorus, adikku Magda Ufik br Sitorus SKM serta sahabatku
Dewi Sartika STP atas segala kasih sayang dan doa’a, motivasi, nasehat, bantuan
dan pengertian kepada penulis untuk menggapai cita-cita,
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Agustami Sitorus

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Tanaman Jagung

Traktor Sebagai Sumber Tenaga Pertanian
Alat Tanam Mekanis
Alat Pemupuk Mekanis dan Metode Pengaplikasian
Tipe Pengolahan Tanah
Karakteristik Biji Jagung
Karakteristik Pupuk NPK

3
3
4
5
10
13
14
15

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian

Pengujian Mesin Stasioner
Pengujian Mesin di Lapangan

15
15
15
16
19
19

4 PENDEKATAN PERANCANGAN
Kriteria Perancangan
Rancangan Fungsional
Rancangan Struktural

23
23
24
25

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pupuk dan benih
Konstruksi Prototipe Mesin Hasil Rancangan
Kinerja Prototipe Unit Penamam
Kinerja Prototipe Unit Pemupuk
Kinerja Prototipe Unit Pengolahan Tanah
Kapasitas Lapangan dan Efisiensi

34
34
35
39
41
43
44

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

45
45
45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

49
109

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Klasifikasi kinerja penanaman benih
Karakteristik Pupuk NPK
Perhitungan luas celah rotor
Data hasil skenario perhitungan jarak tanam benih jagung
Distribusi pupuk NPK di dalam tanah

10
15
28
30
43

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Tipe-tipe penjatah benih
Skematik rancangan penjatah Anantachar et al. (2011)
Tipe-tipe pembuka alur
Alat tanam dilengkapi dengan row cleaner dan treader wheels
Alat tanam mekanis paper pot menggunakan traktor roda dua
Alat tanam jagung prototipe-1
Alat tanam jagung prototipe-2
Beberapa tipe metering device
Posisi rotor penjatah pada alat pemupuk
Metode penempatan pupuk secara broadcast
Pengolahan tanah alur (a) dengan pembersihan residu tanaman (b)
tanpa pembersihan residu tanaman
Tahapan kegiatan penelitian
Konsep penanam dan pemupukan
Konsep pisau rotari untuk pengolahan tanah
Konsep pemutar penjatah pupuk dan benih
Skema pengujian stasioner mesin
Skema pengambilan sample ketercampuran pupuk
Skema pengukuran kedalaman dan jarak tanam benih
Layout lahan uji mesin
Sketsa rancangan pengembangan mesin penanam
Desain rangka utama
Desain hopper pupuk
Transmisi dari poros traktor ke poros penjatah pupuk
Penampang celah rotor
Desain hopper benih
Desain penjatah benih jagung
Desain pembuka alur tanam tipe shoe
Distribusi ukuran pupuk NPK
Prototipe mesin hasil rancangan
Rangka utama rancangan dan prototipe
Unit penanam rancangan dan prototipe
Penjatah benih rancangan dan prototipe
Pembuka alur rancangan dan prototipe
Hopper pupuk rancangan dan prototipe
Penjatah pupuk dan selubung rotor rancangan dan prototipe
Sistem penggerak penjatah prototipe

6
6
7
8
8
9
9
11
12
13
14
16
17
17
18
19
20
22
22
24
26
26
27
28
29
30
31
34
35
36
36
37
37
38
38
39

37 Pengujian unit penanam stasioner (a) benih jagung hibrida (b) benih
jagung manis
38 Pengujian unit penanam di lapangan (a) benih jagung hibrida (b)
benih jagung manis
39 Hasil penjatahan pupuk NPK
40 Kondisi pupuk NPK di penjatah
41 Penampang tanah vertikal
42 Tahanan penetrasi tanah sebelum dan sesudah pengolahan

40
40
42
42
43
44

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Hasil kalibrasi penetrometer
Tahanan penetrasi tanah sebelum dan sesudah pengolahan tanah
Pengukuran kadar air dan bulk density tanah sebelum dan sesudah
pengolahan
Perhitungan draft spesifik tanah berdasarkan tahanan penetrasi tanah
Perhitungan teknik pembuka alur tanam
Pengukuran dimensi benih jagung manis
Pengukuran dimensi benih jagung hibrida
Pengukuran sudut curah benih jagung
Pengukuran bulk density benih jagung
Tahan potong benih jagung manis dan jagung hibrida
Karakteristik pupuk NPK
Distribusi sebaran ukuran pupuk NPK
Tahan potong pupuk NPK
Perhitungan teknik poros benih
Perhitungan teknik poros pupuk
Perhitungan teknik poros antara
Perhitungan teknik transmisi dari poros antara ke poros pupuk
Perhitungan teknik transmisi dari poros pupuk ke poros benih
Perhitungan teknik kebutuhan daya unit penanam dan pemupuk
Hasil pengujian stasioner penjatah benih jagung hibrida
Hasil pengujian stasioner penjatah benih jagung manis
Hasil pengujian stasioner rotor pupuk NPK
Lebar dan kedalaman olah pisau rotari
Pengukuran hasil penanaman jagung manis
Pengukuran hasil penanaman jagung hibrida
Pengukuran dosis pemupukan di lapangan
Pengukuran ketercampuran pupuk NPK
Perhitungan kapasitas lapangan dan efisiensi lapangan
Pengukuran sliding roda traktor
Pertumbuhan tanaman jagung hibrida dan manis
Gambar Teknik

49
50
53
54
55
57
58
59
60
61
62
63
64
65
67
69
70
73
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
87
88
90

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan peningkatan produksi jagung di Indonesia perlu didukung oleh
penerapan teknologi. Luas lahan budidaya jagung dari tahun 2010 - 2013 terus
mengalami penurunan sebesar 0.3%. Produksi jagung pada tahun 2014 ditargetkan
harus meningkat 0.2% (BPS 2014). Target produksi jagung tersebut menjadikan
penerapan teknnologi yang dapat membantu petani dalam budiddaya jagung tidak
dapat diabaikan lagi. Penerapan teknologi tersebut diantaranya adalah penggunaan
benih unggul, penggunaan teknologi mekanisasi dalam penyiapan lahan dan
penggunaan teknologi dalam penanganan pascapanen. Teknologi yang akan
diterapkan tersebut haruslah dapat terjangkau oleh petani jagung di Indonesia.
Salah satu teknologi yang cukup terkenal di petani Indonesia adalah traktor
roda dua. Hal ini dikarenakan jumlah luas kepemilikan lahan yang kecil dan harga
dari traktor roda dua yang masih terjangkau. Mardinata dan Zulkifli (2014)
menyatakan bahwa dalam hal pengolahan tanah untuk penyiapan lahan budidaya,
petani di Indonesia lebih banyak menggunakan traktor roda dua. Data keberadaan
jumlah populasi traktor tangan di Indonesia pada tahun 2012 menurut BPS (2013)
sebanyak 501 433 unit dengan luas lahan 7.89 juta ha. Jumlah traktor tangan
tersebut menjadikan pengembangan mesin budidaya pertanian dengan
menggunakan traktor roda dua selain untuk pengolahan tanah layak untuk
dikembangkan.
Budidaya jagung memiliki beberapa tahapan yakni (1) persiapan lahan
(pengolahan tanah, pemberian pupuk awal dan pembuatan guludan), (2) proses
budidaya (penanaman benih), (3) perawatan dan (4) panen dengan umur tanam
hingga panen selama tiga bulan. Pada proses persiapan lahan dan proses budidaya
jagung setidaknya membutuhkan 10 tenaga kerja per ha (Pitoyo dan Sulistyosari
2006). Pembuatan guludan dengan menggunakan cangkul membutuhkan 176 jam
per ha. Pada proses penanaman setidaknya diperlukan 20 hari kerja petani per ha
(Hendriadi et al. 2008). Jumlah energi yang dibutuhkan selama budidaya tersebut
menurut Banaeian dan Zangeneh (2011) sebesar 52.57 GJ/ha. Tetapi jika proses
budidaya dilakukan dengan alat tanam yang terintegrasi traktor roda dua maka
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tanah, pemupukan dan
penanaman adalah 7.7 jam per ha luas lahan (Hermawan 2011). Kumar dan
Raheman (2011) melaporkan penggunaan alat tanam dapat menghemat 68%
tenaga kerja dan 80% waktu penanaman. Hal tersebut cukup efisien dalam
memangkas waktu dan biaya operasional selama proses budidaya.
Pengintegrasian proses pengolahan tanah, pemupukan awal dan penanaman
dapat meningkatkan kinerja dari traktor roda dua. Pengintegrasian juga harus
mempertimbangkan agar tidak mengurangi keberhasilan dalam budidaya jagung.
Prototipe mesin yang terintegrasi dengan traktor roda telah berhasil didesain dan
ditingkatkan kinerja melalui beberapa modifikasi (Syafri 2010, Hermawan 2011).
Prototipe mesin tersebut menggunakan metode pengolahan tanah penuh (75 cm)
dengan pisau rotari dan membuat guludan. Pemupukan awal dilakukan dengan
tiga jenis pupuk. Pupuk ditempatkan di samping benih yang ditanam. Melakukan
penanaman satu alur tanam dalam satu lintasan dengan jarak tanam 20 cm dalam

2
barisan dan 75 cm antar baris. Penggerak penjatah pupuk dan benih jagung
menggunakan roda bantu. Kapasitas efektif dari mesin terintegrasi yang dirancang
dan ditingkatkan kinerjanya tersebut adalah 0.11 ha/jam dan 0.13 ha/jam.
Mesin penanam yang terintegrasi tersebut dapat ditingkatkan lagi kinerjanya
dengan menambah jumlah alur tanam dalam satu lintasan dan memperbesar
kapasitas hopper pemupuk dan penanam. Penambahan jumlah alur tanam juga
akan diikuti dengan penambahan jumlah unit pemupuk. Sumber penggerak
penjatah pupuk dan benih menggunakan tenaga putar yang sama agar proses
penjatahan pupuk dan benih dapat selaras mesin penanam yang dirancangan oleh
Syafri (2010) dan Hermawan (2011) terdapat kemacetan pada penjatahan pupuk
dan benih akibat dari kecilnya traksi yang dihasilkan oleh roda bantu. Kemacetan
ini mengakibatkan penurunan ketepatan penjatahan pupuk dan benih. Oleh sebab
itu, dikembangkan juga sumber putaran penjatah yang dapat menghasilkan traksi
lebih besar dari beban penjatahan pupuk dan benih.
Metode pengolahan tanah penuh dengan lebar kerja 75 cm dan pembuatan
guludan memberikan beban juga terhadap traktor tangan. Mengembangkan
metode pengolahan tanah minimum tipe alur memungkinkan untuk dapat
mengurangi beban dari traktor. Mitchell et al. (2009) menyebutkan bahwa
pengolahan tanah alur memiliki karakteristik yakni dengan lebar 20-30 cm dan
kedalaman 5-35 cm. Pengolahan tanah alur juga dapat dilakukan dengan atau
tanpa pembersihan sisa tanaman sebelumnya dimana hal tersebut tidak
mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung (Coulter et al. 2010). Selain hal
tersebut, pengolahan tanah tipe alur dengan lebar pengolahan 22.5 cm
memberikan biaya dan konsumsi bahan bakar yang rendah, penggunaan efisiensi
energi yang tinggi, meminimumkan erosi, tidak mempengaruhi pertumbuhan
tanaman dan tidak mempengaruhi produksi tanaman secara signifikan (Martin et
al. 2008, Trevini et al. 2013, Celik et al. 2013, Barut et al.2011).

Perumusan Masalah
Mesin penanam dan pemupuk terintegrasi dengan pengolahan tanah yang
sudah dikembangkan memiliki karakteristik (1) menggunakan pengolahan tanah
dengan lebar 75 cm, (2) tanah dibuat guludan sebagai tempat benih ditanam, (3)
pupuk diletakkan di samping alur tanam, (4) melakukan penanaman satu alur
tanam dalam sekali lintasan dan (5) menggunakan roda bantu sebagai penggerak
penjatah pupuk dan benih. Dalam kondisi tersebut maka kapasitas lapangan
efektif masih dapat ditingkatkan. Metode pengolahan tanah dengan lebar 75 cm
dan pembuatan guludan bukan merupakan syarat utama dalam budidaya jagung
sehingga dapat dikembangkan kembali menggunakan metode lain yang sesuai.
Pemupukan awal dengan tiga jenis pupuk (Urea, TSP dan KCL) dapat digantikan
dengan penggunaan pupuk majemuk tanpa harus mengurangi dosis dari kebutuhan
tanaman jagung terhadap unsur haranya. Metode peletakan pupuk awal yang
diletakkan di sebelah alur tanam merupakan salah satu dari beberapa metode
peletakan pupuk awal yang sudah banyak berkembang. Peningkatan jumlah alur
tanam dapat dilakukan sesuai dengan lebar dari dek rotari tanpa mengganggu
kinerja dari traktor. Penggunaan roda bantu untuk memutar penjatah pupuk dan

3
benih diduga akan mempengaruhi kualitas dari penjatahan pupuk dan benih akibat
dari kecilnya traksi yang dihasilkan.
Oleh karena itu, diperlukan pengembangan lebih lanjut terhadap mesin
penanam dan pemupuk jagung terintegrasi sehingga dapat meningkatkan kapasitas
dari mesin tersebut. Beberapa hal yang dikembangkan yaitu (1) metode
pengolahan tanah menggunakan pengolahan tanah tipe alur dengan lebar olah 20
cm dan tanpa pembuatan guludan. (2) Jumlah pisau rotari akan dikurangi dengan
tetap mempertimbangkan kestabilannya. (3) Metode pemupukan awal dilakukan
dengan cara penebaran di dalam tanah (broadcast incorporated) pada alur olah.
(4) Peningkatan jumlah alur tanam dalam satu lintasan menggunakan metode
tanam jajar legowo 2:1. (5) Penjatah pupuk dan benih menggunakan poros roda
traktor sehingga kemacetan pada penjatahan dapat diminimalkan. (6) Kapasitas
hopper unit pemupuk dan unit penanam ditingkatkan agar memperluas jangkauan
penanaman dalam sekali pengisian hopper.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a) Mengembangkan mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi dengan
pengolahan tanah alur, melalui penambahan jumlah unit penanam dan
pemupuk menjadi dua alur tanam, pengembangan mekanisme penggerak
bagian penjatah benih dan pupuk dan memodifikasi pisau rotari untuk
pengolahan tanah alur.
b) Melakukan uji kinerja dari mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi
dengan pengolahan tanah alur.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Tanaman Jagung
Di dalam budidaya jagung ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan
agar tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. (1) Aspek
kedalaman penempatan benih yaitu pada kedalaman 2.5-5 cm dan pada tanah
yang kering diperlukan penempatan benih yang lebih dalam. (2) Jarak tanam yang
umum digunakan adalah 75 cm × 25 cm, 80 cm × 25 cm, 75 cm × 40 cm dan 80
cm × 40 cm dengan dua benih per lubang tanam. (3) Populasi tanaman antara
20 000-200 000 tanaman per ha (Hendiadi et al. 2008). Williams (2012)
menyebutkan secara spesifik bahwa populasi maksimum yang memberikan
produksi yang optimal pada tanaman jagung manis adalah 56 000 per ha. Hal
tersebut disebabkan oleh peningkatan populasi tanaman jagung akan
meningkatkan intensitas kerapatan daun sehingga mengganggu pertumbuhan
jagung pada fase generatif. Tanaman jagung termasuk pada tanaman yang sangat
sensitif terhadap perubahan pH dimana jika pH tanah lebih kecil atau sama
dengan 5.5 maka harus dilakukan pengapuran (Shapiro et al. 2008). Untuk
budidaya jagung pada jenis tanah liat dan lempung (clay-loam), Stone et al.

4
(1990) menyarankan sistem pengolahan tanah diberi jarak antar baris 76 cm dan
diberi guludan dengan ketinggian 10 cm.
Pembuatan guludan (pembumbunan) untuk budidaya jagung bukanlah
menjadi syarat utama. Pembumbunan dilakukan jika tanaman jagung
memungkinkan untuk rebah. Pembubunan juga dapat berfungsi sebagai media
penyalur irigasi dalam bentuk alur jika budidaya dilakukan pada musim kemarau
dimana air tanah sangat terbatas (Hendiadi et al. 2008). Stone et al. 1990
menyebutkan bahwa pengolahan tanah dan pembuatan guludan dengan mesin
pertanian yang terintegrasi memberikan konsumsi bahan bakar 60% lebih kecil
jika dibandingkan dengan pengolahan konvensional. Hal tersebut disebabkan oleh
pengolahan konvensional dilakukan dua kali pengolahan tanah sebelum dilakukan
penanaman. Budidaya tanaman jagung dengan tidak menggunakan guludan maka
dapat menerapkan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo seperti
yang telah diterapkan oleh Srihartanto et al. (2013) dapat meningkatkan
produktivitas tanaman jagung. Sistem tanam jajar legowo yang dapat diterapkan
pada tanaman jagung jajar legowo 2:1 (setiap dua baris tanaman terdapat satu
baris yang dikosongkan). Jarak tanamnya adalah (80 cm × 40 cm) × 20 cm untuk
satu biji per lubang tanam dan (100 cm × 40 cm) × 40 cm untuk dua biji per
lubang tanam.
Proses pemupukan dilakukan untuk menyediakan unsur hara selama
budidaya berlangsung. Dosis pupuk yang dilakukan selama budidaya harus
didasarkan pada pengujian unsur hara pada lahan budidaya tersebut. Dosis
pemupukan selama budidaya jagung berkisar antara 60-150 kg N/ha, 20-60 kg
P/ha, 12-48 kg K/ha, 6-22.5 kg S/ha dimana pemupukan dilakukan pada awal
penanaman dan setelah penanaman (Williams 2012, Ziadi et al. 2013, Liu dan
Wiatrak 2012, Fabrizzi et al. 2005, Vyn dan Raimbault 1992, El-Hendawy et al.
2008). Dosis pemupukan awal (starter fertilizer) menurut Mullins et al. (1998),
Touchton dan Karim (1986) yang secara khusus meneliti tentang pengaruh
pemupukan awal dan pengolahan tanah terhadap pertumbuhan dan produksi
jagung menyatakan bahwa dosis pemupukan awal terbaik adalah pada pemberian
22.4 kg N/ha dan 22.4 kg P /ha. Pemupukan awal dengan tambahan 11.2 kg S/ha
dan 66 kg K/ha tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jagung
selama budidaya.

Traktor Sebagai Sumber Tenaga Pertanian
Di awal perkembangan peralatan mekanisasi pertanian pada abad ke-19
masih menggunakan tenaga manusia dan kemudian di abad ke-20 digantikan oleh
tenaga hewan. Pertanian moderen menuntut sumber tenaga yang lebih besar lagi
sampai pada tahun 1970-an digunakannya engine internal combustion dan hampir
semua mesin pertanian pada saat itu menggunakan engine compression ignition
yang berbahan bakar solar. Mesin mengkonsumsi bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Tenaga tersebut ditransmisikan melalui mekanisme
penyalur daya. Pembakaran bahan bakar yang menghasilkan energi akan
dipengaruhi oleh laju konsumsi dan gross heating value bahan bakar (Srivastava
et al. 2006).

5
Traktor merupakan sumber tenaga penting di bidang pengolahan tanah.
Berbagai jenis tenaga traktor dapat dengan mudah ditemukan di pasaran mulai
dari 10-45 kW. Begitu juga dengan perlengkapan pengolahan tanah dari traktor
yang banyak tersedia di pasaran, mulai dari bajak singkal, piringan, rotari dan
variasinya. Banyaknya jenis tenaga traktor dan perlengkapan yang ada di pasaran
memerlukan kecermatan dalam memilihnya. Kecermatan dalam memilih
perlengkapan pengolahan tanah dan pengolahan tanah yang dilakukan akan
menentukan efektivitas dari traktor. Keefektifan dari traktor terlihat dari kapasitas
lapangan teoritis dan kapasitas lapangan efektifnya (Mehta et al. 2010).
Traktor roda dua selain dapat digunakan untuk pengolahan tanah dapat
juga dipergunakan untuk pekerjaan lainnya. Hossain et al. (2011)
mengembangkan traktor roda dua sebagai mesin penanam kentang dengan
kapasitas lapangan efektif 0.14 ha/jam dan efisiensi 60%. Kumar dan Raheman
(2011) juga mengembangkan mesin penanam untuk tanaman cabai (paper pot)
menggunakan traktor roda dua dengan kapasitas lapangan efektif 0.026 ha/jam
dengan efisiensi 32%. Fungsi pengolahan tanah dari traktor roda dua juga dapat
diintegrasikan dengan proses penanaman. Syafri (2010) dan Hermawan (2011)
yang mengembangkan mesin penanam dan pemupuk jagung sekaligus dengan
pengolahan tanah dengan menggunakan traktor roda dua. Kapasitas lapangan dari
mesin tersebut adalah 0.13 ha/jam dengan efisiensi 81%.

Alat Tanam Mekanis
Alat tanam mekanis memiliki beberapa komponen utama, salah satunya
adalah penjatah benih (seed metering). Srivastava et al. (2006) menyebutkan
penjatah benih memiliki dua faktor penting yang harus dipenuhi yaitu
keseragaman jumlah benih dan jarak tanam. Faktor tersebut dipengaruhi oleh
bentuk dari penjatah dan kecepatan dari penjatah. Jumlah benih yang dijatahkan
menjadi penting karena akan berhubungan dengan populasi dari tanaman tersebut.
Prinsip-prinsip penjatahan dapat dilihat pada Gambar 1. Prinsip penjatahan yang
paling awal digunakan adalah tipe variabel orifice (Gambar 1a) lalu
dikembangkan tipe fluted wheel (Gambar 1b) yang lebih populer. Tipe fluted
wheel ini diletakkan pada posisi di bawah dari tumpukan benih yang dapat
mengalir oleh adanya gaya gravitasi.
Tipe penjatah benih yang lainnya seperti tipe double-run (Gambar 1c). Tipe
ini menggunakan semacam sirip di dalam ruang benih dimana posisi dari kedua
siripnya berlawanan (back to back). Selanjutnya pada tahun 1960-an tipe penjatah
benih seed plate planter (Gambar 1d) menjadi populer dalam pertanian presisi.
Prinsip mekanismenya menggunakan lempengan yang dirancang untuk
memasukkan satu benih. Tipe-tipe penjatah benih lainnya adalah tipe finger
pickup planter (Gambar 1e) yang populer ditahun 1968, tipe air planter
(Gambar 1f) ditahun 1971, tipe pressure-disk planter (Gambar 1g), tipe vacuumdisk metering (Gambar 1h) pada tahun 1967 dimana tipe ini menggunakan
pemakuman 15 kPa (Srivastava et al. 2006).
Pengembangan dari penjatah benih juga sudah dilakukan sampai pada
penggunaan jaringan saraf tiruan untuk memodelkan hasil kinerjanya seperti yang
dilakukan oleh Anantachar et al. (2011). Penjatah yang diidentifikasi adalah untuk

6
tanaman kacang tanah. Ketepatan dari jarak tanam dan meminimumkan kerusakan
pada benih selama proses penananam diperlukan untuk memperoleh hasil yang
maksimal. Skematik perancangan penjatah dapat dilihat pada Gambar 2. Penjatah
yang digunakan adalah piringan yang bercelah yang diletakkan pada dasar hopper
dengan kemiringan 60o terhadap bidang horizontalnya.

(a)

(b)

(c)

(d)

(g)
(f)
(h)
(e)
Gambar 1 Tipe-tipe penjatah benih (Sumber : Srivastava et al., 2006)

Hopper
Penjatah benih
Dudukan penjatah
Bevel gear

Roda bantu

Saluran benih

Gambar 2 Skematik rancangan penjatah Anantachar et al. (2011)
Selang benih (seed tube) dari alat tanam juga mempengaruhi keseragaman
dari jarak tanam yang telah ditentukan. Identifikasi pengaruh hal tersebut telah
dilakukan oleh Kocher et al. (2010) yang memproduksi beberapa varian selah
benih untuk John Deere MaxEmergeTM. Dua varian awal adalah alat tanam yang
sudah populer di petani dan dua varian lagi adalah varian yang baru yang
diproduksi oleh perusahaan tersebut. Pengamatan dilakukan terhadap koefisien
ketepatan, indeks kesalahan dan indeks multiple ISO. Hasil pengamatan
keseluruhan parameter terhadap varian tersebut diketahui bahwa varian baru yang
diproduksi lebih baik dari pada varian yang sudah lama dan digunakan oleh petani.
Perangkat yang selanjutnya berkerja setelah benih dijatahkan dan melalui
selang benih adalah pembuka alur. Pembuka alur ini berfungsi untuk membuka

7
alur tanam sesuai dengan kedalaman yang ditentukan. Jenis dari pembuka alur
yang umum digunakan pada pengolahan tanah minimum dan atau tanpa
pengolahan tanah sebelumnya menurut Altikat et al. (2013) adalah tipe hoe, chisel,
winged chisel, inverted T dan triple disk. Tipe pembuka alur hoe pada lahan yang
masih dipenuhi oleh sisa tanaman adalah yang terbaik. Tetapi disarankan
sebaiknya dilakukan pengurangan ketinggian sisa tanaman untuk meningkatkan
kinerja dari pembuka alur.
Jenis pembuka alur yang telah dievaluasi kinerjanya oleh Darmora dan
Pandey (1995) adalah tipe shoe, shovel dan hoe (Gambar 3). Evaluasi juga
dilakukan terhadap parameter yang menunjukkan kualitas dari penanaman dengan
pembukan alur tersebut. Draft yang dibutuhkan untuk membuka alur akan
meningkat dengan bertambahnya lebar dan sudut boot wedge. Sudut boot wedge
dan rake angel yang kecil atau sama dengan 40o menghasilkan draft yang terbaik.
Pada tanah liat dan liat bepasir pembuka alur tipe hoe lebih cocok. Kedalaman
penanaman benih tipe pembuka alur hoe lebih seragam dibandingkan dengan
kedua jenis pembuka alur lainnya (Darmora dan Pandey 1995).

Shoe 1

Shoe 2

Hoe 1

Shovel
1

Hoe 2

Shovel
2

Hoe 3

Gambar 3 Tipe-tipe pembuka alur (Sumber : Darmora dan Pandey, 1995)
Perlengkapan tambahan dari alat tanam untuk lahan yang memiliki sisa
tanaman dari tanaman musim sebelumnya (Gambar 4) juga sudah dikembangkan.
Perlengkapan tambahan tersebut adalah row cleaner dan treader wheels. Row
cleaner berfungsi untuk menyingkirkan sisa tanaman pada baris yang akan
ditanami sehingga dapat meningkatkan ketepatan penanaman. Row cleaner
berdiameter 25 cm dan ditempatkan 45o terhadap satu sama lainnya di depan
pembuka alur. Tipe pembuka alur yang digunakan adalah chisel, winged chisel
dan piringan. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan pembuka alur tipe chisel
dengan row cleaner with treader wheels disaranakan untuk alat tanam yang
digunakan untuk lahan yang memiliki residu tanaman (Dadi dan Raoufat 2012).
Alat tanam mekanis yang menggunakan traktor roda dua sebagai penggerak
juga dikembangkan oleh Kumar dan Raheman (2011). Alat tanam mekanis
digunakan untuk jenis tanaman cabai (paper pot) (Gambar 5). Traktor roda dua
dengan daya 9.75 kW digandengkan dengan alat tanam dengan dua alur tanam
dalam satu lintasan. Pengolahan tanah tidak dilakukan karena alat pengolahan
tanah dari traktor tersebut telah dilepas. Pembuka alur yang digunakan adalah tipe

8
shovel dengan lebar 45 mm dan diberi plough bolt di depan pembuka alurnya.
Penggerak penjatah menggunakan poros roda traktor dengan menggunakan
transmisi rantai dan sproket. Kecepatan dari alat tanam yang digandengkan
tersebut adalah 0.25 m/s dengan kapasitas efektif 0.026 ha/jam. Konsumsi bahan
bakar dari traktor roda dua yang digunakan adalah 1.42 l/jam.

Unit penjatah

Press wheel
Lister

Row cleaner dan treader wheels

Pembuka alur

Gambar 4 Alat tanam dilengkapi dengan row cleaner dan treader wheels
(Sumber : Dadi dan Raoufat, 2012)

Poros roda traktor

Gambar 5 Alat tanam mekanis paper pot menggunakan traktor roda dua
(Sumber : Kumar dan Raheman, 2011).
Pengembangan alat tanam menggunakan traktor roda dua untuk tanaman
kentang juga dikembangkan oleh Hossain et al. (2011). Traktor roda dua yang
digunakan bertenaga 9 kW. Alat tanam ini melakukan kerja mulai membuat
guludan, membuka alur tanam, melakukan pemupukan dan penanaman. Alat
tanam memiliki dua alur tanam dengan jarak tanam 500 mm × 150 mm dalam satu
lintasan. Sistem transmisi penjatah menggunakan rantai sproket dan menggunakan
poros roda traktor sebagai penggerak penjatah. Keseragaman penanaman terbaik
pada kecepatan 0.6 m/s dengan komsumsi bahan bakar 1.35 l/jam. Kapasitas
lapangan efektif dari alat tanam tersebut adalah 0.14 ha/jam dan dapat menghemat
75% biaya serta 94% tenaga kerja.
Alat tanam jagung yang telah terintegrasi dengan pengolahan dan
pemupukan juga sudah dikembangkan di Indonesia. Syafri (2010) telah
mengembangkan alat tanam dan pemupuk terintegrasi dengan pengolahan tanah

9
menggunakan traktor roda dua 10.5 hp (Gambar 6). Alat tanam mekanis yang
dikembangkan bekerja dengan terlebih dahulu melakukan pengolahan tanah
dengan lebar 75 cm mengunakan rotary tiller. Tempat penanaman jagung diberi
guludan menggunakan furrower dengan ketinggian 20 cm. Pemupukan awal
menggunakan tiga jenis pupuk yakni Urea, TSP dan KCL. Pupuk ditempatkan
pada alur berjarak 7-10 cm di sebelah alur benih dengan kedalaman 5-10 cm.
Penjatah pupuk dan benih digerakkan oleh roda bantu. Hasil penjatahan diketahui
rata-rata 1-2 benih per lubang tanam dengan jarak tanam 23.67 cm dan kedalaman
penanaman 6.97 cm. Kecepatan dari pengoperasian alat tanam tersebut adalah
0.48 m/s dengan kapasitas lapang 0.11 ha/jam dan efisiensi 85.31%.
Hopper pupuk

Roda bantu

Hopper benih

Furrower

Rotary

Gambar 6 Alat tanam jagung prototipe-1 (Sumber : Syafri, 2010)
Peningkatan kinerja terhadap alat tanam terintegrasi tersebut dilakukan oleh
Hermawan (2011). Peningkatan kinerja dilakukan dengan memperbaiki unit
pemupuk dan unit roda bantu (Gambar 7). Hopper pupuk dirancang dengan
membagi dua unit hopper untuk pupuk urea dan campuran pupuk TSP+KCL.
Kapasitas hopper pupuk ditingkatkan menjadi 12 kg. Bahan pembuat roda bantu
dipertipis dan diperingan. Roda bantu juga dilengkapi dengan sirip-sirip radial dan
pelak samping. Hasil dari perbaikan ini, pemupukan dapat dilakukan dengan dosis
yang sesuai. Alat tanam tersebut memiliki satu alur tanam dengan jarak tanam 20
cm × 75 cm dalam satu lintasan. Kapasitas lapangan efektif juga meningkat
menjadi 0.13 ha/jam dengan efisiensi 81.25%.

Gambar 7 Alat tanam jagung prototipe-2 (Sumber : Hermawan, 2011)

10
Keseragaman dari penjatahan benih, jarak tanam dan kedalaman tanam
menunjukkan sebuah alat tanam memiliki kinerja yang baik. Jarak tanam menurut
standar ISO 7256-1 (1984) dinyatakan dalam klasifikasi miss index, multiple
index, quality of feed index dan precision spacing. Miss index adalah persentase
jarak tanam yang lebih besar dari 1.5 kali jarak tanam teoritis. Multiple index
adalah persentase jarak tanam yang lebih kecil dari 0.5 kali jarak tanam teoritis.
Quality of feed index adalah persentase jarak tanam yang lebih besar dari 0.5 dan
lebih kecil dari 1.5 kali jarak tanam teoritis. Precision spacing adalah persentase
dari jarak tanam yang masuk dalam klasifikasi quality of feed index dari
persentase jarak tanam standar. Persamaan klasifikasi tersebut dapat dihitung
menggunakan Persamaan 1-4s. Yazgi dan Degirmencioglu (2014) juga
menggunakan metode tersebut untuk menunjukkan akurasi distribusi keseragaman
penempatan kedalaman benih. Evaluasi terhadap keseragaman jarak tanam dan
kedalaman tanam ditentukan dari jarak tanam dan kedalaman tanam teoritis.
Kriteria kinerja berdasarkan akurasi distribusi keseragaman penanaman benih
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi kinerja penanaman benih
Quality of feed index
(Iqf), %
Iqf > 98.6
90.4 < Iqf ≤ 98.6
82.3 ≤ Iqf ≤ 90.4
Iqf < 82.3

Multiple index
(Imt), %
Imt < 0.7
0.7 ≤ Imt < 4.8
4.8 ≤ Imt ≤ 7.7
Imt > 7.7

Miss index
(Im), %
Im < 0.7
0.7 ≤ Imt < 4.8
4.8 ≤ Imt ≤ 10
Imt > 10

Klasifikasi
Sangat baik
Baik
Sedang
Tidak efisien

Alat Pemupuk Mekanis dan Metode Pengaplikasian
Berbagai jenis alat pemupuk juga telah banyak dikembangkan dengan
berbagai jenis tipe penjatah pupuknya. Srivastava et al. (2006) menyebutkan
peralatan untuk aplikasi pemupukan ada beberapa tipe, di antaranya adalah tipe
gravitasi (drop-type), rotari (centrifugal) dan pneumatik (air spreaders). Peralatan
pemupuk di atas akan digabungkan pemakaiannya dengan traktor. Hopper dari
alat ini dirancang kecil tetapi dalam pengaplikasiannya dibuat beberapa sehingga
menjadi satu kesatuan yang jumlahnya banyak. Tipe gravitasi yang umum untuk
peralatan penanam biasanya dilengkapi dengan pembuka alur untuk memasukkan
pupuk kedalam tanah.
Mekanisme penjatah pupuk juga banyak dikembangkan untuk mendapatkan
keseragaman dari pemupukan. Penjatah pupuk ini umumnya menggunakan
sumber penggerak dari roda bantu. Penjatah pupuk ini dapat dibagi atas dua jenis
yakni aliran positif dan aliran negatif. Penjatah pupuk tipe aliran positif
memberikan akurasi penjatahan yang lebih baik dibandingkan dengan aliran
negatif. Beberapa tipe penjatah pupuk yang telah dikembangkan seperti pada
Gambar 8 diantara adalah tipe star-wheel feed (a), tipe rotating bottom (b), tipe
close-fitting auger (c), tipe loose-fitting auger (d), tipe edge cell vertical rotor (e),
tipe wire-belt (f), tipe positive feed fluted roll (g), dan tipe gravity flow (h)
(Srivastava et al. 2006).

11

(a)

(b)

(c)

(d)

(h)
(f)
(g)
(e)
Gambar 8 Beberapa tipe metering device (Sumber : Srivastava et al., 2006)
Perancangan mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi dengan
penggerak traktor roda dua oleh Syafri (2010) menggunakan mekanisme penjatah
pupuk tipe agigator feed. Celah penjatah terbuat dari bahan anti karat dengan
diameter 22 mm dengan panjang maksimal 100 mm, tebal 1.5 mm yang dibelah
menjadi tiga bagian. Penjatah pupuk tersebut terdiri dari 6 bagian pipa yang
terbelah yang dilaskan ke poros stainless steel diameter 22 mm dan panjang 110
mm. Bagian tengah poros dilubangi dengan diameter 12 mm untuk menempatkan
poros yang dipasangkan pada dudukan rangka utama. Hasil perhitungan teoritis
menunjukkan besarnya dosis untuk urea adalah 11.45 g/m alur, 15.16 g/m
alur TSP dan 8.54 g/m alur KCl. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa
dosis yang dikeluarkan penjatah pupuk di lahan sebesar 7.69 g/m urea, 10.26 g/m
TSP dan 5.13 g/m KCl. Penurunan dosis dari penjatahan ini disebabkan oleh oleh
kemacetan roda bantu. Kemacetan roda bantu mengakibatkan celah penjatah
pupuk tidak berputar dan pupuk tidak mengalir ke saluran pupuk secara kontinyu.
Ichniarsyah et al. (2014) melakukan indentifikasi kebutuhan torsi dari alat
penjatah pupuk tipe edge-cell. Hasilnya menunjukkan bahwa penempatan posisi
rotor penjatah menjadi hal yang penting dalam perancangan. Penempatan posisi
rotor penjatah sebaiknya diposisikan tidak tepat di bawah dasar hopper tetapi
kesalah satu sisi samping dinding hopper. Hasilnya ujung sudu penjatah akan
tepat berada di bawah ujung satu sisi dinding hopper (Gambar 9). Perubahan
posisi rotor penjatah pupuk ini dapat menurunkan kebutuhan torsi penjatahan
pupuk sebesar 61%. Perubahan volume di dalam hopper tidak memberikan
pengaruh terhadap kebutuhan torsi penjatahan pupuk. Hasil penelitian ini juga
menyarankan menggunakan kecepatan putar rotor penjatah 15 rpm sehingga
menghasilkan torsi yang paling minimum.
Dosis pupuk yang dilakukan selama budidaya harus didasarkan pada
pengujian unsur hara pada lahan budidaya tersebut. Dosis pemupukan selama
budidaya jagung berkisar antara 60-150 kg N/ha, 20–60 kg P/ha, 12-48 kg K/ha,
6-22.5 kg S/ha dimana pemupukan dilakukan pada awal penanaman dan setelah
penanaman (Williams 2012, Ziadi et al. 2013, Liu dan Wiatrak 2012, Fabrizzi et
al. 2005, Vyn dan Raimbault 1992, El-Hendawy et al. 2008). Pemupukan
dilakukan untuk mengefektifkan penyediaan nutrisi diawal pertumbuhan benih.

12
Dosis pemupukan awal (stater fertilizer) menurut Mullins et al. (1998), Touchton
dan Karim (1986) yang secara khusus meneliti tentang pengaruh pemupukan awal
dan pengolahan tanah terhadap pertumbuhan dan produksi jagung menyatakan
bahwa dosis pemupukan awal terbaik adalah pada pemberian 22.4 kg N/ha dan
22.4 kg P/ha. Pemupukan awal dengan tambahan 11.2 kg S/ha dan 66 kg K/ha
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jagung selama budidaya.

Gambar 9 Posisi rotor penjatah pada alat pemupuk
Metode penempatan pupuk butiran juga telah banyak berkembang.
Choudhary et al. (1988) mengaplikasikan beberapa metode pemupukan terhadap
tanaman lobak dan jelai. Metode penempatan tersebut adalah di dalam tanah, di
permukaan tanah, dan di antara baris tanaman. Hasilnya menunjukkan bahwa
pengaplikasin metode tersebut tidak mempengaruhi produksi dari tanaman.
Bakhtiari et al. (2014) juga menerapkan metode pemupukan broadcasting,
pouring in the furrow dan penempatan di dalam tanah pada satu dan dua alur
pupuk di sebelah alur tanam. Metode pemupukan tersebut tidak mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi pada tanaman jagung.
Mahler (2001) menjelaskan beberapa metode penempatan pupuk yang
dilakukan secara broadcast pada tanaman jagung (Gambar 10). Metode broadcast
yang paling mudah diaplikasikan, tidak membutuhkan peralatan dan relatif lebih
seragam pengaplikasiannya adalah metode broadcast topdress. Metode ini
memiliki kekurangan yaitu sulit diakses perakaran tanaman karena unsur haranya
berada di permukaan tanah. Unsur hara akan dapat diakses perakaran tanaman
ketika unsur hara terbawa air kedalam tanah. Kehilangan akibat erosi dan
penguapan unsur N lebih besar. Smith et al. (2012) menyatakan bahwa
penempatan pupuk di dalam tanah menghasilkan konsentrasi gas CO2 dan N2O
lebih kecil dibandingkan dengan penempatan pupuk di permukaan tanah.
Kehilangan unsur hara akibat erosi dan volatilisasi unsur N dapat dikurangi
dengan menggunakan metode broadcast incorporated. Metode menyebarkan
pupuk di dalam tanah menggunakan berbagai jenis peralatan pembajakan seperti
bajak singkal, bajak piringan dan chisel plow. Perbedaan dari penggunaan
peralatan pembajakan untuk broadcast incorporated adalah pada kedalaman dari
penyebaran pupuk di dalam tanah.

13

Gambar 10 Metode penempatan pupuk secara broadcast
Tipe Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan hal yang harus dilakukan untuk
mengkondisikan lahan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses budidaya. Proses
pengolahan tanah diharapkan dapat meningkatkan kegemburan tanah sehingga
pertumbuhan akar tanaman tidak terhambat. Liu dan Wiatrak (2012) menyebutkan
bahwa pengolahan tanah dari tiga sistem pengolahan tanah (konvensional, alur
dan tanpa pengolahan) tidak berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung. Pengolahan tanah konvensional dilakukan dengan kedalaman
olah 20 cm. Pengolahan tanah alur menggunakan lebar olah 30 cm dan kedalaman
olah 35 cm. Castellini dan Domenico (2012) melakukan pengolahan tanah
konvensioanal menggunakan bajak pada kedalaman 40-45 cm dan pengolahan
tanah minimal menggunakan garu piringan pada kedalaman 20-25 cm dan
hasilnya tidak berpengaruh terhadap hasil panen pada tanaman Triticum durum D.
Tipe pengolahan tanah merupakan faktor penting dalam budidaya jagung.
Bairut et al. (2011) menyebutkan ada lima tipe pengolahan tanah (minimum
tillage, band tillage, ridge tillage, no-tillage dan convensional tillage). Efisiensi
penggunaan energi yang paling tinggi pada budidaya jagung menggunakan
pengolahan tanah minimum. Stone et al. (1990) menyebutkan pengolahan tanah
minimum merupakan mengolah tanah pada bagian yang akan menjadi tempat
budidaya dari tanaman tersebut. Pengolahan tanah minimum menurut Fabrizzi et
al. (2005) masih lebih baik memberikan kondisi tanah dan produksi tanaman
jagung jika dibandingkan dengan tanpa pengolahan tanah. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya beberapa perbedaan dari sifat tanah (bulk density dan
porositas) dan pergerakan air di dalam tanah pada kedalaman 3-10 cm akibat dari
pengolahan tanah.
Pengolahan tanah alur (strip tillage) adalah salah satu jenis pengolahan
tanah konservasi, agronomical dan rendah biaya. Pengolahan tanah alur termasuk
dalam pengolahan konservasi karena dapat meminimumkan bahaya erosi. Suatu
pengolahan tanah dapat dikatagorikan sebagai pengolahan tanah alur jika total
luas pengolahan tanahnya lebih kecil dari 50%. Pengolahan tanah alur memiliki
karakteristik dengan lebar 20-30 cm dan kedalaman 5-35 cm. Peneliti lainnya

14
menyebutkan pengolahan tanah alur memiliki kedalaman 8-10 cm. Pengolahan
tanah alur dengan lebar 22.5 cm dapat memberikan efisiensi konsumsi bahan
bakar yang lebih baik. Pengolahan tanah alur dapat dilakukan dengan atau tanpa
pembersihan sisa tanaman sebelumnya (Gambar 11) dimana hal tersebut tidak
mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung. Pengolahan tipe alur tidak
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Vyn dan
Raimbault 1992, Trevini et al. 2013, Celik et al. 2013, Mitchell et al. 2009,
Coulter et al. 2010).

(a)
(b)
Gambar 11 Pengolahan tanah alur (a) dengan pembersihan residu tanaman (b)
tanpa pembersihan residu tanaman
Sarker et al. (2012) dan Haque et al. (2013) menjelaskan pengolahan tanah
alur dapat menggunakan alat tanam yang digandengakan dengan traktor tangan
dan memiliki unit pengolah tanah. Pisau rotari dapat dimodifikasi agar melakukan
pengolahan tanah alur dengan cara mengurangi 50% atau lebih jumlah pisaunya.
Alat penanam akan menanam pada alur yang telah diolah dengan lebar olah 100
mm. Pisau rotari ditempatkan di depan pembuka alur tanam. Pengolahan tanah
alur ini dapat meningkatkan kapasitas lapangan dan efisiensi sebesar 25% dan 1520%, mengurangi konsumsi bahan bakar sebesar 20% dan mengurangi biaya
sebesar 8%.

Karakteristik Biji Jagung
Karakteristik fisik dari benih jagung manis telah diamati oleh Coskun et al.
(2006). Disebutkan bahwa kondisi pengukuran dari karakteristik benih tersebut
dilakukan pada kadar air 11.54%-19.74% basis kering. Diketahui bahwa rata
panjangnya adalah 10.56 mm, lebarnya 7.91 mm dan ketebalannya 3.45 mm.
Sphericity dari biji jagung tersebut adalah 0.615-0.635.
Massa jenis 1133.8-1225.5 kg/m3, terminal velocity 5.56-5.79 m/s dan bulk
density 482.1-474.3 kg/m3. Koefisien gesek statis biji jagung juga diamati
terhadap beberapa bahan yakni pada karet sebesar 0.402-0.494, pada alumunium
sebesar 0.321-0.441, pada stainless steel sebesar 0.267-0.401 dan pada galvanis
sebesar 0.364-0.477.
Sandhu et al. (2007) menyebutkan bahwa dalam 1000 biji jagung memiliki
berat antara 193-315 g untuk berbagai varietas. Varietas ageti memiliki bulk
density terbesar yaitu 0.774 g/ml dan yang paling kceil adalah varietas africal tall

15
yaitu 0.645 g/ml. Gaya yang dibutuhkan untuk merusak biji jagung juga diamati
yaitu dibutuhkan gaya berkisar 35.3-75.3 kg.

Karakteristik Pupuk NPK
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung tiga unsur hara
utama yang dibutuhkan tanaman yakni nitrogen, fosfat dan kalium dengan ciri
fisiknya adalah berbentuk granular dan berwarna merah muda. Pupuk ini dapat
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama dan menjadikan tanaman lebih
hijau. Karakteristik pupuk NPK phonska secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik Pupuk NPK
Keterangan
NPK (phonska)
Nitrogen (N) (%)
15
Fosfat (P2O5) (%)
15
Kalium (K2O) (%)
15
Sulfur (S) (%)
10
Kadar air maksimal (%)
2
Warna
Merah muda
Higroskopis
Tinggi
Sumber : http://www.petrokimia-gresik.com

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Perbengkelan Meta