Strategi Pengembangan Produk Hilir Kelapa Sawit

1

STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK HILIR
KELAPA SAWIT

MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi
Pengembangan Produk Hilir Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan

arahan dari Komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Muhammad Rian Wisnuantara
NIM H24100101

4

ABSTRAK
MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA. Strategi Pengembangan Produk
hilir kelapa sawit Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh JONO
MINTARTO MUNANDAR dan SRI NURYANTI.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti daya saing produk hilir kelapa

sawit Indonesia. Produk yang diteliti difokuskan kepada minyak kelapa
sawit mentah (HS 15110) dan minyak kelapa sawit olahan (HS 151190).
Data ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia terhadap empat
negara importir, yaitu: Cina, Pakistan, India, serta Belanda digunakan
sebagai sampel untuk menghitung daya saing dengan menggunakan metode
CMSA. Rekomendasi strategi menggunakan Matriks IE, SWOT, dan AHP.
Hasil dari perhitungan CMSA minyak kelapa sawit Indonesia memiliki
keunggulan daya saing hanya di pertumbuhan standar, sedangkan Malaysia
memiliki keunggulan daya saing pada efek distribusi, efek komposisi, dan
efek daya saing. Berdasarkan Matriks IE diperoleh matriks IFE (2.56) dan
EFE (3.20) menunjukkan bahwa bahwa kelapa sawit Indonesia berada pada
tahap “tumbuh dan membangun”. Berdasarkan hasil analisis SWOT
diperoleh strategi untuk mengembangkan produk hilir kelapa sawit yaitu: i)
mengembangkan industri spesialisasi oleokimia, ii) klaster industri, iii)
pengawasan serta penerapan ISPO, iv) mengembangkan industri spesialisasi
biofuel. Berdasarkan hasil analisis vertikal AHP alternatif strategi yang
paling direkomendasikan adalah strategi mengembangkan industri
oleokimia.
Kata Kunci : AHP, Daya saing, Kelapa sawit, Produk hilir.
ABSTRACT

MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA. Development Strategy for
Downstream Products of Palm Oil in International Market. Supervised by
JONO MINTARTO MUNANDAR and SRI NURYANTI.
This research aimed to study the competitiveness of downstream
products of palm oil in Indonesia. The study is focused on two main
products i.e. crude palm oil (HS code 151110) and refined palm oil (HS
151190). Export data of palm oil Indonesia and Malaysia to four main
exporting countries namely: China, Pakistan, India, and Netherland were
used to estimate competitiveness using CMSA method. The recommended
strategy was built from IE matrix, SWOT analysis and AHP. The result of
CMSA show that Indonesian palm oil was competitive in export growth,
while Malaysia was more competitive in distribution, composition, and
competitiveness. Based on IE matrix it was found 2.56 of IFE and 3.20 of
EFE those values shows that palm oil of Indonesia was in “grow and build”
stage. SWOT analysis result shows that developing strategy for downstream
industry of palm oil in Indonesia are i) developing specialization in
oleochemical industry, ii) developing industry cluster, iii) monitoring the
implementation of ISPO, and iv) developing specialization in biofuel
industry. AHP vertical analysis result show that the most recomended
strategy is developing specialization in oleochemical industry.

Keywords: AHP, Competitiveness, Downstream product, Palm oil.

5

STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK HILIR
KELAPA SAWIT

MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


6

7

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Strategi Pengembangan Produk Hilir Kelapa Sawit
: Muhammad Rian Wisnuantara
: H24100101

Disetujui oleh

Dr Ir Jono Mintarto Munandar, MSc

Sri Nuryanti, STP, MP

Pembimbing I


Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Mukhamad Najib, STP, MM
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

8

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013
sampai bulan Desember ini ialah Pemasaran, dengan judul Strategi
Pengembangan Produk Hilir Kelapa Sawit.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Jono Mintarto Munandar
serta Ibu Sri Nuryanti selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada seluruh keluarga, sahabat, BEM FEM IPB atas doa
serta kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Muhammad Rian Wisnuantara

9

DAFTAR ISI
Daftar Tabel

vi

Daftar Gambar

vi

Daftar Lampiran


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang Penelitian

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Pemasaran

3

Kelapa Sawit

3

Produk


4

Persaingan

4

METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Pengolahan data
PEMBAHASAN

5
5
6
6
7
7


Produk Hilir Kelapa Sawit Indonesia

9

Produk Hilir Kelapa Sawit Malaysia

10

Metode CMSA

11

Analisis IFE EFE

16

Hasil SWOT

19

Hasil AHP

20

Implikasi Manajerial

26

SIMPULAN dan SARAN

28

Simpulan

28

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

32

Formatted: TOC 1

10

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.

Faktor-faktor Strategi Internal
Faktor Strategi Eksternal
Hubungan antara Faktor dengan Aktor
Hubungan antara Tujuan dengan Aktor
Hubungan antara Tujuan dengan Alternatif

17
18
24
25
25

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kerangka Pemikiran
Produk Hilir Kelapa Sawit
Perkembangan CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah
Perkembangan CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan
Matriks IE
Matriks SWOT
Hasil Pengolahan Vertikal AHP

6
11
14
15
18
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

Rencana Pembiayaan
Jadwal Kegiatan
Hasil CMSA
Hasil IFE EFE
Hasil Pengolahan vertikal AHP

32
32
33
37
38

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit
terbesar setelah Malaysia di dunia. Kelapa sawit merupakan salah satu
komoditas unggulan yang memberikan manfaat serta dampak penting dalam
membangun perekonomian Indonesia terutama dalam penghasil devisa
negara dari sektor non migas. Perkembangan tahun 2002 hingga 2011
industri kelapa sawit saat ini sangat berkembang pesat. Perkembangan tahun
2002 hingga 2011 ini ditandai dengan adanya peningkatan permintaan
terhadap kebutuhan kelapa sawit baik dalam kebutuhan dalam negeri
maupun kebutuhan luar negeri. Permintaan kelapa sawit dunia yang
meningkat pada tahun 2002 dan 2011 ekspor CPO Indonesia kepada dunia
tahun 2002 mencapai 4,9 juta ton dan pada tahun 2011 mencapai 16,4 juta
ton (United Nation Comtrade 2013).
Perbandingan ekspor CPO Indonesia dengan turunannya masih dalam
perbandingan 60:40. Sebanyak 60 persen dari total keseluruhan produksi
minyak kelapa sawit hanya diekspor dalam bentuk CPO dan PKO,
sedangkan 40 persen sisanya merupakan produk hilir kelapa sawit seperti
oleokimia, oleopangan. Hal ini berbeda dengan ekspor CPO Malaysia
mencapai perbandingan 20:80 dengan produk turunannya. Sebanyak 80
persen dari total produksi minyak kelapa sawit Malaysia telah diolah
menjadi produk hilir seperti oleokimia, oleopangan, biodiesel (Kemenperind
2010). Pada tahun 2010 ekspor produk hilir minyak kelapa sawit Indonesia
hanya mencapai 6,8 juta ton, sedangkan Malaysia mencapai 11,3 juta ton
(United Nation Comtrade 2013). Pernyataan di atas menjelaskan bahwa
Malaysia mendominasi ekspor produk turunan CPO yang memiliki nilai
tambah dan lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini karena
perusahaan dalam negeri sangat sedikit sekali yang memiliki industri hilir
pengolah kelapa sawit dan sebagian besar mengekspor produknya berupa
CPO ke negara lain, salah satunya Malaysia. CPO yang berasal dari
Indonesia diolah oleh Malaysia menjadi produk-produk turunan yang
memiliki nilai tambah lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi
yang digunakan untuk mengembangkan produk hilir kelapa sawit Indonesia.
Dengan adanya strategi pengembangan produk hilir kelapa sawit Indonesia
akan meningkatkan pemasukan negara dan kesejahteraan petani kelapa
sawit Indonesia. Pengembangan produk hilir juga berguna untuk
memperluas jangkauan pasar kelapa sawit Indonesia ke negara-negara yang
potensial seperti pasar industri biodiesel sangat diminati di Arab, dan
industri oleokimia sangat diminati oleh pasar Eropa dan Amerika (TAMSI
2010).

2

Rumusan Masalah
Produk kelapa sawit Indonesia (CPO dan produk turunannya) yang
ada saat ini mencapai 27 jenis produk perlu diperhatikan, bahkan
ditingkatkan. Apalagi dengan kendala berbagai macam pesaing dari negara
tetangga, misalkan Malaysia yang bergerak dalam industri kelapa sawit dan
bauran produk Malaysia lebih tinggi, yaitu 33 jenis produk (Kemenperin
2010). Ekspor produk hilir kelapa sawit Indonesia pada tahun 2009-2011
hanya mencapai 6 juta ton per tahun, sedangkan negara Malaysia mencpai
11 juta ton per tahun (United Nation Comtrade 2013).
Berdasarkan kondisi di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi daya saing produk hilir kelapa sawit Indonesia
dibandingkan dengan Malaysia?
2. Strategi apakah yang harus digunakan untuk mengembangkan
produk hilir kelapa sawit yang ada di Indonesia?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Menganalisis daya saing produk hilir kelapa sawit Indonesia
dibandingkan dengan negara pesaing.
2. Identifikasi dan pemilihan strategi pengembangan produk hilir
kelapa sawit Indonesia.

Manfaat Penelitian
1. Bagi pengusaha hilir kelapa sawit sebagai bahan rujukan untuk
membuka bisnis di sektor kelapa sawit.
2. Sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut mengenai produk
kelapa sawit.

Ruang lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian difokuskan kepada aspek daya saing produk
dari produk hulu dan hilir kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan
negara Malaysia secara agregat. Produk yang diteliti difokuskan kepada
minyak kelapa sawit mentah (HS 15110) dan minyak kelapa sawit olahan
(HS 151190). Data diambil dari data ekspor Indonesia dan Malaysia
terhadap empat negara importir sebagai sampel, yaitu: Cina, Pakistan, India,
serta Belanda.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pemasaran
Menurut Kotler (2008) pemasaran merupakan proses dimana
perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan
yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan
sebagai imbalannya. Konsep pemasaran yang membentuk teori di atas
didasarkan kepada kebutuhan, keinginan, dan permintaan pelanggan.
Kebutuhan dan keinginan dapat mempengaruhi jumlah permintaan terhadap
produk yang diminta oleh pelanggan.. Sehingga perusahaan berlomba lomba
menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat
dengan pelanggan agar pelanggan tersebut loyal terhadap produk dari
perusahaan.
Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil termasuk jenis palma
yang berasal dari Afrika Barat, mulai dari kawasan Angola hingga Liberia
(Dewan Minyak Sawit Indonesia 2010). Tanaman kelapa sawit mengalami
pertumbuhan dengan pertambahan tinggi berkisar 25-75cm per tahun.
Sehingga pada umur 25 tahun ketinggian tanaman mencapai 12-18 m
(TAMSI 2010). Bibit sawit pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor pada
tahun 1848 sebagai induk dari semua kelapa sawit yang berada di Indonesia
dan Malaysia. Kelapa sawit mulai ditanam secara masal dan komersial di
Sungai Liput (Aceh) dan Pulau Radja (Asahan,Sumatera Utara) pada tahun
1911. Pantai Timur Sumatera utara terutama Deli dijadikan sentra produksi
kelapa sawit oleh pemerintah kolonial Belanda. Kelapa sawit memiliki
produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman penghasil
minyak lainnya seperti: minyak kedelai, dan minyak bunga matahari.
Produktivitas kelapa sawit dapat mencapai 3,74 hingga 6 ton/ha/tahun
sedangkan minyak kedelai hanya 0,38 ton/ha/tahun, dan minyak bunga
matahari 0,67 ton/ha/tahun. Terlebih lagi hasil pada tahun 2009 produksi
minyak kelapa sawit dunia mencapai 43 juta ton, dengan luas lahan 12,8
Juta ha,dimana Indonesia sebagai produsen terbesar (Direktorat Jenderal
Perkebunan 2010).

4

Produk
Menurut Kotler (2008) produk merupakan semua hal yang ditawarkan
kepada pasar untuk menarik perhatian, akuisisi, penggunaan atau konsumsi
yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk menjadi
elemen kunci dalam keseluruhan penawaran pasar. Sehingga perusahaan
dituntut untuk menghasilkan produk yang dapat memaksimalkan kepuasaan
konsumen agar konsumen tetap loyal terhadap perusahaan. Menurut kotler
terdapat tiga tingkat produk, yaitu: a) manfaat inti, manfaat inti merupakan
manfaat yang terkandung di dalam suatu produk dapat dirasakan oleh
konsumen. b) produk aktual, produk aktual merupakan nama, komponen
dan atribut lain yang telah digabungkan untuk menghantarkan manfaat inti
agar tetap terhubung. c) produk tambahan, produk tambahan merupakan
pelayanan dan manfaat tambahan yang diberikan kepada konsumen
Ketika mengembangkan produk, awalnya pemasar harus mengenali
kebutuhan inti pelanggan yang akan dipuaskan oleh produk perusahaan.
Kemudian pemasar merancang produk aktual yang ditambahkan added
value dari produknya dengan produk tambahan yang dapat berupa layanan
pasca penjualan produk. Tiga tingkatan produk ini berguna untuk
memberikan kepuasan maksimalkan bagi konsumen serta meningkatkan
loyalitas konsumen dan menghasilkan profit bagi perusahaan.
Persaingan
Pengertian Daya Saing
Menurut Porter (2001) persaingan bisnis atau daya saing suatu
negara dianalisa dalam lima aspek utama yaitu: persaingan dalam
perusahaan sejenis, ancaman masuk pendatang baru, kekuatan tawar
menawar pemasok, kekuatan tawar menawar pembeli, dan ancaman produk
pengganti. Teori porter ini dikenal juga dengan sebutan model diamond of
national competitiveness. Persaingan dalam perusahaan sejenis akan
mempengaruhi kinerja perusahaan. Ancaman masuk pendatang baru akan
memunculkan sejumlah implikasi bagi perusahaan misalnya terjadinya
perebutan pangsa pasar, serta perebutan sumber daya produksi yang
terbatas. Kekuatan tawar menawar pemasok akan menimbulkan naik
turunnya harga yang mempengaruhi biaya produksi produk yang dihasilkan
oleh perusahaan. Kekuatan tawar menawar pembeli atau konsumen dalam
produk yang dijual oleh perusahaan, mereka menginginkan barang semurah
mungkin dan memiliki kualitas sebaik mungkin. Ancaman produk pengganti
dapat terjadi apabila barang substitusi mempunyai harga yang sama atau
bahkan lebih murah dan memiliki kualitas yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan produk perusahaan.
Menurut Munandar (2008) model sembilan faktor atau yang lebih
dikenal dengan merupakan pengembangan dari model diamond of national
competitiveness yang dirancang oleh porter. Model sembilan faktor terdiri
dari sumber daya alam, lingkungan bisnis, industri terkait dan pendukung,
permintaan domestik, pekerja, politisi dan birokrat, wirausahawan, manajer,
insinyur professional.

5

Industri yang masih tertinggal terjadi karena masih awal atau
perintisan, sumber persaingan masih terbatas kepada sumber daya alam dan
teknologi yang terbatas. Industri yang sudah mulai tumbuh memerlukan
politisi dan birokrat untuk mendukung bisnis secara sistematis agar sukses
dalam ekspor melalui investasi aktif, seleksi industri berpotensi, dukungan
administrasi dan pajak, asuransi, informasi, dan jaminan untuk
wirausahawan pemula. Biasanya pasar diorganisir pada lini monopolistik
atau oligopolistik. Adapun industri yang telah mapan dalam kondisi
kedewasaan inovasi muncul dalam proses manufaktur, pengembangan
produk dan organisasi bisnis. Industri mulai hulu hingga hilir tetap
kompetitif dalam pasar internasional, karena wirausahawan berperan dalam
memimpin atas sistem bisnis dengan memanfaatkan investasi aktif.
Sedangkan industri yang dalam masa penurunan terjadi karena pasar mulai
jenuh dan kualitas yang tinggi masih belum terpenuhi. Sehingga biaya
produksi meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan manajer dan insinyur
profesional untuk membuat terobosan atau inovasi.
Metode Constant Market Share Analysis
Menurut Hadi (2004), metode competitive market share analysis
(CMSA) merupakan metode yang banyak dikembangkan untuk mengukur
daya saing produk pertanian secara relatif dibandingkan negara pesaingnya.
Latar belakang adanya perhitungan CMSA adalah adanya kemungkinan
bahwa suatu negara selama suatu periode mengalami pertumbuhan ekspor
lebih rendah dibanding dunia. Asumsi dasar CMSA adalah bahwa pangsa
pasar suatu negara pengekspor ke dunia dalam suatu waktu bersifat konstan.
Jika terjadi perbedaan pertumbuhan ekspor hal itu dikarenakan oleh efek
komposisi, efek distribusi, dan efek daya saing. Perubahan pangsa ekspor
merupakan indikator yang menunjukkan daya saing suatu negara. Adapun
beberapa elemen yang termasuk ke dalam CMSA yaitu: pertumbuhan
standar, efek komposisi, efek distribusi, dan efek daya saing.
Pertumbuhan standar merupakan parameter standar umum
pertumbuhan suatu negara. Pertumbuhan standar mencerminkan kinerja
ekspor dari suatu negara ke negara lain. Dalam perhitungan CMSA
pertumbuhan standar menjadi tolak ukur dalam perhitungan efek komposisi,
efek sitribusi, dan efek daya saing. Efek komposisi mengindikasikan bahwa
negara pengekspor yang menjadi perhatian mengekspor produk ke negara
yang memiliki pertumbuhan impor produk tersebut lebih tinggi
dibandingkan impor kelompok produk tersebut. Efek distribusi akan bernilai
positif jika negara pengekspor telah mendistribusikan pasarnya ke pusat
permintaan. Efek daya saing adalah mengindikasikan kenaikan atau
penurunan bersih dalam pangsa pasar ekspor secara relatif setelah
memperhitungkan efek komposisi dan efek distribusi. Efek daya saing
bernilai positif maka negara pengekpsor memiliki posisi pesaing kuat
dibawah potongan harga pesaingnya.

6

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Tujuan utama penelitian ini merupakan bagian dari implementasi
MP3EI, yaitu menjadikan negara Indonesia menjadi sepuluh negara terbesar
melalui delapan program utama. Pengembangan industri kelapa sawit
merupakan salah satu dari delapan program utama MP3EI. Pakar yang
terlibat dalam penelitian ini yaitu peneliti, akademisi, asosiasi, pengusaha
hilir, dan eksportir. Pengembangan industri kelapa dapat dilihat dari
keadaan daya saing negara Indonesia dan keadaan negara Malaysia sebagai
pesaing utama melalui menggunakan metode CMSA. Daya saing produk
kelapa sawit olahan (HS151190) yang dilihat yaitu pengolahan data nilai
ekspor menggunakan metode CMSA. Analisis IFE EFE untuk mengetahui
keadaan internal dan eksternal produk kelapa sawit. Hasil analisis IFE EFE
dan CMSA digunakan sebagai informasi untuk mengetahui kelapa sawit
olahan Indonesia. Informasi ini digunakan sebagai langkah awal dalam
penentuan strategi pengembangan produk hilir menggunakan analisis
SWOT. Analisis selanjutnya yaitu menentukan priotitas alternatif strategi
pengembangan produk hilir dengan memakai alat bantu AHP berdasarkan
informasi yang diperoleh dari analisis IFE, EFE, dan SWOT.
Ringkasan pemikiran penelitian akan ditunjukkan dalam Gambar 1
(kerangka pemikiran).
MP3EI
Kelapa Sawit

Keadaan negara pesaing Malaysia

Keadaan Indonesia

Analisis Daya Saing
Analisis Metode CMSA
Daya saing produk hulu dan hilir
SWOT

Matriks IFE, EFE
Alternatif Strategi

AHP

Rekomendasi Strategi

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Keterangan: ----------- = metode analisa

7

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah Bogor dan Jakarta. Pemilihan lokasi
dilakukan dengan sengaja (purposive) sesuai dengan mempertimbangkan
data yang digunakan bersifat primer dan sekunder. Adapun waktu yang
direncanakan untuk penelitian, yaitu bulan Juli 2013 hingga Desember
2013.

Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder dan data
primer. Data sekunder berupa perbandingan ekpor kelapa sawit dari segi
nilai negara Indonesia dan Malaysia ke empat negara importir, yaitu China,
India, Pakistan, dan Belanda. Data primer didapatkan dari hasil focus group
disecusion, wawancara, dan pengisian quisioner oleh para pakar. Pakar yang
terlibat dari penelitian ini adalah lembaga riset yaitu Riset Penelitian
Nusantara, asosiasi yaitu MAKSI, pengusaha hilir yaitu Giant, serta
akademisi yang ada di lingkugan kampus Institut Pertanian Bogor.

Pengolahan Data
Analisis data berdasarkan data kualititatif dilakukan secara deskriptif
dan memakai analisis SWOT dan AHP, sedangkan untuk data kuantitatif
dilakukan dengan memakai CMSA (Constant market share analysis), serta
matriks IFE dan EFE.

Analisis SWOT
Menurut Kotler (2008) analisis SWOT merupakan penilaian
menyeluruh terhadap Strenght (kekuatan), Weaknesses (kelemahan),
Threads (ancaman), dan Opportunities (peluang). Perusahaan harus
menganalisis pasar dan lingkungan secara menyeluruh agar mampu
menerapkan strategi lebih lanjut untuk melakukan kegiatan pemasaran
selanjutnya dan mencapai tingkat kepuasan tertinggi dari konsumen.
Strategi SWOT dibagi menjadi empat strategi, yaitu: strategi SO, strategi
WO, strategi ST, dan strategi WT. Strategi SO merupakan strategi dimana
perusahaan memanfaatkan peluang dengan memakai kekuatan yang
dimilikinya. Strategi WO yaitu perusahaan memanfaatkan peluang dengan
mengatasi kelemahannya. Strategi ST yaitu perusahaan mengatasi
ancamannya dengan menggunakan kekuatan internal yang dimilikinya.
Strategi WT yaitu perusahaan meminimalisir kelemahan dengan mengatasi
ancaman dari lingkungan eksternal.

8

Analisis IFE dan EFE
Menurut Rangkuti (1998) matriks IFE digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dianggap penting. Tahapan kerja matriks IFE adalah (1)
membuat daftar kata kunci kekuatan dan kelemahan (2) membuat bobot
masing-masing dari kata kunci terrsebut (3) memberikan rating (4)
mengalikan bobot dengan rating untuk menentukan skor dan (5)
menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total nilai.
Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal.
Faktor eksternal merupakan faktor yang ada di luar perusahaan dan bersifat
mempengaruhi perusahaan. Cara membuat matriks EFE hampir sama
dengan matriks IFE

AHP
Menurut Saaty (1993) AHP adalah suatu model pendekatan yang
memberikan kesempatam bagi setiap individu untuk membangun gagasangagasan atau ide dan mendefiisikan persoalan- persoalan yang ada dengan
membuat asumsi-asumsi dan selanjutnya mendapatkan pemecahan yang
diinginkan. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan
dengan efektif atas persoalan kompleks. Langkah-langkahnya pemecahan
masalah dengan pendekatan AHP adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan persoalan dan merinci permasalahan yang diinginkan ;
2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara
menyeluruh ;
3. Menyusun matriks perbandingan berpasangan ;
4. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk
mengembangkan perangkat matriks pada langkah 3 ;
5. Memasukan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang
diagonal utama ;
6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 ;
7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor
prioritas, dan
8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki.

Competitive Market Share Analysis
Menurut UN Comtrade (2013) Constant Market Share Analysis
merupakan metode dalam perdagangan antar negara yang digunakan untuk
menganalisis efek efek yang terjadi dalam perdagangan, yaitu efek
pertumbuhan standar, efek komposisi produk, efek distribusi, dan efek daya
saing.

9

E( t )  E( t 1)
E( t 1)

 (r

i

pertumbuhan standar……………(1)

 r )E( t 1)

i

E( t 1)

 (r  r )E

ij ( t 1)

i

i

i

E( t 1)

 ( E

ij ( t )

i

i

efek komposisi produk……….....(2)

efek distribusi pasar……………..(3)

 Eij ( t 1)  rij Eij ( t 1)
E( t 1)

efek daya saing………………….(4)

CMSA =efek komposisi produk + efek distribusi pasar+efek daya saing
dimana:
E
= nilai ekspor negara tertentu semua produk ke suatu kawasan/pasar
dunia
r
= nilai pertumbuhan standar
ri
= nilai pertumbuhan standar produk i
Ei
= nilai ekspor negara tertentu produk i ke suatu kawasan/pasar dunia
Ej
= nilai ekspor negara tertentu semua produk ke negara j
Eij
= nilai ekspor negara tertentu semua produk ke negara j
t
= tahun t
t-1
= tahun t-1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk Hilir Kelapa Sawit Indonesia
Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2012) pohon industri kelapa
sawit bermula dari pohon kelapa sawit yang menghasilkan tandan buah segar,
buah sawit dan pelepah sawit. Buah sawit kemudian diproses lebih lanjut untuk
menghasilkan inti sawit dan mesocarp. Inti sawit diproses lebih lanjut
menghasilkan cangkang sawit, ampas serat dan PKO. Mesocarp diolah lebih lanjut
menghasilkan CPO dan serat. CPO dan PKO merupakan produk awal yang dapat
dijual secara ekspor ke pasar internasional. CPO dan PKO kemudian diolah
menjadi produk hilir yang terdiri dari tiga kategori yaitu oleo pangan, oleo kimia,
dan biodiesel. Secara terstruktur pohon industri kelapa sawit akan ditunjukkan pada
Gambar 2 (Pohon Industri kelapa sawit). Sebagian besar industri kelapa sawit

di dunia menghasilkan produk hilir kelapa sawit yang digunakan untuk
produk pangan sebesar 95 persen sedangkan sisanya sebesar lima persen
untuk produk non pangan. Oleo pangan merupakan jenis produk hilir
kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku makanan yang biasanya

10

dikonsumsi oleh masyarakat. Oleo kimia merupakan produk turunan kelapa
sawit yang biasa digunakan untuk keperluan industri. Biofuel merupakan
bahan bakar alternatif yang terbuat dari CPO sebagai bahan utama (PPKS
2012).
Oleo Pangan
Oleo pangan merupakan produk hilir kelapa sawit yang paling
dominan. Oleo pangan merupakan industri yang paling berkembang pesat di
negara Indonesia apabila dibandingkan dengan negara Malaysia (Indonesian
Commercial Newsletter 2009). Sebanyak 95 persen industri kelapa sawit
dunia menghasilkan produk oleo pangan. Produk-produk yang termasuk
oleo pangan antara lain: emulsifier, vanaspati, shortening, minyak
goreng, dan margarin. Minyak goreng merupakan oleo pangan yang paling
banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam negeri sebesar 37 persen dari
total produk hilir dihasilkan. Minyak goreng juga memiliki nilai tambah 60
persen dari produk awalnya. Shortening merupakan pengembang yang
biasanya digunakan untuk membuat kue dan roti. Shortening memiliki nilai
tambah 60 persen dari produk awalnya. Sedangkan Margarine dan
emulsifier memiliki nilai tambah 100 persen Vanaspati merupakan lemak
yang biasa digunakan untuk berbagai tujuan dan biasanya permintaan paling
banyak produk ini ada di negara negara Timur Tengah sebagai pengganti
ghee.
Oleo Kimia
Industri oleo kimia Indonesia memiliki backup yang sangat besar
dari segi bahan baku karena Indonesia menghasilkan CPO terbesar di dunia,
tetapi perkembangan industri oleo kimia masih belum maju apabila
dibandingkan dengan negara Malaysia (ICN 2009). Industri oleo kimia
Malaysia dapat berkembang dengan pesat karena adanya dukungan dari
pemerintah dan organisasi khusus yang tergabung dalam Malaysian Palm
Oil Board (MPOB) yang membuat kebijakan pengembangan industri kelapa
sawit. Indonesia menguasai sekitar 12 persen dari seluruh dunia sedangkan
Malaysia memenuhi 18 persen dari pemerintaan seluruh dunia (ICN 2009).
Industri oleo kimia menghasilkan keunggulan dengan nilai tambah yang
cukup tinggi rata-rata sebesar 40 persen dari nilai bahan bakunya CPO dan
PKO. Produk hilir seperti kosmetik dan farmasi sangat potensial apabila
dikembangkan dalam industri ini karena memiliki nilai tambah hingga 1000
persen dibandingkan dengan produk awalnya. Deterjen merupakan oleo
kimia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai alat
pembersih. Deterjen yang dibuat dari kelapa sawit memiliki sifat mudah
terdegradasi oleh alam. Deterjen memiliki nilai tambah 400 persen dari
produk awalnya (ICN 2009).
Biofuel
Biofuel merupakan bahan bakar alami yang terbuat dari prosesproses biologi dan bersifat terbarukan. Biofuel memiliki banyak keunggulan
dibandingkan bahan bakar lainnya, yaitu mengurangi kadar emisi gas
berbahaya yang biasanya dihasilkan oleh minyak bumi. Adapun produk hilir

11

yang termasuk biofuel adalah biodiesel dan biogas. Biodiesel merupakan
bahan bakar alternatif yang bahan baku utamanya berasal dari CPO (Suirta
2009). Permintaan biodiesel di pasar-pasar Eropa, Amerika Serikat, dan
Asia cenderung meningkat dari tahun ke tahun meskipun masih dalam pasar
yang spesifik. Beberapa perusahaan yang menghasilkan biodiesel yaitu:
PTP Nusantara, Sinar Mas Group, Genting Biofuel, Wilmar Group,
Tolaran Group, BP Petrolium, Indomal Group, dan Munting Group.
Biogas dari proses biologis tumbuhan sawit melalui sistem pengolahan
secara anaerob dan menghasilkan methana (Loh 2013). Biogas merupakan
produk yang sejalan dengan konsep “zero waste”. Industri biogas
memanfaatkan sisa sisa dari limbah kelapa sawit secara komprehensif dan
strategis dengan harapan dapat meminimalisir dampak dari limbah kelapa
sawit. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik untuk
mesin-mesin pabrik (Loh 2013).
Produk Hilir Kelapa Sawit Malaysia
Menurut Malaysian Palm Oil Board (2014) produk hilir kelapa sawit
yang diekspor oleh negara Malaysia ke seluruh dunia dikategorikan menjadi
Palm Oil Products, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Cake, Finished
Products, dan Oleo Cemicals. Palm Oil products terdiri dari: Crude Palm
Olein, Crude Palm Stearin, Fatty Acid Distilate, Palm Acid Oil, RBD palm
oil, RBD palm olein, RBD palm stearin, Palm Mid Fraction. Palm Kernel
Oil terdiri dari: RBD Palm Kernel Oil, RBD Palm Kernel , Palm kernel
Stearin, Palm Kernel Fatty Acid Distilate. Palm Kernel Cake terdiri dari:
Palm Kernel Expeller. Finished Products terdiri dari: Cooking Oil, Dough
Fats, Margarine, Red Palm Oil, Shortening, Soap, Speciality Fats,
Vanaspati. Oleochmicals teridiri dari: Fatty Acid, Fatty Alkohol, Methyl
Ester, Glyserine, Soap Noodle.

12
KELAPA SAWIT

PELEPAH dan BATANG SAWIT

Tandan Buah Segar

BUAH SAWIT

Tandan Kosong

PULP and PAPER, ANIMAL FEED

PULP and PAPER

COMPOST

CARBON

FURNITURE

RAYON

INTI SAWIT

CANGKANG

MESOCARP

AMPAS SAWIT

SERAT
Palm Kernel Oil

Crude Palm Oil

PAKAN TERNAK

BAHAN BAKAR,
KARBON

Fibre Board

Bahan Bakar

OLEO PANGAN
OLEO KIMIA

EMULSIFIER

v

VANASPATI

SENYAWA
HIDROKSI

SHORTENING

SENYAWA
EPOKSI

MINYAK
GORENG

FATTY
AMINA

MARGARIN

FATTY
ALKOHOL

SUSU KENTAL
MANIS

ASAM
LEMAK

BIODIESEL

CONFECTIONERIES,ES KRIM, YOGHURT

ESTER

FARMASI

Minyak Makan Merah

PELUMAS

Gambar 2 Pohon industri Kelapa Sawit Indonesia (PPKS 2012)

KOSMETIK

LILIN

13

Hasil Pengolahan CMSA
Analisis daya saing dengan menggunakan metode CMSA dilakukan
pada data ekspor-impor basis kelapa sawit (HS 1511). Karena keterbatasan
data yang ada di laman jaringan International Trade Centre dengan periode
tahun analisis 2002-2012, maka produk kelapa sawit (HS 1511) dua
kelompok produk, yaitu minyak kelapa sawit mentah (HS 15110), dan
minyak kelapa sawit olahan (151190). Metode CMSA digunakan untuk
mengetahui keunggulan kompetitif produk negara Indonesia dibandingkan
dengan produk negara Malaysia. Metode CMSA dilakukan dalam empat
negara yang merupakan tujuan utama ekspor produk kelapa sawit, yaitu
Cina, Pakistan, India, dan Belanda. Faktor yang dilihat dari analisis ini yaitu
dari segi nilai ekspor (values). Metode CMSA dibagi menjadi beberapa
bagian, efek komposisi produk, efek distribusi standar, dan efek daya saing.
Efek komposisi memperlihatkan ekspor terkonsentrasi pada komoditaskomoditas tertentu. Efek distribusi memperlihatkan ekspor terarah kepada
pasar-pasar yang berkembang pesat. Efek daya saing memperlihatkan
bahwa ekspor komoditi tertentu dapat bersaing di pasar dunia. Penjumlahan
dari efek komposisi, efek distribusi, dan efek daya saing menjadi efek total
CMSA yang menandakan tingkat daya saing negara.
Metode CMSA Nilai Minyak Kelapa Sawit Mentah
Perkembangan efek komposisi Indonesia pada tahun 2002 hingga
2012 cenderung turun dengan rata-rata per tahun sebesar 2,90 persen,
sedangkan Malaysia cenderung naik dengan rata-rata sebesar 8,36 persen
per tahun. Keunggulan efek komposisi negara Malaysia memperlihatkan
ekspor terkonsentrasi pada komoditi kelapa sawit mentah Malaysia lebih
tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Perkembangan efek daya saing nilai
minyak kelapa sawit mentah Indonesia dan Malaysia pada tahun 2002
hingga 2012 memiliki rata-rata yang sama yaitu sebesar 0,03 persen. Efek
daya saing ini menunjukkan bahwa kelapa sawit mentah Indonesia dan
Malaysia mampu bersaing di pasar dunia dengan keunggulan yang sama
besar. Nilai positif negara Indonesia dan Malaysia menunjukkan kedua
negara memiliki pesaing yang kuat dan memiliki potongan harga dibawah
pesaingnya. Perkembangan efek distribusi nilai minyak kelapa sawit
Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 rata-rata sebesar 0,88 persen per
tahun, sedangkan Malaysia sebesar 3,05 persen per tahun. Keunggulan efek
distribusi nilai minyak kelapa sawit mentah Malaysia dibanding Indonesia
memperlihatkan ekspor nilai minyak kelapa sawit mentah Malaysia lebih
terarah kepada pasar-pasar yang berkembang pesat.
Analisis CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah memperlihatkan
Indonesia memiliki keunggulan daya saing hanya di efek daya saing,
sedangkan Malaysia memiliki keunggulan daya saing pada efek komposisi
dan efek distribusi. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih rendah
dalam konsentrasi produk komoditi kelapa sawit mentah dan belum terarah
kepada pasar-pasar yang potensial. Secara lebih terperinci dalam efek total
CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah Indonesia yang diperoleh pada

14

tahun 2002-2012 rata-rata 3,82 persen per tahun, sedangkan efek total
CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah Malaysia memiliki efek total
CMSA rata-rata 11,4 persen per tahun. Keunggulan nillai minyak kelapa
sawit mentah Malaysia lebih unggul dibandingkan nilai minyak kelapa sawit
mentah Indonesia menurut metode analisis CMSA.

Efek Komposisi

Presentase

60.000%
40.000%
20.000%
0.000%
-20.000%
-40.000%

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Indonesia 25.90 1.771 -4.23 1.169 -3.12 24.19 18.22 3.130 4.246 -13.4 -25.9
Malaysia

-10.2 -3.50 2.438 14.75 42.01 -22.2 -5.32 16.48 4.091 23.50 30.15

Persentase

Efek Distribusi

15.000%
10.000%
5.000%
0.000%
-5.000%
-10.000%
-15.000%

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

indonesia 9.740 0.755 -1.83 0.491 -1.32 10.01 8.658 1.660 2.335 -7.62 -13.1
malaysia

-2.64 -1.00 0.702 4.025 11.19 -6.25 -1.71 6.378 1.595 9.887 11.45

Persentase

Efek Daya Saing

0.03
0.02
0.01
0
-0.01
-0.02
-0.03

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Indonesia 0.0034 -2E-18

0

1E-18 -4E-18

0

-7E-18

0

-1E-18

0

0

Malaysia -0.004 0.0057 -0.005 -0.002 -8E-04 0.0083 0.0147 -0.015 -0.004 0.0265 -0.022

Gambar 3 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit
mentah tahun 2002 hingga 2012

15

Efek Total CMSA
60.00%

Persentase

40.00%
20.00%
0.00%
-20.00%
-40.00%
-60.00%

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

indonesia 35.99 2.53% -6.07 1.66% -4.45 34.21 26.88 4.79% 6.58% -21.0 -39.0
malaysia

-13.3 -3.95 2.66% 18.58 53.13 -27.6 -5.57 21.40 5.29% 36.04 39.47

Gambar 3 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah
tahun 2002 hingga 2012 (lanjutan)
Metode CMSA Nilai Minyak Kelapa Sawit Olahan
Perkembangan efek komposisi Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012
cenderung turun dengan rata-rata per tahun sebesar -0,9 persen, sedangkan
Malaysia cenderung naik dengan rata-rata sebesar 1,59 persen per tahun.
Keunggulan efek komposisi negara Malaysia memperlihatkan ekspor
terkonsentrasi pada komoditi kelapa sawit olahan Malaysia lebih tinggi
dibandingkan dengan Indonesia. Perkembangan efek daya saing nilai minyak
kelapa sawit mentah Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 memiliki rata-rata
yang sama yaitu sebesar 0 persen. Keunggulan efek daya saing menunjukkan
bahwa kelapa sawit olahan Malaysia dan Indonesia memiliki tingkatan daya saing
yang sama dalam bersaing di pasar dunia. Nilai 0 dalam efek daya saing
menunjukkan bahwa posisi Indonesia dan Malaysia yaitu sama-sama memiliki
kedudukan di harga pesaing. Perkembangan efek distribusi nilai minyak kelapa
sawit olahan Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 rata-rata sebesar -0,8 persen
per tahun, sedangkan Malaysia sebesar -1,1 persen per tahun. Keunggulan efek
distribusi nilai minyak kelapa sawit mentah Indonesia dibanding Malaysia
memperlihatkan ekspor nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia lebih terarah
kepada pasar-pasar yang berkembang pesat.
Analisis CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan memperlihatkan Indonesia
memiliki keunggulan daya saing hanya di efek distribusi, sedangkan Malaysia
memiliki keunggulan daya saing pada efek komposisi. Efek daya saing Indonesia
1,867E-18 sedangkan Malaysia memiliki daya saing 9,898E-19. Berdasarkan hasil
diatas dapat diketahui bahwa nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia lebih
tinggi dibandingkan negara Malaysia daya saingnya dalam konsentrasi ekspor
komoditi minyak kelapa sawit olahan. Nilai daya saing Indonesia positif
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pesaing kuat yang memiliki potongan
harga dibawah pesaing-pesaingnya. Secara terperinci dapat dilihat pada efek total
CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia yang diperoleh pada tahun
2002-2012 rata-rata sebesar -2 persen per tahun sedangkan efek total CMSA nilai

16

minyak kelapa sawit olahan Malaysia sebesar 1 persen per tahun. Artinya, nilai
minyak kelapa sawit olahan Malaysia lebih unggul dibandingkan nilai minyak
kelapa sawit olahan Indonesia menurut metode analisis CMSA.
Efek Komposisi
Persentase

100.00%
50.00%
0.00%
-50.00%
-100.00%

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Indonesia -15.61 -1.32% 3.23% -0.85% 2.30% -17.08 -16.50 -3.53% -5.19% 17.65%26.80%
Malaysia 14.65%31.72%12.45% -32.83 -43.74 8.83% 82.77% -64.09 -7.62% 35.25% -19.89

Persentase

Efek distribusi
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
-5.00%
-10.00%
-15.00%

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Indonesia -9.74% -0.76% 1.83% -0.49% 1.33% -10.01 -8.66% -1.66% -2.34% 7.62% 13.17%
Malaysia 6.64% -1.16% -3.17% -2.63% -3.08% 6.64% 0.19% -8.24% 5.46% -3.52% -9.93%

Persentase

Efek Daya Saing

-2E-17

2002

indonesia -7E-18
malaysia

0

2003

2004

2005

2006

2007

0

1E-17

0

0

0

-1E-17 -3E-18

0

1E-19

2009

2010

2011

2012

-1E-17 9E-18

2008

4E-19

2E-17

0

-6E-18 1E-19

0

4E-17 -1E-17

0

Gambar 4 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan
tahun 2002 hingga 2012

17

Persentase

Efek Total CMSA
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
-20.00%
-40.00%
-60.00%
-80.00%
-100.00%

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Indonesia -25.35 -2.07% 5.06% -1.34% 3.63% -27.10 -25.15 -5.19% -7.52% 25.27%39.97%
Malaysia 21.29%30.56% 9.28% -35.46 -46.83 15.47%82.97% -72.33 -2.15% 31.73% -29.82

Gambar 4 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan
tahun 2002 hingga 2012 (lanjutan)

HASIL ANALISIS IFE EFE
Hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kelapa sawit
Indonesia berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) diperoleh beberapa
kekuatan, peluang, dan ancaman. Kekuatannya yaitu biaya produksi kelapa sawit
Indonesia rendah, ketersediaan alam dan sumber daya alam mendukung, produksi
CPO Indonesia tinggi, produk kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan
komparatif yang tinggi. Kelemahannya yaitu: bea keluar ekspor sawit Indonesia
tinggi, rendahnya Implementasi riset terkait dengan kelapan sawit, kebijakan
pemerintah yang kurang mendukung, dan ekspor produk kelapa sawit Indonesia
masih hulu. Peluangnya yaitu permintaan produk hilir kelapa sawit tinggi nilai
tambah produk kelapa sawit tinggi, dan pertumbuhan harga ekspor kelapa sawit
cenderung meningkat. Ancamannya yaitu harga produk hilir dan turunan kelapa
sawit rentan terhadap isu internasional, dan penentuan harga berdsarkan
Rotterdam sehingga harga menjadi fluktuatif .
Matriks IFE
Matriks IFE digunakan untuk mengetahui seberapa pentingnya faktor-faktor
internal yang terdapat pada negara Indonesia. Matriks IFE disusun berdasarkan
hasil identifikasi dari kondisi dan lingkungan internal yang berupa kekuatan dan
kelemahan yang di miliki kelapa sawit Indonesia.

18

Tabel 1 Faktor-faktor strategi internal
Faktor-faktor strategi internal
Bobot
(a)
Kekuatan
1. Biaya produksi kelapa sawit Indonesia
0,12
rendah
2. Ketersediaan alam dan sumber daya
0,13
alam mendukung
3. Produksi CPO Indonesia tinggi
0,14
4. Produk kelapa sawit Indonesia memiliki
keunggulan komparatif yang tinggi
Kelemahan
1. infrastruktur yang kurang mendukung
2. Bea keluar ekspor sawit Indonesia tinggi
3. Rendahnya Implementasi riset terkait
dengan kelapa sawit
4. Kebijakan pemerintah yang kurang
mendukung
5. Ekspor produk kelapa sawit Indonesia
masih hulu
Total
Sumber: Data diolah (2014)

Rating
(b)

Skor
(axb)

3,40

0,42

3,40

0,45

3,80

0,52

0,10

3,20

0,31

0,10
0.09
0,10

1,60
1,80
1,60

0,15
0,16
0,16

0,09

1,80

0,16

0.12

1,60

0.20
2,56

Matriks EFE
Matriks EFE digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktorfaktor eksternal yang dihadapi perusahaan. Matriks EFE disusun berdasarkan hasil
identifikasi dari kondisi lingkungan eksternal perusahaan diperoleh beberapa
peluang dan ancaman yang dihadapi kelapa sawit Indonesia.
Tabel 2 Faktor strategi eksternal
Faktor-faktor strategi eksternal
Bobot
(a)
Peluang
1. Permintaan produk hilir kelapa sawit
0.25
tinggi
2. Nilai tambah produk kelapa sawit tinggi
0.22
3. Pertumbuhan harga ekspor kelapa sawit
0.25
cenderung meningkat
Ancaman
1. Harga produk hilir dan turunan
0.14
kelapa sawit rentan terhadap isu
internasional
2. Penentuan harga berdasarkan Rotterdam
0.14
sehingga harga menjadi fluktuatif
Total
Sumber: Data diolah (2014)

Rating
(b)

Skor
(axb)

3.8

0.94

3.4
3.2

0.76
0.79

2.6

0.38

2.4

0.33
3.20

19

Berdasarkan Tabel 1 faktor strategi internal (IFE) didapatkan total nilai skor
total nilai terbobot sebesar 2,56. Dari total nilai skor terbobot tersebut dapat
disimpulkan bahwa negara Indonesia berada pada posisi kuat. Hal ini ditunjukan
nilai IFE lebih dari rata-rata sebesar 2,50. Kekuatan internal utama yaitu produksi
CPO Indonesia yang tinggi dengan skor 0,52 sedangkan kelemahan utama yaitu
ekspor produk kelapa sawit Indonesia masih hulu dengan skor 0,20. Kondisi
ini menunjukkan bahwa faktor internal kelapa sawit Indonesia kuat dalam
memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan dapat mengatasi kelemahan. Nilai EFE
yang diperoleh Indonesia sebesar 3,20. Hal ini menunjukan bahwa kelapa sawit
Indonesia mampu merespon kondisi eksternal negara yaitu dengan cara
memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Peluang utama yang dimiliki
kelapa sawit Indonesia adalah permintaan produk hilir kelapa sawit yang
tinggi dengan skor 0.94. Ancaman utama yang dimiliki kelapa sawit Indonesia
adalah harga produk hilir yang rentan terhadap isu internasional sebesar
0.38.
Matriks IE
Berdasarkan hasil yang didapat dari matriks IFE (2.56) dan EFE (3.20),
maka matriks IE dapat dilihat pada Gambar 5.
2.56
3

4
3.20

2

1

I

II

III

IV

V

VI

VIII

IX

3

2

VII
1

Gambar 5 Matriks IE
Nilai skor bobot IFE dan EFE sesuai dengan matriks IE, terlihat posisi
kelapa sawit Indonesia berada di sel II. Sel pertama, kedua, dan keempat
menggambarkan bahwa kelapa sawit Indonesia berada pada tahap “tumbuh dan
membangun”. Pada tahap ini Indonesia harus menjalankan strategi yang intensif
atau integratif. Strategi intensif yaitu penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan
pengembangan produk. Strategi integratif yaitu strategi integrasi ke depan,
integrasi ke belakang dan strategi horizontal. Sesuai dengan matriks IE maka
analisis SWOT yang harus dilakukan dan menjadi dasar strategi yaitu penetrasi
pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk.

20

Hasil Analisis SWOT

Matriks SWOT disusun berdasarkan hasil identifikasi faktor internal dan
eksternal perusahaan yang menggambarkan kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki, serta peluang dan ancaman yang dihadapi. Kekuatan yang dimiliki oleh
negara Indonesia terdiri dari: biaya produksi kelapa sawit Indonesia yang rendah,
ketersediaan alam dan sumber daya yang mendukung, produksi CPO Indonesia
yang tinggi, produk kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang
tinggi. Kelemahan Indonesia terdiri dari: Infrastruktur yang kurang mendukung,
bea keluar ekspor Indonesia yang tinggi, rendahnya implementasi riset terkait
dengan kelapa sawit, kebijakan pemerintah yang kurang mendukung, ekspor
produk kelapa sawit Indonesia masih terlalu hulu. Peluang Indonesia terdiri dari:
permintaan produk hilir kelapa sawit yang tinggi, nilai tambah produk kelapa
sawit yang tinggi, dan pertumbuhan harga ekspor yang cenderung meningkat.
Ancaman terdiri dari: Harga produk hilir yang rentan terhadap isu internasional,
penentuan harga berdasarkan Rotterdam sehingga harga bersifat fluktuatif.
Tahap selanjutnya setelah diidentifikasi adalah perumusan strategi.
Melalui matriks SWOT dapat dirumuskan alternatif strategi yang dapat dilakukan
untuk pengembangan daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar
Internasional adalah strategi S-O (mengembangkan industri oleokimia), strategi
W-O (penerapan serta pengawasan ispo), strategi S-T (mengembangkan industri
klaster), strategi W-T (mengembangkan industri biofuel).
Strategi S-O mengembangkan industri kelapa sawit diperoleh dengan
menggunakan kekuatan biaya produksi kelapa sawit indonesia yang rendah, serta
produksi CPO yang tinggi untuk memanfaatkan peluang permintaan produk hilir
kelapa sawit yang tinggi dan nilai tambah produk hilir kelapa sawit yang tinggi.
Industri oleokimia memiliki nilai tambah yang tinggi serta permintaan pasar yang
tinggi di dunia khususnya pasar Eropa. Strategi W-O penerapan serta pengawasan
ISPO diperoleh dengan cara memanfaatkan peluang pertumbuhan harga ekspor
kelapa sawit yang cenderung meningkat untuk meminimalisir kelemahan bea
keluar ekspor Indonesia yang tinggi akibat tidak adanya sertfikasi, rendahnya
implementasi riset terkait kelapa sawit, dan kebijakan pemerintah yang kurang
mendukung dapat diminimalisir dengan adanya penerapan serta pengawasan
ISPO. Strategi S-T pengembangan klaster diperoleh dengan menggunakan
kekuatan ketersediaan alam yang mendukung, dan keunggulan produk komparatif
Indonesia yang tinggi untuk mengantisipasi ancaman harga yang bersifat
fluktuatif berdasarkan Rotterdam. Pengembangan klaster digunakan untuk
menjaga kestabilan peningkatan harga mulai dari on farm sampai off farm.
Strategi W-T mengembangkan industri spesialisasi biofuel diperoleh dengan
meminimalisir kelemahan infrastruktur yang kurang mendukung, ekspor produk
kelapa sawit yang masih hulu dan mengantisipasi ancaman harga produk hilir
yang rentan terhadap isu lingkungan. Industri biofuel merupakan industri yang
ramah lingkungan, dan efisien dalam penghasilan produknya.

21

Faktor Internal

Faktor Eskternal

Kekuatan (Strength)

Kelemahan (Weakness)

1. Biaya produksi kelapa
sawit Indonesia rendah.
2. Ketersediaan alam dan
sumberdaya alam yang
mendukung.
3. Produksi CPO Indonesia
tinggi.
4. Produk kelapa sawit
indonesia memiliki
keunggulan komparatif
yang tinggi.

1. Infrastruktur yang kurang
mendukung.
2. Bea keluar ekspor Indonesia
yang tinggi.
3. Rendahnya implementasi
riset terkait dengan kelapa
sawit.
4. Kebijakan pemerintah yang
kurang mendukung.
5. Ekspor produk kelapa sawit
Indonesia masih terlalu
hulu.

Strategi S-O

Strategi W-O

Peluang (Opportunities)
1. Permintaan produk
hilir kelapa sawit
yang tinggi
2. Nilai tambah produk
kelapa sawit yang
tinggi.
3. Pertumbuhan harga
ekspor kelapa sawit
yang cenderung
meningkat
Ancaman (Threads)

1.

1. Harga produk hilir
dan turunan kelapa
sawit rentan
terhadap isu
lingkungan.
2. Penentuan harga
berdasarkan
Rotterdam sehingga
harga menjadi
fluktuatif.

1.

Mengembangkan industri
Spesialisasi Oleokimia
(S1, S3, O2, O1)

1.

Strategi S-T
Pengembangan klaster
industri kelapa sawit (T2,
S2, S4)

Penerapan serta pengawasan
ISPO (O3, W2, W4,W3)

Strategi W-T
1.

Mengembangkan industri
spesialisasi biofuel (W1,W5,
T1)

Gambar 6 Matriks SWOT
Hasil Analisis AHP

Hasil Analis AHP Pengolahan Vertikal
Seluruh elemen yang teridentifikasi disusun menjadi susunan AHP yang
akan dinilai oleh pakar. Pakar yang terlibat dalam penilaian struktur ini yaitu
peneliti kelapa sawit, akademisi, asosiasi, eksportir, dan pengusaha kelapa sawit.
Pakar yang menilai struktur AHP ini memiliki pandangan yang berbeda, sehingga
penggabungan dari hasil penilaian seluruh mendapatkan hasil yang bersifat
objektif. Penggabungan elemen-elemen penyusunnya tergabung dalam hirarki
seperti Gambar 7.

22

G
O
A

Strategi pengembangan produk hilir

L

a
1

A
0,089

a
2

a
3

a
4

B
0,091

C
0,103

D
0,104

A1
0,149

B1

C1

0,223

0,109

E
0,131

F
0,101

D1
0,121

G
0,11

E1

0,164

A11
0,260

B11
0,314

C11
0,257

D11
0,170

A111
0,337

B111
0,191

C111
0,159

D111
0,314

F1
0,117

H

I

0,124

0,144

G1
0,117

Gambar 7 Hasil pengolahan vertikal AHP
Keterangan :
Faktor (a1)
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Faktor produksi (biaya produksi yang rendah dan produktivitas kelapa
sawit yang tinggi)
Sumber Daya (sumber daya alam Indonesia dan sumber daya manusia)
Infrastruktur (keadaan infrastruktur industri kelapa sawit Indonesia)
Kebijakan pemerintah (kebijakan penetapan pajak produk hilir,serta
kebijakan investasi untuk industri kelapa sawit,penetapan harga)
Riset (implementasi