Perencanaan Lanskap Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota
PERENCANAAN LANSKAP BUDAYA TEPIAN SUNGAI MUSI
DI KECAMATAN SEBERANG ULU I DAN SEBERANG ULU II
KOTA PALEMBANG
TARMIZI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II
Kota Palembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Tarmizi
NIM A44100019
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumnkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ABSTRAK
TARMIZI. Perencanaan Lanskap Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan
Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang. Dibimbing oleh SETIA
HADI.
Palembang adalah kota yang sejak dulu dikenal sebagai kota sungai.
Sungai utama yang melalui kota ini yaitu Sungai Musi. Sungai ini membagi Kota
Palembang menjadi dua bagian, yaitu Seberang ilir di utara dan Seberang ulu di
selatan. Sungai dengan panjang 750 km ini memiliki potensi, baik secara fisik
maupun sosial budaya untuk dikembangkan. Potensi ini dapat mendukung konsep
kota wisata sungai yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Palembang.
Perencanaan lanskap mengambil lokasi di dua kecamatan yaitu Kecamatan
Seberang Ulu I dan Kecamatan Seberang Ulu II dengan panjang garis tepi sungai
yaitu 4,2 km. Tepian sungai yang direncanakan mengambil batas 100-200 meter
dari badan sungai. Penelitian ini menitik beratkan pada aspek legal, fisik, ekologi,
dan sosial budaya. Konsep perencanaan berupa kawasan wisata berbasis
kebudayaan, baik berupa aktivitas budaya maupun bentuk arsitektural bangunan.
Zonasi tapak yang dihasilkan berupa 3 ruang yaitu ruang inti 21,1%, ruang
penunjang 69,1%, dan ruang konservasi 9,8%. Ruang inti dan penunjnag
digunakan untuk aktivitas wisata, sedangkan ruang konservasi hanya sebagai area
perlindungan lahan rawa.
Kata kunci : lanskap budaya, perencanaan lanskap, Sungai Musi, tepian sungai
ABSTRACT
TARMIZI. Cultural Landscape Planning of Musi Riverfront at District of
Seberang Ulu I and Seberang Ulu II Palembang City. Supervised by SETIA
HADI.
Palembang is a city that known as river city since a long time ago. The
main river through the city is the Musi River which divided the city into two parts,
named Seberang Ilir in the north and Seberang Ulu in the south. This river has 750
km in length. It also has the potential for both physical and socio-cultural to be
developed. These potentials mainly located in the region that can support the
concept of River Tourism City, announced by the Government of Palembang.
Landscape planning process will be focused on the area across the pit located in
the District of Seberang Ulu I and Seberang Ulu II, along 4.2 km. Riverfront
planning will take about 100-200 meters in width from water bodies. The
observation method of this research will be done by observing some aspects such
as legal, physic, ecology, and socio–cultural aspects. Concept for the planning is
create the site to be a tourism area based from cultural activity and architectural.
Site zoning devide in to 3 : main zone 21, 1%, supprorting zone 69,1% , and
conservation 9,8% . Main and supporting area are used to active tourism and
conservation just to conserve swamp area.
Key words : cultural landscape, landscape planning, Musi River, riverfront
PERENCANAAN LANSKAP BUDAYA TEPIAN SUNGAI MUSI
DI KECAMATAN SEBERANG ULU I DAN SEBERANG ULU II
KOTA PALEMBANG
TARMIZI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Segala Puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan nikmat dan
kemudahannya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
untuk penelitian ini yaitu wisata lanskap budaya dengan lokasi di tepian Sungai
Musi pada Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang.
Penelitian ini diselesaikan selama 6 bulan yang dimulai sejak bulan Februari 2014.
Pada kesempatan ini, penulis juga hendak menyampaikan terima kasih yang
tulus kepada :
1. Ayah, ibu, dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan semangat
serta doa dalam setiap langkah hidup yang penulis jalani;
2. Bapak Dr.Ir.Setia Hadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang begitu
sabar dan berbaik hati memberikan bimbingan, arahan, kritik, saran,
hingga menyampaikan pesan-pesan moral yang akan senantiasa penulis
kenang;
3. Bapak Ir.Qadarian Pramukanto, M.Si dan Ibu Dr.Ir.Tati Budiarti, MS
selaku penguji sidang atas masukan dan saran-sarannya;
4. Bapak Prof.Dr.Ir.Hadi Susilo Arifin, M.Sc selaku dosen pembimbing
akademik yang senantiasa memberikan semangat dan arahan selama
perkuliahan, serta menjadi motivator dalam setiap kesempatan berdiskusi;
5. Bapak dan ibu dosen serta staf di Departemen Arsitektur Lanskap yang
telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan;
6. Pemda, Bappeda, dan BMKG Kota Palembang yang telah membantu
memberikan data-data dan keperluan dalam survei tapak penelitian ini;
7. Masyarakat kawasan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II yang telah
membantu penulis dalam megumpulkan data sosial budaya kawasan
penelitian;
8. Rekan, Sahabat, dan Keluarga ARL47 yang telah berhasil membuat
kehidupan ini lebih bermakna dan berwarna;
9. Vivi, Ninis, Depong, Wisnu, Jaka, Yoni, dan Dencong yang membantu
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi;
10. Adhrid, Junom, Gusmen, Ezi, dan Shendi sebagai pasukan satu dinasti,
satu perjuangan dalam penyelesaian tugas akhir ini;
11. Keluarga besar ARL45, 46, 48, dan 49 yang menjadi penghibur dan
pemberi semangat yang hebat; serta
12. Rekan-rekan lain yang telah berarti besar dalam kehidupan penulis.
Semoga hasil penelitian yang penulis akui belum sempurna ini dapat memberikan
manfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2014
Tarmizi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
2
Kerangka Pikir
2
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
4
Tepian Sungai
5
Lanskap Budaya
6
Wisata Budaya
7
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
8
Alat dan Bahan
8
Metode Penelitian
8
HASIL INVENTARISASI
KONDISI UMUM KOTA PALEMBANG
Kondisi Fisik
14
Kondisi Biofisik
17
Kondisi Sosial Budaya
19
KONDISI TAPAK
Kondisi Fisik
20
Kondisi Biofisik
24
Kondisi Sosial Budaya
25
ANALISIS DAN SINTESIS
Aspek Legal
27
Kondisi Fisik
27
Kondisi Biofisik
29
Kondisi Sosial Budaya
30
Aspek Ketersediaan Objek Wisata
31
Penilaian Peluang Wisata Budaya
33
KONSEP PERENCANAAN
Konsep Dasar
40
Pengembangan Konsep
40
Block plan
43
PERENCANAAN LANSKAP
Rencana Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas
43
Rencana Aksesibilitas dan Sirkulasi
46
Rencana Vegetasi
46
Rencana Permukiman
47
Rencana Pengembangan Kawasan Wisata
47
Rencana Lanskap
48
Rencana Jalur Wisata
48
Rencana Daya Dukung Wisata
49
SIMPULAN DAN SARAN
55
DAFTAR PUSTAKA
56
RIWAYAT HIDUP
58
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Alat dan bahan penelitian
Jenis, bentuk, dan sumber data
Prinsip desain lanskap
Penilaiain terhadap objek dan daya tarik wisata
Tata guna lahan Kota Palembang
Jumlah penduduk Kota Palembang tahun 2011
Potensi objek wisata pada masing-masing kawasan
Analisis dan solusi aspek-aspek perencanaan
9 Penilaian objek dan daya tarik wisata
10
11
12
13
Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata
Jenis aktivitas dan fasilitas wisata riparian sungai
Program pengembangan kawasan
Daya dukung fasilitas pada tiap sub ruang
8
10
11
12
15
20
32
34
36
37
45
47
49
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir
2 Lokasi penelitian
3 Tahapan perencanaan
4 Kriteria penilaian objek dan daya tarik wisata
5 Peta administrasi Kota Palembang
6 Peta kawasan strategis Kota Palembang (RTRW 2012-2032)
7 Temperatur rata-rata bulanan Kota palembang 2013
8 Curah hujan rata-rata bulanan Kota palembang 2013
9 Lokasi penelitian
10 Contoh perumahan
11 Kondisi umum tapak
12 Tata guna lahan
13 Kondisi jalan
14 Vegetasi dominan di tapak
15 Aktivitas masyarakat
16 Tapak yang memiliki sempadan sungai
17 tapak yang tidak memiliki sempadan sungai
18 Akses masuk taapk
19 Ilustrasi modifikasi iklim menggunakan vegetasi
20 Kawasan permukiman etnis
21 Tipe-tipe Rumah Limas di Kawasan permukiman etnis
22 Analisis keseuaian lahan
23 Peta komposit
24 Konsep dasar perencanaan
25 Diagram konsep ruang
26 Konsep sirkulasi
27 Block plan
28 Aktivitas wisata yang dikembangkan
29 Rencana lanskap
30 Rencana Lanskap Area Ruang Inti dan Penerimaan
3
8
9
11
14
16
17
18
20
21
22
23
24
25
26
28
28
28
30
31
32
38
39
40
41
42
43
45
50
51
31 Rencana lanskap area dek pedestrian dan plaza terapung
32 Rencana lanskap area dek pemancingan dsn pabrik es Assegaf
33 Touring Plan
52
53
54
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir dari hulu
hingga hilir. Menurut Simonds (2006) Sungai merupakan salah satu elemen
lanskap utama (mayor) karena merupakan elemen lanskap yang tidak dapat
diubah dan mutlak hasil ciptaan Tuhan. Sebagai elemen lanskap utama sungai
merupakan rantai hidrologi dengan berbagai komponen dan proses yang terjadi
seperti erosi, transportasi, deposisi yang membawa material geologi dan hasil
sedimentasi. Daerah di sisi kiri dan kanan aliran sungai disebut dengan sempadan
atau tepi sungai. Tepi sungai merupakan daerah yang sangat di pengaruhi oleh
keberadaan sungai itu sendiri. Kondisi fisik dan biologis tepi sungai tidak terlepas
dari kondisi yang ada pada sungai tersebut.
Beberapa kota di Indonesia yang dilalui oleh sungai memiliki potensi yang
baik untuk dikembangkan sebagai kota wisata sungai. Upaya ini tidak hanya
untuk menarik wisatawan namun juga sebagai upaya menjadikan sungai-sungai di
Indonesia menjadi hidup dan terjaga kualitasnya. Pengembangan kawasan sungai
tidak dapat dipisahkan dari perencanaan tepiannya, karena konsep wisata sungai
tidak hanya tentang badan air sungai, namun juga kawasan darat di sekitarnya.
Simonds dan Barry (2006) menyatakan bahwa badan air berpotensi untuk
kegiatan rekreasi di wilayah perairannya sendiri maupun di sepanjang tepiannya.
Salah satu kota di Indonesia yang sedang gencar dalam pengembangan kawasan
tepi sungai ialah Kota Palembang yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera
Selatan
Kota Palembang merupakan kota yang dilalui oleh sungai besar di
Sumatera, yaitu Sungai Musi. Sebagai sungai utama yang membelah Kota
Palembang menjadi dua bagian yaitu Seberang ilir dibagian utara dan Seberang
ulu dibagian selatan, Sungai Musi memiliki peranan penting dalam roda
kehidupan masyarakat Palembang. Selain sebagai sarana transportasi, sungai ini
juga memiliki pengaruh dalam kehidupan budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat
yang berada di tepi sungai dan sekitarnya. Kawasan tepi Sungai Musi merupakan
lanskap bernilai sejarah dan budaya yang telah ada sejak zaman Kerajaan
Sriwijaya dan menjadi museum hidup bagi Kota Palembang.
Beberapa upaya pembangunan tepian sungai sudah mulai tampak
dilakukan. Slogan ‘Palembang Kota Tepian Sungai’ yang dicanangkan pemerintah
kota dalam menunjang kegiatan wisata, menjadikan kawasan sepanjang Sungai
Musi sebagai fokus utama pengembangan wilayah dan kawasan. Perbaikan dan
penyediaan fasilitas penunjang wisata serta mengolah kawasan bernilai sejarah
telah dan terus dilakukan oleh pemerintah kota. Namun, hingga saat ini
pengembangan wilayah tepian sungai ini hanya terpusat di wilayah sekitar
Jembatan Ampera saja yang sudah dikenal sebagai icon Palembang. Padahal
untuk mengembangkan kota dalam mewujudkan kota wisata, perlu hadirnya
atraksi-atraksi wisata baru agar tidak terjadi kejenuhan wisata. Selain itu,
kesejarahan tepi sungai ini pula harus diperhatikan dalam pengembangan.
Menurut Attoe dalam Catanesse dan Snyder (1989) area bersejarah perlu
adanya usaha perlindungan yang merupakan bagian utama dari perencanaan
perkotaan. Perlindungan ini meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif,
2
rehabilitasi, dan pembangunan kembali daerah-daerah kuno yang terletak di pusat
kota. Perhatian pemerintah akan kawasan bernilai sejarah dan budaya dalam
pengembangan Kota Palembang dirasa penting untuk mengantisipasi
terdegradasinya nilai-nilai lanskap budaya tepi sungai (riverfront cultural
landscape) dalam perkembangan kota yang sangat pesat.
Kegiatan-kegiatan masyarakat di tepian maupun badan sungai serta
beragam objek wisata yang ada dapat di ekspose lebih tajam dalam
pengembangan kawasan wisata di tepian sungai ini. Menurut Hanafiah (1998)
dalam pengembangan Kota Palembang sebagai kota budaya diperlukan adanya
penelusuran sejarah perkembangan. Penelusuran sejarah ini merupakan salah satu
upaya yang dapat membantu pengembangan kota. Pengembangan kawasan
direncanakan dengan penataan ruang yang memperhatikan keterjagaan ekosistem,
peningkatan kualitas lingkungan alami serta kebutuhan wisata sungai yang
terpenuhi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara umum untuk merencanakan lanskap kawasan
wisata tepian sungai di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota
Palembang.
Tujuan khusus dari penelitian ini, sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis aspek legal, aspek fisik, aspek ekologis
dan aspek sosial budaya tepian Sungai Musi
2. Mengidentifikasi potensi kawasan Seberang Ulu sebagai pendukung
skenario Kota Wisata Sungai
3. Merencanakan lanskap tepian Sungai Musi sebagai Kawasan Wisata
Sungai berbasis kebudayaan lokal yang menjaga kelesatarian ekosistem
dan meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Palembang
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Memberi masukan bagi pemerintah Kota Palembang untuk pengembangan
kawasan tepi Sungai Musi sebagai pendukung pengembangan kota
berkonsep Kota Wisata Sungai
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan kawasan tepi Sungai
Musi Palembang dengan mempertimbangkan kearifan budaya lokal
masyarakat setempat.
3. Sebagai bahan dokumen perencanaan ruang terbuka tepian sungai dengan
basis kebudayaan lokal khas masyarakat tepian Sungai Musi Palembang
Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini berawal dari kondisi tepian sungai musi yang memiliki potensi
besar untuk dikembangkan sebagai objek wisata khas daerah perairan sungai.
Potensi yang dimiliki tapak baik berupa potensi alam maupun sosial budaya, dapat
dikembangkan sebagai suatu perencanaan kawasan yang mendukung semua
aktivitas wisata serta kegiatan masyarakat lokal. Perencanaan pula diharapkan
3
akan mendukung program Kota Palembang sebagai Kota Wisata Sungai yang
sedang gencar disosialisasikan oleh Pemerintah Kota. Kegiatan wisata sungai
yang menjadi program unggulan pemerintah kota Palembang ini,
mempertimbangkan kebudayaan asli masyarakat tepian sungai sebagai hal penting
agar tujuan peningkatan wisata dan kepuasan masyarakat tetap terjaga dengan
baik.
Tepian sungai akan direncanakan dengan mempertimbangkan aspek legal,
aspek fisik, aspek ekologis, dan aspek sosial budaya. Keempat aspek ini akan
dianalisis untuk kemudian didapat batas-batas legal pembangunan, kawasan
konservasi, dan kawasan bernilai budaya tinggi, sebagai pendukung atraksi wisata
sungai. Hasil overlay dari keempat aspek ini pula akan menjadi peta kesesuaian
lahan untuk pengembangan wisata dengan pertimbangan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Palembang itu sendiri. Kerangka berpikir dari penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Kota Palembang
Sungai Musi
Potensi :
Sungai utama di Palembang,
keindahan alami, ruang terbuka, area
wisata khas sungai
Kendala :
Pembangunan tak terkendali,
ruang tidak tertata,
kebudayaan lokal pudar
Pemanfaatan kawasan tepi sungai sebagai kawasan wisata sungai
Aspek Legal :
RTRW Kota
Palembang dan
Peraturan daerah
lainnya
Aspek Fisik :
Iklim,View,
Land cover
Hidrologi
Jenis tanah
Aspek
Ekologis:
Tanaman
Dominan Tepi
Sungai
Aspek Sosial
Budaya :
Pola kehidupan
masyarakat dan
Peluang wisata
Analisis batas
legal
perencanaan
riparian sungai :
Spasial
Analisis ruang
fisik (area
terlindungi, area
pengembangan):
Spasial
Analisis ruang
ekologis
(karakter alami
sungai) :
Spasial dan
Kuantitatif
Analisis pola
ruang wisata :
Deskriptif
Tata Ruang Kawasan Tepi Sungai
Perencanaan Tepian Sungai Musi Palembang
Gambar 1 . Kerangka Pikir
4
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat
digunakan untuk awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai
suatu keadaan tersebut dengan menilai suatu objek melalui pengamatan yang
berinspirasi (Gold 1980). Proses-proses dalam perencanaan tersebut terdiri dari
persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan.
1. Persiapan merupakan tahap perumusan tujuan dan program serta informasi
lain tentang yang diinginkan dengan membuat persetujuan kerja sama
antara perencana dan pemberi tugas.
2. Inventarisasi ialah tahap pengumpulan data kondisi tapak yang diperoleh
dengan survei lapang, wawancara, pengamatan, dan lain sebagainya.
3. Analisis merupakan tahap untuk mengetahui masalah, kendala, potensi,
dan kemungkinan pengembangan
4. Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi
tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Setelah itu diperoleh
beberapa alternatif perencanaan.
Nurisjah dan Pramukanto (2012) berpendapat bahwa perencanaan lanskap
adalah satu kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap
merupakan kegiatan penataan yang berbasis lahan (land base planning) melalui
kegiatan pemecahan masalah dan merupakan proses pengambilan keputusan
jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik,
dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam
upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan.
Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan lanskap dilakukan
dengan beberapa tahap, yaitu tahap commissions, research, analysis, construction,
dan operation. Tahap commissions adalah tahap pertemuan antara pelaksanaan
dengan klien, merupakan tahap awal dalam memulai studi. Research merupakan
tahap pengumpulan data baik primer yaitu fisik dan sumberdaya tapak, yang
diperoleh dari survey tapak, wawancara, dan penyebaran kuisioner kepada
responden dari instansi terkait dan masyarakat, maupun data sekunder dari hasil
studi pustaka. Tahap analysis yaitu melakukan analisis tapak guna mengetahui
potensi sumberdaya tapak dan kemungkinan pengembangannya dengan
mempertimbangkan peraturan serta kebijakan pemerintah. Kemudian pada tahap
synthesis dilakukan studi skematik untuk mendapatkan alternative program
pengembangan ruang untuk kemudian menjadi rencana pengembangan awal
lanskap dalam bentuk plan concept dan rencana anggaran biaya.
Nurisjah dan Pramukanto (2012) menyatakan bahwa hasil perencanan
lanskap yaitu berupa gambar pra-rencana dan gambar rencana lanskap. Gambar
pra-rencana berupa gambar situasi awal dari tapak perencanaan dan gambar
tahapan analisis dan sintesis, sedangkan gambar rencana lanskap berupa gambar
konsep perencanaan, rencana penggunaan lahan, rencana penggunaan ruang,
rencana pengembangan tapak, rencana induk lanskap, rencana lanskap atau
rencana tapak, rencana penanaman, rencana atau program pengembangan, rencana
anggaran biaya, dan rencana pelaksanaan (dalam skala mikro), serta berbagai
bentuk gambar dan ilustrasi sesuai kebutuhan.
5
Tepian Sungai
Sungai merupakan badan air dengan air yang mengalir yang berasal dari
air hujan menuju tempat yang lebih rendah. Notodihardjo (1989) mengatakan
bahwa sungai merupakan salah satu elemen lanskap dengan segala komponennya,
yang memiliki karakter tertentu oleh buatan manusia. Sedangkan tepian sungai
merupakan daerah yang berada tepat di sisi kiri dan kanan sungai. Menurut Nissa
(2007) daerah tepi sungai ini memiliki kerawanan, baik dari segi keamanan
maupun kerusakan ekologi, seperti banjir dan erosi sungai. Daerah hunian tepi
sungai akan menimbulan masalah yang paling berbahaya yakni polusi sungai,
berupa limbah rumah tangga maupun dari industri besar. Menurut Gordon et al.
(2004), tepi/riparian sungai memiliki 2 nilai, yaitu :
1) Nilai ulitarian, yang menekankan pada pendapat dan kebutuhan manusia.
Nilai pemanfaatan konsumtif
Nilai pemanfaatan produktif
Nilai jasa
Nilai pendidikan dan penelitian
Nilai budaya, spiritual ekperensial dan eksistensi
Nilai estetika, rekreasi, dan wisata
2) Nilai intrinsik, yang menekankan pada nilai spesies dan komunitas.
Nilai ekosentris
Nilai biosentris
Menurut peraturan pemerintah tentang sungai Nomor 35 Tahun 1991 Bab 1
Pasal 1 disebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta
jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan
dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Garis Sempadan
sungai adalah garis batas luar pengamatan sungai. Kepres No.32/1990 tentang
pengelolaan kawasan lindung menyebutkan bahwa sempadan sungai adalah
kawasan sepanjang kanan kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran
irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi
sungai. Pasal 16 menetapkan lebar sempadan sungai besar di luar pemukiman (>
100 m), anak sungai besar (> 50 m) , dan di daerah permukiman berupa jalan
inspeksi (10-15 m). Peraturan menteri Pekerjaan Umum No.63/PRT/1993
menyebutkan bahwa garis sempadan sungai dengan tanggul di kawasan perkotaan
ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul,
dan untuk garis sempadan sungai tidak bertanggul di kawasan perkotaan
disesuaikan dengan kedalaman sungai itu sendiri yaitu berkisar antara 10 meter
untuk kedalaman sungai kurang dari 2 meter hingga 30 meter untuk sungai
dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Meskipun begitu, lebar sempadan sungai
sendiri berbeda-beda tergantung peraturan dan kebijakan daerahnya masingmasing.
Kebijakan Pemerintah Kota Palembang melalui Perda No.8 Tahun 2000
menetapkan sempadan untuk Sungai Musi ialah minimal 20 meter. Sebagai upaya
mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai, maka RTRW Kota
Palembang 2012-2032 menetapkan sempadan sungai besar termasuk Sungai Musi
di lokasi yang bertanggul sempadan sungainya ditetapkan 3 meter dan di lokasi
yang tidak bertanggul adalah sebagai berikut :
1) Kedalaman kurang dari 3 meter sempadan sungainya 10 meter
6
2) Kedalaman antara 3-20 meter sempadan sungainya 15 meter
3) Kedalaman lebih dari 20 meter sempadan sungainya minimal 30 meter.
Kesuksesan pengembangan kawasan tepi air/sungai menurut Sastrawati
(2003) ditentukan oleh bagaimana perencana menanggapi karakteristik/keunikan
yang ada di kawasan tepi air/sungai tersebut. Karakteristik ini terbagi dua bagian
besar yaitu fisik dan non fisik. Karakteristik fisik mencakup keadaan alam dan
lingkungan, citra, akses, bangunan, penataan lanskap, ketersediaan sarana dan
prasarana kota, serta kemajuan teknologi. Sedangkan karakteristik non fisik
meliputi tema pengembangam, pemanfaatan air, aktivitas penduduk, keadaan
sosial, budaya, dan ekonomi, serta aturan dan pengelolaan kota/kawasan.
Badan air Sungai Musi sendiri sering ditemui rumah apung (rumah rakit),
maka diberlakukan kebijakan khusus yaitu tetap mempertahankan keberadaannya
dengan pertimbangan sebagai aset pariwisata, sebagai permukiman tradisional.
Perhatian pada aspek pengelolaan rumah-rumah rakit ini juga ditekankan agar
aspek kelayakan dapat terpenuhi.
Lanskap Budaya
Budaya merupakan hasil cipta, karya, dan karsa manusia dalam
mempengaruhi kehidupannya. Rapoport (1969) dalam Hasibuan (2010)
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu kompleks gagasan dan pikiran
manusia bersifat tidak teraga. Kebudayaan akan terwujud melalui pandangan
hidup, tata nilai, gaya hidup, dan akhirnya aktivitasnya yang bersifat konkrit.
Aktivitas ini secara langsung akan mempengaruhi wadah, yaitu lingkungan yang
diantaranya adalah ruang-ruang di dalam permukiman.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) lanskap budaya merupakan satu
model atau bentuk dari lanskap binaan yang dibentuk oleh suatu kelompok
masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada
pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia
dan alam lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan
dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan
lingkungannya yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan
kelompok-kelompok masyarakat ini dalam bentuk dan pola permukiman dan
perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan, dan
struktur lainnya.
Menurut Azlan (2002), lanskap budaya adalah sebuah refleksi dari adaptasi
manusia yang digunakan sebagai sumber daya alam dan juga memebrikan sense
pada suatu tempat serta merupakan bagian warisan budaya bangsa dan bagian dari
hidup kita. Hal ini sering diekspresikan dalam berbagai bentuk penggunaan lahan
antara lain pola pemukiman, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, dan juga
berbagai bentuk arsitektur rumah dan tata letaknya.
Lanskap budaya dapat menggambarkan secara khusus aspek keaslian suatu
negara dan pengembangannya melalui bentuk, ciri, dan sejarah pembentukannya.
National Park Service Amerika Serikat memberikan definisi bahwa lanskap
budaya itu adalah suatu area geografis yang memasukkan kedua sumber daya
yaitu budaya dan alam yang mempunyai hubungan pada suatu kejadian sejarah,
aktivitas manusia, pertunjukan budaya, dan juga nilai estetika (Donnel dalam
Droste et al 1995)
7
Kawasan bernilai budaya, termasuk kawasan bersejarah, merupakan lokasi
bagi peristiwa budaya yang penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna
bagi peristiwa atau karakter kelompok masyarakat yang terdahulu atau yang
pernah terjadi (Nurisjah dan Pramukanto 2013). Lebih lanjut disebutkan beberapa
hal yang penting dalam perencanaan kawasan budaya yaitu :
1. Mempelajari hubungan antar kawasan budaya dan bersejarah ini dengan
area lingkungan sekitarnya serta diantara elemen-elemen dan faktor
pembentuknya
2. Memperhatikan keharmonisan sosial dan fisik antar dalam dan luar tapak
yang akan direncanakan
3. Menjadikannya sebagai objek yang bermakna dan menarik
4. Merencanakan suatu tapak rehabilitasi, konservasi, atau revitalisasi yang
dapat menampilkan secara utuh model budaya atau sejarah masa lalunya
Wisata Budaya
Menurut undang-undang pemerintah nomor 10 tahun 2009, wisata adalah
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara..
Shoemaker membagi perjalanan wisata berdasarkan motivasinya, yaitu motivasi
pembelajaran dan budaya, relaksasi dan ketenangan, etnik, dan lain-lain seperti
faktor cuaca, kesehatan, olahraga, ekonomi, petualangan, dan sosiologi (Gunn
1997).
Unsur budaya dalam wisata tidak hanya berupa benda fisik, namun juga
pola aktivitas dari kehidupan masyarakat. Unsur-unsur kebudayaan menurut
Koentjaraningrat (1987) meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan
organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata
pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Unsur-unsur kebudayaan
tersebut akan terwujud dalam tiga macam yaitu :
1. Kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, norma-norma dan
peraturan yang bersifat abstrak, disebut cultural system
2. Kebudayan sebagai kompleks aktifitas kelakuan yang berpola dari
manusia dalam masyarakat, bersifat lebih konkret dan disebut sebagai
social system
3. Kebudayaan benda-benda hasil karya manusia (artefak), mempunyai sifat
paling konkrit, dapat diraba, diobservasi, dan didokumentasi, disebut
sebagai kebudayaan fisik atau physical culture
Menurut Gunn (1994), masyarakat merupakan sumberdaya pendukung
aktivitas wisata baik sebagai subyek maupun obyek wisata seperti sebagai penjual
makanan-minuman, penjual jasa wisata, maupun pemandu wisata. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa perencanaan dapat memperbaiki suatu wisata jika diarahkan
pada empat sasaran perencanaan, yaitu meningkatkan kepuasan pengunjung,
meningkatkan ekonomi dan menyukseskan bisnis, melindungi asset sumberdaya,
dan membuat wisata terintergrasi ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat lokal.
8
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilakukan di sepanjang tepian Sungai Musi Kota
Palembang, tepatnya sepanjang 4,2 km di sisi Seberang Ulu yang meliputi
Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II, dengan lebar tepi sungai yang
direncanakan sekitar 100-200 meter dari batas badan air (Gambar 2).
Kawasan Perencanan
Gambar 2 Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan dalam penelitian ini tertera pada tabel 1 berikut.
No
1
2
3
Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
Unit
Jenis
Alat
Global Positioning System (GPS), Kamera
digital, alat tulis, alat gambar, dan buku catatan
Bahan
Peta dasar, literatur, peta administratif, peta tata
ruang kota, data iklim Kota Palembang, dan data
sekunder lainnya
Software Pendukung
Garmin, Autocad 2010, Sketchup8, photoshop
CS5,Microsoft Office Excel 2007, dan
Microsoft Word 2007.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan
pendekatan kebudayaan melalui studi literatur, wawancara, dan survei lapang.
Tahapan penelitian yang digunakan mengacu pada tahapan perencanaan menurut
9
Gold (1980) yaitu mulai dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis,
konsep dan perencanaan lanskap.
Persiapan
Penetapan tujuan, rumusan masalah serta pengumpulan informasi tapak
Inventarisasi
1. Umum
Batas dan luas tapak perencanaan
2. Tapak
Pengumpulan data pendukung perencanaan yang meliputi aspek legal,
fisik, ekologis, dan sosial-budaya
Analisis
1. Analisis sumberdaya lanskap
2. Analisis kondisi fisik tapak
3. Analisis unsur sosial-budaya masyarakat
4. Analisis kesesuaian lahan untuk wisata
Sintesis
Area Pengembangan
Rencana Blok
Area Preservasi
Perencanaan
Rencana Lanskap
Daya Dukung wisata
Gambar 3 Tahapan Perencanaan
Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan pada penelitian ini
diantaranaya adalah penetapan tujuan penelitian, pengumpulan informasi awal
tentang tapak, pembuatan surat perizinan permohonan data dari Departemen
Arsitektur Lanskap kepada pihak terkait, pengiriman surat permohonan data
kepada pihak-pihak terkait, dan perisapan alat survei seperti GPS dan kamera
digital.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi
melalui data primer dan sekunder. Data primer yang didapat dari hasil
pengamatan langsung pada tapak dan wawancara.
1) Pengamatan langsung pada tapak dilakukan untuk mengetahui kondisi asli
di tapak penelitian seperti tata guna lahan dan pola pemukiman, vegetasi,
inlet-outlet, view, dan pola kehidupan masyarakat.
2) Wawancara dilakukan terhadap beberapa penduduk yang tinggal di lokasi
penelitian dan masyarakat Palembang pada umumnya, serta kepada pihak
terkait yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kota Palembang. Wawancara kepada masyarakat untuk menggali kondisi
sosial dan budaya masyarakat. Selain itu juga untuk mengetahui kondisi
sungai (pasang-surut) terhadap permukiman warga. Sedangkan wawancara
kepada pihak Bappeda dilakuakan untuk mengetahui arah pengembangan
tapak yang direncanakan oleh pemerintah kota.
Data sekunder didapat dari studi pustaka seperti buku, jurnal, dan website.
serta data yang didapat dari instansi terkait. Data yang diambil pada tahap ini
10
adalah data yang meliputi aspek legal, aspek fisik, aspek ekologis, dan aspek
sosial-budaya (Tabel 2).
No
1
2
Aspek
Legal
Fisik
Tabel 2 Jenis, bentuk, dan sumber data
Jenis Data
Bentuk
Sumber
Data
Data
Peta
RTRW Sekunder
Kota Palembang
Batas dan luas Primer
tapak
Iklim
Sekunder
View
Landcover
Hidrologi
Jenis Tanah
Topografi
3
Ekologis
Vegetasi
4
SoisalBudaya
Karakter budaya
Pola Aktivitas
Bappeda
Cara
Pengambilan
Data
Studi pustaka
Tapak
Survei lapang
BMKG
Kota
Primer
Tapak
Primer dan Tapak,
Sekunder
Bappeda
Sekunder
Bappeda
Sekunder
Balitbang
Tanah
Sekunder
Balitbang
Tanah
Primer,
Tapak,
Sekunder
litertaur
Primer,
Tapak,
Sekunder
Pustaka
Primer
Tapak
Studi pustaka
Survei lapang
Survei lapang,
Studi Pustaka
Studi pustaka
Studi Pustaka
Studi pustaka
Survei lapang ,
studi pustaka
Survei lapang,
wawancara,
studi pustaka
Survei lapang,
wawancara
Analisis
Analisis terhadap data yang telah di dapat dilakukan untuk memenuhi tujuan
identifikasi terhadap sumberdaya wisata budaya, kondisi tapak, potensi dan
kendala pengembangan tapak. Analsis yang dilakukan merupakan analisis
deskriptif dan analisis spasial terhadap data. Empat aspek yang dianalisis
meliputi ;
1) Aspek fisik, meliputi lokasi, luas, batas tapak, dan aksesibiltas menuju tapak
yang dianalisis secara spasial dan derskriptif.
2) Aspek legal, yaitu untuk mengetahui peraturan pemerintah daerah dan
perundang-undangan, terkait dengan rencana tata ruang kota yang dibuat serta
mengetahui batas daerah perencanaan.
3) Aspek ekologis, yaitu untuk mendata vegetasi utama yang ada pada tapak dan
bagaimana pengaruh keberadaannya terhadap sungai. Analisis terhadap
vegetasi ini pula digunakan untuk mengetahui wilayah yang memiliki peranan
ekologis terutama terkait dengan keberadaan sungai. Aspek ini akan
menghasilkan peta kawasan konservasi dan non konservasi
4) Aspek iklim, yaitu melakukan perhitungan Thermal Huminity Indeks (THI)
untuk mengetahui tingkat kenyamanan iklim tapak.
11
5) Aspek wisata budaya dianalisis melalui kegiatan yang umum dilakukan oleh
masyarakat pinggiran sungai serta objek wisata yang dapat dikembangkan di
dalam tapak. Analisis pada aspek wisata dilakukan secara deskriptif dan
spasial. Analisis spasial terutama akan dilakukan pada aspek kawasan bernilai
budaya dan memiliki aktivitas budaya. Aspek ini akan di nilai berdasarkan
kriteria yang disesuaikan dengan definisi wisata budaya (Gambar 4) yaitu
didukung hasil wawancara dengan masyarakat lokal, studi pustaka
berdasarkan penelitian sebelumnya, serta suvei langsung ke tapak.
Keaslian
Keunikan/
Kekhasan
Studi
pustaka
(Tesis
Febriani, Penelitian Ibnu,
Penelitian Tryuli)
Studi Pustaka (Penelitian
Ibnu dan buku ‘Venesia
dari Timur ‘ karya Santun)
Keindahan
Prinsip desain lanskap oleh
Ingels (1997) (Tabel 3)
Keragaman
ODTW
Studi Pustaka (Penelitian
Ibnu, dkk) dan survei
lapang
Wisata Budaya
Kedekatan
dengan Kota
Dampak
Ekologis
Survei lapang
KepMen LH No.5 Tahun
2000 tentang Amdal
Pembangunan lahan basah
Gambar 4 Kriteria penilaian objek dan daya tarik wisata
Kategori
Keindahan
Visual Baik/
Good View
Tabel 3 Prinsip desain lanskap
Kriteria
1. Kehadiran elemen-elemen lanskap menghadirkan
keseimbangan visual.
2. Terdapat focal point yang menjadi kontras pada
lanskap
3. Elemen lanskap memberi kesan sederhana dan
harmonis
4. Adanya repetisi atau pengulangan pada elemen
lanskap
5. Antar elemen memiliki hubungan yang jelas
6. Objek dan lingkungan memiliki kesatuan
12
Kemudian dilakukan penilaian terhadap Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
menurut Andalan (2001) dalam Putri (2013) dengan modifikasi sesuai kebutuhan
perencanaan sebagai mana pada Tabel 4. Penilaian dilakukan dengan Kriteria
penilaian menggunakan skala pengukuran Linkert yang menggunakan skala nilai
sebagai indikator berupa data interval dari 4 untuk penilaian objek wisata sangat
kuat sampai 1 untuk penilaian lemah.
Tabel 4 Penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata
No
Kriteria
1
Keaslian
2
Keunikan dan
kekhasan
3
Keindahan
visual /
good
view
4
Keragaman
ODTW
5
Kedekatan
dengan
pusat
kota dan
akses
Dampak
ekologis
6
Nilai
4(sangat kuat)
3 (kuat)
2 (sedang)
Objek lanskap Pencampuran Pencampurdan budaya
budaya
an budaya
asli setempat
dengan
dengan
dominansi
dominasi
budaya asli
budaya baru
Objek lankap Objek
Objek
dan budaya
lanskap dan
lanskap dan
memiliki
budaya
budaya
keunikan khas memiliki
memiliki
beberapa
bebarapa
kesamaan di kesamaan di
kawasan
kawasan
yang sama
lain
Lanskap
Lanskap
Lanskap
memenuhi
hanya
hanya
semua kriteria memenuhi
memenuhi
prinsip desain sebagian
satu kriteria
kriteria
prinsip
prinsip
desain
desain
keragamnan
setidaknya 3 kurang dari
objek lebih
variasi
3 variasi
dari 3 variasi
bentuk objek bentuk
wisata
objek wisata
Tapak dekat
Tapak dekat Tapak jauh
dengan pusat dengan pusat dari pusat
kota dan
kota namun
kota namun
akses mudah
aksesnya
akses
tidak begitu
tergolong
mudah
mudah
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
wisata tidak
wisata sedikit wisata
mengganggu
mengganggu cukup
kondisi
ekologis
menggangekologis
namun dapat gu kondisi
kawasan
di lakukan
ekologis
alternatif
kawasan
1 (lemah)
Tidak
memiliki
nilai lanskap
dan budaya
asli
Objek
lanskap dan
budaya
dapat
dijumpai di
kawasan
lain
Lanskap
tidak
memenuhi
semua
kriteria
prinsip
desain
Tidak
memiliki
variasi
objek wisata
Tapak jauh
dari pusat
kota dan
memiliki
akses yang
sulit
Kegiatan
wisata
sangat
mengganggu ekologis
kawasan
13
Hasil perhitungan pada tiap objek akan mendapatkan nilai total untuk
kemudian memberikan skala penilaian apakah objek wisata tersebut Sangat
Potensial (SP) untuk dikembangkan, Cukup Potensial (CP), atau Tidak Potensial
(TP). Hasil ini akan dibuat dalam bentuk peta kesesuaian pengembangan wisata.
Analisis yang dibuat dalam bentuk spasial yaitu berupa tiga aspek
penilaian kesesuaian untuk wisata, yaitu potensi pasang, kawasan konservasi,
serta penilaian objek dan daya tarik wisata.
Sintesis
Sintesis merupakan tahap lanjutan dari tahap analisis. Hasil dari tahap
analisis akan di overlay untuk mendapatkan zonasi yang dapat dikembangkan
untuk kegiatan wisata berbasis kebudayaan lokal. Zonasi dalam bentuk block plan
akan mencakup rencana tata ruang tepian Sungai Musi dan pengembangan
ruangnya.
Konsep
Tahap penyususnan konsep merupakan tahapan sebelum memulai tahap
perencanaan. Pada tahap ini ditentukan konsep dasar sesuai dengan rencana
pengembangan serta rencana pengembangan yang akan disesuaikan dengan hasil
zonasi kesesuaian lahan untuk kawasan wisata. Konsep pengembangan lanskap
meliputi konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas, konsep vegetasi, konsep
sirkulasi, dan konsep permukiman. Konsep ini kemudian disajikan dalam bentuk
rencana blok kawasan wisata. Hasil rencana blok ini akan menjadi dasar dalam
pembuatan rencana lanskap.
Perencanaan Lanskap
Tahap perencanaan lanskap merupakan tahap akhir dari penelitian ini. pada
tahap ini ditentukan rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana
sirkulasi, rencana vegetasi, dan rencana permukiman. Serta rencana
pengembangan kawasan wisata yang mengacu pada tujuan perencanaan. Hasil
dari tahap ini berupa rencana lanskap (landscape plan). Pada tahap ini pula
dihitung daya dukung untuk wisata sesuai standar rata-rata individu dalam
m2/orang berdasar Boulon dalam WTO dan UNEP (1992) dalam Nurisjah (2003)
sebagai berikut:
Keterangan :
DD
= Daya dukung (orang)
A
= Area yang digunakan wisatawan (m2)
S
= Standar rata-rata individu (m2/orang)
‘
14
HASIL INVENTARISASI
Kondisi Umum Kota Palembang
Kondisi Fisik
a. Geografis dan Administrasi
Kota Palembang secara geografis terletak antara 2o52’ sampai 3o5’ Lintang
Selatan dan 104o37’ sampai 104o52’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8
meter diatas permukaan air laut. Secara administratif wilayah Kota Palembang
memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Banyuasin
Selatan : Kabupaten Ogan Ilir
Barat : Kabupaten Banyuasin
Timur : Kabupaten Banyuasin
Luas kota ialah 400,61 km2 atau 40.061 ha, yaitu sekitar 0.46 % dari luas
Provinsi Sumatera Selatan yang terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Ilir Barat I, Ilir
Barat II, Ilir Timur I, Ilir Timur II, Gandus, Sukarame, Sako, Kalidoni, Kemuning,
Bukit Kecil, Sematang Borang, Alang-Alang Lebar, Kertapati, Seberang Ulu I,
Seberang Ulu II, dan Plaju. (Gambar 5)
Gambar 5 Peta administrasi Kota Palembang
Kota Palembang dialiri sungai utama yaitu Sungai Musi yang membelah
kota ini menjadi dua bagian. Sungai Musi juga memiliki cabang-cabang yang
mengaliri seluruh bagian kota seperti Sungai Aur di Seberang Ulu serta Sungai
Kedukan, Sungai Sekanak, dan Sungai Bendung di Seberang Ilir.
15
b. Pemanfaatan Lahan
Kota Palembang dalam sejarahnya berkembang pesat pada masa
pemerintahan Belanda di awal abad ke-20. Masterplan kota ini dibuat oleh
Ir.Th.Karsten. Kolonialis Belanda ini pada awalnya menjadikan sungai sebagai
urat nadi transportasi, namun seiring waktu pembangunan infrastruktur terutama
jalan darat tidak dapat dihindari sehingga dilakukan penimbunan sungai dan rawa
untuk membuat daratan baru. Kini perkembangan kota tumbuh secara alamiah
dengan fokus pembangunan pemerintah kota ialah di bagian Seberang Ulu.
Hingga tahun 2008, penggunaan lahan di Kota Palembang menunjukkan
masih luasnya lahan yang belum diusahakan yaitu seluas 42.29 %. Hal ini terjadi
karena masih banyaknya area berupa rawa-rawa hampir diseluruh bagian kota ini
yaitu seluas 1396.35 ha. Wilayah badan air berupa sungai menjadi dominasi untuk
lahan tak terbangun yaitu sekitar 10% atau lebih dari 1.700 ha. Sedangkan
kawasan terbangun seluas 57.71% didominasi oleh kawasan permukiman yaitu
menempati area seluas 10.909,40 ha atau sekitar 88% dari luas total kawasan
terbangun. Luas dari masing-masing penggunaan lahan di Kota Palembang ini
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Tata guna lahan Kota Palembang
No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
Area Tidak Terbangun
Sungai
1.702,23
4.24
1
Rawa
1.396,35
3.48
2
Sawah
3.600,30
8.98
3
Hutan
2.073,42
5.17
4
Perkebunan
2.563,73
6.39
5
Tanah Lapang
26,73
0.06
6
Kolam
15,59
0.03
7
Area Terbangun
Permukiman
10.909,40
27.23
8
Perdagangan dan Jasa
248,45
6.20
9
Industri
759,91
1.89
10
Perkantoran
dan
pemerintahan
199,05
4.96
11
Sarana
269,60
6.72
12
Jalan
259,30
6.47
13
Jalan lingkungan dan Lahan Kosong
12.082,38
30.15
14
Total
36.106.44
100
Sumber : RTRW Kota Palembang 2012
Perkembangan penggunaan lahan di Kota Palembang cenderung berupa
multiple nuclei yaitu terbentuknya titik-titik pertumbuhan baru kota dengan jenis
pemanfaatan tertentu. Kawasan utara kota didominasi oleh kegiatan permukiman.
Sebelah timur didominasi permukiman dengan kegiatan lain seperti industri
(pupuk sriwijaya), pertanian, dan rawa. Sedangkan bagian barat dan selatan kota
didominasi oleh kegiatan pertanian. Kegiatan perdagangan dan jasa serta
perkantoran sendiri masih terpusat di bagian tengah kota.
16
c. Prasarana dan Infrastruktur Kota
Kota Palembang yang merupakan kota sungai dan berawa menjadi
perhatian khusus dalam pembangunan prasarana kota seperti jaringan listrik dan
drainase. Jaringan listrik kota ini merupakan interkoneksi antar pusat-pusat
pembangkit listrik PLN wilayah IV Sumatera Selatan. Terdapat 12 gardu induk
atau pembangkit yang tersebar di seluruh wilayah kota. Sistem drainase sendiri
memiliki 19 sistem aliran yang terbagi dalam 12 sistem drainase ke Sungai Musi
sementara 7 sistem ke utara ke sistem besar Banyuasin melalui Sungai Gasing,
Sungai Kenten, dan saluran-saluran yang dibangun disana. Secara umum kondisi
sistem drainase di kota ini berupa rawa, sedangkan pengaliran air sendiri memiliki
2 arah yaitu ke Sungai Musi sebanyak 16 sistem muara dan ke Banyuasin
sebanyak 3 sistem muara.
Jaringan jalan Kota Palembang menurut statusnya dibedakan menjadi jalan
naisonal, jalan provinsi, jalan kota, dan jalan kabupaten. Jalan nasional yang
terdiri dari jalan arteri dan kolektor di dalam kota memiliki panjang 90,95 km
yang terbagi dalam 27 jalan (Kepmen PU No.630 Tahun 2009). Keberadaan
jaringan jalan darat di Kota Palembang tentunya tidak terlepas dari keadaan
transportasi darat, yang pertumbuhan jumlah transportasi bermotor terus
mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dari traffic counting yang menunjukkan
telah terjadi penambahan wilayah pembebanan jalan
Sebagai kota sungai, transportasi air juga dimanfaatkan oleh penduduk
kota. Angkutan sungai di dalam Kota Palembang diwarnai oleh keberadaan kapalkapal penumpang dan barang. Masih dimanfaatkannya jalur sungai ini terjadi
karena tidak ada jalan darat selain Jembatan Ampera yang menjadi penghubung
kawasan Seberang Ulu dan Seberang Ilir di pusat kota. Jembatan penguhubung
lain yaitu Jembatan Musi II berada jauh di luar pusat kota yaitu sekitar 10 km.
Gambar 6 Peta kawasan strategis Kota Palembang (RTRW 2012-2032)
17
Kondisi Biofisik
a. Jenis Tanah
Tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang mendominasi Kota Palembang.
Lapisan tanahnya bersifat lempung, pasir lempung, napal, dan napal pasiran.
Keadaan stratifikasi wilayah Kota Palembang terbagi dalam 3 bagian, yaitu :
1) Satuan Aluvial dan rawa, liat berpasit terdapat di Seberang Ulu dan rawarawa bagian timur dan barat kota
2) Satuan Lempung dan lempung pasiran, terdapat di Palembang bagian
tengah dan utara
3) Satuan Antiklin, terdapat dibagian dalam kota dengan arah memanjang ke
barat daya dan tenggara.
Jenis tanah aluvial yang secara umum terdapat di Kota Palembang
merupakan jenis tanah endapan yang kandungan bahan organiknya rendah, reaksi
tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal dan konsistensinya keras
waktu kering, dan teguh waktu lembab. Kandungan unsur hara pada tanah aluvial
relatif kaya dan banyak bergantung pada bahan induknya. Secara keseluruhan
jenis tanah ini mempunyai sifat fisik kurang baik hingga sedang, sifat kimia
sedang hingga baik, sehingga produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi.
b. Iklim
Sebagaimana Indonesia, Kota Palembang juga beriklim tropis.
Temperatur rata-rata tahunannya ialah 27,3 oCelcius dengan rata-rata suhu
tertinggi pada bulan Juni yaitu 28.3oCelcius dan rata-rata suhu terendah pada
bulan Desember yaitu 26.6 oCelcius. Data Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Kota Palembang tahun 2013 mencatat suhu maksimum yang pernah
terjadi ialah sebesar 33,7 oCelcius pada Bulan Juni dan suhu minimum
24,0oCelcius pada bulan Oktober hingga Desember.
28,5
28
27,5
27
26,5
Temperatur
26
25,5
Gambar 7 Temperatur rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG
Kota Palembang)
Fluktuasi tahunan untuk curah hujan berkisar antara 105 – 628 mm/bulan.
Curah hujan terendah pada bulan Juni dan tertinggi pada bulan Maret. Data hari
hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 29 hari dan terendah
sebanyak 10 hari pada bulan Juni (Gambar 8).
18
.
700
600
500
400
300
200
100
0
Curah Hujan
Gambar 8 Curah hujan rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG
Kota Palembang)
Penyinaran matahari periode 8 jam perharinya berkisar antara 33-78 %
pertahun, yaitu tertinggi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Desember.
Sedangkan kecepatan angin relatif stabil pada angka rata-rata 3 knots perbulannya.
Kelembaban udara relatif bulanan terbesar pada bulan april yaitu 87% dan terkecil
pada bulan September yaitu 77%.
c. Hidrologi
Sungai Musi sebagai sungai utama mengalir dari arah barat laut kearah
timur laut sepanjang 15 km melintasi kota, dengan lebar antara 220-313 meter dan
kedalaman 8-12 meter. Sungai Musi membagi kota menjadi 2 bagian yaitu
Kawasan Seberang Ilir dan Seberang Ulu. Kondisi hidrologi di kedua kawasan ini
menunjukkan perbedaan fisik yaitu di bagian Seberang Ulu terdapat anak-anak
sungai yang relatif besar dengan muara pada Sungai Musi. Anak-anak Sungai
Musi yang relatif besar dan berhulu di Pegunungan Bukit Barisan adalah Sungai
Ogan dan Sungai Komering. Selain itu terdapat pula anak-anak sungai kecil dan
pendek yang bermuara pada Sungai Musi dan berhulu pada wilayah Kota
Palembang dan sekitarnya seperti Sungai Aur dan Sungai Sriguna. Pada bagian
Seberang Ilir, aliran anak-anak sungai terbagi menjadi dua sesuai dengan
karakteristik topografi yang berbukit. Pada bagian selatan punggungan terdapat
anak-anak sungai yang mengalir pada Sungai Musi dn berhulu pada punggungan
topografi sperti Sungai Lambidaro, Sekanak, Buah, Batang, dan Selincah.
Sedangkan pada bagian utara punggungan terdapat anak-anak sungai yang
mengalir kautara yang bermuara anatara lain ke Sungai Kenten.
d. Pasang Surut
Sungai Musi secara umum memiliki tipe pasang surut tungal yang artinya
dalam satu hari (24 jam) terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan nilai
Formhazl sebesar 3,06. Hasil penelitian dari Univeristas Sriwijaya, variasi kisaran
pasang-surut yaitu antara 0,46 m saat pasang perbani (Neap Tide) hingga 3.42 m
saat pasang purnama (Spring Tide). Waktu yang dibutuhkan untuk surut terendah
ke pasang tertinggi ialah sekitar 9-10 jam dan waktu untuk pasang tertinggi
menuju surut terendah ialah sekitar 14-15 jam, dengan kata lain terdapat beda
waktu selama 5 jam antar keduanya. Perbedaan waktu ini terjadi karena saat
pasang, terjadi pemasukan massa air dari laut dan hulu sungai sehingga
19
mengakibatkan terjadinya penumpukkan massa air yang mengakibatkan semakin
cepat terjadinya kenaikan muka air.
Kecepatan arus maksimum sungai mencapai 0.9 m/s dan kecepatan
minimum 0 m/s dengan besaran rata-rata arus pasang surut adalah 19,3 cm/s. Arus
pasang surut menunjukkan bahwa kecepatan arus saat pasang purnama jauh lebih
besar dan teratur polanya, sedangkan saat pasang pebani kecepatan arus
cenderung lemag dengan pola kurang teratur. Pola arus saat pasang, massa air
cederung memasuki muara dan saat surut massa air meninggalkan muara.
(Program Studi Ilmu Kelautan Univeristas Sriwijaya 2012 )
Kondisi S
DI KECAMATAN SEBERANG ULU I DAN SEBERANG ULU II
KOTA PALEMBANG
TARMIZI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II
Kota Palembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Tarmizi
NIM A44100019
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumnkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ABSTRAK
TARMIZI. Perencanaan Lanskap Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan
Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang. Dibimbing oleh SETIA
HADI.
Palembang adalah kota yang sejak dulu dikenal sebagai kota sungai.
Sungai utama yang melalui kota ini yaitu Sungai Musi. Sungai ini membagi Kota
Palembang menjadi dua bagian, yaitu Seberang ilir di utara dan Seberang ulu di
selatan. Sungai dengan panjang 750 km ini memiliki potensi, baik secara fisik
maupun sosial budaya untuk dikembangkan. Potensi ini dapat mendukung konsep
kota wisata sungai yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Palembang.
Perencanaan lanskap mengambil lokasi di dua kecamatan yaitu Kecamatan
Seberang Ulu I dan Kecamatan Seberang Ulu II dengan panjang garis tepi sungai
yaitu 4,2 km. Tepian sungai yang direncanakan mengambil batas 100-200 meter
dari badan sungai. Penelitian ini menitik beratkan pada aspek legal, fisik, ekologi,
dan sosial budaya. Konsep perencanaan berupa kawasan wisata berbasis
kebudayaan, baik berupa aktivitas budaya maupun bentuk arsitektural bangunan.
Zonasi tapak yang dihasilkan berupa 3 ruang yaitu ruang inti 21,1%, ruang
penunjang 69,1%, dan ruang konservasi 9,8%. Ruang inti dan penunjnag
digunakan untuk aktivitas wisata, sedangkan ruang konservasi hanya sebagai area
perlindungan lahan rawa.
Kata kunci : lanskap budaya, perencanaan lanskap, Sungai Musi, tepian sungai
ABSTRACT
TARMIZI. Cultural Landscape Planning of Musi Riverfront at District of
Seberang Ulu I and Seberang Ulu II Palembang City. Supervised by SETIA
HADI.
Palembang is a city that known as river city since a long time ago. The
main river through the city is the Musi River which divided the city into two parts,
named Seberang Ilir in the north and Seberang Ulu in the south. This river has 750
km in length. It also has the potential for both physical and socio-cultural to be
developed. These potentials mainly located in the region that can support the
concept of River Tourism City, announced by the Government of Palembang.
Landscape planning process will be focused on the area across the pit located in
the District of Seberang Ulu I and Seberang Ulu II, along 4.2 km. Riverfront
planning will take about 100-200 meters in width from water bodies. The
observation method of this research will be done by observing some aspects such
as legal, physic, ecology, and socio–cultural aspects. Concept for the planning is
create the site to be a tourism area based from cultural activity and architectural.
Site zoning devide in to 3 : main zone 21, 1%, supprorting zone 69,1% , and
conservation 9,8% . Main and supporting area are used to active tourism and
conservation just to conserve swamp area.
Key words : cultural landscape, landscape planning, Musi River, riverfront
PERENCANAAN LANSKAP BUDAYA TEPIAN SUNGAI MUSI
DI KECAMATAN SEBERANG ULU I DAN SEBERANG ULU II
KOTA PALEMBANG
TARMIZI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Segala Puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan nikmat dan
kemudahannya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
untuk penelitian ini yaitu wisata lanskap budaya dengan lokasi di tepian Sungai
Musi pada Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang.
Penelitian ini diselesaikan selama 6 bulan yang dimulai sejak bulan Februari 2014.
Pada kesempatan ini, penulis juga hendak menyampaikan terima kasih yang
tulus kepada :
1. Ayah, ibu, dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan semangat
serta doa dalam setiap langkah hidup yang penulis jalani;
2. Bapak Dr.Ir.Setia Hadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang begitu
sabar dan berbaik hati memberikan bimbingan, arahan, kritik, saran,
hingga menyampaikan pesan-pesan moral yang akan senantiasa penulis
kenang;
3. Bapak Ir.Qadarian Pramukanto, M.Si dan Ibu Dr.Ir.Tati Budiarti, MS
selaku penguji sidang atas masukan dan saran-sarannya;
4. Bapak Prof.Dr.Ir.Hadi Susilo Arifin, M.Sc selaku dosen pembimbing
akademik yang senantiasa memberikan semangat dan arahan selama
perkuliahan, serta menjadi motivator dalam setiap kesempatan berdiskusi;
5. Bapak dan ibu dosen serta staf di Departemen Arsitektur Lanskap yang
telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan;
6. Pemda, Bappeda, dan BMKG Kota Palembang yang telah membantu
memberikan data-data dan keperluan dalam survei tapak penelitian ini;
7. Masyarakat kawasan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II yang telah
membantu penulis dalam megumpulkan data sosial budaya kawasan
penelitian;
8. Rekan, Sahabat, dan Keluarga ARL47 yang telah berhasil membuat
kehidupan ini lebih bermakna dan berwarna;
9. Vivi, Ninis, Depong, Wisnu, Jaka, Yoni, dan Dencong yang membantu
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi;
10. Adhrid, Junom, Gusmen, Ezi, dan Shendi sebagai pasukan satu dinasti,
satu perjuangan dalam penyelesaian tugas akhir ini;
11. Keluarga besar ARL45, 46, 48, dan 49 yang menjadi penghibur dan
pemberi semangat yang hebat; serta
12. Rekan-rekan lain yang telah berarti besar dalam kehidupan penulis.
Semoga hasil penelitian yang penulis akui belum sempurna ini dapat memberikan
manfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2014
Tarmizi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
2
Kerangka Pikir
2
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
4
Tepian Sungai
5
Lanskap Budaya
6
Wisata Budaya
7
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
8
Alat dan Bahan
8
Metode Penelitian
8
HASIL INVENTARISASI
KONDISI UMUM KOTA PALEMBANG
Kondisi Fisik
14
Kondisi Biofisik
17
Kondisi Sosial Budaya
19
KONDISI TAPAK
Kondisi Fisik
20
Kondisi Biofisik
24
Kondisi Sosial Budaya
25
ANALISIS DAN SINTESIS
Aspek Legal
27
Kondisi Fisik
27
Kondisi Biofisik
29
Kondisi Sosial Budaya
30
Aspek Ketersediaan Objek Wisata
31
Penilaian Peluang Wisata Budaya
33
KONSEP PERENCANAAN
Konsep Dasar
40
Pengembangan Konsep
40
Block plan
43
PERENCANAAN LANSKAP
Rencana Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas
43
Rencana Aksesibilitas dan Sirkulasi
46
Rencana Vegetasi
46
Rencana Permukiman
47
Rencana Pengembangan Kawasan Wisata
47
Rencana Lanskap
48
Rencana Jalur Wisata
48
Rencana Daya Dukung Wisata
49
SIMPULAN DAN SARAN
55
DAFTAR PUSTAKA
56
RIWAYAT HIDUP
58
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Alat dan bahan penelitian
Jenis, bentuk, dan sumber data
Prinsip desain lanskap
Penilaiain terhadap objek dan daya tarik wisata
Tata guna lahan Kota Palembang
Jumlah penduduk Kota Palembang tahun 2011
Potensi objek wisata pada masing-masing kawasan
Analisis dan solusi aspek-aspek perencanaan
9 Penilaian objek dan daya tarik wisata
10
11
12
13
Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata
Jenis aktivitas dan fasilitas wisata riparian sungai
Program pengembangan kawasan
Daya dukung fasilitas pada tiap sub ruang
8
10
11
12
15
20
32
34
36
37
45
47
49
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir
2 Lokasi penelitian
3 Tahapan perencanaan
4 Kriteria penilaian objek dan daya tarik wisata
5 Peta administrasi Kota Palembang
6 Peta kawasan strategis Kota Palembang (RTRW 2012-2032)
7 Temperatur rata-rata bulanan Kota palembang 2013
8 Curah hujan rata-rata bulanan Kota palembang 2013
9 Lokasi penelitian
10 Contoh perumahan
11 Kondisi umum tapak
12 Tata guna lahan
13 Kondisi jalan
14 Vegetasi dominan di tapak
15 Aktivitas masyarakat
16 Tapak yang memiliki sempadan sungai
17 tapak yang tidak memiliki sempadan sungai
18 Akses masuk taapk
19 Ilustrasi modifikasi iklim menggunakan vegetasi
20 Kawasan permukiman etnis
21 Tipe-tipe Rumah Limas di Kawasan permukiman etnis
22 Analisis keseuaian lahan
23 Peta komposit
24 Konsep dasar perencanaan
25 Diagram konsep ruang
26 Konsep sirkulasi
27 Block plan
28 Aktivitas wisata yang dikembangkan
29 Rencana lanskap
30 Rencana Lanskap Area Ruang Inti dan Penerimaan
3
8
9
11
14
16
17
18
20
21
22
23
24
25
26
28
28
28
30
31
32
38
39
40
41
42
43
45
50
51
31 Rencana lanskap area dek pedestrian dan plaza terapung
32 Rencana lanskap area dek pemancingan dsn pabrik es Assegaf
33 Touring Plan
52
53
54
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir dari hulu
hingga hilir. Menurut Simonds (2006) Sungai merupakan salah satu elemen
lanskap utama (mayor) karena merupakan elemen lanskap yang tidak dapat
diubah dan mutlak hasil ciptaan Tuhan. Sebagai elemen lanskap utama sungai
merupakan rantai hidrologi dengan berbagai komponen dan proses yang terjadi
seperti erosi, transportasi, deposisi yang membawa material geologi dan hasil
sedimentasi. Daerah di sisi kiri dan kanan aliran sungai disebut dengan sempadan
atau tepi sungai. Tepi sungai merupakan daerah yang sangat di pengaruhi oleh
keberadaan sungai itu sendiri. Kondisi fisik dan biologis tepi sungai tidak terlepas
dari kondisi yang ada pada sungai tersebut.
Beberapa kota di Indonesia yang dilalui oleh sungai memiliki potensi yang
baik untuk dikembangkan sebagai kota wisata sungai. Upaya ini tidak hanya
untuk menarik wisatawan namun juga sebagai upaya menjadikan sungai-sungai di
Indonesia menjadi hidup dan terjaga kualitasnya. Pengembangan kawasan sungai
tidak dapat dipisahkan dari perencanaan tepiannya, karena konsep wisata sungai
tidak hanya tentang badan air sungai, namun juga kawasan darat di sekitarnya.
Simonds dan Barry (2006) menyatakan bahwa badan air berpotensi untuk
kegiatan rekreasi di wilayah perairannya sendiri maupun di sepanjang tepiannya.
Salah satu kota di Indonesia yang sedang gencar dalam pengembangan kawasan
tepi sungai ialah Kota Palembang yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera
Selatan
Kota Palembang merupakan kota yang dilalui oleh sungai besar di
Sumatera, yaitu Sungai Musi. Sebagai sungai utama yang membelah Kota
Palembang menjadi dua bagian yaitu Seberang ilir dibagian utara dan Seberang
ulu dibagian selatan, Sungai Musi memiliki peranan penting dalam roda
kehidupan masyarakat Palembang. Selain sebagai sarana transportasi, sungai ini
juga memiliki pengaruh dalam kehidupan budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat
yang berada di tepi sungai dan sekitarnya. Kawasan tepi Sungai Musi merupakan
lanskap bernilai sejarah dan budaya yang telah ada sejak zaman Kerajaan
Sriwijaya dan menjadi museum hidup bagi Kota Palembang.
Beberapa upaya pembangunan tepian sungai sudah mulai tampak
dilakukan. Slogan ‘Palembang Kota Tepian Sungai’ yang dicanangkan pemerintah
kota dalam menunjang kegiatan wisata, menjadikan kawasan sepanjang Sungai
Musi sebagai fokus utama pengembangan wilayah dan kawasan. Perbaikan dan
penyediaan fasilitas penunjang wisata serta mengolah kawasan bernilai sejarah
telah dan terus dilakukan oleh pemerintah kota. Namun, hingga saat ini
pengembangan wilayah tepian sungai ini hanya terpusat di wilayah sekitar
Jembatan Ampera saja yang sudah dikenal sebagai icon Palembang. Padahal
untuk mengembangkan kota dalam mewujudkan kota wisata, perlu hadirnya
atraksi-atraksi wisata baru agar tidak terjadi kejenuhan wisata. Selain itu,
kesejarahan tepi sungai ini pula harus diperhatikan dalam pengembangan.
Menurut Attoe dalam Catanesse dan Snyder (1989) area bersejarah perlu
adanya usaha perlindungan yang merupakan bagian utama dari perencanaan
perkotaan. Perlindungan ini meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif,
2
rehabilitasi, dan pembangunan kembali daerah-daerah kuno yang terletak di pusat
kota. Perhatian pemerintah akan kawasan bernilai sejarah dan budaya dalam
pengembangan Kota Palembang dirasa penting untuk mengantisipasi
terdegradasinya nilai-nilai lanskap budaya tepi sungai (riverfront cultural
landscape) dalam perkembangan kota yang sangat pesat.
Kegiatan-kegiatan masyarakat di tepian maupun badan sungai serta
beragam objek wisata yang ada dapat di ekspose lebih tajam dalam
pengembangan kawasan wisata di tepian sungai ini. Menurut Hanafiah (1998)
dalam pengembangan Kota Palembang sebagai kota budaya diperlukan adanya
penelusuran sejarah perkembangan. Penelusuran sejarah ini merupakan salah satu
upaya yang dapat membantu pengembangan kota. Pengembangan kawasan
direncanakan dengan penataan ruang yang memperhatikan keterjagaan ekosistem,
peningkatan kualitas lingkungan alami serta kebutuhan wisata sungai yang
terpenuhi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara umum untuk merencanakan lanskap kawasan
wisata tepian sungai di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota
Palembang.
Tujuan khusus dari penelitian ini, sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis aspek legal, aspek fisik, aspek ekologis
dan aspek sosial budaya tepian Sungai Musi
2. Mengidentifikasi potensi kawasan Seberang Ulu sebagai pendukung
skenario Kota Wisata Sungai
3. Merencanakan lanskap tepian Sungai Musi sebagai Kawasan Wisata
Sungai berbasis kebudayaan lokal yang menjaga kelesatarian ekosistem
dan meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Palembang
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Memberi masukan bagi pemerintah Kota Palembang untuk pengembangan
kawasan tepi Sungai Musi sebagai pendukung pengembangan kota
berkonsep Kota Wisata Sungai
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan kawasan tepi Sungai
Musi Palembang dengan mempertimbangkan kearifan budaya lokal
masyarakat setempat.
3. Sebagai bahan dokumen perencanaan ruang terbuka tepian sungai dengan
basis kebudayaan lokal khas masyarakat tepian Sungai Musi Palembang
Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini berawal dari kondisi tepian sungai musi yang memiliki potensi
besar untuk dikembangkan sebagai objek wisata khas daerah perairan sungai.
Potensi yang dimiliki tapak baik berupa potensi alam maupun sosial budaya, dapat
dikembangkan sebagai suatu perencanaan kawasan yang mendukung semua
aktivitas wisata serta kegiatan masyarakat lokal. Perencanaan pula diharapkan
3
akan mendukung program Kota Palembang sebagai Kota Wisata Sungai yang
sedang gencar disosialisasikan oleh Pemerintah Kota. Kegiatan wisata sungai
yang menjadi program unggulan pemerintah kota Palembang ini,
mempertimbangkan kebudayaan asli masyarakat tepian sungai sebagai hal penting
agar tujuan peningkatan wisata dan kepuasan masyarakat tetap terjaga dengan
baik.
Tepian sungai akan direncanakan dengan mempertimbangkan aspek legal,
aspek fisik, aspek ekologis, dan aspek sosial budaya. Keempat aspek ini akan
dianalisis untuk kemudian didapat batas-batas legal pembangunan, kawasan
konservasi, dan kawasan bernilai budaya tinggi, sebagai pendukung atraksi wisata
sungai. Hasil overlay dari keempat aspek ini pula akan menjadi peta kesesuaian
lahan untuk pengembangan wisata dengan pertimbangan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Palembang itu sendiri. Kerangka berpikir dari penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Kota Palembang
Sungai Musi
Potensi :
Sungai utama di Palembang,
keindahan alami, ruang terbuka, area
wisata khas sungai
Kendala :
Pembangunan tak terkendali,
ruang tidak tertata,
kebudayaan lokal pudar
Pemanfaatan kawasan tepi sungai sebagai kawasan wisata sungai
Aspek Legal :
RTRW Kota
Palembang dan
Peraturan daerah
lainnya
Aspek Fisik :
Iklim,View,
Land cover
Hidrologi
Jenis tanah
Aspek
Ekologis:
Tanaman
Dominan Tepi
Sungai
Aspek Sosial
Budaya :
Pola kehidupan
masyarakat dan
Peluang wisata
Analisis batas
legal
perencanaan
riparian sungai :
Spasial
Analisis ruang
fisik (area
terlindungi, area
pengembangan):
Spasial
Analisis ruang
ekologis
(karakter alami
sungai) :
Spasial dan
Kuantitatif
Analisis pola
ruang wisata :
Deskriptif
Tata Ruang Kawasan Tepi Sungai
Perencanaan Tepian Sungai Musi Palembang
Gambar 1 . Kerangka Pikir
4
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat
digunakan untuk awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai
suatu keadaan tersebut dengan menilai suatu objek melalui pengamatan yang
berinspirasi (Gold 1980). Proses-proses dalam perencanaan tersebut terdiri dari
persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan.
1. Persiapan merupakan tahap perumusan tujuan dan program serta informasi
lain tentang yang diinginkan dengan membuat persetujuan kerja sama
antara perencana dan pemberi tugas.
2. Inventarisasi ialah tahap pengumpulan data kondisi tapak yang diperoleh
dengan survei lapang, wawancara, pengamatan, dan lain sebagainya.
3. Analisis merupakan tahap untuk mengetahui masalah, kendala, potensi,
dan kemungkinan pengembangan
4. Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi
tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Setelah itu diperoleh
beberapa alternatif perencanaan.
Nurisjah dan Pramukanto (2012) berpendapat bahwa perencanaan lanskap
adalah satu kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap
merupakan kegiatan penataan yang berbasis lahan (land base planning) melalui
kegiatan pemecahan masalah dan merupakan proses pengambilan keputusan
jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik,
dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam
upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan.
Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan lanskap dilakukan
dengan beberapa tahap, yaitu tahap commissions, research, analysis, construction,
dan operation. Tahap commissions adalah tahap pertemuan antara pelaksanaan
dengan klien, merupakan tahap awal dalam memulai studi. Research merupakan
tahap pengumpulan data baik primer yaitu fisik dan sumberdaya tapak, yang
diperoleh dari survey tapak, wawancara, dan penyebaran kuisioner kepada
responden dari instansi terkait dan masyarakat, maupun data sekunder dari hasil
studi pustaka. Tahap analysis yaitu melakukan analisis tapak guna mengetahui
potensi sumberdaya tapak dan kemungkinan pengembangannya dengan
mempertimbangkan peraturan serta kebijakan pemerintah. Kemudian pada tahap
synthesis dilakukan studi skematik untuk mendapatkan alternative program
pengembangan ruang untuk kemudian menjadi rencana pengembangan awal
lanskap dalam bentuk plan concept dan rencana anggaran biaya.
Nurisjah dan Pramukanto (2012) menyatakan bahwa hasil perencanan
lanskap yaitu berupa gambar pra-rencana dan gambar rencana lanskap. Gambar
pra-rencana berupa gambar situasi awal dari tapak perencanaan dan gambar
tahapan analisis dan sintesis, sedangkan gambar rencana lanskap berupa gambar
konsep perencanaan, rencana penggunaan lahan, rencana penggunaan ruang,
rencana pengembangan tapak, rencana induk lanskap, rencana lanskap atau
rencana tapak, rencana penanaman, rencana atau program pengembangan, rencana
anggaran biaya, dan rencana pelaksanaan (dalam skala mikro), serta berbagai
bentuk gambar dan ilustrasi sesuai kebutuhan.
5
Tepian Sungai
Sungai merupakan badan air dengan air yang mengalir yang berasal dari
air hujan menuju tempat yang lebih rendah. Notodihardjo (1989) mengatakan
bahwa sungai merupakan salah satu elemen lanskap dengan segala komponennya,
yang memiliki karakter tertentu oleh buatan manusia. Sedangkan tepian sungai
merupakan daerah yang berada tepat di sisi kiri dan kanan sungai. Menurut Nissa
(2007) daerah tepi sungai ini memiliki kerawanan, baik dari segi keamanan
maupun kerusakan ekologi, seperti banjir dan erosi sungai. Daerah hunian tepi
sungai akan menimbulan masalah yang paling berbahaya yakni polusi sungai,
berupa limbah rumah tangga maupun dari industri besar. Menurut Gordon et al.
(2004), tepi/riparian sungai memiliki 2 nilai, yaitu :
1) Nilai ulitarian, yang menekankan pada pendapat dan kebutuhan manusia.
Nilai pemanfaatan konsumtif
Nilai pemanfaatan produktif
Nilai jasa
Nilai pendidikan dan penelitian
Nilai budaya, spiritual ekperensial dan eksistensi
Nilai estetika, rekreasi, dan wisata
2) Nilai intrinsik, yang menekankan pada nilai spesies dan komunitas.
Nilai ekosentris
Nilai biosentris
Menurut peraturan pemerintah tentang sungai Nomor 35 Tahun 1991 Bab 1
Pasal 1 disebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta
jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan
dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Garis Sempadan
sungai adalah garis batas luar pengamatan sungai. Kepres No.32/1990 tentang
pengelolaan kawasan lindung menyebutkan bahwa sempadan sungai adalah
kawasan sepanjang kanan kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran
irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi
sungai. Pasal 16 menetapkan lebar sempadan sungai besar di luar pemukiman (>
100 m), anak sungai besar (> 50 m) , dan di daerah permukiman berupa jalan
inspeksi (10-15 m). Peraturan menteri Pekerjaan Umum No.63/PRT/1993
menyebutkan bahwa garis sempadan sungai dengan tanggul di kawasan perkotaan
ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul,
dan untuk garis sempadan sungai tidak bertanggul di kawasan perkotaan
disesuaikan dengan kedalaman sungai itu sendiri yaitu berkisar antara 10 meter
untuk kedalaman sungai kurang dari 2 meter hingga 30 meter untuk sungai
dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Meskipun begitu, lebar sempadan sungai
sendiri berbeda-beda tergantung peraturan dan kebijakan daerahnya masingmasing.
Kebijakan Pemerintah Kota Palembang melalui Perda No.8 Tahun 2000
menetapkan sempadan untuk Sungai Musi ialah minimal 20 meter. Sebagai upaya
mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai, maka RTRW Kota
Palembang 2012-2032 menetapkan sempadan sungai besar termasuk Sungai Musi
di lokasi yang bertanggul sempadan sungainya ditetapkan 3 meter dan di lokasi
yang tidak bertanggul adalah sebagai berikut :
1) Kedalaman kurang dari 3 meter sempadan sungainya 10 meter
6
2) Kedalaman antara 3-20 meter sempadan sungainya 15 meter
3) Kedalaman lebih dari 20 meter sempadan sungainya minimal 30 meter.
Kesuksesan pengembangan kawasan tepi air/sungai menurut Sastrawati
(2003) ditentukan oleh bagaimana perencana menanggapi karakteristik/keunikan
yang ada di kawasan tepi air/sungai tersebut. Karakteristik ini terbagi dua bagian
besar yaitu fisik dan non fisik. Karakteristik fisik mencakup keadaan alam dan
lingkungan, citra, akses, bangunan, penataan lanskap, ketersediaan sarana dan
prasarana kota, serta kemajuan teknologi. Sedangkan karakteristik non fisik
meliputi tema pengembangam, pemanfaatan air, aktivitas penduduk, keadaan
sosial, budaya, dan ekonomi, serta aturan dan pengelolaan kota/kawasan.
Badan air Sungai Musi sendiri sering ditemui rumah apung (rumah rakit),
maka diberlakukan kebijakan khusus yaitu tetap mempertahankan keberadaannya
dengan pertimbangan sebagai aset pariwisata, sebagai permukiman tradisional.
Perhatian pada aspek pengelolaan rumah-rumah rakit ini juga ditekankan agar
aspek kelayakan dapat terpenuhi.
Lanskap Budaya
Budaya merupakan hasil cipta, karya, dan karsa manusia dalam
mempengaruhi kehidupannya. Rapoport (1969) dalam Hasibuan (2010)
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu kompleks gagasan dan pikiran
manusia bersifat tidak teraga. Kebudayaan akan terwujud melalui pandangan
hidup, tata nilai, gaya hidup, dan akhirnya aktivitasnya yang bersifat konkrit.
Aktivitas ini secara langsung akan mempengaruhi wadah, yaitu lingkungan yang
diantaranya adalah ruang-ruang di dalam permukiman.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) lanskap budaya merupakan satu
model atau bentuk dari lanskap binaan yang dibentuk oleh suatu kelompok
masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada
pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia
dan alam lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan
dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan
lingkungannya yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan
kelompok-kelompok masyarakat ini dalam bentuk dan pola permukiman dan
perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan, dan
struktur lainnya.
Menurut Azlan (2002), lanskap budaya adalah sebuah refleksi dari adaptasi
manusia yang digunakan sebagai sumber daya alam dan juga memebrikan sense
pada suatu tempat serta merupakan bagian warisan budaya bangsa dan bagian dari
hidup kita. Hal ini sering diekspresikan dalam berbagai bentuk penggunaan lahan
antara lain pola pemukiman, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, dan juga
berbagai bentuk arsitektur rumah dan tata letaknya.
Lanskap budaya dapat menggambarkan secara khusus aspek keaslian suatu
negara dan pengembangannya melalui bentuk, ciri, dan sejarah pembentukannya.
National Park Service Amerika Serikat memberikan definisi bahwa lanskap
budaya itu adalah suatu area geografis yang memasukkan kedua sumber daya
yaitu budaya dan alam yang mempunyai hubungan pada suatu kejadian sejarah,
aktivitas manusia, pertunjukan budaya, dan juga nilai estetika (Donnel dalam
Droste et al 1995)
7
Kawasan bernilai budaya, termasuk kawasan bersejarah, merupakan lokasi
bagi peristiwa budaya yang penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna
bagi peristiwa atau karakter kelompok masyarakat yang terdahulu atau yang
pernah terjadi (Nurisjah dan Pramukanto 2013). Lebih lanjut disebutkan beberapa
hal yang penting dalam perencanaan kawasan budaya yaitu :
1. Mempelajari hubungan antar kawasan budaya dan bersejarah ini dengan
area lingkungan sekitarnya serta diantara elemen-elemen dan faktor
pembentuknya
2. Memperhatikan keharmonisan sosial dan fisik antar dalam dan luar tapak
yang akan direncanakan
3. Menjadikannya sebagai objek yang bermakna dan menarik
4. Merencanakan suatu tapak rehabilitasi, konservasi, atau revitalisasi yang
dapat menampilkan secara utuh model budaya atau sejarah masa lalunya
Wisata Budaya
Menurut undang-undang pemerintah nomor 10 tahun 2009, wisata adalah
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara..
Shoemaker membagi perjalanan wisata berdasarkan motivasinya, yaitu motivasi
pembelajaran dan budaya, relaksasi dan ketenangan, etnik, dan lain-lain seperti
faktor cuaca, kesehatan, olahraga, ekonomi, petualangan, dan sosiologi (Gunn
1997).
Unsur budaya dalam wisata tidak hanya berupa benda fisik, namun juga
pola aktivitas dari kehidupan masyarakat. Unsur-unsur kebudayaan menurut
Koentjaraningrat (1987) meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan
organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata
pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Unsur-unsur kebudayaan
tersebut akan terwujud dalam tiga macam yaitu :
1. Kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, norma-norma dan
peraturan yang bersifat abstrak, disebut cultural system
2. Kebudayan sebagai kompleks aktifitas kelakuan yang berpola dari
manusia dalam masyarakat, bersifat lebih konkret dan disebut sebagai
social system
3. Kebudayaan benda-benda hasil karya manusia (artefak), mempunyai sifat
paling konkrit, dapat diraba, diobservasi, dan didokumentasi, disebut
sebagai kebudayaan fisik atau physical culture
Menurut Gunn (1994), masyarakat merupakan sumberdaya pendukung
aktivitas wisata baik sebagai subyek maupun obyek wisata seperti sebagai penjual
makanan-minuman, penjual jasa wisata, maupun pemandu wisata. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa perencanaan dapat memperbaiki suatu wisata jika diarahkan
pada empat sasaran perencanaan, yaitu meningkatkan kepuasan pengunjung,
meningkatkan ekonomi dan menyukseskan bisnis, melindungi asset sumberdaya,
dan membuat wisata terintergrasi ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat lokal.
8
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilakukan di sepanjang tepian Sungai Musi Kota
Palembang, tepatnya sepanjang 4,2 km di sisi Seberang Ulu yang meliputi
Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II, dengan lebar tepi sungai yang
direncanakan sekitar 100-200 meter dari batas badan air (Gambar 2).
Kawasan Perencanan
Gambar 2 Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan dalam penelitian ini tertera pada tabel 1 berikut.
No
1
2
3
Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
Unit
Jenis
Alat
Global Positioning System (GPS), Kamera
digital, alat tulis, alat gambar, dan buku catatan
Bahan
Peta dasar, literatur, peta administratif, peta tata
ruang kota, data iklim Kota Palembang, dan data
sekunder lainnya
Software Pendukung
Garmin, Autocad 2010, Sketchup8, photoshop
CS5,Microsoft Office Excel 2007, dan
Microsoft Word 2007.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan
pendekatan kebudayaan melalui studi literatur, wawancara, dan survei lapang.
Tahapan penelitian yang digunakan mengacu pada tahapan perencanaan menurut
9
Gold (1980) yaitu mulai dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis,
konsep dan perencanaan lanskap.
Persiapan
Penetapan tujuan, rumusan masalah serta pengumpulan informasi tapak
Inventarisasi
1. Umum
Batas dan luas tapak perencanaan
2. Tapak
Pengumpulan data pendukung perencanaan yang meliputi aspek legal,
fisik, ekologis, dan sosial-budaya
Analisis
1. Analisis sumberdaya lanskap
2. Analisis kondisi fisik tapak
3. Analisis unsur sosial-budaya masyarakat
4. Analisis kesesuaian lahan untuk wisata
Sintesis
Area Pengembangan
Rencana Blok
Area Preservasi
Perencanaan
Rencana Lanskap
Daya Dukung wisata
Gambar 3 Tahapan Perencanaan
Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan pada penelitian ini
diantaranaya adalah penetapan tujuan penelitian, pengumpulan informasi awal
tentang tapak, pembuatan surat perizinan permohonan data dari Departemen
Arsitektur Lanskap kepada pihak terkait, pengiriman surat permohonan data
kepada pihak-pihak terkait, dan perisapan alat survei seperti GPS dan kamera
digital.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi
melalui data primer dan sekunder. Data primer yang didapat dari hasil
pengamatan langsung pada tapak dan wawancara.
1) Pengamatan langsung pada tapak dilakukan untuk mengetahui kondisi asli
di tapak penelitian seperti tata guna lahan dan pola pemukiman, vegetasi,
inlet-outlet, view, dan pola kehidupan masyarakat.
2) Wawancara dilakukan terhadap beberapa penduduk yang tinggal di lokasi
penelitian dan masyarakat Palembang pada umumnya, serta kepada pihak
terkait yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kota Palembang. Wawancara kepada masyarakat untuk menggali kondisi
sosial dan budaya masyarakat. Selain itu juga untuk mengetahui kondisi
sungai (pasang-surut) terhadap permukiman warga. Sedangkan wawancara
kepada pihak Bappeda dilakuakan untuk mengetahui arah pengembangan
tapak yang direncanakan oleh pemerintah kota.
Data sekunder didapat dari studi pustaka seperti buku, jurnal, dan website.
serta data yang didapat dari instansi terkait. Data yang diambil pada tahap ini
10
adalah data yang meliputi aspek legal, aspek fisik, aspek ekologis, dan aspek
sosial-budaya (Tabel 2).
No
1
2
Aspek
Legal
Fisik
Tabel 2 Jenis, bentuk, dan sumber data
Jenis Data
Bentuk
Sumber
Data
Data
Peta
RTRW Sekunder
Kota Palembang
Batas dan luas Primer
tapak
Iklim
Sekunder
View
Landcover
Hidrologi
Jenis Tanah
Topografi
3
Ekologis
Vegetasi
4
SoisalBudaya
Karakter budaya
Pola Aktivitas
Bappeda
Cara
Pengambilan
Data
Studi pustaka
Tapak
Survei lapang
BMKG
Kota
Primer
Tapak
Primer dan Tapak,
Sekunder
Bappeda
Sekunder
Bappeda
Sekunder
Balitbang
Tanah
Sekunder
Balitbang
Tanah
Primer,
Tapak,
Sekunder
litertaur
Primer,
Tapak,
Sekunder
Pustaka
Primer
Tapak
Studi pustaka
Survei lapang
Survei lapang,
Studi Pustaka
Studi pustaka
Studi Pustaka
Studi pustaka
Survei lapang ,
studi pustaka
Survei lapang,
wawancara,
studi pustaka
Survei lapang,
wawancara
Analisis
Analisis terhadap data yang telah di dapat dilakukan untuk memenuhi tujuan
identifikasi terhadap sumberdaya wisata budaya, kondisi tapak, potensi dan
kendala pengembangan tapak. Analsis yang dilakukan merupakan analisis
deskriptif dan analisis spasial terhadap data. Empat aspek yang dianalisis
meliputi ;
1) Aspek fisik, meliputi lokasi, luas, batas tapak, dan aksesibiltas menuju tapak
yang dianalisis secara spasial dan derskriptif.
2) Aspek legal, yaitu untuk mengetahui peraturan pemerintah daerah dan
perundang-undangan, terkait dengan rencana tata ruang kota yang dibuat serta
mengetahui batas daerah perencanaan.
3) Aspek ekologis, yaitu untuk mendata vegetasi utama yang ada pada tapak dan
bagaimana pengaruh keberadaannya terhadap sungai. Analisis terhadap
vegetasi ini pula digunakan untuk mengetahui wilayah yang memiliki peranan
ekologis terutama terkait dengan keberadaan sungai. Aspek ini akan
menghasilkan peta kawasan konservasi dan non konservasi
4) Aspek iklim, yaitu melakukan perhitungan Thermal Huminity Indeks (THI)
untuk mengetahui tingkat kenyamanan iklim tapak.
11
5) Aspek wisata budaya dianalisis melalui kegiatan yang umum dilakukan oleh
masyarakat pinggiran sungai serta objek wisata yang dapat dikembangkan di
dalam tapak. Analisis pada aspek wisata dilakukan secara deskriptif dan
spasial. Analisis spasial terutama akan dilakukan pada aspek kawasan bernilai
budaya dan memiliki aktivitas budaya. Aspek ini akan di nilai berdasarkan
kriteria yang disesuaikan dengan definisi wisata budaya (Gambar 4) yaitu
didukung hasil wawancara dengan masyarakat lokal, studi pustaka
berdasarkan penelitian sebelumnya, serta suvei langsung ke tapak.
Keaslian
Keunikan/
Kekhasan
Studi
pustaka
(Tesis
Febriani, Penelitian Ibnu,
Penelitian Tryuli)
Studi Pustaka (Penelitian
Ibnu dan buku ‘Venesia
dari Timur ‘ karya Santun)
Keindahan
Prinsip desain lanskap oleh
Ingels (1997) (Tabel 3)
Keragaman
ODTW
Studi Pustaka (Penelitian
Ibnu, dkk) dan survei
lapang
Wisata Budaya
Kedekatan
dengan Kota
Dampak
Ekologis
Survei lapang
KepMen LH No.5 Tahun
2000 tentang Amdal
Pembangunan lahan basah
Gambar 4 Kriteria penilaian objek dan daya tarik wisata
Kategori
Keindahan
Visual Baik/
Good View
Tabel 3 Prinsip desain lanskap
Kriteria
1. Kehadiran elemen-elemen lanskap menghadirkan
keseimbangan visual.
2. Terdapat focal point yang menjadi kontras pada
lanskap
3. Elemen lanskap memberi kesan sederhana dan
harmonis
4. Adanya repetisi atau pengulangan pada elemen
lanskap
5. Antar elemen memiliki hubungan yang jelas
6. Objek dan lingkungan memiliki kesatuan
12
Kemudian dilakukan penilaian terhadap Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
menurut Andalan (2001) dalam Putri (2013) dengan modifikasi sesuai kebutuhan
perencanaan sebagai mana pada Tabel 4. Penilaian dilakukan dengan Kriteria
penilaian menggunakan skala pengukuran Linkert yang menggunakan skala nilai
sebagai indikator berupa data interval dari 4 untuk penilaian objek wisata sangat
kuat sampai 1 untuk penilaian lemah.
Tabel 4 Penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata
No
Kriteria
1
Keaslian
2
Keunikan dan
kekhasan
3
Keindahan
visual /
good
view
4
Keragaman
ODTW
5
Kedekatan
dengan
pusat
kota dan
akses
Dampak
ekologis
6
Nilai
4(sangat kuat)
3 (kuat)
2 (sedang)
Objek lanskap Pencampuran Pencampurdan budaya
budaya
an budaya
asli setempat
dengan
dengan
dominansi
dominasi
budaya asli
budaya baru
Objek lankap Objek
Objek
dan budaya
lanskap dan
lanskap dan
memiliki
budaya
budaya
keunikan khas memiliki
memiliki
beberapa
bebarapa
kesamaan di kesamaan di
kawasan
kawasan
yang sama
lain
Lanskap
Lanskap
Lanskap
memenuhi
hanya
hanya
semua kriteria memenuhi
memenuhi
prinsip desain sebagian
satu kriteria
kriteria
prinsip
prinsip
desain
desain
keragamnan
setidaknya 3 kurang dari
objek lebih
variasi
3 variasi
dari 3 variasi
bentuk objek bentuk
wisata
objek wisata
Tapak dekat
Tapak dekat Tapak jauh
dengan pusat dengan pusat dari pusat
kota dan
kota namun
kota namun
akses mudah
aksesnya
akses
tidak begitu
tergolong
mudah
mudah
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
wisata tidak
wisata sedikit wisata
mengganggu
mengganggu cukup
kondisi
ekologis
menggangekologis
namun dapat gu kondisi
kawasan
di lakukan
ekologis
alternatif
kawasan
1 (lemah)
Tidak
memiliki
nilai lanskap
dan budaya
asli
Objek
lanskap dan
budaya
dapat
dijumpai di
kawasan
lain
Lanskap
tidak
memenuhi
semua
kriteria
prinsip
desain
Tidak
memiliki
variasi
objek wisata
Tapak jauh
dari pusat
kota dan
memiliki
akses yang
sulit
Kegiatan
wisata
sangat
mengganggu ekologis
kawasan
13
Hasil perhitungan pada tiap objek akan mendapatkan nilai total untuk
kemudian memberikan skala penilaian apakah objek wisata tersebut Sangat
Potensial (SP) untuk dikembangkan, Cukup Potensial (CP), atau Tidak Potensial
(TP). Hasil ini akan dibuat dalam bentuk peta kesesuaian pengembangan wisata.
Analisis yang dibuat dalam bentuk spasial yaitu berupa tiga aspek
penilaian kesesuaian untuk wisata, yaitu potensi pasang, kawasan konservasi,
serta penilaian objek dan daya tarik wisata.
Sintesis
Sintesis merupakan tahap lanjutan dari tahap analisis. Hasil dari tahap
analisis akan di overlay untuk mendapatkan zonasi yang dapat dikembangkan
untuk kegiatan wisata berbasis kebudayaan lokal. Zonasi dalam bentuk block plan
akan mencakup rencana tata ruang tepian Sungai Musi dan pengembangan
ruangnya.
Konsep
Tahap penyususnan konsep merupakan tahapan sebelum memulai tahap
perencanaan. Pada tahap ini ditentukan konsep dasar sesuai dengan rencana
pengembangan serta rencana pengembangan yang akan disesuaikan dengan hasil
zonasi kesesuaian lahan untuk kawasan wisata. Konsep pengembangan lanskap
meliputi konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas, konsep vegetasi, konsep
sirkulasi, dan konsep permukiman. Konsep ini kemudian disajikan dalam bentuk
rencana blok kawasan wisata. Hasil rencana blok ini akan menjadi dasar dalam
pembuatan rencana lanskap.
Perencanaan Lanskap
Tahap perencanaan lanskap merupakan tahap akhir dari penelitian ini. pada
tahap ini ditentukan rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana
sirkulasi, rencana vegetasi, dan rencana permukiman. Serta rencana
pengembangan kawasan wisata yang mengacu pada tujuan perencanaan. Hasil
dari tahap ini berupa rencana lanskap (landscape plan). Pada tahap ini pula
dihitung daya dukung untuk wisata sesuai standar rata-rata individu dalam
m2/orang berdasar Boulon dalam WTO dan UNEP (1992) dalam Nurisjah (2003)
sebagai berikut:
Keterangan :
DD
= Daya dukung (orang)
A
= Area yang digunakan wisatawan (m2)
S
= Standar rata-rata individu (m2/orang)
‘
14
HASIL INVENTARISASI
Kondisi Umum Kota Palembang
Kondisi Fisik
a. Geografis dan Administrasi
Kota Palembang secara geografis terletak antara 2o52’ sampai 3o5’ Lintang
Selatan dan 104o37’ sampai 104o52’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8
meter diatas permukaan air laut. Secara administratif wilayah Kota Palembang
memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Banyuasin
Selatan : Kabupaten Ogan Ilir
Barat : Kabupaten Banyuasin
Timur : Kabupaten Banyuasin
Luas kota ialah 400,61 km2 atau 40.061 ha, yaitu sekitar 0.46 % dari luas
Provinsi Sumatera Selatan yang terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Ilir Barat I, Ilir
Barat II, Ilir Timur I, Ilir Timur II, Gandus, Sukarame, Sako, Kalidoni, Kemuning,
Bukit Kecil, Sematang Borang, Alang-Alang Lebar, Kertapati, Seberang Ulu I,
Seberang Ulu II, dan Plaju. (Gambar 5)
Gambar 5 Peta administrasi Kota Palembang
Kota Palembang dialiri sungai utama yaitu Sungai Musi yang membelah
kota ini menjadi dua bagian. Sungai Musi juga memiliki cabang-cabang yang
mengaliri seluruh bagian kota seperti Sungai Aur di Seberang Ulu serta Sungai
Kedukan, Sungai Sekanak, dan Sungai Bendung di Seberang Ilir.
15
b. Pemanfaatan Lahan
Kota Palembang dalam sejarahnya berkembang pesat pada masa
pemerintahan Belanda di awal abad ke-20. Masterplan kota ini dibuat oleh
Ir.Th.Karsten. Kolonialis Belanda ini pada awalnya menjadikan sungai sebagai
urat nadi transportasi, namun seiring waktu pembangunan infrastruktur terutama
jalan darat tidak dapat dihindari sehingga dilakukan penimbunan sungai dan rawa
untuk membuat daratan baru. Kini perkembangan kota tumbuh secara alamiah
dengan fokus pembangunan pemerintah kota ialah di bagian Seberang Ulu.
Hingga tahun 2008, penggunaan lahan di Kota Palembang menunjukkan
masih luasnya lahan yang belum diusahakan yaitu seluas 42.29 %. Hal ini terjadi
karena masih banyaknya area berupa rawa-rawa hampir diseluruh bagian kota ini
yaitu seluas 1396.35 ha. Wilayah badan air berupa sungai menjadi dominasi untuk
lahan tak terbangun yaitu sekitar 10% atau lebih dari 1.700 ha. Sedangkan
kawasan terbangun seluas 57.71% didominasi oleh kawasan permukiman yaitu
menempati area seluas 10.909,40 ha atau sekitar 88% dari luas total kawasan
terbangun. Luas dari masing-masing penggunaan lahan di Kota Palembang ini
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Tata guna lahan Kota Palembang
No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
Area Tidak Terbangun
Sungai
1.702,23
4.24
1
Rawa
1.396,35
3.48
2
Sawah
3.600,30
8.98
3
Hutan
2.073,42
5.17
4
Perkebunan
2.563,73
6.39
5
Tanah Lapang
26,73
0.06
6
Kolam
15,59
0.03
7
Area Terbangun
Permukiman
10.909,40
27.23
8
Perdagangan dan Jasa
248,45
6.20
9
Industri
759,91
1.89
10
Perkantoran
dan
pemerintahan
199,05
4.96
11
Sarana
269,60
6.72
12
Jalan
259,30
6.47
13
Jalan lingkungan dan Lahan Kosong
12.082,38
30.15
14
Total
36.106.44
100
Sumber : RTRW Kota Palembang 2012
Perkembangan penggunaan lahan di Kota Palembang cenderung berupa
multiple nuclei yaitu terbentuknya titik-titik pertumbuhan baru kota dengan jenis
pemanfaatan tertentu. Kawasan utara kota didominasi oleh kegiatan permukiman.
Sebelah timur didominasi permukiman dengan kegiatan lain seperti industri
(pupuk sriwijaya), pertanian, dan rawa. Sedangkan bagian barat dan selatan kota
didominasi oleh kegiatan pertanian. Kegiatan perdagangan dan jasa serta
perkantoran sendiri masih terpusat di bagian tengah kota.
16
c. Prasarana dan Infrastruktur Kota
Kota Palembang yang merupakan kota sungai dan berawa menjadi
perhatian khusus dalam pembangunan prasarana kota seperti jaringan listrik dan
drainase. Jaringan listrik kota ini merupakan interkoneksi antar pusat-pusat
pembangkit listrik PLN wilayah IV Sumatera Selatan. Terdapat 12 gardu induk
atau pembangkit yang tersebar di seluruh wilayah kota. Sistem drainase sendiri
memiliki 19 sistem aliran yang terbagi dalam 12 sistem drainase ke Sungai Musi
sementara 7 sistem ke utara ke sistem besar Banyuasin melalui Sungai Gasing,
Sungai Kenten, dan saluran-saluran yang dibangun disana. Secara umum kondisi
sistem drainase di kota ini berupa rawa, sedangkan pengaliran air sendiri memiliki
2 arah yaitu ke Sungai Musi sebanyak 16 sistem muara dan ke Banyuasin
sebanyak 3 sistem muara.
Jaringan jalan Kota Palembang menurut statusnya dibedakan menjadi jalan
naisonal, jalan provinsi, jalan kota, dan jalan kabupaten. Jalan nasional yang
terdiri dari jalan arteri dan kolektor di dalam kota memiliki panjang 90,95 km
yang terbagi dalam 27 jalan (Kepmen PU No.630 Tahun 2009). Keberadaan
jaringan jalan darat di Kota Palembang tentunya tidak terlepas dari keadaan
transportasi darat, yang pertumbuhan jumlah transportasi bermotor terus
mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dari traffic counting yang menunjukkan
telah terjadi penambahan wilayah pembebanan jalan
Sebagai kota sungai, transportasi air juga dimanfaatkan oleh penduduk
kota. Angkutan sungai di dalam Kota Palembang diwarnai oleh keberadaan kapalkapal penumpang dan barang. Masih dimanfaatkannya jalur sungai ini terjadi
karena tidak ada jalan darat selain Jembatan Ampera yang menjadi penghubung
kawasan Seberang Ulu dan Seberang Ilir di pusat kota. Jembatan penguhubung
lain yaitu Jembatan Musi II berada jauh di luar pusat kota yaitu sekitar 10 km.
Gambar 6 Peta kawasan strategis Kota Palembang (RTRW 2012-2032)
17
Kondisi Biofisik
a. Jenis Tanah
Tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang mendominasi Kota Palembang.
Lapisan tanahnya bersifat lempung, pasir lempung, napal, dan napal pasiran.
Keadaan stratifikasi wilayah Kota Palembang terbagi dalam 3 bagian, yaitu :
1) Satuan Aluvial dan rawa, liat berpasit terdapat di Seberang Ulu dan rawarawa bagian timur dan barat kota
2) Satuan Lempung dan lempung pasiran, terdapat di Palembang bagian
tengah dan utara
3) Satuan Antiklin, terdapat dibagian dalam kota dengan arah memanjang ke
barat daya dan tenggara.
Jenis tanah aluvial yang secara umum terdapat di Kota Palembang
merupakan jenis tanah endapan yang kandungan bahan organiknya rendah, reaksi
tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal dan konsistensinya keras
waktu kering, dan teguh waktu lembab. Kandungan unsur hara pada tanah aluvial
relatif kaya dan banyak bergantung pada bahan induknya. Secara keseluruhan
jenis tanah ini mempunyai sifat fisik kurang baik hingga sedang, sifat kimia
sedang hingga baik, sehingga produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi.
b. Iklim
Sebagaimana Indonesia, Kota Palembang juga beriklim tropis.
Temperatur rata-rata tahunannya ialah 27,3 oCelcius dengan rata-rata suhu
tertinggi pada bulan Juni yaitu 28.3oCelcius dan rata-rata suhu terendah pada
bulan Desember yaitu 26.6 oCelcius. Data Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Kota Palembang tahun 2013 mencatat suhu maksimum yang pernah
terjadi ialah sebesar 33,7 oCelcius pada Bulan Juni dan suhu minimum
24,0oCelcius pada bulan Oktober hingga Desember.
28,5
28
27,5
27
26,5
Temperatur
26
25,5
Gambar 7 Temperatur rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG
Kota Palembang)
Fluktuasi tahunan untuk curah hujan berkisar antara 105 – 628 mm/bulan.
Curah hujan terendah pada bulan Juni dan tertinggi pada bulan Maret. Data hari
hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 29 hari dan terendah
sebanyak 10 hari pada bulan Juni (Gambar 8).
18
.
700
600
500
400
300
200
100
0
Curah Hujan
Gambar 8 Curah hujan rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG
Kota Palembang)
Penyinaran matahari periode 8 jam perharinya berkisar antara 33-78 %
pertahun, yaitu tertinggi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Desember.
Sedangkan kecepatan angin relatif stabil pada angka rata-rata 3 knots perbulannya.
Kelembaban udara relatif bulanan terbesar pada bulan april yaitu 87% dan terkecil
pada bulan September yaitu 77%.
c. Hidrologi
Sungai Musi sebagai sungai utama mengalir dari arah barat laut kearah
timur laut sepanjang 15 km melintasi kota, dengan lebar antara 220-313 meter dan
kedalaman 8-12 meter. Sungai Musi membagi kota menjadi 2 bagian yaitu
Kawasan Seberang Ilir dan Seberang Ulu. Kondisi hidrologi di kedua kawasan ini
menunjukkan perbedaan fisik yaitu di bagian Seberang Ulu terdapat anak-anak
sungai yang relatif besar dengan muara pada Sungai Musi. Anak-anak Sungai
Musi yang relatif besar dan berhulu di Pegunungan Bukit Barisan adalah Sungai
Ogan dan Sungai Komering. Selain itu terdapat pula anak-anak sungai kecil dan
pendek yang bermuara pada Sungai Musi dan berhulu pada wilayah Kota
Palembang dan sekitarnya seperti Sungai Aur dan Sungai Sriguna. Pada bagian
Seberang Ilir, aliran anak-anak sungai terbagi menjadi dua sesuai dengan
karakteristik topografi yang berbukit. Pada bagian selatan punggungan terdapat
anak-anak sungai yang mengalir pada Sungai Musi dn berhulu pada punggungan
topografi sperti Sungai Lambidaro, Sekanak, Buah, Batang, dan Selincah.
Sedangkan pada bagian utara punggungan terdapat anak-anak sungai yang
mengalir kautara yang bermuara anatara lain ke Sungai Kenten.
d. Pasang Surut
Sungai Musi secara umum memiliki tipe pasang surut tungal yang artinya
dalam satu hari (24 jam) terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan nilai
Formhazl sebesar 3,06. Hasil penelitian dari Univeristas Sriwijaya, variasi kisaran
pasang-surut yaitu antara 0,46 m saat pasang perbani (Neap Tide) hingga 3.42 m
saat pasang purnama (Spring Tide). Waktu yang dibutuhkan untuk surut terendah
ke pasang tertinggi ialah sekitar 9-10 jam dan waktu untuk pasang tertinggi
menuju surut terendah ialah sekitar 14-15 jam, dengan kata lain terdapat beda
waktu selama 5 jam antar keduanya. Perbedaan waktu ini terjadi karena saat
pasang, terjadi pemasukan massa air dari laut dan hulu sungai sehingga
19
mengakibatkan terjadinya penumpukkan massa air yang mengakibatkan semakin
cepat terjadinya kenaikan muka air.
Kecepatan arus maksimum sungai mencapai 0.9 m/s dan kecepatan
minimum 0 m/s dengan besaran rata-rata arus pasang surut adalah 19,3 cm/s. Arus
pasang surut menunjukkan bahwa kecepatan arus saat pasang purnama jauh lebih
besar dan teratur polanya, sedangkan saat pasang pebani kecepatan arus
cenderung lemag dengan pola kurang teratur. Pola arus saat pasang, massa air
cederung memasuki muara dan saat surut massa air meninggalkan muara.
(Program Studi Ilmu Kelautan Univeristas Sriwijaya 2012 )
Kondisi S