Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun yang Dioperasikan di Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna.

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BUBU
TAMBUN YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN KARANG
PULAU KERDAU, KABUPATEN NATUNA

SLAMET ACHRODI

DEPARTEMEN PEMENFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Hasil
Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun yang Dioperasikan di Perairan
Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2015

Slamet Achrodi
NIM C44110048

ABSTRAK
SLAMET ACHRODI. Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun
yang Dioperasikan di Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna.
Dibimbing oleh SULAEMAN MARTASUGANDA dan BUDHI HASCARYO
ISKANDAR
Alat tangkap bubu tambun digunakan oleh nelayan di Pulau Kerdau untuk
menangkap ikan di perairan karang Pulau Kerdau, Natuna. Bubu tambun yang
dioperasikan di Pulau Kerdau memiliki dimensi panjang x lebar x tinggi: 92 cm x
77 cm x 30 cm. Bubu tambun dioperasikan di perairan karang dengan kedalaman
5-12 m dengan jangka waktu penanaman 3 hari. Hasil tangkapan bubu tambun
terbagi atas hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil
tangkapan bubu tambun didominasi oleh ikan tangkapan sampingan dengan
presentase sebesar 86%. Hasil tangkapan utama jauh lebih sedikit yakni sebesar

14%, hal tersebut diakibatkan laju penangkapan yang lebih tinggi karena harga
ikan hasil tangkapan utama lebih tinggi dibanding hasil tangkapan sampingan.
Kata kunci: bubu tambun, hasil tangkapan, Natuna, kerapu
ABSTRACT
SLAMET ACHRODI.Catch Composition of Pot Operated in Coral Reef waters of
Kerdau Island, Natuna Distrik. Supervised by SULAEMAN MARTASUGANDA
and BUDHI HASCARYO ISKANDAR.
The pot used by fishermen in Kerdau Island to catch fish in coral reef
water of Kerdau Island, Natuna. The pot oprated in Kerdau Island have size of
lengt x width x depht: 92 cm x 77 cm x 30 cm. Pot operated in coral reef water in
deep 5-12 m with time periode of cultivation 3 day. The catch pot consist of
primerycatch and bycatch. Domination of catch is bycatch with presentase is
86%. The primerycatch more minimal with presentase 14%, it’s because high
effort of catch has prize of fish primerycatch more expensive than bycatch.
Keywords: pot, catch, Natuna, grouper

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BUBU TAMBUN
YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN KARANG PULAU KERDAU,
KABUPATEN NATUNA


SLAMET ACHRODI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMENFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul
“Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun Yang di Operasikan di
Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hasil tangkapan yang
tertangkap oleh alat tangkap bubu tambun di perairan Pulau Kerdau dan

mendeskripsikan unit penangkapan alat tangkap bubu tambun yang dioperasikan
di perairan Pulau Kerdau.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Sulaeman Martasuganda B Fish
Sc M Sc dan Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar M Si selaku pembimbing skripsi atas
segala bimbingan, dukungan, kesabaran, sumbangan ide dan materi yang telah
diberikan.
Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Keluarga
tersayang, ibunda tercinta (Tukiyem), Ayah (Jumpono) dan kakak-kakak
tersayang (Sarwan, Solikin, Masri’ah dan Muntimah) atas segala doa, perhatian,
kasih sayang dan dukungan dari awal hingga akhir kuliah. Selain itu, penulis
sampaikan terima kasih kepada Delvy Wulandari atas bantuan, doa, dukungan dan
semangatnya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Pak Ramli dan masyarakat
Pulau Kerdau serta teman-teman KKP (Delvy, Ulil, Luki, Ana, Kiki) yang telah
membantu selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Adi Kusnadi, Ridwan Rifandi dan Febriana Rahmalia yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, keluarga besar PSP 48 dan IKAMADE
IPB yang telah menemani dan memberikan semangat dalam penelitian yang telah
dilakukan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.


Bogor, Agustus 2015
Slamet Achrodi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode penelitian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit Alat Tangkap
Alat Tangkap Bubu Tambun
Nelayan
Kapal
Metode Operasi Penangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun
Hasil Tangkapan Bubu Tambun

Jenis Hasil Tangkapan Utama
Hubungan Panjang dan Berat Hasil Tangkapan Utama
Jenis Hasil Tangkapan Sampingan
Proporsi Hasil Tangkapan Utama dan Tangkapan Sampingan
Penanganan Hasil Tangkapan
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
2
2
3
3
4
5
5

5
7
7
8
10
11
14
16
18
19
20
20
21
21
23
24

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Daftar Harga Ikan Kerapu
Jenis-jenis Ikan Hasil Tangkapan Utama
Ukuran dan Bobot Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan

11
11
13
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11

Peta lokasi pengambilan data
Alat tangkap bubu tambun
Kapal bubu tambun
Ilustrasi kegiatan operasi penangkapan bubu tambun
Hasil tangkapan per trip
Hasil Tangkapan utama
Hubungan panjang dan berat kerapu hitam (Cephalopholis boenk)
Hubungan panjang dan berat kerapu macan (Epinephelus foscoguttata)
Hubungan panjang dan berat kerapu sunu (Plectropoma leopardus)
Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan
Penanganan hasil tangkapan

2
6

8
9
10
12
14
15
16
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil tangkapan per trip

23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi kawasan terumbu karang yang luas di Indonesia merupakan habitat
yang baik bagi ikan-ikan karang. Potensi tersebut dapat dilihat dengan tingkat
produktifitas dan keragaman ikan karang yang sangat tinggi. Beberapa jenis ikan

karang memiliki nilai jual yang tinggi. Ikan karang seperti ikan jenis kerapu
merupakan jenis ikan yang dapat dikategorikan dalam jenis ekonomis penting.
Salah satu daerah yang memiliki potensi ikan karang yang tinggi khususnya jenis
ikan kerapu adalah Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna.
Pulau Kerdau merupakan salah satu pulau yang berada di kepulauan Riau
yang dihuni oleh 80 Kepala keluarga yang terdiri atas 284 jiwa. Pulau Kerdau
memiliki luas daratan sebesar 0,7 km2 dengan daerah perairan yang berkarang.
Masyarakat yang berada di Pulau kerdau sebagian besar bekerja sebagai nelayan.
Nelayan yang menghuni Pulau Kerdau merupakan nelayan tradisional yang
menggunakan alat tangkap bubu dan dibantu dengan alat kompresor dalam
melakukan aktifitas penyelaman untuk mencari ikan karang. Mayoritas nelayan
menjadikan ikan kerapu sebagai target utama. Kegiatan operasi penangkapan ikan
kerapu dilakukan dengan menggunakan perangkap ikan yang dikenal dengan
nama bubu tambun. Bubu tambun digunakan karena memiliki sifat ramah
terhadap lingkungan.
Bubu tambun dioperasikan di daerah dasar perairan yang berkarang.
Komposisi jenis hasil tangkapan alat tangkap bubu tambun terdiri atas jenis ikan
karang konsumsi (food fish) dan hasil tangkapan jenis ikan-ikan ikan hias
(ornamental fish). Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap pada alat bubu tambun
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Harga jual ikan yang tinggi, mengakibatkan
laju penangkapan semakin meningkat. Tuntutan pemenuhan kebutuhan akan
sumberdaya akan di ikuti oleh tekanan eksploitasi sumberdaya ikan yang juga
semakin intensif. Jika tidak dikelola secara bijaksana sangat dikhawatirkan
pemanfaatan secara intensif akan mendorong usaha perikanan ke jurang
kehancuran (Subani dan Barus, 2006)
Laju penangkapan yang tinggi mengakibatkan penurunan populasi ikan
karang dan rusaknya habitat terumbu karang. Jika kegiatan penangkapan tersebut
tidak di kontrol dengan baik khususnya pada unit penangkapan dan hasil
tangkapan, maka kondisi populasi ikan karang akan semakin menurun. Oleh
karena itu, perlu adanya tindakan untuk menjaga populasi ikan karang terhadap
kegiatan operasi penangkapan bubu tambun. Tindakan tersebut dapat dilakukan
dengan cara pengawasan terhadap unit penangkapan dan hasil tangkapan yang
tertangkap pada operasi bubu tambun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
unit alat penangkapan dan hasil tangkapan yang tertangkap dengan menggunakan
bubu tambun di Pulau Kerdau. Adanya informasi mengenai unit alat penangkapan

2
dan hasil tangkapan dari kegiatan operasi pengkapan bubu tambun diharapkan
dapat terciptanya pengawasan terhadap hasil tangkapan dan alat tangkap yang
digunakan. Sehingga, kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan karang dapat
berkelanjutan dan populasi ikan karang akan terjaga dengan baik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1) Mendeskripsikan unit penangkapan alat tangkap bubu tambun yang
dioperasikan di perairan karang Pulau Kerdau.
2) Mengetahui jenis-jenis hasil tangkapan bubu tambun yang dioperasikan di
perairan karang Pulau Kerdau.
Manfaat Penelitian
1) Memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang perikanan tangkap
khususnya pada unit penangkapan ikan karang dengan bubu tambun.
2) Memberikan informasi kepada pihak terkait tentang unit penangkapan ikan
karang dengan menggunakan bubu tambun.
3) Sebagai dasar bagi penelitian lanjutan pada bidang terkait.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis hasil tangkapan sampingan dengan
menggunakan bubu tambun yang dioperasikan di perairan karang Kepulauan
Seribu telah dilakukan oleh Iskandar (2010). Perbedaan penelitian ini terletak
pada kategori hasil tangkapan utama dan sampingan serta lokasi pengambilan
data. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa hasil tangkapan sampingan lebih
tinggi dibanding tangkapan utama.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pulau Kerdau, Kecamatan Subi, Kabupaten
Natuna, Kepualauan Riau pada bulan Juli 2014. Penelitian ini terbagi atas tiga
titik lokasi pengambilan data yang berada di perairan karang di sekitar Pulau
Kerdau. Titik lokasi pengambilan data Pulau Kerdau, Pulau Cepu dan Karang
Pengumbang.

3

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data
Alat dan Bahan
Penelian ini menggunakan bubu tambun yang dioperasikan di perairan
karang Pulau Kerdau. Bubu yang digunakan terbuat dari rotan sebagai rangka dan
kawat sebagai dinding dengan ukuran panjang x lebar x tinggi : 92 cm x 77 cm x
30 cm. Bubu tambun yang digunakan memilki bentuk mulut seperti corong
dengan diameter bagian luar 40 cm dan dalam sebesar 15 cm. Pengamatan
dilakukan dengan menggunakan 12 bubu yang ditanam pada tiga titik lokasi.
Kegiatan penelitian ini dibantu dengan menggunakan kapal dengan ukuran ttab ; maka H0 ditolak.
thit < ttab ; maka H0 diterima.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit Alat Tangkap
Alat tangkap bubu tambun
Bubu tambun merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari bambu
yang dioperasikan secara pasif diperairan berkarang. Sasaran dari penangkapan
dengan alat tangkap ini adalah ikan karang seperti kakap dan kerapu. Bubu
tambun termasuk ke dalam klasifikasi perangkap dan penghadang (Martasuganda,
2003). Bubu terdiri atas pintu dan badan bubu yang efektif untuk menangkap
organisme yang bergerak di perairan laut maupun danau (Rounsefell diacu dalam
Rumanjar, 2001).
Alat tangkap bubu tambun yang digunakan selama penelitian merupakan
alat tangkap bubu yang biasa digunakan oleh nelayan di Pulau Kerdau. Bubu
tambun yang digunakan memiliki ukuran panjang x lebar x tinggi: 92 cm x 77 cm
x 40 cm, panjang mulut: 40 cm, dimensi mulut luar: 40 cm, mulut dalam: 15 cm
dan mata jaring sebesar 3 cm. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bubu
adalah rotan dan kawat. Rotan digunakan sebagai rangka dan kawat sebagai
dinding bubu. Bahan rotan yang digunakan sebagai bubu merupakan hasil
pertanian dari Pulau Subi. Sehingga untuk mendapatkan bahan rotan tersebut
nelayan Pulau Kerdau mengambil ke Pulau Subi.
Rotan dari Pulau Subi didapatkan secara gratis. Biaya yang digunakan untuk
mendapatkan rotan hanya untuk BBM kapal yang digunakan untuk mengambil
rotan. Pembuatan satu buah bubu tambun menghabiskan 3-4 batang rotan yang
telah dibelah menjadi dua. Sedangkan untuk bahan kawat bubu dibeli dari Pulau
Kalimantan dengan cara pemesanan dengan harga Rp 1.600.000/ gulung. Satu
gulung bahan kawat memiliki panjang x lebar: 50 m x 1,5 m yang dapat dijadikan
sekitar 25 bubu tambun dengan ukuran yang telah ditentukan. Kelemahan bahan
kawat sebagai bahan bubu adalah sifatnya yang mudah korosi. Sehingga Alat
tangkap bubu tambun tersebut hanya dapat digunakan dalam jangka waktu selama
satu tahun operasi. Gambar alat tangkap bubu tambun yang dioperasikan di
perairan karang Pulau Kerdau disajikan pada Gambar 2.
Bubu tambun tidak hanya digunakan di Pulau Kerdau melainkan di daerah
lain seperti kepulauan seribu. Alat bubu tambun yang dioperasikan di Kepulauan
seribu memiliki perbedaan dengan bubu tambun di Pulau Kerdau. Menurut
Iskandar (2010) bubu yang biasa digunakan oleh nelayan kepulauan seribu
memiliki ukuran panjang x lebar x tinggi: 66 cm x 51 cm x 20 cm, dengan
kedalaman perairan pengoperasian alat 0,5 m – 3 m. Jenis hasil tangkapan utama
di Kepulauan Seribu lebih tinggi dibanding di Pulau Kerdau.

6

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 2. Alat tangkap Bubu Tambun yang digunakan di Pulau Kerdau; (a)
Gambar bubu tambun,(b) Kontruksi bubu tambun, (c) Kerangka, (d)
Corong bubu.

7
Nelayan
Nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan, yaitu menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
Nelayan di Pulau Kerdau terbagi atas nelayan penuh dan nelayan sambilan utama.
Nelayan penuh merupakan nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk
melakukan operasi penangkapan ikan. Sedangkan nelayan sambilan utama
merupakan nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan
operasi penangkapan ikan disamping melakukan pekerjaan lain. Nelayan yang
melakukan pengoperasian alat tangkap bubu tambun dalam penelitian ini
merupakan nelayan penuh.
Kegiatan operasi penangkapan selama penelitian dilakukan oleh satu orang
nelayan. Sistem kerja dalam operasi penangkapan dikerjakan secara individu.
Dalam sistem pembagian kerja tersebut, nelayan melakukan keseluruhan operasi
penangkapan yang meliputi:


Setting
Pada kegiatan setting nelayan mempersiapkan alat tangkap yang akan
digunakan dalam operasi penangkapan. Persiapan yang dilakukan meliputi cek
alat bubu, pemeriksaan alat menyelam dan perendaman bubu ke perairan. Setelah
semua alat siap, nelayan melakukan penyelaman ke dasar perairan untuk
melakukan penanaman bubu.


Hauling
Hauling merupakan proses pengangkatan bubu yang telah ditanam
diperairan. Pada proses hauling nelayan melakukan penyelaman kembali untuk
mengangkat bubu yang telah ditanam. Setelah hasil tangkapan bubu diambil, bubu
ditanam kembali diperairan.
Kapal
Kapal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran panjang total 7
m, lebar 1,5 m dan tinggi 2 m. Kapal bubu ini memiliki palka dengan ukuran
panjang x lebar x tinggi : 1 m x 1m x1m dengan daya tampung 40 ekor ikan
tangkapan utama dengan asumsi bobot 1kg/ekor. Tenaga mesin pada kapal
sebesar 30 PK dengan operasi one day fishing. Pada sistem kerjanya, kapal ini
juga dilengkapi dengan GPS dan navigasi elektronik dengan tenaga panel surya
yang digunakan sebagai penentu lokasi fishing ground dan penentuan daerah
perendaman bubu. Bahan bakar kapal yang digunakan adalah solar, dimana ratarata satu kali trip mengahabiskan 10-12 liter solar. Secara jelas gambar kapal
disampaikan pada Gambar 3.

8

Gambar 3 Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan bubu tambun
Metode operasi penangkapan alat tangkap bubu tambun
Pada operasi penangkapan ini, bubu yang digunakan berjumlah 12 buah.
Bubu direndam pada tiga titik fishing ground yang terdiri atas Pulau Kerdau,
Pulau Cepu dan Karang Pengumbang. Jarak masing-masing lokasi berkisar 2-3
km dan jarak bubu satu dengan yang lain didalam satu lokasi berkisar 6-10 m.
Masing-masing titik lokasi direndam sebanyak 4 buah bubu tambun selama 3 hari.
Proses perendaman dilakukan dengan cara penyelaman oleh nelayan dengan
menggunakan kompresor pada kedalaman 5-12 meter. Pada proses perendaman
bubu, nelayan tidak menggunakan pelampung sebagai tanda melainkan
menggunakan alat GPS dan Navigator. Nelayan mencatat ordinat titik lokasi
penanaman bubu yang bertujuan agar titik lokasi dapat diketahui. Pada saat
menyelam, nelayan mencari daerah terumbu karang yang masih baik atau dalam
keadaan rimbun. Hal tersebut dilakukan agar bubu yang ditanam tidak terlihat
oleh ikan target. Bubu tambun yang dipasang di dasar perairan diikat dengan tali
pada karang. Bubu direndam berlawanan dengan arus mengikuti sifat migrasi
ikan.
Ikan karang yang masuk ke dalam bubu tambun tidak akan dapat keluar dari
perangkap. Bubu yang digunakan telah dibuat mengkuti sifat berenang ikan.
Mulut bubu dibuat dengan bentuk corong, artinya semakin ke dalam maka mulut
bubu akan semakin mengecil karena ukuran mulut bagian luar lebih besar
dibaanding mulut dalam. Sifat berenang ikan yang selalu maju akan mengarahkan
ikan untuk masuk ke dalam bubu. Sehingga ketika ikan telah sampai di dalam
bubu, maka ikan tidak dapat meloloskan diri dari perangkap. Dapat dikatakan juga

9
bahwa ukuran mulut bubu akan menentukan keberhasilan dalam melakukan
operasi penangkapan bubu tambun.

Gambar 4 Ilustrasi kegiatan operasi panangkapan bubu tambun tampak atas
Proses masuknya ikan kedalam bubu tambun dipengaruhi oleh tingkah laku
ikan karang. Monintja dan Martasuganda (1991) memberikan alasan bahwa
udang, kepiting atau ikan-ikan karang tertangkap pada bubu karena pengaruh
beberapa faktor yang meliputi: 1) tertarik oleh bau umpan; 2) tempat berlindung;
3) sifat ketertarikan suatu benda asing yang ada di sekitarnya. Namun, pada
penelitian yang dilakukan tidak menggunakan umpan. Kondisi terumbu karang
yang masih baik menjadi salah satu faktor ikan target mudah masuk kedalam bubu
tambun. Kondisi terumbu karang yang baik memiliki potensi banyak jenis ikan
karang. Jenis ikan yang tertangkap ke dalam bubu tambun cenderung lebih dari
satu jenis ikan. Ikan yang dominan tertangkap adalah ikan-ikan yang memiliki
ukuran kecil. Ikan-ikan yang memiliki ukuran kecil memberikan daya tarik
kepada ikan yang bersifat predator seperti kerapu yang berukuran lebih besar.
Adanya bubu tambun yang direndam menimbulkan siklus rantai makanan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ikan jenis predator yang tertangkap ke dalam
bubu tertarik karena adanya ikan yang berukuran kecil yang masuk ke dalam bubu
terlebih dahulu sebagai umpan alami. Alat tangkap bubu diangkat kembali setelah
tiga hari masa perendaman. Ikan hasil tangkapan yang terperangkap dan masuk
kedalam bubu kemudian di pindah ke dalam palka kapal. Bubu yang yang telah
diangkat kemudian direndam kembali dengan posisi yang berbeda sebelumnya.

10
Hasil tangkapan bubu tambun
Rata-rata jumlah hasil tangkapan setiap operasi penangkapan dengan
bubu tambun berada pada kisaran 50-98 ekor, dengan hasil jumlah tangkapan
terendah pada trip ke 5 yakni sebesar 40 ekor. Sedangkan jumlah hasil tangkapan
terbesar diperoleh pada trip ke 4 dengan hasil sebesar 98 ekor. Rata-rata hasil
tangkapan per trip sebesar 71 ekor yang terdiri atas ikan tangkapan utama dan
sampingan. Secara terperinci jumlah hasil tangkapan per trip penangkapan dapat
dilihat pada Gambar 5.
120

Hasil Tangkapan
(Ekor)

100
80
60
40
20
0
Trip 1

Trip 2

Trip 3

Trip 4

Trip 5

Trip

Gambar 5 Jumlah hasil tangkapan bubu tambun per trip
Gambar 5 menunjukan bahwa hasil tangkapan bubu tiap trip bervariasi.
Perbedaan hasil tangkapan dipengaruhi oleh kondisi arus yang kuat pada masa
tertentu dan salinitas. Parameter kualitas air untuk pertumbuhan ikan kerapu pada
kisaran temperatur 24-31 °C, salinitas antara 30–33 ppt, kandungan oksigen
terlarut lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8–8,0 (Yoshimitsu et al, 1986).
Menurut Nybakken (1988) perairan dengan kondisi tersebut diatas pada umumnya
terdapat diperairan terumbu karang. Selain kondisi kualitas air, tingkah laku target
tagkapan juga menjadi pengaruh. Adanya perbedaan hasil tangkapan bubu
menurut Risamasu (2008) diakibatkan oleh beberapa hal yang meliputi: 1) migrasi
kelompok ikan; 2) keragaman ukuran ikan dalam populasi; 3) tepat tidaknya
penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap yang bersifat pasif dan
menetap. Pemasangan bubu yang tepat adalah pada lokasi yang memiliki kualitas
yang baik. Keberadaan ikan karang dipengaruhi oleh kondisi atau kualitas karang
sebagai habitat. Parameter utama penentu keberhasilan dalam pengoperasian bubu
adalah bukaan mulut bubu (Martasuganda, 2003).

11
Jenis hasil tangkapan utama
Hasil tangkapan utama merupakan ikan target yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Pada umumnya, permintaan ikan tangkapan utama sangat tinggi
sehingga harga ikan menjadi mahal. Adapun daftar harga ikan kerapu yang
didapatkan selama penelitian. Harga ikan berikut berasal dari informasi nelayan
yang menjual ikan tangkapannya lewat perantara cukong setempat. Sedangkan
informasi harga dari kapal kapal Hongkong tidak dijelaskan.

Nama lokal
kerapu macan
kerapu hitam
kerapu marinir
kerapu sunu
Lesu
kerapu tulang hantu
*Harga jual pada Juli 2014

Tabel 1 Daftar harga ikan kerapu
Nama Latin
Harga/ kg*
Epinephelus foscoguttata
Rp 80.000,00
Cephalopholis boenk
Rp 170.000,00
Epinephelus merra
Rp 70.000,00
Plectropoma leopardus
Rp 180.000,00
Chromileptes sp
Rp 50.000,00
Epinephelus tauvina
Rp 70.000,00

Ikan target utama yang ditangkap oleh nelayan adalah ikan jenis kerapu.
Adapun jenis dan jumlah hasil tangkapan utama yang didapat selama penelitian
sebagai berikut:
Tabel 2 Jenis-jenis ikan hasil tangkapan utama
Nama lokal
Nama Latin
Jumlah (Ekor)
kerapu macan
Epinephelus foscoguttata
14
kerapu hitam
Cephalopholis boenk
12
kerapu marinir
Epinephelus merra
1
kerapu sunu
Plectropoma leopardus
22
Lesu
Chromileptes sp
1
kerapu tulang hantu
Epinephelus tauvina
2
Total
52
Ikan yang tertangkap selama penelitian adalah spesies dari famili
Serranidae. Jenis family Serranidae merupakan ikan target utama yang dicari oleh
nelayan. Spesies yang tertangkap pada alat tangkap bubu tambun meliputi; kerapu
Sunu (Plectropoma leopardus), kerapu hitam (Cephalopholis boenck), kerapu
bebek (Chromileptes altivelis), kerapu tulang hantu (Epinephelus tauvina), kerapu
marinir (Epinephelus merra), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttata). Jenis
hasil tangkapan utama bervariasi namun jumlahnya sedikit. Spesies ikan yang
paling banyak tertangkap adalah spesies kerapu sunu (Plectropoma leopardus)
yakni sebesar 22 ekor. Adapun tangkapan terendah yakni spesies kerapu marinir

12
(Epinephelus merra) dan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) sebesar 1 ekor.
Jumlah hasil tangkapan utama secara rinci disajikan pada Gambar 6.

Hasil Tangkapan (Ekor)

25
20
15
Hasil Tangkapan
Utama

10
5
0
Epinephelus Cephalopholis Epinephelus
foscoguttata
boenk
merra

Plectropoma Chromileptes Epinephelus
leopardus
altivelis
tauvina

Jenis Ikan Tangkapan

Gambar 6 Jumlah hasil tangkapan utama bubu tambun
Gambar 6 menunjukan bahwa jumlah ikan target yang tertangkap beragam.
Jenis ikan yang sedikit tertangkap meliputi Epinephelus merra, Chromileptes
altivelis dan Epinephelus tauvina. Ketiga jenis ikan tersebut memiliki nilai
ekonomi yang lebih tinggi yang mengakibatkan laju penangkapan yang dilakukan
lebih tinggi. Sehingga dalam periode waktu yang lama, ketiga spesies tersebut
mengalami penurunan. Nelayan di Pulau Kerdau hanya menjadikan spesies
Kerapu sebagai ikan target utama. Hal tersebut diakibatkan karena permintaan
dari Hongkong hanya ikan-ikan jenis kerapu. Ikan kerapu merupakan komoditas
yang sangat penting karena memliki nilai ekonomis tinggi yang harganya dapat
mencapai U$ 50/Kg di Hongkong (Sadovy 2007). Permintaan yang sangat tinggi
telah meningkatkan penangkapan ikan kerapu. Kelestarian sumberdaya beberapa
jenis kerapu telah terancam. Sadovy (2007) menambahkan bahwa dari 161 jenis
ikan kerapu di dunia, 22 jenis kerapu telah ditempatkan pada daftar merah (red
list).
Disamping melihat jenis-jenis tangkapan utama, penelitian ini juga
melakukan pengukuran ikan target yang tertangkap. Adapun ukuran ikan target
yang tertangkap pada alat bubu tambun sebagai berikut:

13
Tabel 3 Ukuran dan bobot hasil tangkapan utama
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

Nama Ikan
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu hitam
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu macan
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapa sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu
kerapu sunu

PB
(cm)
70
20
12
10
12
21
15
46
38
15
22
10
15
20
21
18
12
12
18
25
22
20
21
22
20
21
25
13
15
10
14
15
18
15
20
14
22
36
31
18
15
18
12
28
15
20
18
23

PT
(cm)
75
25
16
14
17
25
18
49
45
20
25
14
20
25
24
23
17
17
21
28
26
24
25
26
25
25
29
16
18
14
17
18
20
17
23
16
25
39
36
24
19
25
16
24
19
26
25
26

OC
(cm)
46
24
10
9
12
20
15
25
25
15
20
9
14
20
16
18
12
12
20
25
20
20
20
20
20
20
20
10
13
12
14
13
15
14
18
13
20
22
18
12
14
16
14
20
14
16
16
20

KB
(cm)
58
27
14
13
16
24
19
29
30
18
24
13
19
25
20
23
16
16
21
25
28
27
24
24
23
24
26
14
18
15
18
17
19
17
22
16
25
29
22
18
18
19
17
24
18
18
19
24

BB
(kg)
10
2.1
0.7
0.5
0.7
1.2
0.9
2.1
2.3
0.8
1.2
0.5
0.7
0.9
0.9
1
0.7
0.7
0.9
0.6
1.2
1
1.3
1.5
1.45
1.3
1.3
0.5
0.9
0.95
1
0.8
1
0.8
1.1
0.5
1.3
1.5
1.8
1.2
0.9
1.4
0.9
1.5
0.9
1.3
1.2
1.4

Keterangan: PB (Panjang badan), PT (Panjang Total), OC (Operculum), KB (Keliling badan), BB
(Bobot)

14
Tabel 3 menunjukan bahwa hasil tangkapan memiliki ukuran yang berbeda.
Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh memiliki ukuran keliling operculum
yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran mulut bubu bagian dalam. Hal
tersebut terjadi karena ikan memiliki sifat tigmotasis maka ikan kerapu yang
masuk akan menerobos mulut bubu yang berukuran lebih kecil. Sehingga ikan
yang tertangkap mengalami kerusakan atau luka pada bagian kepala, badan dan
ekor.
Hubungan panjang dan berat hasil tangkapan utama
Analisis hubungan panjang dan berat dilakukan pada jenis ikan yang
dominan tertangkap. Jenis ikan yang dominan tertangkap meliputi kerapu hitam,
kerapu macan dan kerapu sunu. Hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan
hasil tangkapan didapatkan persamaan regresi dengan R2 yang berbeda (Gambar
7, 8 dan 9 ). Model persamaan hubungan panjang dan berat ikan kerapu hitam
adalah y = 0,909468x0,0766 atau W = 0,909468TL0,0766 dengan nilai R² = 89 %
(Gambar 7). Nilai model observasi (R² = 89%) menunjukkan bahwa panjang dan
berat ikan kerapu hitam memiliki korelasi positif, artinya setiap kenaikan panjang
sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan b atau ukuran morfometrik ikan
sebesar 0,0766. Analisis uji-t untuk b pada taraf nyata 0,05 diperoleh thit > ttab,
menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan kerapu hitam di wilayah penelitian
(Gambar 7) menunjukan pola pertumbuhan alometrik negatif (b < 3), artinya
pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat.
10
y = 0,909468TL0,0766
R² = 0,8941
n = 14

Berat ikan (Kg)

8
6
4
2
0
10

25

40

55

70

Panjang total ikan (cm)

Gambar 7 Hubungan panjang dan berat ikan kerapu hitam (Cephalopolis boenk)
di perairan karang Pulau Kerdau
Model persamaan hubungan panjang dan berat ikan kerapu macan adalah y
= 0,052341x0,9401 atau W = 0,052341TL0,9401 dengan nilai R² = 21% (Gambar 8).
Hasil ini menunjukkan bahwa panjang dan berat ikan ikan kerapu macan memiliki

15
korelasi positif, artinya setiap kenaikan panjang sebesar satu satuan akan
menyebabkan kenaikan b atau ukuran morfometrik ikan sebesar 0,9401. Analisis
uji-t untuk b pada taraf nyata 0,05 diperoleh thit > ttab, menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan ikan kerapu macan di wilayah penelitian (Gambar 8) menunjukan
pola pertumbuhan alometrik negatif (b < 3), artinya pertumbuhan panjang lebih
cepat dibanding pertumbuhan berat.

Berat Ikan (Kg)

3
y = 0,052341TL09401
R² = 0,2177
n = 12
2

1
10

20
Panjang totai ikan (cm)

30

Gambar 8 Hubungan panjang dan berat ikan kerapu macan (Epinephelus
foscoguttatus) di perairan karang Pulau Kerdau
Model persamaan hubungan panjang dan berat ikan kerapu sunu adalah y =
0,049736x0,9921 atau W = 0,049736TL0,9921 dengan nilai R² = 62%. Hasil ini
menunjukkan bahwa panjang dan berat ikan kerapu sunu memiliki korelasi positif,
artinya setiap kenaikan panjang sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan b
atau ukuran morfometrik ikan sebesar 0,9921. Analisis uji-t untuk b pada taraf
nyata 0,05 diperoleh thit < ttab, menunjukkan bahwa pola pertumbuhan kerapu sunu
di wilayah penelitian (Gambar 9) menunjukan pola pertumbuhan alometrik negatif
(b < 3), artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat.

16
3

y = 0,049736TL 0,9921

Berat ikan (Kg)

R2 = 0,6247
n = 22

2

1
10

20

30

40

50

Panjang total ikan (cm)

Gambar 9 Hubungan panjang dan berat ikan kerapu sunu (Plectropoma
leopardus) di perairan karang Pulau Kerdau
Menurut Bagenal dalam Habibun (2011), faktor-faktor yang menyebabkan
b selain perbedaan spesies iadalah factor lingkungan, stok ikan dalam satu spesies,
jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, perbedaan waktu dalam hari karena
perubahan isi perut. Sedangkan menurut Effendi (1997), apabila nilai b sama
dengan 3 (tiga) menunjukan bahwa pertumbuhanikan tidak akan berubah
bentuknya atau bertambah panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya.
Apabila nilai b yang didapatkan lebih besar dari 3 (tiga) maka ikan tersebut dalam
keadaan gemuk, diamana pertambahan panjangnya, sedangkan jika nilai b kurang
dari lebih kecil maka ikan tersebut dalam kondisi kurus, dimana pertumbuhan
panjang lebih cepat disbanding dengan pertumbuhan beratnya.
Menurut Effendie (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup
jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan
sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur,
dan ukuran ikan serta matang gonad.
Jenis hasil tangkapan sampingan
Hasil tangkapan sampingan merupakan hasil tangkapan yang memiliki nilai
ekonomi yang rendah. Hasil tangkapan sampingan yang tertangkap oleh nelayan
Pulau Kerdau dimanfaatkan sebagai lauk pauk dan pakan ikan kerapu. Adapun
hasil tangkapan sampingan yang didapatkan selama operasi penangkapan
disajikan pada tabel 4.

17
Tabel 4 Hasil tangkapan sampingan
Nama Lokal
Nama Latin
ikan badut
Chaetodon boronsesa
kepe-kepe
Chaetodon kleinii
ikan hias kuning
Chelmon rostrastus
lubu merah
Scharus niger forsskal
lubu hijau
Chlorurus bleekeri
kecapar
Hemigymnus fasciatus
lubu
Hemigymnus melapterus
lubu
Scharus tricolor
kenari merah
Lutjanus malabaricus
ikan merah
Lutjanus rufelineatus
ekor kuning
Caesio cuning
kurisi
Nemipterus nematophorus
sengat lebam
Siganus sp
gerudu
Siganus sp
mantung
Upeneus sulphureus
ikan merah
Coris gaimardi
ikan kuning
Siganus virgatus
nus/ sotong
Sepia paranois
moray
Hiyamotorax sp
kepiting pasir
Varruna litterata
napoleon
Cheilinnus sp
Total

Jumlah (Ekor)
30
20
57
7
38
15
21
23
4
20
14
17
2
4
1
3
18
3
5
2
4
308

Jenis tangkapan sampingan terdiri atas 9 famili yang meliputi
Chaetodontidae, Scaridae, Lutjanidae, Cephalopoda, Libridae, Siganidae,
Caesionidae, Muraenidae dan Crustacea. Famili yang paling banyak tertangkap
pada bubu tambun adalah Chatodontidae. Faimili tersebut terdiri atas spesies
Chaetodon boronessa, Chaetodon klinii dan Chaetodon rostrastus dengan jumlah
tangkapan sebesar 107 ekor. Keragaman family Chaetodontidae dapat dijadikan
sebagai indikator kualitas terumbu karang yang masih baik.
Pada family Scaridae, spesies yang tertangkap meliputi Scarus niger
forsskal, Scharus tricolor dan Chlorus bleekeri. Family Scaridae yang tertangkap
ke dalam bubu tambun sejumlah 68 ekor. Jenis spesies ini sering disebut juga oleh
nelayan setempat dengan nama lubu atau dalam istilah umum disebut juga ikan
kakak tua. Pada family Lutjanidae, ikan yang tertangkap sejumlah 24 ekor yang
terdiri atas spesies Lutjanus malabaricus, Lutjanus sp dan Lutjanus rufelineatus.
Pada famili Siganidae, ikan yang tertangkap sebanyak 28 ekor yang terdiri atas
Siganus sp, Siganus virgatus, Cheilinnus fasciatus. Pada family Cephalopoda
tertangkapan sebesar 2 ekor yang hanya terdiri satu spesies yakni sotong katak
(Sepia pharanois). Sotong katak yang tertangkap memiliki ukuran yang cukup

18
besar dan jumlah yang sedikit karena sedang tidak terjadi musim sotong.
Sedangkan family Labridae, ikan yang tertangkap sejumlah 40 ekor yang terdiri
atas Hemigymnus melapterus, Hemigymnus fasciatus dan Cheilinnus fasciatus.
Pada family Chaesionidae ikan yang tertangkap berjumah 14 ekor yang
terdiri atas spesies Chaesio cuning. Sedangkan family Muraenidae, spesies yang
tertangkap sebnyak 5 ekor yang terdiri atas spesies moray. Operasi penangkapan
alat bubu tambun juga menangkap family dari Crustasea yakni spesies Kepiting
Pasir (Varruna litterata) yang berjumlah 2 ekor.
Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan
Hasil tangkapan pada alat tangkap bubu tambun selama penelitian
berjumlah 360 ekor. Proporsi hasil tangkapan utama sebanyak 14% dengan total
hasil tangkapan sebanyak 52 ekor dan hasil tangkapan sampingan sebanyak 86%
dengan total hasil tangkapan berjumlah 308 ekor. Proporsi hasil tangkapan utama
dan tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasil tangkapan utama bubu tambun selama penelitian hanya satu family
yakni Serranidae. Jenis spesies yang tertangkap meliputi, kerapu sunu
(Plectropoma leopardus) sebanyak 22 ekor, kerapu hitam (Cephalopholis boenck)
sebanyak 12 ekor, kerapu bebek (Chromileptes altivelis) sebanyak 1 ekor, kerapu
tulang hantu (Epinephelus tauvina) sebanyak 2 ekor, kerapu marinir (Epinephelus
merra) 1 ekor, kerapu macan (Epinephelus fuscoguttata) sebanyak 14 ekor.

14%

86%

Tangkapan Sampingan
Tangkapan Utama
Gambar 10 Proporsi hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan
Hasil tangkapan sampingan yang paling banyak tertangkap selama
penelitian adalah family Chaetodontidae sebesar 107 ekor yang terdiri atas tiga
spesies. Spesies tersebut meliputi Chaetodon boronessa sebanyak 30 ekor,
Chaetodon kleinii sebanyak 20 ekor dan Chaetodon rostrastus sebanyak 57 ekor.
Ketiga spesies ini merupakan salah satu indikator kualitas terumbu karang.
Meskipun ketiga spesies ini tergolong bukan ikan penting, namun proporsi ikan
yang tertangkap paling banyak. Jenis ikan ini dijadikan sebagai pakan ikan
tangkapan utama yang dipelihara di waring sebelum ikan dijual oleh nelayan.

19
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa proporsi hasil
tangkapan utama lebih rendah dibanding dengan tangkapan sampingan. Upaya
dalam meningkatkan sumberdaya ikan karang agar tetap terpelihara dengan baik
perlu adanya penurunan jumlah hasil tangkapan sampingan dengan meningkatkan
selektifitas alat tangkap bubu (Miller, 1990). Miller (1995) menambahkan bahwa
terdapat beberapa metode yang digunakan untuk meningkatkan selektifitas bubu
yang meliputi perbaikan ukuran jarring, mulut bubu, umpan maupun pemasangan
celah pelolosan. Pada penelitian Iskandar, et.al (2007) mendapatkan hasil bahwa
dengan adanya celah pelolosan pada bubu lipat persegi empat didapatkan hasil
tangkapan dengan ukuran yang layak.
Pada penelitian ini, bubu yang digunakan memiliki ukuran yang lebih besar.
Namun, dinding bubu yang digunakan terbuat dari bahan kawat yang lunak.
Sehingga ikan yang memiliki ukuran lebih besar dari mulut bagian dalam tetap
bisa masuk dengan merusak mulut bagian depan. Kerusakan terjadi juga terhadap
ikan hasil tangkapan utama maupun sampingan. Kerusakan tersebut terjadi
dibagian kepala, badan dan ekor. Kerusakan pada tubuh ikan dipicu oleh dorongan
ikan yang sangat kuat dalam upaya memasuki bubu tambun.
Penanganan hasil tangkapan
Kegiatan Penanganan hasil tangkapan disampaikan dalam bentuk diagram
alir sebagai berikut:
Hasil Tangkapan

TangkapanUtama

Tangkapan
Sampingan

Palka Kapal
Palka Kapal
Kolam Pemeliharaan
Penjualan/ Kapal
Hongkong

Pakan Ikan
Tangkapan Utama

Gambar 11 Penanganan hasil tangkapan bubu tambun

20
Hasil tangkapan dibagi menjadi dua yakni hasil tangkapan utama dan
tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama ditangkap dalam bentuk hidup.
Hasil tangkapan yang tertangkap dimasukan ke dalam palka kapal. Ikan yang
dimasukan ke dalam palka, kemudian dibersihkan dari kutu laut yang berada pada
sirip ikan. Palka yang digunakan sebagai tempat ikan dipastikan dalam kondisi
berisi air yang berarus dan bersih. Pada saat di fishing base, ikan dipindah ke
dalam kolam pemeliharaan atau waring. Selama di dalam waring, ikan dipelihara
dengan diberikan pakan. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam satu hari.
Pakan yang digunakan adalah ikan tangkapan sampingan dari operasi
penangkapan bubu tambun. Ikan sampingan dicincang dan digunakan sebagai
pakan ikan tangkapan utama yang dipelihara di dalam waring atau kolam
pemeliharaan sampai masa tunggu penjualan tiba.
Masa penjualan ikan hasil tangkapan bergantung pada lama tidaknya kapal
hongkong datang. Pada umumnya, kapal hongkong datang pada kisaran waktu 2-3
minggu. Pada saat masa tunggu ikan selesai, ikan diangkat dari waring dan
dipindah di palka kapal untuk dijual ke kapal Hongkong yang telah menunggu di
perairan sekitar pulau. Ikan yang msuk ke dalam palka telah dipisah menurut jenis
ikan. Setelah dipastikan kondisi ikan di dalam palka baik, kapal akan bersandar di
samping kapal Hongkong untuk melakukan transaksi penjualan ikan hasil
tangkapan. Pada proses penjualan ini, nelayan tidak langsung menjual ke pihak
Hongkong melainkan melalui perantara cukong. Ikan yang telah melewati cukong
barulah dilakukan proses gradding yakni memisahkan ikan menurut jenis, bobot
dan kualitas ikan yang dilakukan di dalam kapal Hongkong. Ikan yang telah
melewati proses gradding dimasukan ke dalam palka yang selanjutnya dikirim ke
Negara Hongkong.
Berbeda dengan proses tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan hanya
melalui proses yang pendek. Proses perlakuan ikan hasil tangkapan sampingan
setelah di dalam palka, ikan dicincang dan dijadikan sebagai pakan ikan
tangkapan utama. Ikan tangkapan sampingan hanya dijadikan sebagai pakan dan
konsumsi nelayan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Unit alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan meliputi
kapal, nelayan dan alat tangkap bubu tambun. Hasil tangkapan bubu tambun
didominasi oleh kelompok ikan tangkapan sampingan. Tangkapan sampingan
didominasi oleh family Caetodontidae. Perbandingan hasil tangkapan sampingan
dan tangkapan utama sebesar 86% : 14 %. Jenis ikan hasil tangkapan utama
merupakan ikan-ikan dari familii Serranidae. Perbedaan hasil tangkapan utama

21
dan sampingan terletak pada harga jual, dimana ikan tangkapan utama memiliki
nilai jual yang lebih tinggi.
Saran
1)

2)

Perlu upaya peningkatan selektifitas bubu tambun terhadap ikan hasil
tangkapan sampingan dengan penambahan celah pelolosan pada alat
tangkap bubu tambun.
Operasi penangkapan bubu tambun mengakibatkan kerusakan pada daerah
terumbu karang sehingga perlu upaya untuk mengurangi kerusakan dengan
cara pengawasan terhadap operasi penangkapan yang bubu tambun.

DAFTAR PUSTAKA
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
163 hlm.
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.
Habibun E, A. 2011. Aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan ekor kuning.
Iskandar MD, Lastari, Lanti. 2007. Effect of Escape Gape on Catch of Blue
Swimming Crab (Portunnus Pelagius). The 2nd International Symposium on
Food Security, Agricultural Development and Enviromental Conservation
in Southeast and East Asia; 85-90
Iskandar MD.2011. Analisis Hasil Tangkapan Sampingan Bubu yang
Dioperasikan di Perairan Karang Kepulauan Seribu. Jurnal Saintek
Perikanan Vol. 6,No. 2, 2011, 31-37
Kuiter RH, Takamasa T. 2004. Pictorial Guide to Indonesia Reef Fishes. Bali
(ID): PT Dive and Dive’s
Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Departemen PSP. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Edisi pertama. Institut Pertanian Bogor.
Monintja DR, S Martasuganda. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya
Hayati Laut II. Diktat Kuliah. Tidak dipublikasikan. Bogor (ID): LPIU,
MSPE, Institut Pertanian Bogor
Miller RJ 1995. Option for reducing bycatch in lobster and crabs pots.
Proceedings of the International Symposium on Biology, Management and
Economics of Crabs from High Latitude Habitats. Anchorage, Alaska,
USA: p. 163-168
Miller RJ. 1990. Effectiveness of crabs and lobster traps. Can. J. Fish aquat Sci:
Vol.47: 1228-1249
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut,suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta.

22
Risamasu FJL. 2008. Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu
Dasar Berumpon. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor [Tidak dipublikasikan]
Rumanjar TP. 2001. Pendekatan Sistem untuk pengembangan Usaha Perikanan
Ikan Karang dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung Manimbaya
Kab. Donggala [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor, hlm 16-18
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Vol II No.2.Jakarta: Balai Riset
Perikanan Laut, Departemen Pertanian.
Sukaca. 2013. Statistik Deskriptif: Penyajian Data, Ukuran Pemusatan Data, dan
Ukuran Penyebaran Data.
Yoshimitsu, T. H. Eda and Hiramatsu, K. 1986. Groupers final repot
marineculture research and development in Indonesia. ATA 192, JICA.
p.103 – 129.
Von Brandt, A. 1984. Fish Catching Methods of The World. Fishing News Books.
Ltd, London. 190 hal.

23

LAMPIRAN

No
1
2
3

Nama lokal
kerapu
macan
kerapu hitam
kerapu
marinir

4

kerapu sunu

5

lesu
kerapu
tulang hantu
ikan badut
kepe-kepe
ikan
hias
kuning
lubu merah
lubu hijau
Kecapar

6
7
8
9
10
11
12

Nama latin
Epinephelus
foscoguttatus
Cephalopholis boenk
Epinephelus merra
Plectropoma
leopardus
Chromileptes sp
Epinephelus tauvina
Chaetodon boronsesa
Chaetodon kleinii
Chelmon rostrastus

Scharus niger forsskal
Chlorurus bleekeri
Hemigymnus fasciatus
Hemigymnus
13 lubu
melapterus
14 lubuk
Scharus tricolor
15 kenari merah Lutjanus malabaricus
16 ikan merah
Lutjanus rufelineatus
17 ekor kuning Caesio cuning
Nemipterus
18 kurisi
nematophorus
19 sengat lebam Siganus sp
20 gerudu
Siganus sp
21 mantung
Upeneus sulphureus
22 ikan merah
Coris gaimardi
23 ikan kuning Siganus virgatus
24 nus/ sotong
Sepia paranois
25 moray
Hiyamotorax sp
kepiting
26
Varruna litterata
pasir
27 napoleon
Cheilinnus sp

Hasil tangkapan per
trip (ekor)
1
2
3
4
5

Jumlah

3
4

2
3

1
1

3
3

3
3

12
14

1

-

-

-

-

1

5
-

6
-

1
1

6
-

4
-

22
1

5
4

8
6

2
10
3

4
2

5

2
30
20

20
1
15
3

5
1
10
2

15
3
4
1

10
1
5
4

7
1
4
5

2
3
4
2

4
5
2
4
6

7
5
6
1

6
4
2
4
2

2
6
2
3

4
-

6
1
6

2
2
2
2

3
2
1
2
8

1
2

-

-

-

3
3

2

-

2

1

2
1

-

57
7
38
15
21
23
4
20
14
17
2
4
1
3
18
3
5
2
4

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Grobogan pada tanggal 25 Juli
1994 dari ayah Jumpono (alm) dan ibu Tukiyem. Penulis
adalah putra ke lima dari lima bersaudara. Tahun 2011 penulis
lulus dari SMA Futuhiyyah Mranggen, Demak dan pada tahun
yang sama penulis juga lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan
diterima di Departemen Teknologi dan Manajemen Perikanan
Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta
mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Teknologi Alat Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2013/2014, asisten
praktikum Eksplorasi Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2013/2014, asisten
praktikum Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2013/2014 dan asisten
Teknologi Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga aktif
pada kegiatan sosial seperti mengajar anak-anak yang berada di sekitar kampus
IPB. Penulis juga pernah aktif di Departemen Penelitian dan Pengembangan
Profesi HIMAFARIN PSP FPIK IPB sebagai penanggung jawab dan ketua
pelaksan kegiatan Festival Perikanan Tangkap Indonesia pada tahun 2014. Penulis
juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa dan bidang
umum. Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain Pekan
Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian didanai Dikti pada tahun 2012, Pekan
Kreatifitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta didanai Dikti pada tahun 201d4, Finalis
Duta Institut, IPB dan Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 oleh Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia.

25