Uji Kinerja Pipa Aliran Steam pada Tangki Pengukus Beras Pratanak (Parboiled Rice)

UJI KINERJA PIPA ALIRAN STEAM PADA TANGKI
PENGUKUS BERAS PRATANAK (PARBOILED RICE)

RYAN AKBAR PRAYOGI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Kinerja Pipa Aliran
Steam pada Tangki Pengukus Beras Pratanak (Parboiled Rice) adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Ryan Akbar Prayogi
NIM F14100151

ABSTRAK
RYAN AKBAR PRAYOGI. Uji Kinerja Pipa Aliran Steam Pada Tangki
Pengukus Beras Pratanak (Parboiled Rice). Dibimbing oleh ROKHANI
HASBULLAH.
Pengukusan adalah salah satu tahapan proses pengolahan beras pratanak
yang menentukan kualitas beras pratanak. Permasalahan yang terjadi adalah
sebaran suhu yang dialirkan tidak merata ke seluruh bagian gabah. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pipa aliran steam terhadap sebaran suhu gabah selama
proses pengukusan. Proses pengukusan beras pratanak dilakukan dengan
mengalirkan steam yang berasal dari proses pembakaran dengan bahan bakar
biomassa serbuk gergaji ke dalam tangki melewati sebuah pipa berukuran ½ inchi
sepanjang 105 cm dengan 20 lubang yang berfungsi sebagai lubang pengeluaran
dengan ukuran 3 mm. Jenis gabah yang digunakan adalah IR 64. Proses
pengukusan gabah dilakukan dengan 2 buah perlakuan, yaitu pengukusan selama
20 menit dan 30 menit dengan target panas mencapai 90 oC. Pada pengukusan

selama 20 menit, rata-rata sebaran suhu gabah yang tercatat di 16 titik pengukuran
adalah 92.9±0.6 oC dengan persentase beras utuh sebesar 64.2±4.22 %. Sebaran
suhu rata-rata pada pengukusan selama 30 menit adalah sebesar 95.9±0.2 oC
dengan persentase beras utuh sebesar 92.84±0.65 %.
Kata kunci: beras pratanak, pengukusan, pipa aliran steam

ABSTRACT
RYAN AKBAR PRAYOGI. Performance Test of Steam Pipe Flow for Parboiled
Rice Steaming Tank (Parboiled Rice). Supervised by ROKHANI HASBULLAH
Steaming is one of the processes that will affect the quality of the parboiled
rice. The problem that usually occurs is that the temperature is un-uniform to the
every parts of paddy. The purpose of this research is to test the steam pipe flow
towards the temperature spread while steaming process occurs. The steaming
process of parboiled rice is proceeded by flowing the steam which is the resulted
from the biomass combustion process to the tank through a pipe which has 3 mm
holes for circulation. The type of paddy used in this research is IR 64. The
steaming process of paddy has 2 methods, which are 20 minutes steaming and 30
minutes steaming, with 90 oC temperature as target. At 20 minutes steaming
method, the average point of temperature which are spread at 16 spots is 92.9±0.6
o

C with 64.2±4.22 % whole rice percentage. At 30 minutes steaming method the
average temperature is 95.9±0.2 oC, with 92.84±0.65 % whole rice percentage
Keywords: parboiled rice, steam, steam pipe flow.

Judul Skripsi: Uji Kineja Pipa Aliran
Pratanak

Steam
(Parboiled Rice)

Nama

: Ryan Akbar Prayogi

NIM

: Fl4100151

pada Tangki Pengukus Beras


Disetujui oleh

Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi
Pembimbing kademik

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Uji Kinerja Pipa Aliran Steam pada Tangki Pengukus Beras
Pratanak (Parboiled Rice)
Nama
: Ryan Akbar Prayogi
NIM
: F14100151

Disetujui oleh

Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi
Pembimbing Akademik

Diketahui oleh


Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Uji Kinerja Pipa Aliran Steam pada Tangki Pengukus Beras Pratanak
(Parboiled Rice)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rokhani Hasbullah, M.Si
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran kepada
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah, ibu, dan adik, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Ayu Pramesti atas waktu dan dukungannya. Terima
kasih kepada Deny, Aulia, Oldga, dan Rizky selaku rekan bimbangan atas
bantuannya selama penelitian ini berlangsung. Terima kasih Febri, Candra,
Wenny, Ayik, Amri, Erlin, Elgy, Tyo, Ozi, Johan, Herwin, Rosma, Buddy,
Dhanny, Fajar, Nirwan, Dayat, Uje, Olie, Nanda, Arief, Zian, Odik, dan Hafiz atas

dukungannya. Serta teman-teman Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
angkatan 47 atas kebersamaan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kita
semua.

Bogor, Maret 2015
Ryan Akbar Prayogi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


DAFTAR SIMBOL

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

4


Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

METODE

5

Waktu dan Tempat

5

Bahan

5


Alat

5

Prosedur Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Rancangan Fungsional dan Struktural

8

Pengolahan Beras Pratanak

9


SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23


RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Persyaratan mutu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
Sebaran suhu gabah bagian atas dan bawah selama 20 menit
Sebaran suhu gabah bagian dalam dan luar selama 20 menit
Sebaran suhu gabah bagian atas dan bawah selama 30 menit
Sebaran suhu gabah bagian dalam dan luar selama 30 menit
Pengaruh lama pengukusan terhadap mutu fisik beras pratanak

3
13
14
16
17
19

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Proses pengolahan beras pratanak
Bagian penyusun gabah (Aritonang 2013)
Letak titik pengukuran suhu selama proses pengukusan
Diagram alir tahapan penelitian
Skema pengukusan beras pratanak
Pipa aliran steam dengan lubang pengeluaran
Tutup bagian bawah pipa
Kompor gas sebagai pemanas pada proses perendaman gabah
Tangki pengukus yang telah dilapisi karung goni
Suhu pada pipa pemasukan
Tekanan uap pada tangki air
Proses pengeringan menggunakan wadah berbahan stainless steel
Grafik sebaran suhu gabah selama 20 menit pada bagian atas dan
Grafik sebaran suhu gabah selama 20 menit pada bagian dalam dan
Grafik sebaran suhu gabah selama 30 menit pada bagian atas dan
Grafik sebaran suhu gabah selama 30 menit pada bagian dalam dan
Beras dengan dua perlakuan waktu dan kontrol

2
4
6
7
8
9
9
10
10
11
11
12
13
14
16
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Tangki pengukus beras pratanak
Dimensi tangki pengukus beras pratanak
Bagian-bagian tangki pengukus beras pratanak
Dimensi tangki pengukus beras pratanak tampak depan
Dimensi pipa aliran steam
Data uji mutu fisik
Analisis sidik ragam pengaruh lama pengukusan terhadap
beras utuh
Analisis sidik ragam pengaruh lama pengukusan terhadap
beras kepala
Analisis sidik ragam pengaruh lama pengukusan terhadap
beras patah
Analisis sidik ragam pengaruh lama pengukusan terhadap
menir
Analisis sidik ragam pengaruh lama pengukusan terhadap
benda asing

24
25
26
27
28
29
rendemen
30
rendemen
30
rendemen
30
rendemen
31
rendemen
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan berasal dari kata dasar “makan”. Kata makan sebagai kata kerja
tanpa diikuti oleh objek kata benda bagi orang-orang Indonesia diartikan sebagai
makan nasi (Haryadi 2008). Nasi adalah hasil olahan dari beras, dimana beras
merupakan bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari sekam. Menurut Patiwiri
(2006) dari segi kandungan gizinya, butiran beras mengandung 70-75 %
karbohidrat, 6-7.5 % protein, 3 % lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan
protein terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian
besar lemak dan vitamin B2 terdapat dalam bekatul.
Konsumsi beras terbesar di Indonesia adalah dalam bentuk nasi. Rata-rata
masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras (nasi) sebanyak 151 kg/kepala/tahun
pada tahun 1997-1999 (Childs 2004). Data tersebut menunjukkan bahwa beras
(nasi) adalah makanan pokok bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Banyaknya nasi yang dikonsumsi setiap hari memiliki pengaruh yang
kurang baik bagi kesehatan. Rata-rata masyarakat Indonesia lebih menyukai beras
yang tidak lembek atau beras dengan kandungan amilosa yang sangat rendah
(20 %) namun memiliki indeks glikemik (IG) yang tinggi, yaitu 83 dan 93
(Yokohama 2004). Indeks glikemik adalah skala atau angka yang diberikan pada
makanan tertentu berdasarkan seberapa cepat makanan tersebut meningkatkan
kadar gula darahnya, skala yg digunakan adalah 0-100. Hal ini akan menyebabkan
meningkatnya penderita diabetes di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
proses pascapanen yang dapat menurunkan nilai IG pada beras. Salah satu proses
pascapanen tersebut adalah pengolahan beras pratanak (parboiled rice).
Beras pratanak adalah beras yang dihasilkan dari gabah yang telah
mengalami penanakan parsial (Widowati 2009), dan jika dilihat dari tahapan
prosesnya beras pratanak adalah proses perendaman gabah dalam air dan
pengukusan dengan uap panas kemudian dikeringkan sebelum digiling (Grist
1975, Tjiptadi dan Nasution 1985, Haryadi 2006). Tujuan dari pengolahan beras
pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau
dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan. Kelebihan lain dari proses
pratanak menurut Hasbullah (2011) berarti juga melakukan proses sterilisasi
gabah setelah dipanen, yang mungkin mengandung kotoran dan telur serangga
yang terinvestasi di dalamnya.
Secara umum proses pengolahan beras pratanak terdiri dari 3 bagian, yaitu
perendaman, pengukusan, dan pengeringan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Perendaman berfungsi untuk memasukkan air ke dalam ruang inter cellular dari
sel-sel pati endosperm, dimana sebagian air tersebut nantinya akan diserap oleh
sel-sel pati itu sendiri sampai pada tingkat tertentu dan cukup untuk proses
gelatinisasi. Perendaman umumnya dilakukan dengan 2 cara, yaitu perendaman
dengan air bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Menurut Wimberly
(1983), perendaman yang dilakukan pada suhu lingkungan (20-30 oC)
memerlukan waktu selama 36-48 jam, namun jika perendaman dilakukan dengan
suhu 60-65 oC hanya memerlukan waktu selama 2-4 jam.
Proses pengukusan dengan uap panas bertujuan untuk melunakkan struktur
sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti

2
pasta akibat proses gelatinisasi. Gelatinisasi adalah proses peristiwa
perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali
pada kondisi semula (Winarno 1992). Menurut Wimberly (1983), pemberian uap
panas mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya panas yang tinggi dapat
diaplikasikan pada suhu yang konstan, relatif mudah ditangani, pengendalian suhu
gabah yang mudah, dapat dihentikan secara cepat, dan mempunyai tingkat pindah
panas yang tinggi. Umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan
mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 pada suhu 100-150 oC selama 20-30 menit
untuk tangki ukuran besar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Spetriani (2011), pipa yang dirancang untuk proses pengukusan beras pratanak
berdiameter ¾ inchi (1.90 cm) sepanjang 90 cm. Lubang pengeluaran steam
dibuat tanpa memperhatikan kebutuhan dari proses pengukusan, sehingga
diameter lubang tidak diperhatikan. Hasil pengukusan tersebut menunjukkan hasil
yang kurang maksimal, yaitu tidak meratanya sebaran suhu gabah selama proses
pengukusan. Sebaran suhu gabah pada dua perlakuan waktu (20 dan 30 menit)
untuk bagian dalam dan luar menunjukkan bahwa sebaran suhu gabah bagian
dalam lebih tinggi dibandingkan bagian luar. Sebaran suhu gabah bagian atas,
tengah, dan bawah untuk dua perlakuan waktu (20 dan 30 menit) menunjukkan
bahwa suhu yang paling tinggi terdapat pada bagian tengah, namun tidak merata
pada bagian atas dan bawah. Target suhu minimum yang diinginkan (80 oC) hanya
tercapai pada waktu dan titik pengukuran tertentu saja dan tidak konstan. Hal ini
menyebabkan proses gelatinisasi menjadi tidak optimum dan rendemen beras
kepala menurun jika dibandingkan dengan beras kontrol. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu rancangan yang sesuai untuk proses pengukusan beras pratanak
dengan kapasitas tangki 66.9 kg dari 95.9 kg (tangki penuh).
Sub-proses pengeringan pada proses pengolahan beras pratanak bertujuan
untuk menghindari pertumbuhan jamur dan fermentasi pada gabah. Pengeringan
harus segera dilakukan setelah proses pengukusan, hal ini bertujuan untuk
menghentikan proses gelatinisasi dan menghindari timbulnya warna gelap pada
gabah akibat didiamkan terlalu lama di udara terbuka. Proses pengeringan pada
pengolahan beras pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan biasa karena
gabah pratanak memiliki suhu yang lebih tinggi dan mengandung kadar air yang
tinggi (dapat mencapai 45 %), serta tekstur butir yang berbeda dan steril akibat
pemanasan yang intensif pada proses pengukusan (Burhanudin 1981).

Gambar 1 Proses pengolahan beras pratanak

3
Menurut Haryadi (2008), pengolahan beras pratanak mengakibatkan
perubahan struktur pada gabah. Perubahan yang terjadi terutama menyangkut sifat
fisik biji yang menjadi lebih keras dan lebih bening. Beras pratanak lebih tahan
patah sehingga rendemen giling dan rendemen beras kepala lebih tinggi. Oleh
karena itu, beras pratanak umumnya mempunyai mutu giling dan mutu pasar yang
lebih tinggi. Persentase mutu fisik gabah dapat ditentukan melalui persamaan (1),
(2), dan (3) dan pengelompokkan mutu beras menurut SNI terdapat dalam Tabel 1.
Beras kepala (%) =

2
3

berat beras kepala (> )

Beras patah (%) =
Beras menir (%) =

berat awal
12
33

berat beras patah ( - )
berat awal
1
3

berat beras menir (< )
berat awal

×100 % ………………………………..... (1)
×100 % ……............................................. (2)
x100 % ……........................................…. (3)

Tabel 1 Persyaratan mutu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
Mutu
Komponen Mutu
Satuan
I
II
III
IV
Derajat sosoh (min)
(%)
100
100
95
95
Kadar air (max)
(%)
14
14
14
14
Beras kepala (min)
(%)
95
89
78
73
Butir patah (max)
(%)
5
10
20
25
Butir menir (max)
(%)
0
1
2
2
Butir merah (max)
(%)
0
1
2
3
Butir kuning/rusak (max)
(%)
0
1
2
3
Butir mengapur (max)
(%)
0
1
2
3
Benda asing (max)
(%)
0
0.02
0.02 0.05
Butir gabah (max)
(butir/100 g)
0
1
1
2

V
85
15
60
35
5
3
5
5
0.2
3

Pengolahan beras pratanak juga mempererat ikatan lembaga dengan
endosperm, hal tersebut dapat mencegah pelepasan lembaga selama penggilingan.
Proses tersebut juga membuat endosperm mengeras dan pelekatan antara aleuron
dan lembaga dengan endosperm menjadi lebih kuat, sehingga penggilingan beras
pecah kulit dari gabah hasil pengolahan beras pratanak lebih sulit. Penelitian lebih
lanjut yang dilakukan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa pati
pada endosperm mengalami perubahan struktur, terutama pada lapisan luar,
sedangkan butiran protein dalam endosperm tampaknya tidak mengalami
perubahan akibat proses pemasakan (Damardjati 1991, Haryadi 2006). Struktur
gabah yang dijelaskan dapat dilihat pada Gambar 1.

4
apex
lemma
nucellar tissue
Testa bran layers
plumule
pericarp
scutellum
radicle

Gambar 2 Bagian penyusun gabah (Aritonang 2013)
Perumusan Masalah
Proses pengolahan beras pratanak memiliki sub-proses, yaitu proses
pengukusan. Proses pengukusan adalah faktor penting untuk menghasilkan beras
dengan rendemen yang maksimum. Masalah yang terjadi adalah banyaknya
rendemen yang diharapkan masih kurang dari target pencapaian, salah satu
penyebabnya adalah pada proses pengukusan. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Spetriani (2011), sebaran steam yang terjadi pada proses
pengukusan tidak terjadi secara merata, sehingga menyebabkan hasil gabah yang
terkukus sempurna hanya terjadi pada gabah yang terletak di sekitar pipa aliran
steam. Hal tersebut mengakibatkan rendemen beras kepala menjadi turun.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji pipa aliran
steam terhadap sebaran suhu gabah selama proses pengukusan gabah pada
pengolahan beras pratanak.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran suhu yang optimum
pada proses pengukusan beras pratanak, sehingga proses gelatinisasi yang terjadi
saat proses pengukusan tersebut menjadi optimum.
Ruang Lingkup Penelitian
Proses pengukusan beras pratanak dilakukan dalam sebuah tangki pengukus
dimana terdapat sebuah pipa galvanis berukuran 1/2 inchi sepanjang 105 cm yang
dilewati steam. Pipa tersebut diberi lubang yang berfungsi sebagai outflow
sebanyak 20 buah dan berukuran 3 mm. Pengukuran suhu dilakukan di 16 titik
pengukuran dengan menggunakan termokopel.

5

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Siswadhi Soepardjo,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, selama empat bulan mulai bulan Agustus-November 2014.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah kering giling
varietas IR 64 yang diperoleh dari Kelompok Tani Dewasa (KTD) “Fajar
Gumbira”, Dramaga, Bogor.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tangki pengukus gabah yang
terbuat dari stainless steel, pipa aliran steam yang terbuat dari stainless steel,
termokopel yang berjumlah 16 buah, hybrid recorder, timbangan digital,
stopwatch, rice grader, moisture tester, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan dengan melalukan uji coba pada tangki tanpa
beban (tangki kosong tanpa gabah). Hasil dari uji pendahuluan menunjukkan
bahwa suhu yang keluar pada titik pertama mencapai 100 oC, namun terjadi
penurunan suhu yang signifikan pada titik terbawah sehingga steam berubah fase
kembali menjadi air, sehingga perlu dilakukan proses perancangan alat kembali
yaitu dengan menurunkan letak titik pertama sebesar 15 cm. Proses pabrikasi
dilakukan kembali dan dilanjutkan dengan proses uji pendahuluan. Hasil dari uji
pendahuluan kedua menunjukkan bahwa suhu pada lubang pertama adalah 90 oC
dan suhu pada lubang terbawah menunjukkan hal yang sama, yaitu 90 oC. Hasil
tersebut menyatakan bahwa alat dapat diuji untuk pengujian akhir.
Pengujian Akhir
Gabah dikukus di dalam tangki dengan 2 buah perlakuan, yaitu selama 20
menit (t1 = 20 menit) dan 30 menit (t2 = 30 menit), serta gabah tanpa perlakuan
(t0 = 0 menit) yang dijadikan kontrol, hal ini ditentukan dari rancangan percobaan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Letak titik pengukuran suhu terdapat pada
Gambar 3 dan diagram alir penelitian terdapat pada Gambar 4.

6

Gambar 3 Letak titik pengukuran suhu selama proses pengukusan
Pembagian titik pengukuran untuk enam belas titik tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Suhu gabah bagian atas terdiri dari nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
b. Suhu gabah bagian bawah terdiri dari nomor 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16
c. Suhu gabah bagian dalam terdiri dari nomor 2, 3, 6, 7, 10, 11, 14, 15
d. Suhu gabah bagian luar terdiri dari nomor 1, 4, 5, 8, 9, 12, 13, 16

7
Mulai

Pembersihan (precleaning) gabah

Pengukuran kadar air
Perendaman pada suhu 60 oC selama 4 jam

Pengukuran kadar air

Kontrol

Pemberian uap panas suhu 90 oC

t = 20 menit

t = 30 menit

Analisis distribusi suhu pada gabah
Pengeringan gabah
Pengukuran kadar air (KA = 14 %)

Pembeberan gabah (proses adaptasi
suhu dan keadaan lingkungan)
Penggilingan (milling)

Selesai
Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancangan Fungsional dan Struktural
Rancangan Fungsional
Pengukusan dilakukan dengan mengalirkan steam melalui pipa galvanis
berdiameter ¾ inchi ke dalam tangki pengukus. Steam tersebut berasal dari boiler
dengan serbuk gergaji sebagai bahan bakarnya. Proses pembakaran tersebut akan
memanaskan tangki yang berisi air. Proses pemasakan air akan mengubah air
menjadi steam pada suhu 100 oC. Kran dibuka pada kondisi tersebut untuk
mengalirkan steam ke dalam tangki pengukus.
Pipa yang digunakan untuk mengalirkan steam adalah pipa galvanis
berdiameter ¾ inchi dengan tebal 1.8 mm sepanjang 195 cm (jarak antara tangki
air dengan tangki pengukus) dan mengalami belokan sebanyak dua kali melewati
keni yang berbahan besi galvanis. Panjang pipa tersebut disesuaikan dengan lebar
boiler dan bak perendaman (permanen) yang berada di sebelah tangki pengukus
gabah. Seluruh bagian permukaan pipa telah dilapisi dengan isolator yang berguna
untuk mengurangi panas yang hilang. Uraian mengenai proses tersebut dapat
dilihat pada Gambar 5 yang disajikan dalam bentuk skematik.

Gambar 5 Skema pengukusan beras pratanak
Keterangan:
1. Tangki air
2. Tungku pembakaran
3. Pressure gauge
4. Temperature monitor
5. Tangki pengukus
6. Temperature monitor
7. Pipa galvanis ¾ inchi
8. Pipa galvanis ½ inchi

9
Rancangan Struktural
Pipa aliran steam yang digunakan untuk mengalirkan steam di dalam tangki
pengukus terbuat dari bahan besi galvanis berukuran ½ inchi dengan tebal 2 mm.
Panjang pipa yang terdapat di dalam tangki adalah 105 cm. Pipa aliran steam telah
diberi lubang sebanyak 20 buah dengan ukuran diameter 3 mm. Jarak antar lubang
adalah 3 mm dan didesain 90o untuk lubang selanjutnya (spiral) seperti pada
Gambar 6. Bagian bawah pipa ditutup rapat seperti pada Gambar 7 dengan tujuan
untuk mengurangi turunnya air akibat proses uap yang berubah kembali menjadi
air akibat penurunan suhu.

Gambar 6 Pipa aliran steam dengan lubang pengeluaran

Gambar 7 Tutup bagian bawah pipa
Pengolahan Beras Pratanak
Proses pertama yang dilakukan pada metode beras pratanak adalah
pembersihan gabah dari jerami, kotoran, dan gabah hampa yang didapat dari
petani. Kemudian gabah tersebut diukur kadar airnya dan dimasukkan kembali ke

10
dalam karung untuk proses perendaman. Kadar air yang diperoleh pada
pengukuran gabah kering giling adalah 14±1.4 %.
Gabah yang telah dimasukkan kembali di dalam karung dimasukkan ke
dalam tangki yang telah berisi air dan dipanaskan menggunakan kompor gas
dengan suhu 60 oC seperti pada Gambar 8. Air dikondisikan agar menutupi
seluruh permukaan karung dan dipertahankan pada suhu 60-65 oC selama 4 jam.
Kadar air yang didapat setelah proses perendaman adalah 30.1±0.1 %. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar air tersebut sudah sesuai dan menurut Ali dan Ojha
(1976) pada kadar air tersebut proses gelatinisasi pati dalam gabah dapat
berlangsung.

Gambar 8 Kompor gas sebagai pemanas pada proses perendaman gabah
Proses selanjutnya setelah perendaman adalah proses pengukusan. Proses
pengukusan dilakukan dengan 2 buah perlakuan, yaitu pengukusan selama 20
menit dan pengukusan selama 30 menit. Proses pengukusan dilakukan dengan
mengalirkan steam yang berasal dari boiler dengan serbuk gergaji sebagai bahan
bakarnya ke sebuah pipa di dalam tangki pengukus yang berukuran ½ inchi dan
telah diberi lubang sebanyak 20 buah. Lubang-lubang tersebut berdiameter 3 mm
dan berfungsi sebagai outflow. Tangki pengukus memiliki ukuran diameter atas
40 cm dan diameter bawah 10 cm dengan tinggi tangki 120 cm. Tangki pengukus
telah dilapisi karung goni pada seluruh bagian permukaannya seperti yang terlihat
pada Gambar 9, hal ini bertujuan untuk mengurangi kehilangan panas secara
konveksi.

Gambar 9 Tangki pengukus yang telah dilapisi karung goni

11
Pengambilan data dilakukan setiap 1 menit. Suhu yang masuk pada tangki
pada saat proses pengukusan adalah sebesar 105 oC pada tekanan 5 psi di tangki
air seperti yang terlihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Suhu dan tekanan yang
tercatat selama proses pengukusan relatif konstan.

Gambar 10 Suhu pada pipa pemasukan

Gambar 11 Tekanan uap pada tangki air
Proses berikutnya adalah pengeringan. Gabah dikeluarkan dari tangki
pengukus setelah melalui proses pengukusan, setelah itu gabah diletakkan di suatu
wadah berbentuk setengah elips berbahan dasar stainless steel dan disusun merata
seperti yang terlihat pada Gambar 12. Proses pengeringan dilakukan dengan
cahaya matahari langsung. Gabah yang sedang dikeringkan dibolak-balik setiap 1
jam menggunakan kayu dengan tujuan agar pengeringan berlangsung secara
merata. Namun, karena curah hujan yang sedang tinggi, maka pengeringan
menggunakan cahaya matahari langsung hanya dilakukan selama 3 jam, kemudian
gabah dipindahkan ke dalam ruangan dan dikeringkan kembali menggunakan tray.
Hal ini juga berguna untuk proses adaptasi gabah terhadap suhu lingkungan.
Setelah 2 hari pengeringan, didapat kadar air sebesar 12 % sehingga gabah sudah
dapat digiling.

12

Gambar 12 Proses pengeringan menggunakan wadah berbahan stainless steel
Sebaran Suhu Gabah
Grafik yang disajikan pada Gambar 13 adalah grafik sebaran suhu gabah
bagian atas dan bawah pada pengukusan selama 20 menit. Data tersebut
menunjukkan bahwa pada menit ke-0 (sebelum steam dialirkan ke dalam tangki)
suhu yang didapat pada termokopel menunjukkan nilai rata-rata sebaran suhu
gabah bagian atas sebesar 40.5±0.3 oC seperti yang terlihat pada Tabel 2. Suhu
meningkat pada menit ke-2 menjadi 84.3±0.3 oC. Suhu mulai konstan pada menit
ke-12 sebesar 99.6±0.7 oC. Suhu rata-rata yang didapat pada bagian atas selama
20 menit adalah 96.5±0.2 oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu rata-rata sudah
melewati target minimum sebesar 90 oC dan sebaran suhu tersebut baik karena
nilai standar deviasi kecil.
Suhu bagian bawah mula-mula adalah sebesar 40.9±0.7 oC, nilai standar
deviasi yang relatif cukup besar ini mungkin terjadi karena kesalahan letak titik
termokopel. Suhu mulai meningkat pada menit kedua sebesar 84.7±0.5 oC dan
tercatat mulai konstan pada menit ke-8 sebesar 99.6 oC dengan standar deviasi 0.6.
Suhu rata-rata pada bagian bawah adalah sebesar 93.0±0.6 oC. Data tersebut
menunjukkan bahwa suhu rata-rata pada bagian atas dan bawah sudah merata
karena hanya memiliki selisih 0.2 oC. Suhu pada kedua bagian tersebut juga sudah
melewati target suhu minimum.
Sebaran suhu gabah yang hampir sama antara bagian atas dan bawah
disebabkan karena tekanan yang tinggi di dalam tangki pengukus. Suhu steam
yang masuk pada tangki adalah 105 oC dengan tekanan 17 psi (Holman 1990).
Tekanan yang tinggi menyebabkan kecepatan steam di dalam tangki meningkat
sehingga steam dapat menyebar dengan merata ke seluruh bagian gabah. Suhu
gabah yang konstan terjadi karena steam yang masuk dengan tekanan tinggi
menekan ke atas dan keluar melalui celah yang terdapat pada engsel penutup
tangki.

13
Tabel 2 Sebaran suhu gabah bagian atas dan bawah selama 20 menit
Waktu
(menit)

Suhu gabah bagian
atas (oC)

Suhu gabah bagian
bawah (oC)

0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Rataan

40.5±0.3
84.3±0.3
99.1±0.2
99.3±0.3
99.4±0.5
99.5±0.6
99.6±0.7
99.7±0.8
99.7±0.8
99.7±0.8
99.6±0.9
92.8±0.6

40.9±0.7
84.7±0.5
99.4±0.4
99.5±0.5
99.6±0.6
99.6±0.6
99.7±0.6
99.7±0.6
99.8±0.7
99.8±0.7
99.7±0.7
93.0±0.6

.
110
100

Suhu (oC)

90

Suhu gabah bagian atas
Suhu gabah bagian bawah

80
70
60
50
40
0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

24

Waktu (menit)

Gambar 13 Grafik sebaran suhu gabah selama 20 menit pada bagian atas dan
bawah
Data rata-rata sebaran suhu bagian dalam dan luar dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 14, suhu bagian dalam pada
menit ke-0 adalah 40.8±0.5 oC, kemudian meningkat secara signifikan hingga
mencapai 99.1±0.4 oC pada menit ke-2. Suhu mulai konstan pada menit ke-12 dan
berakhir pada suhu 99.8±0.8 oC pada menit ke-20. Suhu rata-rata pada bagian
dalam adalah sebesar 94.3±0.6 oC.
Suhu mula-mula pada bagian luar tidak jauh berbeda dengan suhu mulamula pada bagian dalam, yaitu sebesar 40.7±0.5 oC. Perbedaan terjadi pada menit
ke-2, suhu pada bagian luar jauh lebih rendah dibandingkan dengan suhu bagian
dalam, yaitu sebesar 69.9±0.4 oC. Hal tersebut terjadi karena suhu bagian luar

14
mendapatkan pengaruh dari suhu lingkungan (konduksi dan konveksi) sehingga
peningkatan suhu sulit terjadi pada menit tersebut. Suhu mulai konstan pada menit
ke-12 pada suhu 99.6±0.7 oC. Rata-rata suhu pada bagian luar adalah sebesar
91.5±0.6 oC. Selisih antara suhu rata-rata bagian dalam dan luar adalah sebesar
3.1 oC, hal ini terjadi karena tidak adanya penahan panas pada bagian dinding
tangki terhadap suhu lingkungan yang mengakibatkan suhu gabah pada bagian
luar cenderung lebih rendah dibandingkan dengan suhu gabah pada bagian dalam.
Namun, suhu rata-rata pada kedua bagian tersebut sudah melebihi target suhu
minimum.
Tabel 3 Sebaran suhu gabah bagian dalam dan luar selama 20 menit
Waktu
(menit)

Suhu gabah bagian
dalam (oC)

Suhu gabah bagian
luar (oC)

0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Rataan

40.8±0.5
99.1±0.4
99.2±0.3
99.4±0.4
99.6±0.5
99.7±0.6
99.8±0.6
99.8±0.7
99.8±0.7
99.9±0.8
99.8±0.8
94.3±0.6

40.7±0.5
69.9±0.4
99.3±0.3
99.4±0.5
99.5±0.6
99.5±0.6
99.6±0.7
99.6±0.7
99.6±0.8
99.6±0.8
99.6±0.8
91.5±0.6

110
100

Suhu (oC)

90

Suhu gabah bagian dalam
Suhu gabah bagian luar

80
70
60
50
40
0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

24

Waktu (menit)

Gambar 14 Grafik sebaran suhu gabah selama 20 menit pada bagian dalam dan
luar

15
Grafik pada Gambar 15 adalah grafik sebaran suhu gabah bagian atas dan
bawah pada pengukusan selama 30 menit. Grafik tersebut menunjukkan bahwa
suhu awal pada bagian atas tercatat sebesar 40.8±0.9 oC seperti yang terlihat pada
Tabel 4. Nilai standar deviasi yang relatif cukup besar terjadi karena gabah yang
selesai melalui proses perebusan langsung dimasukkan ke dalam tangki, tidak
seperti pada ulangan pertama dimana gabah yang telah selesai melalui proses
perendaman tidak langsung dimasukkan ke dalam tangki sekitar 5-10 menit
karena proses peletakkan termokopel yang belum selesai. Peningkatan suhu mulai
terjadi menit ke-2 menjadi 84.8±0.5 oC dan mencapai suhu 99.6±0.1 oC pada
menit ke-4. Suhu mencapai 100.0±0.0 oC pada menit ke-10 dan konstan hingga
menit ke-30 pada suhu 100.2±0.2 oC.
Bagian bawah diawali dengan suhu 40.8±0.7 oC, besarnya nilai standar
deviasi juga disebabkan oleh hal yang sama seperti pada bagian atas. Suhu pada
menit ke-2 lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada bagian atas, yaitu sebesar
99.3±0.3 oC, perbedaan ini disebabkan karena tekanan pada bagian bawah lebih
tinggi dibandingkan dengan bagian atas, sehingga penyebaran suhu terjadi lebih
cepat. Suhu mencapai 100.0±0.1 oC pada menit ke-10, peningkatan suhu terjadi
secara perlahan dan teratur hingga berhenti pada suhu 100.8±0.1 oC pada menit
ke-30. Perbedaan sebaran suhu gabah pada kedua bagian tidak terlalu besar dan
standar deviasi rata-rata yang didapat bernilai kecil, sehingga dapat dikatakan
bahwa sebaran suhu yang terjadi sudah baik dan melewati target suhu minimum.
Suhu gabah yang berangsur meningkat hingga mencapai 100.8 oC terjadi
karena api pada boiler yang semakin panas menyebabkan suhu steam pada tangki
air meningkat. Hal tersebut menyebabkan tekanan di dalam tangki pengukus
semakin tinggi dan suhu steam di dalam tangki pengukus semakin tinggi, namun
karena steam yang keluar melalui celah penutup lebih sedikit dibandingkan
dengan steam yang masuk maka suhu gabah yang ada di dalam tangki pengukus
menjadi semakin tinggi.

16
Tabel 4 Sebaran suhu gabah bagian atas dan bawah selama 30 menit
Waktu
(menit)

Suhu gabah bagian
atas (oC)

Suhu gabah bagian
bawah (oC)

0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Rataan

40.8±0.9
84.8±0.5
99.5±0.1
99.7±0.1
99.9±0.0
100.0±0.0
100.1±0.1
100.0±0.0
100.1±0.0
100.0±0.1
100.1±0.1
100.1±0.1
100.1±0.1
100.1±0.2
100.2±0.2
100.2±0.2
95.4±0.2

40.8±0.7
99.3±0.3
99.6±0.1
99.8±0.0
99.9±0.0
100.0±0.1
100.1±0.1
100.1±0.2
100.2±0.2
100.2±0.2
100.3±0.3
100.3±0.3
100.4±0.3
100.5±0.2
100.7±0.1
100.8±0.1
96.4±0.2

110

Suhu (oC)

100
90

Suhu gabah bagian atas

80

Suhu gabah bagian bawah

70
60
50
40
0

2

4

6

8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Waktu (menit)

Gambar 15 Grafik sebaran suhu gabah selama 30 menit pada bagian atas dan
bawah
Data pengukuran sebaran suhu gabah bagian dalam dan luar terdapat pada
Tabel 5 dan disajikan pada sebuah grafik yang terdapat pada Gambar 16. Suhu
gabah menit ke-0 pada bagian dalam adalah sebesar 40.8±0.8 oC, besarnya nilai
standar deviasi disebabkan karena letak titik termokopel yang kurang tepat.

17
Peningkatan suhu terjadi secara signifikan pada menit ke-2, yaitu sebesar 99.2±0.4
o
C dan terus meningkat secara perlahan hingga mencapai suhu 100.1±0.0 oC pada
menit ke-10. Hingga pengukusan selesai, suhu terus meningkat secara perlahan
dan teratur hingga mencapai 100.9±0.1 oC pada menit ke-30.
Suhu gabah menit ke-0 pada bagian luar adalah sebesar 40.8±0.8 oC, nilai
tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai pada bagian dalam. Menit ke-2
mengalami peningkatan suhu sebesar 85.0±0.5 oC. Hal ini sama dengan yang
terjadi pada pengukuran suhu gabah bagian luar untuk pengujian 20 menit. Suhu
lingkungan sangat mempengaruhi dinding tangki sehingga bagian luar akan
cenderung lebih sulit untuk proses penyebaran suhu. Peningkatan suhu kembali
terjadi pada menit ke-4 sebesar 99.5±0.1 oC dan mencapai suhu 100.0±0.1 oC
pada menit ke-10. Suhu tercatat konstan mulai dari menit ke-10 hingga akhir
pengujian pada menit ke-30.
Rata-rata sebaran suhu antara bagian dalam dan luar berturut-turut adalah
sebesar 96.5±0.2 oC dan 95.3±0.2 oC. Perbedaan suhu tersebut juga terjadi akibat
adanya pengaruh suhu luar terhadap dinding tangki pengukus, namun sebaran
suhu rata-rata tersebut telah melewati target suhu minimum sebesar 90 oC.
Tabel 5 Sebaran suhu gabah bagian dalam dan luar selama 30 menit
Waktu
(menit)

Suhu gabah bagian
dalam (oC)

Suhu gabah bagian
luar (oC)

0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Rataan

40.8±0.8
99.2±0.4
99.5±0.1
99.7±0.0
99.9±0.1
100.1±0.0
100.2±0.0
100.1±0.1
100.2±0.1
100.2±0.2
100.3±0.2
100.4±0.3
100.5±0.2
100.6±0.1
100.8±0.1
100.9±0.1
96.5±0.2

40.8±0.8
85.0±0.5
99.5±0.1
99.7±0.0
99.9±0.0
100.0±0.1
100.0±0.1
100.0±0.0
100.1±0.1
100.0±0.1
100.1±0.1
100.0±0.2
100.0±0.2
100.0±0.2
100.0±0.2
100.0±0.2
95.3±0.2

18
110

Suhu (oC)

100
90

Suhu gabah bagian dalam

80

Suhu gabah bagian luar

70
60
50
40
0

2

4

6

8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Waktu (menit)

Gambar 16 Grafik sebaran suhu gabah selama 30 menit pada bagian dalam dan
Luar
Pengaruh Pengukusan Terhadap Mutu Fisik Beras Pratanak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beras pratanak telah memenuhi
persyaratan umum sesuai aturan SNI 01-6128: 2008, yaitu (i) bebas hama dan
penyakit, (ii) bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, (iii) bebas dari
campuran dedak dan bekatul, (iv) bebas dari bahan kimia yang membahayakan
dan merugikan konsumen. Walaupun beras pratanak lebih disukai oleh beberapa
konsumen karena kelebihannya, beras pratanak juga memiliki kelemahan
diantaranya dedak yang melekat sangat sulit dihilangkan, membutuhkan biaya
pengolahan yang lebih banyak, lebih mudah menjadi tengik, membutuhkan waktu
yang cukup lama dalam memasak nasi pratanak (Wimberly 1983). Gambar visual
untuk beras dengan pengukusan selama 20 menit, 30 menit, dan kontrol dapat
dilihat pada Gambar 17.

19

Gambar 17 Beras dengan dua perlakuan waktu dan kontrol
Menurut Widowati (2009), proses pratanak dapat meningkatkan rendemen
giling 2-7 %. Proses pengolahan beras pratanak menyebabkan pengerasan lapisan
aleuron yang mengurangi kadar sedikitnya bekatul dan nutrisi yang hilang,
sehingga derajat sosohnya menurun. Persentase beras kepala meningkat.
Sebaliknya, persentase beras patah dan menir menurun.
Tabel 6 Pengaruh lama pengukusan terhadap mutu fisik beras pratanak
Mutu fisik beras pratanak
Lama
pengukusan
20 menit
30 menit
Kontrol

Beras utuh
(%)

Beras
kepala (%)

Beras patah
(%)

Menir (%)

Benda asing
(%)

64.3±4.22 b
92.8±0.65 a
42.2±0.82 c

4.6±1.72 b
2.3±0.58 c
14.6±1.72 a

17.3±2.72 b
1.5±0.36 c
25.1±0.09 a

12.9±2.34 a
2.6±1.03 b
12.5±0.73 a

1.0±0.27 a
0.7±0.27 a
0.1±0.01 b

Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
Duncan pada taraf 0.05.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 6 membuktikan bahwa
lama waktu pengukusan berpengaruh terhadap butir utuh, kepala, dan patah beras
pratanak. Persentase beras utuh pada pengukusan selama 20 menit menunjukkan
nilai sebesar 64.3±4.22 %, nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kontrol, yaitu
42.2±0.82 %, namun pengukusan selama 30 menit menunjukkan hasil yang lebih
besar dari keduanya yaitu sebesar 92.8±0.65 %. Hal ini terjadi karena sebaran
suhu pada saat proses pengukusan selama 30 menit lebih optimum (suhu selama
pengukusan terus meningkat hingga mencapai 101 oC), sehingga proses
gelatinisasi terjadi secara optimum yang membuat bekatul (aleuron) hampir
seluruhnya berubah menjadi pasta dan mengeras pada bagian endosperm.
Semakin tinggi kandungan beras, maka tingkat kekerasan beras akan semakin
tinggi, sehingga bagian endosperm yang terkikis saat proses penggilingan akan
semakin sedikit (Haryadi 2008).

20
Kejadian sebaliknya terjadi pada persentase beras kepala. Pengukusan
selama 30 menit adalah pengukusan dengan persentase beras kepala terendah,
yaitu sebesar 2.3±0.58 %. Pengukusan selama 20 menit menghasilkan persentase
beras kepala sebesar 4.6±1.72 % dan pada kontrol sebesar 14.6±1.72 %.
Penurunan persentase beras kepala pada kedua perlakuan pengukusan tersebut
mungkin terjadi karena selain suhu pengukusan yang optimum yang dapat
meningkatkan persentase beras utuh, hal tersebut juga mungkin terjadi karena
suhu dan cara pengeringan gabah yang tidak optimal (curah hujan tinggi sehingga
pengeringan dengan matahari langsung tidak dilakukan selama 8 jam). Menurut
Haryadi (2008), cara pengeringan yang kurang baik dapat mengakibatkan biji
menjadi retak sehingga menurunkan rendemen beras kepala atau menaikkan beras
pecah.
Persentase beras patah juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada tiap
perlakuan. Persentase terendah didapat pada pengukusan selama 30 menit, yaitu
sebesar 1.5±0.36 %. Pengukusan selama 20 menit menghasilkan beras patah yang
jauh lebih banyak dibandingkan pengukusan selama 30 menit, yaitu sebesar
17.3±2.72 % dan pada kontrol sebesar 25.1±0.09 %. Rendahnya persentase beras
patah pada pengukusan 30 menit mungkin disebabkan karena proses pengukusan
yang lebih lama menghasilkan pasta (perubahan tekstur dari proses gelatinisasi
pada aleuron atau bekatul) yang lebih banyak dibandingkan dengan pengukusan
20 menit pada setiap butir gabah. Hal ini membuat protein dan nutrien lainnya
yang terkandung pada beras dengan pengukusan selama 20 menit lebih sedikit .
Protein dalam bentuk butiran tersebut berperan sebagai pengepak granula pati
(Haryadi 2008). Sehingga persentase butir patah pada pengukusan selama 20
menit menjadi relatif lebih rendah dibandingkan persentase butir patah pada
pengukusan selama 30 menit, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan
beras kontrol.
Hasil pengukusan selama 20 menit menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata terhadap kontrol, yaitu sebesar 12.9±2.34 % untuk pengukusan selama 20
menit dan 12.5±0.73 % untuk kontrol. Hasil yang tidak berbeda tersebut mungkin
disebabkan karena terdapat proses yang kurang maksimal pada saat pengeringan
karena sebaran suhu selama pengukusan menunjukkan hasil yang sudah merata di
setiap bagian gabah di dalam tangki pengukus. Pengukusan selama 30 menit
menunjukkan persentase sebesar 2.6±1.03 %, nilai ini sangat baik karena
menunjukkan bahwa proses gelatinisasi saat pengukusan membuat ikatan yang
hampir sempurna antara lembaga, aleuron, dan endosperm.
Persentase benda asing pada pengukusan selama 20 dan 30 menit
menunjukan nilai yang berbeda nyata terhadap kontrol namun tidak berbeda nyata
antara keduanya, yaitu sebesar 1.0±0.27 % dan 0.7±0.27 %. Kontrol menunjukkan
persentase benda asing yang lebih rendah dibandingkan keduanya, yaitu sebesar
0.1±0.01 %. Hasil ini tidak terlalu baik karena meningkatnya persentase benda
asing pada kedua perlakuan pengukusan tersebut disebabkan oleh adanya beras
pratanak yang menjadi gosong akibat pengukusan dengan suhu yang tinggi,
sehingga beras tersebut tidak dapat dimakan.

21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengukusan beras pratanak dilakukan dengan mengalirkan steam ke dalam
sebuah tangki melalui sebuah pipa berukuran ½ inchi sepanjang 105 cm. Pipa
tersebut diberi 20 lubang yang berfungsi sebagai outflow dengan diameter 3 mm.
Lubang pertama dimulai pada ketinggian 55 cm dari bagian atas tangki.
Pengukusan yang dilakukan selama 20 menit menunjukkan nilai rata-rata
sebaran suhu gabah bagian atas sebesar 92.8±0.6 oC dan suhu gabah bagian bawah
sebesar 93.0±0.6 oC. Sebaran suhu gabah bagian dalam bernilai 94.3±0.6 oC dan
91.5±0.6 oC untuk suhu bagian luar.
Sebaran suhu gabah bagian atas pada pengukusan selama 30 menit adalah
95.4±0.2 oC dan pada bagian bawah sebesar 96.4±0.2 oC. Pengukuran yang
dilakukan pada bagian dalam menunjukkan sebaran suhu gabah sebesar 96.5±0.2
o
C.
Pengukusan dengan waktu 20 menit menghasilkan beras utuh sebesar
64.3±4.22 %, beras kepala 4.6±1.72 %, beras patah 17.3±2.72 %, menir
23.9±2.34 %, dan benda asing 1.0±0.27 %. Pengukusan dengan waktu 30 menit
ditinjau dari mutu fisik menghasilkan beras utuh sebesar 92.8±0.65 %, beras
kepala 2.3±0.58 %, beras patah 1.5±0.36 %, menir 2.6±1.03 %, dan benda asing
0.7±0.27 %.
Berdasarkan hasil tersebut, kedua perlakuan waktu lama pengukusan sudah
dapat dinyatakan berhasil karena sudah melebihi target suhu minimum, yaitu
sebesar 90 oC. Namun, jika ditinjau dari mutu fisik maka dapat disimpulkan
bahwa pengukusan gabah pratanak dengan waktu 30 menit adalah pengukusan
yang paling optimum karena memiliki persentase beras utuh yang paling tinggi
dan persentase menir yang paling rendah.
Saran
1. Kehilangan tekanan (headloss) pada pipa (antara boiler dan tangki pengukus)
dan kecepatan steam di dalam pipa aliran steam perlu diukur untuk penelitian
selanjutnya.
2. Tangki pengukus perlu dilapisi isolator untuk mencegah kehilangan panas.
3. Pengamatan lebih lanjut mengenai mutu beras pratanak perlu dilakukan untuk
mengetahui nilai mutu kimia dan nilai indeks glikemik yang ada pada beras
pratanak.
4. Pengaruh ukuran diameter pipa di dalam tangki pengukus perlu diteliti agar
penggunaan steam efektif dan sesuai dengan kapasitas tangki pengukus.

DAFTAR PUSTAKA
Ali N dan Ojha TP. 1976. Parboiling technology of paddy. In: Araullo EV, de
Padua DB dan Graham M (ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC.
Ottawa (JP). Hal 163-204.

22
Aritonang I. 2013. Pengertian Beras [internet]. [diunduh 2015 april 16]. Tersedia
pada:http://indaharitonangfakultaspertanianunpad.blogspot.com/2013/05/pe
ngertian-beras.html.
[ASAE] American Society of Agricultural Engineering. 2003. Unground Grain
and Seeds. ASAE Standard S352-2FEB03 Moisture Measurement.
Burhanudin A. 1981. Mempelajari pengaruh proses pratanak (parboiling) padi
terhadap rendemen dan sifat-sifat fisik beras yang dihasilkan dari dua
varietas padi [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Mekanisasi dan Teknologi
Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Persyaratan Mutu Beras
Giling. SNI 01-6128-2008. www.sisni.bsn.go.id.
Childs NW. 2004. Production and Utilization of Rice. Minnesota (US) : American
Association of Cereal Chemists.
Damardjati DS. 1991. Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.
Grist DH. 1975. Rice. 5th ed. London (GB) : Longmans.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada
University Press.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada
University Press.
Hasbullah R. 2011. Beras Pratanak adalah VHT pada Gabah. [internet]. [diunduh
2015 Maret 6]. Tersedia pada: http://www.rokhani.staff.ipb.ac.id/en.
Holman JP. 1990. Heat Transfer, 10th Ed. New York (US) : McGraw-Hill Book
Co.
Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta (ID) : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Spetriani. 2011. Kajian teknologi proses pengolahan beras pratanak (parboiling
rice) pada gabah varietas situ bagendit [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tjiptadi W dan Nasution MZ. 1985. Padi dan Pengolahannya. Bogor (ID) : Agro
Industri Press Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB.
Widodo BU, Kamal S, Suhanan. 2012. Studi eksperimental pengaruh rasio
sumbatan terhadap keefektifan dan koefisien penurunan tekanan berkas pipa
eliptik susunan berseling. Di dalam: Deendarlianto, Suyitno, Khasani, editor.
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin dan Thermofluid IV;
2012 Oktober 16-17: Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID) : Universitas
Gadjah Mada. Hlm 684-688.
Widowati S, Santosa BAS, Astawan MA. 2009. Penurunan indeks glikemik
berbagai varietas beras melalui proses pratanak. J Pascapenen. 6(1) : 1-9.
Wimberly JE. 1983. Paddy Rice Postharvest Industry in Developing Countries.
Manila (PH) : IRRI (International Rice Research Institute).
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno FG. 1984. Padi dan Beras. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Yokoyama W. 2004. Nutritional Properties of Rice and Rice Brand. Minnesota
(US) : American Association of Cereal Chemists.

23

LAMPIRAN

24
Lampiran 1 Tangki pengukus beras pratanak

25
Lampiran 2 Dimensi tangki pengukus beras pratanak

26
Lampiran 3 Bagian-bagian tangki pengukus beras pratanak

27
Lampiran 4 Dimensi tangki pengukus beras pratanak tampak depan

28
Lampiran 5 Dimensi pipa aliran steam

29
Lampiran 6 Data uji mutu fisik
Perlakuan

Mutu fisik

20 menit

Beras utuh (%)
Beras kepala
(%)
Beras patah (%)
Menir (%)
Benda asing (%)

Perlakuan

Mutu fisik

30 menit

Beras utuh (%)
Beras kepala
(%)
Beras patah (%)
Menir (%)
Benda asing (%)

Ulangan 1

Ulangan 2

A
B
C
A
B
60.46 62.75 58.77 67.31 69.29

Ratarata
C
67.02 64.27

4.58 1.23 5.56 5.39 5.16
20.46 18.25 19.99 15.42 13.71
13.52 16.32 14.66 11.23 10.97
0.98 1.45 1.02 0.65 0.87

5.83
15.76
10.53
0.86

4.625
17.27
12.87
0.972

C

Ratarata

Ulangan 1

Ulangan 2

A
B
C
A
B
91.76 92.46 93.07 93.54 93.37
2.04
1.87
3.47
0.86

1.80
1.08
4.02
0.64

1.62
1.96
3.02
0.33

2.86
1.14
1.97
0.49

2.54
1.56
1.52
1.01

92.83 92.84
3.03
1.48
1.70
0.96

2.32
1.52
2.62
0.72

30
Lampiran 7 Analisis sidik ragam pengaruh lama pengukusan terhadap rendemen
beras utuh
Sumber
keragaman

Derajat
bebas

Pengukusan
Galat
Total

2
15
17

Jumlah
kuadrat

Rata-rata
kuadrat

7793.36
91.22
7884.58

Lama
pengukusan

N

20 menit
30 menit
Kontrol

6
6
6

F hitung

Peluang

640.79