Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Perbatasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali

ESTIMASI KEPADATAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827) BERDASARKAN JUMLAH SARANG DI PERBATASAN CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL
BUALI
SKRIPSI
Oleh : GABRIELLA JUNIKE MARIA AZALIA SIMANJUNTAK
101201037
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

ESTIMASI KEPADATAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827) BERDASARKAN JUMLAH SARANG DI PERBATASAN CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL
BUALI
SKRIPSI
Oleh: GABRIELLA JUNIKE MARIA AZALIA SIMANJUNTAK
101201037 MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi
Nama Nim Program Studi


: Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Perbatasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali.
: Gabriella Junike Maria Azalia Simanjuntak
: 101201037
: Kehutanan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Pindi Patana S. Hut, M. Sc. Ketua

Dr. Erni Jumilawaty, S.Si., M.Si Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
GABRIELLA JUNIKE MARIA AZALIA SIMANJUNTAK: Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang di Perbatasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Di bawah bimbingan PINDI PATANA dan ERNI JUMILAWATY

Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) merupakan spesies mamalia yang dilindungi saat ini yang keberadaannya dalam kategori critically endangered species atau spesies yang mempunyai resiko tinggi punah di habitat liar menurut organisasi International Union for the Conservation of Nature (IUCN). Berdasarkan data Departemen Kehutanan Indonesia pada tahun 2007 jumlah populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa 6.500 ekor dan hanya dapat dijumpai di Taman Nasional Gunung Leuser di Propinsi Aceh dan Sumatera Utara dan bagian selatan Propinsi Sumatera Utara, yaitu di sepanjang Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Penelitian ini berusaha menghitung estimasi kepadatan orangutan Sumatera berdasarkan jumlah sarang yang ditemukan, juga mengetahui jenis-jenis vegetasi dominan digunakan sebagai pohon bersarang orangutan sumatera di Desa Aek Nabara, serta Mengetahui nilai Indeks Nilai Penting (INP) pohon yang terdapat di Desa Aek Nabara. Metode ini dilakukan karena perhitungan jumlah populasi orangutan Sumatera secara pertemuan langsung dengan satwa ini sulit dilakukan sehingga untuk mengetahui populasi dan kepadatan orangutan Sumatera di habitatnya dilakukan dengan memperkirakan jumlah sarang orangutan Sumatera. Penelitian ini dilakukan di perbatasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepadatan populasi orangutan berdasarkan jumlah sarang di Desa Aek Nabara dan kawasan CADS adalah 0,006 individu/km2 atau 0,595 individu/ha dari jumlah keseluruhan sarang ditemukan 18 sarang. Sarang terbanyak di temukan pada jarak 0-100 meter dari seluruh jalur dengan jumlah sarang 7 sarang (44,44%) dan kelas sarang yang mendominasi adalah kelas sarang C dengan jumlah 7 sarang (38,87%). Posisi sarang paling dominan berada pada posisi I yang merupakan posisi sarang dekat dengan batang utama pohon dengan jumlah 9 sarang (50%). Umumnya sarang ditemukan pada ketinggian 6-10 meter dengan jumlah 8 sarang (44,44%). Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi terdapat pada jenis Hoteng (Quercus gamelliflora Blume.) dari famili Fagaceae dengan nilai INP 41,06%.
Kata kunci: Orangutan Sumatera, Kepadatan Orangutan, Sarang, Indeks Nilai Penting
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
GABRIELLA JUNIKE MARIA AZALIA SIMANJUNTAK: Estimating Sumatran Orangutan Densities (Pongo abelii Lesson, 1827) Based on a Number of Nests in the Border of Dolok Sibualbuali Nature Reserve. Supervised by PINDI PATANA and ERNI JUMILAWATY
Sumatran orangutans (Pongo abelii Lesson, 1827) are protected mammal species whose existence is now in critically endangered species category or species is one which has been categorised by the International Union for Conservation of Nature (IUCN) as facing a very high risk ofextinction in the wild. Based on data from Ministry of Forestry of Indonesia in 2007 number of remaining Sumatran orangutans population were estimated with only 6,500 and only could be found in Gunung Leuser National Park in Aceh and North Sumatra Provinces and southern part of North Sumatra Province, where in along the Dolok Sibualbuali Nature Reserve. This research attempted to calculate by estimating Sumatran orangutans densities which were found, also determine the types of dominant vegetation is used as a nesting tree of the Sumatran orangutan in the village Aek Nabara, Knowing the value and Importance Value Index (IVI) of trees located in the village of Aek Nabar. This method was done because the calculation of amount of Sumatran orangutans population with a direct encounter with these animals was difficult to be done so that in order to know about popolation and density of Sumatran orangutans in wild habitat it had been done by estimating a number of nests of Sumatran orangutans. This research had been done in the border of Dolok Sibualbuali Nature Reserve, South Tapanuli.
The results of this study indicate orangutan population density based on the number of nests in the Aek Nabara village and district CADS is 0,006 individuals/km2 or 0,595 individuals/ha of the total number of nests found 18 nests. Most nests were found at a distance of 0-100 meters of the entire track the number of 7 nests (44,44%) and the class that dominates nest class C is the number of 7 nests (38,87%). Dominant position of the nest is in a position which is a position I nest close to the main stem of the tree with the nest number 9 (50%). Generally the nest is found at an altitude of 6-10 meters with a sum of 8 nests (44,44%). Important Value Index (IVI) is highest on the type Hoteng (Quercus gamelliflora Blume.).
Keywords: Sumatran Orangutan, Orangutan Density, nest, Important Value Index
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gabriella Junike Maria Azalia Simanjuntak lahir dari pasangan keluarga dengan ayah Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si. dan ibu Christina Hutauruk, S.E. Lahir di Medan tanggal 14 Juni 1992. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada SD St.Antonius Medan pada tahun 2004, pendidikan sekolah menengah pertama pada SMP Swasta St. Thomas 1 Medan pada tahun 2007 dan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 4 Medan pada tahun 2010. Penulis diterima pada Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) pada tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum Ekologi Hutan tahun 2012 dan asisten praktikum Penarikan Contoh dan Permodelan Data tahun 2014. Penulis telah mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) selama 10 hari dari tanggal 7-16 Juli 2012 di Tahura Bukit Barisan, Tongkoh dan telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) selama sebulan dari tanggal 27 Januari-5 Maret 2014 di Hutan Tanaman Industri pada Rimba Hutani Mas Region Sumatera Selatan PT. Bumi Persada Permai.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Perbatasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pindi Patana, S.Hut., M.Sc dan Dr. Erni Jumilawaty, S.Si., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Khusus untuk Bapak M. Nasir Siregar, Bapak Harianja, di Resot Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan dan BBKSDA Sumatera Utara serta BPKH Wilayah I Sumatera Utara, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf dan pegawai di Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Oktober 2014
Gabriella Junike Maria Azalia Simanjuntak
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ......................................................................................................... i

ABSTRACT....................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP............................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix


DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................................... Manfaat Penelitian .............................................................................................

1 3 3

TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian..................................................................... 4
Letak dan Luas............................................................................................... 4 Penataan Batas............................................................................................... 4 Topografi, Geologi dan Iklim........................................................................ 5 Flora............................................................................................................... 5 Fauna ............................................................................................................. 6 Inventarisasi Satwaliar ....................................................................................... 6 Klasifikasi Orangutan......................................................................................... 7 Morfologi Orangutan ......................................................................................... 8 Habitat Orangutan .............................................................................................. 8 Kepadatan Orangutan......................................................................................... 10 Perilaku Bersarang Orangutan .......................................................................... 11 Peluruhan Sarang Orangutan.............................................................................. 13 Kelas Sarang Orangutan..................................................................................... 14 Karakteristik Sarang Orangutan......................................................................... 15 Survei Orangutan ............................................................................................... 16 Indeks Nilai Penting........................................................................................... 19

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 22 Alat dan Bahan................................................................................................... 22 Metode Penelitian .............................................................................................. 23 Prosedur Penelitian ............................................................................................ 23 Teknik Analisis Data.......................................................................................... 25

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN Kepadatan Sarang............................................................................................... 28 Populasi Orangutan ............................................................................................ 29 Kelas Sarang ...................................................................................................... 31 Posisi Sarang ...................................................................................................... 33 Tinggi Sarang ..................................................................................................... 35 Indeks Nilai Penting (INP)................................................................................. 36 Pohon Bersarang ................................................................................................ 38 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................................ 40 Saran................................................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41 LAMPIRAN....................................................................................................... 45
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Jumlah sarang ditemukan pada setiap jalur...................................................28 2. Nilai kepadatan populasi orangutan (individu/km2 dan individu/ha) pada
masing-masing jalur .....................................................................................29 3. Kelas sarang orangutan yang ditemukan pada masing-masing jalur ............31 4. Posisi sarang yang ditemukan pada masing-masing jalur.............................34 5. Tinggi sarang pada masing-masing jalur ......................................................35 6. Indeks Nilai Penting (INP)............................................................................36 7. Pohon sarang pada seluruh jalur....................................................................38
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Ilustrasi Posisi Sarang Orangutan ...................................................................12 2. Peta lokasi penelitian ......................................................................................22 3. Jalur Line transect ..........................................................................................25 4. Plot jalur analisis vegetasi..............................................................................26 5. Kelas sarang (a) sarang kelas A, (b) sarang kelas B, (c) sarang kelas C,
(d) sarang kelas D, dan (e) sarang kelas E.....................................................33
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Tally sheet sarang ..........................................................................................45 2. Tally sheet analisis vegetasi ...........................................................................48 3. Perhitungan populasi .....................................................................................54 3. Dokumentasi..................................................................................................55
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
GABRIELLA JUNIKE MARIA AZALIA SIMANJUNTAK: Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang di Perbatasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Di bawah bimbingan PINDI PATANA dan ERNI JUMILAWATY
Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) merupakan spesies mamalia yang dilindungi saat ini yang keberadaannya dalam kategori critically endangered species atau spesies yang mempunyai resiko tinggi punah di habitat liar menurut organisasi International Union for the Conservation of Nature (IUCN). Berdasarkan data Departemen Kehutanan Indonesia pada tahun 2007 jumlah populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa 6.500 ekor dan hanya dapat dijumpai di Taman Nasional Gunung Leuser di Propinsi Aceh dan Sumatera Utara dan bagian selatan Propinsi Sumatera Utara, yaitu di sepanjang Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Penelitian ini berusaha menghitung estimasi kepadatan orangutan Sumatera berdasarkan jumlah sarang yang ditemukan, juga mengetahui jenis-jenis vegetasi dominan digunakan sebagai pohon bersarang orangutan sumatera di Desa Aek Nabara, serta Mengetahui nilai Indeks Nilai Penting (INP) pohon yang terdapat di Desa Aek Nabara. Metode ini dilakukan karena perhitungan jumlah populasi orangutan Sumatera secara pertemuan langsung dengan satwa ini sulit dilakukan sehingga untuk mengetahui populasi dan kepadatan orangutan Sumatera di habitatnya dilakukan dengan memperkirakan jumlah sarang orangutan Sumatera. Penelitian ini dilakukan di perbatasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepadatan populasi orangutan berdasarkan jumlah sarang di Desa Aek Nabara dan kawasan CADS adalah 0,006 individu/km2 atau 0,595 individu/ha dari jumlah keseluruhan sarang ditemukan 18 sarang. Sarang terbanyak di temukan pada jarak 0-100 meter dari seluruh jalur dengan jumlah sarang 7 sarang (44,44%) dan kelas sarang yang mendominasi adalah kelas sarang C dengan jumlah 7 sarang (38,87%). Posisi sarang paling dominan berada pada posisi I yang merupakan posisi sarang dekat dengan batang utama pohon dengan jumlah 9 sarang (50%). Umumnya sarang ditemukan pada ketinggian 6-10 meter dengan jumlah 8 sarang (44,44%). Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi terdapat pada jenis Hoteng (Quercus gamelliflora Blume.) dari famili Fagaceae dengan nilai INP 41,06%.
Kata kunci: Orangutan Sumatera, Kepadatan Orangutan, Sarang, Indeks Nilai Penting
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
GABRIELLA JUNIKE MARIA AZALIA SIMANJUNTAK: Estimating Sumatran Orangutan Densities (Pongo abelii Lesson, 1827) Based on a Number of Nests in the Border of Dolok Sibualbuali Nature Reserve. Supervised by PINDI PATANA and ERNI JUMILAWATY
Sumatran orangutans (Pongo abelii Lesson, 1827) are protected mammal species whose existence is now in critically endangered species category or species is one which has been categorised by the International Union for Conservation of Nature (IUCN) as facing a very high risk ofextinction in the wild. Based on data from Ministry of Forestry of Indonesia in 2007 number of remaining Sumatran orangutans population were estimated with only 6,500 and only could be found in Gunung Leuser National Park in Aceh and North Sumatra Provinces and southern part of North Sumatra Province, where in along the Dolok Sibualbuali Nature Reserve. This research attempted to calculate by estimating Sumatran orangutans densities which were found, also determine the types of dominant vegetation is used as a nesting tree of the Sumatran orangutan in the village Aek Nabara, Knowing the value and Importance Value Index (IVI) of trees located in the village of Aek Nabar. This method was done because the calculation of amount of Sumatran orangutans population with a direct encounter with these animals was difficult to be done so that in order to know about popolation and density of Sumatran orangutans in wild habitat it had been done by estimating a number of nests of Sumatran orangutans. This research had been done in the border of Dolok Sibualbuali Nature Reserve, South Tapanuli.

The results of this study indicate orangutan population density based on the number of nests in the Aek Nabara village and district CADS is 0,006 individuals/km2 or 0,595 individuals/ha of the total number of nests found 18 nests. Most nests were found at a distance of 0-100 meters of the entire track the number of 7 nests (44,44%) and the class that dominates nest class C is the number of 7 nests (38,87%). Dominant position of the nest is in a position which is a position I nest close to the main stem of the tree with the nest number 9 (50%). Generally the nest is found at an altitude of 6-10 meters with a sum of 8 nests (44,44%). Important Value Index (IVI) is highest on the type Hoteng (Quercus gamelliflora Blume.).
Keywords: Sumatran Orangutan, Orangutan Density, nest, Important Value Index
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kurang dari 20.000 tahun yang lalu orangutan dapat dijumpai di seluruh
Asia Tenggara, dari Pulau Jawa di ujung selatan sampai ujung utara Pegunungan Himalaya dan Cina bagian selatan. Akan tetapi, saat ini jenis kera besar itu hanya ditemukan di Sumatera dan Borneo (Kalimantan). Orangutan merupakan salah satu satwaliar yang paling dikenal dan membuat kagum hampir semua orang di dunia, termasuk di Indonesia. Morfologi dan perilaku yang mirip dengan manusia merupakan daya tarik pemerhati primata maupun turis lokal dan internasional .
Saat ini Orangutan Sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Populasi lain yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable) terdapat di Batang Toru, Sumatera Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu (Departemen kehutanan, 2007).
Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan Dolok Lubuk Raya di kawasan Hutan Batang Toru Bukit Barisan seluas 76.007 hektare yang merupakan kawasan hutan yang tersisa bagi sekitar 400-an ekor populasi orangutan, seperti halnya kawasan hutan lainnya di Indonesia, mengalami berbagai ancaman menyangkut keberadaannya. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang kerap berlangsung akan sangat memungkinkan kawasan ini terfragmentasi, dan akhirnya
Universitas Sumatera Utara

mengancam keberadaan keanekaragamanhayati yang ada di dalamnya, seperti halnya orangutan.
Menurut International Union Concervation of Nature (IUCN) (2007) sekitar 80% habitat orangutan telah hilang atau musnah, yang disebabkan karena terganggu, rusak dan berkurangnya kawasan hutan sebagai habitatnya. Bila keadaan ini dibiarkan, maka dalam 10–20 tahun ke depan orangután akan punah. Sehingga IUCN mengkategorikan orangutan sebagai critically endangered species atau sebagai satwa yang terancam punah.
Semua kera besar membuat sarang, salah satu fungsi sarang adalah sebagai tempat beristirahat setelah seharian melakukan aktivitas hariannya. Selain itu sarang juga berfungsi sebagai tempat berlindung dari cuaca yang ekstrim. Perilaku bersarang ini ditemukan pada kera besar karena kera besar memiliki perkembangan otak yang lebih baik. Sehingga kera besar dapat berfikir bahwa ada cara yang paling nyaman untuk beristirahat. Untuk Orangutan sendiri, sarang adalah syarat mutlak yang dilakukan setiap harinya di akhir aktivitas jelajahnya (Meijaard et al, 2001).
Penghitungan populasi orangutan menggunakan perjumpaan langsung dengan orangutan merupakan hal yang sangat sulit dilakukan., hal ini disebabkan karena orangutan adalah primata semi-soliter yang sangat pemalu dan jumlahnya tidak melimpah. Dengan menggunakan metode perjumpaan langsung, maka data perhitungan memiliki tingkat kesalahan yang tinggi. Melihat kondisi tersebut, maka metode penghitungan sarang orangutan adalah metode yang memungkinkan.
Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kepadatan populasi orangutan berdasarkan jumlah sarang di desa Aek Nabara, kawasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.
2. Mengetahui nilai Indeks Nilai Penting (INP) pohon yang terdapat di desa Aek Nabara.

3. Mengetahui jenis-jenis vegetasi dominan digunakan sebagai pohon bersarang orangutan sumatera di desa Aek Nabara.
Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
populasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) berdasarkan jumlah sarang di perbatasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Provinsi Sumatera Utara kepada instansi terkait sehingga lebih bermanfaat bagi upaya konservasi sumber daya alam hutan berupa satwa secara optimal dan diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan kepada peneliti selanjutnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menunjukkan kondisi habitat dan populasi orangutan terbaru di Cagar Alam Dolok Sibual Buali.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian a. Letak dan Luas
Ekosistem Cagar Alam (CA) Dolok Sibual Buali secara administrasi pemerintahan terletak di 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok, Kecamatan Padang Sidempuan Timur, dan Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan wilayah pengelolaan hutan termasuk dalam wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah II yang berkedudukan di Rantau Prapat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara II (BBKSDASUMUT, 2011).
Cagar Alam Dolok Sibual Buali secara geografis terletak pada koordinat 01°0’ - 01°37’ Lintang Utara dan 99°11’15” - 99°17’55” Bujur Timur. Cagar Alam Dolok Sibual Buali terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Barumun. Berdasarkan letak pada ketinggian di atas permukaan laut (dpl) maka Cagar Alam Dolok Sibual Buali terletak pada ketinggian 750 s/d 1.819 m dpl. Setelah beralih fungsi menjadi Cagar Alam, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.215/Kpts/Um/14/1982 tanggal 8 April 1982, maka Cagar Alam Dolok Sibual Buali Register 3 memiliki luas 5.000 hektar (BBKSDASUMUT, 2011). b. Penataan Batas
Menurut BBKSDASUMUT (2011), Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali sebagian besar berbatasan dengan hutan rakyat dan kebun. • Bagian Utara berbatasan dengan wilayah Desa Bulumario dan Desa Huraba. • Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah Desa Sialaman, Sibio-bio, Aek
Sabaon Julu, Sukarame, Sugitonga, dan Sugijulu.
Universitas Sumatera Utara

• Bagian Timur berbatasan dengan wilayah Desa Sumuran, Hutaraja, Mandurana, Aek Horsik, Paringgonan, Hasahatan, Pinang Sori, dan Gunungtua Baringin.
• Bagian Barat berbatasan dengan wilayah Desa Sugijae, Pasar Marancar, Simaretung/Haunatas, Bonan Dolok, Tanjung Rompa, Janjimanaon, dan Aek Nabara.
c. Topografi, Geologi dan Iklim Cagar Alam Dolok Sibual Buali sebagian besar memiliki topografi
bergelombang dan berbukit. Terdapat 4 buah gunung utama/tertinggi dan 6 buah anak gunung. Kemiringan lahan sebagian besar adalah curam (21-55%) (BBKSDASUMUT, 2011).
Iklim di Cagar Alam Dolok Sibual Buali ditandai dengan hujan yang paling sering turun pada bagian utara dan barat kawasan, sehingga pada beberapa lokasi banyak terdapat longsor. Sebagian besar kawasan sudah tertutup embun mulai jam 17.00 WIB, sedangkan di beberapa bagian puncak mulai turun embun jam 16.00 WIB. Angin bertiup dari arah barat menuju utara dan timur. Suhu maksimum 29°C dan minimum 18°C (BBKSDASUMUT, 2011). d. Flora
Berdasarkan hasil survey identifikasi tanaman obat-obatan tahun 2002 oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara II, terdapat lebih dari 107 jenis tanaman obat-obatan yang terdapat di dalam Cagar Alam Dolok Sibual Buali dan daerah sekitarnya. Pohon didominasi oleh famili Euphorbiaceae, Myrtaceae, Anarcadiaceae dan Moraceae, Dipterocarpaceae, Raflesia sp., Pinus Merkusii, Kecing tanduk (Castanopsis aeaecuminatissima), Hapas-hapas
Universitas Sumatera Utara


(Exbucklandia populnea), Sengon (Albizia procera), Beringin (Ficus sp.). Keadaan vegetasi di lapangan masih relatif baik, di dalam hutan masih banyak ditemui pohon-pohon berdiameter 1 m (BBKSDASUMUT, 2011). e. Fauna
Berbagai jenis satwa terdapat di Cagar Alam Dolok Sibual Buali, beberapa jenis diantaranya dilindungi seperti Mawas (Pongo abelli), Siamang (Hylobates sindactylus), Kambing Hutan (Capricornis sumatrensis), Harimau Sumatera (Panthera tiggris sumatrae), Kuau (Argosianus argus), Rusa (Cervus sp), dan lain-lain (BBKSDASUMUT, 2011). Inventarisasi Satwaliar
Inventarisasi dimaksudkan sebagai kegitan pengumpulan data mengenai tumbuhan dan satwa liar (BPPKP, 1998). Husch (2003) menyatakan bahwa inventarisasi satwaliar dapat didefinisikan sebagai suatu prosedur untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kuantitas, kualitas, dan kondisi dari suatu populasi satwaliar beserta karakteristik habitatnya.
Ukuran populasi suatu spesies sangat penting diketahui; selain untuk mengetahui kekayaan/kelimpahannya di suatu kawasan (alam), ukuran populasi merupakan data dasar untuk menilai kemungkinan kelangsungan atau keterancaman keberadaannya di alam, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan manajemen satwaliar. Ukuran populasi dapat juga digunakan sebagai dasar dalam pendugaan kualitas lingkungan (habitat); walaupun secara umum tidak akan lebih baik bila didasarkan pada keanekaragaman. Perubahan ukuran populasi dalam suatu kawasan tertentu dapat merupakan indikasi terjadinya perubahan kualitas lingkungan. Peningkatan ukuran populasi dapat terjadi bila kondisi lingkungan
Universitas Sumatera Utara

membaik, paling tidak daya dukung lingkungan masih memungkinkan

berkembangnya populasi; sebaliknya, penurunan ukuran populasi akan terjadi bila

kondisi lingkungan memburuk (Tobing, 2008).

Estimasi ukuran populasi secara akurat sangat susah dilakukan, dan

memerlukan teknik/metode tersendiri. Metode-metode yang digunakan secara

umum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu : penghitungan

seluruh anggota populasi secara langsung, pendugaan ukuran populasi


berdasarkan densitas, dan pendugaan berdasarkan tanda-tanda khas (dari suatu

spesies) yang ditinggalkan.

Inventarisasi orangutan secara langsung merupakan pekerjaan yang sangat

sulit (Mathewson et al. 2008). Hal ini berhubungan dengan kecepatan berpindah

orangutan pada saat berada di pohon. Orangutan secara alami akan menghindari

manusia yang mendekat. Gerakan orangutan akan sangat sulit untuk diamati oleh

pengamat karena lebatnya tajuk pohon dan keterbatasan gerak pengamat pada

kondisi lokasi tertentu (Meijaard et al. 2001). Untuk mengatasi kesulitan tersebut,

salah satu metode yang paling sering digunakan adalah metode penghitungan

sarang orangutan (Buij et al. 2002; Schaik et al. 2005; Mathewson et al. 2008).


Sarang adalah bukti keberadaan orangutan yang paling mudah diamati

(Meijaard et al. 2001).).

Klasifikasi Orangutan

Menurut Groves (2001), orangutan termasuk ordo Primata dan famili

Homonidae, dengan klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum

: Chordata

Universitas Sumatera Utara

Kelas


: Mamalia

Ordo

: Primata

Family

: Homonidae

Genus

: Pongo

Species

: Pongo abelii (Orangutan Sumatera)

Pongo pygmaeus (Orangutan Kalimantan/Borneo)

Morfologi Orangutan

Orangutan atau mawas, merupakan kera besar yang hanya ada di Pulau

Sumatera bagian Utara dan Kalimantan, termasuk Sabah Malaysia. Orangutan

Sumatera, memiliki warna tubuh merah kekuningan dan lebih terang

dibandingkan orangutan Kalimantan (Wahyono, 2005). Selanjutnya Galdikas

(1986) menjelaskan bahwa orangutan Sumatera (Pongo abelii), biasanya

berwarna lebih pucat, khasnya “ginger” (jahe), rambutnya lebih lembut dan lemas.

Habitat Orangutan

Orangutan hidup pada hutan tropis dataran rendah, rawa-rawa dan

terkadang dapat ditemukan pada hutan perbukitan yang dapat mencapai

ketinggian 1.500 m dpl. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) memiliki persebaran

yang terbatas, hanya dapat dijumpai di Sumatera bagian utara sampai ke Aceh

(Supriatna dan Edy, 2000). Orangutan hidup di dataran rendah dengan ketinggian

200 - 400 m dpl dan di daerah Sumatera orangutan terkadang dapat ditemukan di

ketinggian lebih dari 1.500 m dpl. Habitat yang optimal bagi orangutan paling

sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi sungai dan dataran tinggi kering

yang saling berdekatan (Meijaard et al., 2001).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Kuswanda (2011) yang mengacu dari Van Schaik et al., (1994) dan Meijaard et al., (2001), kriteria habitat yang sesuai dengan reintroduksi orangutan, yaitu: 1. Prioritas kawasan merupakan hutan negara. 2. Lokasi habitat merupakan habitat baru bagi orangutan. 3. Penutupan lahan masih berupa hutan primer.
Kualitas hutan sangat berpengaruh terhadap daya reproduksi orangutan (Population and Habitat Viability Assessment, 2004), selain itu juga akan mempercepat adaptasi dan meningkatkan daya reproduksi. 4. Luasan habitat yang cukup ideal. Satu individu orangutan diperkirakan membutuhkan luasan 100 Ha atau 1 km2. Pada habitat alaminya, orangutan dapat hidup dengan normal antara 5 – 6 individu dalam luasan 1 km2, seperti di Ketambe, TNGL yang mencapai kepadatan 5,5 ekor/km2 (Meijaard et al., 2001). 5. Kerapatan Vegetasi Tinggi Kerapatan vegetasi pada habitat untuk reintroduksi diharapkan mencapai 400 550 pohon/ha. Indeks keanekaragaman jenis pada setiap tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon) berada pada selang 2,5 < H maks < sehingga masih tergolong stabil. 6. Persentase pohon sumber pakan orangutan Habitat yang akan dipilih sebaiknya habitat yang paling sedikitnya 60 - 80% jenis pohonnya teridentifikasi sebagai sumber pakan orangutan. 7. Sebaran pohon sarang yang cukup
Universitas Sumatera Utara

Lokasi pelepasliaran orangutan sebaiknya telah teridentifikasi paling sedikit 30 - 40% dari seluruh jumlah pohon dalam kawasan. 8. Menyediakan tumbuhan obat bagi orangutan 9. Habitat sebaiknya teridentifikasi paling sedikit 30 - 40% dari jumlah tumbuhan sumber pakan yang berfungsi sebagai tanaman obat bagi orangutan. Kepadatan Orangutan
Faust et al., (1994), disitasi oleh Syukur (2000) menyatakan bahwa kepadatan orangutan dipengaruhi oleh ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl), tipe hutan dan tingkat gangguan yang ada. Kepadatan orangutan diketahui terus menurun dengan meningkatnya suatu tempat di atas permukaan laut (dpl). Mulai kepadatan 5 individu/km2 pada hutan rawa (± 30 m dpl), sekitar 2,5 individu/km2 pada ketinggian < 500 m dpl, kurang lebih 1,8 individu/km2 pada ketinggian 500-1000 m dpl, hingga akhirnya tidak didapatkan sama sekali pada ketinggian >1800 m dpl.
Kepadatan populasi orangutan Sumatera tergolong rendah (0-7 individu/km2) pada berbagai tipe habitat. Paling banyak ditemui di daerah flood plain/rawa gambut sebesar 6,1 ind/km2, dataran rendah alluvial (1000 m) sebesar 0,8 ind/km2 (Utami, 2006).
Estimasi populasi dengan metode penghitungan sarang dipengaruhi oleh umur sarang, potensi pohon pakan, perilaku pergerakan, termasuk migrasi serta kondisi habitat. Bagi orangutan, daya dukung habitat ini ditentukan oleh produktivitas tumbuhan yang menghasilkan makanan pada waktu yang tepat dan sebagai tempat beristirahat yang aman. Kekurangan makanan akan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara

terjadinya persaingan, dan anggota yang posisinya lebih rendah harus mencari sumber-sumber makanan di tempat lain, atau menerima sumber-sumber makanan alternatif. Jika tidak, mereka akan mati (Meijaard, 2001). Perilaku Bersarang Orangutan
Perilaku bersarang pada orangutan merupakan perilaku yang hanya dilakukan oleh kera besar lainnya seperti simpanse, bonobo dan gorilla yang melakukan aktivitas tersebut secara reguler (Ergenter, 1990 dalam Kuncoro, 2004). Perilaku bersarang orangutan bukanlah perilaku berdasarkan naluri tetapi lebih kepada perilaku yang muncul setelah dipelajari, bayi orangutan akan mengikuti dan berlatih cara membuat sarang kepada induknya (Prasetyo et al., 2009).
Berdasarkan penelitian Pujiyani (2009), ada beberapa posisi sarang orangutan (Gambar 1), posisi I adalah apabila sarang orangutan terletak di dekat batang utama, posisi II adalah apabila sarang orangutan berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya, posisi III adalah apabila sarang orangutan terletak di bagian puncak pohon dan posisi IV adalah apabila sarang orangutan terletak di antara dua cabang atau lebih, dari tepi pohon yang berlainan.
Prasetyo (2006) menjelaskan bahwa sarang orangutan dapat dibuat pada posisi yang berbeda di pohon, terdapat empat posisi yang umum digunakan oleh orangutan yaitu posisi 1, 2, 3, dan 4 serta posisi yang tidak lazim yaitu posisi 0. Beberapa alasan dalam pemilihan posisi sarang seperti fungsi sarang yang berhubungan dengan kekuatan konstruksi sarang untuk menahan berat tubuh orangutan dan perlindungan terhadap predator.
Universitas Sumatera Utara

Menurut Sugardjito (1983), posisi sarang di atas puncak pohon (posisi 3) dan dahan pohon (posisi 1 dan 2), baik pada satu batang maupun pada dua batang mempunyai keuntungan bagi orangutan yaitu tidak terhalangnya pandangan dan jangkauan yang dapat mencakup sebagian besar dari penjuru hutan. Selain itu, posisi ini juga memudahkan orangutan dalam melakukan pergerakan sewaktu keluar dari sarang. Dari segi keamanan, posisi ini menghindarkan orangutan dari ancaman predator.
.
Gambar 1. Ilustrasi Posisi Sarang Orangutan
Setelah Orangutan menemukan dahan yang cocok untuk bersarang maka terdapat 4 (empat langkah) dalam teknik bersarang yang menggunakan dahandahan tersebut yaitu : 1. Melingkari, dahan dilengkungkan mendatar untuk membentuk sarang
melingkar dan pegangan pada tempat bengkokan lain pada cabang pohon 2. Menggantung, dimana sebuah cabang dibengkokkan kebawah mengarah ke
sarang untuk membentuk bagian tutup sarang 3. Bertiang, dimana cabang-cabang dilingkarkan ke atas dari bawah mengarah
pada sarang untuk menahan cabang-cabang untuk dukungan ekstra 4. Melepaskan, sebuah cabang dihentakkan dari pohon lain dan di taruh dibawah
sarang atau diletakkan di tempat sebagai bagian dari atap penutup sarang.
Universitas Sumatera Utara

(Margianto, 1998). Orangutan dalam melakukan aktifitas hidupnya, termasuk membuat sarang
lebih menyukai daerah yang memiliki kondisi vegetasi pohon yang lebih baik, dan terdapat pohon pakan yang lebih banyak dan bervariasi, serta aman dari berbagai gangguan. Di habitat yang berkualitas baik, antara 57% (jantan) dan 80% (betina) waktu makannya dihabiskan untuk memakan buah-buahan. Walaupun ada sekitar 200 jenis buah yang dimakan, beberapa jenis buah tertentu ternyata jauh lebih tinggi dalam komposisi makanan orangutan. Buah-buahan ini berdaging lembek, berbiji, termasuk buah berbiji tungal dan buah beri. Orangutan juga lebih menyukai pohon-pohon yang berbuah lebat (Meijaard, 2001). Leighton (1993) menambahkan bahwa orangutan lebih suka memakan buah-buahan, khususnya buah yang berdaging dan manis. Peluruhan Sarang Orangutan
Tingkat peluruhan sarang bervariasi sesuai dengan spesies kera besar, spesies pohon tempat bersarang, tipe hutan, dan parameter abiotik seperti curah hujan, ketinggian, suhu, serta tipe dan pH tanah (van Schaik et al., 1995; Buij et al., 2003; Ancrenaz et al. 2004; Walsh dan White 2005; Marshall et al., 2006; Mathewson et al., 2008). Namun, sejauh mana faktor-faktor lingkungan ini dapat berkorelasi dengan durasi sarang dengan cara yang dapat diandalkan tidak diketahui. Dalam beberapa kasus, hubungan yang dibentuk di satu kawasan telah gagal untuk memprediksi secara tepat peluruhan sarang di kawasan lain. Sebagai contoh, walaupun nilai pH mungkin dapat dikaitkan dengan tingkat peluruhan sarang di hutan lahan kering di Sumatera (Buij et al., 2003), terbukti ini tidak
Universitas Sumatera Utara

dapat diandalkan di dua kawasan di Borneo (Johnson et al., 2005; Marshall et al., 2006).
Keawetan sarang tergantung pada teknik konstruksi, berat dan ukuran orangutan, suasana hati saat membangun sarang, lokasi dan karakteristik pohon, cuaca serta keberadaan satwa lain yang mungkin akan merusak sarang orangutan tersebut, dalam waktu 2,5 bulan sarang orangutan akan tetap terlihat sebelum pada akhirnya akan hancur dan tinggal ranting-rantingnya saja (Rijksen, 1978).
Sarang orangutan tidak permanen sifatnya (Sugardjito, 1983). Lebih lanjut Rijksen (1978) menjelaskan bahwa orangutan sering kali membuat sarang baru di lokasi yang berbeda atau dengan memperbaiki sarang yang lama dan ini biasanya setelah periode 2-8 bulan karena adanya pohon berbuah yang disukai. Sarang-sarang tersebut dapat digunakan selama dua malam atau lebih, sedangkan ketahanan sarang orangutan dapat bervariasi dari dua minggu sampai lebih dari satu tahun. Menurut Van Schaik et al., (1994), hancur dan hilangnya sarang orangutan ditentukan oleh faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl), tipe hutan, habitat, begitu juga faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya seperti temperatur, kelembaban dan curah hujan. Kelas Sarang Orangutan
UNESCO-PanEco dalam YEL (2009), menjelaskan bahwa kelas sarang dan kelas kerusakan/kehancuran sarang dapat ditentukan atas empat kelas untuk memprediksi kondisi tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kelas A : daun masih segar, sarang baru, semua daun masih hijau
Universitas Sumatera Utara

2. Kelas B : daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah mulai coklat terutama di permukaan sarang, belum ada lubang yang terlihat dari bawah
3. Kelas C : sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang sudah terlihat adanya lubang dari bawah
4. Kelas D : semua daun sudah hilang, sebagian besar hanya tinggal ranting Menurut IUCN (2007) sarang-sarang tersebut dibagi menjadi 5 kelas
berdasarkan kondisi dan umur sarang tersebut dibuat, berikut klasifikasinya: 1. Sarang Kelas A : merupakan sarang paling baru dengan daunnya masih hijau
semua dan umurnya baru seminggu 2. Sarang Kelas B : daunnya sebagian hijau dan sebagian sudah kecoklatan 3. Sarang Kelas C : semua daunnya sudah coklat 4. Sarang Kelas D : alas sarangnya sudah berlubang dan bentuknya kurang utuh 5. Sarang Kelas E : biasanya sudah tinggal kerangka, namun masih kelihatan
bentuk sarangnya. Karakteristik Sarang Orangutan
Menurut Mackinnon (1974), orangutan cenderung memilih sisi bukit sebelah barat untuk menghindari panas matahari dan angin malam. Berdasarkan pertimbangan kenyaman tersebut, orangutan juga merancang sarang sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuhnya. Sarang diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat untuk menghangatkan diri dan menghindari angin malam. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan tinggi dinding dan panjang diameter sarang menurut dengan ukuran tubuhnya. Selanjutnya Rijksen (1978) menyatakan bahwa diameter
Universitas Sumatera Utara

rata-rata sarang jantan pra-dewasa dan betina dewasa umumnya sama karena kedua kelompok ini memiliki ukuran tubuh yang hampir sama.
Dimensi sarang yang dapat menjadi penciri yang baik untuk menentukan kelas umur orangutan pembuat sarang adalah tinggi tempat bersarang, tinggi dinding sarang, dan diameter rata-rata sarang. Semakin tua kelas umur satwa, maka semakin tinggi dinding sarang dan semakin panjang diameter rata-rata sarang serta semakin rendah tempat bersarang yang dipilih. Jantan dewasa umunya memilih bersarang lebih rendah, tetapi betina dewasa (terutama yang memiliki bayi atau anak) menempatkan sarang lebih tinggi pada puncak tajuk pohon sesuai dengan struktur hutan yang ada untuk menghindari bahaya predator. (Kudus, 2000).
Karakteristik pohon sarang yang berpengaruh terhadap perilaku orangutan dalam pemilihan tempat bersarang adalah diameter batang, luas penutupan tajuk, tinggi tajuk, dan bagian pohon sarang. Sedangkan tinggi bebas cabang dan tinggi total, jarak tajuk pohon sarang ke tajuk pohon lainnya, dan tinggi sarang tidak mempengaruhi perilaku orangutan untuk memilih tempat bersarang. Bagian pohon yang sering digunakan untuk membuat sarang adalah puncak pohon dan ujung cabang. Ketersediaan sumber pakan, air, karakteristik vegetasi yang menjamin keamanan dan kenyamanan lokasi bersarang adalah faktor utama yang menjadi pertimbangan untuk pemilihan lokasi bersarang pada orangutan (Kuswanda dan Sukmana, 2005). Survei Orangutan
Estimasi kepadatan Orangutan dengan metode survei sarang yang dilakukan oleh Rahman (2008) di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting,
Universitas Sumatera Utara

provinsi Kalimantan Tengah (studi kasus di Camp Leakey) di delapan transek yang mewakili areal 5,25 km2 dengan 21 km jalur pengamatan yang tersebar pada tiga tipe habitat yang berbeda diketahui bahwa kepadatan populasi orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di habitat berupa hutan kerangas 1,07 ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 2 individu, di habitat berupa dipterocarp dataran rendah 2,98 ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 93 individu dan di habitat berupa hutan hutan rawa gambut 1,35 ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 18 individu. Untuk estimasi jumlah total populasi orangutan di study area Camp Leakey adalah 113 individu orangutan.
Hutan dipterocarp dataran rendah memiki nilai kepadatan yang tertinggi dibandingkan dengan hutan rawa gambut dan kerangas. Hal ini terjadi karena hutan dipterocarp dataran rendah merupakan tipe hutan yang memilki kondisi yang lebih baik sebagai habitat orangutan terutama berkaitan dengan tingginya ketersediaan pakan serta keanekaragaman jenis pohon pakan orangutan, sehingga daya dukung lingkungan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan orangutan pada habitat ini cuikup besar dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan populasi orangutan untuk waktu selanjutnya. Estimasi kepadatan yang paling rendah adalah hutan kerangas. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya ketersediaan pakan di tipe hutan ini walaupun pada dasarnya pada hutan ini terdapat banyak jenis pohon pakan namun pada saat penelitian tidak ditemukan sama sekali jenis pohon pakan yang sedang berbuah (Rahman, 2008).
Dalimunthe (2009) melaporkan bahwa kepadatan populasi orangutan berdasarkan jumlah sarang di Kawasan Bukit Lawang adalah 0,0349 individu/km2
Universitas Sumatera Utara

atau 3,484 individu/Ha dengan jumlah keseluruhan sarang sebanyak 225 sarang. Kelas sarang orangutan yang paling banyak ditemukan adalah kelas sarang yang berumur 4 bulan (kelas 3) dengan persentase 50,67% dan posisi sarang orangutan yang paling banyak ditemukan adalah posisi sarang yang berada pada percabangan utama (posisi 1) dengan persentase 39,11%. Ketinggian sarang orang-utan paling banyak ditemukan adalah pada ketinggian 15-20 m dengan persentase 26,98%. Pemilihan pohon sarang orangutan yang mendominasi adalah pada Famili Dipterocarpaceae dan Lauraceae dengan persentase 29,17%.
Sementara kawasan hutan Batang Toru dengan luas 748,86 km2 masih dapat mendukung kelangsungan hidup populasi orangutan yang diperkirakan sebanyak 337-421 individu. Kepadatan populasi tertinggi diperkirakan berada di hutan dataran tinggi berlumut (0,71 ind/km2) dan terendah di hutan dataran rendah (0,30 ind/km2) dengan rerata kepadatan populasi sebesar 0,52 ind/km2. Rendahnya kepadatan populasi orangutan sumatera di hutan dataran rendah dan campuran dibandingkan dengan kedua tipe hutan dataran tinggi diperkirakan karena tingginya aktivitas konversi lahan oleh masyarakat di dalam habitat orangutan. Di Batang Toru sarang paling banyak ditemukan pada ketinggian 10-20 meter. (Simorangkir, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Umri (2012) di Marike dan Sikundur Kecil kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara menyatakan bahwa nilai kepadatan Orangutan di Marike jauh lebih banyak dibandingkan dengan lokasi di Sikundur Kecil, baik dilihat dari jumlah sarang maupun jumlah estimasi kepadatan populasinya. Dimana jumlah sarang di Marike sebanyak 100,83 sarang, dengan estimasi kepadatan orangutan sebanyak 2,32 individu/km2, sedangkan
Universitas Sumatera Utara

jumlah sarang di Sikundur Kecil sebanyak 24,33 sarang, dengan estimasi kepadatan orangutan sebanyak 0,56 individu/km2.
Terlihat bahwa jumlah sarang dan kepadatan Orangutan jauh berbeda, ini disebabkan adanya perbedaan antara lokasi Hutan Marike dan Hutan Sikundur Kecil. Hutan Marike masih tergolong hutan primer, sedangkan Hutan Sikundur Kecil tergolong hutan sekunder dikarenakan hutan ini merupakan bekas area Hak Pemilikan Hutan PT. Raja Garuda Mas (HPH PT. RGM) yang sudah lama di tinggalkan. Sehingga jumlah populasi orangutan liar pada masing-masing lokasi berbeda. Rendahnya jumlah kepadatan orangutan yang didapatkan di Sikundur Kecil disebabkan oleh berbagai faktor pendukung bagi kelangsungan hidup orangutan maupun kehadiran orangutan, seperti sumber pakan, kondisi lingkungan hingga kenyamanan dari ancaman. Keadaan ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asfi Z pada tahun 2000, di Agusan yang hanya mendapatkan 0,0086 individu/ km2, populasi orangutan di Sikundur Kecil ini masih tergolong cukup banyak (0,56 individu/km2).
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Kuswanda (2013) di di CA Sipirok yang secara administratif termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, pendugaan rata-rata kepadatan orangutan di CA Sipirok sebesar 0,47 individu/ km2 dengan kepadatan tertinggi ditemukan pada hutan primer ketinggian 600-900 m dpl sebesar 1.02 individu/km2 atau dengan dugaan populasi antara 22- 40 individu pada area seluas 69,7 km2. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Perbatakusuma et al. (2006) yang menyatakan bah

Dokumen yang terkait

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Cagar Alam Dolok Sibual Buali (Studi Kasus Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara)

2 37 72

Pemetaan Sebaran Vegetasi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus : Desa Bulu Mario, Aek Nabara dan Huraba)

5 74 99

Identifikasi dan Pemetaan Pohon Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus : Desa Bulu Mario, Aek Nabara dan Huraba)

4 89 78

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 37 81

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Perbatasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali

0 0 11

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Perbatasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali

0 0 18

ESTIMASI KEPADATAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827) BERDASARKAN JUMLAH SARANG DI PERBATASAN CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL BUALI

0 0 12

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Cagar Alam Dolok Sibual Buali (Studi Kasus Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 15

ESTIMASI KEPADATAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827) BERDASARKAN JUMLAH SARANG DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL BUALI (Studi Kasus Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 12

A. Taksonomi dan Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo abelii) - Identifikasi dan Pemetaan Pohon Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus : Desa Bulu Mario, Aek Nabara dan Huraba)

0 0 16