BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Mekanik Logam

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Mekanik Logam

Logam adalah suatu material yang memiliki sifat daya hantar listrik, kemagnetan, mampu dibentuk, kekuatan, ketangguhan, mampu di las, mempunyai permukaan ferni (tersusun oleh atom-atom teratur membentuk kristal) [Tri Djaka, 2009]. Dalam pengertian logam tersebut merupakan kumpulan-kumpulan dari sifat logam. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu logam untuk menahan beban yang diberikan pada logam tersebut.macam-macam sifat mekanik logam, diantaranya adalah :

1. Kekuatan, adalah kemampuan suatu logam material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan [Fauzi, 2010].

2. Ketangguhan, adalah kemampuan suatu logam untuk tidak mengalami pecah dan kemampuan untuk tidak mengalami kegagalan setelah terjadi kerusakan. Logam yang tangguh dapat bertahan pada tegangan baik yang terjadi perlahan-lahan maupun tiba-tiba dan akan terdeformasi sebelum gagal [Tri Djaka, 2009].

3. Kekerasan, adalah kemampuan suatu logam untuk menahan penetrasi dan gesekan dengan logam lain ataupun ketahanan suatu logam terhadap deformasi.

4. Keuletan, adalah kemampuan suatu logam untuk diregangkan atau dibentuk secara permanen tanpa terjadi kerusakan.

5. Elastisitas, adalah kemampuan logam untuk kembali ke ukuran atau bentuk semula setelah diregangkan atau ditarik.

6. Plastisitas, adalah kemampuan logam untuk tidak kembali ke ukuran atau bentuk semula setelah diregangkan atau ditarik.


(2)

2.2 Pengertian Kekerasan

Kekerasan suatu bahan adalah peristilahan kabur, yang mempunyai banyak arti tergantung pada pengalaman pihak-pihak terlibat. Metal handbook menggambarkan kekerasan sebagai ketahanan logam dari deformasi plastik, yang pada umumnya dilakukan dengan metode indentasi. Uji kekerasan termasuk teknologi pengujian karena benda yang selalu bergesekan dengan kekerasan yang rendah maka jelas akan lekas aus. Demikian juga apabila benda yang diinginkan itu harus tajam maka harus mempunyai kekerasan yang tinggi, kekerasan diperlukan untuk pemilihan jenis logam yang tepat untuk keperluan suatu tujuan. Bagaimanapun, istilah ini boleh juga mengacu pada kekakuan atau temper, atau ketahanan terhadap goresan, keausan, atau pemotongan.

Kekerasan merupakan sifat suatu logam, yang memberi kemampuan logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak, atau bentuk yang berubah), ketika suatu beban diterapkan. Pada umumnya, kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. Untuk orang yang berkecimpung dalam mekanika pengujian bahan, banyak yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran ketahanan terhadap lekukan. Untuk para perancang bangunan, kekerasan sering diartikan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.

2.3 Metode Uji Kekerasan

Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:

1. Metode gores

Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala


(3)

(yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi. Prinsip pengujiannya yaitu bila suatu mineral mampu digores oleh orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidakakuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 2.1. Nilai Kekerasan Mineral

Mineral

Scale Numbe

r

Talc 1

Gypsum 2

Calcite 3

Fluorite 4

Apatite 5

Orthoclas

e 6

Quartz 7

Topaz 8

Corundum 9

Diamond 10

2. Metode elastik/pantul (rebound)

Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi


(4)

pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.

3. Metode indentasi

Tipe pengujian kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin dengan spesimen standar terhadap “penetrator”. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara pengujian ketahanan permukaan yang dikenal adalah :

1. Ball indentation test (Brinell) 2. Pyramida indentation (Vickers) 3. Cone indentation test (Rockwell) 4. Uji kekerasan Mikro

5. Uji kekerasan Meyer 2.4 Metode-Metode Indentasi

Berikut ini adalah beberapa metode penetrator dalam pengujian kekerasan logam, antara lain:

1. Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian rockwell ataupun vickers. Angka Kekerasan brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (bola baja)


(5)

biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai ketentuan, yaitu:

1. Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu kecil maka akan mengakibatkan bekas lekukan (jejak) yang terjadi akan terlalu kecil dan mengakibatkan sukar diukur sehingga memberikan informasi yang salah.

2. Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu besar makan dapat mengakibatkan diameter bola pada benda yang di uji besar (jejaknya bola) sehingga mengakibatkan harga kekerasannya menjadi salah.

Pengujian kekerasan brinell menggunakan penumbuk (indentor) yang terbuat dari bola baja yang diperkeras (atau tungsten carbide). Diameter bola adalah 10 mm, lihat gambar 1 dan beban standar antara 500 dan 3000 kg dengan peningkatan beban 500 kg. Selama pembebanan, beban ditahan 10 sampai 30 detik. Pemilihan beban tergantung dari kekerasan material, semakin keras material maka beban yang diterapkan juga semakin besar.

Gambar 2.1 Bentuk Indentor Brinell (Callister, 2001)

Pengujian kekerasan pada brinell ini biasa disebut BHN (brinell hardness number).


(6)

... (1) Keterangan :

HB : Angka kekerasan brinell P : Beban (kg)

D : Diameter indentor (mm)

d : Diameter indentasi yang diukur (mm)

Ketebalan maksimum spesimen sama dengan indentor, sedangkan jarak antar penjejakan sama dengan pengujian rockwell. Pengujian ini juga memerlukan permukaan yang datar dan halus. Pada pengujian brinell akan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut [Gregorius, 2009]:

1. Kehalusan permukaan 2. Letak benda uji pada identor 3. Adanya pengotor pada permukaan 2. Metode Vickers

Vickers adalah hampir sama dengan uji kekerasan brinell hanya saja dapat mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136˚ yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram [Amir, 2010].


(7)

Gambar 2.2 Bentuk Indentor Vickers (Callister, 2001) Rumus untuk kekerasan vickers adalah:

2 2 sin 2

d P HV

 ... (2)

Keterangan :

HV = Angka kekerasan vickers P = Beban (kg)

θ = Sudut 136˚

Sehingga dari persamaan 2, menjadi :

2 8544 , 1

d P

HV  ... (3)

Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-nya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500. Dengan uji kekerasan Rockwell, yang atau uji kekerasaan Brinell, biasanya diperlukan perubahan beban atau penumbuk pada nilai kekerasan tertentu, sehingga pengukuran pada suatu skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak tergantung kepada beban.

Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian


(8)

tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.

3. Metode Rockwell

Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Pengujian ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil pada umumnya 10 kgf. Untuk pemilihan beban, dalam pengujian rockwell ada dua tipe. Pertama rockwell tes yaitu menggunakan beban minor 10 kgf dan mayor 60, 100 atau 150 kgf. Kedua superficial rockwell yaitu menggunakan beban minor 3 kgf dan beban mayor 15, 30 atau 45 kgf. Nilai kekerasan pada pengujian rockwell ditunjukan sebagai kombinasi antara angka kekerasan dan simbolskala representatif dari indentor juga beban minor dan mayor. Sebagai contoh, 64 HRC menunjukan angka kekerasan rockwell 64 dan skala rockwell C. Untuk skala C dan B biasanya diaplikasikan untuk menguji baja, kuningan atau logam lainnya. Selain pemilihan beban mayor, dalam pengujian rockwell sebelum melakukan pengujia kita juga melakukan pemilihan jenis dan ukuran indentor. Ada indentor intan (diameter 1/16-, 1/8-, ¼- dan ½- in) dan bola baja (diameter 1.588-, 3.175-, 6.35- dan 12.7- mm). Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan skala adalah:

a. Jenis material.


(9)

c. Lokasi pengujian. d. Batas limit dari skala.

Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman. Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell.

Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengujian Kekerasan Rockwell.

Metode kekerasan Rockwell yang digambarkan pada ASTM E-18 st Metoda mengukur kedalaman takikan yang permanen. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagi ukuran kekerasan. Mula-mula di terapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah preporasi permukaan yang dibutuhkan dan juga memperkecil kecendrungan untuk terjadi penumbukan ke atas atau penurunan yang disebabkan oleh penumbuk. Kemudian diterapkan beban yang beasar, dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pula gage


(10)

penunjuk yang menyatakan angka kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas 100 bagian, masing-masing bagian menyatakan penembusan sedalam 0,00008 inci. Petunjuk kebalikan sedemikian hingga kekerasan yang tinggi yang berkaitan dengan penembusan yang kecil, menghasilkan penunjukan angka kekerasan yang tinggi hal ini sesuai dengan angka kekerasan lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi tidak seperti penentuan kekerasan cara Brinell dan Vickers, yang mempunyai satuan kg per inci kuadrat, angka kekerasan Rockwell semata-mata tergantung pada kita.

HR = E – e………...…………(4) Dimana : F0 = beban awal minor (kgf)

F1 = beban tambahan utama (kgf) F = beban total (kgf)

e = peningkatan kedalaman akhir dari penetrasi dimana beban F1 diukur di dalam unit adalah 0.002 mm

E = konstanta yang bergantung pada indentor, 100 untuk indentor intan, 130 untuk indentor bola baja.

HR = angka kekerasan Rockwell

Sedangkan proses untuk perhitungan data pada mesin rockwell tersebut diuraikan pada gambar 4.


(11)

Berikut ini diberikan Tabel 2 yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:

Tabel 2.2 Skala Kekerasan Rockwell

Scale Indenter

Minor Load F0 kgf

Major Load F1 kgf

Total Load F kgf

Value of E

A Diamond cone 10 50 60 100

B 1/16" steel ball 10 90 100 130

C Diamond cone 10 140 150 100

D Diamond cone 10 90 100 100

E 1/8" steel ball 10 90 100 130

F 1/16" steel ball 10 50 60 130

G 1/16" steel ball 10 140 150 130

H 1/8" steel ball 10 50 60 130

K 1/8" steel ball 10 140 150 130

L 1/4" steel ball 10 50 60 130

M 1/4" steel ball 10 90 100 130

P 1/4" steel ball 10 140 150 130

R 1/2" steel ball 10 50 60 130

S 1/2" steel ball 10 90 100 130

V 1/2" steel ball 10 140 150 130

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain:

1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik

2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell.


(12)

4 Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris.

5 Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam.

6 Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan. 7 Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengatur daspot pada mesin Rockwell. 4. Uji Kekerasan Mikro

Banyak persoalan metalurgi memerlukan data-data mengenai kekerasan pada daerah yang sangat kecil. Pengukuran gradien kekerasan pada permukaan yang dikarburasi, pengukuran kekerasan kandungan tunggal pada struktur mikro, atau kekerasan roda gigi arloji, merupakan tipe persoalan dari jenis pengujian kekerasan mikro. Penumbuk knoop adalah intan kasar yang dibentuk menjadi piramida sedemikian hingga dihasilkan lekukan bentuk intan dengan perbandingan diagonal panjang pendek adalah 7:1 Angka kekerasan Knoop ( KHN ) adalah beban dibagi luas proyeksi lain lekukan yang tidak akan kembali kebentuk semula.

P C L

P A

KHN P

2 ... (5)

Di mana:

P = beban yang diterapkan ( kg )

Ap = luas proyeksi lekukan yang tidak pulih kebentuk semula ( mm ) L = panjang diagonal yang lebih panjang


(13)

Bentuk Knoop yang khusus, memberikan kemungkinan membuat lekukan yang lebih rapat dibandingkan lekukan Vickers. Keuntungan lain adalah bahwa untuk diagonal yang panjang, luas dan kedalaman kekuatan Knoop kira-kira hanya 15% dari luas lekukan Vickers untuk panjang diagonal yang sama. Hal ini sangat berguna khusus apabila mengukur kekerasan lapisan tipis, atau kekerasan getas, dimana kecenderungan terjadinya patah sebanding dengan volume bahan-bahan yang ditegangkan. Bahan kecil yang digunakan pada uji mikro memerlukan penanggan yang sangat hati-hati pada setiap tahap pengujian. Biasanya dibutuhkan proses metalografi.

5. Kekerasan Meyer

Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih rasional dibanding yang diajukan oleh Brinell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak, bukan luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indentor) dan lekukan adalah adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.

2

r P

pm

 ...(6) Meyer mengemukakan bahwa tekanan rata-rata ini, dapat diambil sebagai ukuran kekerasan, dan dinamakan kekerasan Meyer.

Kekerasan Meyer = 2 4

d P

 ...(7)

Seperti kekerasan Brinell, kekerasan Meyer mempunyai satuan kg/mm2. Kekerasan Meyer kurang peka terhadap beban yang diterapkan dibanding kekerasan Brinell. Untuk bahan-bahan yang mengalami pengerjaan dingin, kekerasan Meyer pada dasarnya tetap dan tidak tergantung pada beban, sedangkan kekerasan Brinell akan mengecil bila beban bertambah besar. Untuk logam yang dilunakkan, kekerasan Meyer bertambah secara kontinu sejalan dengan pertambahan beban, karena lekukan yang terjadi mengakibatkan pengerasan regang. Sedangkan untuk kekerasan Brinell, mula-mula naik sejalan dengan kenaikan beban, dan kemudian turun untuk beban yang lebih tinggi lagi. Kekerasan Meyer merupakan cara pengukuran


(14)

yang lebih mendasar dalam hal mengukur kekerasan lekukan; namun jarang digunakan untuk pengukuran kekerasan.

Meyer mengajukan suatu hubungan empiris antara beban dan ukuran lekukan. Hubungan tersebut biasanya dinamakan hukum Meyer.

P = kdn ...(8) Dimana:

P = beban yang diterapkan (kg) d = diameter lekukan (mm)

'

n = konstanta bahan yang ada kaitannya dengan pengerasan regang d = konstanta bahan yang menyatakan bahan terhadap penembusan (penetration)

Parameter n' adalah kemiringan garis lurus yang diperoleh bila log P

di petakan terhadap log d, dan k adalah nilai P pada d = 1. Logam-logam yang di lunakkan secara sempurna mempunyai nilai n' sekitar 2,5, sedangkan n'

untuk logam-logam yang mengalami pengerasan regang sempurna kira-kira 2. Parameter ini secara kasar dikaitkan dengan koefisien pengerasan regang pada persamaan eksponensial untuk kurva tegangan sejati-regangan sejati. Eksponen pada hukum Meyer kira-kira sama dengan koefisien pengerasan regang ditambah 2.

Terdapat batas bawah dari beban, dimana untuk beban di bawah batas tersebut, hukum Meyer tidak dipenuhi. Jika beban terlalu kecil, maka deformasi di sekitar lekukan bukan plastik secara keseluruhan, sehingga rumus diatas tidak dipenuhi. Beban tersebut tergantung pada kekerasan logam. Untuk bola berdiameter 10 mm, beban untuk tembaga yang mempunyai BHN 100 harus lebih dari 50 kg, dan untuk baja yang mempunyai BHN 400, bebannya harus lebih dari 1500 kg. Untuk bola dengan diameter yang berbeda-beda, beban kritis berbanding lurus terhadap kuadrat diameternya.


(1)

c. Lokasi pengujian. d. Batas limit dari skala.

Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman. Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell.

Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengujian Kekerasan Rockwell.

Metode kekerasan Rockwell yang digambarkan pada ASTM E-18 st Metoda mengukur kedalaman takikan yang permanen. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagi ukuran kekerasan. Mula-mula di terapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah preporasi permukaan yang dibutuhkan dan juga memperkecil kecendrungan untuk terjadi penumbukan ke atas atau penurunan yang disebabkan oleh penumbuk. Kemudian diterapkan beban yang beasar, dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pula gage


(2)

penunjuk yang menyatakan angka kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas 100 bagian, masing-masing bagian menyatakan penembusan sedalam 0,00008 inci. Petunjuk kebalikan sedemikian hingga kekerasan yang tinggi yang berkaitan dengan penembusan yang kecil, menghasilkan penunjukan angka kekerasan yang tinggi hal ini sesuai dengan angka kekerasan lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi tidak seperti penentuan kekerasan cara Brinell dan Vickers, yang mempunyai satuan kg per inci kuadrat, angka kekerasan Rockwell semata-mata tergantung pada kita.

HR = E – e………...…………(4)

Dimana : F0 = beban awal minor (kgf) F1 = beban tambahan utama (kgf)

F = beban total (kgf)

e = peningkatan kedalaman akhir dari penetrasi dimana beban F1 diukur di dalam unit adalah 0.002 mm

E = konstanta yang bergantung pada indentor, 100 untuk indentor intan, 130 untuk indentor bola baja.

HR = angka kekerasan Rockwell

Sedangkan proses untuk perhitungan data pada mesin rockwell tersebut diuraikan pada gambar 4.


(3)

Berikut ini diberikan Tabel 2 yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:

Tabel 2.2 Skala Kekerasan Rockwell

Scale Indenter

Minor Load F0 kgf

Major Load F1 kgf

Total Load F kgf

Value of E

A Diamond cone 10 50 60 100

B 1/16" steel ball 10 90 100 130

C Diamond cone 10 140 150 100

D Diamond cone 10 90 100 100

E 1/8" steel ball 10 90 100 130

F 1/16" steel ball 10 50 60 130

G 1/16" steel ball 10 140 150 130

H 1/8" steel ball 10 50 60 130

K 1/8" steel ball 10 140 150 130

L 1/4" steel ball 10 50 60 130

M 1/4" steel ball 10 90 100 130

P 1/4" steel ball 10 140 150 130

R 1/2" steel ball 10 50 60 130

S 1/2" steel ball 10 90 100 130

V 1/2" steel ball 10 140 150 130

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain:

1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik

2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell.


(4)

4 Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris.

5 Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam.

6 Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan. 7 Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengatur daspot pada mesin Rockwell.

4. Uji Kekerasan Mikro

Banyak persoalan metalurgi memerlukan data-data mengenai kekerasan pada daerah yang sangat kecil. Pengukuran gradien kekerasan pada permukaan yang dikarburasi, pengukuran kekerasan kandungan tunggal pada struktur mikro, atau kekerasan roda gigi arloji, merupakan tipe persoalan dari jenis pengujian kekerasan mikro. Penumbuk knoop adalah intan kasar yang dibentuk menjadi piramida sedemikian hingga dihasilkan lekukan bentuk intan dengan perbandingan diagonal panjang pendek adalah 7:1 Angka kekerasan Knoop ( KHN ) adalah beban dibagi luas proyeksi lain lekukan yang tidak akan kembali kebentuk semula.

P C L

P A

KHN

P

2 ... (5)

Di mana:

P = beban yang diterapkan ( kg )

Ap = luas proyeksi lekukan yang tidak pulih kebentuk semula ( mm ) L = panjang diagonal yang lebih panjang


(5)

Bentuk Knoop yang khusus, memberikan kemungkinan membuat lekukan yang lebih rapat dibandingkan lekukan Vickers. Keuntungan lain adalah bahwa untuk diagonal yang panjang, luas dan kedalaman kekuatan Knoop kira-kira hanya 15% dari luas lekukan Vickers untuk panjang diagonal yang sama. Hal ini sangat berguna khusus apabila mengukur kekerasan lapisan tipis, atau kekerasan getas, dimana kecenderungan terjadinya patah sebanding dengan volume bahan-bahan yang ditegangkan. Bahan kecil yang digunakan pada uji mikro memerlukan penanggan yang sangat hati-hati pada setiap tahap pengujian. Biasanya dibutuhkan proses metalografi.

5. Kekerasan Meyer

Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih rasional dibanding yang diajukan oleh Brinell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak, bukan luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indentor) dan lekukan adalah adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.

2 r P pm

 ...(6) Meyer mengemukakan bahwa tekanan rata-rata ini, dapat diambil sebagai ukuran kekerasan, dan dinamakan kekerasan Meyer.

Kekerasan Meyer = 2 4

d P

 ...(7)

Seperti kekerasan Brinell, kekerasan Meyer mempunyai satuan kg/mm2. Kekerasan Meyer kurang peka terhadap beban yang diterapkan dibanding kekerasan Brinell. Untuk bahan-bahan yang mengalami pengerjaan dingin, kekerasan Meyer pada dasarnya tetap dan tidak tergantung pada beban, sedangkan kekerasan Brinell akan mengecil bila beban bertambah besar. Untuk logam yang dilunakkan, kekerasan Meyer bertambah secara kontinu sejalan dengan pertambahan beban, karena lekukan yang terjadi mengakibatkan pengerasan regang. Sedangkan untuk kekerasan Brinell, mula-mula naik sejalan dengan kenaikan beban, dan kemudian turun untuk beban yang lebih tinggi lagi. Kekerasan Meyer merupakan cara pengukuran


(6)

yang lebih mendasar dalam hal mengukur kekerasan lekukan; namun jarang digunakan untuk pengukuran kekerasan.

Meyer mengajukan suatu hubungan empiris antara beban dan ukuran lekukan. Hubungan tersebut biasanya dinamakan hukum Meyer.

P = kdn ...(8)

Dimana:

P = beban yang diterapkan (kg) d = diameter lekukan (mm)

'

n = konstanta bahan yang ada kaitannya dengan pengerasan regang d = konstanta bahan yang menyatakan bahan terhadap penembusan (penetration)

Parameter n' adalah kemiringan garis lurus yang diperoleh bila log P di petakan terhadap log d, dan k adalah nilai P pada d = 1. Logam-logam yang di lunakkan secara sempurna mempunyai nilai n' sekitar 2,5, sedangkan n' untuk logam-logam yang mengalami pengerasan regang sempurna kira-kira 2. Parameter ini secara kasar dikaitkan dengan koefisien pengerasan regang pada persamaan eksponensial untuk kurva tegangan sejati-regangan sejati. Eksponen pada hukum Meyer kira-kira sama dengan koefisien pengerasan regang ditambah 2.

Terdapat batas bawah dari beban, dimana untuk beban di bawah batas tersebut, hukum Meyer tidak dipenuhi. Jika beban terlalu kecil, maka deformasi di sekitar lekukan bukan plastik secara keseluruhan, sehingga rumus diatas tidak dipenuhi. Beban tersebut tergantung pada kekerasan logam. Untuk bola berdiameter 10 mm, beban untuk tembaga yang mempunyai BHN 100 harus lebih dari 50 kg, dan untuk baja yang mempunyai BHN 400, bebannya harus lebih dari 1500 kg. Untuk bola dengan diameter yang berbeda-beda, beban kritis berbanding lurus terhadap kuadrat diameternya.