Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI
MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT
SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
SITI NURJANAH. Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam
Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang. Dibimbing oleh SUMINAR S. ACHMADI
dan RIENOVIAR.
Penggunaan membran dalam teknik pemisahan dalam berbagai industri semakin
luas dan berkembang. Hal ini karena pemisahan dengan menggunakan membran tidak
akan mengubah struktur maupun susunan dari zat yang akan dipisahkan, dapat
dioperasikan pada suhu ruang, prosesnya dapat dilakukan secara kontinu, dan tidak
beracun karena tidak ada tambahan zat kimia lain selama pemisahan. Pektin sebagai

bahan alami yang sangat melimpah di alam diharapkan dapat diaplikasikan dalam bidang
membran.
Pektin memiliki kelarutan yang sangat baik dalam air. Agar dapat diaplikasikan
dalam bidang membran, maka diperlukan modifikasi pada gugus fungsinya. Penelitian ini
dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyabunan dan pembentukan taut silang pada pektin
dengan reaksi esterifikasi menggunakan asam adipat dan asam oksalat sebagai agen
penaut silang. Reaksi penyabunan bertujuan meningkatkan jumlah gugus karboksil agar
tempat untuk pertukaran ion lebih banyak.
Pektin adipat yang telah disintesis dicirikan menggunakan spektrofotometer
inframerah (FTIR) dan analisis termal (DSC). Analisis FTIR pektin adipat menunjukkan
penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 3700-3100 cm-1 . Hal ini
menunjukkan adanya perubahan gugus –OH menjadi gugus ester. Analisis FTIR pektin
oksalat menunjukkan serapan lebar yang khas pada bilangan gelombang 3443,91 cm-1
mengindikasikan masih adanya gugus hidroksil. Oleh karena itu, asam oksalat tidak dapat
digunakan sebagai agen penaut silang di bawah kondisi reaksi ini.Analisis DSC
menunjukkan perbedaan yang nyata antara kurva DSC pektin dengan pektin adipat, yaitu
menghilangnya puncak kurva pada suhu 153°C pada kurva DSC pektin adipat. Hal ini
membuktikan bahwa telah terbentuk senyawa baru dengan titik leleh lebih dari 200°C.
Pektin adipat hasil reaksi larut sebagian dalam air dalam waktu yang lama. Oleh karena
itu, senyawa ini belum dapat diaplikasikan sebagai membran dalam teknik pemisahan.


ABSTRACT
SITI NURJANAH. Modification of pectins for membran application using dicarboxylic
acids as crosslink agent. Supervised by SUMINAR S. ACHMADI and RIENOVIAR.
Membrane has been widely applied in industrial separation technique. It is
because the separation using membrane do not change structure and composition of the
material being separated, it could be operated at room temperature, and the process can be
done continuously, non-toxic because no chemical is added along the separation process.
Pectins as natural material that are largely available is expected to be suitable for
membrane making.
Pectins have good solubility in water. Pectins need to be modified to be apllicable
as membrane. This research was done in two steps, i.e. saponification and cross-link of
pectins by esterification using adipic acid and oxalic acid as cross-link agent. The aim of
saponification reaction is to increase the number of carboxyl groups that enlarge the ion
exchange area.
The synthezised adipic pectin was characterizied using infrared
spectrophotometer (FTIR) and thermal analysis (DSC). FTIR analysis of adipic pectin
showed decrease of intensity in wave number at 3700-3100 cm-1. It means the –OH
groups has turned into ester groups. FTIR of pectin oxalic analysis showed spesific large
absorption in wave number 3443,91 cm-1, indicating that the hidroxyl group was still

remain. Therefore, oxalic acid can not be used as a cross-link agent under the reaction
condition. The DSC analysis showed significant difference of curves between the natural
pectins and adipic pectins, The adipic pectin did not have peak at 153oC,meaning that that
the new material has formed with melting point higher than 200 oC. The adipic pectins
was partially soluble in water although it took a long time. It is concluded that the
synthesized material is not applicable for membrane used in separation technique.

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI
MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT
SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul
Nama
NIM

: Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam Dikarboksilat
sebagai Agen Penaut Silang
: Siti Nurjanah
: G44203010

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi

NIP 130 516 496

Ir. Rienoviar, M.Si
NIP 090 021 210

Diketahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Hasim, DEA
NIP 131 578 806

Tanggal lulus :

PRAKATA
Alhamdulillahirrabil’aalamiin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segala rahmat, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai Juni
2007 sampai Desember 2008 di Laboratorium Kimia Organik FMIPA IPB dan
Laboratorium Balai Besar Industri Agro dengan judul Modifikasi Pektin untuk Aplikasi

Membran dengan Asam Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Suminar Achmadi dan Ibu
Rienoviar selaku pembimbing atas segala bimbingan, dorongan semangat, dan ilmu yang
diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima
kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta (mamah dan bapa), adik-adik
(Wawan dan Teguh), suami (Ace), dan sahabat-sahabat terbaik (B14, Deby, Elin, dan
Rita) yang selalu memberikan doa, dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan
kasih sayang kepada penulis.
Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni, Om
Eman, dan Mas Heri atas segala sarana dan kemudahan yang telah diberikan.
Penghargaan yang tak terhingga tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Farid, Bapak
Sjahriza, Kak Budi dan Mbak Tuti atas segala bantuannya, serta kepada teman-teman
kimia 40 atas persahabatan yang terjalin selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2008

Siti Nurjanah

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 23 Februari 1985 dari ayah Oting
D. Rochmani dan ibu Yati Suhaeminah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga
bersaudara.
Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMU diselesaikan di
Sumedang. Pada tahun 2003 penulis lulus sari SMUN 1 Sumedang dan pada tahun yang
sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih Program Studi
Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bidang
yang diminati penulis adalah Kimia Organik.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar
TPB, Kimia Fisik untuk Program Studi Ilmu Teknologi Pangan (ITP), dan asisten Kimia
Lingkungan untuk Program Studi Biokimia. Tahun 2006 penulis melaksanakan praktik
lapangan di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................

x


PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Pektin .................................................................................................................
Polimer ...............................................................................................................
Spektrofotometer Inframerah (FTIR)..................................................................
Analisis Termal (DSC) .......................................................................................

1
3
3
3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .................................................................................................. 4
Metode Penelitian ............................................................................................. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri Bahan Baku ................................................................................................
Pektin Tersabunkan ...........................................................................................
Pektin Ester ........................................................................................................

Kelarutan ...........................................................................................................
Analisis FTIR ....................................................................................................
Analisis DSC .....................................................................................................

4
5
6
6
7
8

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 9
LAMPIRAN ................................................................................................................... 11

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Ciri bahan baku ......................................................................................................... 4
2. Perbandingan sifat fisik pektin dengan pektin tersabunkan ...................................... 5
3. Kelarutan pektin dan pektin adipat............................................................................ 7


DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur pektin ........................................................................................................ 1
2.

Contoh termogram hasil analisis DSC ...................................................................... 4

3.

Reaksi saponifikasi pektin......................................................................................... 5

4.

Pektin tersabunkan .................................................................................................... 5

5.

Reaksi taut silang pektin dengan asam adipat sebagai agen penaut silang ............... 6


6.

Pektin oksalat............................................................................................................ 6

7.

Pektin adipat.............................................................................................................. 6

8.

Spektrum FTIR pektin murni .................................................................................... 7

9.

Spektrum FTIR pektin oksalat .................................................................................. 7

10. Spektrum FTIR pektin adipat.................................................................................... 8
11. Kurva DSC pektin murni .......................................................................................... 8
12. Kurva DSC pektin adipat .......................................................................................... 9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Diagram alir sintesis pektin tersabunkan ..................................................................... 13
2. Diagram alir pembuatan pektin ester ........................................................................... 14

PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan teknologi,
penggunaan membran dalam pemisahan di
berbagai industri semakin luas dan
berkembang. Hal ini karena pemisahan
dengan menggunakan membran tidak akan
mengubah struktur maupun susunan zat yang
akan dipisahkan, dapat dioperasikan pada
suhu ruang, prosesnya dapat dilakukan secara
berkesinambungan, dan tidak beracun karena
tidak ada tambahan zat kimia lain selama
pemisahan. Oleh karena itu, teknologi
pemisahan dengan membran dapat juga
digunakan dalam industri pangan selain pada
industri kimia, bioindustri, dan industri
pengolahan air dan limbah.
Menurut Wenten (1999), membran
organik dapat dibuat dari polimer yang
memiliki massa molekul yang besar. Polimer
yang biasa digunakan sebagai bahan baku
membran adalah selulosa asetat, turunan
selulosa,
poliakrilonitril,
poliamida,
polisulfon, poliestersulfon, dan poliolefin.
Pektin merupakan polisakarida yang
banyak terdapat di alam. Senyawa ini dapat
diisolasi dari berbagai macam kulit buahbuahan diantaranya kulit jeruk lemon (Fitriani
2003), kulit kakao (Lestari 2004), dan Kulit
labu kuning (Andriyani 2005). Pemanfaatan
pektin pada umumnya adalah sebagai
pengemulsi dan pembentuk jeli. Akhir-akhir
ini pektin telah banyak digunakan dalam
bidang penyalutan obat (Fernandezhervas &
Fell 1998; Sriamornsak 1998; Ahrabi et al.
2000) dan penjerap logam berat (Li et al.
2007). Namun, sampai saat ini belum
dilakukan penelitian mengenai sintesis
membran dari pektin karena sifat kelarutannya
dalam air. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai modifikasi pektin untuk
menghasilkan senyawa yang dapat dijadikan
bahan baku membran.
Farobie (2006) telah mensintesis pektin
asetat melalui reaksi asetilasi. Namun
senyawa ini sulit untuk disintesis. Pada
penelitian ini dilakukan reaksi taut silang pada
pektin untuk menghilangkan sifat kelarutan
pektin dalam air. Taut silang pada suatu
polimer menyebabkan perubahan sifat
polimer. Suatu polimer yang mengalami taut
silang memiliki ketahanan terhadap suhu
maupun kelarutan yang berbeda dengan
polimer asal yang tidak mengalami taut silang
(Beck et al. 1992). Taut silang pada pati telah
banyak dilakukan dengan mereaksikan pati
dengan campuran asam adipat dan suatu
anhidrida (Wurzburg 1978). Berdasarkan

pustaka ini, taut silang pada pektin dicoba
menggunakan asam dikarboksilat (asam
oksalat dan asam adipat) sebagai agen penaut
silang.

TINJAUAN PUSTAKA
Pektin
Pengertian dan Struktur Pektin
Pektin pertama kali ditemukan oleh
Vakuelin pada tahun 1790 dan istilah pektin
pertama kali dipakai oleh Broconot tahun
1825 untuk komponen pembentuk gel yang
diperoleh dari buah-buahan (Nussinovitch
1997). Istilah pektin berasal dari bahasa
Yunani yang berarti mengental atau menjadi
padat. Kelompok senyawa pektin secara
umum disebut substansi pektat yang terdiri
atas protopektin, asam pektinat, dan asam
pektat. Protopektin adalah zat pektat yang
tidak larut dalam air (Winarno 1995) dan
dapat terhidrolisis oleh asam, alkali, dan air
panas sehingga dapat larut (Kertesz 1951).
Asam pektinat adalah istilah yang digunakan
bagi asam poligalakturonat yang mengandung
gugus metil ester dalam jumlah yang cukup
banyak. Asam pektinat dalam keadaan yang
sesuai mampu membentuk gel dengan ion-ion
logam. Asam pektat adalah zat pektat yang
seluruhnya
tersusun
dari
asam
poligalakturonat yang bebas dari gugus metil
ester.
Pektin menurut O’Neill et al. (2000)
merupakan senyawa polisakarida kompleks
yang mengandung residu α-D-galakturonat
dengan ikatan α-1,4 (Gambar 1).

Gambar 1 Struktur Pektin
Pektin adalah polisakarida yang
menyusun sepertiga bagian dinding sel
tanaman (dikotil dan beberapa monokotil).
Pektin meningkatkan ikatan antara sel dan
menguatkan dinding sel. Pektin adalah
polimer yang sebagian besar terdiri atas α(1,4)-D-asam galakturonat yang mengandung
gugus metil ester pada konfigurasi atom C-2
(Hoejgaard 2004). Komponen lain ialah
beberapa gula netral seperti ramnosa,
arabinosa, dan galaktosa. Ramnosa terdapat
bersama asam galakturonat pada rantai utama

2

pektin, sedangkan arabinosa dan galaktosa
ditemukan pada rantai samping.
Berdasarkan kandungan metoksilnya
pektin dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
(a) pektin berkadar metoksil tinggi, yang
mengandung gugus metoksil sekitar 7-12%
dan dapat membentuk gel dengan gula dan
asam, (b) pektin berkadar metoksil rendah,
yang mengandung gugus metoksil kurang dari
7%, tidak dapat membentuk gel dengan kadar
gula yang rendah, bahkan tanpa gula dengan
syarat ada kation polivalen.
Sifat Fisik dan Kimia Pektin
Dalam kodeks makanan Indonesia
disebutkan bahwa pektin merupakan zat
berbentuk serbuk kasar hingga halus yang
berwarna putih kekuningan, tidak berbau, dan
memiliki rasa lendir. Glicksman (1969)
menyebutkan bahwa pektin kering yang telah
dimurnikan berupa kristal putih dengan
kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan
kandungan metoksilnya. Pektin dengan kadar
metoksil tinggi larut dalam air dingin dan
dapat membentuk gel dengan gula dan asam.
Pektin ini dapat membentuk gel dengan
adanya ion-ion kalsium (Caplin 2004).
Sedangkan pektin bermetoksil rendah larut
dalam alkali dan asam oksalat tetapi tidak
mampu membentuk gel dengan asam dan
gula. Menurut Towle dan Christensen (1973)
kelarutan pektin ditentukan oleh jumlah gugus
metoksil,
distribusinya,
dan
bobot
molekulnya. Secara umum, kelarutan akan
meningkat dengan menurunnya bobot molekul
dan meningkatnya gugus metil ester. Namun
pH, suhu, jenis pektin, garam, dan adanya zat
organik seperti gula juga mempengaruhi
kelarutan pektin.
Sifat-sifat fisis seperti kelarutan,
viskositas, dan kemampuan membentuk gel
bergantung pada ciri kimia pektin seperti
derajat esterifikasi, bobot molekul, ditambah
dengan senyawa kimia yang merupakan
bagian dari molekul pektin (Nelson et al.
1977). Rouse (1977) dan Nussinovitch (1997)
menyatakan bahwa viskositas larutan pektin
mempunyai kisaran cukup lebar bergantung
pada konsentrasi pektin, pH, garam, ukuran
rantai
asam
poligalakturonat,
derajat
esterifikasi, dan bobot molekul. Bila suhu
meningkat, viskositas larutan pektin menjadi
berkurang.
Pektin bersifat asam dan koloidnya
bermuatan negatif karena adanya gugus
karboksil bebas. Larutan pektin 1% yang tidak
ternetralkan akan memberikan pH 2,7-3,0.
Larutan pektin stabil pada pH 2,0-4,0. Pada

pH lebih dari 4,0 atau kurang dari 2,0,
viskositas dan kekuatan gelnya akan
berkurang karena terjadi depolimerisasi.
Pektin dapat mengalami reaksi penyabunan
dan degradasi melalui reaksi β-eliminasi pada
kondisi basa (Nelson et al. 1977).
Degradasi dan dekomposisi pektin juga
dapat disebabkan oleh oksidator, misalnya
asam periodat, klorin dioksida, bromin,
permanganat, asam peroksida, dikromat, dan
asam askorbat. Laju degradasi bergantung
pada suhu, pH, dan konsentrasi oksidator.
Larutan pektin lebih cepat terdegradasi
dibandingkan dengan tepung pektin (Rouse
1977).
Gugus fungsi pada polimer pektin
dapat diubah menjadi gugus fungsi yang lain.
Gugus metil ester dapat berubah menjadi
gugus amida asam dengan cara mengolah
pektin dengan NH3 di bawah kondisi basa
dalam suspensi alkohol. Sekitar 20% gugus
metil ester dapat diganti menjadi gugus amida
asam. Gugus karboksil pektin dapat
diesterifikasi dengan mudah menggunakan
metanol, glikol, dan gliserol. Taut silang
antarpektin
dapat
dibentuk
dengan
mereaksikan pektin dan epiklorohidrin. Pektat
ini memiliki sifat pertukaran ion dengan
2+
selektivitas terhadap Ca dan ion logam
berat.
Kegunaan Pektin
Pektin cukup luas dan banyak
penggunaannya baik dalam bidang industri
pangan maupun nonpangan. Pektin digunakan
sebagai pembentuk jeli, selai, pengental, dan
dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai
obat diare (National Research Depelopment
Corporation 2004). Dalam industri karet
pektin berguna sebagai bahan pengental
lateks. Pektin dapat memperbaiki warna,
konsistensi, kekentalan, dan stabilitas produk
yang dihasilkan (Towle & Christensen 1973).
Pektin berkadar metoksil tinggi
digunakan untuk pembuatan selai dan jeli dari
buah-buahan, pembuatan kembang gula
bermutu tinggi, pengental untuk minuman dan
sirup buah-buahan, serta digunakan dalam
emulsi flavor dan saus salad. Pektin dengan
kadar metoksil rendah biasa digunakan dalam
pembuatan saus salad, puding, gel buahbuahan dalam es krim, selai, dan jeli. Pektin
bermetoksil rendah efektif digunakan dalam
pembentukan gel saus buah-buahan beku
karena stabilitasnya yang tinggi pada proses
pembekuan, thawing, dan pemanasan, serta
digunakan sebagai penyalut dalam banyak
produk pangan (Glicksman 1969).

3

Polimer

Spektrofotometer Inframerah

Panjang rantai polimer dihitung
berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang
terdapat dalam rantai yang disebut derajat
polimerisasi (DP). Semua polimer yang dapat
dimanfaatkan untuk plastik, karet, atau serat
mempunyai bobot molekul antara 10.000 dan
1.000.000 (Cowd 1991).
Berdasarkan
sumbernya,
polimer
digolongkan dalam dua jenis, yaitu polimer
alam dan polimer sintetik. Polimer alam ialah
polimer yang terjadi secara alamiah, misalnya
selulosa dan pektin, sedangkan polimer
sintetik ialah polimer yang disintesis oleh
manusia melalui reaksi polimerisasi dari suatu
monomer.
Berdasarkan unit-unit ulang pada rantai
molekul, polimer dibedakan dalam tiga
kelompok, yaitu polimer linear, polimer
bercabang, dan polimer bertaut silang.
Polimer linear tersusun dari unit-unit ulang
yang berikatan satu sama lain pada ujungujung monomer. Polimer bercabang terdiri
atas rantai utama polimer yang mengikat
beberapa monomer dan membentuk cabang
pada rantai utama. Polimer bertaut silang
merupakan gabungan beberapa rantai utama
polimer yang terikat satu sama lain. Taut
silang yang terbentuk dalam jumlah besar
akan membentuk jaringan tiga dimensi
(Mulder 1996).
Berdasarkan sifat termalnya, polimer
sintetik digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu
termoplastik
dan
termoset.
Polimer
termoplastik dapat melunak dan mencair pada
waktu pemanasan dan jika sudah dingin akan
mengeras kembali sehingga dapat diproses
berulang-ulang. Polimer yang termasuk
golongan termoplastik di antaranya adalah
polivinil klorida (PVC), polietilena (PE),
polipropilena (PP), dan polistirena. Polimer
termoset ialah polimer yang mempunyai
struktur rantai bercabang dan cabang ini
saling mengikat membentuk ikatan silang.
Polimer jenis ini apabila telah diproses
menjadi produk tertentu, tidak dapat
dilunakkan kembali dengan pemanasan.
Polimer yang termasuk golongan termoset di
antaranya adalah formaldehida, poliester, dan
silikon. Perbedaan utama antara polimer
termoplastik dan termoset ialah polimer
termoplastik biasanya mempunyai struktur
linear
sedangkan
polimer
termoset
mempunyai struktur jaringan tiga dimensi
(Stevens 2001).

Spektrofotometer inframerah dengan
transformasi fourier (FTIR) merupakan teknik
pengukuran spektrum berdasarkan respons
dari
radiasi
elektromag-netik.
FTIR
mengandung informasi untuk menduga dan
mengidentifikasi gugus fungsi dalam suatu
senyawa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
cara menganalisis spektrum yang dihasilkan
sesuai
dengan
puncak-puncak
yang
diperlihatkan gugus fungsi.
Metode spektroskopi IR memiliki dua
ragam instrumen, yaitu metode dispersif dan
metode transformasi (FT). Metode dispersif
yang lebih tua menggunakan prisma atau kisi
yang dipakai untuk mendispersikan radiasi IR,
sedangkan
FT
menggunakan
prinsip
interferometri. Metode yang disebut terakhir
lebih unggul dibandingkan dengan metode
yang lainnya, yaitu sampel lebih sedikit,
perkem-bangan spektrum yang cepat, mampu
menyimpan dan memanipulasi spektrum
(Stevens 2001).
FTIR
telah
membawa
tingkat
keserbagunaan yang lebih besar pada
penentuan struktur polimer. Hal ini karena
struktur polimer bisa disusur, disimpan, dan
ditransformasikan dalam hitungan detik.
Teknik ini memudahkan penelitian mengenai
reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau
pembentukan taut silang (Stevens 2001).
Analisis Termal
Prinsip kerja analisis termal yaitu
dengan DSC didasarkan pada perbedaan suhu
antara sampel dan suatu pembanding yang
diukur ketika sampel dan pembanding
dipanaskan dengan pemanasan yang beragam.
Perbedaan suhu antara sampel dan zat
pembanding yang lembam (inert) akan
teramati apabila terjadi perubahan dalam
sampel yang melibatkan panas seperti reaksi
kimia, perubahan fase atau perubahan
struktur. Jika ΔH (-) maka suhu sampel akan
lebih rendah daripada suhu pembanding,
sedangkan jika ΔH (+) maka suhu sampel
akan lebih besar daripada suhu zat
pembanding.
Data yang diperoleh dari analisis DSC
dapat digunakan untuk mempelajari kalor
reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase,
kestabilan termal, kemurnian, komposisi
sampel, titik kritis, dan diagram fase.
Termogram hasil analisis DSC dari suatu
bahan polimer akan memberikan informasi
titik transisi kaca (T g), yaitu suhu pada saat

4

polimer berubah dari bersifat kaca menjadi
seperti karet, titik kristalisasi (T c), yaitu pada
saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm),
yaitu saat polimer berwujud cairan, dan titik
dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai
rusak. Gambar 3 memperlihatkan contoh
termogram hasil analisis DSC.

netral. Endapan dikeringkan dengan oven
vakum.
Endapan yang telah dikeringkan
dicirikan dengan FTIR dan DSC kemudian
diuji kelarutannya (lampiran 2).
Uji Kelarutan
Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke
dalam berbagai macam pelarut, yaitu air,
DMSO, aseton, CH2Cl 2, etanol, CHCl 3, nheksana, dan dioksan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri Bahan Baku

Gambar 3 Contoh Termogram Analisis DSC
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pektin p.a., asam adipat
p.a. yang diperoleh dari PT Kanto Chemical,
asam oksalat p.a. yang diperoleh dari PT
kanto Chemical, alkohol, dan H2SO4.
Alat-alat yang digunakan adalah
lempeng pemanas, penguap putar, oven,
spektrofotometer FTIR Bruker jenis Tensor
37, dan DSC Perkin Elmer model 7. Analisis
FTIR dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka
(PSB) IPB dan analisis termal dilakukan di
Batan Puspitek, Serpong.
Metode
Penyabunan Pektin
Pektin sebanyak 10 g dilarutkan dalam
NaOH 0,01 M sampai pH mencapai 12.
kemudian diaduk pada suhu 4°C selama 8
jam. Pektin tersabunkan dikeringkan pada
suhu 60 °C (Lampiran 1).
Sintesis Pektin Tertaut Silang
Pektin tersabunkan sebanyak 10 g
ditambahkan ke dalam alkohol sebanyak 500
ml dan diaduk selama 1 jam pada suhu 70°C.
Kemudian ditambahkan asam dikarboksilat
(asam adipat dan asam oksalat) sebanyak 9
gram dan H2SO4 pekat 2 ml. Campuran ini
dipanaskan pada suhu yang sama selama 4
jam. Endapan disaring kemudian dicuci
dengan alkohol sebanyak 4-5 kali hingga pH

Fungsi pencirian pektin yang akan
dimodifikasi
ialah
untuk
menentukan
kelayakan bahan baku pektin. Hasil pencirian
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Ciri Bahan Baku
Pencirian
Kadar air (%)
Kadar
abu
(%)
Bobot
ekuivalen
Kadar
metoksil (%)
Kadar
galakturonat
(%)

Pektin p.a
8,48±0,03

SNI
Maks.12

2,19±0,03

Maks.10

2,56103±70,27

-

6,38±0,07

Maks. 7

43,11±0,57

Min. 35

Sumber: [Farobie 2006]

Kadar air yang diperoleh pada pektin
sebesar 8,5%. Kadar air ini memenuhi
persyaratan kadar air yang ditetapkan SNI
(1979), yaitu maksimum 12%. Kadar abu
yang diperoleh sebesar 2,2%, juga memenuhi
SNI (1979). Kadar abu akan mempengaruhi
kemampuan pektin untuk membentuk gel.
Nilai bobot ekuivalen pektin yang diperoleh
sekitar 2560.
Kadar metoksil yang dihasilkan sebesar
6,4% berarti pektin tersebut termasuk pektin
bermetoksil rendah. Kadar metoksil suatu
jenis pektin memberikan peranan yang sangat
penting dalam menentukan sifat-sifat pektin.
Pektin dengan kadar metoksil tinggi
dapat membentuk gel dengan gula dan asam.
Sementara itu, pektin dengan kadar metoksil
rendah tidak dapat membentuk gel dengan
kadar gula tinggi.
Kadar galakturonat dari pektin yang
diperoleh
sebesar
43,1%,
memenuhi
persyaratan SNI (1979), yaitu minimum 35%.

5

Hasil pencirian bahan baku menunjukkan
bahwa pektin yang digunakan telah memenuhi
semua persyaratan SNI (1979).
Pektin Tersabunkan
Pektin merupakan polisakarida yang
dapat
bereaksi
dengan
basa
berair
menghasilkan suatu garam dan alkohol. Jika
basa yang digunakan adalah NaOH berair,
maka akan dihasilkan garam pektin dalam
bentuk garam natrium.
Keberadaan gugus metil ester pada
pektin mengurangi sifat pertukaran ionnya (Li
et al.2007). Untuk memperbesar sifat
pertukaran ion ini dilakukan penyabunan
pektin dengan menggunakan larutan NaOH
1M. Dengan reaksi penyabunan, gugus ester
akan tersabunkan. Penurunan jumlah metil
ester berbanding lurus dengan penambahan
jumlah gugus karboksilat.
Garam yang didapatkan dari reaksi
penyabunan dapat diubah menjadi asam
karboksilat dengan penambahan HCl berair.
Dalam tahap reaksi selanjutnya garam pektin
direaksikan dengan asam dikarboksilat dengan
penambahan asam kuat sebagai katalis. Dalam
reaksi ini juga diharapkan terjadi perubahan
garam pektin menjadi bentuk asam
karboksilat.
Reaksi hidrolisis dalam kondisi basa
pada suhu yang tinggi dapat menyebabkan
dekarboksilasi pektin (Linggood 1930;
Norman & Martin 1930). Oleh karena itu,
reaksi penyabunan pektin dilakukan pada suhu
4°C selama 24 jam untuk menghindari reaksi
tersebut. Pektin yang telah tersabunkan
dikeringkan dengan vakum pada suhu 50°C
untuk menghilangkan pelarut.
Penyabunan ester ini menghasilkan
pektin yang banyak mengandung gugus
karboksilat. Adapun hasil samping reaksi
adalah metanol, yaitu senyawa golongan
alkohol yang paling sederhana.
Tahap
reaksi
diawali
dengan
penyerangan gugus C karbonil oleh gugus
hidroksil basa menghasilkan intermediet
alkoksida tetrahedral. Kemudian terjadi
eliminasi ion alkoksida menghasilkan suatu
COOH
O

OH

Perbandingan sifat fisik pektin
dengan pektin tersabunkan
Pektin

Warna
Bentuk
Kelarutan
dalam air
Tekstur

Putih
kecokelatan
Serbuk
Cepat

Serpih
Lambat

Halus

Kasar

Gambar 5 Pektin tersabunkan
COO -Na +
O

O

NaOH

O
OH

OH

Pektin
tersabunkan
Cokelat

Larutan pektin hasil reaksi penyabunan
dipekatkan pada suhu 50 ºC. Suhu yang
dipilih relatif rendah agar pektin tersabunkan
tidak rusak. Hasil pemekatan ini kemudian
dikeringkan dalam oven vakum pada suhu
60ºC.

O
OH

OH

Tabel 2

CO O- Na +

COO CH 3
O
O

asam karboksilat. Ion ini merupakan basa
yang sangat kuat sehingga dapat mengambil
proton dari asam karboksilat menghasilkan
ion karboksilat. Selanjutnya ion karboksilat
+
bergabung dengan ion Na membentuk garam.
Persamaan reaksi yang terjadi pada reaksi
penyabunan pektin diperlihatkan pada
Gambar 4.
Pektin tersabunkan (Gambar 5)
berwarna cokelat, keras, dan sulit dihaluskan.
Warnanya lebih gelap dibandingkan dengan
pektin sebelum penyabunan. Perubahan warna
ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
oksidatif pada molekul pektin yang terjadi
selama proses reaksi (Fengel dan Wegener
1995). Selain itu, pektin tersabunkan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk
larut dalam air. Perbandingan sifat fisik antara
pektin dan pektin tersabunkan disajikan pada
Tabel 2.

O
OH

OH

Gambar 4 Reaksi saponifikasi pektin

OH

6

Pektin Ester
Pektin
merupakan
polisakarida
kompleks dengan struktur yang sulit untuk
ditetapkan, bergantung pada cara ekstraksi
(Novosel’skaya et al. 2000). Dalam satuan
unit polimer sederhananya pektin memiliki
gugus hidroksil yang berperan dalam
kelarutannya dalam air. Aplikasi pektin dalam
bidang membran diawali dengan upaya untuk
menghilangkan sifat kelarutannya dalam air
sehingga
perlu
dimodifikasi
untuk
menghilangkan sifat hidrofiliknya tersebut.
Sifat hidrofilik pektin disebabkan oleh
berbagai substituen pada rantai utama
poligalakturonat
di
antaranya
karena
keberadaan gugus hidroksil.
Pektin
yang
telah
tersabunkan
direaksikan dengan asam dikarboksilat pada
suhu 70°C dengan H 2SO4 sebagai katalis.
Asam dikarboksilat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah asam oksalat dan asam
adipat. Asam oksalat merupakan golongan
asam dikarboksilat yang sederhana karena
hanya memiliki dua atom karbon ((COOH)2).
Sementara asam adipat merupakan golongan
asam dikarboksilat rantai panjang dengan
enam atom karbon ((CH2)4 (COOH)2). Reaksi
esterifikasi yang terjadi adalah reaksi antara
gugus hidroksil dari pektin dengan gugus
karboksilat dari asam dikarboksilat.
Reaksi esterifikasi ini tentunya akan
mengurangi jumlah gugus hidroksil dalam
setiap
molekul
pektin.
Gambar
6
menunjukkan dugaan reaksi yang terjadi pada
esterifikasi pektin dengan asam adipat. Pektin
oksalat (Gambar 7) dan pektin adipat (Gambar
8) yang dihasilkan pada penelitian ini
berbentuk butiran yang berwarna cokelat

Gambar 6 Reaksi taut silang pektin dengan
asam adipat sebagai agen penaut
silang

keputihan. Kedua pektin ester ini memiliki
tekstur yang keras dan larut sebagian dalam
air. Reaksi yang terjadi ditandai dengan
berubahnya warna alkohol dari tidak berwarna
menjadi kuning.

Gambar 7 Pektin oksalat

Gambar 8 Pektin adipat
Kelarutan
Uji kelarutan dilakukan dengan tujuan
mengetahui apakah pektin sudah termodifikasi
dengan asam dikarboksilat. Kelarutan dari
kedua jenis pektin ester tidak begitu jauh
berbeda. Dengan jumlah yang sama, pektin
oksalat lebih banyak larut dalam air
dibandingkan dengan pektin adipat.
Berdasarkan uji kelarutan, pektin ester
larut sebagian dalam air (Tabel 3). Hal ini
menyiratkan bahwa pektin telah teresterifikasi
sebagian
dengan
asam
dikarboksilat
membentuk suatu jaringan taut silang tiga
dimensi yang tidak larut dalam air. Seperti
diungkapkan oleh Beck et al (1992) dan
Nicholson (1991) taut silang pada suatu
polimer akan mengubah sifat kelarutan dari
polimer asal.
Kelarutan sebagian dapat disebabkan
karena reaksi belum sempurna sehingga ada
pektin yang belum membentuk taut silang
dengan asam dikarboksilat. Pektin ester yang
didapatkan belum cukup murni, oleh karena
itu diperlukan penelitian mengenai teknik
pemurniannya.

7

Tabel 3 Kelarutan pektin dan pektin ester
Pelarut
Air

Pektin
Larut

Etanol
DMSO
Aseton
Kloroform
n-Heksana
CH2Cl2
Dioksan

Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut

Pektin ester
Larut
sebagian
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut
Tidak larut

Analisis FTIR
Gambar 9 menunjukkan spektrum dari
pektin murni. Spektrum menunjukkan puncak
serapan lebar yang khas pada bilangan
-1
gelombang 3327,22 cm
menunjukkan
keberadaan gugus –OH. Puncak serapan pada

-1

bilangan
gelombang
2935,85
cm
menunjukkan adanya ulur C-H. Puncak
serapan pada bilangan 1743,10 cm-1
menunjukkan adanya ulur C=O. Puncak
serapan pada bilangan gelombang 1153,76
-1
cm menunjukkan keberadaan adanya gugus
alkohol sekunder (Sutar et al. 2007)
Gambar 10 menunjukkan spektrum
FTIR dari pektin oksalat. Adanya serapan
lebar yang khas pada bilangan gelombang
-1
3443,91 cm mangindikasikan masih adanya
gugus hidroksil. Hal ini dapat disebabkan oleh
molekul asam oksalat yang terlalu pendek
sehingga sulit menjadi agen penaut silang.
Secara umum spektrum yang ditunjukkan
pada Gambar 8 dan 9 tidak berbeda. Akan
tetapi, pada Gambar 9 terdapat peningkatan
serapan pada bilangan gelombang sekitar
-1
1741,98 cm yang mengindikasikan ciri khas
gugus ester.
Gambar 11 menunjukkan spektrum

Gambar 9 Spektrum FTIR pektin murni

Gambar 10 Spektrum FTIR Pektin Oksalat

8

Gambar 11 Spektrum FTIR pektin adipat
FTIR dari pektin adipat. Menurunnya
intensitas serapan pada bilangan gelombang
3200-3260 cm- 1 mengindikasikan hilangnya
gugus hidroksil. Serapan pada bilangan
-1
gelombang 1650,23 cm
menunjukkan
keberadaaan gugus C=O. Serapan yang terjadi
sangat lemah menunjukkan sedikitnya ciri
gugus ester. Serapan pada bilangan
gelombang 1032,51 cm- 1 menunjukkan vibrasi
ulur C-O.
Pola spektrum di daerah sidik jari yang
berbeda antara Gambar 8 dan Gambar 10
mengindikasikan terbentuknya senyawa baru.
Serapan eter yang sangat dominan mungkin
merupakan serapan dari gugus eter yang
terdapat pada rantai polimer pektin.
Berdasarkan hasil uji kelarutan dalam
air, senyawa pektin oksalat maupun pektin
adipat hasil penelitian ini belum dapat
diaplikasikan dalam bidang membran karena
belum dapat dimurnikan. Kelarutan parsial
mengindikasikan bahwa reaksi belum terjadi

dengan sempurna. Reaksi yang tidak
sempurna dapat disebabkan oleh terlalu
meruahnya molekul pektin.
Analisis DSC
Berdasarkan perbandingan puncak
termogram hasil analisis DSC dari pektin
murni (Gambar 12) dengan pektin adipat
(Gambar 13) terlihat ada perbedaan yang
cukup nyata. Termogram DSC pektin
memperlihatkan adanya puncak pada 73°C
dan 153°C. Suhu 73°C mengindikasikan
adanya pengotor (air). Suhu 153°C
menunjukkan kemungkinan titik leleh (Tm)
dari pektin. Termogram ini juga menunjukkan
bahwa pada kisaran suhu 0– 200°C pektin
berada dalam fase yang heterogen. Pada
kisaran 0-153°C pektin berwujud padat
sedangkan pada suhu di atas 153°C pektin
telah berwujud cair.

Gambar 12 Kurva DSC pektin murni

9

Gambar 13 Kurva DSC pektin adipat
Termogram DSC pada pektin adipat
memperlihatkan kurva yang homogen.
Artinya, pada kisaran suhu 0-200°C pektin
adipat berwujud padat. Tidak terlihatnya T m
mengindikasikan
bahwa
senyawa
ini
kemungkinan memiliki titik leleh yang lebih
tinggi dari 200°C sehingga tidak terlihat
dalam termogram pada Gambar 13.Perbedaan
yang cukup nyata ini membuktikan bahwa
pektin telah dapat dimodifikasi dengan asam
adipat menghasilkan suatu polimer lain
dengan T m yang lebih tinggi. Kenaikan nilai
Tm dapat disebabkan oleh adanya taut silang
dalam suatu polimer (Nicholson 1991).
Pembuatan membran dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu metode casting, alat
kuat tekan, dan metode ekstrusi. Pada
penelitian ini telah dicoba metode casting
untuk membuat lapisan tipis pektin ester,
tetapi belum berhasil karena belum ditemukan
jenis pelarut yang tepat. Oleh karena itu pada
penelitian selanjutnya akan dicoba pembuatan
membran dengan metode yang lain.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dengan
FTIR dan DSC, pektin dapat dimodifikasi
dengan asam adipat tetapi tidak dengan asam
oksalat. Pola spektrum FTIR menunjukkan
pektin telah termodifikasi secara kimia.
Analisis DSC menunjukkan perbedaan yang
cukup signifikan antara pektin dan pektin
adipat. Tidak adanya titik leleh pada 153°C
menunjukkan bahwa pektin telah berubah
menjadi polimer lain dengan Tm lebih dari
200°C.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai teknik pemurnian pektin adipat agar
dapat diketahui pelarut yang tepat. Hal ini
memungkinkan aplikasi pektin adipat sebagai
bahan baku membran karena sifatnya yang
tidak larut dalam air.

DAFTAR PUSTAKA
Ahrabi SF et al. (2000). Development of
Pectin Matrix Tablets for Colonic
Delivery
of
Model
Drug
Ropivacaine. European Journal of
Pharmaceutical Sciences 10: 43-52.
Andriyani
A.
2005.
Ekstraksi
dan
Karakterisasi Pektin dari Kulit Labu
Kuning [skripsi]. Bogor. Fakultas
Teknologi
Pertanian,
Institut
Pertanian Bogor.
Beck RHF, Fitton MG, Kricheldorf HR. 1992.
Chemical
Modification
of
Polysacharides. Hamburg: University
of Hamburg. Hlm. 1526-1527.
Caplin M. 2004. Pectin. http://www.isbu.ac.
uk/water/hypec.ml.[2 Februari 2006]
Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H,
Penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.
Terjemahan dari Polymer Chemistry.
Farobie O. 2006. Sintesis Pektin Asetat
sebagai Bahan Baku Membran
[skripsi]. Bogor. Fakultas Matemati-ka
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.

10

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia,
Ultrastruktur,
dan
Reaksi-reaksi.
Sastrohamidjojo
H,
penerjemah:
Yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan dari
Wood: Chemistry, Ultrastructure and
Reactions.
Fernandezhervas MJ, Fell
JT. (1998).
Pectin/chitosan Mixtures as Coatings
for Colon-Specific Drug Delivery - an
Invitro
Evaluation.
International
Journal of Pharmaceutics 169: 115119.
Fitriani V. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi
Pektin dari Kulit Jeruk Lemon [skripsi].
Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Glicksman M. 1969. Gum Technology in the
Food Industry. New York: Academic
Pr. Hlm. 43-38
Hoejggard S. 2004. Pectin Chemistry,
Functionally,
and
Applications.
http://www.cpkelco.com/ptalk.htm. [30
Januari 2006]
Kertez ZI. 1951. The Pectic Substances.
NewYork: Interscience. Hlm.12-43.
Lestari DP. 2004. Pemisahan dan Pencirian
Pektin dari Kulit Buah Kakao [skripsi].
Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
.
Li FT. et al. 2007. Novel Modified Pectin for
Heavy Metal Adsorption. Chinese
Chemical Letters 18:325-328.
Linggood FV. 1930. The Decarboxylation of
pectin. London: Department of Biochemistry, Imperial College of Science
and Technology. Hlm. 262-265.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Dordrecht:
Kluwer Academic and Profesional.
Hlm. 4-43.
National Research Depelopment Corporation.
2004. High Grade Pectin from Lime
Peels.
http://www.nrdcindia.com/pages/
pect.htm. [2 Februari 2006].

Nelson DB, Smith CJB, Wiles RL. 1977.
Commercially
important
pectic
substances. Di dalam: Graham HD,
editor. Food Colloids. Connecticut:
Westport. Hlm.419-500.
Nicholson JW. 1991. The Chemistry of
Polymers. Northamptonshire: Woolnough Bookbinders. Hlm. 61-63.
Norman AG, Martin JT. 1930. Studies of
Pectin. Herts: The Fermentation
Department, Rothamsted Experiment
Station. Hlm. 649-660.
Novosel’skaya IL et al. (2000). Trends in the
Science and Applications of Pectins.
Chemistry of Natural Compounds 36:
1-10.
Nussinovitch
A.
1997.
Hidrocolloid
Aplications Gum Technology in the
Food and Other industries. London:
Blackie Academic and Professional.
Hlm. 46-51.
O’Neill MA, Ridley BL, Mohnen D. 2000.
Pectins: Structure, biosynthesis, and
oligogalakturonide-related signaling.
Phytochemistry 57: 929-967.
Rouse

AH. 1977. Pectins: Distribution,
Significance. Di dalam: Nagy S, Shaw
PE, Veldhuis MK, editor. Citrus
Science and Technology. Vol ke-1.
Connecticut: AVI. Hlm.111-199.

SNI.

1991. SNI-02-2101-1979: Pektin.
Jakarta:
Dewan
Standardidasi
Nasional.

Sriamornsak P. (1998). Investigation of Pectin
as a Carrier for Oral Delivery of
Proteins using Calcium Pectinate Gel
Beads. International Journal of
Pharmaceutics 169: 213-220.
Stevens MP. 2001. Kimia Polimer. Sofyan I,
penerjemah: Jakarta: PT Pradnya
Paramita. Terjemahan dari Polymer
Chemistry.
Sutar PB, Mishra, Pal K, Banthia AK. 2007.
Development
of
pH
Sensitive
Polyacrylamide
Grafted
Pectin
Hydrogel for Controlled Drug Delivery
System. J Mater Sci. 10:001-007.

11

Towle GA, Christensen O. 1973. Pectins. Di
dalam: Whistler RL, editor. Industrial
Gum. New York: Academic Pr. Hlm.
429-455.
Wenten IG. 1999. Teknologi Membran
Industrial. Bandung: Penerbit ITB
Wurzburg OB.1978. Modified Starch:
Properties and Uses. Florida. CRC Pr.
Hlm. 42-43.

LAMPIRAN

13

Lampiran 1 Diagram Alir Sintesis Pektin Tersabunkan
Pektin p.a (10 g)

+ NaOH 0,01 M
T = 4°C, t = 8 jam

Dipekatkan T = 50°C

Dikeringkan T = 60°C

Pektin tersabunkan

14

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Pektin Ester
Pektin p.a (10 g)

+ Asam oksalat/ adipat (9g)
+ alkohol 500 ml
T = 70°C, t = 4 jam

Disaring
Dicuci

Dikeringkan T = 60°C

Pektin ester

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI
MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT
SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
SITI NURJANAH. Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam
Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang. Dibimbing oleh SUMINAR S. ACHMADI
dan RIENOVIAR.
Penggunaan membran dalam teknik pemisahan dalam berbagai industri semakin
luas dan berkembang. Hal ini karena pemisahan dengan menggunakan membran tidak
akan mengubah struktur maupun susunan dari zat yang akan dipisahkan, dapat
dioperasikan pada suhu ruang, prosesnya dapat dilakukan secara kontinu, dan tidak
beracun karena tidak ada tambahan zat kimia lain selama pemisahan. Pektin sebagai
bahan alami yang sangat melimpah di alam diharapkan dapat diaplikasikan dalam bidang
membran.
Pektin memiliki kelarutan yang sangat baik dalam air. Agar dapat diaplikasikan
dalam bidang membran, maka diperlukan modifikasi pada gugus fungsinya. Penelitian ini
dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyabunan dan pembentukan taut silang pada pektin
dengan reaksi esterifikasi menggunakan asam adipat dan asam oksalat sebagai agen
penaut silang. Reaksi penyabunan bertujuan meningkatkan jumlah gugus karboksil agar
tempat untuk pertukaran ion lebih banyak.
Pektin adipat yang telah disintesis dicirikan menggunakan spektrofotometer
inframerah (FTIR) dan analisis termal (DSC). Analisis FTIR pektin adipat menunjukkan
penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 3700-3100 cm-1 . Hal ini
menunjukkan adanya perubahan gugus –OH menjadi gugus ester. Analisis FTIR pektin
oksalat menunjukkan serapan lebar yang khas pada bilangan gelombang 3443,91 cm-1
mengindikasikan masih adanya gugus hidroksil. Oleh karena itu, asam oksalat tidak dapat
digunakan sebagai agen penaut silang di bawah kondisi reaksi ini.Analisis DSC
menunjukkan perbedaan yang nyata antara kurva DSC pektin dengan pektin adipat, yaitu
menghilangnya puncak kurva pada suhu 153°C pada kurva DSC pektin adipat. Hal ini
membuktikan bahwa telah terbentuk senyawa baru dengan titik leleh lebih dari 200°C.
Pektin adipat hasil reaksi larut sebagian dalam air dalam waktu yang lama. Oleh karena
itu, senyawa ini belum dapat diaplikasikan sebagai membran dalam teknik pemisahan.

ABSTRACT
SITI NURJANAH. Modification of pectins for membran application using dicarboxylic
acids as crosslink agent. Supervised by SUMINAR S. ACHMADI and RIENOVIAR.
Membrane has been widely applied in industrial separation technique. It is
because the separation using membrane do not change structure and composition of the
material being separated, it could be operated at room temperature, and the process can be
done continuously, non-toxic because no chemical is added along the separation process.
Pectins as natural material that are largely available is expected to be suitable for
membrane making.
Pectins have good solubility in water. Pectins need to be modified to be apllicable
as membrane. This research was done in two steps, i.e. saponification and cross-link of
pectins by esterification using adipic acid and oxalic acid as cross-link agent. The aim of
saponification reaction is to increase the number of carboxyl groups that enlarge the ion
exchange area.
The synthezised adipic pectin was characterizied using infrared
spectrophotometer (FTIR) and thermal analysis (DSC). FTIR analysis of adipic pectin
showed decrease of intensity in wave number at 3700-3100 cm-1. It means the –OH
groups has turned into ester groups. FTIR of pectin oxalic analysis showed spesific large
absorption in wave number 3443,91 cm-1, indicating that the hidroxyl group was still
remain. Therefore, oxalic acid can not be used as a cross-link agent under the reaction
condition. The DSC analysis showed significant difference of curves between the natural
pectins and adipic pectins, The adipic pectin did not have peak at 153oC,meaning that that
the new material has formed with melting point higher than 200 oC. The adipic pectins
was partially soluble in water although it took a long time. It is concluded that the
synthesized material is not applicable for membrane used in separation technique.

MODIFIKASI PEKTIN UNTUK APLIKASI
MEMBRAN DENGAN ASAM DIKARBOKSILAT
SEBAGAI AGEN PENAUT SILANG

SITI NURJANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul
Nama
NIM

: Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam Dikarboksilat
sebagai Agen Penaut Silang
: Siti Nurjanah
: G44203010

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi
NIP 130 516 496

Ir. Rienoviar, M.Si
NIP 090 021 210

Diketahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Hasim, DEA
NIP 131 578 806

Tanggal lulus :

PRAKATA
Alhamdulillahirrabil’aalamiin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segala rahmat, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai Juni
2007 sampai Desember 2008 di Laboratorium Kimia Organik FMIPA IPB dan
Laboratorium Balai Besar Industri Agro dengan judul Modifikasi Pektin untuk Aplikasi
Membran dengan Asam Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Suminar Achmadi dan Ibu
Rienoviar selaku pembimbing atas segala bimbingan, dorongan semangat, dan ilmu yang
diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima
kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta (mamah dan bapa), adik-adik
(Wawan dan Teguh), suami (Ace), dan sahabat-sahabat terbaik (B14, Deby, Elin, dan
Rita) yang selalu memberikan doa, dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan
kasih sayang kepada penulis.
Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni, Om
Eman, dan Mas Heri atas segala sarana dan kemudahan yang telah diberikan.
Penghargaan yang tak terhingga tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Farid, Bapak
Sjahriza, Kak Budi dan Mbak Tuti atas segala bantuannya, serta kepada teman-teman
kimia 40 atas persahabatan yang terjalin selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2008

Siti Nurjanah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 23 Februari 1985 dari ayah Oting
D. Rochmani dan ibu Yati Suhaeminah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga
bersaudara.
Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMU diselesaikan di
Sumedang. Pada tahun 2003 penulis lulus sari SMUN 1 Sumedang dan pada tahun yang
sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih Program Studi
Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bidang
yang diminati penulis adalah Kimia Organik.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar
TPB, Kimia Fisik untuk Program Studi Ilmu Teknologi Pangan (ITP), dan asisten Kimia
Lingkungan untuk Program Studi Biokimia. Tahun 2006 penulis melaksanakan praktik
lapangan di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................