Pengantar Pengantar Problematika Perumusan Kejahatan Genosida dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dalam RKUHP

iii Daftar Isi Daftar Isi iii

1. Pengantar

1 2. Kejahatan Genosida 3

2.1. Kejahatan Genosida dalam Hukum Internasional

3 2.2. Kejahatan Genosida dalam UU No. 26 tahun 2000 6

2.3. Kejahatan Genosida dalam R KUHP

7 3. Kejahatan terhadap Kemanusiaan 10

3.1. Kejahatan terhadap Kemanusiaan dalam Hukum Internasional

10 3.2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dalam UU No. 26 Tahun 2000 14

3.3. Kejahatan terhadap Kemanusiaan dalam R KUHP

20 4. Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan harus diatur secara Khusus 25 5. Penutup dan Rekomendasi 28 LAMPIRAN 1 . Perbandingan Kejahatan Genosida dalam berbagai Pengaturan 24 LAMPIRAN 2 . Perbandingan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Dalam Berbagai Pengaturan 29 Daftar Pustaka 36 Profil Penyusun 39 Profil ICJR 40 Profil Aliansi Nasional Reformasi KUHP 41 1

1. Pengantar

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana R KUHP telah memasukkan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai bagian yang akan diatur dalam KUHP, dalam kategori Tindak Pidana Terhadap Hak Asasi Manusia yang Berat . 1 Dimasukkannya jenis kejahatan ini merupakan hasrat besar dari penyusun R KUHP untuk memasukkan semua jenis tindakan yang masuk dalam kategorisasi pidana dalam kerangka upaya kodifikasi hukum pidana. Sejumlah kalangan, diantaranya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM telah meminta agar kedua kejahatan ini tidak dimasukkan dalam R KUHP dan tetap diatur secara khusus dengan melakukan perubahan terhadap UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM UU No. 26 Tahun 2000. 2 Kejahatan Genosida dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dalam hukum pidana internasional termasuk kejahatan yang luar biasa extraordinary crimes. Kejahatan Genosida telah dinyatakan sebagai perbuatan terlarang sebagaimana diatur dalam Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Genosida 1948 Konvensi Genosida, 3 Statuta untuk Mahkamah Pidana Internasional untuk Bekas YugoslaviaInternational Criminal Tribunals for the Former YugoslaviaICTY 4 dan Statuta untuk Mahkamah Pidana Internasional untuk Rwanda International Criminal Tribunals for RwandaICTR. 5 Sementara Kejahatan Terhadap Kemanusian, telah lama diatur, diantaranya dalam Piagam Nurenberg untuk Mahkamah Pidana Militer di Nurenberg International Military TribunalIMT, Statutauntuk ICTY 6 dan Statuta ICTR. 7 Kedua kejahatan tersebut, bersama dengan Kejahatan Perang dan Kejahatan Agresi kemudian diatur dalam Statuta Roma 1998 Rome Statute 1998 untuk Mahkamah Pidana Internasional International Criminal CourtICC. Statuta Roma menyebut Kejahatan Genosida, Kejahatan Terhadap Kemanusiaa, Kejahatan Perangdan Kejahatan Agresi sebagai the most serious crimes of concern of international community as a whole . 8 Kejahatan Genosida dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan telah diakuise agai jus oge s atau atau sebagai norma yang memaksa peremptory norms. Para pelaku kejahatan tersebut merupakan adalah musuh semua umat manusia hostishumanis generis dan setia negara memiliki kewajiban untuk 1 Republik Indonesia, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bab IX, Pasal 400- . Ba te ta g Ti dak Pida a Hak Asasi Ma usia a g Berat , a g e akupi: i ge osida; ii Ti dak Pida a Terhadap Ke a usiaa ; iii Tindak Pidana dalam Masa Perang atau Konflik Bersenjata; iv Pertanggungjawaban Komandan, Polisi atau Atasan Sipil lainnya; v Ketentuan Daluarsa. 2 Ko as HAM, Pa da ga Ko as HAM terkait Pe gatura Kejahata Ge osida, Kejahata Terhadap Ke a usiaa , Kejahata Pera g da Kejahata Agresi dala Huku I do esia , Ketera ga Pers, Ju i . 3 UN Commission on Human Rights, Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948 ECN.4RES199967. 4 UN Security Council, Statute of the International Tribunal for Former Yugoslavia, 25 Mei 1993, pasal 4. 5 UN Security Council, Statute of the International Tribunal for Rwanda, 8 November 1994, pasal 2. 6 UN Security Council, Statute of the International Tribunal for Former Yugoslavia, 25 Mei 1993, pasal 5. 7 UN Security Council, Statute of the International Tribunal for Rwanda, 8 November 1994, Pasal 3. 8 UN General Assembly, Rome Statute 1998, Pasal 51. 2 melakukan penuntutan terhadap para pelakunya obligatio erga omnes. 9 Praktik dalam pengadilan pidana internasional telah menunjukkan bagaimana para pelaku tidak bisa leluasa lepas dari penghukuman, meski posisi mereka adalah pejabat negara. Para pelaku kejahatan-kejahatan tersebut juga telah diadili di berbagai pengadilan pidana internasional, 10 yang memberikan pesan bahwa para pelaku kejahatan-kejahatan serius harusdibawa ke pengadilan, diadili dan dihukum. Komunitas internasional juga telah sepakat bahwa tidak ada tempat aman no save haven bagi para pelaku kejahatan ini. Dalam hukum nasional, Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan sudah diatur dalam UU khusus yakni UU No. 26 Tahun 2000. UU ini mengkategorikan kejahatan Genosida dan Kejahatan Terhadap Kemanusian sebagai Pelanggaran HAM yang Berat 11 dan pengertian dari kedua kejahatan tersebut diadopsi dari ketentuan dalam Statuta Roma 1998. 12 Dengan demikian, ketentuan yang menjelaskan bahwa Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan sesuai dengan Statuta Roma 1998, dapat ditafsirkan bahwa pembentuk UU menyadari bahwa kedua jenis kejahatan ini adalah kejahatan-kejahatan yang sangat serius. Hal ini juga diperkuat dengan penjelasan dalam UU ini bahwa, Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan extraordinarycrimes dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana … . 13 Praktik pelaksanaan UU No. 26 Tahun 2000, sebagaimana dilaksanakan sejumlah kasus yang diadili di Pengadilan HAM adhoc 14 menunjukkan bahwa Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusian merupakan kejahatan-kejahatan khusus, bersifat serius dan memerlukan ketentuan- ketentuan yang khusus dalam pengaturannya.Selain itu, UU No. 26 Tahun 2000 sampai saat ini, meski perlu diperbaiki, adalah instrument hukum yang cukup lengkap dalam mendukung proses peradilan terhadap kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dengan adanya sejumlah ketentuan-ketentuan yang khusus dan berbeda dari hukum acara pidana berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981. 15 9 UN Commission on Human Rights, Report of the Independent Expert to Update the Set of Principles to Combat Impunity ECN.42005102Add.1, 08 Februari 2005. 10 Diantaranya Pengadilan Nurenberg, Pengadilan Tokyo International Military Tribunal for the Far EastIMTFE, ICTY, ICTR dan ICC. Pengadilan Nurenberg dan Pengadilan Tokyo pada tahun 1948 menjadi awal atas proses penghukuman bagi para pelaku pelanggaran HAM yang berat. Pada 1993 dibentuk Pengadilan Pidana Internasional Ad hoc untuk mengadili berbagai pelanggaran serius atau pelanggaran berat yang terjadi di negara bekas Yugoslavia dan tahun 1994 juga dibentuk Pengadilan Pidana Internasional ad hoc untuk mengadili kejahatan Genosida, Pelanggaran Konvensi Jenewa dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan yang terjadi di Rwanda. Setelah tahun 2002, Mahkamah Pidana Internasional juga mulai mengadili sejumlah kasus terkait dengan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan. 11 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, Pasal 7. 12 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, penjelasan pasal 7. 13 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, Penjelasan Umum. 14 Indonesia telah mengimplementasikan UU No. 26 Tahun 2000 dalam sejumlah kasus melalui pembentukan Pengadilan HAM, yakni Pengadilan HAM adhoc untuk untuk Kasus Timor-Timur Tahun 1999 dan Kasus Tanjung Priok 1984, serta Pengadilan HAM untuk kasus Abepura Papua Tahun 2000. 15 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, Penjelasan Umum. 3 Merujuk pada pengaturan Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan dalam hukum internasional serta hukum nasional, pengaturan kedua kejahatan ini dalam KUHP, dalam artian menjadi