8 ketidaksiapan pemerintah untuk mengaplikasikan norma baru dalam UU SPPA. Terutama
mempersiapkan produk hukum pendukung. Demikian pula peran aparat penegak hukum yang dianggap masih minim persiapan. Apalagi mengenai tempat penahanan dan pembinaan anak yang sungguh masih
memprihatinkan. Satu satunya produk hukum yang paling maju terkait SPPA justru yang di bentuk oleh Mahkamah Agung dengan mengeluarkan
Perma No. 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Perma Diversi
yang mulai diundangkan pada 24 Juli 2014. Kertas kerja ICJR ini disusun untuk melihat dan menganalisa beberapa persiapan dari pemerintah
Indonesia dalam mengaplikasikan SPPA, berdasarkan mandat dari undang-undang tersebut. Secara khusus ICJR meninjau beberapa aspek penting dalam UU SPPA yakni: mengenai penyusunan peraturan
pendukung, Diversi, penelitian kemasyarakatan, pengaturan pendampingan, persiapan hakim dan pengadilan, persiapan penyidikan dan penuntutan, serta tempat penahanan dan pemasyarakatan. Pada
bagian akhir ICJR juga memberikan beberapa rekomendasi penting terkait pelaksana SPPA ke depan.
2. Lambatnya Penyusunan Peraturan Pendukung
Berdasarkan mandat dari UU SPPA, Pemerintah merupakan pihak utama yang diberikan kewajiban dalam implementasi UU ini. Pemerintah berkewajiban untuk membentuk peraturan pelaksana berupa
Peraturan Pemerintah PP dan Peraturan Presiden Perpres. Pemerintah, menurut UU SPPA, memiliki kewajiban dalam mengeluarkan setidaknya 6 enam materi PP dan 2 dua materi Perpres. Kewajiban
tersebut telah diamanatkan dalam berbagai pasal di UU SPPA. Namun sampai dengan bulan Oktober 2014 beberapa sebagian besar materi peraturan pelaksana belum juga tersedia, yakni:
No. Perintah dalam UU SPPA
Peraturan Pelaksana Status
1. Pasal 15
Peraturan Pemerintah
mengenai pedoman
pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi.
Belum tersedia
2. Pasal 21 ayat 6 Peraturan Pemerintah mengenai syarat dan tata
cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dalam
hal Anak belum berumur 12 dua belas tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana .
Belum tersedia
3. Pasal 25 ayat 2 Peraturan Pemerintah mengenai pedoman register
perkara Anak dan Anak korban Belum tersedia
4. Pasal 71 ayat 5 Peraturan Pemerintah mengenai bentuk dan tata
cara pelaksanaan pidana. Belum tersedia
9 5.
Pasal 82 ayat 4 Peraturan Pemerintah mengenai Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak
Belum tersedia
6. Pasal 94 ayat 4 Peraturan
Pemerintah mengenai
tata cara
pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
Belum tersedia
7. Pasal 90 ayat 2 Peraturan Presiden mengenai pelaksanaan hak
Anak Korban dan Anak Saksi Belum tersedia
8. Pasal 92 ayat 4 Peraturan Presiden mengenai penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihanbagi penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu
Belum tersedia
Berdasarkan Pasal 107 UU SPPA, peraturan pelaksanaan dari UU SPPA harus ditetapkan paling lambat 1 satu tahun sejak UU SPPA diberlakukan, ini berarti bahwa Pemerintah memang masih memiliki tenggat
beberapa bulan sampai dengan 31 Julli 2015 untuk menyelesaikan semua PP dan Perpres yang dimaksud.
Namun perlu dicatat, bahwa perintah UU yang memandatkan kehadiran peraturan pelaksana dari UU SPPA setelah satu tahun pelaksanaan, justru sangat merugikan anak, karena peraturan pelaksana
tersebut mutlak diperlukan bersamaan dengan diberlakukannya UU SPPA. ICJR telah mengingatkan beberapa kali, bahwa seluruh perturan tersebut adalah peraturan yang lebih detail dan teknis dan
karenanya sangat mendesak di tingkatan pelaksanaan. Walaupun pada saat ini memang ada beberapa kerangka kebijakan maupun peraturan yang telah
dikeluarkan oleh institusi maupun lembaga terkait SPPA peraturan terkait UU Pengadilan Anak yang lama, namun beberapa peraturan tersebut tentunya kurang kompatibel dengan mandat SPPA,
diantaranya adalah :
Lembaga KebijakanPeraturan
Pemerintah Memorandum of Understanding Kementerian Sosial RI dan Kementerian
Hukum dan HAM RI tentang Pembinaan bagi anak berhadapan dengan hukum, 2005
Kesepakatan Bersama antara Kementerian Sosial No. 12PRS-
2KPTS2009, Kementerian Hukum dan HAM No. M.HH.04.HM.03.02 Th 2009, Kementerian Pendidikan Nasional No. 11XIIKB2009, Kementerian
Agama No. 06XII2009, dan Kepolisian RI No. B43 XII2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan dengan
10 Hukum , tanggal 15 Desember 2009
Surat Keputusan Bersama Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Menhukham, Mensos, Menteri PPPA RI, NO.166KMASKBXII2009, No. 148
AAJA122009, No. B45XII2009, No. M.HH-08 HM.03.02 Th. 2009, No. 10PRS-2KPTS2009, No. 02Men.PP Dan PAXII2009 Tanggal 22
Desember 2009 Tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum.
Mahkamah Agung Surat Edaran MA No. 6 Tahun 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak
Surat Edaran MA No. 31 Tahun 2005 tentang Kewajiban Tiap PN mengadakan Ruang Sidang Khusus dan Ruang Tunggu Khusus Anak
Himbauan Ketua MA RI 16 Mei 2007 untuk Menghindari Penahanan dan Mengutamakan Putusan Tindakan
Peraturan MA No. 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Perma Diversi
Kejaksaan Agung Surat Edaran Jaksa Agung RI SE-002JA41989 tentang Penuntutan
Terhadap Anak Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum B-532E111995, 9
November 1995 tentang Petunjuk Tehknis Penuntutan Terhadap Anak Kepolisian
Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak PPA
Peraturan Kapolri No. 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan RPK dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan atau Korban Tindak Pidana
Telegram Rahasia No TR1124XI2006 dari Kabareskrim Polri, tanggal 16 November 2006 dan TR395VI2008 tanggal 9 Juni 2008, tentang
Pelaksanaan Diversi dan Restorative Justice dalam Kasus Anak Baik Sebagai Pelaku, Korban atau Saksi
Meskipun aturan-aturan yang sudah ada bisa dijadikan rujukan, namun harmonisasi dan sinkronisasi sangat dibutuhkan, terlebih lagi konsep baru yang ditawarkan oleh UU SPPA sangat berbeda dengan
mayoritas aturan yang ada di masing-masing kementerianlembaga tersebut. Praktis, hanya Perma Diversi, yang disusun berdasarkan kerangka SPPA. Perma Diversi yang ditetapkan oleh Ketua MA pada
24 Juli 2014, memuat lima Bab dan sebelas Pasal. Secara umum Perma Diversi ini mengatur tata cara melakukan Diversi pada tingkatan pengadilan untuk mendapat kesepakatan.
Ada beberapa hal yang lebih progresif diatur dalam Perma Diversi tersebut. Contohnya mengenai penentuan usia dan kategori anak serta terhadap tindak pidana dalam dakwaan yang dapat dilakukan
Diversi. Penegasan usia anak dalam Perma Diversi terlihat pada pengaturan Diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun atau telah berumur 12
11 tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana,
perluasan usia anak akan memberikan legitimasi bahwa Diversi memang ditujukan bagi anak tanpa memandang status perkawinannya.
8
Selanjutnya, pengaturan penting lainnya adalah mengenai kewajiban hakim dalam mengupayakan Diversi dalam perkara anak yang didakwa melakukan tindak
pidana dengan ancaman penjara di bawah tujuh tahun, mencakup dakwaan dalam bentuk surat dakwaan subsidaritas, alternatif, akumulatif, maupun kombinasi gabungan, hal ini membuka ruang
kemungkinan Diversi lebih luas.
9
Perma Diversi oleh MA menjadi aturan pertama yang dikeluarkan berkaitan langsung dengan UU SPPA.
Memang pada 2013, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementrian Pemberdataan Perempuan dan Perlindungan Anak PPPA sudah memulai melakukan penyusunan draft awal PP dan Perpres melalui
mekanisme Panitian Antar-KementerianPanitia Antar Non-Kementerian.
10
Bahkan berdasarkan informasi, pada 2014 Pemerintah kembali melanjutkan penyusunan beberapa Rancangan Peraturan
Pemerintah RPP terkait yang didukung oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI. Walaupun ada inisiasi beberapa organisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM yang memberikan masukan
kepada pemerintah terkait Peraturan Pelaksana SPPA,
11
namun sayangnya pembahasan PP dan Perpres oleh pemerintah cenderung tertutup dan kurang melibatkan stakeholders dari masyarakat. Tidak ada
publikasi resmi terkait RPP oleh pemerintah agar dapat menerima masukan dari masyarakat. ICJR melihat beberapa pihak sulit untuk mengakses RPP yang tengah di susun oleh Pemerintah ini.
12
Terkait hal ini ICJR merekomendasikan agar Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus mempublikasikan RPP
tersebut kepada masyarakat, agar masyarakat dapat memberikan masukan secara lebih komprehensif atas beberapa produk hukum tersebut.
3. Diversi, Seberapa Mungkinkah Dilakukan ?