Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
saham BIS
12
. Keanggotan Indonesia di BIS diwakili oleh BI Bank Indonesia.BI tercatatsecara resmi menjadi anggota BIS sejak 30 September 2003
13
. Komitmen Komite Basel untuk mencegah terjadinya krisis keuangan global
diwujudkan dengan mempublikasikan Basel Capital Accord pada tahun 1988. Basel Capital Accord
ini dikenal dengan Basel I. Dalam perkembanganya Basel I diperbarui dan direvisi dengan Basel II yang dipublikasikan pada tahun 2004.
Basel II direkomendasikan BIS kepada anggota-anggotanya karena dianggap dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah
yang mungkin timbul sewaktu runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank- bank. Perubahan yang cukup signifikan dalam Basel II adalah dalam aspek syarat
kecukupan modal CAR. Menurut Basel II, perhitungan CAR harus memasukan item risiko operasional. Hal ini tidak ditemukan dalam kebijakan CAR Basel I.
Dengan memasukkan item risiko operasional dalam perhitungan CAR, bank akan lebih sensitif dan antisipatif terhadap kemungkinan krisis dan permasalahan
keuangan makro. Namun, pada tahun 2008 terjadi krisis keuangan global. Krisis keuangan
pada tahun 2008 itu ditandai dengan bangkrutnya institusi keuangan nomor satu di Amerika, Lehman Brothers LB, pada 15 September 2008. Pemerintahan
Amerika Serikat, melalui bank sentral AS harus memberikan bail out dana talangan kepada bank terbesar di Amerika yaitu Citigroup. Krisis ini
menimbulkan pertanyaan apakah Basel II gagal mencegah dan mengantisipasi
12
This is The BIS :An exhibition celebrating 75 years of the Bank for International Settlements http: www.bis.org hal 28-29 diakses 21 Februari 2016
13
Siaran Pers Humas BI No6 23 BGubHumas.http:www.bi.go.ididruangmedia arsipsiaran-pers2004FebPertemuanKonsultasiAntaraBankIndonesiadenganDelega.pdf diakses 10
Juni 2016
krisis ataukah ada faktor-faktor lain yang berperan. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengkaji bagaimana sebenarnya kebijakan modal dan kredit CAR
menurut Basel II. Simon Archer dan Abdel Kareem
14
berpendapat bahwa CAR memiliki peran penting bagi lembaga keuangan Islam bank syariah karena dengan
kebijakan CAR ini memiliki dana pengaman buffer yang dapat digunakan di saat krisis. Dana pengaman ini berasal dari laba ditahan. Dengan kata lain, kebijakan
ini melindungi dana kreditor dan nasabah di bank syariah, terutama di saat krisis. Lebih luas lagi, kebijakan CAR berfungsi sebagai pengaman dan pelindung
industri perbankan terhadap risiko krisis keuangan sistemik - yaitu dimana collapse
-nya satu institusi keuangan mengakibatkan krisis di bank lain serta mempengaruhi sektor-sektor perekonomian lain.
Sebagaimana Simon Archer dan Abdel Kareem, Umer Chapra
15
memandang kebijakan sistem keuangan Islam mempunyai peran yang penting. Umer Chapra menekankan bahwa fungsi CAR tidak hanya pencegah krisis namun
juga sebagai instrument stabilisator. Lebih lanjut lagi, ada tantangan yang harus dapat dijawab kebijakan keuangan Islam, yaitu kebijakan tersebut harus
mendahulukan kemashlahatan masyarakat yang lebih luas sehingga mampu mewujudkan keadilan untuk masyarakat umum. Keadilan inilah yang harus
dicapai oleh regulasi atau kebijakan dalam sistem ekonomi Islam, karena keadilan
14
Simon Archer dan Rifa‟at Abdel Kareem, Islamic Finance : The Regulatory Challenge, ed. Simon Archer dan Rifa‟at Abdul Kareem, Singapore: John Willey sons, 2013, hal 286
15
Umer Chapra, ”Challenges Facing the Islamic Financial Industry” ,dalam Handbook Of
Islamic Banking ed. M. Kabir Hasan dan Mervyn K Lewis Clatenham: Edward Edgar Publishing,
Inc.,2007, hal 325
inilah salah satu tujuan dari maqashid al-syariah dan tujuan diturunkannya Islam
sesuai dengan al-
Qur’an Surat al-Hadid ayat 25 :
”Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca keadilan agar
manusia dapat berlaku adil...”
16
Dalam konteks Indonesia, Bank Indonesia BI telah mengadopsi dan menerjemahkan standar Basel II dalam mengelola risiko-risiko perbankan ke
dalam berbagai regulasi dan peraturan. Regulasi tersebut salah satunya adalah Peraturan Bank Indonesia PBI No. 1323PBI2011 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pada pasal 5 ayat 4 disebutkan bahwa “Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 belum diperhitungkan dalam penilaian Risiko Bank ”.
Ayat ini memperlihatkan risiko-risiko yang khas ada dalam bank syariah belum diwajibkan untuk dikelola oleh bank syariah. Pencantuman risiko-risiko khas
perbankan syariah dalam PBI tersebut sekadar bersifat informasi dan dorongan untuk mengantisipasi tanpa ada konsekuensi apabila mengabaikannya.
Oleh karena itu, hal ini menjadi dorongan peneliti untuk mengkaji mengapa PBI No. 1323PBI2011 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah belum mewajibkan pengelolaan risiko-risiko khas bank syariah. Apakah ada permasalah kompatibilitas antara
Basel II dengan prinsip-prinsip Islam di bank syariah ? Ataukah ada pertimbangan
16
Al- Qur’an
dan Terjemahnya , Madinah : Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, 1411 H
lain dari Bank Indonesia ? Maka, pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas menjadi dasar peneliti mengkaji pandangan Islam terhadap Basel II.
Mengingat Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang ikut menjadi anggota BIS Bank For International Settlement,
peneliti juga tertarik untuk menganalisis rekomendasi Basel II dari sudut pandang hukum Islam. Hal ini karena keberadaan umat Islam di nusantara telah sejak lama
ikut berkontribusi dan mempengaruhi perkembangan hukum dan sistem hukum di Indonesia
17
. Oleh karena itu, umat Islam di Indonesia yang mayoritas harus dilihat sebagai pemakai dan pihak yang berkepentingan dengan kebijakan tersebut.
Dengan kata lain produk hukum dan kebijakan yang dikeluarkan berpengaruh terhadap kehidupan umat Islam. Dari uraian di atas, peneliti melihat kajian Basel
II dari sudut pandang hukum Islam menjadi penting.