5
BAB I PRINSIP NEGARA KEPULAUAN DALAM UNCLOS 1982
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN, 2003
AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE SOCIALIST
REPUBLIC OF VIETNAM CONCERNING THE DELIMITATION OF THE CONTINENTAL SHELF BOUNDARY, 2003
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. Bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan bagian dari
masyarakat internasional menghormati dan menjunjung tinggi kedaulatan wilayah setiap negara merdeka sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; b. Bahwa pada 26 Juni 2003 di Hanoi, Vietnam, telah ditandatangani Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen, 2003;
c. Bahwa Persetujuan Penetapan Batas Landas Kontinen oleh Pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk menegaskan kedaulatan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan menjamin kepastian hukum terhadap pulau- pulau terluar di wilayah Natuna yang berbatasan langsung dengan negara
Vietnam;
d. bahwa persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam dilakukan sesuai dengan United Nations
Convention on the Law of the Sea 1982 yang memberikan pengakuan terhadap wilayah Negara Kepulauan yang mempunyai arti penting untuk
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara;
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen, 2003 Agreement between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the Socialist Republic of Vietnam Concerning the Delimitation of the Continental Shelf Boundary, 2003
dengan undang-undang; Mengingat:
Pasal 5 ayat 1, Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Lembaran
Negara Repubik Indonesia Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2994;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut 1982 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3647; Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4169; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389;
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK
SOSIALIS
VIETNAM TENTANG
PENETAPAN BATAS
LANDAS KONTINEN, 2003 AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE SOCIALIST REPUBLIC OF VIETNAM CONCERNING THE DELIMITATION OF THE
CONTINENTAL SHELF BOUNDARY, 2003. Pasal 1
Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen, 2003
Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Socialist Republic of Vietnam Concerning the Delimitation of
the Continental Shelf Boundary, 2003, yang telah ditandatangani di Hanoi, Vietnam, pada 26 Juni 2003, yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia,
7 bahasa Vietnam, dan bahasa Inggris sebagaimana terlampir dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini. Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 43 PENJELASAN
ATAS UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH
REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS
KONTINEN, 2003
AGREEMENT BETWEEN
THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE
GOVERNMENT OF
THE SOCIALIST
REPUBLIC OF
VIETNAM CONCERNING THE DELIMITATION OF THE CONTINENTAL SHELF
BOUNDARY, 2003 I. UMUM
1. Latar Belakang Perlunya Perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Batas Landas Kontinen Sejak pendeklarasian negara kepulauan Republik Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda tanggal 13 Desember 1957, yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia,
terdapat kebutuhan mendesak agar konsep negara kepulauan tersebut dapat diterima oleh masyarakat internasional. Konsep negara kepulauan yang
8 diajukan Republik Indonesia akhirnya telah diterima menjadi suatu prinsip
hukum internasional oleh masyarakat internasional dengan disahkannya United Nations Convention on the Law of the Sea UNCLOS 1982. Bab IV, Pasal 46
sampai dengan Pasal 54 UNCLOS 1982 mengatur secara khusus mengenai prinsip hukum negara kepulauan. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982. Prinsip hukum internasional
tentang negara kepulauan juga ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Seiring dengan perjuangan
untuk mendapatkan pengakuan hukum atas konsep negara kepulauan pada perundingan tingkat multilateral di forum PBB, sejak tahun 1960-an
Pemerintah Republik Indonesia juga giat melaksanakan perundingan penetapan batas maritim dengan negara-negara tetangga termasuk Australia, Filipina,
India, Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Upaya penetapan batas maritim dengan negara tetangga tersebut menjadi sangat
penting karena hasil perundingan penetapan batas tersebut menjadi salah satu bentuk pengakuan negara-negara tetangga terhadap Indonesia sebagai negara
kepulauan secara hukum. Pada gilirannya, pengakuan dari negara-negara tetangga ini menjadi penting pada perundingan tingkat multilateral karena hal
ini berarti dukungan luas dari masyarakat internasional dalam Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga yang berlangsung dari tahun
1973 hingga tahun 1982. Penetapan batas maritim dengan negara-negara tetangga tersebut pada dasarnya diperlukan untuk memberikan kepastian
hukum tentang wilayah, batas kedaulatan, dan hak berdaulat Republik Indonesia, memudahkan kegiatan penegakan hukum di laut, serta menjamin
kepastian hukum kegiatan pemanfaatan sumber daya alam. Penetapan batas maritim ini juga mempunyai fungsi sebagai penegasan kepemilikan pulau-
pulau terluar Republik Indonesia karena Indonesia menggunakan pulau-pulau terluar tersebut sebagai penentuan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif,
dan landas kontinen Indonesia. Yang dimaksud dengan pulau-pulau terluar adalah pulau-pulau terdepan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Penetapan batas landas kontinen dengan Republik Sosialis Vietnam diperlukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam kerangka kepentingan-
kepentingan tersebut di atas. Perairan Natuna yang merupakan bagian dari Laut China Selatan adalah perairan strategis yang menjadi pintu masuk ke Asia
Tenggara khususnya dari Jepang, RRC, Republik Korea, dan Republik Rakyat Demokratik Korea. Selain itu, dasar laut perairan Natuna terdapat potensi
sumber daya alam khususnya hidrokarbon. Di kawasan ini juga terdapat sejumlah pulau-pulau terluar Indonesia yang telah dijadikan dasar penetapan
titik dasar dan penarikan garis pangkal negara kepulauan Republik Indonesia sejak tahun 1960. Oleh karena itu, penetapan batas maritim di kawasan tersebut
sangat diperlukan bagi kedua negara. Penetapan batas landas kontinen antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam yang berjalan dari tahun
1978 hingga tahun 2003 dan dilakukan melalui perundingan yang alot pada dasarnya telah memberikan keuntungan bagi Republik Indonesia dari beberapa
aspek, yaitu :
a. adanya batas dan wilayah landas kontinen yang jelas sehingga menjamin kepastian hukum;
9 b. adanya pembagian wilayah landas kontinen yang adil sesuai dengan hukum
internasional yang berlaku; c. memudahkan upaya pengawasan dan penegakan hak-hak berdaulat negara
di landas kontinen; d. pengakuan secara hukum oleh Pemerintah Vietnam atas pulau-pulau terluar
di wilayah Natuna yang berhadapan dengan Republik Sosialis Vietnam; dan
e. meningkatkan hubungan baik kedua negara. 2. Proses Perundingan Penetapan Batas Landas Kontinen antara Republik
Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam Perundingan Penetapan Batas Landas Kontinen dengan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam mulai
dilaksanakan pada 5 Juni 1978, dan berakhir pada 26 Juni 2003 ketika Menteri Luar Negeri kedua negara menandatangani Perjanjian Penetapan
Batas Landas Kontinen di Hanoi, Vietnam. Penandatanganan ini disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, dan Presiden
Republik Sosialis Vietnam, Tran Duc Luong. Rangkaian perundingan tersebut ditempuh melalui putaran perundingan formal 1978--1991 dan
pertemuan informal pada tingkat teknis 1994--2003. Perundingan informal pada tingkat teknis dimaksudkan agar pembicaraan kedua tim perunding
dapat dilakukan secara lebih terbuka. Upaya penyelesaian penetapan batas landas kontinen antara Republik Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam
juga dilakukan dalam berbagai kesempatan pertemuan tingkat kepala pemerintahan, tingkat menteri, dan tingkat teknis. Guna memfasilitasi
perundingan, beberapa kali dilakukan pembahasan teknis di antara para pejabat pemetaan kedua negara untuk penggambaran titik-titik dasar bagi
penarikan klaim wilayah maritim kedua pihak. Pada tingkat tinggi, pertemuan-pertemuan antara Presiden Republik Indonesia, Soeharto, dan
Wakil Ketua Dewan Menteri, Jenderal Vo Nguyen Giap, 4 Juli 1990 di Jakarta; Presiden Republik Indonesia, Soeharto, dan Presiden Dewan
Menteri, Vo Chi Cong, 21 November 1990 di Hanoi; Presiden Republik Indonesia, Soeharto, dan Ketua Dewan Menteri, Vo Van Kiet, 27 Oktober
1991 di Jakarta, menghasilkan sejumlah kesepakatan untuk menyelesaikan perundingan sesegera mungkin dengan mekanisme pertemuan secara reguler.
Demikian pula, di masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, komitmen untuk segera menyelesaikan masalah
penetapan batas landas kontinen kedua negara kembali ditegaskan oleh kedua kepala pemerintahan pada saat kunjungan Presiden Republik Indonesia,
Megawati Soekarnoputri, ke Vietnam pada 22 Agustus 2001 dan kunjungan Presiden Republik Sosialis Vietnam, Tran Duc Luong, ke Indonesia pada 10
November 2001. Melalui serangkaian perundingan yang panjang sejak 1978, meskipun beberapa kali terjadi kemacetan yang disebabkan oleh perbedaan
pandangan mengenai masalah teknis dan metode delimitasi, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam pada
pertemuan informal 10--13 Maret 2003 berhasil menyepakati garis batas akhir landas kontinen kedua negara garis 20-H-H1-A4-X1-25 untuk diajukan
kepada
pemerintah masing-masing
guna memperoleh
keputusan penerimaannya. 3. Pokok-Pokok Isi Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan
10 Batas Landas Kontinen Pasal 1 Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen mengatur titik koordinat dan garis yang
menghubungkannya sebagai batas landas kontinen kedua negara. Titik-titik koordinat dimaksud dihitung dengan menggunakan “World Geodetic System
1984 Datum” WGS84 dan garis-garis lurus yang menghubungkan setiap titik-titik koordinat merupakan suatu garis geodetik. Sementara itu, peta yang
dipakai dalam perjanjian kedua negara ditetapkan peta pihak ketiga yang tidak memihak dan biasa dipakai secara internasional, yaitu British Admiralty
Chart Nomor 3482, skala 1:1.500.000 yang diterbitkan pada tahun 1997. Pasal 1 juga mengatur perlunya penetapan lokasi sesungguhnya dari titik-titik
koordinat oleh instansi teknis kedua negara yang berwenang. Bagi Republik Indonesia, instansi teknis dimaksud adalah Dinas Hidro-Oseanografi Tentara
Nasional Indonesia TNI Angkatan Laut. Pasal 2 menyatakan bahwa penetapan batas landas kontinen tidak akan mempengaruhi penetapan batas
zona ekonomi eksklusif kedua negara yang akan ditetapkan di masa datang. Pasal 3 dan Pasal 4 mengatur perlunya kerja sama kedua negara dalam bentuk
koordinasi setiap kebijakan terkait dengan hukum internasional mengenai perlindungan lingkungan bahari serta eksploitasi dan pembagian keuntungan
yang adil dari hasil eksplorasi sumber daya alam dasar laut yang melintasi garis batas kedua negara. Pasal 5 mengatur cara penyelesaian secara damai
melalui musyawarah atau perundingan apabila terdapat perselisihan yang timbul dari penafsiran atau pelaksanaan persetujuan kedua negara. Pasal 6
mengatur bahwa persetujuan perlu diratifikasi oleh negara masing-masing. Piagam ratifikasi tersebut kemudian akan saling dipertukarkan, dan tanggal
pertukaran piagam ratifikasi dinyatakan sebagai tanggal mulai berlakunya persetujuan.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4708 Legal Agency ©200722072007
\
11
BAB II IMPLIKASI UNCLOS BAGI PEMBANGUNAN KELAUTAN INDONESIA