latar Belakang Masalah Pembuktian Perdata dalam Kasus Malpraktik di Yogyakarta | Aristya | Mimbar Hukum 16166 30714 1 PB

PeMBuKtIaN Perdata dalaM Kasus MalPraKtIK dI yoGyaKarta ∗ sandra dini Febri aristya ∗∗ Abstract Abstrak The research on civil law evidence on malpractice cases in Yogyakarta was conducted through field and literature studies. The conclusion is that civil law evidence in malpractice case which happened in Yogyakarta is subjected to the civil law procedure. However, the special character of the case creates some deviation on the procedures. Penelitian tentang pembuktian perdata dalam kasus Malpraktik di Yogyakarta dilakukan melalui studi lapangan dan studi pustaka . Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa pembuktian perdata dalam kasus malpraktik di Yogyakarta masih menggunakan prosedur hukum acara perdata yang berlaku positif. Namun, karakter khusus dari kasus ini menyebabkan beberapa penyimpangan prosedur . Kata Kunci: pembuktian perdata, malpraktik, Yogyakarta.

a. latar Belakang Masalah

Kasus malpraktik merupakan salah satu masalah paling sentral berkaitan dengan hukum kesehatan dan pelayanan kesehatan. Malpraktik, yang dianggap merupakan terjemahan dari malpractice, dideinisikan menurut The Advanced Learner’s Dictionary of Current English sebagai wrongdoing kesalahan atau neglect of duty kelalaian. 1 Meskipun Undang-Undang Kesehatan dan Praktik Kedokteran semakin memperkuat status hukum pasien dan menyetarakan hubung- an hukum antara pasien dengan dokter rumah sakit, namun meningkatnya kasus- kasus malpraktik tidak dapat dihindari. Sebagai contoh yang cukup aktual adalah Rumah Sakit Omni Internasional di Jakarta, yang selayaknya memiliki standar pelayanan kesehatan kelas internasional namun harus menghadapi beberapa tuduh- an malpraktik dan tuntutan ganti ke- rugian. Pada bulan September tahun 2008, LBH Kesehatan bahkan mencatat selama 8 bulan terakhir telah terjadi 111 kasus malpraktik, namun dari sekian banyak kasus tersebut, hanya 8 kasus yang diproses secara hukum. ∗ Laporan Hasil Penelitian yang didanai Unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Tahun 2010. ∗∗ Dosen Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail: sandra_aristyayahoo.fr. 1 Fred Ameln, 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran , Graikatama Jaya, Jakarta, hlm. 83. Saat seseorang menuntut seorang dokter atau rumah sakit secara perdata, maka dapat dipastikan dia bermaksud memperoleh ganti kerugian atas tindakan malpraktik yang terjadi. Padahal, profesi kedokteran merupakan suatu profesi dengan standar dan intelektualitas yang tinggi di atas rata-rata masyarakat umumnya. A priori, sangat sulit untuk menentukan suatu tindakan medis seorang dokter memenuhi unsur malpraktik, mengingat adanya kode etik, standar operasional prosedur, dan standar profesi, tanpa melupakan eksistensi komite penegak etik maupun disiplin kedokteran seperti Komite Medik dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Dari aspek legislasinya, peraturan tentang kesehatan dan profesi kedokteran juga telah diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004. Semua peraturan dan norma yang ada ini seakan-akan menunjukkan bahwa dokter, rumah sakit dan tenaga kesehatan itu “easily touchable by the law and potentially forgiven by the law” di saat yang sama. Hal ini dikarenakan, sekali seorang dokter diduga melakukan malpraktik, jika menurut standar kedokteran tindakan medis yang dilakukan itu sudah benar dan layak meski kemungkinan akibatnya dapat menimbul- kan kerugian, maka dia terlepas dari tanggung gugatnya, baik secara sipil, publik, maupun kriminal. Pada penelitian ini, malpraktik perdata merupakan fokus yang dianalisis, terutama dari segi pembuktiannya. Adanya Undang- Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ternyata belum merumuskan persoalan malpraktik medis secara jelas dan tegas. Oleh karena itu, hingga hari ini, malpraktik pidana, perdata dan administra- tif masih diadili sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekarang, yaitu tunduk pada kompetensi pengadilan negeri, yang mana hukum acaranya belum memiliki kekhususan, meskipun sebenarnya pada rancangan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 yang diusulkan DPR pada saat itu, sebenarnya terdapat konsep pembentukan Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Medis, yang memiliki hukum acara tersendiri.

B. rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang ter- sebut, Terjadinya malpraktik harus dibukti- kan secara medis, maka dengan berpedom- an pada dasar hukum penuntutan ganti rugi yang diatur dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata serta Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 jo . Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bagaimanakah mengharmonisasikan pembuktian secara medis ke dalam sistem pembuktian perdata positif?

c. Metode Penelitian