The potential of tempeh extract as an antiaging using female rats as animal models

1

POTENSI EKSTRAK TEMPE SEBAGAI ANTIAGING PADA
TIKUS BETINA SEBAGAI HEWAN MODEL

SAFRIDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

3

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Potensi Ekstrak Tempe
sebagai Antiaging pada Tikus Betina sebagai Hewan Model adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Safrida
NRP B161080021

4

ABSTRACT

SAFRIDA. The Potential of Tempeh Extract as an Antiaging Using Female Rats as
Animal Models. Supervised by NASTITI KUSUMORINI, WASMEN MANALU, and
HERA MAHESHWARI.


Aging is a decline in physiological functions of the body. In women, when
entering old age, the function of ovaries is decline thus causing a reduction of estrogen
hormone production. The decline of this hormone has an impact on the function of
several organs, including the uterus, skin, and bones. One approach taken to improve
organs function in the process of aging is hormone replacement therapy. Medically,
hormone replacement therapy has been performed using synthetic hormone. However, the
use of synthetic hormone replacement therapy could increase the risk of breast cancer and
cardiovascular diseases. To decrease the unfavorable risk of treatment of synthetic
hormone, the research was focused on the use of natural materials. Extract tempeh is a
natural substance that contains phytoestrogens, having similar estrogen activity. This
study was designed to determine the condition of an animal model for premenopausal and
postmenopausal using uterus, skin, and bone quality parameters, and to study the role of
tempeh extract for improvements premenopausal and postmenopausal conditions. The
research was conducted in three stages. The first stage was designed to study the
condition of an animal model for premenopausal and postmenopausal using uterus, skin,
and bone quality parameters. The second stage was designed to study the potential
effects of tempeh extract to improve the qualities of uterus, skin, and bone in
premenopausal conditions. The third stage was designed to study the potential effects of
tempeh extract to improve the qualities of uterus, skin, and bone in postmenopausal
conditions. The results showed that rats aged 18 months were marked by a decline in

serum progesterone concentrations, uterus collagen concentrations, DNA and RNA
concentrations of the uterus, skin collagen concentrations, RNA concentrations of the
skin, RNA concentrations of the bone, and these parameters were used as premenopausal
conditions. Rats aged 30-36 months were marked by a drastic decline in serum
progesterone concentrations, uterus collagen concentrations, RNA concentrations of the
uterus, skin collagen concentrations, RNA concentrations of the skin, bone collagen
concentrations, RNA concentrations of the bone, bone calcium concentrations, ratio of
Ca/P in tibial bone, and bone density and this parameters were used as postmenopausal
conditions. The ovariectomized rats having similar appearances to postmenopausal
conditions were found in rats aged 12 months with 3 months postovariectomy.
Supplementations of tempeh extract for two months in premenopausal rats could maintain
the quality of the uterus, improved the qualities of skin and bone. At postmenopausal
conditions, tempeh extract could improve the qualities of uterus, skin, and bone.
Keywords: Animal models of aging, bone, skin, tempeh extract, uterus

5

6

RINGKASAN

SAFRIDA. Potensi Ekstrak Tempe sebagai Antiaging pada Tikus Betina sebagai Hewan
Model. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI, WASMEN MANALU, dan HERA
MAHESHWARI.

Penuaan adalah penurunan fungsi tubuh secara fisiologis. Pada wanita, saat
memasuki usia tua terjadi penurunan fungsi ovarium sehingga kadar hormon estrogen
berkurang. Penurunan hormon ini memiliki dampak pada fungsi beberapa organ tubuh, di
antaranya uterus, kulit, dan tulang. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk
mengatasi proses penuaan ialah dengan terapi sulih hormon. Secara medis, terapi sulih
hormon sudah dilakukan menggunakan preparat hormon sintetis. Namun, penggunaan
preparat hormon sintetis dapat meningkatkan risiko kanker payudara dan penyakit
kardiovaskuler. Untuk mengatasi risiko yang tidak menguntungkan pada terapi preparat
hormonal sintetis, maka penelitian diarahkan pada penggunaan bahan alami. Ekstrak
tempe merupakan bahan alami yang mengandung fitoestrogen dan mempunyai aktivitas
mirip estrogen.
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kondisi hewan model premenopause
dan pascamenopause dengan menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang
serta mengetahui potensi ekstrak tempe dalam memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan
tulang pada kondisi premenopause dan pascamenopause. Penelitian ini terdiri atas tiga
tahap penelitian. Tahap pertama adalah penentuan kondisi hewan model premenopause

dan pascamenopause. Tahap kedua bertujuan untuk mempelajari potensi ekstrak tempe
pada kondisi premenopause. Tahap ketiga bertujuan untuk mempelajari potensi ekstrak
tempe pada kondisi pascamenopause.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus umur 18 bulan ditandai dengan mulai
terjadinya penurunan hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar DNA dan RNA
uterus, kadar kolagen dan RNA kulit, kadar RNA tulang, dan hal ini menjadi dasar
penentuan kondisi premenopause. Tikus umur 30-36 bulan ditandai dengan penurunan
secara drastis kadar hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar RNA uterus, kadar
kolagen kulit, kadar RNA kulit, kadar kolagen tulang, kadar RNA tulang, kadar kalsium
tulang, rasio Ca/P tulang tibia, dan densitas tulang dan hal ini menjadi dasar penentuan
kondisi pascamenopause. Tikus ovariektomi yang cocok digunakan sebagai hewan model
pascamenopause menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang adalah tikus
umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi.
Pemberian ekstrak tempe selama dua bulan pada tikus premenopause dapat
mempertahankan kualitas uterus, yang ditandai dengan bobot uterus, kadar kolagen
uterus, kadar DNA uterus, dan kadar RNA uterus dalam keadaan normal; meningkatkan
kualitas kulit, yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen kulit dan kadar RNA
kulit; meningkatkan kualitas tulang, yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium
tulang, rasio kadar Ca/P tulang tibia, kadar abu tulang, densitas tulang, dan kekuatan
tulang.

Pemberian ekstrak tempe pada tikus ovariektomi sebagai hewan model
pascamenopause dapat memperbaiki kualitas uterus yang ditandai dengan peningkatan
kadar kolagen uterus dan peningkatan kadar RNA. Ekstrak tempe dapat meningkatkan

7

kualitas kulit tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen
kulit dan kadar RNA kulit. Pemberian ekstrak tempe memberikan efek positif pada
kualitas tulang tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium
tulang, fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kolagen tulang, kadar RNA tulang, bobot
tulang, densitas tulang, dan kekuatan tulang. Pemberian ekstrak tempe dapat berfungsi
sebagai antiaging dalam memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan tulang pada kondisi
premenopause dan pascamenopause

Kata kunci: Ekstrak tempe, hewan model penuaan, kulit, tulang, uterus

8

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

9

POTENSI EKSTRAK TEMPE SEBAGAI ANTIAGING PADA
TIKUS BETINA SEBAGAI HEWAN MODEL

SAFRIDA

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada

Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

10

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc, AIF
Prof. Dr. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, M.S, Ph.D

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SP. MP, M.Sc
Dr. Drh. I Nyoman Suarsana, M.Si

11

12

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2010 sampai April 2012 ini ialah antipenuaan,
dengan judul Potensi Ekstrak Tempe sebagai Antiaging pada Tikus Betina sebagai Hewan
Model.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nastiti Kusumorini, Bapak Prof. Ir.
Wasmen Manalu, Ph.D dan Ibu Dr. Drh. Hera Maheshwari, M.Sc selaku pembimbing
yang telah banyak memberi saran. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Drh.
Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc, AIF dan Bapak Prof. Dr. Drh. Bambang Pontjo
Priosoeryanto, M.S, Ph.D selaku penguji luar komisi pada ujian sidang tertutup, dan
Bapak Drh. Agus Setiyono, Ph.D, sebagai pimpinan sidang pada ujian tertutup. Terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SP. MP, M.Sc
dan Bapak Dr. Drh. I Nyoman Suarsana, M.Si, atas kesediaannya menjadi penguji luar
komisi pada ujian sidang terbuka, dan Bapak Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, sebagai
pimpinan sidang pada ujian terbuka.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi
Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat Bapak Prof. Dr. Drh. Agik Suprayogi, M.Sc, AIF dan
semua staf pengajar Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat IPB, Ibu Hj
Asmarida, Ibu Sri, dan Pak Wawan dari Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi IPB,
Bapak Edy di kandang hewan Percobaan FKH, Bapak Dr. drh. Deni Noviana dan Bapak

Drh. M Fakhrul Ulum dari Laboratorium Bedah FKH IPB, Ibu Dian Anggraeni dari
Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, Bapak Bachtiar Effendi dan Mas Irfan
dari Laboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan IPB, Ibu Siti Nurvah beserta
staf laboran dari Laboratorium BALITTRO, Bapak Yudi beserta staf laboran dari Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor atas bantuan dan kerja
samanya. Terima kasih juga kepada Adri, Eddy, rekan-rekan mahasiswa IFO, serta semua
pihak yang telah banyak membantu penulis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami tercinta Tgk.
Muksin, SE dan anak-anak penulis Almas Mubarak Muksin, dan Ayatullah Mubarak
Muksin serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Maret 2013

Safrida

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mon Alu Aceh Besar pada Tanggal 5 Agustus 1980 sebagai

anak keempat dari pasangan Bapak Anwar Achmad dan Ibu Suwardiah. Pendidikan
sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Syiah Kuala, lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2006, penulis
diterima di Progam Studi Biologi pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya
pada tahun 2008. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi
Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun
2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi.
Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sejak tahun 2005. Bidang
penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis ialah fisiologi hewan.
Selama mengikuti program S-3, penulis menjadi anggota Ikatan Ahli Ilmu Faal
Indonesia (IAIFI). Artikel berjudul Penurunan Kadar Progesteron Serum dan Komponen
Matriks Ekstraseluler dan Seluler Kulit sebagai Indikator Penuaan pada Tikus diterbitkan
pada Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 7. No. 1 tahun 2013 (Terakreditasi Dirjen Dikti S.K.
No.81/Dikti/Kep/2011). Karya ilmiah tersebut bagian dari program S-3 penulis.

14

15

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

i
ii
iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Kebaruan
Kerangka Pemikiran

1
1
3
4
4
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tempe
Fitoestrogen
Isoflavon
Penuaan
Penuaan pada Wanita
Hormon Estrogen
Hormon Progesteron
Uterus
Kulit
Tulang
DNA dan RNA
Tikus sebagai Hewan Model

7
7
9
10
16
17
20
30
31
32
34
37
37

3 PENENTUAN KONDISI PREMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE
MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

39
39
40
41
42
46
61
61

16

4 SUPLEMENTASI EKSTRAK TEMPE UNTUK PERBAIKAN
KONDISI PREMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS
SEBAGAI HEWAN MODEL
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

65
66
67
68
72
81
81

5 PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE UNTUK PERBAIKAN
KONDISI PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS
SEBAGAI HEWAN MODEL
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

85
86
87
88
93
102
103

6 PEMBAHASAN UMUM

107

7 SIMPULAN DAN SARAN

111

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

113
121

17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15

Komposisi rata-rata zat gizi tempe kedelai murni dan tempe pasar
per 100 g
Hasil analisis kuantitatif senyawa isoflavon tepung kedelai dan tepung
tempe dalam kg bahan
Afinitas-afinitas relatif ikatan ligan-ligan yang berbeda untuk reseptor
estrogen α dan reseptor estrogen β
Rataan kadar progesteron serum dan bobot badan pada berbagai
tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi
Rataan bobot, kadar kolagen, DNA, dan RNA uterus pada berbagai
tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi
Rataan kadar kolagen, DNA, dan RNA kulit pada berbagai tingkatan
umur tikus normal dan ovariektomi
Rataan kadar kolagen, DNA, dan RNA tulang pada berbagai
tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi
Rataan kadar kalsium tulang, fosfor tulang, rasio kadar Ca/P tulang
tibia, dan kadar abu tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal
dan ovariektomi
Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada berbagai tingkatan
umur tikus normal dan ovariektomi
Rataan panjang, bobot, dan densitas tulang pada berbagai
tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi
Perbandingan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada berbagai tingkatan
umur tikus normal dan ovariektomi dengan tikus umur 12 bulan
Rataan kadar progesteron serum dan bobot badan pada tikus
premenopause
Rataan bobot, kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA uterus pada
tikus premenopause
Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA kulit pada
tikus premenopause
Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA tulang pada tikus
Premenopause

16

Rataan kadar kalsium tulang, kadar fosfor tulang, rasio Ca/P tulang
tibia, dan kadar abu tulang pada tikus premenopause

17
18

Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada tikus premenopause
Rataan panjang, bobot, densitas, dan kekuatan tulang tibia pada
tikus premenopause
Rataan kadar progesteron serum dan bobot badan pada
tikus pascamenopause
Rataan bobot, kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA uterus pada
tikus pascamenopause

19
20

9
11
26
46
49
31
53
55

57
58
60
72

73
75
76
77
79
80
93

95

18

21
22
23
24
25
26

Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA kulit pada tikus
Pascamenopause

96

Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA tulang pada tikus
pascamenopause

98

Rataan kadar kalsium tulang, kadar fosfor tulang, rasio Ca/P
tulang, dan kadar abu tulang pada tikus pascamenopause

99

Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada tikus
Pascamenopause

100

Rataan panjang, bobot, densitas, dan kekuatan tulang tibia pada
tikus pascamenopause
Perbandingan jenis sel pada preparat ulas vagina

101
132

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Bagan alir kerangka pemikiran
Perbandingan kemiripan struktur equol isoflavon dengan estradiol
Skema pembentukan steroid pada perkembangan folikel
Diagram skematik pengaturan siklus reproduksi pada hewan betina
Diagram skematik ikatan estrogen dengan reseptor estrogen alfa dan
reseptor estrogen beta dapat memodulasi ekspresi gen yang berbeda
Diagram skematik aksi estrogen secara genomik dan nongenomik
Diagram skematik ikatan IGF-1 dengan reseptor estrogen (IGF-1/ER)
pada uterus
Bagan alur penelitian Tahap I
Profil rataan kekuatan tulang pada tikus normal
Bagan alur penelitian Tahap II
Bagan alur penelitian Tahap III
Pengujian tekan tegak lurus tulang
Gambaran ulas vagina tikus putih galur Sprague-Dawley

5
12
21
23
27
28
32
45
59
71
92
130
131

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Prosedur pengukuran bobot badan dan bobot uterus
Prosedur penentuan kadar hormon progesteron
Prosedur penentuan kadar kolagen
Prosedur penentuan kadar DNA
Prosedur penentuan kadar RNA
Prosedur penentuan kadar kalsium dan fosfor
Prosedur pengukuran kadar abu

123
123
124
124
125
126
129

19

8
9
10
11
12
13
14
15
16

Prosedur penentuan densitas dan massa tulang tibia-fibula tikus
Prosedur pengujian kekuatan tulang
Prosedur penentuan fase diestrus
Prosedur pembuatan tempe
Prosedur pembuatan ekstrak tempe
Prosedur analisis kandungan bioaktif isoflavon dan komposisi
zat gizi ekstrak tempe
Hasil analisis kadar isoflavon ekstrak tempe dan tempe segar
Hasil analisis kandungan rata-rata zat gizi ekstrak tempe
Konversi dosis ekstrak tempe dari tikus ke manusia

129
130
131
133
133
133
135
135
136

20

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui
proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan
produk olahannya mengandung senyawa isoflavon. Isoflavon yang dominan pada
tempe adalah aglikon (genistein dan daidzein) yang dihasilkan dari pelepasan
glukosa dari glikosida. Tempe mengandung lebih banyak senyawa isoflavon
aglikon bila dibandingkan dengan kedelai mentah (Safrida 2008). Isoflavon
terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Aktivitas
estrogenik isoflavon diketahui terkait dengan struktur kimianya yang mirip
dengan dietilstilbesterol, yang biasanya digunakan sebagai obat yang memiliki
sifat estrogenik (Pawiroharsono 2007). Struktur isoflavon dapat ditransformasikan
menjadi equol yang mempunyai struktur fenolik mirip dengan hormon estrogen
(Setchell dan Cassidy1999).
Struktur molekul equol isoflavon memiliki kemiripan dengan struktur
estrogen sehingga isoflavon disebut estrogen like. Isoflavon kedelai adalah
senyawa fitoestrogen yang mempunyai kesamaan struktur kimia dengan estrogen
mamalia (Setchell dan Adlercreutz 1988). Isoflavon mampu berikatan dengan
reseptor estrogen (RE) yang terdapat dalam sel berbagai jaringan tubuh dan
berpotensi secara agonis maupun antagonis terhadap kerja estrogen (Brzozowski
et al. 1997). Penelitian Persky et al. (2002) mengungkapkan bahwa isoflavon
dapat bertindak sebagai estrogen antagonis (menghambat) pada saat estrogen
endogen dalam konsentrasi tinggi, dan bertindak sebagai estrogen agonis
(menstimulir) pada saat hormon estrogen endogen dalam konsentrasi rendah.
Afinitas fitoestrogen terhadap reseptor estrogen sangatlah rendah bila
dibandingkan dengan estrogen endogen sehingga diperlukan jumlah fitoestrogen
yang sangat besar untuk memperoleh efek yang memadai menyamai efek estrogen
endogen. Fitoestrogen diketahui berpotensi lebih rendah, yaitu 10-3-10-5 kali
dibanding estrogen endogen, namun mampu berikatan kuat dengan reseptor
estrogen beta (Klein 1998).

21

Isoflavon merupakan salah satu bagian dari kelompok fitoestrogen, suatu
substansi yang berasal dari tumbuhan yang memiliki struktur mirip dengan 17beta-estradiol dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Isoflavon mempunyai
afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor estrogen beta daripada reseptor
estrogen alfa dan memiliki potensi untuk mengaktifkan jalur sinyal estrogen, baik
secara genomik maupun nongenomik. Dewasa ini dilaporkan bahwa isoflavon
mempunyai efek positif pada kesehatan manusia, seperti dapat mencegah kanker
yang disebabkan atau berkaitan dengan hormon, penyakit kardiovaskuler,
osteoporosis, keluhan menopause, dan penuaan. Isoflavon dapat memberikan
wawasan baru tentang mekanisme pengaturan fisiologi dan menambah berbagai
kemungkinan bagi intervensi medis (Pilšáková et al. 2010).
Penuaan menyebabkan penurunan beberapa fungsi tubuh. Penurunan
fungsi organ tubuh berbeda bergantung pada waktu (Rastogi 2007). Wanita
mengalami masa transisi dari reproduktif ke nonreproduktif yang disebut masa
klimakterium (Wirakusumah 2004). Masa klimakterium dibagi dalam empat
tahap, yaitu premenopause, perimenopause, menopause, dan pascamenopause.
Premenopause ditandai dengan mulai terjadi penurunan fungsi reproduksi (Kasdu
2004). Perimenopause ditandai dengan perubahan pada pola perdarahan haid,
yang diakibatkan karena defisiensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron
(Zulkarnaen 2003). Menopause merupakan suatu proses penuaan alami dalam
kehidupan wanita. Pada saat memasuki menopause, kadar estrogen menurun,
namun tidak seluruhnya menghilang (Sibuea et al. 1996). Pada masa ini, fungsi
ovarium berkurang sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron menjadi
berkurang (Timiras et al. 1995). Pascamenopause ditandai dengan kadar estrogen
dan progesteron yang rendah (Zulkarnaen 2003).
Salah satu efek menopause ialah menyebabkan gangguan metabolik pada
tulang atau osteoporosis (Winarsi 2005). Hasil penelitian pada tikus ovariektomi
yang diberikan genistein sebanyak 0.25 mg/kg/hari selama tujuh minggu ternyata
dapat meningkatkan densitas tulang (Chanawirat et al. 2006). Selanjutnya,
penelitian Bitto et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian genistein aglikon
sebanyak 10 mg/kg/hari selama 12 minggu pada tikus ovariektomi menunjukkan
peningkatan densitas mineral tulang (bone mineral density) yang signifikan

22

apabila dibandingkan dengan perlakuan lain yang diberikan alendronate,
raloxifine, dan estradiol.
Kulit dipengaruhi oleh hormon estrogen. Berkurangnya kadar estrogen dan
progesteron memiliki dampak negatif pada kulit. Kulit para wanita yang berada
dalam masa menopause menjadi lebih tipis, mengendur dan kehilangan
elastisitasnya, produksi kolagen menurun, fungsi kelenjar minyak menurun, dan
kulit juga menjadi kering (Brincat 2000; Datau dan Wibowo 2005). Semakin
bertambahnya umur, kelarutan (solubility) kolagen menurun dan terjadi
penumpukan insoluble kolagen di ruang ekstraseluler sehingga mencegah aliran
nutrien dan oksigen ke sel yang menyebabkan sel tersebut mengalami kelaparan
dan kematian. Hal ini memberikan kontribusi terhadap penuaan karena penurunan
aktivitas mRNA sel, termasuk juga sel otot (Kanungo 1994).
Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi proses penuaan
ialah dengan terapi sulih hormon (TSH). Penggunaan TSH merupakan perawatan
medis yang dilakukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan selama dan
setelah menopause. Saat ini, jenis TSH yang digunakan merupakan kombinasi
estrogen dan progesteron sintesis, namun penggunaan TSH ini dilaporkan dapat
meningkatkan risiko kanker payudara (Rossouw et al. 2002), dan penyakit
kardiovaskuler (Grady et al. 2002). Mencermati hal tersebut di atas, ekstrak tempe
yang mengandung fitoestrogen mempunyai harapan untuk dijadikan sebagai salah
satu obat oral dalam terapi sulih hormon sebagai pengganti hormon estrogen yang
relatif aman yang bermanfaat sebagai antiaging.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme fitoestrogen yang
terkandung dalam ekstrak tempe kedelai mempunyai potensi sebagai antiaging
pada hewan betina. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Penentuan kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause
dengan menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang.
2. Mengetahui potensi ekstrak tempe untuk perbaikan kondisi premenopause.
3. Mengetahui

potensi

pascamenopause.

ekstrak

tempe

untuk

perbaikan

kondisi

23

Hipotesis
Pemberian ekstrak tempe berfungsi sebagai antiaging melalui perbaikan
kualitas uterus, kulit, dan tulang.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan ekstrak tempe sebagai
obat oral dalam memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan tulang pada kondisi
premenopause dan pascamenopause. Data ini dapat digunakan untuk penerapan
dan pengembangan dalam ilmu kedokteran serta ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), terutama dalam bidang farmasi.

Kebaruan (Novelty)
Sejauh ini penentuan usia premenopause dan pascamenopause pada
manusia dilakukan dengan menggunakan parameter kadar hormon progesteron.
Penelitian ini tidak hanya menentukan masa premenopause dan pascamenopause
berdasarkan

kadar

hormon

progesteron,

tetapi

kondisi

hewan

model

premenopause dan pascamenopause ditentukan dengan menggunakan parameter
uterus, kulit, dan tulang pada tikus. Hingga saat ini belum pernah dilaporkan
penelitian tentang penentuan kondisi hewan model premenopause dan
pascamenopause menggunakan parameter uterus, kulit, dan tulang pada tikus.
Selain itu, penggunaan ekstrak tempe dalam memperbaiki kualitas uterus, kulit,
dan tulang pada tikus premenopause dan pascamenopause juga belum pernah
dilaporkan.

Kerangka Pemikiran
Penuaan adalah penurunan secara fisiologis fungsi tubuh dan berbagai
sistem organ yang mengakibatkan peningkatan kejadian penyakit. Proses penuaan
pada wanita berlangsung lebih dramatis, karena pada saat memasuki usia tua
terjadi penurunan fungsi organ reproduksi sehingga kadar hormon estrogen
menurun. Penurunan hormon ini juga memiliki dampak pada fungsi beberapa
organ tubuh, di antaranya uterus, kulit, dan tulang. Saat ini, ada tiga pendekatan
yang dilakukan untuk mengatasi proses penuaan, yaitu terapi sulih hormon,

24

penanggulangan obesitas, dan terapi sel punca. Secara medis, terapi sulih hormon
menggunakan preparat hormon sintetis. Untuk mengatasi risiko yang tidak
menguntungkan pada terapi preparat hormonal sintetis dalam jangka panjang, saat
ini penelitian lebih banyak diarahkan pada penggunaan bahan alami. Tempe
adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang digemari masyarakat dan
mempunyai kandungan fitoestrogen (estrogen nabati) yang tinggi. Senyawa
fitoestrogen mempunyai kesamaan struktur kimia dengan estrogen mamalia dan
dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Hal ini menjadi dasar pemikiran
penggunaan ekstrak tempe sebagai bahan alami yang dapat memperbaiki kualitas
uterus, kulit, dan tulang untuk mengatasi penurunan kualitas hidup pada saat
memasuki usia tua, yakni premenopause dan pascamenopause (Gambar 1).

Penuaan wanita

Ekstrak tempe

Fungsi ovarium

Fitoestrogen
Estrogen like

+

+

Estrogen

-

+

Uterus

-

Kulit

+

-

Tulang

Gambar 1 Bagan Alir Kerangka Pemikiran
Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa penuaan akan menurunkan
kualitas hidup. Sejauh mana perbaikan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada saat
penuaan dengan menggunakan ekstrak tempe dapat diketahui dari kegiatan
penelitian yang dibagi atas tiga tahapan ini. Masing-masing penelitian dilakukan
dengan metode yang spesifik yang hasil dan pembahasannya disampaikan pada
bagian tersendiri dari disertasi ini, dengan judul:
1. Penentuan Kondisi Hewan Model Premenopause dan Pascamenopause
dengan Menggunakan Tikus sebagai Hewan Model.

25

2. Suplementasi Ekstrak Tempe untuk Perbaikan Kondisi Premenopause
Menggunakan Tikus sebagai Hewan Model
3. Peran

Pemberian

Ekstrak

Tempe

untuk

Perbaikan

Pascamenopause Menggunakan Tikus sebagai Hewan Model

Kondisi

58

PENENTUAN KONDISI PREMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE
MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL
Safrida1, Nastiti Kusumorini2, Wasmen Manalu2, Hera Maheshwari2
1

Mahasiswa Program Doktor Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah
Pascasarjana, IPB, 2Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, IPB.
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kondisi hewan model
premenopause dan pascamenopause dengan menggunakan parameter kualitas
uterus, kulit, dan tulang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental
dengan pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan sembilan kelompok
perlakuan dan tiga kali ulangan. Kelompok perlakuan tersebut dengan tiga kondisi
hewan. Pertama, hewan normal yakni, 1) tikus umur 12 bulan (U12), 2) tikus
umur 18 bulan (U18), 3) tikus umur 24 bulan (U24), 4) tikus umur 30 bulan
(U30), 5) tikus umur 36 bulan (U36). Kedua, kondisi 1 bulan pascaovariektomi,
yakni 1) tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV12a),
2) tikus umur 18 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV18), 3) tikus
umur 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV24). Ketiga, kondisi
3 bulan pascaovariektomi, yakni 1) tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan
pascaovariektomi (OV12b). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komponen matriks ekstraseluler dan matriks
seluler pada uterus, kulit, dan tulang menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Tikus umur 18 bulan ditandai dengan mulai terjadinya penurunan hormon
progesteron, kadar kolagen uterus, kadar DNA dan RNA uterus, kadar kolagen
dan RNA kulit, kadar RNA tulang, dan hal ini menjadi dasar penentuan kondisi
premenopause. Tikus umur 30-36 bulan ditandai dengan penurunan secara drastis
kadar hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar DNA dan RNA uterus,
kadar kolagen kulit, kadar RNA kulit, kadar kolagen tulang kadar RNA tulang,
kadar kalsium tulang, rasio Ca/P tulang tibia, dan densitas tulang, dan hal ini
menjadi dasar penentuan kondisi pascamenopause. Tikus ovariektomi yang cocok
digunakan sebagai hewan model pascamenopause menggunakan parameter
kualitas uterus, kulit, dan tulang adalah tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3
bulan pascaovariektomi.
Kata kunci: Kulit, ovariektomi, premenopause, pascamenopause, tulang, tikus,
uterus

59

The Determination of Premenopausal and Postmenopausal Condition Using
Rats as Animal Models
Safrida1, Nastiti Kusumorini2, Wasmen Manalu2, Hera Maheshwari2
1

Student of Doctoral Programme Majoring in Physiology and Pharmacology,
School of Graduate, Bogor Agricultural University, 2Majoring in
Physiology and Pharmacology, Bogor Agricultural University.

ABSTRACT
This study was designed to determine the condition of an animal model for
premenopausal and postmenopausal using uterus, skin, and bone quality
parameters. Experimental design used was Completely Randomized Design
(CRD) consisted of 9 experimental groups, each consisted of 3 rats i.e.,1) rats
aged 12 months (U12), 2) rats aged 18 months (U18), 3) rats aged 24 months
(K24), 4) rats aged 30 months (U30), 5) rats aged 36 months (U 36), 6) rats aged
12 months with one month postovariectomy (OV12a), 7) rats aged 12 months
with 3 months postovariectomy (OV12b), 8) rats aged 18 months with one month
postovariectomy (OV18), and 9) rats aged 24 months with one month
postovariectomy (OV24). The data obtained were analyzed using Analysis of
Variance (ANOVA) followed by Duncan test. The results showed that
extracellular matrix components and cellular matrix of the uterus, skin, and bone
were decreased with the increasing of age. Rats aged 18 months were marked by a
decline in serum progesterone concentrations, uterus collagen concentrations,
DNA and RNA concentrations of uterus, skin collagen concentrations, RNA
concentrations of the skin, RNA concentrations of the bone, and these parameters
were used as premenopausal conditions. Rats aged 30-36 months were marked by
a drastic decline in serum progesterone concentrations, uterus collagen
concentrations, DNA and RNA concentrations of the uterus, skin collagen
concentrations, RNA concentrations of skin, bone collagen concentrations, RNA
concentrations of bone, bone calcium concentrations, ratio of Ca/P in tibial bone,
and bone density and this parameters were used as postmenopausal conditions.
The ovariectomized rats having similar appearances to postmenopausal conditions
were found in rats aged 12 months with 3 months postovariectomy.
Ovariectomized rats that were suitable to be used as animal models of
postmenopausal using uterus, skin, and bone parameters were rats aged 12 months
with three months postovariectomy.

Keywords: Bones, ovariectomy, premenopausal, postmenopausal, rats, skin,
uterus

60

PENDAHULUAN
Penuaan adalah penurunan secara fisiologis fungsi tubuh dan berbagai
sistem organ yang mengakibatkan peningkatan kejadian penyakit serta kehilangan
mobilitas dan ketangkasan (Datau dan Wibowo 2005). Proses menua merupakan
proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk hidup yang meliputi
semua organ tubuh. Perbedaan penurunan fungsi organ tubuh bergantung pada
waktu (Rastogi 2007). Pada proses penuaan, juga terjadi penurunan fungsi
kelenjar endokrin, termasuk kelenjar reproduksi, pada laki-laki disebut
andropause dan pada wanita disebut menopause (Ranakusuma 1992).
Masa klimakterium adalah masa peralihan dari fase reproduktif menjadi
fase nonreproduktif (Wirakusumah 2004). Pada manusia, masa ini dibagi menjadi
empat tahap. Pertama, premenopause, yaitu masa sejak fungsi reproduksi mulai
menurun (Kasdu 2004; Gebbie dan Glasier 2006).

Pada masa ini kadar

progesteron mulai menurun (Walker 1995). Kedua, perimenopause, yaitu masa
perubahan antara premenopause dan menopause, yang ditandai dengan siklus haid
yang tidak teratur dan disertai pula dengan perubahan-perubahan fisiologik
(Zulkarnaen 2003). Pada masa ini produksi estrogen mulai berkurang dan fungsi
ovarium juga mulai menurun (Wirakusumah 2004). Ketiga, menopause, yaitu
kondisi fisiologis pada wanita yang mana menstruasi berhenti secara permanen
akibat penurunan fungsi ovarium yang mengakibatkan penurunan produksi
hormon estrogen (Cassidy et al. 2006). Keempat, pascamenopause, yang ditandai
dengan kadar LH dan FSH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang
rendah (Zulkarnaen 2003).
Menurunnya konsentrasi estrogen dan progesteron dalam darah pada saat
pascamenopause menyebabkan atropi uterus, yang ditandai dengan tidak
terjadinya penebalan endometrium dan kelenjar uterus berada dalam keadaan
tidak mengeluarkan sekresi sehingga uterus mengecil dan bobotnya menurun
(Binkley 1995). Penurunan estrogen dan progesteron juga memiliki dampak pada
fungsi beberapa organ tubuh, di antaranya kulit dan tulang. Berkurangnya kadar
estrogen dan progesteron memiliki dampak negatif pada kulit, yaitu kulit menjadi
lebih tipis, mengendur, dan kehilangan elastisitasnya, produksi kolagen menurun
dan kulit juga menjadi kering. Atropi kolagen merupakan faktor utama yang

61

menyebabkan penuaan kulit (Datau dan Wibowo 2005). Selain itu, penurunan
kadar estrogen dapat menyebabkan gangguan metabolik pada tulang yang dikenal
sebagai osteoporosis (Winarsi 2005).
Penelitian tentang penuaan banyak dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup pada saat memasuki usia tua. Hewan model yang
banyak digunakan dalam penelitian penuaan adalah tikus putih. Pada hewan
percobaan, manipulasi hilangnya estrogen sebagai indikator menopause dilakukan
dengan ovariektomi (Shirwaikar et al. 2003; Devareddy et al. 2008). Namun
hingga saat ini hewan model kondisi premenopause dan pascamenopause dengan
menggunakan kualitas uterus, kulit, dan tulang belum dilaporkan.
Tujuan penelitian ini ialah untuk menetapkan kondisi hewan model
premenopause dan pascamenopause dengan menggunakan parameter kualitas
uterus, kulit, dan tulang. Data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang penggunaan tikus sebagai hewan model penuaan
pada kondisi premenopause dan pascamenopause.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan September 2010-April 2011
dan dilakukan pada beberapa tempat. Pemeliharaan dan ovariektomi tikus
dilaksanakan di kandang hewan percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor, analisis hormon progesteron, kadar kolagen, kadar DNA, dan
kadar RNA di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor, analisis kadar abu tulang dan analisis kalsium
dan fosfor pada tulang dan serum di laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan pengukuran kekuatan
tulang di Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.

62

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelet dari PT. Comfeed
Indonesia, kit Progesteron, BNF, serta bahan pengujian kolagen, RNA, kalsium,
dan fosfor. Alat yang digunakan adalah timbangan, alat-alat bedah, sentrifuge,
Automatic Gamma Counter, spektrofotometer, eksikator, tanur listrik, dan
spektrofotometer serapan atom (AAS).

Metode Penelitian
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini 27 ekor tikus betina strain
Sprague Dawley, yang dibagi ke dalam sembilan kelompok percobaan yang
masing-masing terdiri atas tiga ekor. Kelompok perlakuan tersebut dengan tiga
kondisi hewan. Pertama, kondisi normal yakni, 1) tikus umur 12 bulan (U12), 2)
tikus umur 18 bulan (U18), 3) tikus umur 24 bulan (U24), 4) tikus umur 30 bulan
(U30), dan 5) tikus umur 36 bulan (U36). Kedua, kondisi 1 bulan
pascaovariektomi, yakni 1) tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan
pascaovariektomi (OV12a), 2) tikus umur 18 bulan dalam kondisi 1 bulan
pascaovariektomi (OV18), dan 3) tikus umur 24 bulan dalam kondisi 1 bulan
pascaovariektomi (OV24). Ketiga, kondisi 3 bulan pascaovariektomi, yakni 1)
tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi (OV12b).
Tikus-tikus percobaan tersebut ditempatkan dalam kandang plastik dengan
tutup yang terbuat dari kawat ram dan dialasi sekam. Pakan dan air minum
disediakan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembap, ventilasi
yang cukup serta penyinaran yang cukup dengan lama terang 14 jam dan lama
gelap 10 jam. Masing-masing tikus ditempatkan dalam kandang individu.
Tindakan ovariektomi dilakukan oleh dokter hewan. Semua tikus diadaptasikan di
lingkungan kandang percobaan selama 10 hari. Pada status fase diestrus, semua
tikus dikorbankan. Sebelum dilakukan pembedahan, tikus terlebih dahulu dibius
dengan eter, kemudian masing-masing tikus diambil darahnya secara intrakardial
sebanyak kurang lebih 1 mL. Darah dikoleksi pada tabung penampung,
selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit
sehingga didapatkan serum. Serum digunakan untuk analisis kadar hormon
progesteron, kalsium, dan fosfor. Setelah tikus dikorbankan, uterus dipisahkan

63

dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting kecil, kemudian ditimbang
bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan BNF (buffer formalin)
10% untuk analisis kadar kolagen, DNA, dan RNA. Kulit bagian dorsal
dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting, selanjutnya
dibersihkan dengan menggunakan alat pencukur dan dimasukkan ke dalam larutan
BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, DNA, dan RNA. Tulang tibia-fibula
sebelah kiri dan sebelah kanan dipisahkan dari jaringan lunak dengan
menggunakan gunting kecil, selanjutnya tulang tibia sebelah kiri dimasukkan ke
dalam BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, DNA, RNA, densitas tulang, dan
kekuatan tulang, sedangkan tulang tibia sebelah kanan disimpan di freezer pada
suhu -20 oC untuk analisis kadar kalsium, kadar fosfor, dan kadar abu (Gambar 8).

Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati ialah bobot badan, kadar hormon progesteron
menggunakan metode RIA, kadar kolagen, kadar DNA, dan kadar RNA uterus,
kulit, dan tulang sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Manalu dan
Sumaryadi (1998), kadar kalsium serum dan tulang (Reitz et al. 1960), kadar
fosfor serum dan tulang (Taussky & Shorr 1953), kadar abu tulang (AOAC 1990),
panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang (metode Arjmandi et al. 1996), serta
uji kekuatan tulang tibia merupakan adopsi dari metode uji kekuatan tekan glulam
yang dilakukan oleh Bahtiar (2008) dan uji kekuatan tekan kayu (Mardikanto et
al. 2011). Adapun prosedur kerja masing-masing parameter dapat dilihat pada
Lampiran 1-9.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%
(α=0.05), serta uji korelasi dengan menggunakan perangkat lunak software SAS
9.1.3 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

64

Bagan alur penelitian sebagai berikut:

Tikus betina dibagi dalam 9 kelompok

Kondisi
normal

kondisi 1 bulan
pascaovariektomi

umur 12 bulan (U12)
umur 18 bulan (U18)
umur 24 bulan (U24)
umur 30 bulan (U30)
umur 36 bulan (U36)

kondisi 3 bulan
pascaovariektomi

umur 12 bulan (OV12a)
umur 18 bulan (OV18)
umur 24 bulan (OV24)

umur 12 bulan
(OV12b)

dibedah pada fase diestrus

Tulang: kadar kolagen
tulang, kadar DNA dan
RNA tulang, panjang
tulang, bobot tulang,
densitas tulang, kadar abu,
kadar kalsium dan fosfor
pada tulang dan serum.

Kulit: kadar
kolagen kulit, kadar
DNA dan RNA kulit

Uterus: kadar
kolagen uterus,
kadar DNA dan
RNA uterus

Luaran: Penetapan kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause
Gambar 8 Bagan alur penelitian Tahap I

65

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Progesteron dan Bobot Badan
Rataan kadar progesteron serum dan bobot badan tikus normal dan
ovariektomi pada berbagai tingkatan umur disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus normal berpengaruh nyata (P