PEMIKIRAN HUKUM: Sebuah Konstruksi Epistemologi dalam Pemikiran Berbasis Nilai Budaya Hukum Indonesia
Bab. I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan bernalar dari para penstudi hukum1 dengan beragam motivering2 yang
menopangnya, selalu berada dalam pusaran tarikan keanekaragaman kerangka orientasi
berpikir yuridis yang terpelihara dalam sebuah sistem autopoesis, sehingga dapat
berkembang menurut logikanya sendiri, dan eksis sebagai sebuah model penalaran yang
khas sesuai dengan tugas profesionalnya sebagai pengembanan hukumnya.
Di lingkungan penstudi hukum teoretis, model penalaran hukum yang
dipergunakan oleh penstudi hukum teoretis, telah berkembang seiring dengan munculnya
berbagai pemikiran tentang hukum, baik yang bersumber dari kelompok pemikir yang
berada dalam domain ilmu dogmatik hukum, teori hukum, maupun domain filsafat
hukum, yang berada di dalam lingkungan keluarga sistem hukumnya masing-masing.
1
Istilah penstudi hukum dimunculkan pertama kali oleh C.J.M. Schyut yang kemudian
diperkenallkan dan disosialisasikan oleh Bernard Arief Sidharta dan Shidarta. Penstudi
hukum dalam tulisan ini diartikan kepada banyak pemegang peran, yang meliputi “partisipan”
dan “pengamat”. Partisipan adalah penstudi hukum sekaligus pengemban hukum (yang
menurut Arief Shidarta pengertiannya lebih luas daripada sekadar praktisi hukum, karena di
dalamnya termasuk para teoretisi atau akademisi hukum juga. Jadi istilah partisipan dapat
diidentikkan dengan “fungsionaris hukum” yang mengandung arti penyandang profesi tertentu
yang membuat hukum itu berfungsi, baik dalam tataran teoretis maupun praktis sedangkan
pengamat adalah penstudi hukum, tetapi bukan pengemban hukum); sedangkan pengamban
hukum, yang diartika sebagai kegiatan manusia berkenaan dengan adanya dan berlakunya
hukum di masyarakat, dapat dibedakan menjadi pengembanan hukum teoretis dan
pengembanan hukum praktis. Lihat lebih lanjut Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang
Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan
Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Bandung:
Mandar Maju, 2000 dan Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks
Keindonesiaan. Bandung: CV. Utomo, 2006, hal. 28, 32, 318 - 374
2
Motivering adalah pertimbangan yang bermuatan argumentasi, lihat Bernard Arief Sidharta, Parktisi
Hukum dan Perkembang Hukum, dalam I.S. Susanto dan Bernard L. Tanya (Ed.), Wajah Hukum di Era
Reformasi: Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2000, Hal. 206
1
2
Adanya keragaman tawaran konsep (concept), proposisi atau pernyataan
(proposition, statement) dan penalaran (reasoning) yang ada pada kelompok pemikir di
masing-masing domain, menyebabkan setiap pengemban hukum memiliki keleluasaan
untuk melakukan pilihan terhadap satu orientasi berpikir yuridis (model penalaran)
tertentu, sesuai dengan tugas-tugas profesional pengembanan hukum yang dilakukannya .
Hanya saja pilihan tersebut tidaklah dapat dilakukan dalam ruang hampa. Prosesproses internal (kognitif) dalam kegiatan menalar, haruslah selalu merujuk pada beragam
kode3 yang diproduksi dan direproduksi secara otonom oleh hukum sebagai sebuah
sistem autopoesis4. Dalam hal ini Hakim sebagai salah satu pengemban hukum praktis,
harus mampu menemukan, membaca, menafsirkan dan menerapkan kode-kode hukum
3
4
Penciptaan sistem kode sebagai hasil sistem komunikasi yang dilakukan oleh semua sistem didalam
masyarakat, ebagaimana dekemukakan oleh Gunther Teubner, Richard Nobles, dan David Schiff, “ ….
To put this in simpler terms, what occurs within modern society is the growth of specialist
languages. This is a system of differentiation. But the differentiation is not at the level of role or
function (law is a dispute resolution system, politics is a decsion making system, etc), but in language.
Different systems of communication encode the world in different ways. The legal system encodes
the world into what is legal and illegal. Medicine encodes the world into what is healthy and
unhealthy. Science encodes the world into what is true or false. Accountancy constructs the
world into debits and credits. The Economy perceives the world in terms of profits and losses. Lihat
lebih lanjut Gunther Teubner, Richard Nobles, dan David Schiff, The Autonomy Of Law: An
Introduction to Legal Autopoiesis dalam David Schiff and Richard Nobles (eds.), Jurisprudence,
London : Butterworth, 2003.
Hukum sebagai suatu sistem autopoesis pertama kali diperknalkan oleh Niklass Lukhman, yang
dikembangkan dan diperdalam lebih lanjut oleh Gunther Teubner, Richard Nobles, David Schiff.
Hukum sebagai suatu sistem autopoesis dibangun dari dua konsep utama, yaitu: (1) The law is defined
as an autonomous system whose legal operations form a closed network. This idea of an autopoietic
operational closure is different from the inadequate concept of relative autonomy (e.g. Lempert
1987), which regards law as being more or less dependent on society and the main question is to
determine empirically the precise balance between its internal and external causation; (2)
Heteronomy (law's interrelationship with other social domains) is treated as 'structural coupling'.
This view, expounded by Maturana, involves the multiple membership of legal communications
in other autonomous domains. lihat lebih lanjut David Schiff and Richard Nobles (eds.), Jurisprudence,
Butterworth: London, 2003. bandingkan dengan Gunther Teubner and Alberto Febbranjo, State, Law
and Economy As Autopoeitic System : Regulation and Autonomy in A New Perspective, Milan : Dot. A
Giuffre, 1992. sedangkan untuk pengertian unsur-unsur sistem autopoesis, lihat Goerge Ritzer dan
Douglas J Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasij sampai Perkembangan Mutkahir
Teori Sosial Postmodern, diterjemahkan oleh Nurhadi, Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2008, hal 357-358
3
dengan baik dan benar, sebagai bagian dari upaya untuk melakukan “ .... encodes the
world into what is legal and illegal....”5
Disisi lain, proses-proses eksternal dalam kegiatan bernalar, tidak dapat
dilepaskan dari konteks kerangka teoretis, filosofis dan paradigma yang diyakininya,
yang acapkali --- secara sadar ataupun tidak --- dimuati dan tercampur oleh kepentingankepentingan kultural, sosioligis, dan politis.
Hal ini yang kemudian menyebabkan,
pemikiran apriori, pra-anggapan, prasangka dan praduga tentang klaim kebenaran suatu
metode penalaran yang “seharusnya” digunakan pun tumbuh subur dilingkungan
komunitas penstudi hukum teoretis. Klaim tersebut kemudian diperkuat oleh argumenargumen para filusuf hukum, teoretisi, maupun praktisi berdasarkan landasan paradigma,
aliran filsafat dan kerangka teoretisnya yang dikukuhinya.
Dalam arena discursive field diantara berbagai metode penalaran yang seharusnya
digunakan oleh penstudi hukum teoretis, metode penalaran deduktif, yang tertambat erat
pada madzab hukum positivistik menjadi pilihan utama (bila tidak dapat dikatakan
menjadi satu-satunya pilihan), yang secara perlahan menjelma menjadi kekuatan yang
menghegemoni, untuk kemudian memarginalisasikan atau bahkan pada taraf-taraf
tertentu membungkan6 metode penalaran lain yang seharusnya juga dapat digunakan.
Alur sejarah kegiatan bernalar penstudi hukum teoretis di Indonesia adalah
perjalanan sejarah penerapan model penalaran deduktif, meskipun di periode tertentu dan
dalam kasus khusus, terdapat penerapan model penalaran yang menyempal dari
5
6
Ibid.
Daniel Sparringa, Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang Demokratis : Kajian
Politik, Disampaikan dalam seminar nasional Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang
Demokratis dan Konggres Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia, yang diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum Universitas Dipenegoro Semarang, Tanggal 15-15 April 1998, hal. 4.
4
mainstream penalaran deduktif tersebut. Sebuah kekuatan yang oleh Stajipto Rahardjo
disebut sebagai kekuatan hukum progresif, yaitu kekuatan yang menolak dan ingin
mematahkan keadaan status quo. Mempertahankan status quo adalah menerima
normativitas dan sistem yang ada tanpa ada usaha untuk melihat aneka kelemahan di
dalamnya lalu bertindak mengatasi. Hampir tidak ada usaha untuk melakukan perbaikan,
yang ada hanya menjalankan hukum seperti apa adanya dan secara "biasa-biasa" saja
(business as usual).7
Hakim Agung Bismar Siregar8, yang pada titik tertentu menggunakan hati nurani
dalam mengambil keputusan9, dan melakukan terobosan hukum dalam menegakkan
keadilan. Demikian pula Benjamin Mangkudilaga, yang tidak mau terkooptasi begiu saja
terhadap kekuasan eksekutif orde baru, serta dipandang sebagai ikon seorang hakim yang
punya integritas diri dalam menegakkan keadilan.10 Merupakan exemplar dari para hakim
yang tidak begitu saja merapkan logika deduktif di dalam putusan-putusannya.
7
8
9
10
Satjipto Rahardjo, Bersatulah Kekuatan Hukum Progresif, http://unisosdem.org/ekopol_
detail.php?aid=4438&coid=3&caid=21. sumber kompas 6 september 2004
Hal ini antara lain terlihat ketika Beliau menjadi hakim Pengadilan Tinggi Sumatra Utara, menambah vonis
pengadilan tingkat pertama sampai 10 kali lipat. Ini dilakukannya pada perkara Cut Mariana dan Bachtiar Tahir,
dari yang semula divonis 10 bulan penjara oleh PN Medan karena tuduhan memperdagangkan 161 kilogram ganja
kering, kemudian dirubah, masing-masing menjadi 15 dan 10 tahun penjara. Demikain pula ketika Bismar
mengubah hukuman bagi seorang kepala sekolah yang mencabuli muridnya sendiri, dari tujuh bulan (oleh PN
Tanjungbalai) menjadi tiga tahun (oleh Pengadilan Tinggi Sumut). Dalam kasus ini Bismar menafsirkan kata
barang dalam Pasal 378 KUHP yang dituduhkan dilanggar oleh terdakwa bisa berarti "jasa". Ini dikaitkannya
dengan istilah bonda (barang) dalam bahasa Tapanuli, yang juga bisa berarti alat kelamin. Lihat Ensiklopedi Tokoh
Indonesia, Bismar Siregar (01) Cermin Kebeningan Nurani Hakim http://tokohindonesia.com/
ensiklopedi/b/bismar-siregar/biografi/01.shtml, 26-10-2006
Sebab baginya, hati nurani tidak bisa diajak berbohong. Dia merasa sangat bersyukur dan bahagia sekali tidak
masuk lingkaran hakim yang bisa disuap atau dibeli. Karena itu Bismar Siregar, satu pendekar hukum langka yang
berani melawan arus demi tegaknya keadilan. Baginya, undang-undang, hukum dan kepastian hukum, hanya sarana
untuk mencapai keadilan.
Saat menjadi Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, beliau memenangkan gugatan majalah Tempo
yang dibredel pemerintah Orde Baru, terhadap Menteri Penerangan Harmoko. Sebelumnya, ia juga telah
memenangkan gugatan lima perusahaan future trading terhadap Menteri Perdagangan yang mencabut SIUP
mereka. Juga menjatuhkan putusan hukuman mati terhadap terdakwa Lince, yang membunuh suaminya sendiri di
Pengadilan Negeri Bandung, pada 1986. Serta putusan menolak gugatan petani Cimacan, Jawa Barat, yang
lahannya dijadikan lapangan golf.
5
Dua ikon tersebut memberi sinyal, bahwa ditengah dominasi dan hegemoni
penerapan logika deduktif
masih terdapat penstudi hukum “kecil” lain, yang
termarginalisasikan dan terpinggirkan, baik ditingkat nasional maupun lokal11, yang
memilih dengan sadar, penerapan logika yang berbeda dengan logika deduktif, karena
bagaimana pun, sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, kekuatan hukum
progresif akan mencari berbagai cara guna mematahkan kekuatan status quo.
Selama ini belum pernah dilakukan penelitan secara komprehensif tentang
kemungkinan adanya keragaman model penalaran dari penstudi hukum teoretis di
Indonesia. Untuk itulah melalui penelitian ini akan dikaji lebih jauh dan mendalam
bagaimana sesungguhnya profil model penalaran hukum dari penstudi hukum teoretis di
Indonesia.
Kemunculan model penalaran deduktif yang tertambat erat dengan madzhab
filsafat hukum positivistik demikian kuat mengakar di antara para penstudi hukum
teoretis. “Kesetiaan” pada optik yang bersifat preskriptif, dengan tujuan utama membuat
keputusan guna mencapai nilai dasar kepastian hukum, serta selalu berupaya
mensterilkan hukum dari faktor-faktor ekstra legal (memandang hukum sebagai lembaga
otonom)12, sepertinya tidak pernah tergoyahkan oleh berbagai perubahan yang terjadi,
dan “kebal” terhadap berbagai kritik yang dilontarkan.
Para ahli hukum dari keluarga sistem hukum civil law, pada dasarnya berada
dalam arus besar pemikiran bahwa “law as it is written in the books”. Pola penalaran ini
11
12
Hasil penelitan Bank Dunia pada tahun 2004, menemukan sejumlah idealis dan para vigilante di tingkat
lokal. Ada jaksa yang dengan inisiatif sendiri melakukan terobosan untuk mempercepat proses
peradilan. Ada hakim yang tidak mau diajak korupsi meski akhirnya harus dikucilkan, Lihat lebih
lanjut World Bank, Village Justice In Indonesia, Case studies on access to justice, village democracy
and governance, February 2004
Kelik Wardiono, Metodologi Penelitian Hukum dengan Pendekatan Doktrinal, Buku Pegangan Kuliah,
Surakarta : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004, Hal. 11-14.
6
makin mendapat penguatan pada abad ke - 19, yakni setelah Hans Kelsen mengintrodusir
ajaran Hukum Murni ( reine Rechtslehre )-nya. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, para
ahli hukum [Eropa] kontinental memang memandang hukum sebagai norma-norma
positif dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Akibatnya metode penalaran
(termasuk metode penelitian) yang dikembangkan para ahli hukumnya adalah doktrinal,
bersaranakan terutama pada logika deduksi untuk membangun sistem hukum positif13
Interaksi model penalaran deduktif yang dipergunakan oleh penstudi hukum
teoretis, dengan berbagai model penalaran lain yang dikenal dalam teori hukum dan
filsafat hukum yang bersumber dari keluarga civil law ataupun common law, sepertinya
tidak dapat menembus konsepsi inti mindset dari para penstudi hukum teoretis yang
terbangun oleh tradisi ilmu yang berakar pada ilmu hukum yang muncul sejak ilmu
hukum Romawi muncul pada abad ke 1 s/d 4,14 kemudian dikembangkan oleh Irnerius di
stadium civile Bologna pada abad ke- 14, dan berpengaruh sangat kuat di Eropa sampai
ke Amerika pada abad ke-19.15
Pergumulan antara upaya untuk mewujudkan salah nilai dasar hukum, yaitu
kepastian hukum, dengan tuntutan untuk memperhatikan dan mengupayakan terwujudnya
nilai dasar hukum yang lain, yaitu keadilan dan kemanfaatan, menjadi pusaran utama
dalam arena diskursif dalam menentukan model penalaran yang idealnya dipergunakan
oleh penstudi hukum teoretis dalam menjalankan fungsi-fungsi pengembanan hukumnya.
13
14
15
Soetandyo Wignjosoebroto, Konsep Hukum, Tipe Kajian dan Metode Penelitiannya, makalah yan
disampaikan pada penataran Metodologi Penelitian Hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar, 4 – 5
Februari 1994, hal. 1 – 3.
Shidarta, Op. Cit, hal. 171
Ibid, hal. 167
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan problematika penelitian sebagaimana terdeskripsi dalam latar
belakang di atas, maka masalahnya dapatlah dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah corak epsitemologi yang dipergunakan oleh para penstudi hukum
teoretik di Indonesia?
2. Bagaimanakah model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan corak epsitemologi yang dipergunakan oleh para penstudi hukum
teoretik di Indonesia.
2. Mendeskripsikan model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke
Indonesiaan.
Manfaat yang akan diperoleh melalui penelitian adalah sebagai berikut :
1. Melalui penemuan tentang corak epsitemologi yang selama ini digunakan oleh para
penstudi hukum teoretik di Indonesia, serta menemukan model ideal epsitemologi
yang dapat digunakan oleh hakim,
penelitian ini akan memberikan sumbangan
teoretis dalam pengembangan aspek-aspek epistemelogi dari ilmu hukum
8
2. Dengan dilakukannya kajian tentang aspek epistemologi ilmu hukum, maka secara
teoretis akan terungkap bagaimana proses terbentuknya ide-ide, pengetahuan dan
pemikiran, sebuah metode bernalar yang secara sistematik mempengaruhi tradisi
berpikir di lingkungan penstudi hukum teoretik, yang pada akhirnya akan
menemukan the fundamental codes of culture tentang metode penalaran penstudi
hukum teoretik di Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk
membangun
model ideal penalaran hukum, yang sesuai dengan konteks ke
Indonesiaan.
3. Dengan ditemukannya model ideal penalaran hukum dari penstudi hukum teoretik,
yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan maka secara praktis dapat dijadikan
alternatif bagi penstudi hukum teoretik dalam mempelajari dan mengambangkan
objek dari ilmu hukum.
D. Metode Penelitian
Subjek penyelidikan dalam penelitian ini adalah pemikiran dari para penstudi
hukum teoretik, tentang aspek epistemologi dari ilmu hukum.
Data yang diteliti adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan,
khususnya di bidang epsitemologi. Data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder
yang berupa artikel ilmiah, jurnal ilmiah, makalah buku teks dan disertasi dari 6
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program doktor ilmu hukum. Pengumpulan
data-data dengan studi kepustakaan tersebut saling memberikan verifikasi, koreksi,
9
pelengkapan dan pemerincian.16 Proses analisis data, dimulai dengan menelaah seluruh
data tentang asek epistemologi dalam ilmu hukum yang selama ini berkambang di
Indonesia, serta berbagai pemikiran hukum beberapa tokoh yang tersedia dari berbagai
sumber, yang menjadi bahan kajian penelitian. Agar dapat memberikan interpretasi tepat
mengenai pikiran para tokoh bersangkutan, maka konsep-konsep pemikiran hukumnya
dikaji menurut keselarasannya satu sama lain. Selanjutnya, ditetapkan inti pemikiran
yang mendasar dan topik-topik yang sentralnya, diteliti susunan logis-sistematis dalam
perkembangan pemikiran hukumnya. Karya tokoh yang menjadi subjek penelitian dikaji
dengan membuat analisis konsep pokok pemikiran satu persatu, agar dari mereka dapat
ditarik simpulan.
Berdasarkan penelaahan kepustakaan terhadap data tersebut, kemudian dilakukan
rekonstruksi dan abstraksi. Rekonstruksi yang dimaksudkan adalah menyusun kembali
pemikiran hukum
yang tersebar dari berbagai sumber kepustakaan dengan cara
melakukan klasifikasi pokok-pokok pemikiran, dari para tokoh pemikir di Indonesia.
Sedangkan
abstraksi merupakan aktivitas intelektual untuk mensistematisasikan
pandangan dasar atau inti pemikiran hukum yang merupakan konkretisisasi sebagai hasil
dari rekonstruksi yang menghasilkan proposisi-proposisi, sehingga menjadi satu kesatuan
konsep pemikiran yang utuh. Dengan demikian, simpulan-simpulan yang disajikan
merupakan refleksi dari para pemikir hukum yang otentisitas faktualnya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
16
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta:
Kanisius, 1990, hal.94.
222
Daftar Pustaka
Al Faruqi, Ismail Raji. 1985. Mengislamkan Ilmu-Ilmu Sosial. dalam Abubakar Bagader
(ed.). Islamisasi Ilmu-Ilmu Sosial (Islam And Sociological Perspective ).
Alibasa Muchtar Effendi Harahap. Yogyakarta : PLP 2M. 1985. Hal. 16 –
17.
Alatas, Syed Farid 1994. Agama dan Ilmu-ilmu sosial. dalam jurnal Ulumul Qur’an.
No2. vol 5
Azizy, A. Qodri. 2002. Eklektisisme Hukum Nasional Kompetisi Antara Hukum Islam
dan Hukum Umum. Yogyakarta: Gama Media
Bagir, Zainal Abidin. 2005. Pengilmuan Islam dan Integrasi Ilmu dengan Etika:
Gagasan Kuntowijoyo. disampaikan dalam seminar Apresiasi Hidup dan
Pemikiran Kuntowijoyo. di University Center UGM. 26 Mei 2005.
Baharuddin, Azizan. 2003. Thinking Science in the Muslim World: Integrating Science
and Religion for Development. makalah International Conference on
Religion and Science in the Post-Colonial World. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. 2-5 Januari. 2003.
Bakar, Osman. 1994. Tauhid dan Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains
Islam. Bandung: Pustaka Hidayah.
Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius
Berger, Peter dan Thomas Luckmann. 1967. The Social Construction of Reality . Garden
City. NY.: Anchor Books
Berger, Peter L. 1991. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial (The Sacred
Canopy). alih bahasa Hartono. cet. 1 Jakarta : LP3S.
Capra, Fritjof. 2000. Titik Balik Peradaban. Sains. Masyarakat dan Kebangkitan
Kebudayaan. Diterjemahkan oleh M. Thoyibi dari judul The Turning
Point: Science. Society and the Rising Culture. Cetakan kelima. Jakarta;
Bentang Budaya.
Chand, Hari 1994. Modern Jurisprudence. Malaysia : International Law Book Services
Selangor darul Ehsan..
223
Chariri, Anis. 2009. Critical Theory. http://74.125.153.132/ search?. Semarang : Fakultas
Ekonomi UNDIP
Fahmi, M.
2005. Islam Transendental (Menelusuri jejak-jejak Pemikiran Islam
Kuntowijoyo). Yogyakarta: Pilar Media.
Friedmann, W. 1953. Legal Theory (Third Edition). London: Stevens & Sons Limited
Golshani, Mehdi. 2003. Science and the Sacred: Sacred Science vs. Secular Science.
makalah International Conference on Religion and Science in the PostColonial World. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. 2-5 Januari.
Gray, David J. 1968. Value Free Sociology: A Doctrine of Hypocrisy and
Irresponsibility. dalam Morris L. Medley dan James E. Conyers
(Ed.). Sociology for The Seventies . New York: John Wiley.
Hadjon, Philipus M. dan Tatiek Sri Djatmiati. 2005. Argumentasi Hukum. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Hardiman, F. Budi . 1990. Kritik Ideologi. Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan.cet.
2. Yogyakarta : Kanisius
______________.
1994. Ilmu Sosial dalam Diskursus Modernisme dan
Pascamodernisme. dalam Suplemen Jurnal Ulumul Quran. (Nomor 1.
Vol. V. Th. 1994).
______________. 2009. Melampaui Positivisme dan Modernitas: Diskursus Filosois
tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas. Yogyarakta : Penerbit
Kanisius.
Hart, H.L.A. 1972. The Concept of Law. London : Oxford University Press.
Hidayat, Komaruddin. 2002. Ketika Agama Menyejarah. dalam PERTA: Jurnal
Komunikasi Perguruan Tinggi Agama Islam. Vol. V/No.1/2002. Jakarta:
Ditperta Depag RI dan LP2AF.
Ismail,
Faisal. 1987. Percikan Pemikiran Islam. Yogyakarta: Bina Usaha. 1984;
Nurcholis Madjid. Islam. Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung:
Mizan.
Kartanegara, Mulyadi. 2003. Ketika Sains Bertemu Filsafat dan Agama. dalam Jurnal
Relief. Vol. 1. No. 1. Januari 2003. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan
__________. 1999. Paradigma Baru Ilmu-ilmu Islam: Ilmu Sosial Profetik Sebagai
Gerakan Intelektual. Jurnal Mukaddimah. Nomor 7. Tahun V/1999.
224
__________. 2005. Islam Sebagai Ilmu. Jakarta: Teraju.
___________. 2001. Muslim Tanpa Masjid . Bandung : Mizan.
___________. 1991. Paradigma. Islam: Interpretasi Untuk Aksi . Bandung : Mizan.
Kusumohamidjojo, Budiono 2004. Filsafat Hukum Problematik Ketertiban yang Adil.
Jakarta: Grasindo.
Lexy, Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Madjid, Nurcholish. 1997. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina.
Marmor, Andrei. 2005. Interpretation and Legal Theory. Hart Publishing. Oxford and
Portland. Oregon.
Marzuki, Peter mahmud. 2005. Arti Penting Hermeneutik dalam Penerapan Hukum.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum. pada
Fakultas Hukum Universitas Airlangga. 17 Desember 2005.
Mertokusumo, Sudikno. 2004. Penemuan Hukum. sebuah pengantar.
Liberty.
Yogyakarta:
Meuwissen, D.H.M. Pengembanan Hukum. terjemahan B. Arief Sidharta. Majalah Pro
Justitia Tahun XII No. 1. Januari 199 4. hlm. 61- 81
Muhadjir, Noeng. 1989. Wahyu dalam Paradigma Penelitian Ilmiah Pluralisme
Metodologik: Metodologi Kualitatif”. dalam Taufik Abdullah dan Rusli
Karim (ed.). Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Tiawa Wacana.
Nakosteen, Mehdi. 1996. Kontribusi Islam atas Dunia Inetelektual Barat-Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Nasution, Harun. 1996. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.
Polkinghorne, Donald. 1983. Methodology for the Human Sciences. Albany: State
University of New York Press.
Posner, Richard A. 1990. The Problems of Jurisprudence. Harvard University Press.
Cambridge.
Praja, Juhaya S. 1995. Filsafat Hukum Islam. Bandung: LPPM Universitas Islam
Bandung.
Pranarka, A.M.W. 1997. Pendekatan Multi Interdisiplin Sebuah Refleksi Kefilsafatan.
makalah seminar Fakultas filsafat UGM. Yogyakarta.
225
Rachman, Budhy Munawar. 2001. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.
Jakarta: Paramadina.
Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
______________.
2004.
Bersatulah
Kekuatan
Hukum
Progresif.
http://unisosdem.org/ekopol_
detail.php?aid=4438&coid=3&caid=21.
sumber kompas 6 september 2004
Rakhmat, Jalauddin. 2004. Hikmah Muta’aliyah : Filsafat Islam Pasca Ibn Rusyd. kata
Pengantar dalam buku. Mulla Shadra. Hikmah Al-Arsyiah (Kearifan
Puncak). diterjmahkan oleh Dimitri Mahayana dan Dedi Djuanidi. cet-keII. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rasjidi., Lili & I.B. Wiyasa Putra. 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung:
Remadja Rosda Karya..
Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi. 2001. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. cet. 8
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Ritzer, George 1985. Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Sociology: A
Multiple Paradigm Science) . disadur oleh Alimandan. Jakarta : Rajawali
Press.
Ritzer, Goerge dan Douglas J Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi
Klasij sampai Perkembangan Mutkahir Teori Sosial Postmodern.
diterjemahkan oleh Nurhadi. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Safi, Louay. 2001. Ancangan Metodologi Alternatif: Sebuah Refleksi Perbandingan
Metode Penelitian Islam dan Barat . ( The Foundation of Knowladge: A
Comparative Study In Islamic and Western Methodes of Inquiry ). alih
bahasa Imam Khoiri. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Schiff, David and Richard Nobles (eds.). 2003. Jurisprudence. Butterworth: London.
Schuon, Fitjof. 1975. Logic and Transcendence. London: Perenial Books Ltd.
Shidarta. 2006. Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Keindonesiaan.
Bandung: CV. Utomo.
Sidharta, Bernard Arief. 2002. Disiplin Hukum: tentang Hubungan antara Ilmu Hukum.
Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Jurnal Pro Justitia . Tahun XX No. 3.
Juli
___________________. 2000. Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian
tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai
226
Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia. Bandung:
Mandar Maju
________________. 2000. Parktisi Hukum dan Perkembang Hukum. dalam I.S. Susanto
dan Bernard L. Tanya (Ed.). Wajah Hukum di Era Reformasi: Kumpulan
Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo. S.H.
Bandung : Citra Aditya Bakti.
Sinha, Surya Prakash. 1993. Jurisprudence Legal Philosophy in A Nutshell. West
Publishing Co. St.Paul. Minn.
Sparringa, Daniel. 1998. Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang
Demokratis : Kajian Politik. Disampaikan dalam seminar nasional
Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang Demokratis dan
Konggres Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia. yang diselenggarakan
oleh Fakultas Hukum Universitas Dipenegoro Semarang. Tanggal 15-15
April 1998.
Subhan, Arief. 1994. Dr. Kuntowijoyo: al-Quran Sebagai Paradigma. Jurnal Ulumul
Quran. Nomor 4. volume V
Sunggono, Bambang 1998. Metodologi Penelitian hukum. Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
Suriasumantri, Jujun S. 1996. Ilmu dalam Perspektif Moral. Sosial. dan Politik; Sebuah
Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa ini. Jakarta. Gramedia.
Susesno, Franz Magnis. 2005. Pijar-Pijar Filsafat : Dari Gotholoco ke Filsafat
Perempuan . dari Adam Müller ke Postmodernisme. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius.
Syukur, M. Amin. 1999. Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad
21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teubner, Gunther and Alberto Febbranjo. 1992. State. Law and Economy As Autopoeitic
System : Regulation and Autonomy in A New Perspective. Milan : Dot. A
Giuffre.
Teubner, Gunther Richard Nobles. dan David Schiff. 2003. The Autonomy Of Law: An
Introduction to Legal Autopoiesis dalam David Schiff and Richard
Nobles (eds.). Jurisprudence. London : Butterworth.
Wardiono, Kelik. 2004. Metodologi Penelitian Hukum dengan Pendekatan Doktrinal.
Buku Pegangan Kuliah. Surakarta : Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
227
Wibisono, Koento. 1992. Dampak Teknologi Terhadap Kebudayaan. dalam Karim.
Rusli. M. & Ridjal Fauzi (Ed.). Dinamika Ekonomi dan Iptek dalam
Pembangunan. Yogyakarta : Tiara Wacana.
________________. 1997. Gagasan Strategik tentang Kultur Keilmuan pada Pendidikan
Tinggi. dalam Achmad Charis Zubari dkk. (Peny.). Aktualisasi Filsafat:
Upaya Mengukir Masa Depan Peradaban. Jurnal Filsafat Edisi Khusus.
Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Wignjosoebroto, Soetandyo. 1994. Konsep Hukum. Tipe Kajian dan Metode
Penelitiannya. makalah yan disampaikan pada penataran Metodologi
Penelitian Hukum di Universitas Hasanuddin. Makassar. 4 – 5 Februari
1994.
World Bank. 2004. Village Justice In Indonesia. Case studies on access to justice. village
democracy and governance.
Yunus, Ilyas ba dan Farid Ahmad. 1988. Sosiologi Islam dan Masyarakat
Kontemporer ( Islamic sociologi: an Introduction ). alih bahasa Hamid
Basyaib. Bandung : Mizan
Zafer, M.R. 1994. Jurisprudence an Outline. Kuala Lumpur : International Law Book
Services.
Zubair, Achmad Charris. 1997. Landasan Aksiologi Ilmu Pengetahuan. makalah seminar
di Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta.
LAPORAN HASIL PENELITIAN
HIBAH KOMPETENSI
PEMIKIRAN HUKUM:
Sebuah Konstruksi Epistemologi dalam Pemikiran
Berbasis Nilai Budaya Hukum Indonesia
JENIS KEGIATAN : PENELITIAN
KETUA TIM
Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati,S.H.,M.Hum
ANGKATAN KE I
TAHUN KE-III
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur, Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan karunia dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat melakukan penelitian dan
menyelesaikan penyusunan laporan penelitian ini.
Penelitian yang berjudul : PEMIKIRAN HUKUM:
Epistemologi dalam
Sebuah Konstruksi
Pemikiran Berbasis Nilai Budaya Hukum Indonesia
merupakan penelitian hibah kompetensi yang dilakukan sebagai upaya untuk
mengetahui secara mendalam aspek-aspek epsitemologi untuk membangun ilmu hukum
berbasi budaya hukum Indonesia.
Sebagai rasa syukur atas terselesaikannya penelitian ini, ungkapan rasa terima
kasi, kami haturkan kepada DP2M Dirjen Dikti dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas sehingga terlaksananya penelitian ini. Pada akhirnya penulis berharap
semoga laporan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Oktober 2010
Tim Peneliti
iii
Daftar Isi
Hal
Halaman Pengesahan ................................................................................................
ii
Prakata.......................................................................................................................
iii
Daftar Isi....................................................................................................................
iv
BAB
I. PENDAHULUAN .................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................
C. Tujuan Penelitian..............................................................................
D. Manfaat Penelitian..............................................................................
E. Metode Penelitian...............................................................................
1
1
7
7
7
8
LANDASAN TEORETIS
A. Model Penalaran : Sebuah Deskripsi Umum......................................
1. Penalaran dengan model deduktif ................................................
2. Penalaran dengan model induktif ...............................................
3. Penalaran dengan model abduktif ...............................................
B. Model Penalaran Hukum : Sebuah Ancangan Teoretis.....................
1. Aliran Pemikiran Hukum Kodrat (Hukum Alam)......................
2. Aliran Pemikiran Positivistis.......................................................
3. Aliran Pemikiran Sosiologi Hukum............................................
C. Penstudi Hukum................................................................................
10
13
19
19
22
23
40
50
56
BAB. II
BAB. III HASIL PENELITIAN DAN PEMVAHASAN
A. Corak Epsitemologi yang Dipergunakan Oleh Para
Penstudi Hukum Teoretik Di Indonesia..........................................
B. Model Ideal Epsitemologi yang Sesuai Dengan
Konteks Ke Indonesiaan ................................................................
160
BAB. IV PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................
B. Saran.............................................................................................
218
221
DAFTAR PUSTAKA........................……………………………………………
222
iv
64
Ringkasan
PEMIKIRAN HUKUM:
Sebuah Corak Epistemologi dalam Pemikiran Hukum di Indonesia
Oleh : Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati,S.H.,M.Hum
Penelitian yang berjudul Pemikiran Hukum: Sebuah Corak Epistemologi dalam
Pemikiran Hukum di Indonesia, memfokuskan kajiannya pada corak epsitemologi yang
dipergunakan oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia dan model ideal
epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan.
Penelitian yang bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan corak epsitemologi yang
dipergunakan oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia dan; (2) mendeskripsikan
model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan, memberikan
manfaat : (1) Melalui penemuan tentang corak epsitemologi yang selama ini digunakan
oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia, serta menemukan model ideal
epsitemologi yang dapat digunakan oleh hakim, penelitian ini akan memberikan
sumbangan teoretis dalam pengembangan aspek-aspek epistemelogi dari ilmu hukum; (2)
Dengan dilakukannya kajian tentang aspek epistemologi ilmu hukum, maka secara
teoretis akan terungkap bagaimana proses terbentuknya ide-ide, pengetahuan dan
pemikiran, sebuah metode bernalar yang secara sistematik mempengaruhi tradisi berpikir
di lingkungan penstudi hukum teoretik, yang pada akhirnya akan menemukan the
fundamental codes of culture tentang metode penalaran penstudi hukum teoretik di
Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk membangun model ideal
penalaran hukum, yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan; (3) Dengan ditemukannya
model ideal penalaran hukum dari penstudi hukum teoretik, yang sesuai dengan konteks
ke Indonesiaan maka secara praktis dapat dijadikan alternatif bagi penstudi hukum
teoretik dalam mempelajari dan mengambangkan objek dari ilmu hukum.
Penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif ini mengambil subjek
penyelidikan pemikiran dari para penstudi hukum teoretik, tentang aspek epistemologi
dari ilmu hukum. Data yang diteliti adalah data yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan, khususnya di bidang epsitemologi. Data dalam penelitian ini berasal dari
data sekunder yang berupa artikel ilmiah, jurnal ilmiah, makalah buku teks dan disertasi
dari 6 perguruan tinggi yang menyelenggarakan program doktor ilmu hukum. Proses
analisis data, dimulai dengan menelaah seluruh data tentang asek epistemologi dalam
ilmu hukum yang selama ini berkambang di Indonesia, serta berbagai pemikiran hukum
beberapa tokoh yang tersedia dari berbagai sumber, yang menjadi bahan kajian
penelitian. Agar dapat memberikan interpretasi tepat mengenai pikiran para tokoh
bersangkutan, maka konsep-konsep pemikiran hukumnya dikaji menurut keselarasannya
satu sama lain. Selanjutnya, ditetapkan inti pemikiran yang mendasar dan topik-topik
yang sentralnya, diteliti susunan logis-sistematis dalam perkembangan pemikiran
hukumnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, untuk corak
epsitemologi yang dipergunakan oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia : (1)
Dapat dikelompokan kedalam dua corak epsitemologi, yaitu yang mendasarkan pada
pendekatan doktrinal dan yang mendasarkan pada pendekatan gabungan antara
1
2
pendekatan doktrinal dan non-doktrinal; (2) Untuk corak epsitemologi yang mendasarkan
pada pendekatan doktrinal, pada umumnya mendasarkan pada data sekunder, yang
dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan, sedangkan untuk yang mendasarkan
pada pendekatan gabungan antara pendekatan doktrinal dan non-doktrinal, pada
umumnya mendasarkan data primer sebagai datau utama, yang kemudian ditunjang oleh
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan motede wawancara secara
mendalam, quesesner ataupun observasi, sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan
metode studi kepustakaan; (3) Di dalam penelitian ini ditemukan corak epsitemologi,
yang meskipun mendasarkan pada pendekatan doktrinal, akan tetapi jenis dan sumber
data yang dikumpulkan dan dianalisis tidak hanya tebatas pada data sekunder saja, akan
tetapi meliputi juga data primer. (4) Dalam penelitian yang mendasarkan pada
pendekatan doktrinal, analisis dilakukan dengan logika deduktif memalui proses
silogisme. sedangkan dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan gabungan
antara pendekatan doktrinal dan non-doktrinal, analisis pada tahap pertama dilakukan
dengan logika deduktif melalui proses silogisme, hal ini dilakukan untuk menganalisis
data-data sekunder. Kemudian dilajutkan dengan analisis tahap kedua yang mendasarkan
pada logika induktif, baik yang kuantitatif atau pun kualitatif. Hal ini dilakukan untuk
menganalisis data-data primer. (5) Corak epsistemologi yang mendasarkan pada
pendekatan doktrinal, mendasarkan pada asumsi-asumsi teoretik yang bersumber dari
ajaran madzahb filsafat hukum positivistik sebagaimana yang diajarkan oleh John Austin
dan Hans Kelsen; (6) Corak epsitemologi yang mendasarkan pada pendekatan gabungan
antara pendekatan doktrinal dan non-doktrinal, pada dasarnya tidak merujuk pada
asumsi-asumsi teoretik yang ada pada salah satu madzhab filsafat hukum yang dikenal,
akan tetapi tumbuh dan berkembang secara khas di Indonesia.
Model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan: (1) adalah
epsitemologi yang mengintegarisakan antara ilmu dan agama, sebagai bagian dari konsep
bangunan ilmu hukum integratif; (2) ilmu hukum integratif memiliki tiga nilai penting
sebagai landasannya yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi. Ketiga nilai ini di
samping berfungsi kritik juga akan memberi arah, bidang atau lapangan penelitian; (3)
secara epistemologis, ilmu hukum integratif berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu
ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu. Ini bertentangan dengan positivisme
yang memandang wahyu sebagai bagian dari mitos; (4) secara metodologis ilmu hukum
integratif jelas berdiri dalam posisi yang berhadap-hadapan dengan positivisme. Ilmu
hukum integratif menolak klaim-klaim madzhab pemikiran positivis yang mendasarkan
pada klaim bebas nilai dan tidak ada hubungan antara hukum dan moral. Ilmu Hukum
profetik juga menolak kecenderungan madzhab pemikiran sociological jurisprudance,
madzhab hukum sejarah atau pun madzhab pemikiran pragmatic legal realisme yang
pada taraf tertentu hanya berupaya mendeskripsikan, mengeskplanasikan (memahami)
dan memprediksi realitas yang ada lalu memaafkannya. Ilmu hukum integratif, tidak
hanya hanya berupaya memahami, tapi juga punya cita-cita transformatif (liberasi,
humanisasi dan transendensi). Dalam pengertian ini ilmu hukum integratif lebih dekat
dengan metodologi sosiologi kritis. Melalui liberasi dan humanisasi ilmu hukum
integratif selaras dengan kepentingan emansipatoris sosiologi kritis. Bedanya ilmu hukum
integratif juga mengusung transendensi sebagai salah satu nilai tujuannya dan menjadi
dasar dari liberasi dan humanisasi; (5) ilmu hukum integratif memiliki keberpihakan etis
bahwa kesadaran (super struktur) menentukan basis material (struktrur).
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan bernalar dari para penstudi hukum1 dengan beragam motivering2 yang
menopangnya, selalu berada dalam pusaran tarikan keanekaragaman kerangka orientasi
berpikir yuridis yang terpelihara dalam sebuah sistem autopoesis, sehingga dapat
berkembang menurut logikanya sendiri, dan eksis sebagai sebuah model penalaran yang
khas sesuai dengan tugas profesionalnya sebagai pengembanan hukumnya.
Di lingkungan penstudi hukum teoretis, model penalaran hukum yang
dipergunakan oleh penstudi hukum teoretis, telah berkembang seiring dengan munculnya
berbagai pemikiran tentang hukum, baik yang bersumber dari kelompok pemikir yang
berada dalam domain ilmu dogmatik hukum, teori hukum, maupun domain filsafat
hukum, yang berada di dalam lingkungan keluarga sistem hukumnya masing-masing.
1
Istilah penstudi hukum dimunculkan pertama kali oleh C.J.M. Schyut yang kemudian
diperkenallkan dan disosialisasikan oleh Bernard Arief Sidharta dan Shidarta. Penstudi
hukum dalam tulisan ini diartikan kepada banyak pemegang peran, yang meliputi “partisipan”
dan “pengamat”. Partisipan adalah penstudi hukum sekaligus pengemban hukum (yang
menurut Arief Shidarta pengertiannya lebih luas daripada sekadar praktisi hukum, karena di
dalamnya termasuk para teoretisi atau akademisi hukum juga. Jadi istilah partisipan dapat
diidentikkan dengan “fungsionaris hukum” yang mengandung arti penyandang profesi tertentu
yang membuat hukum itu berfungsi, baik dalam tataran teoretis maupun praktis sedangkan
pengamat adalah penstudi hukum, tetapi bukan pengemban hukum); sedangkan pengamban
hukum, yang diartika sebagai kegiatan manusia berkenaan dengan adanya dan berlakunya
hukum di masyarakat, dapat dibedakan menjadi pengembanan hukum teoretis dan
pengembanan hukum praktis. Lihat lebih lanjut Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang
Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan
Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Bandung:
Mandar Maju, 2000 dan Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks
Keindonesiaan. Bandung: CV. Utomo, 2006, hal. 28, 32, 318 - 374
2
Motivering adalah pertimbangan yang bermuatan argumentasi, lihat Bernard Arief Sidharta, Parktisi
Hukum dan Perkembang Hukum, dalam I.S. Susanto dan Bernard L. Tanya (Ed.), Wajah Hukum di Era
Reformasi: Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2000, Hal. 206
1
2
Adanya keragaman tawaran konsep (concept), proposisi atau pernyataan
(proposition, statement) dan penalaran (reasoning) yang ada pada kelompok pemikir di
masing-masing domain, menyebabkan setiap pengemban hukum memiliki keleluasaan
untuk melakukan pilihan terhadap satu orientasi berpikir yuridis (model penalaran)
tertentu, sesuai dengan tugas-tugas profesional pengembanan hukum yang dilakukannya .
Hanya saja pilihan tersebut tidaklah dapat dilakukan dalam ruang hampa. Prosesproses internal (kognitif) dalam kegiatan menalar, haruslah selalu merujuk pada beragam
kode3 yang diproduksi dan direproduksi secara otonom oleh hukum sebagai sebuah
sistem autopoesis4. Dalam hal ini Hakim sebagai salah satu pengemban hukum praktis,
harus mampu menemukan, membaca, menafsirkan dan menerapkan kode-kode hukum
3
4
Penciptaan sistem kode sebagai hasil sistem komunikasi yang dilakukan oleh semua sistem didalam
masyarakat, ebagaimana dekemukakan oleh Gunther Teubner, Richard Nobles, dan David Schiff, “ ….
To put this in simpler terms, what occurs within modern society is the growth of specialist
languages. This is a system of differentiation. But the differentiation is not at the level of role or
function (law is a dispute resolution system, politics is a decsion making system, etc), but in language.
Different systems of communication encode the world in different ways. The legal system encodes
the world into what is legal and illegal. Medicine encodes the world into what is healthy and
unhealthy. Science encodes the world into what is true or false. Accountancy constructs the
world into debits and credits. The Economy perceives the world in terms of profits and losses. Lihat
lebih lanjut Gunther Teubner, Richard Nobles, dan David Schiff, The Autonomy Of Law: An
Introduction to Legal Autopoiesis dalam David Schiff and Richard Nobles (eds.), Jurisprudence,
London : Butterworth, 2003.
Hukum sebagai suatu sistem autopoesis pertama kali diperknalkan oleh Niklass Lukhman, yang
dikembangkan dan diperdalam lebih lanjut oleh Gunther Teubner, Richard Nobles, David Schiff.
Hukum sebagai suatu sistem autopoesis dibangun dari dua konsep utama, yaitu: (1) The law is defined
as an autonomous system whose legal operations form a closed network. This idea of an autopoietic
operational closure is different from the inadequate concept of relative autonomy (e.g. Lempert
1987), which regards law as being more or less dependent on society and the main question is to
determine empirically the precise balance between its internal and external causation; (2)
Heteronomy (law's interrelationship with other social domains) is treated as 'structural coupling'.
This view, expounded by Maturana, involves the multiple membership of legal communications
in other autonomous domains. lihat lebih lanjut David Schiff and Richard Nobles (eds.), Jurisprudence,
Butterworth: London, 2003. bandingkan dengan Gunther Teubner and Alberto Febbranjo, State, Law
and Economy As Autopoeitic System : Regulation and Autonomy in A New Perspective, Milan : Dot. A
Giuffre, 1992. sedangkan untuk pengertian unsur-unsur sistem autopoesis, lihat Goerge Ritzer dan
Douglas J Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasij sampai Perkembangan Mutkahir
Teori Sosial Postmodern, diterjemahkan oleh Nurhadi, Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2008, hal 357-358
3
dengan baik dan benar, sebagai bagian dari upaya untuk melakukan “ .... encodes the
world into what is legal and illegal....”5
Disisi lain, proses-proses eksternal dalam kegiatan bernalar, tidak dapat
dilepaskan dari konteks kerangka teoretis, filosofis dan paradigma yang diyakininya,
yang acapkali --- secara sadar ataupun tidak --- dimuati dan tercampur oleh kepentingankepentingan kultural, sosioligis, dan politis.
Hal ini yang kemudian menyebabkan,
pemikiran apriori, pra-anggapan, prasangka dan praduga tentang klaim kebenaran suatu
metode penalaran yang “seharusnya” digunakan pun tumbuh subur dilingkungan
komunitas penstudi hukum teoretis. Klaim tersebut kemudian diperkuat oleh argumenargumen para filusuf hukum, teoretisi, maupun praktisi berdasarkan landasan paradigma,
aliran filsafat dan kerangka teoretisnya yang dikukuhinya.
Dalam arena discursive field diantara berbagai metode penalaran yang seharusnya
digunakan oleh penstudi hukum teoretis, metode penalaran deduktif, yang tertambat erat
pada madzab hukum positivistik menjadi pilihan utama (bila tidak dapat dikatakan
menjadi satu-satunya pilihan), yang secara perlahan menjelma menjadi kekuatan yang
menghegemoni, untuk kemudian memarginalisasikan atau bahkan pada taraf-taraf
tertentu membungkan6 metode penalaran lain yang seharusnya juga dapat digunakan.
Alur sejarah kegiatan bernalar penstudi hukum teoretis di Indonesia adalah
perjalanan sejarah penerapan model penalaran deduktif, meskipun di periode tertentu dan
dalam kasus khusus, terdapat penerapan model penalaran yang menyempal dari
5
6
Ibid.
Daniel Sparringa, Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang Demokratis : Kajian
Politik, Disampaikan dalam seminar nasional Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang
Demokratis dan Konggres Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia, yang diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum Universitas Dipenegoro Semarang, Tanggal 15-15 April 1998, hal. 4.
4
mainstream penalaran deduktif tersebut. Sebuah kekuatan yang oleh Stajipto Rahardjo
disebut sebagai kekuatan hukum progresif, yaitu kekuatan yang menolak dan ingin
mematahkan keadaan status quo. Mempertahankan status quo adalah menerima
normativitas dan sistem yang ada tanpa ada usaha untuk melihat aneka kelemahan di
dalamnya lalu bertindak mengatasi. Hampir tidak ada usaha untuk melakukan perbaikan,
yang ada hanya menjalankan hukum seperti apa adanya dan secara "biasa-biasa" saja
(business as usual).7
Hakim Agung Bismar Siregar8, yang pada titik tertentu menggunakan hati nurani
dalam mengambil keputusan9, dan melakukan terobosan hukum dalam menegakkan
keadilan. Demikian pula Benjamin Mangkudilaga, yang tidak mau terkooptasi begiu saja
terhadap kekuasan eksekutif orde baru, serta dipandang sebagai ikon seorang hakim yang
punya integritas diri dalam menegakkan keadilan.10 Merupakan exemplar dari para hakim
yang tidak begitu saja merapkan logika deduktif di dalam putusan-putusannya.
7
8
9
10
Satjipto Rahardjo, Bersatulah Kekuatan Hukum Progresif, http://unisosdem.org/ekopol_
detail.php?aid=4438&coid=3&caid=21. sumber kompas 6 september 2004
Hal ini antara lain terlihat ketika Beliau menjadi hakim Pengadilan Tinggi Sumatra Utara, menambah vonis
pengadilan tingkat pertama sampai 10 kali lipat. Ini dilakukannya pada perkara Cut Mariana dan Bachtiar Tahir,
dari yang semula divonis 10 bulan penjara oleh PN Medan karena tuduhan memperdagangkan 161 kilogram ganja
kering, kemudian dirubah, masing-masing menjadi 15 dan 10 tahun penjara. Demikain pula ketika Bismar
mengubah hukuman bagi seorang kepala sekolah yang mencabuli muridnya sendiri, dari tujuh bulan (oleh PN
Tanjungbalai) menjadi tiga tahun (oleh Pengadilan Tinggi Sumut). Dalam kasus ini Bismar menafsirkan kata
barang dalam Pasal 378 KUHP yang dituduhkan dilanggar oleh terdakwa bisa berarti "jasa". Ini dikaitkannya
dengan istilah bonda (barang) dalam bahasa Tapanuli, yang juga bisa berarti alat kelamin. Lihat Ensiklopedi Tokoh
Indonesia, Bismar Siregar (01) Cermin Kebeningan Nurani Hakim http://tokohindonesia.com/
ensiklopedi/b/bismar-siregar/biografi/01.shtml, 26-10-2006
Sebab baginya, hati nurani tidak bisa diajak berbohong. Dia merasa sangat bersyukur dan bahagia sekali tidak
masuk lingkaran hakim yang bisa disuap atau dibeli. Karena itu Bismar Siregar, satu pendekar hukum langka yang
berani melawan arus demi tegaknya keadilan. Baginya, undang-undang, hukum dan kepastian hukum, hanya sarana
untuk mencapai keadilan.
Saat menjadi Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, beliau memenangkan gugatan majalah Tempo
yang dibredel pemerintah Orde Baru, terhadap Menteri Penerangan Harmoko. Sebelumnya, ia juga telah
memenangkan gugatan lima perusahaan future trading terhadap Menteri Perdagangan yang mencabut SIUP
mereka. Juga menjatuhkan putusan hukuman mati terhadap terdakwa Lince, yang membunuh suaminya sendiri di
Pengadilan Negeri Bandung, pada 1986. Serta putusan menolak gugatan petani Cimacan, Jawa Barat, yang
lahannya dijadikan lapangan golf.
5
Dua ikon tersebut memberi sinyal, bahwa ditengah dominasi dan hegemoni
penerapan logika deduktif
masih terdapat penstudi hukum “kecil” lain, yang
termarginalisasikan dan terpinggirkan, baik ditingkat nasional maupun lokal11, yang
memilih dengan sadar, penerapan logika yang berbeda dengan logika deduktif, karena
bagaimana pun, sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, kekuatan hukum
progresif akan mencari berbagai cara guna mematahkan kekuatan status quo.
Selama ini belum pernah dilakukan penelitan secara komprehensif tentang
kemungkinan adanya keragaman model penalaran dari penstudi hukum teoretis di
Indonesia. Untuk itulah melalui penelitian ini akan dikaji lebih jauh dan mendalam
bagaimana sesungguhnya profil model penalaran hukum dari penstudi hukum teoretis di
Indonesia.
Kemunculan model penalaran deduktif yang tertambat erat dengan madzhab
filsafat hukum positivistik demikian kuat mengakar di antara para penstudi hukum
teoretis. “Kesetiaan” pada optik yang bersifat preskriptif, dengan tujuan utama membuat
keputusan guna mencapai nilai dasar kepastian hukum, serta selalu berupaya
mensterilkan hukum dari faktor-faktor ekstra legal (memandang hukum sebagai lembaga
otonom)12, sepertinya tidak pernah tergoyahkan oleh berbagai perubahan yang terjadi,
dan “kebal” terhadap berbagai kritik yang dilontarkan.
Para ahli hukum dari keluarga sistem hukum civil law, pada dasarnya berada
dalam arus besar pemikiran bahwa “law as it is written in the books”. Pola penalaran ini
11
12
Hasil penelitan Bank Dunia pada tahun 2004, menemukan sejumlah idealis dan para vigilante di tingkat
lokal. Ada jaksa yang dengan inisiatif sendiri melakukan terobosan untuk mempercepat proses
peradilan. Ada hakim yang tidak mau diajak korupsi meski akhirnya harus dikucilkan, Lihat lebih
lanjut World Bank, Village Justice In Indonesia, Case studies on access to justice, village democracy
and governance, February 2004
Kelik Wardiono, Metodologi Penelitian Hukum dengan Pendekatan Doktrinal, Buku Pegangan Kuliah,
Surakarta : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004, Hal. 11-14.
6
makin mendapat penguatan pada abad ke - 19, yakni setelah Hans Kelsen mengintrodusir
ajaran Hukum Murni ( reine Rechtslehre )-nya. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, para
ahli hukum [Eropa] kontinental memang memandang hukum sebagai norma-norma
positif dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Akibatnya metode penalaran
(termasuk metode penelitian) yang dikembangkan para ahli hukumnya adalah doktrinal,
bersaranakan terutama pada logika deduksi untuk membangun sistem hukum positif13
Interaksi model penalaran deduktif yang dipergunakan oleh penstudi hukum
teoretis, dengan berbagai model penalaran lain yang dikenal dalam teori hukum dan
filsafat hukum yang bersumber dari keluarga civil law ataupun common law, sepertinya
tidak dapat menembus konsepsi inti mindset dari para penstudi hukum teoretis yang
terbangun oleh tradisi ilmu yang berakar pada ilmu hukum yang muncul sejak ilmu
hukum Romawi muncul pada abad ke 1 s/d 4,14 kemudian dikembangkan oleh Irnerius di
stadium civile Bologna pada abad ke- 14, dan berpengaruh sangat kuat di Eropa sampai
ke Amerika pada abad ke-19.15
Pergumulan antara upaya untuk mewujudkan salah nilai dasar hukum, yaitu
kepastian hukum, dengan tuntutan untuk memperhatikan dan mengupayakan terwujudnya
nilai dasar hukum yang lain, yaitu keadilan dan kemanfaatan, menjadi pusaran utama
dalam arena diskursif dalam menentukan model penalaran yang idealnya dipergunakan
oleh penstudi hukum teoretis dalam menjalankan fungsi-fungsi pengembanan hukumnya.
13
14
15
Soetandyo Wignjosoebroto, Konsep Hukum, Tipe Kajian dan Metode Penelitiannya, makalah yan
disampaikan pada penataran Metodologi Penelitian Hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar, 4 – 5
Februari 1994, hal. 1 – 3.
Shidarta, Op. Cit, hal. 171
Ibid, hal. 167
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan problematika penelitian sebagaimana terdeskripsi dalam latar
belakang di atas, maka masalahnya dapatlah dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah corak epsitemologi yang dipergunakan oleh para penstudi hukum
teoretik di Indonesia?
2. Bagaimanakah model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan corak epsitemologi yang dipergunakan oleh para penstudi hukum
teoretik di Indonesia.
2. Mendeskripsikan model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke
Indonesiaan.
Manfaat yang akan diperoleh melalui penelitian adalah sebagai berikut :
1. Melalui penemuan tentang corak epsitemologi yang selama ini digunakan oleh para
penstudi hukum teoretik di Indonesia, serta menemukan model ideal epsitemologi
yang dapat digunakan oleh hakim,
penelitian ini akan memberikan sumbangan
teoretis dalam pengembangan aspek-aspek epistemelogi dari ilmu hukum
8
2. Dengan dilakukannya kajian tentang aspek epistemologi ilmu hukum, maka secara
teoretis akan terungkap bagaimana proses terbentuknya ide-ide, pengetahuan dan
pemikiran, sebuah metode bernalar yang secara sistematik mempengaruhi tradisi
berpikir di lingkungan penstudi hukum teoretik, yang pada akhirnya akan
menemukan the fundamental codes of culture tentang metode penalaran penstudi
hukum teoretik di Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk
membangun
model ideal penalaran hukum, yang sesuai dengan konteks ke
Indonesiaan.
3. Dengan ditemukannya model ideal penalaran hukum dari penstudi hukum teoretik,
yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan maka secara praktis dapat dijadikan
alternatif bagi penstudi hukum teoretik dalam mempelajari dan mengambangkan
objek dari ilmu hukum.
D. Metode Penelitian
Subjek penyelidikan dalam penelitian ini adalah pemikiran dari para penstudi
hukum teoretik, tentang aspek epistemologi dari ilmu hukum.
Data yang diteliti adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan,
khususnya di bidang epsitemologi. Data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder
yang berupa artikel ilmiah, jurnal ilmiah, makalah buku teks dan disertasi dari 6
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program doktor ilmu hukum. Pengumpulan
data-data dengan studi kepustakaan tersebut saling memberikan verifikasi, koreksi,
9
pelengkapan dan pemerincian.16 Proses analisis data, dimulai dengan menelaah seluruh
data tentang asek epistemologi dalam ilmu hukum yang selama ini berkambang di
Indonesia, serta berbagai pemikiran hukum beberapa tokoh yang tersedia dari berbagai
sumber, yang menjadi bahan kajian penelitian. Agar dapat memberikan interpretasi tepat
mengenai pikiran para tokoh bersangkutan, maka konsep-konsep pemikiran hukumnya
dikaji menurut keselarasannya satu sama lain. Selanjutnya, ditetapkan inti pemikiran
yang mendasar dan topik-topik yang sentralnya, diteliti susunan logis-sistematis dalam
perkembangan pemikiran hukumnya. Karya tokoh yang menjadi subjek penelitian dikaji
dengan membuat analisis konsep pokok pemikiran satu persatu, agar dari mereka dapat
ditarik simpulan.
Berdasarkan penelaahan kepustakaan terhadap data tersebut, kemudian dilakukan
rekonstruksi dan abstraksi. Rekonstruksi yang dimaksudkan adalah menyusun kembali
pemikiran hukum
yang tersebar dari berbagai sumber kepustakaan dengan cara
melakukan klasifikasi pokok-pokok pemikiran, dari para tokoh pemikir di Indonesia.
Sedangkan
abstraksi merupakan aktivitas intelektual untuk mensistematisasikan
pandangan dasar atau inti pemikiran hukum yang merupakan konkretisisasi sebagai hasil
dari rekonstruksi yang menghasilkan proposisi-proposisi, sehingga menjadi satu kesatuan
konsep pemikiran yang utuh. Dengan demikian, simpulan-simpulan yang disajikan
merupakan refleksi dari para pemikir hukum yang otentisitas faktualnya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
16
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta:
Kanisius, 1990, hal.94.
222
Daftar Pustaka
Al Faruqi, Ismail Raji. 1985. Mengislamkan Ilmu-Ilmu Sosial. dalam Abubakar Bagader
(ed.). Islamisasi Ilmu-Ilmu Sosial (Islam And Sociological Perspective ).
Alibasa Muchtar Effendi Harahap. Yogyakarta : PLP 2M. 1985. Hal. 16 –
17.
Alatas, Syed Farid 1994. Agama dan Ilmu-ilmu sosial. dalam jurnal Ulumul Qur’an.
No2. vol 5
Azizy, A. Qodri. 2002. Eklektisisme Hukum Nasional Kompetisi Antara Hukum Islam
dan Hukum Umum. Yogyakarta: Gama Media
Bagir, Zainal Abidin. 2005. Pengilmuan Islam dan Integrasi Ilmu dengan Etika:
Gagasan Kuntowijoyo. disampaikan dalam seminar Apresiasi Hidup dan
Pemikiran Kuntowijoyo. di University Center UGM. 26 Mei 2005.
Baharuddin, Azizan. 2003. Thinking Science in the Muslim World: Integrating Science
and Religion for Development. makalah International Conference on
Religion and Science in the Post-Colonial World. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. 2-5 Januari. 2003.
Bakar, Osman. 1994. Tauhid dan Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains
Islam. Bandung: Pustaka Hidayah.
Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius
Berger, Peter dan Thomas Luckmann. 1967. The Social Construction of Reality . Garden
City. NY.: Anchor Books
Berger, Peter L. 1991. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial (The Sacred
Canopy). alih bahasa Hartono. cet. 1 Jakarta : LP3S.
Capra, Fritjof. 2000. Titik Balik Peradaban. Sains. Masyarakat dan Kebangkitan
Kebudayaan. Diterjemahkan oleh M. Thoyibi dari judul The Turning
Point: Science. Society and the Rising Culture. Cetakan kelima. Jakarta;
Bentang Budaya.
Chand, Hari 1994. Modern Jurisprudence. Malaysia : International Law Book Services
Selangor darul Ehsan..
223
Chariri, Anis. 2009. Critical Theory. http://74.125.153.132/ search?. Semarang : Fakultas
Ekonomi UNDIP
Fahmi, M.
2005. Islam Transendental (Menelusuri jejak-jejak Pemikiran Islam
Kuntowijoyo). Yogyakarta: Pilar Media.
Friedmann, W. 1953. Legal Theory (Third Edition). London: Stevens & Sons Limited
Golshani, Mehdi. 2003. Science and the Sacred: Sacred Science vs. Secular Science.
makalah International Conference on Religion and Science in the PostColonial World. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. 2-5 Januari.
Gray, David J. 1968. Value Free Sociology: A Doctrine of Hypocrisy and
Irresponsibility. dalam Morris L. Medley dan James E. Conyers
(Ed.). Sociology for The Seventies . New York: John Wiley.
Hadjon, Philipus M. dan Tatiek Sri Djatmiati. 2005. Argumentasi Hukum. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Hardiman, F. Budi . 1990. Kritik Ideologi. Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan.cet.
2. Yogyakarta : Kanisius
______________.
1994. Ilmu Sosial dalam Diskursus Modernisme dan
Pascamodernisme. dalam Suplemen Jurnal Ulumul Quran. (Nomor 1.
Vol. V. Th. 1994).
______________. 2009. Melampaui Positivisme dan Modernitas: Diskursus Filosois
tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas. Yogyarakta : Penerbit
Kanisius.
Hart, H.L.A. 1972. The Concept of Law. London : Oxford University Press.
Hidayat, Komaruddin. 2002. Ketika Agama Menyejarah. dalam PERTA: Jurnal
Komunikasi Perguruan Tinggi Agama Islam. Vol. V/No.1/2002. Jakarta:
Ditperta Depag RI dan LP2AF.
Ismail,
Faisal. 1987. Percikan Pemikiran Islam. Yogyakarta: Bina Usaha. 1984;
Nurcholis Madjid. Islam. Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung:
Mizan.
Kartanegara, Mulyadi. 2003. Ketika Sains Bertemu Filsafat dan Agama. dalam Jurnal
Relief. Vol. 1. No. 1. Januari 2003. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan
__________. 1999. Paradigma Baru Ilmu-ilmu Islam: Ilmu Sosial Profetik Sebagai
Gerakan Intelektual. Jurnal Mukaddimah. Nomor 7. Tahun V/1999.
224
__________. 2005. Islam Sebagai Ilmu. Jakarta: Teraju.
___________. 2001. Muslim Tanpa Masjid . Bandung : Mizan.
___________. 1991. Paradigma. Islam: Interpretasi Untuk Aksi . Bandung : Mizan.
Kusumohamidjojo, Budiono 2004. Filsafat Hukum Problematik Ketertiban yang Adil.
Jakarta: Grasindo.
Lexy, Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Madjid, Nurcholish. 1997. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina.
Marmor, Andrei. 2005. Interpretation and Legal Theory. Hart Publishing. Oxford and
Portland. Oregon.
Marzuki, Peter mahmud. 2005. Arti Penting Hermeneutik dalam Penerapan Hukum.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum. pada
Fakultas Hukum Universitas Airlangga. 17 Desember 2005.
Mertokusumo, Sudikno. 2004. Penemuan Hukum. sebuah pengantar.
Liberty.
Yogyakarta:
Meuwissen, D.H.M. Pengembanan Hukum. terjemahan B. Arief Sidharta. Majalah Pro
Justitia Tahun XII No. 1. Januari 199 4. hlm. 61- 81
Muhadjir, Noeng. 1989. Wahyu dalam Paradigma Penelitian Ilmiah Pluralisme
Metodologik: Metodologi Kualitatif”. dalam Taufik Abdullah dan Rusli
Karim (ed.). Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Tiawa Wacana.
Nakosteen, Mehdi. 1996. Kontribusi Islam atas Dunia Inetelektual Barat-Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Nasution, Harun. 1996. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.
Polkinghorne, Donald. 1983. Methodology for the Human Sciences. Albany: State
University of New York Press.
Posner, Richard A. 1990. The Problems of Jurisprudence. Harvard University Press.
Cambridge.
Praja, Juhaya S. 1995. Filsafat Hukum Islam. Bandung: LPPM Universitas Islam
Bandung.
Pranarka, A.M.W. 1997. Pendekatan Multi Interdisiplin Sebuah Refleksi Kefilsafatan.
makalah seminar Fakultas filsafat UGM. Yogyakarta.
225
Rachman, Budhy Munawar. 2001. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.
Jakarta: Paramadina.
Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
______________.
2004.
Bersatulah
Kekuatan
Hukum
Progresif.
http://unisosdem.org/ekopol_
detail.php?aid=4438&coid=3&caid=21.
sumber kompas 6 september 2004
Rakhmat, Jalauddin. 2004. Hikmah Muta’aliyah : Filsafat Islam Pasca Ibn Rusyd. kata
Pengantar dalam buku. Mulla Shadra. Hikmah Al-Arsyiah (Kearifan
Puncak). diterjmahkan oleh Dimitri Mahayana dan Dedi Djuanidi. cet-keII. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rasjidi., Lili & I.B. Wiyasa Putra. 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung:
Remadja Rosda Karya..
Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi. 2001. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. cet. 8
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Ritzer, George 1985. Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Sociology: A
Multiple Paradigm Science) . disadur oleh Alimandan. Jakarta : Rajawali
Press.
Ritzer, Goerge dan Douglas J Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi
Klasij sampai Perkembangan Mutkahir Teori Sosial Postmodern.
diterjemahkan oleh Nurhadi. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Safi, Louay. 2001. Ancangan Metodologi Alternatif: Sebuah Refleksi Perbandingan
Metode Penelitian Islam dan Barat . ( The Foundation of Knowladge: A
Comparative Study In Islamic and Western Methodes of Inquiry ). alih
bahasa Imam Khoiri. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Schiff, David and Richard Nobles (eds.). 2003. Jurisprudence. Butterworth: London.
Schuon, Fitjof. 1975. Logic and Transcendence. London: Perenial Books Ltd.
Shidarta. 2006. Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Keindonesiaan.
Bandung: CV. Utomo.
Sidharta, Bernard Arief. 2002. Disiplin Hukum: tentang Hubungan antara Ilmu Hukum.
Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Jurnal Pro Justitia . Tahun XX No. 3.
Juli
___________________. 2000. Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian
tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai
226
Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia. Bandung:
Mandar Maju
________________. 2000. Parktisi Hukum dan Perkembang Hukum. dalam I.S. Susanto
dan Bernard L. Tanya (Ed.). Wajah Hukum di Era Reformasi: Kumpulan
Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo. S.H.
Bandung : Citra Aditya Bakti.
Sinha, Surya Prakash. 1993. Jurisprudence Legal Philosophy in A Nutshell. West
Publishing Co. St.Paul. Minn.
Sparringa, Daniel. 1998. Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang
Demokratis : Kajian Politik. Disampaikan dalam seminar nasional
Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang Demokratis dan
Konggres Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia. yang diselenggarakan
oleh Fakultas Hukum Universitas Dipenegoro Semarang. Tanggal 15-15
April 1998.
Subhan, Arief. 1994. Dr. Kuntowijoyo: al-Quran Sebagai Paradigma. Jurnal Ulumul
Quran. Nomor 4. volume V
Sunggono, Bambang 1998. Metodologi Penelitian hukum. Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
Suriasumantri, Jujun S. 1996. Ilmu dalam Perspektif Moral. Sosial. dan Politik; Sebuah
Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa ini. Jakarta. Gramedia.
Susesno, Franz Magnis. 2005. Pijar-Pijar Filsafat : Dari Gotholoco ke Filsafat
Perempuan . dari Adam Müller ke Postmodernisme. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius.
Syukur, M. Amin. 1999. Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad
21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teubner, Gunther and Alberto Febbranjo. 1992. State. Law and Economy As Autopoeitic
System : Regulation and Autonomy in A New Perspective. Milan : Dot. A
Giuffre.
Teubner, Gunther Richard Nobles. dan David Schiff. 2003. The Autonomy Of Law: An
Introduction to Legal Autopoiesis dalam David Schiff and Richard
Nobles (eds.). Jurisprudence. London : Butterworth.
Wardiono, Kelik. 2004. Metodologi Penelitian Hukum dengan Pendekatan Doktrinal.
Buku Pegangan Kuliah. Surakarta : Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
227
Wibisono, Koento. 1992. Dampak Teknologi Terhadap Kebudayaan. dalam Karim.
Rusli. M. & Ridjal Fauzi (Ed.). Dinamika Ekonomi dan Iptek dalam
Pembangunan. Yogyakarta : Tiara Wacana.
________________. 1997. Gagasan Strategik tentang Kultur Keilmuan pada Pendidikan
Tinggi. dalam Achmad Charis Zubari dkk. (Peny.). Aktualisasi Filsafat:
Upaya Mengukir Masa Depan Peradaban. Jurnal Filsafat Edisi Khusus.
Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Wignjosoebroto, Soetandyo. 1994. Konsep Hukum. Tipe Kajian dan Metode
Penelitiannya. makalah yan disampaikan pada penataran Metodologi
Penelitian Hukum di Universitas Hasanuddin. Makassar. 4 – 5 Februari
1994.
World Bank. 2004. Village Justice In Indonesia. Case studies on access to justice. village
democracy and governance.
Yunus, Ilyas ba dan Farid Ahmad. 1988. Sosiologi Islam dan Masyarakat
Kontemporer ( Islamic sociologi: an Introduction ). alih bahasa Hamid
Basyaib. Bandung : Mizan
Zafer, M.R. 1994. Jurisprudence an Outline. Kuala Lumpur : International Law Book
Services.
Zubair, Achmad Charris. 1997. Landasan Aksiologi Ilmu Pengetahuan. makalah seminar
di Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta.
LAPORAN HASIL PENELITIAN
HIBAH KOMPETENSI
PEMIKIRAN HUKUM:
Sebuah Konstruksi Epistemologi dalam Pemikiran
Berbasis Nilai Budaya Hukum Indonesia
JENIS KEGIATAN : PENELITIAN
KETUA TIM
Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati,S.H.,M.Hum
ANGKATAN KE I
TAHUN KE-III
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur, Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan karunia dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat melakukan penelitian dan
menyelesaikan penyusunan laporan penelitian ini.
Penelitian yang berjudul : PEMIKIRAN HUKUM:
Epistemologi dalam
Sebuah Konstruksi
Pemikiran Berbasis Nilai Budaya Hukum Indonesia
merupakan penelitian hibah kompetensi yang dilakukan sebagai upaya untuk
mengetahui secara mendalam aspek-aspek epsitemologi untuk membangun ilmu hukum
berbasi budaya hukum Indonesia.
Sebagai rasa syukur atas terselesaikannya penelitian ini, ungkapan rasa terima
kasi, kami haturkan kepada DP2M Dirjen Dikti dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas sehingga terlaksananya penelitian ini. Pada akhirnya penulis berharap
semoga laporan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Oktober 2010
Tim Peneliti
iii
Daftar Isi
Hal
Halaman Pengesahan ................................................................................................
ii
Prakata.......................................................................................................................
iii
Daftar Isi....................................................................................................................
iv
BAB
I. PENDAHULUAN .................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................
C. Tujuan Penelitian..............................................................................
D. Manfaat Penelitian..............................................................................
E. Metode Penelitian...............................................................................
1
1
7
7
7
8
LANDASAN TEORETIS
A. Model Penalaran : Sebuah Deskripsi Umum......................................
1. Penalaran dengan model deduktif ................................................
2. Penalaran dengan model induktif ...............................................
3. Penalaran dengan model abduktif ...............................................
B. Model Penalaran Hukum : Sebuah Ancangan Teoretis.....................
1. Aliran Pemikiran Hukum Kodrat (Hukum Alam)......................
2. Aliran Pemikiran Positivistis.......................................................
3. Aliran Pemikiran Sosiologi Hukum............................................
C. Penstudi Hukum................................................................................
10
13
19
19
22
23
40
50
56
BAB. II
BAB. III HASIL PENELITIAN DAN PEMVAHASAN
A. Corak Epsitemologi yang Dipergunakan Oleh Para
Penstudi Hukum Teoretik Di Indonesia..........................................
B. Model Ideal Epsitemologi yang Sesuai Dengan
Konteks Ke Indonesiaan ................................................................
160
BAB. IV PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................
B. Saran.............................................................................................
218
221
DAFTAR PUSTAKA........................……………………………………………
222
iv
64
Ringkasan
PEMIKIRAN HUKUM:
Sebuah Corak Epistemologi dalam Pemikiran Hukum di Indonesia
Oleh : Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati,S.H.,M.Hum
Penelitian yang berjudul Pemikiran Hukum: Sebuah Corak Epistemologi dalam
Pemikiran Hukum di Indonesia, memfokuskan kajiannya pada corak epsitemologi yang
dipergunakan oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia dan model ideal
epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan.
Penelitian yang bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan corak epsitemologi yang
dipergunakan oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia dan; (2) mendeskripsikan
model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan, memberikan
manfaat : (1) Melalui penemuan tentang corak epsitemologi yang selama ini digunakan
oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia, serta menemukan model ideal
epsitemologi yang dapat digunakan oleh hakim, penelitian ini akan memberikan
sumbangan teoretis dalam pengembangan aspek-aspek epistemelogi dari ilmu hukum; (2)
Dengan dilakukannya kajian tentang aspek epistemologi ilmu hukum, maka secara
teoretis akan terungkap bagaimana proses terbentuknya ide-ide, pengetahuan dan
pemikiran, sebuah metode bernalar yang secara sistematik mempengaruhi tradisi berpikir
di lingkungan penstudi hukum teoretik, yang pada akhirnya akan menemukan the
fundamental codes of culture tentang metode penalaran penstudi hukum teoretik di
Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk membangun model ideal
penalaran hukum, yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan; (3) Dengan ditemukannya
model ideal penalaran hukum dari penstudi hukum teoretik, yang sesuai dengan konteks
ke Indonesiaan maka secara praktis dapat dijadikan alternatif bagi penstudi hukum
teoretik dalam mempelajari dan mengambangkan objek dari ilmu hukum.
Penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif ini mengambil subjek
penyelidikan pemikiran dari para penstudi hukum teoretik, tentang aspek epistemologi
dari ilmu hukum. Data yang diteliti adalah data yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan, khususnya di bidang epsitemologi. Data dalam penelitian ini berasal dari
data sekunder yang berupa artikel ilmiah, jurnal ilmiah, makalah buku teks dan disertasi
dari 6 perguruan tinggi yang menyelenggarakan program doktor ilmu hukum. Proses
analisis data, dimulai dengan menelaah seluruh data tentang asek epistemologi dalam
ilmu hukum yang selama ini berkambang di Indonesia, serta berbagai pemikiran hukum
beberapa tokoh yang tersedia dari berbagai sumber, yang menjadi bahan kajian
penelitian. Agar dapat memberikan interpretasi tepat mengenai pikiran para tokoh
bersangkutan, maka konsep-konsep pemikiran hukumnya dikaji menurut keselarasannya
satu sama lain. Selanjutnya, ditetapkan inti pemikiran yang mendasar dan topik-topik
yang sentralnya, diteliti susunan logis-sistematis dalam perkembangan pemikiran
hukumnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, untuk corak
epsitemologi yang dipergunakan oleh para penstudi hukum teoretik di Indonesia : (1)
Dapat dikelompokan kedalam dua corak epsitemologi, yaitu yang mendasarkan pada
pendekatan doktrinal dan yang mendasarkan pada pendekatan gabungan antara
1
2
pendekatan doktrinal dan non-doktrinal; (2) Untuk corak epsitemologi yang mendasarkan
pada pendekatan doktrinal, pada umumnya mendasarkan pada data sekunder, yang
dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan, sedangkan untuk yang mendasarkan
pada pendekatan gabungan antara pendekatan doktrinal dan non-doktrinal, pada
umumnya mendasarkan data primer sebagai datau utama, yang kemudian ditunjang oleh
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan motede wawancara secara
mendalam, quesesner ataupun observasi, sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan
metode studi kepustakaan; (3) Di dalam penelitian ini ditemukan corak epsitemologi,
yang meskipun mendasarkan pada pendekatan doktrinal, akan tetapi jenis dan sumber
data yang dikumpulkan dan dianalisis tidak hanya tebatas pada data sekunder saja, akan
tetapi meliputi juga data primer. (4) Dalam penelitian yang mendasarkan pada
pendekatan doktrinal, analisis dilakukan dengan logika deduktif memalui proses
silogisme. sedangkan dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan gabungan
antara pendekatan doktrinal dan non-doktrinal, analisis pada tahap pertama dilakukan
dengan logika deduktif melalui proses silogisme, hal ini dilakukan untuk menganalisis
data-data sekunder. Kemudian dilajutkan dengan analisis tahap kedua yang mendasarkan
pada logika induktif, baik yang kuantitatif atau pun kualitatif. Hal ini dilakukan untuk
menganalisis data-data primer. (5) Corak epsistemologi yang mendasarkan pada
pendekatan doktrinal, mendasarkan pada asumsi-asumsi teoretik yang bersumber dari
ajaran madzahb filsafat hukum positivistik sebagaimana yang diajarkan oleh John Austin
dan Hans Kelsen; (6) Corak epsitemologi yang mendasarkan pada pendekatan gabungan
antara pendekatan doktrinal dan non-doktrinal, pada dasarnya tidak merujuk pada
asumsi-asumsi teoretik yang ada pada salah satu madzhab filsafat hukum yang dikenal,
akan tetapi tumbuh dan berkembang secara khas di Indonesia.
Model ideal epsitemologi yang sesuai dengan konteks ke Indonesiaan: (1) adalah
epsitemologi yang mengintegarisakan antara ilmu dan agama, sebagai bagian dari konsep
bangunan ilmu hukum integratif; (2) ilmu hukum integratif memiliki tiga nilai penting
sebagai landasannya yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi. Ketiga nilai ini di
samping berfungsi kritik juga akan memberi arah, bidang atau lapangan penelitian; (3)
secara epistemologis, ilmu hukum integratif berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu
ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu. Ini bertentangan dengan positivisme
yang memandang wahyu sebagai bagian dari mitos; (4) secara metodologis ilmu hukum
integratif jelas berdiri dalam posisi yang berhadap-hadapan dengan positivisme. Ilmu
hukum integratif menolak klaim-klaim madzhab pemikiran positivis yang mendasarkan
pada klaim bebas nilai dan tidak ada hubungan antara hukum dan moral. Ilmu Hukum
profetik juga menolak kecenderungan madzhab pemikiran sociological jurisprudance,
madzhab hukum sejarah atau pun madzhab pemikiran pragmatic legal realisme yang
pada taraf tertentu hanya berupaya mendeskripsikan, mengeskplanasikan (memahami)
dan memprediksi realitas yang ada lalu memaafkannya. Ilmu hukum integratif, tidak
hanya hanya berupaya memahami, tapi juga punya cita-cita transformatif (liberasi,
humanisasi dan transendensi). Dalam pengertian ini ilmu hukum integratif lebih dekat
dengan metodologi sosiologi kritis. Melalui liberasi dan humanisasi ilmu hukum
integratif selaras dengan kepentingan emansipatoris sosiologi kritis. Bedanya ilmu hukum
integratif juga mengusung transendensi sebagai salah satu nilai tujuannya dan menjadi
dasar dari liberasi dan humanisasi; (5) ilmu hukum integratif memiliki keberpihakan etis
bahwa kesadaran (super struktur) menentukan basis material (struktrur).