HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA AKSELERASI TINGKAT SMP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu konteks yang penting dalam proses belajar adalah sekolah. Kita
sering berpendapat bahwa sekolah adalah suatu tempat dimana proses belajar secara
akademis mendominasi. Tetapi sekolah sebenarnya lebih dari sekedar kelas akademis
dimana siswa dapat berpikir, melakukan penalaran, dan mengingat. Sekolah juga
merupakan suatu arena sosial yang penting bagi remaja, dimana teman dan
perkumpulan memiliki makna yang besar. Sekolah memiliki pengaruh yang besar
bagi remaja. Pengaruh sekolah sekarang ini lebih kuat dibandingkan pada generasi
sebelumnya karena lebih banyak individu yang menghabiskan waktunya di sekolah.
Pada tahun 1998/1999 pemerintah telah mengeluarkan undang-undang bagi
peserta didik berhak mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat dan minatnya dan
berhak menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah
ditentukan. Pemerintah telah menyelenggarakan program akselerasi (program
percepatan belajar). Dimana siswa yang di anggap memiliki kemampuan yang lebih
(berbakat akademik) dapat menyelesaikan program pendidikannya lebih cepat di
banding teman sebayanya dalam program reguler.
Balitbang Depdikbud (dalam Widyasari, 2008) mengungkapkan program
akselerasi pada awal tujuannya untuk mewadahi peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa dalam program percepatan belajar. Mereka adalah
peserta didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan, dan memiliki
kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang
memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik. Dep Dik Nas (dalam
Widyasari, 2008) juga menegaskan bahwa waktu pembelajaran yang digunakan
untuk menyelesaikan program belajar bagi siswa yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa melalui program akselerasi atau percepatan belajar dibandingkan
siswa yang reguler. Pada satuan pendidikan Sekolah Dasar, dari enam tahun
dipercepat menjadi lima tahun. Sedangkan pada satuan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas masing-masing dari tiga tahun
1

2

dipercepat menjadi dua tahun. Materi pelajaran yang disampaikan dilakukan dengan
cara pemadatan materi pelajaran.
Mihali Csikszentmihaly dari Universitas Chicago telah menunjukkan bahwa
anak-anak dengan kemampuan tinggi yang luar biasa disembarang domain, tidak
hanya secara akademis, tetapi juga di bidang seni rupa, musik, bahkan atletik
sebetulnya secara sosial tidak padu dengan sebayanya. Anak-anak berbakat

cenderung “ngotot”, berpikir bebas dan introver. Mereka lebih banyak menyendiri
dan meskipun memperoleh energi dan kesenangan dari kehidupan mental yang
menyendiri itu, mereka juga mengungkapkan bahwa mereka merasa kesepian. Anak
perempuan yang berbakat akademik lebih banyak mengalami depresi, memiliki
harga diri yang rendah, dan keluhan-keluhan psikosomatik lain bila dibandingkan
dengan sebayanya laki-laki yang berbakat (Hawadi-Akbar, 2004).
Kurikulum pendidikan nasional di Indonesia saat ini lebih banyak bobot
pendidikannya yang diarahkan untuk merangsang perkembangan kognitif siswa
dengan kurang diimbangi oleh stimulasi bagi perkembangan aspek sosial dan emosi.
Sehingga, para siswa sibuk mengejar prestasi di sekolah dan akibatnya akan
mengurangi waktu mereka bersosialisasi dengan masyarakat, sehingga bisa
dipastikan waktu sosialisasi remaja menjadi sangat terbatas. (Hawadi-Akbar, 2004)
Seperti halnya pemadatan materi di kelas Akselerasi menuntut peserta
akselerasi harus tetap stabil dalam mengikuti pelajaran. Hal ini membuat sejumlah
peserta kesulitan untuk mengikuti kegiatan di luar kelas, seperti ekstrakurikuler.
Padahal kegiatan di luar pembelajaran akademis itu dapat menjadi wadah bagi siswa
untuk melakukan pengembangan kompetensi sosialnya (Widyasari, 2008).
Hasil temuan dari Aswan Hadis (dalam Widyasari, 2008) banyak penelitian
mutakhir yang menemukan bahwa anak yang berbakat akademik dalam satu kelas
homogen, sekitar 25-30% siswanya mengalami masalah-masalah emosi dan sosial.

Masalah yang sering dialami adalah kurangnya pengetahuan tentang interaksi teman
sebaya, isolasi sosial, kepercayaan diri, penurunan prestasi belajar, dan kebosanan
yang dialami oleh siswa-siswa berbakat akademik dalam kelas homogen.
Kelas akselerasi pada awalnya dianggap sebagai solusi terbaik untuk
memenuhi kebutuhan belajar bagi siswa dengan IQ tinggi, karena sesuai dengan
pendapat Terman (dalam Hawadi, 2004) yang menyatakan bahwa siswa dengan IQ

3

diatas normal akan superior dalam kesehatan, penyesuaian sosial, dan sikap moral.
Iswinarti (dalam Ari, tt) mengungkapkan pada kenyataanya dilapangan tidak sebaik
yang di harapkan, karena sebagian anak dengan IQ tinggi akan mengalami kesulitan
dalam penyesuaian sosial, karena anak dengan IQ tinggi mempunyai pemahaman
yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju sehingga sering tidak sepadan
dengan teman-temannya. Kondisi tersebut semakin tidak diuntungkan dengan adanya
labelling dari lingkungan sekitar terhadap siswa akselerasi.
Hawadi (2004) mengungkapkan bahwa masalah utama dalam program
akselerasi adalah bila dilakukan dengan tergesa-gesa, anak dapat saja belum “siap”
atau “matang”, baik secara fisik maupun emosi untuk masuk atau dapat diterima
dengan teman-temannya yang lebih tua. Hal yang perlu diperhatikan dalam

pendidikan akselerasi bagi anak berbakat akademik adalah memenuhi kebutuhan
akan tugas-tugas yang penuh tantangan dalam bidang keberbakatan dan adanya
persahabatan di antara teman sejawat yang memiliki kemampuan yang sama.
Persahabatan ini sangat penting mengingat mereka cenderung mengisolasi diri.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian
dari lingkungan tertentu. Dimana di setiap lingkungan yang berbeda individu selalu
dihadapkan pada harapan-harapan dan tuntutan yang berbeda. Seperti halnya siswa
yang mengikuti program akselerasi, siswa tersebut di tuntut untuk dapat mengikuti
setiap materi pelajaran yang di berikan lebih cepat di banding program reguler.
Selain itu siswa diharapkan dapat melakukan penyesuaian sosial dengan lingkungan
sekitarnya baik dengan siswa sekelasnya di akselerasi maupun dengan siswa reguler
yang satu sekolah dengannya. Demikian juga meraka dituntut untuk bisa melakukan
penyesuaian dengan guru maupun dengan masyarakat lingkungan sekitarnya.
Ketika seorang anak menjadi remaja dan kemudian remaja berkembang
menuju ke tingkat dewasa, ia mengalami banyak perubahan dalam dunia sekolahnya.
Perkembangan sosial dan emosional secara instrinsik dinilai sangat penting bagi diri
remaja dalam masa sekolahnya. Pola akademis dan sosial memiliki keterkaitan yang
cukup rumit. Sekolah yang menghasilkan siswa yang berprestasi tinggi dikaitkan
tidak hanya dengan kurikulum dan jumlah waktu mengajar tetapi juga faktor iklim
dari sekolah seperti harapan guru terhadap siswanya dan juga pola interaksi guru


4

dengan murid. Dengan kata lain, aspek dari sekolah sebagai suatu sistem sosial
berperan terhadap pencapaian prestasi siswa di sekolah (Santrock, 2003).
Sejalan dengan pendidikan individu menuju sekolah menengah atau sekolah
lanjutan tingkat pertama, lingkungan sekolah meningkat dalam hal ruang lingkup dan
tingkat kompleksitasnya. Remaja berinteraksi secara sosial dengan bermacammacam guru dan teman sebaya yang berasal dari beragam latar belakang sosial dan
etnis (Santrock, 2003). Transisi menuju sekolah menengah atau sekolah lanjutan
tingkat pertama dari sekolah dasar merupakan suatu pengalaman yang normatif bagi
anak-anak. Proses transisi tersebut menimbulkan stres karena terjadi secara
bersamaan dengan transisi-transisi lainnya dalam diri individu, dalam keluarga, dan
di sekolah (Eccles, dkk., dalam Santrock, 2003).
Ketika siswa mengalami transisi dari sekolah dasar menuju sekolah
menengah atau sekolah lanjutan tingkat pertama, siswa menghadapi fenomena yang
teratas ke bawah (top-dog phenomenon), yaitu keadaan dimana siswa bergerak dari
posisi yang paling atas menuju posisi yang paling rendah (Santrock, 2003). Dengan
demikian penyesuaian sosial dibutuhkan bagi remaja saat remaja mengalami masa
transisi seperti yang telah dipaparkan di atas. Disamping siswa dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri pada masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan tingkat

pertama, siswa yang masuk dalam kelas akselerasi juga dituntut untuk dapat
bergabung dengan lingkungan kelasnya yang cenderung lebih tua darinya.
Penyesuaian sosial sangat penting bagi remaja, khususnya bagi siswa akselerasi.
Karena dengan remaja dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik, siswa
akselerasi tidak lagi bersifat introvert dan merasa kesepian, karena mereka sudah
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Para peneliti yang memperhatikan proses transisi dari sekolah dasar menuju
sekolah menengah atau sekolah lanjutan tingkat pertama menemukan bahwa tahun
pertama di sekolah menengah atau sekolah lanjutan tingkat pertama dapat menjadi
tahun yang sangat sulit bagi banyak siswa (Eccles & Midgely, dalam Santrock,
2003). Dalam hal ini karena siswa dituntut untuk dapat meyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru yaitu, teman baru, guru baru dan lingkungan sekolah yang
baru. Apabila siswa yang memiliki penyesuaian sosial yang baik maka siswa tersebut

5

dapat dengan mudah menyesuaikan dengan lingkungan yang baru dan dapat
bergabung dengan teman-teman barunya.
Hawadi-Akbar (2004) mengatakan siswa berbakat yang ditempatkan di kelas
atas yang lebih sesuai dengan kemampuan berpikir mereka, memang beruntung

karena anak akan dihadapkan dengan soal-soal yang lebih rumit daripada dikelas asal
sehingga mengurangi kebosanan. Masalahnya, mereka bergaul dengan anak yang
jauh lebih tua. Kondisi ini akan mengisolasi si anak dan menimbulkan self esteem
yang rendah. Keadaan ini juga akan menimbulkan gangguan pada konsep diri anak.
Disatu pihak ia merasa memiliki pengetahuan yang lebih dari kawan-kawannya,
dipihak lain ia merasa kurang karena pengalaman dan pengetahuan yang minim di
luar mata pelajaran yang diberikan sehingga pengetahuannya tidak seimbang dengan
teman-teman sekelas.
Monks (dalam Ari, tt) mengungkapkan bahwa usia siswa-siswi SMP dapat
dikategorikan dalam masa remaja awal, yaitu 12-15 tahun. Memasuki masa remaja,
anak mulai melepaskan diri dari ikatan emosi orang tua dan menjalin hubungan yang
akrab dengan teman-teman sebayanya. Havighurst (dalam Ari, tt) menjelaskan
beberapa tugas perkembangan remaja yang berhubungan dengan perkembangan
sosial emosional, yaitu menjalin hubungan dengan teman sebaya baik pria maupun
wanita, mencapai suatu peran sosial baik bagi pria maupun wanita sesuai dengan
jenis kelaminnya, melakukan perilaku sosial yang diharapkan, dan mencapai suatu
kemandirian sosial dari orang tua dan dewasa disekitarnya.
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock,1980). Yang terpenting dan tersulit
adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya,

perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru
dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial,
dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Nurdin, 2009).
Menurut Schneiders (dalam Ari, tt) penyesuaian sosial dapat diartikan
sebagai kemampuan individu untuk bereaksi secara sehat dan efektif terhadap
hubungan, situasi, dan kenyataan sosial yang ada sehingga dapat mencapai
kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan. Dengan demikian
penyesuaian sosial sebagai salah satu aspek dari penyesuaian diri individu yang

6

menuju kepada kesesuaian antara kebutuhan dirinya dengan keadaan lingkungan
tempat ia berada dan berinteraksi secara efektif dan efisien. Penyesuaian sosial akan
terasa menjadi penting, apabila individu dihadapkan pada kesenjangan yang timbul
dalam hubungannya dengan orang lain. Betapapun kesenjangan itu dirasakan sebagai
hal yang menghambat, akan tetapi sebagai makhluk sosial, kebutuhan individu akan
pergaulan, penerimaan, dan pengakuan orang lain atas dirinya tidak dapat dielakkan
sehingga dalam situasi tersebut, penyesuaian sosial akan menjadi wujud kemampuan
yang dapat mengurangi atau mengatasi kesenjangan tersebut.
Widyasari (2008) mengemukakan bahwa untuk dapat melakukan penyesuaian

sosial yang baik, maka kematangan emosi mempunyai peranan yang sangat penting.
Siswa yang matang secara emosional lebih dapat diterima dalam lingkungan
sosialnya. Mengajarkan keterampilan emosional dan sosial pada siswa dapat
membentuk kematangan emosional yang selanjutnya memudahkan siswa dalam
melakukan penyesuaian sosial. Hurlock (1980) juga menjelaskan bahwa tidak semua
remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri
pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru.
Yusuf (2011) mengungkapkan kematangan emosi merupakan kemampuan
individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman, mempunyai kontrol diri
sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan orang lain, selain itu mampu
menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif.
Sejalan dengan bertambahnya kematangan emosi seseorang maka akan
berkuranglah emosi negatif. Bentuk-bentuk emosi positif seperti rasa sayang, suka,
dan cinta akan berkembang jadi lebih baik. Perkembangan bentuk emosi yang positif
tersebut memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan menerima dan membagikan kasih sayang untuk diri sendiri maupun orang
lain. Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh
gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun
caranya adalah membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain

ataupun teman sebayanya (Hurlock, 1980).
Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi
bila pada masa akhir remaja tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain

7

melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan
emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima (Hurlock, 1980).
Berangkat dari masalah dan sumber informasi yang telah dipaparkan diatas,
Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam tentang
hubungan antara kematangan emosi dan penyesuaian sosial pada siswa akselerasi
tingkat SMP.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan penyesuaian
sosial pada siswa akselerasi.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dan penyesuaian
sosial pada siswa akselerasi.


D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Untuk menambah wawasan pengetahuan di bidang psikologi pendidikan dan
perkembangan.
2. Manfaat praktis
Untuk menambah informasi serta memberikan masukan kepada para pendidik
khususnya yang menangani program akselerasi.

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN
PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA AKSELERASI TINGKAT SMP

SKRIPSI

Oleh :
Endah Susilowati
08810209

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN
PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA AKSELERASI TINGKAT SMP

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :
Endah Susilowati
08810209

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Tuhan pemilik semesta alam yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Penyesuaian
Sosial Pada Siswa Akselerasi Tingkat SMP”, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Dra. Tri Dayakisni, M.Si dan Nimatuzahroh, S.Psi., M.Si selaku Pembimbing
I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Mohammad Shohib, S.Psi., M.Si selaku dosen wali yang telah mendukung
dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi
ini.
4. Kepala SMPN 1 Malang yang telah memberikan ijin dan fasilitas bagi penulis
untuk melakukan penelitian.
5. Ayah dan ibu yang selalu memberikan dukungan, do’a dan kasih sayang
sehingga penulis memiliki motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Eko Agus Susanto, teman, sahabat sekaligus orang yang selalu ada dan
memberikan semangat serta membantu dalam pelaksanaan pengumpulan data
hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7. Teman-teman angkatan 2008 khususnya kelas D yang telah memberikan
semangat.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan segala kebaikan kita semua dengan
balasan yang lebih baik.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga
kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski
demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 22 April 2012
Penulis

Endah Susilowati

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

i

INTISARI .............................................................................................................

iii

ABSTRAK ............................................................................................................

iv

DAFTAR ISI.........................................................................................................

v

DAFTAR TABEL.................................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAM ........................................................................................

viii

BAB I.

BAB II.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................

1

B. Rumusan Masalah .......................................................................

7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................

7

D. Manfaat Penelitian ......................................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Sosial ........................................................................

8

1. Pengertian penyesuaian sosial ................................................

8

2. Kriteria penyesuaian sosial ....................................................

8

3. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial .....................

10

4. Masalah-masalah dalam penyesuaian sosial ..........................

13

B. Kematangan Emosi .......................................................................

14

1. Pengertian Kematangan Emosi ..............................................

14

2. Ciri-ciri kematangan emosi yang baik ...................................

15

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi ..........

15

4. Tahapan kematangan emosi ...................................................

16

5. Pola kematangan emosi yang baik .........................................

17

6. Pola kematangan emosi yang buruk .......................................

17

C. Akselerasi ......................................................................................

17

1. Pengertian Akselerasi .............................................................

17

2. Tujuan program akselerasi .....................................................

18

BAB III.

BAB IV.

BAB V.

3. Manfaat akselerasi ..................................................................

19

4. Kelemahan akselerasi .............................................................

19

D. Hubungan Antara Kematangan Emosi ..........................................

21

E. Kerangaka Pemikiran ....................................................................

23

F. Hipotesis ........................................................................................

24

METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ...................................................................

25

B. Identifikasi variabel penelitian .....................................................

25

C. Definisi Operasional .....................................................................

26

D. Populasi dan Sampel ....................................................................

26

E. Jenis Data dan Instrumen Penelitian .............................................

27

F. Prosedur Penelitian .......................................................................

31

G. Validitas dan Reliabilitas..............................................................

32

1. Validitas ....................................................................................

32

2. Reliabilitas.................................................................................

35

H. Metode Analisa Data ....................................................................

37

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek ...........................................................................

38

B. Deskripsi Data ...............................................................................

39

C. Analisa Data ..................................................................................

40

D. Pembahasan ...................................................................................

42

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................

45

B. Saran ..............................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

47

LAMPIRAN..........................................................................................................

49

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I
a. Petunjuk pengisian skala
b. Skala kematangan emosi
c. Skala penyesuaian sosial
Lampiran II
a. Hasil uji validitas reliabilitas
b. Hasil uji T score dan korelasi Product Moment
Lampiran III
a. Bukti konsultasi
b. Surat izin penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H., (2006). Psikologi perkembangan pendekatan ekologi kaitannya
dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT Refika
aditama.
Ari, B. W., Andayani, T. R., & Sawitri, D. R. (tt). Hubungan konsep diri dengan
penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi di SMP Negri 2 dan SMP PL
Domenico Savio Semarang. 1-12. Di akses pada tanggal 5 januari 2012 dari
http//www.eprints.undip.ac.id/…skripsi.pdf.
Arikunto, S. (1992). Prosedur penelitian (Suatu pendekatan praktik). Jakarta: Rineka
Cipta.
Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
________. (2010). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
________.(1995). Sikap manusia
Pustaka Pelajar Offset.

teori

dan

pengukurannya.

Yogyakarta:

Chaplin, J. P. (2008). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Chair, N. C., Assouline, S. G., Marron, M. A., Castellano, J. A., Clinkenbeard, P. R.,
Rogers, K., Calvert, E., Malek, R., & Smith, D., (2010). Guidelines for
developing an academic acceleration policy. Journal of advanced
academics, 21, 2, 180-203. Di akses pada tanggal 15 januari 2012 dari
http//www.krepublishers.com/02-jurnalis.pdf.
Hawadi, R. A. (2004). Akselerasi (A-Z informasi program percepatan dan anak
berbakat intelektual). Jakarta : Gramedia.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Martin, A. D. (2003). Emotional quality management. Jakarta : Arga.
Nulhakim, T. R. (2008). Program akselerasi bagi siswa berbakat akademik.
pendidikan dan kebudayaan, 14, 073. Di akses pada tanggal 10 januari
2012 dari http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/04/pengertian-dantujuan-program.html.
Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa
di sekolah. Administrasi pendidikan, IX , 1, 86-108. Di akses pada tanggal

15
januari
2012
dari
file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.../Karya_Ilmiah_8.pdf.

http//www.

Poerwanti, E. (1998). Dimendi-dimensi riset ilmiah. Malang: UMM Press.
Sharma, D. (2011). Emotional maturity of ICDS and Non-ICDS children: a
comparative study. Journal of research in peace, gender and development,
11, 1, 320-323,. Di akses pada tanggal 5 april 2012 dari
http://www.interesjournal.org/JRPGD.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan remaja). Jakarta : Erlangga.
Sanusi, A. (2003). Metode penelitian. Malang: Buntara Media.
Setyosari, P. (2010). Metode penelitian pendidikan dan pengembangan. Jakarta:
Prenada Media Group.
Soesilowindradini. (tt). Psikologi perkembangan masa remaja. Surabaya : Usaha
Nasional.
Sukmadinata, N. S. (2007). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Susanti, F. R. (2008). Hubungan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian sosial
siswa akselerasi kelas VIII SMP Santa Maria Fatima. Psiko-edukasi,VI, 2133.
di
akses
pada
tanggal
20
desember
2012
dari
http//www.file.upi.edu/Direktori/FIP/...pdf.
Winarsunu, T. (2002). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang:
UMM Press.
Widyasari, C. (2008). Program pengembangan kompetensi sosial untuk remaja
siswa SMA kelas akselerasi. Di akses pada tanggal 20 desember 2011 dari
http//www. file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.../Karya_Ilmiah_8.pdf
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja
Rosdakarya.