59.95 Identifikasi dan penentuan faktor faktor utama penyebab tanah longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat

pernah mengalami kejadian tanah longsor biasanya cenderung akan terus mengalami longsor di masa mendatang. Mengingat sifat dari kejadian tanah longsor itu sendiri yang cenderung terus terjadi apabila tidak dilakukan upaya pencegahan di lokasi yang rawan terjadinya tanah longsor. Uji Statistika Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran terhadap 32 titik longsor di lokasi penelitian, selanjutnya dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh berbagai variabel terhadap kejadian longsor. Dalam hal ini, dipilih 3 tiga variabel tujuan respon Y yaitu tipe longsor y 1 , kondisi zona longsor y 2 dan volume longsor y 3 , sedangkan variabel bebasnya predictor terdiri dari karakteristik fisik tanah 4 variabel penjelas, vegetasi 3 variabel penjelas, lereng 2 variabel penjelas, landform 3 variabel penjelas, landuse 3 variabel penjelas, dan usaha konservasi 1 variabel penjelas. Hasil analisis multiple regression memberikan gambaran bahwa dari 3 variabel tujuan y 1 , y 2 dan y 3 terhadap 16 variabel predictor menunjukkan derajat hubungan korelasi yang rendah. Tabel 11 menunjukkan hasil analisis hubungan antara variabel tujuan dengan variabel predictor. Tabel 17. Derajat Hubungan Antara Variabel pada Analisis Multiple Regression Faktor Utama Penyebab Tanah Longsor. Nilai Variabel Tujuan Y R-Sq R-Sq adj Keterangan Tipe longsor y 1 62.89 57.39 Zona longsor y 2

66.41 59.95

Terbaik Volume Longsor y 3 24.42 21.90 Keterangan : R-Sq : Derajat hubungan antara variabel Dengan menggunakan 5 variabel prediktor penduga penyebab longsor yang terpilih dengan menggunakan metode analisis gerombol yaitu ketebalan tanah v 1 , keadaan erosi v 3 , tekstur tanah v 4 , slope v 9 dan landuse sawah v 13 maka diperoleh model persamaan regresi keadaan zona longsor sebagai berikut : Y = 1.55 + 0.00186 v 1 - 0.061 v 3 + 0.038 v 4 + 0.0216 v 9 - 0.100 v 13 di mana : Y : keadaan zona longsor, v 1 : tebal tanah , v 3 : keadaan erosi, v 4 : tekstur tanah v 9 : slope, v 13 : landuse sawah. Model analisis regresi berganda ini menunjukkan respon yang diberikan oleh variabel tujuan, yaitu Y terhadap berbagai nilai yang diberikan kepada variabel penduga, yaitu v 1 , v 3 , v 4 , v 9 dan v 13 . Nilai yang dimasukkan dalam hal ini mengacu pada nilai yang digunakan dalam mengukur suatu variabel bebas seperti yang terdapat pada Tabel 2. Variabel respon Y tersebut diatas memiliki 3 nilai, yaitu 1 zona stabil, 2 zona potensial longsor dan 3 zona rawan longsor. Selanjutnya dari setiap nilai variabel prediktor hasil pengukuran di lapangan akan diperoleh suatu nilai yang apabila dimasukkan ke dalam model di atas akan menghasilkan suatu nilai yang akan menunjukkan kondisi zona longsor di suatu wilayah. Dalam hal ini nilai berbagai variabel prediktor variabel bebas yang digunakan juga berpedoman pada kriteria yang telah disusun dalam metodologi penelitian. Tiap variabel prediktor dalam model tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kerentanan zona longsor. Ketebalan tanah v 1 memberikan kontribusi terhadap meningkatnya resiko longsor yang mungkin akan terjadi pada zona longsor. Peningkatan beban lereng ini dapat terjadi melalui beberapa cara, antara lain dengan bertambahnya volume air yang dapat ditampung tanah pada musim hujan. Disamping itu, tanah itu sendiri merupakan beban yang dapat menyebabkan material diatas lereng bergerak turun. Pada lokasi penelitian, ketebalan tanah yang mulai rentan longsor terjadi pada ketebalan tanah 140 – 200 cm, dimana jumlah kasus longsor yang ditemui 23 kasus. Kondisi zona longsor berpotensi menjadi tanah longsor jika faktor-faktor utama penyebab longsor seperti tingkat kelerengan, penggunaan lahan, vegetasi dan infratsuktur mendukung terjadinya tanah longsor. Faktor besarnya erosi v 3 yang terjadi di lokasi longsor secara signifikan belum dapat dijadikan indikator terhadap kondisi zona longsor. Data hasil pengamatan terhadap erosi yang terjadi di permukaan, hanya menunjukkan 9 kasus 28 longsor yang terjadi pada tanah yang mengalami erosi. Tekstur tanah v 4 di lokasi penelitian tergolong dalam lempung berliat hingga liat berat. Kondisi zona longsor pada lereng yang mengalami longsor memiliki tekstur tanah yang rentan terhadap longsor dan apabila faktor penyebab longsor lainnya, seperli lereng, tebal tanah, landuse mendukung terjadinya longsor, maka besar peluang zona longsor akan mengalami longsor. Kondisi tekstur tanah dan struktur tanah sangat mempengaruhi kecepatan infiltra si dan kandungan air permukaan tanah. Air permukaan yang berasal dari curah hujan sebagian akan meresap kedalam tanah atau batuan melalui pori-pori tanah atau rekahan -rekahan yang terdapat pada batuan dan sebagian lagi akan mengalir di atas permukaan tanah . Hal ini akan menyebabkan perubahan pada sifat fisik tanah, yaitu menurunnya gaya kohesi tanah, sehingga kekuatan geser tanah berkurang, sedangkan bobot massa tanahnya bertambah. Akibat lain dari aliran permukaan, yaitu akan menimbulkan penggerusan erosi terutama pada daerah- daerah terjal atau tebing aliran sungai, sehingga lereng bagian bawah menjadi lebih terjal dan dapat mempercepat terjadinya gerakan tanah pada lereng bagian atasnya. Faktor kelerengan v 9 adalah unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap kerentanan zona longsor. Lereng yang curam dan memiliki arah yang seragam cenderung memiliki resiko bergerak longsor, terutama apabila faktor tersebut ditunjang oleh tebalnya tanah dan beban yang terdapat diatasnya. Karakter suatu lereng sa ngat bervariasi terhadap terjadinya longsor dan faktor keterjalan sangat menentukan daya tahan lereng terhadap reaksi perubahan energi tegangan pada lereng tersebut. Penambahan beban volume dan melemahnya daya ikat materi penyusun lereng dengan batuan dasar bedrock sebagai akibat adanya peresapaninfiltrasi air hujan yang masuk kedalam materi tersebut dapat menyebabkan kelongsoran tanah. Pada kenyataannya tidak semua lahan dengan kondisi yang miring mempunyai potensi untuk longsor. Hal ini tergantung pada karakter lereng beserta materi penyusunnya terhadap respon tenaga pemicu terutama respon lereng tersebut terhadap curah hujan. Pola penggunaan lahan landuse v 13 untuk persawahan, terutama pada daerah-daerah yang mempunyai kemiringan lereng terjal dapat menyebabkan meningkatnya potensi longsor. Pada lokasi penelitian, terlihat bahwa persawahan intensif memberikan kontribusi besar terhadap kejadian longsor, terutama dengan bertambahnya volume air yang ditampung pada lahan persawahan menyebabkan meningkatnya beban lereng. Lahan persawahan dibuat dengan melakukan modifikasi dan memotong lereng. Aktivitas ini menyebabkan sudut lereng semakin tinggi sehingga memperbesar potensi terjadinya tanah longsor. Selain itu, tanah yang kehilangan vegetasi penutup akan menjadi retak-retak pada musim kemarau dan pada musim penghujan air akan mudah meresap kedalam lapisan tanah melalui retakan tersebut dan dapat menyebabkan lapisan tanah jenuh air sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya tanah longsor. Disamping itu, karakteristik hujan di lokasi penelitian yang tergolong tinggi menyebabkan pada musim hujan persawahan menjadi tempat penampungan air yang apabila terus berlanjut, sangat potensial menjadi tanah longsor. Fungsi yang telah dibangun di atas masih memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut terkait dalam beberapa hal, yaitu 1 jumlah titik pengamatan tanah longsor masih terlalu sedikit, sehingga peluang terjadinya error dalam menetapkan variabel dan pengukuran masih sangat besar dan 2 pemilihan variabel yang diamati belum memberikan keterkaitan secara nyata terhadap fenomena tanah longsor, SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Ditemukan 2 tipe tanah longsor landslide pada lokasi penelitian, yaitu gelinciran tanah earth flow dan penurunan muka tanahamblesan subsidence. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, 94 kejadian tanah longsor merupakan tipe gelinciran tanah. 2. Berdasarkan pengamatan terhadap 3 kecamatan rawan tanah longsor di Kabupaten Garut, kejadian longsor tertinggi terjadi di Kecamatan Banjarwangi sebanyak 23 kasus tanah longsor 72 diikuti Kecamatan Singajaya 6 kasus 18 dan Kecamatan Peundeuy 4 kasus 10. 3. Wilayah yang berada di sekitar titik longsor zona longsor –berdasarkan berbagai kriteria yang dibangun- dapat menunjukkan kondisi suatu wilayah termasuk rawan longsor, potensial atau stabil. Hasil identifikasi terdapat 57 kondisi zona longsor yang termasuk dalam kategori rawan terjadi longsor. 4. Salah satu bentuk penggunaan lahan landuse berupa persawahan memiliki peran dalam meningkatkan resiko terjadinya tanah longsor di lokasi penelitian. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan, dimana sebanyak 25 titik tanah longsor terjadi pada lahan persawahan. 5. Penyebab utama penurunan daya tahan geser tanah di lokasi penelitian adalah akibat akumulasi beban yang terdapat di permukaan tanah. Di lahan persawahan akumulasi beban tanah terjadi akibat pemanfaatan air secara berlebihan untuk mengairi sawah dan ditambah oleh air yang berasal dari curah hujan sehingga lereng tidak mampu menahan beban yang terdapat diatasnya, akibatnya terjadi pergerakan massa tanah tanah longsor. 6. Menggunakan 5 variabel prediktor penyebab longsor yang terpilih dengan menggunakan metode analisis gerombol yaitu ketebalan tanah v 1 , Keadaan erosi v 3 , tekstur tanah v 4 , slope v 9 dan landusesawah v 13 maka diperoleh model persamaan regresi keadaan zona longsor sebagai berikut : Y = 1.55 + 0.00186 v 1 - 0.061 v 3 + 0.038 v 4 + 0.0216 v 9 - 0.100 v 13 dimana : Y : keadaan zona longsor, v 1 : tebal tanah, v 3 : keadaan erosi, v 4 : tekstur tanah v 9 : slope, dan v 13 : landuse sawah. SARAN Untuk lebih meningkatkan validitas model penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah longsor di Kabupaten Garut, maka perlu dilakukan hal berikut : 1. Menambah jumlah sampel pengamatan tanah longsor yang bertujuan untuk meningkatkan akurasi hasil pengamatan. 2. Terkait dengan faktor curah hujan, maka perlu diteliti lebih lanjut karakteristik curah hujan, meliputi : intensitas, jumlah, waktu dan distribusi curah hujan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak, C. 2003. Faktor Hutan, Geomorfologi, dan Anomali Iklim pada Bencana Longsor di Hulu DAS Cimanuk. Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana Longsor Di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut. [BALINTAN] Balai Penelitian Tanah, 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Bogor. [BAPEKA] Badan Perencanaan Kabupaten Garut, 2001. Data Bio fisik dan Penggunaan Lahan di Kabupaten Garut. Garut. [BPN] Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Garut, 2001. Luas dan Penggunaan Lahan di Kabupaten Garut. Garut. Bhandari, R.K. 1995. Pattern of Subsidence in Lanslide. Di Dalam : Barends, F.B.J., F.J.J. Brouwer, F.H. Schroer, editor. 1995. Land Subsidence. Proceedings of the Fifth International Symposium on Land Subsidence, Held at The Haque. 16 -20October 1995. IAHS Publication 234-412. Haque. Brunsden, D. and Prior, D.B. 1984. Slope Instability. John Wiley Sons. New York. Crozier, M. J. 1986. Landslides : Cause, Consequences and Enviroment. Croom Helm. Australia. Darsoatmojo, A. dan Soedradjat, G.M. 2002. Bencana Tanah Longsor Tahun 2001. Year Book Mitigasi Bencana Tahun 2001. Das, B.M. 1993. mekanika Tanah prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis. Diterjemahkan : Endah, N.M dan I.B.M. Surya. Erlangga. Jakarta. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 2000. Identifikasi Daerah Rawan Bencana Serta Solusi Penanganannya. Bandung. [FATETA] Fakultas Teknologi Pertan ian. 2002. Laporan Akhir Identifikasi Penyusunan Rencana Tindak Penanggulangan Daerah Rawan Bencana di Kabupaten Garut. IPB. Bogor. Heath, W. and Sarosa, B.S. 1988. Natural Slope Problems Related to Roads in Java Indonesia. Proc. Of the 2 nd International Conference on Geomechanics in Tropical Soils. Singapore, pp 259-266. Hirnawan, F. 1997 . Perilaku Tanah Ekspansif dan Peningkatan Parameter Ketahanan Oleh Peran Vegetasi. Buletin Geologi Tata Lingkungan No. 19. Universitas Padjajaran. Bandung. Hudson, N. 1981. Soil Conservation. Ed. 2 nd .Cornell University Press. New York. Karson, M.J. 1982. Multivariate Statistical Methods. The Lowa State University Press. Ames, Lowa. Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000 Evaluasi dan rekomendasi. Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Lumb, P. 1975. Slope Failure in Hongkong, Quarterly Journal of Engineering Geology. Volume 8. Mustafril, 2003. Analisis Stabilitas Lereng Untuk Konservasi Tanah dan Air Di Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut. Thesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Naryanto, N.S. 2001. Evaluasi dan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Pulau Jawa tahun 2002. BPPT. Jakarta. Notosiswojo, S., dan Projosumarto. 1984. Pengantar Analisis Kemantapan Lereng. Jurusan Teknik Pertambangan. Fakultas Teknologi Mineral. ITB. Bandung. Olson, G.W. 1981. Soil and the Enviroment – A Guide to Soil Surveys and Their Application. Chapman and Hall, New York. Sutikno, 1997. Penanggulangan Tanah Longsor. Bahan Penyuluhan Bencana Alam Gerakan Tanah. Jakarta. _____, 2001. Tanah Longsor Goyang Pulau Jawa. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung. Surono, 2003. Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana Longsor Di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.