Keragaman Genetik Kelapa Sawit Asal Nigeria dan Asosiasi Marka Mikrosatelit (SSR) dengan karakter Virescens

KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT ASAL NIGERIA
DAN ASOSIASI MARKA MIKROSATELIT (SSR) DENGAN
KARAKTER VIRESCENS

TINCHE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

RINGKASAN
TINCHE. Keragaman Genetik Kelapa Sawit Asal Nigeria dan Asosiasi Marka
Mikrosatelit (SSR) dengan Karakter Virescens. Dibimbing oleh SUDARSONO,
DWI ASMONO dan DINY DINARTI.
Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sayur utama dunia.
Sempitnya sumber genetik kelapa sawit yang tersedia di Indonesia menyebabkan
keterbatasan dalam pengembangan program pemuliaan. Salah satu cara untuk
memperluas sumber genetik adalah menggunakan populasi introduksi. Hasil
eksplorasi dan pemuliaan populasi Nigeria menunjukkan beberapa keunggulan
dalam karakter komersial kelapa sawit.

Program pemuliaan kelapa sawit memiliki beberapa tujuan yaitu
meningkatkan hasil dengan berbasiskan area tanam, meningkatkan kualitas
minyak, memperlambat laju penambahan tinggi tanaman, dan mengembangkan
varietas yang resisten terhadap berbagai hama dan penyakit. Karakter-karakter
minor yang mendukung kualitas panen mulai diperhitungkan dalam perakitan
varietas. Karakter warna buah seperti karakter Virescens (Vir) dapat digunakan
sebagai indikator kematangan buah pada tandan kelapa sawit. Perbedaan warna
buah Vir yang kontras antara buah mentah dan masak dapat memudahkan dan
mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk panen tanpa harus memungut buah
yang jatuh. Studi ini bertujuan untuk: (1) evaluasi keragaman genetik kelapa sawit
famili DP-E; (2) mencari marka yang berasosiasi dengan karakter Virescens.
Beberapa marka SSR yang memiliki alel spesifik Pisifera dan Dura
diperoleh dari hasil seleksi dari 105 marka SSR. Analisis keragaman genetik
famili DP-E berdasarkan 25 marka SSR menunjukkan keragaman yang masih
tinggi. Estimasi struktur populasi famili DP-E juga memperlihatkan adanya
rekombinasi yang tinggi pada individu progeni.
Resolusi peta pautan genetik yang diperoleh dalam studi ini mencakup
empat kelompok pautan (KP) dengan total cakupan peta genetik 213.1 cM. Lokus
SSR mEgCIR3376 diperoleh sebagai kandidat marka yang terpaut pada karakter
Virescens dengan jarak genetik 27.7 cM pada posisi Linkage Group 8. Pengujian

marka pada empat populasi verifikasi memberikan hasil yang belum stabil.
Individu progeni famili DP-E yang memiliki karakter hasil tinggi, unggul
dan Virescens dapat dipilih untuk dilanjutkan ke siklus pemuliaan berikutnya.
Marka SSR mEgCIR3376 dapat digunakan sebagai alat bantu pada populasi tetua
atau populasi pemuliaan untuk seleksi tanaman yang Virescens dengan persentase
keterpautan 72.3%. Eksplorasi marka yang lebih dekat dengan karakter Virescens
dapat dilakukan dengan memilih marka-marka SSR yang spesifik terdapat pada
LG 8.
Kata kunci: asosiasi marka, kelapa sawit, keragaman genetik, SSR, virescens

SUMMARY
TINCHE. Genetic Diversity of Oil Palm Originated from Nigeria and Association
Marker of Microsatellite with Virescence trait. Supervised by SUDARSONO,
DWI ASMONO and DINY DINARTI.
Oil palm is one of the major oil crops of the world. The narrow genetic base
of Indonesian oil palm collections limited the progress of breeding programs. One
way to broaden the genetic source was to introduce other breeding populations.
The exploration and breeding programs of Nigerian oil palms shows several
commercial valued characters.
The breeding programs in oil palm have several purposes: to increase yield

based on land expansion, to increase oil quality, to delay height increament and to
develope varieties that resistant to pests and diseases. Minor traits which
supported yield quality have been considered in developing improved hybrids.
The contrasting color of unripe to ripe fruits Virescence (Vir) could be used as
indicator of ripeness of oil palm fruit bunches. The use of this phenotypic marker
could increase harvest efficiency and reduce cost, instead of counting and
collecting loose fruits. The objectives of this study were to: (1) to evaluate the
genetic diversity of oil palm DP-E family; (2) to identify SSR marker that
associate with Virescens trait.
This study identified several SSR markers that had Pisifera and Dura alleles
specific from screening of 105 markers. The genetic diversity analysis of DP-E
family based on 25 SSR markers showed that the progenies still retained high
genetic distance between individuals. The population estimation structure of DP-E
family revealed high recombination numbers in progenies.
The resolution of genetic linkage map obtained in this study covered 213.1
cM with four Linkage Group. Loci mEgCIR3376 was identified as candidate
marker linked to Virescence trait with 27.7 cM genetic distance on LG 8. Marker
verification on four other population showed that the marker was still unstable.
The progenies from DP-E family that has valued commercial characters and
Virescence could be selected as candidate in the next breeding cycle. Marker

mEgCIR3376 could be employed as a tool to screen Virescence plants on parent
or breeding population with 72.3% linkage percentage. An exploration of closer
marker to Virescence could be carried out by choosing SSR markers specifically
linked to LG 8.
Keywords: genetic diversity, linkage, oil palm, SSR, virescence

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Genetik
Kelapa Sawit Asal Nigeria dan Asosiasi Marka Mikrosatelit (SSR) dengan
Karakter Virescens adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Tinche
NIM A253100141


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT ASAL NIGERIA
DAN ASOSIASI MARKA MIKROSATELIT (SSR) DENGAN
KARAKTER VIRESCENS

TINCHE

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Dewi Sukma, SP, MSi

Judul Tesis : Keragaman Genetik Kelapa Sawit Asal Nigeria dan Asosiasi
Marka Mikrosatelit (SSR) dengan karakter Virescens
Nama
: Tinche
NIM
: A253100141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Sudarsono, MSc
Ketua

Dr Ir Dwi Asmono, MS, APU
Anggota

Dr Ir Diny Dinarti, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 23 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah
Keragaman Genetik Kelapa Sawit Asal Nigeria dan Asosiasi Marka Mikrosatelit
(SSR) dengan Karakter Virescens.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.,
Bapak Dr. Ir. Dwi Asmono, MS, APU dan Ibu Dr. Ir. Diny Dinarti, M.Si. selaku
pembimbing atas bimbingan, motivasi dan arahannya selama perencanaan,
pelaksanaan serta penulisan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada tim riset PT Sampoerna Agro, Tbk atas dukungan dan bantuannya selama
penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman PBT angkatan
2010 atas kerjasama, semangat dan dukungannya selama studi; rekan-rekan di
Plant Molecular Biology Laboratorium atas bantuannya dalam kegiatan
penelitian. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada Ayah,
Ibu, serta seluruh keluarga, atas dukungan dan doanya sehingga pendidikan ini

dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Tinche

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1! PENDAHULUAN

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2! TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelapa Sawit
Pemuliaan Kelapa Sawit
Marka Berbasis PCR
Bulk Segregant Analysis

1!
2!
2!
4
4
6
7
7

3! KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
POPULASI NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA SSR (SIMPLE
SEQUENCE REPEATS)

Abstrak
9!
Pendahuluan
10
Bahan dan Metode

11!

Hasil dan Pembahasan

13

Simpulan

19

4!!!ASOSIASI MARKA SSR (SIMPLE SEQUENCE REPEATS) DENGAN
KARAKTER WARNA BUAH VIRESCENS PADA POPULASI KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ASAL NIGERIA
Abstrak
21!
Pendahuluan
22
Bahan dan Metode

23!

Hasil dan Pembahasan

25

Simpulan

34

5! PEMBAHASAN UMUM
6! SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

35!

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

57

!

37!
37!
38!

DAFTAR TABEL
2.1
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3

Tipe dan bentuk buah kelapa sawit
Genotipe terpilih berdasarkan hasil survei dan analisis segregasi
karakter warna buah untuk seleksi primer
Primer hasil seleksi pada populasi dura dan pisifera yang terpilih
untuk genotyping
Data heterozigositas, jumlah alel dan Polymorphic Information
Content (PIC) pada populasi DP-E dengan 25 marka SSR
Analisis segregasi 25 lokus SSR dan satu lokus karakter warna buah
pada famili DP-E
Pemetaan lokus SSR pada famili DP-E dengan kriteria LOD 0.56 –
10.56 dan fraksi rekombinan 0.25
Segregasi primer mEgCIR3376 pada famili G, H, K dan L berdasarkan
kelompok warna buah (Virescens dan nigrescens)

6!
14
15
16
27
28
33

!

DAFTAR GAMBAR
1.1

2.1
3.1
3.2
3.3
3.4

3.5

4.1
4.2

4.3

4.4

Bagan alir kegiatan penelitian analisis keragaman genetik dan asosiasi
marka SSR (Simple Sequence Repeats) populasi kelapa sawit asal
Nigeria
Tipe warna buah pada kelapa sawit
Profil marka SSR pada genotipe pisifera (P) dan dura bulk (D1-D5)
menggunakan primer mEgCIR0588
Profil marka SSR pada genotipe pisifera (P1-P10) dan dura bulk (D1D5) menggunakan primer mEgCIR3376
Dendogram analisis UPGMA populasi DP-E menggunakan 25 primer
SSR
Perubahan delta K (!K) sesuai dengan perbedaan K antara (a)
populasi DP-E dan (b) 47 individu progeni DP-E yang diidentifikasi
oleh STRUCTURE dengan model campuran
Estimasi struktur populasi DP-E berdasarkan data genotyping 25 lokus
SSR pada populasi kelapa sawit DP-E (a) dan progeni DP-E (b)
menggunakan program STRUCTURE
Separasi pita DNA pada gel akrilamid 6% dan contoh skoring
Profil marka SSR pada genotipe pisifera (P1 – P10) dan dura bulk
(D1-D5) menggunakan primer mEgCIR3376 pada tahap skrining
primer
Peta pautan genetik kelapa sawit berdasarkan famili DP-E,
dikonstruksi dengan nilai LOD minimum 0.56 dan fraksi rekombinasi
maksimum 0.25
Profil marka SSR pada famili DP-E menggunakan primer
mEgCIR3376. P3 = pisifera 3, D3 = dura 3

3!
5!
14!
15!
17!
18!!
19!!
25!!
26!!
28!!
29!!

4.5

Dua tipe (A dan B) kemungkinan konfigurasi alel dan distribusi
segregasi marka mEgCIR3376 pada famili DP-E
4.6 Profil marka SSR pada famili G menggunakan primer mEgCIR3376
4.7 Profil marka SSR pada famili H menggunakan primer mEgCIR3376
4.8 Profil marka SSR pada famili K menggunakan primer mEgCIR3376
4.9 Profil marka SSR pada famili L menggunakan primer mEgCIR3376
4.10 Konfigurasi genotipe dan distribusi segregasi marka mEgCIR3376

30!
31!!
31
32
32
33

!

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Daftar 105 primer yang digunakan dalam tahap skrining primer
44!
Profil marka SSR pada kelapa sawit famili DP-E
48!
Prosedur pembuatan larutan
55!
Tabel pengkodean sampel kelapa sawit untuk studi keragaman genetik
dan asosiasi marka SSR dengan warna buah
58
Skoring pada tahap genotyping kelapa sawit famili DP-E dengan 25
marka SSR
60
Data skoring kelapa sawit famili DP-E untuk analisis MAPMAKER/EXP 64

5
6

!

1 PENDAHULUAN

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang penting dan strategis dalam mendukung peningkatan
penambahan devisa negara Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman penghasil
minyak sayur utama dunia (39.9 %) selain kedelai (26.6 %), kanola (14.9 %), biji
bunga matahari (8.8 %) dan beberapa komoditi lainnya (USDA 2014). Walaupun
bukan tanaman asli Indonesia, kelapa sawit dapat tumbuh baik dan berproduksi
tinggi di wilayah-wilayah Indonesia dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun
yang menyebar merata sepanjang tahun (Hartley 1988).
Pertambahan luasan tanam dan produksi kelapa sawit saat ini belum
mencukupi untuk memenuhi konsumsi dunia berdasarkan prediksi permintaan
konsumsi minyak sayur dan peningkatan populasi dunia (Corley 2009).
Permasalahan utama dalam meningkatkan produksi kelapa sawit yaitu
pembatasan program perluasan areal tanam karena menyangkut masalah konversi
dan keterbatasan luasan areal tanam yang tersedia. Hal ini menegaskan bahwa
diperlukan program intensifikasi dengan cara meningkatkan potensi genetik
kelapa sawit agar produktivitas per satuan hektar meningkat. Peningkatan potensi
genetik dapat dilakukan melalui kegiatan pemuliaan tanaman yang memanfaatkan
semua sumber daya genetik dan variasi genetik dari materi-materi yang telah
diperoleh.
Pada saat ini perbaikan potensi genetik kelapa sawit tidak hanya diarahkan
untuk karakter tunggal seperti peningkatan produktivitas crude palm oil (CPO)
yang dilakukan pada tahun 1980-an. Asmono et al (1999) menyatakan bahwa
karakter kualitas minyak menjadi perhatian utama setelah peningkatan hasil atau
kuantitas. Karakter kuantitas dan kualitas minyak merupakan karakter kompleks
yang tidak hanya berdiri sendiri sehingga seleksi dan perbaikan genetik kelapa
sawit saat ini lebih tekankan untuk seleksi sifat berganda yang dilakukan secara
simultan. Peningkatan kuantitas minyak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1)
meningkatkan karakter komponen produksi seperti karakter ukuran tandan, berat
tandan, jumlah buah/tandan, jumlah tandan/tanaman, tebal daging buah, rasio
minyak ke tandan dan (2) meminimalkan kehilangan hasil pada saat panen.
Sementara itu peningkatan kualitas minyak dilakukan dengan meningkatkan
karakter kandungan asam lemak tak jenuh dan kandungan metabolit sekunder
penting yang bermanfaat bagi kesehatan seperti kandungan !-karoten.
Salah satu karakter penting yang dapat digunakan untuk meminimalkan
kehilangan hasil pada saat panen dan penciri untuk kandungan !-karoten yaitu
karakter warna buah. Pada kelapa sawit, tipe buah yang paling sering ditemui
berwarna ungu gelap hingga hitam pada bagian apex dan kuning kehijauan pada
bagian basal sebelum masak, yang disebut dengan nigrescens. Tipe lain yang
kurang lazim ditemui berwarna hijau sebelum masak dan disebut Virescens. Tipe
ini berubah warna menjadi jingga kemerahan pada saat masak, meskipun bagian
apex dari eksternal buah tetap hijau (Corley & Tinker 2003). Karakter Virescens
merupakan karakter penting yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
panen yang tepat sehingga meminimalkan kehilangan hasil pada saat panen.

"!

!

Analisis genetik karakter Virescens belum banyak dilakukan terutama pada
populasi spesifik yaitu populasi yang berasal dari Nigeria.
Populasi Pisifera Nigeria kelapa sawit yang digunakan dalam studi
merupakan material introduksi dari ASD Costa Rica oleh PT Bina Sawit Makmur
(anak perusahaan PT Sampoerna Agro) antara tahun 1995 hingga 1998. Studi
preliminari pada material genetik ini oleh Breure (2002) menunjukkan bahwa
Pisifera origin Nigeria memiliki karakter superior dalam hal hasil minyak tinggi
dengan tinggi batang yang pendek dan juga beberapa karakter pendukung yang
berasosiasi dengan indeks panen tinggi, seperti proporsi total bahan kering yang
digunakan untuk produk ekonomi.
Marka Simple Sequence Repeats (SSR) adalah marka yang berbasis PCR
(Polymerase chain reaction) yang reprodusibel dan dapat mendeteksi lokus multialelik dan kodominan. Pada kelapa sawit, marka SSR pertama kali diaplikasikan
oleh Billotte et al. (2001) dan kemudian digunakan untuk konstruksi peta genetik
(Billotte et al. 2005), analisis keragaman genetik, analisis parental (Thongthawee
et al. 2010), dan verifikasi hibrida (Thawaro dan Te-chato 2009).
Bulk Segregant Analysis (BSA), yang dikembangkan oleh Michelmore et
al. (1991), adalah salah satu metode untuk mengidentifikasi marka yang terpaut
pada gen atau area genom tertentu secara cepat. Prinsip dasar metode ini adalah
membandingkan dua kelompok sampel DNA bulk dari populasi bersegregasi hasil
persilangan. Individu dalam setiap kelompok bulk memiliki kesamaan pada
karakter atau gen yang diinginkan tapi memiliki perbedaan untuk karakter yang
lain. Dua kelompok DNA, dalam studi ini adalah kelompok Vir dan kelompok
nigrescens (nig) dianalisis untuk mengidentifikasi marka yang dapat membedakan
warna buah.
Studi ini ditujukan untuk mempelajari struktur genetik dan keragaman
genetik populasi kelapa sawit yang berasal dari Nigeria koleksi PT. Sampoerna
Agro dan mempelajari asosiasi antara marka molekuler SSR dengan karakter
Virescens.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai: (1) Bahan
informasi keragaman genetik pada famili DP-E asal Nigeria, (2) Informasi primer
SSR yang polimorfik dan berasosiasi dengan karakter Virescens dapat digunakan
sebagai alat seleksi, (3) Dasar seleksi tetua dan progeni yang akan dipilih untuk
tahap seleksi selanjutnya.

!

#!

Tahapan 1. Penentuan
Populasi
Nigrescens

Survei karakter
warna buah

Virescens

Output: populasi terpilih
yang memiliki segregan
nigrescens dan virescens
pada progeninya

$%&'()*+!,%-*!'%,%!
'./+0*)!,%*!101-%!
2')3)40.%!,%*!,-.%5!

Tahapan 2.
Seleksi 105
primer



Isolasi DNA
sampel tetua



Pengujian
kualitas dan
kuantitas DNA



PCR

Output: data molekuler tetua
dan progeni

Tahapan 4.
Analisis data



Data biner (1 atau 0)



Data genotipe (A, B
atau H)

Output: primer
polimorfik

Tahapan 3.
Genotyping
populasi


Isolasi DNA
sampel progeni



Pengujian
kualitas dan
kuantitas DNA



PCR

A. Jarak genetik menggunakan data
biner dan software NTSYS dan
STRUCTURE
B. Asosiasi marka SSR dengan karakter
Vir menggunakan data genotipe dan
software MAPMAKER/EXP ver 3.0.

Gambar 1.1 Bagan alir kegiatan penelitian analisis keragaman genetik dan asosiasi
marka SSR (Simple Sequence Repeats) populasi kelapa sawit asal
Nigeria

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Kelapa sawit diyakini berasal dari benua Afrika berdasarkan catatan
eksplorasi Zeven (1965). Kumpulan pohon liar dan semi-liar ditemukan sepanjang
garis pantai mulai dari bagian paling utara dataran Senegal ke Sierra Leone,
Liberia, Pantai Gading, Ghana, Togo, Benin, Nigeria, Kamerun, Republik Rakyat
Kongo, Angola hingga ke bagian paling selatan di Republik Demokratik Kongo
(Corley dan Tinker 2003). Pusat asal dan keragaman kelapa sawit terkonsentrasi
di hutan tropis Nigeria, Kamerun, Kongo dan Angola (Ngando-Ebongue et al.
2012).
Catatan pertama introduksi kelapa sawit di Asia Tenggara adalah adanya
empat bibit yang ditanam di Kebun Raya Buitenzorg (sekarang Bogor) pada tahun
1848 di pulau Jawa. Pohon yang tumbuh dari ke empat bibit ini relatif seragam
dan diperkirakan di produksi di Amsterdam, dari biji yang dibawa dari Afrika
(Hartley 1988). Turunan dari empat pohon ini kemudian didistribusikan dan yang
kemudian digunakan untuk pengembangan materi genetik kelapa sawit di
Indonesia dan Malaysia.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman monokotil dari ordo
Arecales dan merupakan famili Palmae dan subfamili Cocosideae. Tanaman ini
termasuk satu genus Cocos dengan kelapa. Kata elaeis diambil dari bahasa
Yunani ‘elaion’ yang berarti minyak dan ‘elaia’ yang berarti zaitun.
Kelapa sawit memiliki satu titik tumbuh. Daun tumbuh dari meristem
apikal yang terletak di bagian apex batang. Bagian ini memiliki diameter 10-12
cm dan panjang 2.5-4 cm. Tajuk kelapa sawit dewasa terdiri dari 30-50 daun.
Pertumbuhan batang rata-rata per tahun sekitar 0.3-0.6 m. Pada perkebunan,
penanaman ulang dilakukan jika tinggi rata-rata pohon mencapai 10 m. Diameter
batang bervariasi antara 20-75 cm.
Pada kelapa sawit dewasa, akar primer dengan diameter 5-10 mm tumbuh
mengarah ke bawah dari dasar tanaman atau menyebar horizontal hingga radius
3.5-4.5 m. Akar sekunder dengan diameter 1-4 mm tumbuh dari akar primer dan
mengarah ke bawah, akar tersier berdiameter 0.5-1.5 mm tumbuh dari akar
sekunder dan dapat mencapai panjang hingga 20 cm dengan arah tumbuh yang
tidak diketahui.
Tanaman palma ini berdaun majemuk dengan pelepah daun tersusun
melingkari batang berbentuk spiral. Daun kelapa sawit tersusun berselang seling
(pinnate) dan terbagi menjadi dua bagian: rachis yang menghasilkan anak daun
dan petiol yang lebih pendek dari rachis, yang menghasilkan duri lateral pendek.
Batang daun atau rachis keras dan berserat, dengan panjang 5-9 m, sedangkan
panjang petiol bervariasi dan dapat mencapai hingga 1.2 m. Jumlah daun yang
diproduksi per tahun mulai dari 30 hingga 40 daun pada 2-4 tahun pertama,
kemudian produksi berkurang hingga 20-25 daun per tahun pada 8 tahun
berikutnya.

!
5
Tipe pembungaan kelapa sawit pada umumnya adalah monoecious dengan
bunga jantan atau betina tumbuh terpisah dalam satu pohon. Buah yang dihasilkan
berbentuk tandan yang besar dan kompak. Tipe buah kelapa sawit adalah drupe
dengan mesokarp yang mengandung banyak minyak. Biji buah (nut) terdiri dari
cangkang atau endocarp, dan satu, dua atau tiga kernel. Umumnya hanya satu
kernel yang bertahan karena kernel yang lain aborsi. Tipe dan bentuk buah kelapa
sawit dibedakan menjadi beberapa jenis (Tabel 2.1).

A!

B!

Gambar 2.1 Tipe warna buah pada kelapa sawit. A = tipe nigrescens; B = tipe
Virescens.

Tabel 2.1 Tipe dan bentuk buah kelapa sawit (Corley dan Tinker 2003)
Karakter
Terminologi
Deskripsi
Tipe buah
Warna eksternal
Nigrescens
Mengandung antosianin di eksokarp,
berwarna hitam atau coklat pada bagian
apex buah
Virescens
Tidak terdapat antosianin di eksokarp,
buah berwarna hijau saat masih mentah,
berwarna
jingga
dengan
ujung
kehijauan saat masak
Warna mesokarp
Albescens
Mengandung karoten yang sangat
rendah di mesokarp, berwarna kuning
pucat, bukan jingga
Bentuk buah
Ketebalan cangkang Dura
Bercangkang tebal, 2-8 mm, 35-65 %
mesokarp/buah, tidak ada cincin serat
melingkari biji jika dibelah
Tenera
Bercangkang tipis, 0.5-4 mm, 55-96%
mesokarp/buah, terdapat cincin serat
Pisifera
Tidak bercangkang, biasanya steril
untuk bunga betina

!
6!
Pemuliaan Kelapa Sawit

Pemuliaan dan seleksi kelapa sawit berkaitan erat dengan pengembangan
dura Deli berdasarkan empat pohon kelapa sawit yang diintroduksikan di Bogor
tahun 1848. Kelapa sawit memiliki siklus pemuliaan yang panjang, sekitar 10
tahun, seperti: satu tahun untuk polinasi, dua hingga tiga bulan untuk persiapan
dan germinasi benih, tiga tahun di lapangan sebelum panen dan empat hingga
enam tahun untuk evaluasi panen. Jika ditambahkan dengan uji progeni, waktu
yang dibutuhkan mendekati 20 tahun untuk mengembangkan progeni yang telah
teruji. Pemuliaan kelapa sawit memiliki beberapa tujuan utama: (1) meningkatkan
hasil minyak, (2) tanaman yang pendek, (3) peningkatan kualitas minyak, (4)
ketahanan terhadap penyakit, (5) sifat-sifat fisiologis (indeks tandan, jumlah bobot
kering dan bunch dry matter), (6) eksploitasi interaksi genotipe dan lingkungan
(Rajanaidu et al. 2000).
Secara umum, ada beberapa pendekatan yang diadopsi untuk pemuliaan
kelapa sawit. Pendekatan yang umum digunakan adalah Reciprocal Recurrent
Selection (RRS) dan Family and Individual Selection (FIS). RRS bertujuan untuk
mengembangkan kelompok pisifera dan dura secara terpisah dan saling
melengkapi untuk sifat tertentu dimana vigor hibrida dieksploitasi ketika
disilangkan. Uji lanjut dilakukan pada progeni sebelum pengembangan
selanjutnya untuk memperoleh nilai pemuliaan. FIS digunakan untuk
mengidentifikasi famili terbaik dan kemudian tetua terbaik dari generasi
berikutnya dipilih menggunakan nilai fenotipik (Price et al. 2007).
Metode Modified Recurrent Selection (MRS) digunakan oleh sebagian
besar pemulia kelapa sawit di Malaysia. Metode seleksi ini melibatkan
persilangan diantara tetua terseleksi dan progeni dilanjutkan pada siklus seleksi
berikutnya. Berbeda dengan RRS, introduksi bahan genetik baru dilakukan dalam
program pemuliaan (Rajanaidu et al. 2000). Proses ini memungkinkan introduksi
gen baru dalam program pemuliaan untuk meningkatkan variabilitas genetik
(Hardon 1970).
Untuk membantu memotong siklus pemuliaan yang panjang, metode
seleksi berbasis DNA digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan presisi dalam
studi gen (Collard dan Mackill 2008). Seleksi berbasis DNA lebih dapat
diandalkan daripada seleksi konvensional yang berbasis fenotipe, karena fenotipe
dipengaruhi oleh lingkungan dan genotipe. Penggunaan marka berbasis DNA
dalam pemuliaan disebut Marker-Assisted Selection (MAS).
MAS dapat dilakukan pada tahap awal tanaman (plantlet) sehingga
berpotensi mengurangi jumlah individu yang diuji dan juga mereduksi biaya.
Persyaratan untuk prosedur klasik MAS adalah marka DNA dan analisis pautan
yang akan mengidentifikasi marka yang terpaut dengan gen-gen yang
mengendalikan karakter-karakter yang diamati. Kualitas dan jumlah marka
menentukan kesuksesan MAS. Kualitas marka berhubungan dengan karakteristik
markanya, biaya dan efisiensi proses genotyping. Jumlah marka mempengaruhi
reliabilitas keterpautan antara marka dan gen. Dengan kata lain, seleksi marka
dalam jumlah besar memiliki potensi untuk identifikasi pautan yang dekat dan
dapat dipercaya antara marka dan gen yang diinginkan (Ben-Ari dan Luvi 2012).

!
7
Marka Berbasis PCR

Marka berbasis PCR memiliki beberapa keuntungan sepertinya waktu
yang lebih singkat untuk memperoleh hasil, jumlah DNA genom yang diperlukan
lebih sedikit (5-50 ng), dan kemampuannya untuk membagi informasi sekuen
primer tanpa perlu tukar menukar DNA. Marka ini dapat berdasarkan reaksi
primer yang berubah-rubah, seperti RAPD (random amplified polymorphic DNA),
ISSR (inter simple sequence repeats) dan AFLP (amplified fragment length
polymorphisms). Namun, banyak juga marka yang berdasarkan sekuen yang telah
diketahui, seperti mikrosatelit atau SSR (simple sequence repeats), STS (sequence
tagged sites) dan SNP (single nucleotide polymorphisms) (Godwin 2003).
SSR (simple sequence repeats) atau mikrosatelit tersebar merata di genom
eukariot. Polimorfisme SSR menggambarkan variasi jumlah unit berulang di
daerah tertentu dalam genom. Frekuensi pengulangan yang lebih dari 20 bp
diperkirakan muncul setiap 33 kb di tanaman. Sekuen nukleotida yang mengapit
pengulangan tersebut digunakan untuk mendesain primer untuk amplifikasi
berbagai unit pengulangan di berbagai varietas. Primer-primer ini sangat berguna
untuk deteksi cepat dan akurat lokus-lokus yang polimorfik dan informasi ini
dapat digunakan untuk membangun peta fisik berdasarkan sekuen tag tersebut.
Tipe polimorfisme ini sangat reprodusibel (Varshney et al. 2004).
Seleksi menggunakan marka molekuler merupakan alternatif yang
menarik karena memiliki potensial untuk mengurangi waktu yang diperlukan
untuk menghasilkan varietas baru dan melepasnya ke pasar. Hal ini dikarenakan
kemampuan untuk menyeleksi di tahap awal (terutama pada tahap pembibitan)
akan memberikan efek yang besar dalam mengurangi waktu dan sumber lain yang
dibutuhkan untuk perbaikan varietas (Singh et al. 2007).
Marka SSR pada kelapa sawit pertama kali dikembangkan oleh Billote et
al. (2001) dengan menskrining pustaka SSR yang kaya (GA)n, (GT)n dan (CCG)n
hingga karakterisasi akhir 21 lokus SSR. Estimasi kisaran ukuran alel dan
heterozigositas yang diharapkan di E. guineensis dan spesies yang berkerabat
dekat E. oleifera juga dipublikasikan sekuen primer, dimana penggunaan optimal
dari marka SSR dilakukan. Analisis data multivariat menunjukkan kemampuan
marka SSR secara efisien mengungkapkan struktur keragaman genetik genus
Elaeis sesuai dengan asal geografis dan hubungan genetiknya berdasarkan studi
molekuler sebelumnya. Tingginya tingkat variabilitas alelik mengindikasikan
bahwa SSR E. guineensis merupakan alat yang kuat untuk studi genetik genus
Elaeis, termasuk identifikasi varietas dan pemetaan genetik intra atau inter
spesifik.

Bulk Segregant Analysis (BSA)

Metode Bulk Segregant Analysis (BSA) dikembangkan oleh Michelmore
et al. (1991) untuk identifikasi cepat marka yang terpaut dengan gen atau region
genom yang spesifik. Metode ini membandingkan dua kelompok sampel DNA
dari populasi bersegregasi yang berasal dari satu hasil persilangan. Dalam setiap

!
7!
kelompok, atau bulk, individu-individu dalam kelompok tersebut identik untuk
karakter atau gen yang diamati tetapi berbeda untuk gen-gen lainnya. Dua
kelompok dengan karakter yang kontras berbeda (contohnya resisten dan rentan
terhadap penyakit tertentu) dianalisis untuk identifikasi marka yang dapat
membedakan karakter tersebut.
Keuntungan dari metode ini adalah metode ini dapat difokuskan pada
region yang diinginkan dengan marka; dan dapat dengan cepat mengetahui lokasi
gen. Metode BSA dapat digunakan untuk mencari marka-marka yang terpaut erat
dengan penyakit (Devey et al. 1995; Silva et al. 2003); analisis keragaman
genetik pada kultivar (Wakui et al. 2009) dan membuat peta genetik (Hong et al.
2010).

3 KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis
guineensis Jacq.) ASAL NIGERIA BERDASARKAN MARKA
SSR (SIMPLE SEQUENCE REPEATS)1

Abstrak

Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sayur utama dunia.
Sempitnya sumber genetik kelapa sawit yang tersedia di Indonesia menyebabkan
keterbatasan dalam pengembangan program pemuliaan. Salah satu cara untuk
memperluas sumber genetik adalah menggunakan populasi introduksi. Hasil
eksplorasi dan pemuliaan populasi Nigeria menunjukkan beberapa keunggulan
dalam karakter komersial kelapa sawit. Tujuan dari studi ini adalah untuk seleksi
primer SSR yang polimorfik, mencari primer SSR yang memiliki alel spesifik
untuk pisifera dan mengevaluasi keragaman genetik intrapopulasi Nigeria famili
DP-E. 105 primer SSR digunakan untuk skrining primer dan 25 marka terseleksi
digunakan untuk tahap evaluasi keragaman genetik. Segregasi marka yang
diperoleh dari hasil seleksi 105 marka SSR cukup tinggi (91.4 % polimorfik).
Marka dengan alel spesifik pisifera dapat digunakan untuk tujuan eksplorasi
marka yang berasosiasi dengan karakter warna buah. Pada hasil studi ini, 25
marka SSR mampu memperlihatkan keragaman genetik dan struktur populasi
famili DP-E. Analisis jarak genetik dengan pengelompokan UPGMA
menghasilkan dua kelompok besar dengan koefisien kemiripan 56 % dan tiga
subgrup progeni pada koefisien kemiripan 63 %. Estimasi struktur populasi
dengan program STRUCTURE menunjukkan adanya rekombinasi yang tinggi
pada individu progeni. Jumlah individu rekombinan yang tinggi menguntungkan
untuk pemilihan individu untuk seleksi pada program pemuliaan selanjutnya.
Kata kunci: kelapa sawit, keragaman genetik, SSR, virescens, warna buah

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Bagian bab ini sedang dalam proses review di Buletin Palma

1

!
89!
Abstract

Oil palm is one of the major oil crops of the world. The narrow genetic
base of Indonesian oil palm collections limited the progress of breeding programs.
One way to broaden the genetic source was to introduce other breeding
populations. The exploration and breeding programs of Nigerian oil palms shows
several commercial valued characters. The aims of this study were to screen
polymorphic SSR primers, to identify SSR primers that amplified pisifera’s
specific bands and to evaluate the genetic diversity of Nigerian population DP-E
family. 105 SSR markers were used in primer screening and 25 selected markers
were used in genotyping. The marker segregation obtained from 105 SSR markers
in this study was relatively high (91.4 % polymorphic). Markers with specific
alleles for pisifera could be used to find markers that associated with fruit color
trait. In this study, 25 SSR markers could reveal the genetic diversity and
population structure of DP-E family. Genetic analysis with UPGMA clustering
system generated two clusters with 56 % similarity coefficient and three subclusters of progenies DP-E with 63 % similarity coefficient. Estimation of
population structure using STRUCTURE software showed high recombination
numbers in progenies. The high recombination numbers in progenies would be an
advantage in providing genetic materials to be selected for further breeding
programs.

Keywords: fruit color, genetic diversity, oil palm, SSR, virescence

Pendahuluan

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang penting dan strategis dalam mendukung peningkatan
penambahan devisa negara Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman penghasil
minyak sayur utama dunia (39.9 %) selain kedelai (26.6 %), kanola (14.9 %), biji
bunga matahari (8.8 %) dan beberapa komoditi lainnya (USDA 2014). Suplai
terbesar minyak kelapa sawit berasal dari Indonesia (33 500 MT) diikuti oleh
Malaysia (20 800 MT), Thailand (2 250 MT) dan negara lainnya (6 248 MT)
berdasarkan data produksi minyak sawit dunia per Juli 2014. Di Indonesia sendiri,
penambahan area penanaman kelapa sawit masih terus meningkat hingga 8 % per
tahun (BPS 2011). Pertambahan luasan tanam dan produksi kelapa sawit saat ini
belum mencukupi untuk memenuhi konsumsi dunia berdasarkan prediksi
permintaan konsumsi minyak sayur dan peningkatan populasi dunia (Corley
2009). Beberapa alternatif untuk memenuhi permintaan tersebut adalah dengan
memaksimalkan pengelolaan perkebunan yang ada dan penggunaan bibit dengan
karakter yang unggul.
Sumber genetik kelapa sawit yang dikembangkan di Indonesia berasal dari
empat kecambah yang ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848. Pohon

!
11
yang tumbuh dari kecambah ini relatif seragam dengan tipe buah Dura dan
diindikasikan berasal dari satu pohon tetua. Program pemuliaan kelapa sawit
Indonesia dikembangkan dari populasi ini dan dikenal sebagai ‘kelapa sawit Deli’.
Dura Deli memiliki beberapa keunggulan: buahnya besar dan mesokarp yang
mengandung minyak tinggi (60 %) (Hartley 1988, Pamin 1998). Implikasi dari
pengembangan dura Deli ini menyebabkan keragaman genetik kelapa sawit
Indonesia menjadi relatif sempit.
Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ini adalah dengan
mengintroduksikan sumber genetik baru. Populasi kelapa sawit asal Nigeria
adalah salah satu sumber genetik yang digunakan. Beberapa keunggulan dari
populasi Nigeria: memiliki pertumbuhan tinggi yang lambat (15-25 cm/tahun),
kadar iodine tinggi (IV > 70) dan rataan kernel to bunch yang tinggi (di atas
12 %) (Rajanaidu dan Rao 2002).
Pada kelapa sawit, tipe buah yang paling sering ditemui berwarna ungu
gelap hingga hitam pada bagian apex dan kuning kehijauan pada bagian basal
sebelum masak, yang disebut dengan nigrescens. Tipe lain yang kurang lazim
ditemui berwarna hijau sebelum masak dan disebut Virescens. Tipe ini berubah
warna menjadi jingga kemerahan pada saat masak, meskipun bagian apex dari
eksternal buah tetap hijau (Corley & Tinker 2003). Warna buah Virescens ini juga
ditemui pada beberapa aksesi di populasi Nigeria.
Studi ini menggunakan marka SSR, yang berdasarkan pada sejumlah
sekuen DNA berulang (2-5 nukleotida) yang terdapat dalam mikrosatelit. Jumlah
pengulangan kopi SSR ini bervariasi antar individu dan merupakan sumber
polimorfisme di tanaman. Marka SSR merupakan marka berlokus tunggal,
multialelik dan kodominan (Acquaah 2007). Pada kelapa sawit, marka SSR
pertama kali diaplikasikan oleh Billotte et al. (2001). Marka SSR dipilih karena
jumlahnya yang melimpah dan terdistribusi merata, dihasilkan cepat melalui PCR,
mudah diskoring dan informasi sekuen primernya mudah diakses melalui
publikasi (Saghai-Maroof et al. 1994). Tujuan dari studi ini adalah untuk seleksi
primer SSR yang polimorfik, mencari primer SSR yang memiliki alel spesifik
Pisifera dan mengevaluasi keragaman genetik intrapopulasi famili DP-E asal
Nigeria.

Bahan dan Metode

Pemilihan Populasi
Jumlah pohon yang digunakan dalam survei adalah 2 480 pohon, terdiri
dari 53 famili hasil persilangan enam genotipe Pisifera dengan 51 genotipe Dura
berdasarkan desain alpha (alpha design). Survei warna buah dikategorikan
menjadi dua: Virescens (Vir) dan nigrescens (nig).
Populasi yang dipilih adalah 107 pohon kelapa sawit yang terdiri atas 10
pohon pisifera, 50 pohon dura dan 47 pohon progeni hasil persilangan DxP
terpilih asal Nigeria. Survei karakter warna buah dilakukan pada populasi terpilih
untuk memperoleh informasi fenotipe.

!
8"!
Ekstraksi DNA dan prosedur SSR
Sampel daun tombak digunakan untuk ekstraksi DNA. DNA diisolasi
menggunakan metode CTAB berdasarkan modifikasi dari Orozco-Castillo et al.
(1994). Sampel daun tombak segar dengan ukuran ± 1 cm x 1 cm dipotong
kemudian digerus hingga halus dalam mortar yang telah diisi dengan larutan
buffer ekstraksi 1 000 µl dan 0.1 mg PVP. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam
tabung mikro 2 ml yang telah berisi 500 µl buffer ekstraksi (CTAB) dan 10 µl
mercaptoethanol. Hasil gerusan diinkubasi selama 60 menit di waterbath dengan
suhu 65 °C dan dibalik manual setiap 10 menit. Setelah inkubasi, KIAA
ditambahkan kedalam campuran hingga total volume 2 ml dan divortex hingga
homogen, diikuti sentrifusi dengan kecepatan 11 000 rpm selama 10 menit.
Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung mikro 2 ml baru dan ditambahkan
1 ml KIAA, divortex hingga homogen. Campuran disentrifusi kembali dengan
kecepatan 11 000 rpm selama 10 menit.
Supernatan hasil sentrifusi kedua dipindahkan ke tabung mikro 1.5 ml
baru, ditambahkan Na-asetat 1/10 dari volume total dan etanol p.a hingga total
volume 2 ml. Tabung dibalik berulangkali secara perlahan hingga timbul benang
halus berwarna putih bening atau kekuningan. Tabung diinkubasi di suhu 4 °C
selama 60 menit, setelahnya disentrifusi pada 11 000 rpm selama 10 menit.
Supernatan dibuang dan pelet dikeringanginkan selama 15-30 menit. Buffer TE
1x sebanyak 300 µl ditambahkan ke dalam tabung dan dibalik berulangkali secara
manual hingga larut, inkubasi di 4 °C selama 60 menit. Setelah inkubasi, RNAase
3.3 µl ditambahkan dalam tabung dan inkubasi di 37 °C selama 60 menit.
Suspensi ditambahkan 1 ml etanol p.a dan disimpan pada suhu 4 °C selama 60
menit, kemudian disentrifusi pada 11 000 rpm selama 10 menit. Supernatan
dibuang dan pelet dikering-anginkan selama 15 menit, kemudian ditambahkan 0.5
ml etanol 70% untuk membersihkan larutan CTAB yang tersisa. Tabung dibalik
berulangkali secara perlahan, etanol dibuang dan pelet dikering-anginkan selama
15-30 menit. Pelet yang telah mengering disuspensikan kembali dengan
menambahkan 200 µl buffer TE 1x, dibalik manual dan perlahan untuk
menghindari terputusnya DNA. Suspensi yang dihasilkan merupakan DNA stok
dan disimpan di suhu -20 °C untuk penggunaan selanjutnya.
Pengecekan kualitas dan kuantitas DNA menggunakan 0.8% gel agarose
dan diwarnai dengan GelRedTM. Gel divisualisasi dengan Bio Rad Gel DocTM
UV-Transluminator. Campuran Polymerase Chain Reaction (PCR) terdiri dari 9.5
µl ddH2O, 12.5 µl Promega GoTaq® Green master mix (Taq DNA polymerase,
dNTPs, MgCl2 dan buffer reaksi), 1.0 µl primer forward, 1.0 µl primer reverse
dan 5 ng/µl DNA template. PCR dijalankan dengan tahap denaturasi pertama pada
95 °C selama 1 menit, tahap denaturasi kedua pada 94 °C selama 30 detik, tahap
annealing sesuai dengan Ta primer selama 1 menit, tahap extension pada 72 °C
selama 2 menit dan tahap final extension pada 72 °C selama 8 menit. Proses
dijalankan dengan 35 siklus sebelum suhu diturunkan ke 4 °C. Produk PCR
dipisahkan menggunakan dengan Cole-Parmer® Dedicated Height Sequencer
pada gel akrilamid 6 % dengan buffer SB 1X (Brody dan Kern 2004) dan
diwarnai dengan perak nitrat (Creste et al. 2001) untuk visualisasi.

!
13
Seleksi Primer dan Genotyping
Primer-primer yang dipilih dari Billotte et al. (2005) sebanyak 105
digunakan dalam proses skrining primer. Materi genetik yang digunakan dalam
skoring primer adalah 10 sampel pisifera dan lima DNA bulk dari masing-masing
lima genotipe dura. DNA bulk per genotipe dura diperoleh dengan cara mem-bulk
DNA dari 10 individu dura dalam genotipe yang sama. Pada tahap genotyping,
populasi yang digunakan adalah famili DP-E dengan 47 sampel progeni, tetua
jantan (P3) dan tetua betina (D3). Primer yang digunakan pada tahap ini adalah 25
primer SSR yang dihasilkan dari tahap seleksi primer. Kriteria seleksi primer
untuk genotyping adalah primer harus polimorfik dan pita pada individu Pisifera
harus heterozigot.

Analisis Data
Pita – pita yang diperoleh pada plat kaca diskoring manual sebagai data
biner dengan kode (1) jika ada pita dan (0) jika tidak ada pita. Data hasil skoring
digunakan untuk estimasi parameter keragaman genetik dalam populasi:
Polymorphic Information Content (PIC) menggunakan persamaan matematika:
!
! !
!"# ! ! ! ! !!!! !!! ! ! !!!
!!!
!!!!! !! !! . Software CERVUS 2.0 (Marshall et
al. 1998) digunakan untuk estimasi heterozigositas (He) berdasarkan Nei (1972),
He = 1 – "Pi2, dimana Pi adalah rataan frekuensi ke-i alel SSR. Software
POPGENE (Yeh et al. 1999) digunakan untuk kalkulasi alel efektif (Ne). Analisis
pengelompokan berdasarkan Unweighted pair-group with arithmetic average
(UPGMA) dengan koefisien Dice (1945) menggunakan software NTSYSpc ver.
2.02 (Rohlf 1998).
Program STRUCTURE V2.3.4 (Pritchard et al. 2000) digunakan untuk
mengestimasi struktur populasi yang menunjukkan kemiripan genotipe dalam
subgroup. Setiap individu dijalankan pada kisaran kluster genetik K=1 hingga
K=10 dengan model admixture, dan setiap K diulang sebanyak 20 kali. Setiap run
diimplementasikan dengan burn-in period 100 000 steps diikuti dengan replikasi
250 000 Monte Carlo Markov Chain (MCMC). Plot hasil didasarkan pada
consensus permutasi Q-matrix dari 20 replikasi setiap K menggunakan program
CLUMPP (Jakobsson dan Rosenberg 2007) dan ditampilkan dengan bantuan
program DISTRUCT (Rosenberg 2004).

Hasil dan Pembahasan

Pemilihan Populasi
Total jumlah pohon yang disurvei dalam percobaan ini adalah 2 480 pohon
terdiri dari 53 famili hasil persilangan enam genotipe Pisifera dengan 51 genotipe
Dura berdasarkan desain alpha (alpha design). Survei warna buah dikategorikan
menjadi dua: Virescens (Vir) dan nigrescens (nig). Berdasarkan hasil survei, 19

!
8:!
famili memiliki segregasi warna buah Vir dan nig; 34 famili lainnya memiliki
warna buah yang seluruhnya berwarna hitam (nig).
Sembilan belas famili yang memiliki segregasi warna buah diuji rasio
segregasi turunannya untuk karakter tersebut. Lima populasi dura (D1, D2, D3,
D4, D5) dan satu populasi DP-E terpilih untuk digunakan dalam seleksi primer
dan genotyping (Tabel 3.1). Genotipe-genotipe ini terpilih karena segregasi warna
buah Vir dan nig nya mendekati rasio 1:1 dengan uji khi kuadrat.

Polimorfisme Mikrosatelit pada Seleksi Primer
Hasil dari seleksi 105 primer spesifik SSR menujukkan lima primer
(4.8 %) tidak menghasilkan pita, empat primer (3.8 %) menghasilkan pita
monomorfik dan 96 primer (91.4 %) dengan pita polimorfik. Enam primer
(mEgCIR3828, mEgCIR0803, mEgCIR2423, mEgCIR0588, mEgCIR3747 dan
mEgCIR2813) hanya menghasilkan pita pada sampel dura tetapi tidak pada
individu pisifera. Primer tersebut dapat dikategorikan sebagai primer spesifik
Dura (Gambar 3.1). Dua puluh lima primer (Tabel 3.2) yang menghasilkan alel
spesifik pisifera (Gambar 3.2) diperoleh dari seleksi lanjut 96 primer yang
polimorfik. Primer ini digunakan selanjutnya dalam tahap genotyping.
Sampel dura (D1-D5) merupakan sampel bulk atau gabungan DNA dari 10
sampel setiap genotipe. Hasil amplifikasi pita pada kelima sampel adalah 0 (tidak
ada amplikon) dan maksimal dua pita. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
kontaminasi pollen lain pada saat persilangan DxD dan tidak ada mislabeling pada
saat pembibitan dan transportasi hingga penanaman di lapangan untuk sampel
yang digunakan.

Tabel 3.1

Genotipe terpilih berdasarkan hasil survei dan analisis segregasi
karakter warna buah kelapa sawit untuk seleksi primer
Genotipe
Tipe Buah
Jumlah Sampel
DP-E
Tenera
47
D1
Dura
10
D2
Dura
10
D3
Dura
10
D4
Dura
10
D5
Dura
10
P
Pisifera
10

!
Gambar 3.1 Profil marka SSR pada kelapa sawit genotipe Pisifera (P) dan Dura
bulk (D1-D5) menggunakan primer mEgCIR0588. Pada sampel
Pisifera tidak ada pita yang teramplifikasi.

!
15

Gambar 3.2 Profil marka SSR pada kelapa sawit genotipe Pisifera (P1-P10) dan
Dura bulk (D1-D5) menggunakan primer mEgCIR3376. Tanda
panah pada gambar menunjukkan alel spesifik pada Pisifera.

Tabel 3.2 Primer hasil seleksi pada kelapa sawit populasi dura dan pisifera yang
terpilih untuk genotyping
Primer

Tipe
Repetisi

Sekuen-5’

52

1

GTGTTTGATGGGACATACA

52

1

GGCGGGGCCGAAGGTAGAGG

TCCGGCCCTAGCACCACATC

52

1

(GA)18

TTGTATGACCAAAGACAGC

mEgCIR3819

(GA)17

CCTCCTTTGGAATTATG

(GA)13

Ta. LGa

AGCGCAACATCAGACTA

mEgCIR3788

mEgCIR3297

Sekuen-3’

mEgCIR3813

(GA)19

CATACCCTGCTTATCTTTC

GTAGATACCCGTTAGTTGAC

52

1

mEgCIR0800

(GA)18

GTGGGACAATTGAAAGGGAAGT

CCAGCTGCCAAATGCTGTAG

56

2

mEgCIR0408

(CCG)5

TTGCGGCCCATCGTAATC

TCCCTGCAGTGTCCCTCTTT

58

2

mEgCIR3683

(GA)15

GTAGCTTGAACCTGAAA

AGAACCACCGGAGTTAC

52

2

ATTTTGCATGTGTTGAGAGC

CAACCAATTGCACCCTAAAG

52

3

mEgCIR2347

(GA)15

mEgCIR3716

(GA)19

GCAGACATGGCAGCAAAAAG

GGGGATGTTCCTGGATATCA

52

4

mEgCIR1917

(GA)12

CGATCTTCTAGCGTGCAAGA

ATTCCCCACCTCCTCCACAC

52

4

GGAATGCTGGTCATGGAATATA

52

4

ATACATCCCCTCCCCTCTCT

52

5

TTTCTTATGGCAATCACACG

GGAGGGCAGGAACAAAAAGT

52

6

mEgCIR3310

(GA)18

ATCATGGCCGATCTGTATTA

mEgCIR3902

(GA)17

ACAATAACCTGAGACAACAAGAAAC

mEgCIR3281

(GA)17

mEgCIR0894

(GA)18

TGCTTCTTGTCCTTGATACA

CCACGTCTACGAAATGATAA

52

7

mEgCIR3376

(GA)19

CCCTCCCTGCTACCTTCT

TTATGTGAGTGCCTTTGATG

52

8

ACAATATTTAGACCTTCCATGAG

52

9

TATTGATAGCATTTGGGATTAG

52

10

GTTTTGTTTGGTATGCTTGT

52

10

GCAGGCCTGAAATCCCAAAT

58

10

TGTCAGACCCACCATTA

52

11

mEgCIR3878

(GA)25

TAGTTTTCCCATCACAGAGT

mEgCIR0825

(GA)21

AGTGAGGTATGGTTGATTAGGA

mEgCIR0788

(GA)13

ACATTCCCTCTATTATTCTCAC

mEgCIR0146 (GT)2(GA)27 GACCTTTGTCAGCATACTTGGTGTG
mEgCIR3382

(GA)24

TGTAGGTGGTGGTTAGG

mEgCIR0773

(GT)7(GA)8

GCAAAATTCAAAGAAAACTTA

CTGACAGTGCAGAAAATGTTATAGT

52

15

mEgCIR2860

(GA)12

AGGGAGGCGAACGAGAAACA

CGACTGCTGATGGGGAAGAG

52

15

TCTCACTTCCTCCCCACATC

52

15

GGTTTAGGTATTGGAACTGATAGAC

52

16

CATCCCATTTCCCTCTT

52

16

mEgCIR0037

(GA)17

CCAGTCTGCTAACCATCCTATAC

mEgCIR2436 (GT)7ca(GA)8 AACACTCCAGAAGCCAGGTC
mEgCIR3750

(GA)16

GATGTTGCCGCTGTTTG

Keterangan: Ta. = Annealing Temperature, LG = Linkage Group,
dikembangkan oleh Billotte et al. (2005)

a

Primer yang digunakan

Persentase lokus polimorfik pada tahap seleksi primer adalah 96 %. Angka
ini menunjukkan heterozigositas yang tinggi antara individu Pisifera dan populasi
Dura. Nilai PIC rata-rata dan nilai He rata-rata pada populasi seleksi primer

!
86!
adalah 0.45 dan 0.51. Nilai ini mengindikasikan bahwa populasi yang digunakan
memiliki keragaman genetik moderat (Hildebrand et al. 1992) pada set primer
yang digunakan dalam seleksi. Jumlah total alel yang diperoleh adalah 327 alel
dengan variasi antara satu hingga tujuh alel per lokus. Lokus mEgCIR0037 (6
alel) dan mEgCIR3382 (7 alel) menghasilkan jumlah alel tertinggi.

Analisis Keragaman Genetik pada populasi DP-E
Informasi genetik pada famili DP-E disajikan dalam Tabel 3.3. Tingkat
polimorfisme DP-E dievaluasi dengan mengkalkulasi nilai PIC pada 25 loci SSR.
Nilai PIC maksimum diperoleh pada angka 0.701 pada primer mEgCIR3310 yang
menunjukkan lokus ini yang paling informatif. Primer mEgCIR0146 dan
mEgCIR2860 adalah lokus yang paling kurang informatif (PIC = 0.272). Nilai Ho
berkisar antara 0.41 hingga 1 (rataan Ho = 0.75), dan kisaran nilai He adalah 0.330.75 (rataan He = 0.54). Nilai rata-rata heterozigositas yang diharapkan (He) dan
heterozigositas yang diamati (Ho) mengindikasikan keragaman genetik yang
relatif tinggi intrapopulasi DP-E. Total alel yang dihasilkan dari 25 primer SSR
adalah 69 alel dengan kisaran alel efektif 1.48-3.97 dan rerata alel efektif (Ne)
2.44.

Tabel 3.3 Data heterozigositas, jumlah alel dan Polymorphic Information Content
(PIC) pada kelapa sawit famili DP-E dengan 25 marka SSR
Primer
mEgCIR3310
mEgCIR0773
mEgCIR1917
mEgCIR0146
mEgCIR2347
mEgCIR3376
mEgCIR3902
mEgCIR2436
mEgCIR3819
mEgCIR0825
mEgCIR3878
mEgCIR0037
mEgCIR3281
mEgCIR3788
mEgCIR3297
mEgCIR3813
mEgCIR3683
mEgCIR0800
mEgCIR0788
mEgCIR0894
mEgCIR3716
mEgCIR3382
mEgCIR2860
mEgCIR0408
mEgCIR3750

Ho
1.00
0.98
1.00
0.41
0.67
0.98
0.63
0.51
0.84
0.67
0.98
0.82
0.53
0.82
1.00
0.45
0.45
0.47
1.00
1.00
0.61
0.98
0.41
0.98
0.53

He
0.76
0.63
0.75
0.33
0.57
0.63
0.44
0.38
0.64
0.55
0.63
0.66
0.39
0.65
0.66
0.35
0.35
0.36
0.74
0.75
0.43
0.63
0.33
0.66
0.39

Jumlah alel
4
3
4
2
3
3
2
2
3
3
3
3
2
3
3
2
2
2
4
4
2
3
2
3
2

PIC
0.701
0.551
0.698
0.272
0.502
0.554
0.339
0.308
0.561
0.483
0.546
0.584
0.314
0.570
0.582
0.288
0.288
0.295
0.688
0.695
0.335
0.549
0.272
0.581
0.314

Keterangan: He = heterozigositas yang diharapkan, Ho = heterozigositas yang
diamati, PIC = Polymorphic Information Content

!
17

Hasil percobaan memperlihatkan penurunan nilai rata–rata He (0.54)
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Putri (2010) (0.663) pada tiga populasi
Nigeria dari koleksi yang sama dengan percobaan ini, dan Bakoume (2009)
(0.644) pada lima populasi alami asal Nigeria. Rerata jumlah alel (Na) yang hasil
percobaan ini (2.76) lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh Abdullah et al.
(2011) (populasi elit Deli-AVROS = 2.3) tetapi lebih rendah daripada hasil
penelitian Zulhermana (2009) (Nigeria = 3.3), Putri (2010) (Nigeria = 4.5),
Ajambang et al. (2012) (