Analisis Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) asal Angola menggunakan Marka Mikrosatelit

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PLASMA NUTFAH
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ASAL ANGOLA
MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT

URIP SAYEKTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis
Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) asal
Angola Menggunakan Marka Mikrosatelit adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Urip Sayekti
NIM P051110151

RINGKASAN
URIP SAYEKTI. Analisis Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) Asal Angola menggunakan Marka Mikrosatelit.
Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan NURITA TORUAN-MATHIUS.
Upaya peningkatan produktivitas dan karakter unggul lainnya dalam
program pemuliaan kelapa sawit Indonesia mengalami kendala disebabkan oleh
keragaman genetik yang rendah. Untuk meningkatkan keragaman genetik telah
dilakukan eksplorasi plasma nutfah di Angola, Afrika Tengah. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menetapkan keragaman genetik tanaman kelapa sawit
berdasarkan marka mikrosatelit pada populasi antar daerah dan antar aksesi dari
kelima daerah distribusi spasial kelapa sawit asal Angola dan dibandingkan
dengan keragaman populasi komersial Tenera (D x P), Dura (D) dan Pisifera (P).
Bahan tanam aksesi asal Angola yang digunakan sebanyak 27 aksesi atau
136 individu palma yang ditanam di kebun Palapa, Riau. Sementara bahan tanam
populasi komersial digunakan sebanyak 34 tanaman (25 progeni) yang terdiri dari

20 tanaman (14 progeni) kelapa sawit tipe D, 1 progeni (4 tanaman) kelapa sawit
tipe P dan 10 tanaman (10 progeni) kelapa sawit D x P yang berasal dari kebun
Kandista dan Damimas, Riau, Sumatera. DNA diisolasi menggunakan protokol
isolasi DNA kemudian diamplifikasi dengan PCR menggunakan 20 marka
mikrosatelit. Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak GenAlEx 6.5
untuk menganalisis keragaman alelik, Analisis Variasi Molekuler (AMOVA),
analisis koefisien keragaman genetik (Gst) dan analisis persebaran individu dalam
populasi menggunakan Principal Coordinate Analysis (PCoA). Perangkat lunak
Power Marker V 3.15 digunakan untuk menganalisis tingkat polimorfisme lokus
yang digunakan (PIC); dan perangkat lunak NTSYS V 2.1 digunakan untuk
menganalisis dendogram kekerabatan yang dikonstruksi berdasarkan Unweighted
Pair Group Method with Arithmetic Mean (UPGMA). Seluruh analisis dilakukan
baik pada individu dalam seluruh populasi, antar populasi maupun antar
subpopulasi berdasarkan daerah distribusi spasial di Angola.
Hasil penelitian menunjukkan nilai PIC 0.55 dengan 107 total alel
terdeteksi. Koefisien keragaman genetik antar daerah distribusi spasial rendah
antara 0.01 sampai 0.13. AMOVA menunjukkan bahwa sumber keragaman
genetik terbesar disumbangkan oleh keragaman genetik antar individu baik di
dalam aksesi maupun di dalam subpopulasi berdasarkan daerah distribusi spasial.
Analisis kelompok UPGMA membagi seluruh individu menjadi enam kelompok

pada koefisien kesamaan genetik 0.42 sampai 0.96 dimana pengelompokan tidak
berdasarkan aksesi dan daerah distribusi spasial. Analisis sebaran individu dalam
populasi menunjukkan bahwa sebagian individu dalam subpopulasi cenderung
menyebar pada empat kuadran dan sebagian mengelompok pada dua kuadran.
Individu D x P, D dan P membentuk kelompok yang terpisah dengan populasi asal
Angola.
Populasi hasil eksplorasi asal Angola memiliki nilai parameter-parameter
keragaman genetik yang lebih tinggi. Populasi tersebut memiliki potensi untuk
diseleksi sebagai tetua pada skema program pemuliaan kelapa sawit saat ini.
Kata kunci: AMOVA, distribusi spasial, kesamaan genetik, populasi komersial, PIC

SUMMARY
URIP SAYEKTI. Genetic Diversity Analysis of Angola-originated Germplasm
Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Using Microsatellite Marker. Supervised by
UTUT WIDYASTUTI and NURITA TORUAN-MATHIUS.
The effort to increase productivity and other elite characters of Indonesia
oil palm breeding program is facing a problem because of the narrow of genetic
diversity. To widen the genetic diversity, germplasm exploration has been done in
Angola, Central Africa. The objectives of this research is to assess the genetic
diversity of oil palm Angola-originated between accessions and spatial

distribution regions compared to the commercial population of Tenera (D x P),
Dura (D) and Pisifera (P) based on microsatellite markers. The Angola-originated
plant materials used were 27 accessions consist of 136 palm planted in Palapa
Estate Riau, Sumatera. And commercial population plant materials used were 34
palms (25 progenies) consist of 20 palms (14 progenies of D palm), 4 palms (1
progeny of P palm and 10 palms (10 progenies) of D x P palms planted in
Kandista and Damimas Estate, Riau, Sumatera. DNA has been isolated and
amplified using PCR based on 20 SSR markers. Data analysis has been done
using GenAlEx 6.5 software to analyze allelic diversities, Analysis of Molecular
Variance (AMOVA), Genetic diversity coefficient (Gst), and the individuals
spread in the populations using Principal Coordinates Analysis (PCoA). Power
Marker V 3.15 software has been used to analyze the level of loci polymorphism
(PIC); and NTSYS ver. 2.1 has been used to analyze the genetic relationship
based on Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean (UPGMA). All
the analysis has been used either on individual in all populations, between
populations or between subpopulations based on spatial distribution region in
Angola.
The result shows that the PIC value is 0.55 with 107 total numbers of
alleles. Genetic diversity coefficient between spatial distribution regions is range
from 0.01 to 0.13. AMOVA shows that the sources of highest diversity is given

by diversities between individuals either in the subpopulations or based on spatial
distribution regions. UPGMA grouping analysis has dividing all individuals into
six groups on 0.42 to 0.96 similarity coefficient. The grouping of individuals is
not based on the accessions and spatial distribution regions. The individuals
spread analysis shows that a part of individuals tend to spread on four quadrants
and part of them tend to agglomerate only on two quadrants. The D x P, D and P
individuals tend to separate from the Angola-originated individuals.
The Angola-originated population has all the genetic diversities parameter
values compared to the commercial population D x P, D and P. The Angolaoriginated population has the potencies to be selected as a parent material on the
current oil palm breeding program scheme.
Key words: AMOVA, commercial population, genetic similarity, PIC, spatial
distribution.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PLASMA NUTFAH
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ASAL ANGOLA
MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT

URIP SAYEKTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Miftahudin, MSi

Judul Tesis
Nama
NRP

: Analisis Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) asal Angola menggunakan Marka Mikrosatelit
: Urip Sayekti
: P051110151

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Dr Ir Utut Widyastuti Suharsono, MSi
Ketua

Dr Nurita Toruan-Mathius, MS
Anggota


Diketahui oleh
Ketua Program Studi Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 9 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Februari 2014 ini
adalah keragaman genetik kelapa sawit dengan judul Analisis Keragaman Genetik
Kelapa sawit asal Angola Menggunakan Marka Mikrosatelit. Sumber dana
penelitian ini berasal dari PT SMART Tbk, Divisi Plant Production and

Biotechnology. Sebagian hasil penelitian ini sedang dalam proses publikasi di
Jurnal Agronomi Indonesia (JAI).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Utut Widyastuti, MSi dan
Ibu Dr Nurita Toruan-Mathius, MS selaku pembimbing yang telah banyak
memberi arahan dan masukan mulai dari awal sampai akhir. Penghargaan dan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Miftahudin, MSi atas
kesediaannya menjadi penguji luar komisi, terima kasih kepada Bapak Prof
Suharsono, DEA selaku Ketua Program Studi PS Bioteknologi.
Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Jo
Daud Dharsono selaku Head of Upstream PT SMART Tbk yang telah memberi
izin dan kesempatan penulis untuk melanjutkan studi, Bapak Dr Tony Liwang
selaku Division Head dan Ibu Lisa Muliani yang telah memberikan motivasi dan
dukungan selama studi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Yong
Yit Yuan dan timnya Bapak Arnolly S. Ardi dan Bapak Yopy Dedywiryanto
selaku Plant Breeder SMARTRI yang telah membantu dan mengarahkan pada
proses pengambilan sampel daun. Terima kasih kepada Bapak Hairinsyah, MSi
dan Bapak Hotdi atas bantuan dan izin dalam pemilihan dan pengambilan sampel
tanaman komersial. Disamping itu penulis juga menyampaikan penghargaan
kepada rekan staf khususnya Andree Sunanjaya Kusnandar, Hadi Septian Guna
Putra dan Yogo Adhi Nugroho, seluruh staf Tissue culture dan Bioteknologi,

karyawan Bioteknologi, Plant Production and Biotechnology Division PT
SMART Tbk yang telah membantu dalam proses penelitian, pengumpulan dan
analisis data. Terima kasih kepada seluruh sahabat dan rekan-rekan khususnya
Bioteknologi 2011 atas kebersamaan selama ini.
Ungkapan terima kasih yang tak berhingga juga disampaikan kepada
suami tercinta Amir Hamzah, STP, ayahanda Ngamin (Alm), ibunda Sugiyanti,
kakak Slamet Widodo serta seluruh keluarga, atas doa, kesabaran, motivasi,
dukungan dan kasih sayang yang tak terbalaskan; semoga selalu dalam rahmat
dan lindungan Allah SWT. Amin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Urip Sayekti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiii


DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

1
1
2
2

Tujuan Penelitian

Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Sejarah Kelapa Sawit
Geografi Zona
Budidaya Kelapa Sawit di Angola
Botani Kelapa Sawit
Marka Molekuler pada Kelapa Sawit
Analisis Keragaman Genetik Kelapa Sawit menggunakan
SSR

Marka

3
3
3
4
5
7
8

3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Tanaman
Pengambilan Sampel
Analisis Molekuler
Isolasi DNA
Penentuan Kualitas dan Kuantitas DNA
Amplifikasi DNA dengan PCR
Seleksi Primer Mikrosatelit
Optimasi Suhu Annealing
Elektroforesis DNA Hasil Amplifikasi
Analisis Data Molekuler
Skoring Data
Profil Hasil Karakterisasi Marka SSR
Analisis Tingkat Heterozigositas dan Analisis Polimorfisme
Analisis Variasi Molekuler (Analysis of Molecular Variance –
AMOVA)
Analisis Keragaman dan Kemiripan Genetik Individu
Analisis Koordinat Utama (Principal Coordinate Analysis –
PCoA)

9
9
9
10
11
11
12
12
12
13
13
14
14
16
16
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA
Suhu Annealing optimum
Profil Pita Mikrosatelit, Tingkat Heterozigositas dan Polimorfisme
Keragaman Genetik dan Struktur Populasi
Keragaman Genetik Populasi Angola dan Populasi (DxP, D dan P)

18
18
18
20
23
23

17
17

Struktur populasi berdasarkan daerah distribusi spasial
dibandingkan dengan populasi D x P, D dan P
Analisis Variasi Molekuler/Analysis of Molecular Variance
(AMOVA)
Analisis Kelompok berdasarkan UPGMA populasi plasma nutfah
asal Angola dan populasi D x P, D dan P
Analisis Kelompok berdasarkan UPGMA pada populasi asal Angola
Analisis Kelompok berdasarkan UPGMA pada populasi D x P, D dan
P
Analisis Koordinat Utama/AKOORDA atau Principal Coordinate
Analysis (PCoA)

25
28
30
31
32
35

5 SIMPULAN

37

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL

1 Daftar informasi tanaman yang digunakan pada masing- masing
populasi asal Angola
2 Daftar primer yang digunakan dalam percobaan
3 Suhu annealing optimum dan rata-rata panjang alel pada 20 lokus

10
15
20

mikrosatelit

4 Rata-rata jumlah alel, klasifikasi, tingkat heterozigositas dan
polimorfisme 20 lokus mikrosatelit
5 Beberapa nilai peubah keragaman pada 20 lokus mikrosatelit
6 Klasifikasi alel berdasarkan frekuensi munculnya alel di dalam lokus
pada populasi plasma nutfah asal Angola dan populasi D x P, D dan
P
7 Beberapa parameter keragaman genetik berdasarkan populasi asal
Angola dan D x P, D dan P
8 Klasifikasi alel berdasarkan pada frekuensi alel
9 Beberapa parameter keragaman berdasarkan lima daerah distribusi
spasial dibandingkan dengan populasi D x P, D dan P
10 Matriks koefisien keragaman genetik (Gst) (Nei 1972) antar lima
daerah distribusi spasial dan satu populasi D x P, D dan P
11 Pembagian total nilai keragaman genetik berdasarkan marka
mikrosatelit pada aksesi-aksesi tipe liar asal Angola dan kelompok
tipe D x P, D dan P berdasarkan AMOVA
12 Pengelompokan 170 individu berdasarkan daerah distribusi spasial
dan tipe D, P dan D x P
13 Pengelompokan 136 individu berdasarkan daerah distribusi spasial

21
22
24

24
26
26
27
29

31
32

DAFTAR GAMBAR
1 Tipe Vegetasi di Angola
2 Peta Angola yang menunjukkan daerah eksplorasi kelapa sawit
3 Proses pemisahan DNA sampel pada elektroforesis menggunakan
sistem QIAxcel
4 Elektropherogram QIAxcel (atas) pita-pita SSR pada primer spesifik
(atas) lokus mEgCIR3519 dan primer tidak spesifik (bawah) lokus
mEgCIR0905 a dan b pada beberapa individu plasma nutfah kelapa
sawit asal Angola
5 Dendogram UPGMA berdasarkan koefisien DICE untuk 170
individu dari populasi plasma nutfah asal Angola dan populasi D x P,
D dan P berdasarkan pada jarak genetik Nei (1972)
6 Dendogram UPGMA berdasarkan koefisien DICE untuk 136
individu dari populasi plasma nutfah asal Angola berdasarkan pada
jarak genetik Nei (1972)
7 Dendogram UPGMA berdasarkan koefisien DICE untuk 34 individu
dari populasi D x P, D dan P berdasarkan pada jarak
genetik Nei (1972)
8 Posisi relatif 136 individu kelapa sawit tipe liar asal Angola, 20
individu tipe D, 10 individu tipe D x P dan 4 individu tipe P yang
dipetakan pada keempat sumbu koordinat berdasarkan koordinat 1
dan 2
9 Posisi relatif individu-individu kelapa sawit berdasarkan daerah distribusi

5
10
16
19

33

34

35

36

36

spasial dan tipe D x P, D, P yang dipetakan pada keempat sumbu koordinat

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Daftar aksesi kelapa sawit asal Angola
Daftar sampel tanaman D, P, dan D x P
Visualisasi hasil isolasi DNA daun muda kelapa sawit
Gambar hasil elektroforesis 20 primer mikrosatelit
Daftar kepemilikan alel masing-masing daerah distribusi spasial
setiap lokus
6 Nilai akar ciri dan vektor ciri pada tiga koordinat utama 170 individu
kelapa sawit asal Angola dan D x P, D dan P
7 Reagen DNA genomik dari tanaman Kit NucleoSpin Plant IITM
Miniprep untuk 50 preps
8 Reagen Kimia untuk PCR Polymerase Chain Reaction yang
digunakan untuk Master Mix DNA Genomik Kelapa Sawit untuk 1 x
reaksi (15 µL) PCR

43
44
45
50
50
51
52
53

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Program pemuliaan tanaman kelapa sawit mengakibatkan keragaman
genetik menjadi lebih sempit. Untuk program seleksi yang efektif diperlukan
sumber keragaman genetik yang luas. Kelapa sawit memiliki sifat reproduktif
menyerbuk silang yang berimplikasi pada terdapatnya keragaman genetik yang
cukup besar dalam populasinya. Ketersediaan sumber genetik baru dapat
mendorong program pemuliaan kelapa sawit menjadi lebih efektif (Hardon et al.
1985).
Salah satu cara untuk memperluas keragaman genetik tanaman kelapa
sawit adalah mencari sumber plasma nutfah baru melalui program eksplorasi.
Beberapa karakter penting yang perlu diintroduksikan ke dalam program
pemuliaan tanaman kelapa sawit saat ini diantaranya adalah kemampuan adaptasi
pada lingkungan khusus seperti ketahanan terhadap kekeringan dan ketahanan
terhadap penyakit diantaranya busuk pangkal batang yang disebabkan oleh
cendawan Ganoderma boninense, pertumbuhan vegetatif yang lambat, tangkai
buah yang panjang serta kandungan beta-karoten dan iodine mesokarp yang tinggi
(Hartley 1988). Eksplorasi sumber gen baru pada tanaman kelapa sawit tipe liar
asal Afrika sebagai sumber plasma nutfah telah dilakukan oleh beberapa peneliti
dari Malaysia (Rajanaidu 1994ab), dan di Indonesia dilakukan oleh Indonesia
Palm Oil Board (IPOB).
Daerah Guinea sampai Angola diketahui sebagai daerah asal kelapa sawit,
sehingga Angola menjadi salah satu negara tujuan eksplorasi yang berpotensi
menghasilkan sumber gen baru. Walaupun di negara Angola itu sendiri tidak
menjadi produsen utama kelapa sawit di dunia karena kelapa sawit tidak
dibudidayakan secara intensif yang disebabkan oleh kondisi politik negara yang
mengalami perang saudara dari tahun 1975 sampai 2002 dan pembangunan baru
dimulai tahun 2006. Eksplorasi IPOB di Angola memperoleh 127 aksesi terpilih
berdasarkan kriteria ketinggian tempat, tipe iklim, suhu dan curah hujan
(Tirtawinata et al. 2010). Selama proses penyiapan bahan tanam di sebuah
perusahaan perkebunan swasta nasional, tersisa hanya 48 aksesi yang telah
ditanam di kebun plasma nutfah dan sedang dalam proses karakterisasi fenotipik.
Karakter fenotipik merupakan manifestasi dari faktor genetik, faktor
lingkungan serta interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu
perlu dilakukan karakterisasi secara genetik untuk melengkapi karakterisasi
fenotipik. Analisis genetik dalam upaya karakterisasi genetik dilakukan dengan
menggunakan marka molekuler (DNA) sehingga analisis menjadi lebih mudah
(Chakravarthi dan Naravaneni 2006). Marka molekuler merupakan alat yang
sangat baik bagi pemulia dan ahli genetik untuk menganalisis genom tanaman
berkaitan dengan keragaman genetik, klasifikasi plasma nutfah, dan sebagai alat
bantu seleksi dalam program pemuliaan melalui penandaan gen. Kegiatan seleksi
menjadi lebih efektif dan efisien karena seleksi hanya didasarkan pada sifat
genetik tanaman, tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Azrai 2006).
Mikrosatelit adalah salah satu marka yang banyak digunakan oleh pemulia
tanaman dan ahli genetik untuk menganalisis tingkat polimorfisme populasi.
Mikrosatelit atau Simple Sequence Repeat (SSR) merupakan susunan berulang

2

basa nukleotida yang tersebar di dalam genom eukariot (Delseny et al. 1983). SSR
mempunyai polimorfisme yang tinggi, sedikit variasi di sejumlah pengulangan
(repetability) (Amos et al. 1996). SSR menunjukkan pewarisan kodominan, yaitu
dapat membedakan homozigot dan heterozigot, serta bersifat spesifik (satu lokus
setiap pasangan primer). SSR memiliki tingkat polimorfisme lebih tinggi
dibandingkan dengan marka RFLP, RAPD dan AFLP (Powell et al. 1996).
Penelitian keragaman genetik kelapa sawit menggunakan marka
mikrosatelit pertama kali dilakukan oleh Billotte et al. (2001). Selanjutnya marka
tersebut dikembangkan secara luas untuk studi keragaman genetik plasma nutfah
baru hasil introduksi dari Afrika, diantaranya dari Nigeria (Zulhermana et al.
2010), dan Kamerun (Ajambang et al. 2012). Salah satu perusahaan perkebunan
swasta nasional juga telah menggunakan marka SSR terseleksi hasil penelitian
Billotte et al. (2005) untuk membuat profil sidik jari DNA dari ortet kelapa sawit
Tenera yang berasal dari origin Deli-AVROS.
Pada penelitian ini digunakan 20 primer mikrosatelit yang tersebar pada 16
kromosom yang berasal dari penelitian Billotte et al. (2005). Primer-primer ini
telah dioptimasi oleh Hatorangan et al. (2010) dan Kusnandar et al. (2010)
menghasilkan pita polimorfik pada kelapa sawit Tenera dan Kamerun yang berasal
dari kebun percobaan yang berlokasi di Riau.
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menetapkan keragaman genetik tanaman
kelapa sawit berdasarkan marka mikrosatelit untuk:
(i) populasi antar daerah dan antar aksesi dari kelima daerah distribusi spasial
hasil eksplorasi kelapa sawit di Angola dan dibandingkan dengan
keragaman populasi komersial
(ii) individu di dalam populasi dari masing-masing daerah berdasarkan
distribusi spasial di Angola
(iii) antar individu dari 170 tanaman kelapa sawit populasi asal Angola dan
populasi D x P, D dan P.
Hipotesis
Terdapat keragaman genetik:
(i) populasi antar daerah distribusi spasial dan terdapat keragaman genetik
antar aksesi dari kelima daerah distribusi spasial hasil eksplorasi kelapa
sawit asal Angola serta keragaman genetik antara populasi kelapa sawit
asal Angola dengan populasi D x P, D dan P
(ii) individu di dalam populasi dari masing-masing daerah distribusi spasial di
Angola
(iii) antar individu dari 170 plasma nutfah kelapa sawit asal Angola dan D x P,
D dan P

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit saat ini dibudidayakan atau tumbuh liar di daerah ekuator
dan tropis Afrika, Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Kelapa sawit berasal dari
daerah yang terletak antara Guinea dan Angola di Afrika Tengah. Terdapat tiga hal
yang memperkuat pendapat tersebut yang ditinjau dari peristiwa sejarah, bahasa
dan geologi (Mansjoer 1980). Elaeis berasal dari bahasa Yunani elaion yang
berarti minyak dan guineensis yang berarti Guinea yang menunjukkan asal kelapa
sawit dari Guinea (Pamin 1998).
Kelapa sawit tipe liar dan semi liar ditemukan tumbuh di sepanjang pantai
dari daerah belahan Utara Senegal melalui Sierra Leone, Liberia, Pantai Gading,
Ghana, Togo, Benin, Nigeria, Kamerun, Republik Rakyat Kongo, Angola sampai
di belahan Selatan Republik Demokratik Kongo. Jajaran ini sedikit berada di
Afrika Barat tetapi menjadi menyebar di Afrika Tengah dimana pusat asal dan
persebaran kelapa sawit terkonsentrasi di hutan tropis Nigeria, Kamerun, Kongo
dan Angola (Corley dan Tinker 2003).
Pedagang Eropa pada mulanya mengumpulkan biji kelapa sawit dari Afrika
dan menanamnya di Amsterdam Botanic Garden, Belanda dan kemudian
memindahkannya ke Kebun Raya Bogor Indonesia pada masa penjajahan Belanda
pada tahun 1848. Empat palma ditanam di Bogor kemudian menjadi stok bibit
untuk perkembangan industri kelapa sawit dunia. Keempat palma tersebut sama
dan semuanya adalah Dura dan telah digunakan sebagai tanaman hias sampai saat
ini.
Populasi tipe liar kelapa sawit dari Angola diyakini mengandung beberapa
sifat atau karakter yang menarik yang disebabkan oleh persebaran wilayah dan
kondisi lingkungan fisik. Dengan kondisi ini dimungkinkan akan dihasilkan
plasma nutfah yang bermanfaat bagi program pemuliaan kelapa sawit Indonesia.
Geografi zona
Gambaran paling baru dari penyebaran kelapa sawit dipaparkan oleh Schad
(1914) Dalam Corley dan Tinker (2003), diikuti oleh Zeven (1967). Dimulai dari
sebagian besar daerah Utara di sepanjang pantai Barat Afrika, konsentrasi pertama
kelapa sawit adalah terdapat pada dataran tinggi dari distrik Fouta Djallon dari
Guinea, pada 10-11° lintang Utara. Daerah kelapa sawit Afrika kemudian berjalan
melalui Sierra Leone, Liberia, Pantai Gading, Ghana, Togoland, Benin, Nigeria,
Kamerun, Republik Rakyat Kongo dan Republik Demokratik Kongo (Zaire). Di
Afrika Barat daerah kelapa sawit sedikit, karena penurunan yang drastis curah
hujan di bagian Utara, tetapi di ekuatorial Afrika lebih banyak tersebar. Hal ini, di
Nigeria tidak terdapat kelapa sawit semi liar pada 7° lintang Utara kecuali pada
bagian yang mendukung area dimana terdapat daerah aliran air yang dangkal
seperti dekat dataran tinggi Jos (Corley dan Tinker 2003).
Di Afrika Tengah kelapa sawit tumbuh banyak di daerah Kongo dan
bahkan di Angola. Sebagian besar tumbuh pada 3° lintang Utara dan 7° lintang
Selatan tetapi sedikit kelapa sawit dapat ditemukan sepanjang Selatan pada 15°
lintang Selatan. Selanjutnya di daerah Timur, untuk kelapa sawit semi liar

4

ditemukan di perbatasan Kongo-Uganda, antara Danau Kivu dan Danau
Tanganyika pada belakang pantai Timur dan tersebar sepanjang pantai (Corley dan
Tinker 2003).
Republik Angola terletak di Pantai Barat Afrika dan Selatan ekuator.
Angola merupakan negara terbesar di Afrika bagian Selatan dengan luas wilayah
1,246,700 km. Angola terbentang kira-kira 1,320 km dari Utara sampai Selatan
antara 5°52' lintang Utara dan 18°00' lintang Selatan, dan 1,365 km dari Timur ke
Barat E-W antara 11°41' bujur Barat dan 24°05' bujur Timur. Di sebelah Utara,
Angola berbatasan dengan Republik Demokrasi Kongo (dulu Zaire), di bagian
Timur berbatasan dengan Zambia, di sebelah Selatan dengan Namibia dan di
sebelah Barat adalah garis pantai Atlantik sepanjang 1,650 km (The Government of
Angola 2001).
Secara umum Angola dapat dibagi menjadi tiga wilayah besar dimulai dari
Barat: (1) daerah pantai yang relatif sempit terbentang mulai dari pantai sampai
perbukitan dengan ketinggian 400 m dpl yang bervariasi lebarnya mulai dari 10 m
hingga ratusan km, (2) sub dataran dengan berbagai macam lansekapdan (3) di
bagian Timur merupakan dataran pedalaman yang dikelilingi oleh dataran tinggi
yang dapat diklasifikasikan sebagai pegunungan. Dengan bentangan lokasi Angola
di 5 ºC sampai 18ºC dan dataran 1,500 m dpl atau lebih tinggi (The Government of
Angola 2001).
Angola mempunyai lansekap hutan khatulistiwa yang padat, lahan tertutup
semak belukar dan padang rumput, sejauh hamparan kosong Namibe dimana
formasi tanaman tumbuh dengan kuat dan spesies lain yang tumbuh dari
kelembaban kabut pesisir pantai. Iklim di Angola, yaitu tropis di belahan Utara
dan subtropik di bagian Selatan, serta temperate di daerah hamparan kosong
dataran tinggi. Terdapat dua perbedaan iklim panas dan lembab di daerah dengan
curah hujan lebih tinggi dan lainnya lebih dingin dan lebih kering disebut sebagai
“cacimbo” atau iklim kering.
Vegetasi di Angola meliputi dataran pantai yang kering antara Sumbe dan
sungai Cunene, membentang dari bawah sampai dataran tinggi di atas pada
ketinggian 200 m sampai 500 m yang berupa padang rumput stepa didominasi oleh
Aristida papposa, Schmidtia kalahariensis dan Setaria sp tetapi sebagian besar
Acacia heteracantha, A. quintanilhae, Colophospermum mopane dan tanaman
berduri Terminalia prunioides dengan Crotalaria sp., Indigofera daleoides dan
Cassia italica daerah yang lebih rendah. Sabana dengan berbagai macam tingkat
kerapatan didominasi oleh Brachystegia dan Julbernardia spp menutupi sebagian
besar daerah dataran di pedalaman di wilayah Selatan dan Timur. Sementara hutan
tertutup terletak di lembah sungai. Akan tetapi di sisi lembah yang lebih tinggi
hutan ini umumnya didukung oleh sabana. Vegetasi pesisir Cabinda terutama
sabana berumput dengan hutan lebat di perbukitan rendah pedalaman (Gambar 1).

Budidaya Kelapa Sawit di Angola
Tidak terdapat industri kelapa sawit di Angola. Sebagian besar kelapa sawit
di Angola tumbuh tersebar di sekitar pedesaan baik dibudidayakan maupun
tumbuh liar. Kelapa sawit juga ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain
seperti kopi dan pisang. Petani-petani di sekitar pertanaman kelapa sawit

5

menggunakan ekstrak minyak kelapa sawit untuk konsumsi sendiri yaitu untuk
memasak atau dijual di pasar tradisional.
Wetter Zambezian woodland
Lowland rainforest and grassland
Mosaic of dry forest and grassland
Bushland and thicket mosaics
Scrub woodland
North Zambezian woodland
Grassland on Kalahari sand
Woodland and shrubland
Semi desert shrubland
Namib desert
Gambar 1 Tipe Vegetasi di Angola
(Sumber: FAO 2014)

Beberapa daerah di Angola pernah memiliki perkebunan kelapa sawit
tetapi telah ditinggalkan selama perang sipil yang berakhir tahun 2002.
(Tirtawinata et al. 2010). Total area kelapa sawit yang dipanen di Angola hanya
sekitar 0.058 juta hektar atau 58,000 hektar pada tahun 2010-2012 (USDA 2013).
Botani Kelapa Sawit
Dalam sistem kekerabatan, kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman palma monoesius yang
termasuk dalam subfamili Cocoidae bersama dengan tanaman kelapa. Tanaman ini
berasal dari Afrika dan Amerika. Genus Elaeis setidaknya memiliki empat spesies
yang telah dideskripsikan, yaitu E. guineensis, E. oleifera, E. odora, dan E.
madagascariensis. E. oleifera dan E. odora dapat dijumpai di Amerika Selatan
sebagai daerah asal dari kedua spesies tersebut, sedangkan E. guineensis dan E.
madagascariensis berasal dari Afrika (Latiff 2000; Corley dan Tinker 2003).
Hanya dua spesies dari genus Elaeis yang dibudidayakan sebagai tanaman
penghasil minyak, yaitu E. guineensis dan E. oleifera. Spesies yang umum
dibudidayakan di Asia Tenggara adalah E. guineensis sedangkan E. oleifera
dibudidayakan di Amerika latin. E guineensis dikenal sebagai kelapa sawit

6

komersial yang memiliki keunggulan utama pada kandungan minyak mentah
(Crude Palm Oil, CPO) yang tinggi namun kandungan asam lemak tak jenuh
sangat rendah antara 40% sampai 60%. Sedangkan E. oleifera memiliki
kandungan CPO sangat rendah, tetapi memiliki persentase asam lemak tak jenuh
sangat tinggi antara 70% sampai 83% dan pertumbuhan batang yang lambat
(Irwansyah 2004).
Kelapa sawit tumbuh baik pada iklim tropis dengan rataan suhu minimum
antara 20 oC sampai 23 oC dan suhu maksimum antara 28 oC sampai 32 oC, curah
hujan sebanyak 2,000 mm/tahun, serta panjang penyinaran minimum 5 jam per
hari. Kelembaban atmosfir dan konsentrasi CO2 yang tinggi juga diduga menjadi
faktor sangat penting untuk pertumbuhan kelapa sawit (Latiff 2000; Henson dan
Chang 2000). Kelapa sawit dibudidayakan pada lahan bertopografi datar pada
ketinggian lahan antara 0 sampai 600 mdpl. Kelapa sawit dapat tumbuh pada
rentang pH tanah antara 4.0 sampai 6.5 dengan pH optimum pada kurang lebih 5.0
sampai 5.5.
Oleh karena sifat reproduktifnya yang menyerbuk silang dengan bantuan
serangga atau angin, terdapat keragaman genetik yang cukup besar dalam populasi
tanaman kelapa sawit. Beberapa fenotipe berkaitan dengan hasil panen yang
diwariskan secara monogenik antara lain karakter warna eksokarp dan ketebalan
cangkang biji. Kedua karakter ini merupakan karakter utama penciri kelompok
genotipe berkaitan dengan daya hasil. Karakter warna berhubungan dengan
kualitas panen, yaitu kandungan karotenoid. Sedangkan karakter ketebalan biji
berhubungan dengan proporsi kandungan minyak mentah atau CPO (Latiff 2000).
Kelapa sawit komersial dikenal dalam tiga kelompok, yaitu Dura, Pisifera,
dan Tenera. Pengelompokan ini didasarkan pada ketebalan cangkang biji yang
merupakan pewarisan sifat monogenik. Kelompok Dura (DD) memiliki cangkang
tebal, dengan ketebalan antara 2 sampai 8 mm, kandungan mesokarp rendah
sampai menengah dari kisaran 35 hingga 55%, di bagian luar tidak terdapat
lingkaran sabut.
Tenera (Dd) memiliki ketebalan cangkang antara 0.5 sampai 4 mm dengan
kandungan mesokarp menengah sampai tinggi antara 60% sampai 96%, terdapat
lingkaran sabut pada bagian luarnya. Sedangkan Pisifera (dd) memiliki ketebalan
cangkang sangat tipis atau bahkan tidak ada, bunga betina steril, buah gugur
prematur, serta memiliki seks rasio lebih tinggi dibandingkan dengan Dura dan
Tenera (Latiff 2000; Corley dan Tinker 2003).
Seperti halnya pada tanaman palma yang lain, pertumbuhan awal kelapa
sawit setelah tahap bibit melibatkan formasi batang basal yang besar tanpa
pemanjangan internodus. Terdapat sangat sedikit pertumbuhan ke atas pada tiga
tahun pertama. Pada mulanya internodus mulai memanjang dan terbentuk batang
columnar. Walaupun masing-masing ruas batang mungkin dideskripsikan sebagai
internodus dan daun, node hanya mengindikasikan eksternal pada palma yang tua
dengan bekas luka daun; secara internal tidak terdapat batas antara internodus
yang berdekatan (Corley dan Tinker 2003).
Mahkota palma dewasa terdiri atas 30 sampai 50 daun, di dalam kelompok
palma daun tertua mengering dan rachis mulai muncul. Pada pertanaman palma,
daun tua dipangkas. Susunan daun yang disebut sebagai aksis dari palma dikenal
sebagai filotaksis. Daun menghasilkan apeks pada polanya tampak dari atas
berbetuk segitiga tidak beraturan. Pada mahkota palma dewasa suksesi yang

7

berlanjut dari tunas daun atau primordial terpisah secara lateral dari meristem
apikal. Perkembangan dari daun dimulai sangat lambat. Terdapat 40 sampai 60
daun dengan tunas apikal masing-masing tetap bersisa kira-kira dua tahun
kemudian secara cepat berkembang ke dalam „spear‟ tengah dan akhirnya
membuka (Corley dan Tinker 2003).
Akar kelapa sawit dapat mencapai jarak horizontal 16 m dan jarak vertikal
8 m pada tanah dengan drainase yang baik. Akar sekunder berkembang dari akar
primer dan akar tersier berkembang pada akar sekunder membentuk jaringan
sistem perakaran. Absorpsi maksimum akar lebih dari 0.5 m di atas permukaan
tanah dan pada radius 3.5 sampai 4.5 m di sekitar pohon dengan tanpa jaringan
lignin pada ujung akar primer, sekunder dan tersier (Corley dan Tinker 2003).
Bunga kelapa sawit berumah satu dimana bunga jantan dan betina terpisah
pada tanaman yang sama. Akan tetapi investigasi yang rinci pada bunga telah
menunjukkan bahwa masing-masing primordial bunga termasuk organ jantan dan
betina mampu menghasilkan bunga hermaprodit. Calon bunga mulai berinisiasi di
dalam axil pada setiap daun tetapi beberapa infloresen mengalami aborsi
sebelumnya. Sebuah infloresen biasanya memiliki kira-kira 250 spikelet dan
masing-masing spikelet dapat memiliki antara 12 sampai 30 bunga untuk bunga
betina. Bunga betina siap dibuahi pada kira-kira 36 sampai 48 jam. Bunga jantan
terdiri dari 100,000 bunga masing-masing. Spikelet bunga jantan mulai membuka
antara 2 hingga 4 hari dan bunga jantan viabel setelah enam hari (Corley dan
Tinker 2003).
Agen penyerbuk utama pada kelapa sawit adalah serangga dari subfamili
Derelominae, yaitu spesies Elaeidobius kamerunicus yang ditemukan di Kamerun
dan sedikit di Malaysia. Selain itu juga terdapat agen-agen penyerbuk yang lain,
yaitu angin, hujan dan serangga (Thrips hawaiiensis dan Mystrops costaricensis).
Satu perkembangan yang mengejutkan adalah introduksi E. kamerunicus sebagai
agen penyerbuk utama di Malaysia, Indonesia, Papua New Guinea dan Colombia.
Keberadaan E. kamerunicus mampu meningkatkan hasil hingga 35% (Corley dan
Tinker 2003).
Marka Molekuler pada Kelapa Sawit
Marka molekuler mempunyai akurasi yang tinggi dibandingkan dengan
marka morfologi karena tidak terpengaruh dengan lingkungan. Selain itu marka ini
dapat digunakan pada semua stadia pertumbuhan tanaman dan sangat membantu
dalam program pemuliaan karena dapat mereduksi waktu. Marka molekuler telah
banyak digunakan pada kelapa sawit. RAPD telah digunakan sebagai alat untuk
memverifikasi hibrida kelapa sawit dari kultur embrio zigotik setengah dewasa
(Thawaro dan Te-chato 2008). Syukri (2012) melakukan studi keragaman genetik
menggunakan RAPD pada kelapa sawit asal Jawa Barat yang diduga mempunyai
ketahanan terhadap Ganoderma.
Barcelos et al. (2002) meneliti hubungan dan keragaman genetik antara
kelapa sawit asal Amerika dan Afrika dengan RFLP dan AFLP. Singh et al. (2008)
juga menggunakan marka Restriction Fragment Length Polimorphism (RFLP)
yang berasal dari klon-klon cDNA yang dibuat dari analisis genom kelapa sawit
untuk menguji 321 kelapa sawit Tenera hasil selfing. Peta Quantitative Trait Loci
(QTL) yang berasosiasi dengan kandungan minyak terhadap bobot basah

8

mesocarp dapat dibuat dari marka ini (Oil to Wet Mesocarp atau O/WM).
Penelitian lain dilakukan oleh Maizura et al. (2006) menggunakan marka RFLP
untuk menguji keragaman genetik kelapa sawit sebanyak 359 aksesi asal 11
negara-negara di Afrika, yaitu Nigeria, Kamerun, Kongo, Tanzania, Angola,
Senegal, Sierra Leone, Guinea, Ghana, Madagaskar dan Gambia dengan Dura Deli
sebagai varietas standar.
AFLP juga telah banyak digunakan pada kelapa sawit. AFLP digunakan
untuk berbagai tujuan diantaranya untuk menganalisis genotipe normal dan
abnormal klon-klon kelapa sawit (Toruan-Mathius et al. 2005), marka genetik
yang berhubungan dengan warna buah viresen (Ying et al. 2007), bahkan bersamasama dengan penanda RFLP digunakan sebagai peta keterpautan genetik pada
Tenera hasil persilangan antara Dura Deli dengan Tenera Yangambi.
AFLP untuk studi karakterisasi keragaman genetik telah dilakukan pada
Dura dibandingkan dengan Tenera dan E. oleifera oleh Galeano (2005). Penelitian
ini dilakukan pada kelapa sawit asal Amerika dan Afrika. Purba et al. (2000)
melakukan studi keragaman genetik kelapa sawit Indonesia menggunakan
isoenzim dan AFLP serta konsekuensinya untuk program pemuliaan.
Analisis Keragaman Genetik Kelapa Sawit menggunakan Marka SSR
Mikrosatelit atau SSR adalah sekuen berulang yang terdiri dari dua (di),
tiga (tri), empat (tetra) atau lima (penta) nukleotida. Lokus SSR sangat bervariasi
di dalam ukurannya sehingga dapat digunakan untuk identifikasi genetik.
Marka mikrosatelit telah banyak digunakan pada kelapa sawit selain untuk
eksplorasi genotipe-genotipe baru yang unggul juga banyak digunakan untuk
memverifikasi kualitas di dalam manajemen produksi secara klonal. Untuk tujuan
tersebut, Artutiningsih (2012) telah melakukan analisis kestabilan genetik ortet
kelapa sawit Tenera dan klon-klon turunannya pada 90 tanaman yang berasal dari
10 genotipe. Inpuay et al. (2012) menggunakan marka mikrosatelit untuk menguji
ketidakstabilan genetik plantlet dari kultur jangka panjang kelapa sawit melalui
embriogenesis somatik sekunder. Demikian juga yang dilakukan oleh Thawaro
dan Te-chato (2010) dan Singh et al. (2007).
Penelitian tentang keragaman genetik kelapa sawit menggunakan marka
molekuler mikrosatelit pertama kali dilakukan oleh Billotte et al. (2001) pada
genus Elaeis. Marka ini telah digunakan untuk studi keragaman genetik plasmaplasma nutfah baru hasil introduksi dari Afrika seperti Nigeria dan Kamerun.
Zulhermana et al. (2010) yang menguji keragaman genetik ramet hasil kultur
jaringan kelapa sawit klon Pisifera asal Nigeria intra dan antar populasi yang
berasal dari 6 ortet terpilih. Hasil yang dicapai dapat menunjukkan adanya variasi
somaklonal dengan perubahan susunan SSR dari ortet ke ramet. Hasil ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi hubungan genetik antara ramet dengan ortet asal,
keseragaman ramet dalam satu ortet dan mendeteksi variasi somaklonal.
Ajambang et al. (2012) melakukan studi keragaman genetik populasi liar
asal Kamerun terhadap 39 aksesi. Hasil studi menunjukkan rendahnya keragaman
genetik antar populasi dari tujuh daerah berdasarkan distribusi spasial dan
tingginya keragaman antar individu di dalam populasi. Hairinsyah (2010)
melakukan studi keragaman genetik kelapa sawit pada dua lokasi yang berbeda
pada 10 genotipe Tenera yang dikaitkan dengan faktor produksi yaitu jumlah

9

tandan dan berat tandan. Hatorangan et al. (2010) membuat profil sidik jari DNA
ortet kelapa sawit sebagai sumber eksplan perbanyakan klonal menggunakan
marka mikrosatelit.

3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genomic and Transcriptomic,
Plant Production and Biotechnology Division, PT SMART Tbk, Bogor pada bulan
Mei 2013 sampai Februari 2014. Sampel daun diambil dari kebun percobaan
kelapa sawit di Siak dan Damimas, Riau, Sumatera.
Kegiatan penelitian mencakup (i) penetapan bahan tanam dan pengambilan
sampel, (ii) isolasi DNA, (iii) penghitungan kualitas dan kuantitas DNA, (iv)
amplifikasi DNA dengan PCR yang didahului dengan optimasi suhu annealing,
(v) elektroforesis DNA hasil amplifikasi, (vi) analisis keragaman genetik yang
meliputi skoring dan analisis data molekuler.
Analisis data molekuler meliputi (a) skoring data, (b) profil hasil
karakterisasi marka SSR, (c) analisis tingkat heterozigositas dan analisis
polimorfisme, (d) analisis keragaman genetik dan struktur populasi yang meliputi
perbandingan analisis keragaman genetik populasi plasma nutfah asal Angola
dengan populasi D x P, D dan P; serta perbandingan analisis keragaman genetik
berdasarkan daerah distribusi spasial dibandingkan dengan populasi D x P, D dan
P, (e) analisis variasi molekuler/Analysis of Molecular Variance (AMOVA), (f)
analisis keragaman dan kemiripan genetik individu, (g) analisis koordinat
utama/Principal Coordinates Analysis (PCoA).
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan adalah daun muda tanaman kelapa sawit
Dura dan Tenera aksesi hasil eksplorasi dari Angola serta Dura Deli (D) dan
Tenera (D x P) tanaman komersial. Bahan tanaman yang berasal dari Angola
terdiri dari 136 tanaman yang dikelompokkan menjadi 27 aksesi (masing-masing
aksesi kurang lebih 5 tanaman) dari total 48 aksesi yang dieksplorasi pada tanggal
03 sampai 31 Juli 2010 oleh kerjasama Tim Indonesia Palm Oil Board (IPOB),
Malaysia Palm Oil Board (MPOB) dan Instituto Nacional do Cafe (INCA). Biji
hasil eksplorasi ini telah dikecambahkan dan ditanam pada 2011 di main nursery
kebun percobaan di Riau.
Penanaman di main nursery dilakukan sebanyak 7 batch dari bulan April
2011 sampai Juli 2011. Pemindahan dari main nursery ke kebun percobaan
dilakukan pada bulan Oktober 2012 sehingga tanaman berumur kira-kira 8 bulan.
Sedangkan tanaman kelapa sawit komersial jenis Tenera sebagian berumur 20
tahun dan sebagian diantaranya berumur 12 tahun (ditanam tahun 2001) serta
tanaman induk Dura dan non induk dan Pisifera berumur antara 14-15 tahun
(ditanam antara tahun 1998 hingga 1999).
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sampel D x P, D dan P komersial
sebanyak 34 palma. Sampel komersial ini dikelompokkan ke dalam 25 progeni

10

terdiri dari 20 kelapa sawit tipe D (14 progeni), empat kelapa sawit tipe P (1
progeni) dan 10 kelapa sawit tipe D x P (10 progeni) (Lampiran 2).
Berdasarkan daerah distribusi spasial, pengambilan sampel kelapa sawit
asal Angola dibagi menjadi lima daerah, yaitu Angola bagian Barat Laut, Barat,
Utara, Tengah dan Selatan. Lima daerah distribusi spasial mencakup enam
provinsi di Angola yang dieksplorasi pada kondisi geografis, iklim, medan dan
tanah yang berbeda (Gambar 2 dan Tabel 1). Ketinggian tempat dari lima daerah
berkisar pada hampir mendekati permukaan laut sampai 1,000 m dpl. Provinsi ini
dipilih sebagai daerah yang paling potensial untuk keragaman kelapa sawit.
Koleksi kelapa sawit mewakili sampel dari habitat aslinya termasuk hutan, area
berbukit, pantai dan padang rumput yang luas/savanna (Tirtawinata et al. 2010).

Gambar 2 Peta Angola yang menunjukkan daerah eksplorasi kelapa sawit.
Warna merah: (1) Cabinda (2) Bengo (3) Uige (4) Kwanza Norte.
Warna biru: (1) Cabinda (2) Kwanza Norte (3) Kwanza Sul (4)
Benguela. (Sumber: Tirtawinata et al. 2010).
Tabel 1 Daftar informasi tanaman yang digunakan pada masing-masing populasi
asal Angola
Asal Provinsi
Cabinda
Bengo
Uige
Kwanza Norte dan Kwanza Sul
Benguela

Angola bagian
Barat Laut
Barat
Utara
Tengah
Selatan

Jumlah aksesi
2
3
6
12
4

Jumlah tanaman
10
15
30
61
20

Daftar sampel tanaman yang lengkap disajikan di Tabel Lampiran 1

Pengambilan sampel
Daun muda sebagai sumber DNA genom berasal dari 170 individu yang
terdiri dari kelapa sawit asal Angola, D, D x P dan P. DNA genom diisolasi dari
sampel daun paling sedikit dua helai daun tombak (daun No 4) kelapa sawit dari
masing-masing tanaman uji. Daun muda dilipat pada bagian ujung dan pangkalnya

11

kemudian keduanya disatukan, ujung daun dipotong kurang lebih 5 cm. Sampel
dibungkus dalam plastik diberi label dan ditempatkan di dalam cool box dan
selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis molekuler.
Analisis Molekuler
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan menggunakan metode Nucleospin Plant IITM
(Macherey-Nagel 2010). Sebanyak kurang lebih 100 mg (bobot basah) atau setara
dengan 20 mg bobot kering daun kelapa sawit muda digerus di dalam mortar
porselein dengan ditambahkan Nitrogen cair. Daun muda digerus sampai halus.
Ekstraksi DNA dari dalam sel dilakukan menggunakan bufer PL1 (SDS). Serbuk
sampel dimasukkan ke dalam tabung. Campuran yang berisi 400 µLbufer PL1 di
dalam Eppendorf divorteks secara menyeluruh. Selanjutnya ditambahkan 10 µL
larutan RNAse A, divorteks, disuspensi kemudian diinkubasi selama 10 menit
pada suhu 65 °C. Sampel yang sudah diberi RNAse kemudian disentrifus dengan
kecepatan 11,000 x g selama 5 menit.
Filter NucleoSpinTM (cincin ungu) ditempatkan di dalam tabung baru (2
mL) dan lysate dimasukkan ke dalam kolom. Tabung kemudian disentrifugasi
selama 2 menit dengan kecepatan 11,000 x g. Cairan bening atau supernatan
dikumpulkan dan Filter NucleoSpinTM dibuang. Apabila tidak semua cairan
melewati filter, tahap sentrifugasi dapat diulangi sekali lagi. Apabila pelet tidak
nampak, supernatan bening dipindahkan ke dalam 1.5 mL tabung
mikrosentrifugasi baru.
Sebanyak 450 µL bufer PC ditambahkan dan dicampur secara menyeluruh
dengan dipipet ke atas dan ke bawah sebanyak 5 kali atau dengan divorteks.
Setelah itu, pengikatan DNA dilakukan dengan menempatkan NucleoSpin Plant
IITM Column (cincin hijau) ke dalam tabung baru (2 mL) yang mampu memuat
maksimum 700 µL sampel. Sentrifugasi dilakukan selama 1 menit pada kecepatan
11,000 x g selanjutnya cairan yang tertampung di bawah dibuang. Maksimum
kapasitas tabung NucleoSpin Plant IITM Column memuat 700 µL. Untuk sampel
yang lebih banyak, tahap pemuatan dapat diulang.
Pencucian membran silika (kolom bercincin hijau) dilakukan dengan
menambahkan 400 µL bufer PW1 untuk NucleoSpin Plant II Column. Kemudian
kolom disentrifugasi selama 1 menit pada 11,000 x g dan cairan yang tertampung
dibuang. Pencucian kedua dilakukan dengan menambahkan 700 µL bufer PW2 ke
dalam NucleoSpin Plant II Column. Kolom disentrifugasi kembali selama 1 menit
pada kecepatan 11,000 x g dan larutan yang tertampung dibuang kembali.
Pencucian ketiga dilakukan dengan menambahkan bufer PW2 sebanyak 200 µL ke
dalam NucleoSpin Plant IITM Column. Kemudian kolom disentrifugasi selama 2
menit pada 11,000 x g untuk membuang bufer pencuci dan mengeringkan
membran silika secara menyeluruh.
Untuk mengelusi DNA, NucleoSpin Plant IITM Column ditempatkan di
dalam tabung mikrosentrifugasi baru volume 1.5 mL. Kemudian sebanyak 50 µL
bufer PE dipipet ke dalam membran. Selanjutnya NucleoSpin Plant II Column
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 65 °C. Sentrifugasi dilakukan selama 1 menit

12

pada 11,000 x g untuk mengelusi DNA. Tahap ini diulangi kembali dengan
menggunakan 50 µL bufer PE (65 °C) dan elusi dilakukan pada tabung yang sama.
Penentuan Kualitas dan Kuantitas DNA
Elektroforesis horizontal pada gel agarosa digunakan untuk
mengkonfirmasi kemurnian DNA (Sambrook et al. 1989). Sebanyak 1% gel
agarosa disiapkan (0.8 g di dalam 80 mL TAE) di dalam 1 x bufer TAE. Dengan
menggunakan sisir, sumur berukuran kecil dibuat di dalam gel untuk
memungkinkan dimasukkannya 3 µL DNA genom yang telah dicampur dengan 1
µL loading dye (bromofenol biru (Sigma B8026). Tangki dibungkus untuk
memungkinkan proses elektroforesis, kemudian elektroforesis dijalankan selama
30 menit pada voltage 100V. Kemudian gel dibuang dan direndam di dalam
larutan ethidium bromide selama 10 menit untuk proses staining. Gel selanjutnya
dibilas menggunakan akuades selama 10 menit sebelum dilihat di dalam
transluminator UV Gel DocTM Universal Hood 76S/09155..
Kuantifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan Nanodrop 2000c
(Thermo Scientific) spektrofotometer. Larutan yang digunakan sebagai blanko
dalam mengukur konsentrasi DNA hasil isolasi adalah larutan yang sama yang
digunakan sebagai pelarut DNA, yaitu elute solution (TE) dari kit NucleoSpin
Plant IITM. Sebanyak 1 µL TE diteteskan pada bagian pedestal (bagian alat untuk
meletakkan sampel). Konsentrasi DNA muncul pada layar komputer yang
terhubung dalam satuan ng µL-1.
Konsentrasi DNA hasil isolasi biasanya masih tinggi. Oleh karena itu
masih perlu diencerkan sebagai larutan kerja sebesar 20 ng menggunakan bufer
TE. DNA stok disimpan pada freezer untuk penyimpanan jangka panjang.
Amplifikasi DNA dengan PCR
Kegiatan amplifikasi DNA mencakup seleksi primer mikrosatelit dan
optimasi suhu annealing primer mikrosatelit. Selanjutnya suhu annealing optimum
dari primer uji digunakan dalam reaksi amplifikasi dengan PCR pada bahan tanam
yang diuji.
Seleksi primer mikrosatelit
Sebanyak 23 pasang primer spesifik mikrosatelit yang digunakan pada
penelitian ini adalah primer yang telah dipublikasi (Billotte et al. 2005).
Hatorangan et al. (2010) dan Kusnandar et al. (2010) masing-masing melakukan
optimasi primer yang sudah dipublikasi tersebut dan melaporkan kondisi optimum
untuk 16 primer serta 7 primer lainnya dan menghasilkan pita polimorfik pada
kelapa sawit Tenera yang berasal dari kebun kelapa sawit di Riau. Primer dengan
tingkat polimorfis yang tinggi dapat digunakan sebagai marka atau penanda.
Selain tingkat polimorfisme, alasan lain pemilihan 23 primer tersebut
diantaranya (i) kandungan basa GC antara 20% sampai 60%, dan (ii) posisi pada
linkage group diusahakan tersebar pada 16 linkage group kelapa sawit (Tabel 2).

13

Optimasi suhu annealing
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh suhu annealing yang optimum
pada masing-masing primer mikrosatelit yang digunakan. Suhu annealing untuk
berbagai macam primer ditetapkan menggunakan rumus berikut: Tm = 4 (G + C)
+ 2 (A + T) dan suhu annealing = Tm -4. Hanya primer yang mampu
menghasilkan pita spesifik pada suhu annealing optimum yang akan digunakan
untuk

Dokumen yang terkait

Keragaman Genetik Tiga Populasi Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Tipe Pisifera Berdasarkan Marka RAPD

1 74 54

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis Guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery

10 98 74

Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Plasma Nutfah PT. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 13

Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Plasma Nutfah PT. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 2

Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Plasma Nutfah PT. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

1 2 3

Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Plasma Nutfah PT. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 8

Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Plasma Nutfah PT. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Chapter III VI

0 1 19

Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Plasma Nutfah PT. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 1 3

Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Plasma Nutfah PT. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 6

Keragaman Genetik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Angola Menggunakan Marka SSR Genetic Diversity of the Angola-originated Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Using SSR Markers

0 0 7