Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)

KARAKTERISTIK STRUKTUR ANATOMI BAGIAN KAYU
TARIK DAN KAYU OPPOSITE PADA KAYU BALIK ANGIN
(Alphitonia excelsa A. Cunn.ex Fenzl)

SARAH AUGUSTINA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Struktur
Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin
(Alphitonia excelsa)” adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Sarah Augustina
NIM E24090019

ABSTRAK
SARAH AUGUSTINA. Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan
Kayu Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa). Dibimbing oleh
IMAM WAHYUDI.
Kayu merupakan hasil metabolisme mahluk hidup (pohon) sehingga
terdapat variabilitas sifat kayu baik antar jenis, antar pohon dalam satu jenis yang
sama, bahkan dalam satu batang pohon. Variabilitas sifat kayu akan semakin
tinggi dengan adanya abnormalitas alami berupa kayu tarik (tension wood).
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur anatomi, kualitas serat dan
beberapa sifat fisis kayu bagian kayu tarik kayu Balik Angin (A. excelsa) dan
membandingkannya dengan parameter yang sama di bagian kayu opposite-nya.
Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa juga dikaji berdasarkan nilai panjang
serat, kerapatan kayu dan sudut mikrofobrilnya. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan karakteristik anatomi, sifat fisis, dan kualitas serat
antara kayu tarik dan kayu opposite, kecuali panjang serat, tekstur, warna,
orientasi serat, bau dan rasa, jari-jari, bidang perforasi, serta porositasnya. Ratarata sudut mikrofibril pada bagian kayu tarik sebesar 23.81º, sedangkan di bagian
kayu opposite 26.23º. Kadar air, kerapatan, dan BJ kayu di bagian kayu tarik
cenderung lebih tinggi 6.5%, 11.63% dan 13.16% dibanding kayu opposite-nya.
Kayu yang diteliti masih merupakan kayu juvenil.
Kata kunci: kayu tarik, kayu opposite, Alphitonia excelsa, variabilitas sifat kayu,
kayu juvenil
ABSTRACT
SARAH AUGUSTINA. Anatomical Structure Characteristics of Tension Wood
and Opposite Wood of Alphitonia excelsa. Supervised by IMAM WAHYUDI.
Wood is a very variable substance, with differences occurring among
species and genera, within a species as well as within each individual tree because
of a metabolism product. Wood variability becomes higher if the stem contains
tension wood. The purpose of this study was to analyze anatomical structure, fiber
quality and some physical properties of Alphitonia excelsa tension wood and
compare them to those of the opposite one. Demarcation between juvenile and
mature wood will also be assessed based on their fiber length, wood density, and
microfibril angle. The results showed that there are differences in anatomical
characteristics, physical properties, and the quality of the wood fibers between

tension wood and opposite wood, except for fiber length, texture, color, grain,
odour and taste, rays, perforation plate, and porosity. Average microfibril angle in
tension wood was 23.81º, while in opposite wood was 26.23º in average. Moisture
content, wood density, and specific gravity on tension wood region tended to be
6.5%, 11.63% and 13.16% higher than those of its opposite wood region.
Keywords: tension wood, opposite wood, Alphitonia excelsa, wood variation,
juvenile wood

KARAKTERISTIK STRUKTUR ANATOMI BAGIAN KAYU
TARIK DAN KAYU OPPOSITE PADA KAYU BALIK ANGIN
(Alphitonia excelsa A. Cunn.ex Fenzl)

SARAH AUGUSTINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu
Opposite pada Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)
Nama

: Sarah Augustina

NIM

: E24090019

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS
Pembimbing


Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga
Februari 2013 ini adalah terkait dengan variasi sifat kayu dengan judul
“Karakteristik Struktur Anatomi Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite pada
Kayu Balik Angin (Alphitonia. excelsa)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku
dosen pembimbing, Dr Ir Harnios Arief, MSc selaku dosen penguji, Prof Dr Ir I
Wayan Darmawan, MSc selaku ketua sidang, serta Esti Prihatini, SSi. yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Dra Sri Rullyati, MSc beserta staf Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat

Penelitian Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah), Bogor
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dharsono Rafi’i (ayah), Nina Iriana (Ibu), kakak, adik, dan
Rudi Irawan, SHut. serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Sarah Augustina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian


2

Bahan dan Alat

2

Analisis Struktur Anatomi

3

Analisis Sifat Fisis Kayu

4

Pengukuran Dimensi Serat

5

Pengukuran Microfibril Angle (MFA)


6

Pengolahan Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Identifikasi Jenis Kayu Balik Angin (A. excelsa)

7

Karakteristik Anatomi Kayu Balik Angin (A. excelsa)

7

Panjang Serat di Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite


10

Sudut Mikrofibril di Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite

11

Sifat Fisis Kayu di Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite

12

Batas Antara Kayu Juvenile dan Kayu Dewasa

13

Kemungkinan Penggunaan Kayu Secara Efektif dan Efisien

15

SIMPULAN DAN SARAN


16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas kuat
dan beberapa sifat fisik kayu

16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Pola pemotongan contoh uji
Pola penyusunan pada gelas obyek
Bagian-bagian serat yang diukur
Sudut mikrofibril kayu tarik
Daun, bunga dan buah kayu Balik Angin (A. excelsa)
Penampang melintang kayu Balik Angin (A. excelsa)
Foto makroskopis bagian kayu tarik
Pengamatan mikroskopis bagian kayu tarik
Foto makroskopis bagian kayu opposite
Pengamatan mikroskopis bagian kayu opposite
Perbandingan panjang serat kayu tarik dan kayu opposite
Serat pada bagian kayu tarik dan bagian kayu opposite
Sudut mikrofibril di bagian kayu tarik dan bagian kayu opposite
Perbandingan kadar air kayu tarik dan kayu opposite
Nilai kerapatan dan berat jenis kayu bagian kayu tarik dan opposite
Perbandingan panjang serat dan kerapatan kayu balik angin (A. excelsa)
Perbandingan sudut mikrofibril dan kerapatan kayu balik angin (A.
excelsa)
18 Perbandingan sudut mikrofibril dan panjang serat kayu balik angin (A.
excelsa)

2
3
5
6
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
13
14
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Ciri mikroskopis bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik
angin (A. excelsa)
2 Sifat fisis bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik angin (A.
excelsa)
3 Analisis keragaman sifat fisis bagian kayu tarik dan kayu opposite dari
kayu balik angin (A. excelsa)
4 Nilai dimensi serat bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik
angin (A. excelsa)
5 Nilai turunan dimensi serat bagian kayu tarik dan kayu opposite dari
kayu balik angin (A. excelsa)
6 Kriteria penilaian kualitas serat
7 Analisis keragaman panjang serat bagian kayu tarik dan kayu opposite
dari kayu balik angin (A. excelsa)
8 Sudut mikrofibril bagian kayu tarik dan kayu opposite dari kayu balik
angin (A. excelsa)

20
22
22
26
27
27
28
29

PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan
negara
megadiversity
yang
memiliki
keanekaragaman flora maupun fauna yang tinggi. Diperkirakan sekitar 60% dari
jumlah spesies tumbuhan dunia terdapat di Indonesia. Hingga saat ini kayu dan
turunannya masih merupakan komoditas ekspor hasil hutan andalan Indonesia
disamping komoditi hasil hutan bukan kayu. Kendati peran dan fungsi kayu cukup
besar, namun pemanfaatan beberapa jenis diantaranya masih dirasakan belum
optimal. Hal tersebut dikarenakan kurangnya data dan informasi mengenai kayu
tersebut. Menurut LIPI, saat ini baru 20 persen dari jumlah flora di Indonesia yang
sudah teridentifikasi.
Kayu merupakan produk alam yang dapat diperbaharui dan termasuk ke
dalam bahan dasar yang modern. Pengetahuan mengenai sifat dasar kayu penting
untuk dipahami dan dijadikan acuan dalam rangka pemanfaatan kayu secara
optimal untuk berbagai keperluan seperti bahan baku industri pertukangan, pulp,
dan furniture. Diantara keempat sifat dasar kayu, sifat struktur anatomis kayu
merupakan karakteristik yang paling utama karena semua sifat kayu lainnya (sifat
fisis, mekanis dan kimiawi kayu) sangat dipengaruhi dan bergantung pada struktur
anatomi sel-sel penyusun kayu. Karena kayu merupakan hasil metabolisme pohon,
sudah barang tentu terdapat variabilitas sifat kayu baik antar jenis, dalam satu
jenis yang sama, bahkan dalam satu batang pohon. Variabilitas sifat kayu akan
semakin beragam dengan adanya cacat alami pada kayu. Salah satu cacat alami
khususnya pada kelompok kayu daun lebar adalah kayu tarik (tension wood),
yaitu jaringan dalam batang yang dibentuk menjauhi empulur sebagai reaksi
pohon terhadap faktor luar yang mengganggu keseimbangannya dalam rangka
untuk mempertahankan posisi tegaknya.
Menurut Casperson dalam Haygreen dan Bowyer (2003), kayu tarik
memiliki kandungan selulosa yang tinggi dibanding kayu normal. Kandungan
selulosa yang tinggi tersebut menyebabkan kerapatan kayu meningkat 5-10%.
Dalam hal identifikasi kayu, umumnya kayu tarik memiliki pori yang kecil dan
jari-jari yang sempit dibanding kayu normal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sel-sel penyusun bagian kayu
tarik berbeda dengan sel-sel penyusun bagian kayu normal. Sejauh ini penelitian
karakteristik bagian kayu tarik khususnya pada kayu-kayu Indonesia masih
terbatas. Oleh karena itu penulis mencoba untuk melakukan penelitian tentang
karakteristik struktur anatomi bagian kayu tarik (tension wood) dan kayu opposite
pada kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan struktur
anatomi sel-sel penyusun bagian kayu tarik dan kayu opposite baik secara
makroskopis maupun mikroskopis, kualitas serat dan beberapa sifat fisis kayu
Balik Angin (A. excelsa). Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa juga dikaji
berdasarkan nilai panjang serat, kerapatan kayu dan sudut mikrofobrilnya.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perbedaan struktur anatomi sel-sel penyusun bagian kayu tarik dan kayu opposite,
kualitas serat, sifat fisis dan batas antara kayu juvenile dan kayu dewasa pada
kayu Balik Angin (A. excelsa) serta dapat menjadi dasar pemanfaatan kayu ini
secara efektif dan efisien.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2012 hingga Februari 2013,
bertempat di dua laboratorium yaitu Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil
Hutan (Pustekolah), Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bagian kayu tarik dan kayu opposite dari
kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa) asal Kalimantan. Sampel berupa
lempengan tipis (disk) dengan diameter 19 cm dan tebal 5 cm (Gambar 1)
digunakan untuk pengamatan struktur anatomis dan penentuan kualitas serat serta
pengujian sifat fisis. Ada pun bahan kimia yang digunakan terdiri dari alkohol
absolut, akuades, larutan gliserin, ethilen, safranin, iodine, pottasium iodide,
larutan Schultze, KClO3, toluen, dan karboxylol. Peralatan yang digunakan terdiri
dari object glass, timbangan, waterbath, gelas ukur, penusuk kayu, oven, kuas,
masker, sarung tangan, stirer, cover glass, tabung reaksi, gelas Erlenmeyer, wadah
bekas film, pipet, penangas air, kertas lakmus, cutter, mikroskop, kamera makro
dan mikro, serta rotary mikrotom.

3

Analisis Struktur Anatomi Kayu
Pembuatan preparat mikrotom
Contoh uji yang digunakan memiliki dimensi sesuai dengan lebar riap
tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit. Contoh uji lalu dilunakkan
dengan cara direndam di dalam penangas air selama 7 x 8 jam. Mekanisme
perendaman yang digunakan yaitu contoh uji direndam sejak pagi hingga sore hari
pada suhu 100oC, kemudian dilanjutkan dengan perendaman pada suhu 50oC
hingga keesokan harinya. Setelah berwarna pucat dan lunak, contoh uji disayat
dengan menggunakan rotary mikrotom. Sayatan yang dibuat harus mewakili
kenampakan dari kayu Balik Angin secara keseluruhan, meliputi bidang lintang
(X), radial (R), dan tangensial (T). Sayatan yang telah diperoleh kemudian
direndam dalam safranin. Setelah itu, sayatan kemudian dicuci dengan akuades
hingga bersih, lalu didehidrasi bertingkat dengan alkohol 30%, 50%, 70%, 90%,
dan 96% masing-masing selama 5-10 menit. Setelah proses di atas selesai, sayatan
selanjutnya diletakkan di atas gelas objek kemudian direkatkan dengan ethilen,
ditutup dengan gelas penutup, diberi label, dan siap untuk diamati. Pola
penyusunan sayatan berbagai bidang di atas gelas obyek disajikan pada Gambar 2.

Ciri anatomi yang diamati baik secara makroskopis dan mikroskopis
meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh International Association of Wood
Anatomist (Wheeler et al. 1989 dalam Prehantoro 2011). Sebelum dilakukan
pengamatan, juga dilakukan pengambilan gambar untuk dokumentasi.
Pengambilan gambar secara mikroskopis dilakukan pada preparat hasil sayatan
dengan menggunakan kamera otomatis yang terdapat pada mikroskop, sedangkan
pengambilan gambar makroskopis dilakukan dengan menggunakan kamera foto
makro dimana terlebih dahulu contoh uji dibasahi dengan air lalu disayat dengan
cutter pada penampang lintangnya.
Pengamatan sifat makroskopis
a) Persentase kayu tarik
Persentase kayu tarik dihitung dengan menggunakan kertas milimeter blok
(metode dot grid). Potongan berupa lempeng dengan tebal 5 cm dihaluskan
dengan menggunakan amplas hingga terlihat bagian kayu tariknya. Kemudian
pada permukaan kayu ditempelkan kertas milimeter blok dan gambaran
permukaan yang terlihat diplotkan secara keseluruhan. Persentase kayu tarik
dihitung dengan rumus:

4
b) Tekstur
Tekstur kayu didasarkan pada ukuran-ukuran relatif dari sel-sel kayu
dimana tekstur dikatakan halus apabila diameter sel-sel serabut > 30 µm; tekstur
sedang antara 30-45 µm; tekstur kasar > 45µm (Pandit dan Dani 2008).
Pengamatan sifat mikroskopis
a) Pori (sel pembuluh)
Pengamatan terhadap pori yang hanya terdapat pada kayu daun lebar
(KDL) meliputi bidang perforasi, penyebaran, pengelompokkan, penggabungan,
pernoktahan pada dinding bersama, isi, diameter, dan jumlah pori per satuan luas
(Pandit dan Dani 2008). Pengamatan ini dilakukan pada penampang lintang
sampel hasil sayatan mikrotom. Pengukuran pori dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan untuk setiap riap tumbuh, dimana pada setiap ulangan terdapat 5 kali
pengamatan pori untuk setiap kriteria.
b) Jari-jari
Pengamatan terhadap jari-jari meliputi komposisi sel penyusun, diameter
dan tinggi jari-jari. Pengamatan komposisi sel penyusun jari-jari dilakukan pada
penampang radial sampel hasil sayatan mikrotom, sedangkan diameter dan tinggi
jari-jari dilakukan pada penampang tangensialnya. Untuk setiap kriteria tersebut
dilakukan pengukuran sebanyak 30 ulangan menggunakan kriteria yang terdapat
di Atlas Kayu jilid II.
c) Serat (fiber)
Dimensi serat yang diukur meliputi panjang dan diameter serat, serta
diameter lumen. Tebal dinding serat merupakan setengah dari selisih diameter
serat dan diameter lumen serat. Sampel uji yang digunakan berasal dari bagian
kayu tarik dan kayu opposite dari empelur hingga ke arah kulit. Untuk setiap
bagian contoh uji dilakukan pengukuran serat sebanyak 30 ulangan.
Analisis Sifat Fisis Kayu
Kadar air
Ukuran sampel untuk pengujian kadar air adalah sesuai dengan ukuran
riap tumbuhnya. Total sampel uji yang digunakan sebanyak 10 buah dimana 5
buah dari bagian kayu tarik dan 5 buah dari bagian kayu opposite. Sampel
ditimbang untuk mendapatkan berat awal (BA) kemudian dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu (103±2)ºC selama 48 jam hingga mencapai kondisi kering tanur.
Setelah itu, sampel dipindahkan ke dalam desikator selama beberapa menit, lalu
timbang untuk mendapatkan berat kering tanur (BKT). Kadar air dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
KA (%) = (BA – BKT) / BKT x 100%
Berat jenis (BJ)
BJ kayu dapat dihitung melalui perbandingan antara berat kering tanur kayu
dengan berat air yang volumenya sama dengan volume kayu dalam keadaan basah.
Dari kedua bagian yang diteliti, yaitu kayu tarik dan kayu opposite masing-masing
diambil 5 buah contoh uji yang mewakili setiap riap tumbuhnya. Contoh uji
tersebut memiliki dimensi sesuai dengan dimensi setiap riap tumbuh. Berat kering
tanur diperoleh setelah contoh uji dikeringkan dalam oven (103±2)ºC hingga

5
konstan, sementara volume basah dihitung dengan metode Archimedes
berdasarkan ASTM D 2395. Dalam penelitian ini nilai BJ kayu dihitung
berdasarkan modifikasi ASTM D 2395 dengan rumus:
BJ = (BKT / Volume KU) / Kerapatan Air
Kerapatan kayu
Kerapatan kayu dapat dihitung dengan rumus standar yakni perbandingan
antara berat basah terhadap volume basahnya (ASTM D 2395). Kerapatan
menyatakan banyaknya material dinding sel yang mengisi suatu volume tertentu.
Kerapatan sangat berhubungan erat dengan BJ kayu. Dalam penelitian ini
kerapatan kayu dapat dihitung berdasarkan modifikasi ASTM D 2395 dengan
rumus:
Kerapatan Kayu = Berat Kering Udara / Volume Kering Udara
Pengukuran Dimensi Serat
Pembuatan sediaan maserasi
Contoh uji yang digunakan berukuran kecil, yaitu sebesar batang korek api
yang diambil dari seluruh riap tumbuh yang ada. Proses maserasi yang dilakukan
dengan metode Schultze ini diawali dengan memasukkan sampel ke dalam tabung
reaksi baru kemudian ditaburi sedikit KClO3 dan ditambahkan larutan HNO3 50%
hingga sampel terendam seluruhnya. Mulut tabung reaksi kemudian ditutup
dengan alumunium foil. Tabung reaksi selanjutnya dipanaskan selama beberapa
menit di dalam penangas air hingga mendidih dan berubah warna menjadi putih
kekuning-kuningan. Kemudian, tabung reaksi didiamkan pada suhu kamar dan
isinya dipindahkan ke atas kertas saring. Serat yang sudah berada di atas kertas
saring kemudian dicuci dengan akuades hingga bebas asam. Setelah itu, serat
tersebut dipindahkan ke dalam wadah bekas film dan dilakukan pewarnaan dengan
safranin 2% selama 6-8 jam. Serat yang sudah diberi warna kemudian dicuci
dengan akuades dan dilakukan dehidrasi alkohol bertingkat, yaitu 10%, 20%, 30%,
50%, 70%, 80%, 90% dan alkohol absolut masing-masing selama 2-5 menit.
Setelah itu, serat yang berada di dalam wadah dipindahkan ke kaca preparat dan
dilanjutkan dengan kegiatan pengamatan dengan menggunakan mikroskop.
Pengukuran dimensi sel
Pengukuran dimensi serat dilakukan pada serat yang utuh yaitu serat yang
memiliki ujung-ujung yang runcing dan tertutup (Gambar 3).

6
Pengukuran Microfibril Angle (MFA)
Persiapan sayatan
Contoh uji yang digunakan dalam pengukuran MFA (sudut mikrofibril) ini
berupa sayatan tipis bidang tangensial sampel dengan ketebalan berkisar 20-30
µm. Sayatan tersebut dihasilkan dengan menggunakan rotary mikrotom. Sayatan
terbaik selanjutnya direndam dengan larutan Schultze selama 15 menit untuk
melarutkan lignin yang tersisa, kemudian dicuci bersih untuk menghilangkan
larutan Schultze yang tersisa, baru kemudian didehidrasi bertingkat menggunakan
alkohol mulai konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan absolut. Setelah itu
ditetesi campuran larutan iodine dan pottasium iodide untuk menghilangkan sisa
lignin, kemudian diteteskan asam nitrat 50% untuk menghasilkan cristal iodine
sehingga dapat diamati dengan jelas di bawah mikroskop.
Pengukuran MFA
Pengukuran sudut mikrofibril dilakukan melalui foto masing-masing
sayatan dengan menggunakan software Image-J (Gambar 4).

Pengolahan Data
Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data
yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasi menggunakan
sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% dengan persamaan sebagai
berikut:

Keterangan:
µ
ӯ

α
df
s
n

: nilai tengah rata-rata
: nilai rata-rata
: nilai sebaran t pada selang kepercayaan 95%
: taraf nyata
: derajat bebas (n-1)
: standar deviasi
: jumlah pengulangan contoh uji

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis Kayu Balik Angin (A. excelsa)
Alphitonia excelsa (Gambar 5) termasuk kedalam famili Rhamnaceae
dengan nama daerah Balik Angin atau Balek Angin. Pohon Balik Angin
merupakan jenis evergreen dengan tinggi berkisar 25-35 meter dan diameter
batang 23 cm. Umumnya tumbuh di kawasan hutan hujan tropis atau hutan
campuran Eucalyptus. Menurut Doran dan Trunbull (1982), Balik Angin termasuk
kedalam jenis pionir yang dapat beradaptasi dengan berbagai jenis tanah dan
cuaca. Persebaran jenis ini meliputi wilayah Kalimantan hingga New Zealand dan
Australia.

Gambar 5 Daun, bunga dan buah Balik Angin (A. excelsa)
Sumber: Australia National Herbarium (2013)

Karakteristik Anatomi Kayu Balik Angin (A. excelsa)
Pengenalan kayu berdasarkan struktur anatomi merupakan suatu metode
praktis yang sering digunakan untuk mengidentifikasi jenis kayu. Dalam menilai
setiap parameternya, metode ini cenderung bersifat objektif. Sifat-sifat yang
digunakan dalam mengidentifikasi jenis kayu ini yaitu sifat makroskopis dan sifat
mikroskopis. Sifat makroskopis adalah sifat-sifat kayu yang dapat diamati dengan
mata telanjang, sedangkan sifat mikroskopis adalah sifat-sifat yang dapat dilihat
lebih jelas dengan alat bantu mikroskop.
Pengamatan karakteristik anatomi dilakukan pada contoh uji yang
mengalami cacat alami berupa kayu tarik. Kayu tarik (tension wood), yaitu
jaringan yang terbentuk akibat terganggunya keadaan keseimbangan asli dari
suatu tegakan dimana jaringan tersebut cenderung menjauhi empelur. Menurut
Casperson dalam Bowyer et al. (2003), kayu tarik memiliki kandungan selulosa
yang tinggi dibanding kayu normal. Kandungan selulosa yang tinggi tersebut
menyebabkan kerapatan kayu meningkat 5-10 %. Dalam hal identifikasi kayu,
umumnya kayu tarik memiliki pori yang kecil dan jari-jari yang sempit dibanding
kayu normal (Scurfield dalam Bowyer et al. 2003). Sedangkan bagian yang
berada di bawah kayu tarik adalah kayu opposite. Menurut Tsoumis (1991),
bagian kayu opposite memiliki dinding sel yang tipis.
Sifat Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Tarik
Persentase bagian kayu tarik yang diperoleh dari perhitungan luas
permukaan sebesar 46.87% (Gambar 6). Besarnya persentase kayu tarik ini
menunjukkan bahwa kondisi pohon sebelum ditebang mempunyai kemiringan
>10o (Nurcahyo, 2006). Faktor yang dapat mempengaruhi kemiringan pohon
antara lain gravitasi bumi, tiupan angin, tanah longsor, dan topografi dimana
pohon tersebut tumbuh.

8

Gambar 6. Penampang melintang kayu Balik Angin (A. excelsa)
Pengamatan sifat makroskopis (Gambar 7) pada bagian kayu tarik
menunjukkan bahwa warna kayu 10 YR 8/4 very pale brown (Munsell soil color
chart), bertilosis, permukaan kayu mengkilap dan licin, bertekstur kasar, arah
serat lurus, tidak memiliki bau dan rasa yang khas, dengan tingkat kekerasan
tergolong lunak dan permukaan yang berserabut (wolly surface). Berserabutnya
permukaan bagian kayu tarik setelah digergaji akibat lemahnya ikatan antar sel-sel
penyusun bagian kayu tarik sehingga mengakibatkan patahnya berkas-berkas
serabut saat digergaji (Haygreen et al. 1989).
Sifat mikroskopis bagian kayu tarik (Gambar 8) adalah sebagai berikut:
Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas semi tata-lingkar, didominasi oleh
pola diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 93.57±22.54 μm,
sebagian besar soliter dan beberapa bergabung radial 4 sel, frekuensi 10.60±3.38
sel per mm2, panjang rata-rata 539±103.5 μm, bidang perforasi sederhana,
memiliki tilosis, ceruk antar pembuluh berbentuk tangga sampai berhadapan dan
dijumpai juga susunan selang-seling, berukuran sangat kecil 4±1.4 μm, tidak
berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam
ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal
jarang dan vaskisentrik serta apotrakeal tersebar dalam kelompok dengan panjang
untai 3-8 per untai. Jari-jari: lebar 1-2 seri, satu ukuran, didominasi oleh sel baring
dan beberapa sel baring dan sel tegak bercampur, tinggi rata-rata 279±137 μm,
frekuensi 30 sel per mm. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan
dinding sel sedang, panjang rata-rata 1068.80±124.45 μm, diameter rata-rata
25.71±4.81 μm, diameter lumen 12.47±3.20 μm, dan tebal dinding 6.61±2.63 μm.
Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak ditemukan.

A

B

C

Gambar 7 Foto makroskopis bagian kayu tarik
Keterangan: A) Bidang Lintang; B) Bidang Tangensial; C) Wolly Surface

9

A

B
C
Gambar 8 Pengamatan mikroskopis bagian kayu tarik
Keterangan: A) Bidang Lintang (10x); B) Bidang Radial (10x);
C) Bidang Tangensial (10x)

Sifat Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Opposite
Sifat makroskopis (Gambar 9) bagian kayu opposite dari kayu Balik Angin
yang diteliti adalah sebagai berikut: berwarna coklat muda, memiliki tilosis,
permukaan kayu agak mengkilap, bertekstur kasar, berserat lurus, tidak memiliki
bau dan rasa yang khas dan tergolong lunak. Sifat mikroskopisnya (Gambar 10)
adalah Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: porositas semi tata-lingkar,
didominasi pola diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata
85.76±23.41 μm, sebagian besar soliter dan beberapa bergabung radial 4 sel.
frekuensi 11.71±3.70 per mm2, panjang rata-rata 554.6±125.4 μm, bidang
perforasi sederhana, memiliki tilosis, ceruk antar pembuluh berbentuk tangga
sampai berhadapan dan dijumpai juga susunan selang-seling, berukuran sangat
kecil 4±1.1 μm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman
jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim:
aksial paratrakeal jarang dan vaskisentrik serta apotrakeal tersebar dalam
kelompok dengan panjang untai 3-8 per untai. Jari-jari: lebar 1-2 seri, satu ukuran,
didominasi oleh sel baring dan beberapa sel baring dan sel tegak bercampur,
tinggi rata-rata 277±88.5 μm, frekuensi 27 sel per mm. Serat: bersekat dengan
ceruk berhalaman, ketebalan dinding sedang, panjang rata-rata 1066.24±104.98
μm, diameter rata-rata 25.45±4.17 μm, diameter lumen 12.5±3.08 μm, dan tebal
dinding 6.47±1.86 μm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak
ditemukan.

A

B

Gambar 9 Foto makroskopis bagian kayu opposite
Keterangan: A) Bidang Lintang; B) Bidang Tangensial

10

C

B

A

Gambar 10 Pengamatan mikroskopis bagian kayu opposite
Keterangan: A) Bidang Lintang (10x); B) Bidang Radial (10x);
C) Bidang Tangensial (10x)
Panjang Serat

Panjang Serat (µm)

Menurut IAWA (2008), panjang serat dapat dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu pendek (≤ 900 µm), sedang (900-1600 µm), dan panjang (≥ 1600 µm). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa panjang serat pada bagian kayu tarik relatif sama
dengan panjang serat di bagian kayu opposite-nya. Menurut Sculfield dan
Wardrop (1963) dalam Sultana et al. (2012), panjang serat pada bagian kayu
reaksi hampir sama dengan bagian opposite-nya. Rata-rata panjang serat pada
bagian kayu tarik sebesar 1068.95 μm, sedangkan di bagian kayu opposite
1066.24 μm. Keduanya termasuk ke dalam kategori sedang (intermediate).
Dari Gambar 11 dapat diketahui bahwa semakin ke arah kulit panjang serat
cenderung meningkat. Hal ini menandakan bahwa aktifitas jaringan kambium
masih aktif membelah.
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

Kayu Tarik
Kayu Opposite

1

2

3

4

5

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Gambar 11 Perbandingan panjang serat kayu tarik dan kayu opposite
Dibandingkan dengan bagian kayu normalnya, panjang serat di bagian
kayu tarik dan kayu opposite cenderung lebih tinggi. Menurut Sarifudin (2013),
panjang serat rata-rata kayu Balik Angin di bagian normalnya sebesar 1042.84 μm.
Hal ini berkaitan erat dengan proses pembentukan kayu reaksi yang terjadi
(Wardrop 1956 dalam Sultana et al. 2012). Hasil analisis keragaman pada selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak berpengaruh nyata
terhadap panjang serat pada bagian kayu tarik, tetapi berpengaruh nyata pada
bagian kayu opposite-nya. Variasi panjang serat dipengaruhi oleh jenis pohon,
umur, posisi dalam batang, keberadaan kayu reaksi, dan kondisi tempat tumbuh.

11

A

B

Gambar 12 Serat pada bagian kayu tarik (A) dan bagian kayu opposite (B)
Sudut Mikrofibril (MFA)
MFA merupakan sudut yang terbentuk antara mikrofibril selulosa pada
dinding sekunder khususnya pada lapisan S2 terhadap sumbu longitudinal sel
serabut (Donaldson 2008). Mikrofibril adalah kumpulan benang selolusa yang
tersusun rapi dengan ikatan β (1-4)-D-glucopyranose (Hori et al. 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa MFA bagian kayu tarik berbeda
dibandingkan dengan MFA bagian kayu opposite-nya. Rata-rata MFA pada
bagian kayu tarik sebesar 23.81º, sedangkan di bagian kayu opposite 26.23º. Dari
Gambar 13 diketahui bahwa semakin ke arah kulit, MFA di bagian kayu tarik
cenderung menurun, sedangkan pada bagian kayu opposite-nya cenderung
meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yoshida et al. (2000) dalam
Donaldson (2008) dimana pada umumnya MFA cenderung lebih rendah pada
lapisan gelatinous, dan cenderung meningkat di bagian kayu opposite hingga
mencapai 40o (Washusen et al. 2005 dalam Donaldson 2008). Dari Gambar 13
juga terlihat bahwa MFA pada bagian kayu tarik dan kayu opposite mengalami
fluktuasi dari empulur hingga ke arah kulit. Hal ini diduga karena umur kambium
pada setiap riap tumbuh berbeda sehingga menyebabkan nilai MFA juga
berfluktuasi (Donaldson 2008).
MFA di bagian kayu tarik dan opposite lebih besar dibanding MFA pada
bagian kayu normalnya. Menurut Sarifudin (2013), MFA bagian kayu normal
kayu Balik Angin berkisar 16.5o hingga 17.5o. Hasil analisis keragaman pada
selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak berpengaruh
nyata terhadap nilai MFA baik pada kayu tarik maupun kayu opposite.
35
Sudut Mikrofibril (o)

30
25
20
15

kayu tarik
kayu opposite

10
5
0

1
2
3
4
5
riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Gambar 13 Sudut mikrofibril di bagian kayu tarik dan bagian kayu opposite

12
Sifat Fisis Kayu

Kadar Air (%)

Kadar Air
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai kadar air kayu di
bagian kayu tarik sebesar 11.53%, sedangkan di bagian kayu opposite sebesar
10.91%. Dari Gambar 14 diketahui bahwa nilai kadar air kayu di bagian kayu
tarik cenderung lebih tinggi 6.5% dibanding kayu opposite-nya. Hal ini berkaitan
dengan ukuran diameter dan tebal dinding sel yang ada. Menurut Bowyer et al.
(2003), kadar air kayu dipengaruhi oleh porsi dan macam sel penyusun termasuk
tebal-tipis dinding sel dan porsi rongga sel, serta kandungan zat ekstraktif. Hasil
analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pada
bagian kayu tarik kadar air tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada
bagian kayu opposite kadar air dipengaruhi oleh riap tumbuh. Hal ini diduga
karena parameter yang berpengaruh terhadap kadar air bukan hanya riap tumbuh
tetapi lebih pada keberadaan jaringan kayu tarik yang membuat sel penyusun kayu
termasuk dinding serat berkembang secara tidak normal.
11.80
11.60
11.40
11.20
11.00
10.80
10.60
10.40
10.20

kayu opposite
kayu tarik

1
2
3
4
5
riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Gambar 14 Perbandingan kadar air kayu tarik dan kayu opposite
Kerapatan dan BJ Kayu
Rata-rata nilai kerapatan dan BJ kayu di bagian kayu tarik sebesar 0.48
g/cm3 dan 0.43, sedangkan di bagian kayu opposite sebesar 0.43 g/cm3 dan 0.38.
Dengan demikian maka kerapatan dan BJ kayu di bagian kayu tarik 11.63% dan
13.16% lebih tinggi dibanding pada bagian kayu opposite-nya. Dari Gambar 15
dapat dilihat bahwa semakin ke arah kulit nilai kerapatan dan BJ kayu di bagian
kayu tarik cenderung lebih tinggi dibanding kayu opposite. Menurut Tsoumis
(1991), tingginya nilai kerapatan dan BJ kayu di bagian kayu tarik disebabkan
oleh adanya lapisan gelatinous (G-layer) yang menggantikan lapisan S1 dan S3
saat batang dalam kondisi miring. Hasil analisis keragaman pada selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kerapatan dan BJ kayu pada bagian kayu
tarik dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada bagian kayu opposite tidak.
Adanya pengaruh nyata dari masing-masing riap tumbuh diduga terkait dengan
perbedaan kadar air, zat ektraktif dan tingkat kedewasaan sel penyusun kayu pada
tiap riap tumbuh (Mitha 2011).

13
0.80
Kerapatan (g/cm3)

0.70
0.60
0.50
0.40
0.30

kayu opposite

0.20

kayu tarik

0.10
0.00
1

2

3

4

5

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

0.70
0.60

Berat Jenis

0.50
0.40

kayu opposite

0.30
0.20

kayu tarik

0.10
0.00
1
2
3
4
5
riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Gambar 15 Nilai kerapatan dan berat jenis kayu bagian kayu tarik dan opposite
Batas Antara Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa
Kayu juvenil merupakan massa kayu yang terdapat di bagian tengah
batang atau dekat empulur. Massa kayu yang demikian diakibatkan oleh aktifitas
kambium yang masih dipengaruhi oleh aktifitas jaringan meristem yang ada di
ujung batang. Semakin ke arah tajuk, proporsi kayu juvenil dalam sebatang pohon
akan semakin tinggi. Faktor yang mempengaruhi besarnya proporsi kayu juvenil
adalah kondisi lingkungan tempat tumbuh, perlakuan silvikultur dan perbedaan
genetik.
Secara anatomi, kayu juvenil memiliki ciri khusus yang dapat dibedakan
dari kayu dewasa yaitu dinding serat lebih tipis, serat lebih pendek, dan sudut
mikrofibril pada lapisan S-2 cenderung lebih besar (Evans et al. 2000). Hal ini
menunjukkan bahwa keberadaan kayu juvenil akan menurunkan kualitas kayu
secara signifikan. Oleh karena itu perlu diketahui batas antara kayu juvenil dan
kayu dewasa. Parameter yang dapat digunakan untuk menilai batas antara
keduanya adalah panjang serat, sudut mikrofibril dan kerapatan kayu dari empulur
ke arah kulit. Adanya perubahan nilai parameter yang drastis menandakan bahwa
kayu masih berada dalam periode juvenil.

14

0.60

1400
1200
1000
800
600
400
200
0

0.50
0.40
0.30
0.20
0.10

Kerapatan (g/cm3)

Panjang Serat (µm)

Berdasarkan nilai panjang serat dan kerapatan (Gambar 16) terlihat trend
yang cenderung meningkat mulai empulur hingga ke arah kulit. Hal ini
menandakan bahwa kayu masih berada dalam periode juvenil. Menurut Bowyer et
al. (2003); Wahyudi dan Ahmad (2005), apabila nilai kerapatan kayu dan panjang
serat cenderung terus meningkat dari empulur hingga ke arah kulit menandakan
bagian tersebut masih kayu juvenil. .

0.00
0

1
2
3
4
5
6
riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Gambar 16 Perbandingan panjang serat dan kerapatan kayu balik angin
(A. excelsa)
Keterangan:
= kerapatan;
= panjang serat

0.60

27.50
27.00
26.50
26.00
25.50
25.00
24.50
24.00
23.50

0.50
0.40
0.30
0.20
0.10

Kerapatan (g/cm3)

Sudut Mikrofibril (o)

Berdasarkan nilai kerapatan dan sudut mikrofibril (Gambar 17) dapat
dikatakan bahwa kayu Balik Angin yang diteliti masih tergolong kayu juvenil
karena nilai kedua parameter yang diamati masih cenderung berubah (belum
konstan). Hal ini sesuai dengan pernyataan Cave (1968) dalam Hein et al. (2011)
dan Donaldson (2007) yang menyatakan bahwa penurunan sudut MFA dari
empulur hingga ke arah kulit dan meningkatnya nilai kerapatan kayu menandakan
belum terbentuknya bagian kayu dewasa.

0.00
0

1
2
3
4
5
6
riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Gambar 17 Perbandingan sudut mikrofibril dan kerapatan kayu balik angin
(A. excelsa)
Keterangan:
= kerapatan;
= sudut mikrofibril
Sama seperti pada kedua gambar diatas, berdasarkan nilai panjang serat
dan sudut mikrofibril (Gambar 18) dapat disimpulkan bahwa kayu Balik Angin
yang diteliti belum membentuk bagian kayu dewasa.

Panjang Serat (µm)

1400

27.50
27.00
26.50
26.00
25.50
25.00
24.50
24.00
23.50

1200
1000
800
600
400
200
0
0

1

2

3

4

5

Sudut Mikrofibril (o)

15

6

riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit

Gambar 18 Perbandingan sudut mikrofibril dan panjang serat kayu balik angin
(A. excelsa)
Keterangan:
= sudut mikrofibril;
= panjang serat
Berdasarkan ketiga parameter yang diamati dapat dikatakan bahwa kayu
Balik Angin yang diteliti masih berada pada periode juvenil karena belum
menunjukkan nilai yang konstan. Menurut Bowyer et al. (2003); Rulliaty (2007),
kayu dewasa dapat dicirikan dengan perubahan nilai yang sangat rendah (konstan).
Lamanya periode juvenil bervariasi menurut jenis pohon (Haygreen dan Bowyer
1989).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi proporsi kayu juvenil yaitu
dengan perlakuan silvikultur yang tepat, misalnya pengaturan jarak tanam, serta
perlakuan pemupukan dan pengairan yang disesuaikan dengan umur kambium dan
laju pertumbuhan (Haygreen dan Bowyer 1989). Menurut Kojima (2008),
proporsi kayu juvenil pada jenis Eucaliptus sp. akan berkurang bila pertumbuhan
lateral (diameter batang) diawal masa tumbuh dapat ditahan sampai umur
kambium matang.
Kemungkinan Penggunaan Kayu Secara Efektif dan Efisien
Berdasarkan data sifat fisis, anatomi termasuk kualitas serat dapat
ditentukan kemungkinan penggunaan kayu secara efektif dan efisien. Dari Tabel 1
diketahui bahwa kualitas serat pada seluruh bagian kayu Balik Angin yang diteliti
termasuk ke dalam kelas mutu III dengan total nilai 200. Ini menandakan bahwa
kayu Balik Angin yang diteliti kurang cocok dijadikan sebagai bahan baku pulp
dan kertas karena akan menghasilkan lembaran kertas dengan sifat yang kurang
baik.
Adanya corak dekoratif pada kayu ini memungkinkannya digunakan
sebagai bahan baku industri mebel, furnitur, dan kerajinan apalagi mengingat
warna kayu yang cerah. Dari nilai BJ kayu, kedua bagian kayu (tarik dan
opposite) cocok untuk tujuan konstruksi ringan karena tergolong ke dalam Kelas
Kuat III dan IV. Keberadaan kayu juvenil mengarahkan pemanfaatan kayu ini ke
bidang wood composite. Menurut Bowyer et al. (2003), pemanfaatan kayu juvenil
sebagai bahan baku flakeboard, particleboard, dan fiberboard dapat
menghasilkan kekuatan dan keawetan yang sama dengan kayu komposit dari kayu
dewasa.

16
Tabel 1 Rata-rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas kuat dan
beberapa sifat fisik kayu
Bagian Kayu
Kriteria
Panjang serat
Runkel Ratio
Felting Power
Muhlsteph Ratio
Flexibility Ratio
Coefisien of Rigidity
Total Nilai
Kelas Mutu
Warna
Corak
Berat Jenis
Kelas Kuat Kayu

Opposite

Tarik
Scoring
50
25
25
25
50
25

Nilai
1068.8
1.23
43.07
73.51
0.50
0.25

Scoring
50
25
25
25
50
25

Nilai
1066.24
1.14
43.62
74.02
0.50
0.25

200
III
Terang
Ada

200
III
Terang
Ada

0.43
III

0.38
IV

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan karakteristik anatomi, sifat fisis, dan kualitas serat antara kayu tarik dan
kayu opposite, kecuali panjang serat, tekstur, warna, orientasi serat, bau dan rasa,
jari-jari, bidang perforasi, serta porositasnya. Panjang serat pada bagian kayu tarik
relatif sama dengan panjang serat di bagian kayu opposite. Sudut mikrofibril kayu
opposite cenderung lebih besar dibanding kayu tarik. Nilai kerapatan dan BJ kayu
bagian kayu tarik cenderung lebih tinggi 11.63% dan 13.16% dibanding pada
bagian kayu opposite-nya.
Kayu Balik Angin yang diteliti belum menghasilkan kayu dewasa.
Kualitas serat kayu Balik Angin termasuk ke dalam Kelas Mutu III sehingga
kurang cocok dijadikan sebagai bahan baku pulp dan kertas. Dengan corak kayu
yang dekoratif, maka kayu Balik Angin berpotensi sebagai bahan baku mebel,
furnitur, dan kerajinan ditambah lagi warna kayu yang terang. Dengan Kelas Kuat
III-IV memungkinkan kayu ini digunakan sebagai bahan baku konstruksi ringan.
Saran
Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempelajari pengaruh umur pohon
dan diameter batang terhadap sifat-sifat kayu. Penelitian tentang analisis
komponen kimia, sifat mekanis dan aspek silvikultur juga perlu diteliti

17

DAFTAR PUSTAKA
ASTM D 2395-07 a. Standard Test Methods for Specific Gravity of Wood-Based
Material. New York: Amerika Standard for Testing and Material.
Australian National Herbarium. 1976. Information about Australia’s Flora
Growing Native Plants. Canberra (AU): Australian National Herbarium
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu
Pengantar, Terjemahan [Third Edition]. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Donaldson L. 2008. Microfibril angle: measurement, variation and relationships.
New Zeland: Cellwall Biotechnology Centre.
Doran JC, Turnbull JW. 1982. Australian Trees and Shurbs : Spesies for Land
Rehabilitation and Farm Planting in The Tropics. Canberra (AU): ACIAR.
Evan JW, Sneft JF, Green DW. 2000. Juvenile wood effect in red alder: analysis
of physical and mechanical data to delineate juvenile and mature wood
zones. Forest Product Journal. Vol 60:7/8.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar,
Terjemahan [Third Edition]. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hein PRG dan Brancheriau L. 2011. MFA vs density in Eucalyptus. Biores
Technol. Vol 6 (3): 3352-2262
Hori R, Suzuki H, Kamiyama T. 2003. Variation of microfibril angles and
chemical composition implication for functional properties. Journal of
Material Science Letters. 22:963-966.
IAWA. 2008. Identifikasi Kayu : Ciri Mikroskopis Untuk Identifikasi Kayu Daun
Lebar. Bogor: PUSTEKOLAH.
Kojima M, Yamamoto H, Yoshida M, Ojjo Y, dan Okumura K. 2008. Maturation
property of fast-growing hardwood plantation spesies: a view of fiber length.
Forest Ecology and Management. Vol 257 : 15-22.
[LIPI] Lembaga Ilmu Pendidikan Indonesia. 2009. Jumlah Spesies Tumbuhan di
Indonesia. Jakarta (ID): LIPI.
Mitha FS. 2011. Pengaruh Jenis Kayu dan Bagian Batang Terhadap Sifat
Pengeringan Tiga Jenis Kayu Perdagangan Indonesia [Skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Munsell Soil Color Chart. 1975. Determination of soil color. US: US Dept.
Agriculture Handbook 18.
Nurcahyo RA. 2006. Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Kayu Tarik Sengon
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Prehantoro DD. 2011. Kajian Struktur Anatomi Dan Kualitas Serat Kayu Normal,
Kayu Tarik, Dan Kayu Opposite Dari Jenis Kawista (Limonia Acidissima
L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
Rulliaty S. 2007. Karakteristik kayu muda pada mangium (acacia mangium
willd.) Dan kualitas pengeringannya. Laporan Hasil Penelitian. Pusat
Litbang Hasil Hutan. Bogor.
Sarifudin DE. 2013. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Balik Angin
(Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from Kalimantan [Skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

18
Sultana RS dan Rahman Md. 2012. An overview of tension wood formation and
morphological characteristics of fiber in reaction wood of angiosperms.
Journal of Research in Plant Sciences. Vol 1: 048-055.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood Structure, Properties
Utilization. New York.
Wahyudi I dan Ahmad FA. 2005. Perbandingan struktur anatomi, sifat fisis, dan
sifat mekanis kayu jati unggul dan kayu jati konvensional. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kayu Tropis. Vol 3(2) : 9-15.

19

LAMPIRAN

20
Lampiran 1 Ciri Mikroskopis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu
Balik Angin (Alphitonia excelsa)
No.
1
2
a.
b.

Karakteristik
Anatomi
Lingkaran Tumbuh
Sel Pembuluh :
Porositas
Sebaran/ Susunan

c.
Pengelompokkan
d.
e.
f.

g.
h.
i.

j.
k.

Bentuk Pembuluh
Soliter
Bidang Perforasi
Susunan Ceruk
antar Pembuluh
Ukuran Ceruk antar
Pembuluh (µm)
Ceruk Berumbai
Ceruk pada
Persilangan
Pembuluh dengan
Jari-jari
Penebalan ulir

b.

Diameter Pembuluh
Frekuensi Pembuluh
per mm2
Rata-rata Panjang
Pembuluh (µm)
Tilosis dan Endapan
dalam Pembuluh
Kayu tanpa
Pembuluh
Elemen Trakeida
tak berlubang
Serat :
Jaringan Serat
Dasar
Serat Bersekat

c.

Penebalan ulir

l.
m.
n.
o.
p.
3
a.

d.
e.

Tebal Dinding Serat
Rata-rata Panjang
Serat (µm)

Bagian Kayu
Opposite
Jelas

Tarik
Jelas

Semi tata-lingkar
Pola diagonal lebih dominan
atau radial
Terdapat pembuluh berganda
radial 4, namun lebih
dominan pembuluh soliter

Semi tata-lingkar
Pola diagonal lebih dominan
atau radial
Terdapat pembuluh berganda
radial 4, namun lebih dominan
pembuluh soliter

Bundar

Bundar

Sederhana
Dominan Bentuk Tangga dan
Berhadapan, tetapi dijumpai
susunan selang-seling

Sederhana
Dominan Bentuk Tangga dan
Berhadapan, tetapi dijumpai
susunan selang-seling

4±1.1 μm

4±1.4 μm

-

-

dengan halaman yang jelas

dengan halaman yang jelas

-

-

85.76±23.41 μm

93.57±22.54 µm

11.71±3.70 per mm2

10.60±3.38 per mm2

554.6±125.4 µm

539±103.5 µm

tilosis umum

tilosis umum

-

-

-

-

dengan ceruk sederhana
sampai berhalaman kecil
Serat Bersekat dijumpai

dengan ceruk sederhana sampai
berhalaman kecil
Serat Bersekat dijumpai

Tipis sampai tebal
(6.47±1.86 μm )

Tipis sampai tebal (6.61±2.63
μm )

1066.24±104.98 μm

1068.80±124.45 μm

21

No
4
a.
b.
c.

Karakteristik
Anatomi
Parenkim :
Apotrakeal
Paratrakeal

Bagian Kayu
Opposite

Tarik

tersebar dalam kelompok
Vaskisentrik dan Paratrakeal
jarang
-

Tersebar dalam kelompok
Vaskisentrik dan Paratrakeal
jarang
-

3-8 sel per untai

3-8 sel per untai

1-2 seri

1-2 seri

a.

Marjinal/ Pita
Panjang Untai
Sel Parenkim
Jari-jari :
Lebar

b.

Macam/ Ukuran

1 ukuran

1 ukuran

c.

Jari-jari agregat

-

-

d.

Tinggi (µm)

277±88.5 μm
seluruhnya sel baring (sel
baring lebih dominan
dibanding sel tegak) atau sel
baring dan sel tegak
bercampur

279±137 μm
seluruhnya sel baring (sel
baring lebih dominan
dibanding sel tegak) atau sel
baring dan sel tegak
bercampur

-

-

-

-

27 jari-jari/ mm2

30 jari-jari/mm2

-

-

-

-

-

-

d.
5

e.
Komposisi

f.
g.
h.
6
a.
b.
c.

Sel Seludang dan
Sel Ubin
Sel Jari-Jari
Berperforasi
Frekuensi Jarijari per mm2
Inklusi Mineral
Sel minyak
Saluran
interselular
Kristal Prismatik

22
Lampiran 2 Sifat Fisis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu Balik
Angin (Alphitonia excelsa)
Riap Tumbuh

Tarik

Opposite

Bagian

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

3

Kerapatan (g/cm )
0.46
0.42
0.41
0.41
0.43
0.28
0.43
0.47
0.51
0.70

Rata-rata
Kadar Air (%)
11.08
10.95
11.03
10.77
10.74
11.58
11.39
11.68
11.56
11.45

Berat Jenis
0.42
0.38
0.37
0.37
0.39
0.25
0.39
0.42
0.46
0.63

Lampiran 3 Analisis Keragaman Sifat Fisis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite
dari Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa)
1. Kayu Tarik


Berat Jenis

Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R
Square
Standard Error
Observations

0.96
0.92
0.90
0.04
5.00

ANOVA
Regression
Residual
Total

Intercept
X Variable 1

df
1.00
3.00
4.00

SS
0.07
0.01
0.07

Coefficients
0.18
0.08

MS
0.07
0.00

F
35.43

Standard
Error
0.05
0.01

Significance F
0.01

t Stat
3.94
5.95

Pvalue
0.03
0.01

Lower
95%
0.03
0.04

Upper
95%
0.33
0.13

23


Kadar air
Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R
Square
Standard Error
Observations

0.11
0.01
-0.32
0.13
5.00

ANOVA
Regression
Residual
Total

Intercept
X Variable 1

df
1.00
3.00
4.00

SS
0.00
0.05
0.05

Coefficients
11.56
-0.01

MS
0.00
0.02

F
0.04

Standard
Error
0.14
0.04

Significance F
0.86

t Stat
84.55
-0.20

P-value
0.00
0.86

Lower
95%
11.12
-0.14

Upper
95%
11.99
0.12



Kerapatan
Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R
Square
Standard
Error
Observations

0.96
0.92
0.90
0.05
5.00

ANOVA

Regression
Residual
Total

Intercept
X Variable 1

df
1.00
3.00
4.00

SS
0.09
0.01
0.09

Coefficients
0.20
0.09

MS
0.09
0.00

F
35.97

Standard Error
0.05
0.02

Significance
F
0.01

t
Stat
3.97
6.00

P-value
0.03
0.01

Lower
95%
0.04
0.04

Upper
95%
0.37
0.14

24
2. Kayu Opposite


Berat Jenis
Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

0.57
0.33
0.10
0.02
5.00

ANOVA
df
1.00
3.00
4.00

Regression
Residual
Total

Intercept
X Variable 1


SS
0.00
0.00
0.00

Coefficients
0.41
-0.01

MS
0.00
0.00

Standard Error
0.02
0.01

F
1.47

Significance F
0.31

t Stat
21.65
-1.21

P-value
0.00
0.31

Lower
95%
0.35
-0.02

Upper
95%
0.46
0.01

Kadar Air
Regression Statistics

Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

0.89
0.80
0.73
0.08
5.00

ANOVA
Regression
Residual
Total

Intercept
X Variable 1

df
1.00
3.00
4.00

SS
0.07
0.02
0.09

MS
0.07
0.01

F
11.65

Coefficients

Standard Error

t Stat

11.17
-0.09

0.08
0.03

133.73
-3.41

Significance F
0.04

Pvalue
0.00
0.04

Lower
95%
10.91
-0.17

Upper
95%
11.44
-0.01

25


Kerapatan
Regression Statistics

Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

0.59
0.35
0.13
0.02
5.00

ANOVA
Regression
Residual
Total

Intercept
X Variable 1

df
1.00
3.00
4.00

SS
0.00
0.00
0.00

MS
0.00
0.00

F
1.60

Coefficients

Standard Error

t Stat

0.45
-0.01

0.02
0.01

21.72
-1.27

Significance F
0.29

Pvalue
0.00
0.29

Lower
95%
0.38
-0.03

Upper
95%
0.52
0.01

26
Lampiran 4 Nilai Dimensi Serat Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu
Balik Angin (Alphitonia excelsa)

Bagian

Kode
RT1

Tarik

RT2
RT3
RT4
RT5
RT1

Opposite

RT2
RT3