Adsorpsi, emulsifikasi, dan antibakteri ekstrak daun pare (Momordica charantia)

i

ADSORPSI, EMULSIFIKASI, DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK
DAUN PARE (Momordica charantia)

SILVY AULYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ii

ABSTRAK
SILVY AULYA. Adsorpsi, Emulsifikasi, dan Antibakteri Ekstrak Daun Pare
(Momordica charantia). Dibimbing oleh DIMAS ANDRIANTO dan POPI ASRI
KURNIATIN.
Daun pare (Momordica charantia) mengandung saponin yang dapat
digunakan sebagai bahan aktif pembersih wajah. Kosmetik yang beredar saat ini

mengandung bahan kimia berbahaya bagi kulit wajah, seperti merkuri,
hidrokuinon, dan zat pewarna. Untuk itu, masyarakat mulai beralih menggunakan
kosmetik herbal. Penelitian bertujuan menentukan potensi ekstrak daun pare
sebagai pengadsorpsi logam, penurun tegangan permukaan, dan antibakteri. Daun
pare diekstrak menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol, metanol, dan
heksana. Ekstrak kemudian diukur daya adsorpsinya melalui kemampuan
menjerap logam Hg, Pb, dan Cu, daya emulsifikasi melalui kemampuan
menurunkan tegangan permukaan, dan antibakteri dengan metode pengenceran.
Hasil uji adsorpsi menunjukkan ekstrak etanol daun pare menjerap logam Pb
sebesar 30.43% dan Hg sebesar 24.38%, namun hanya ekstrak n-heksana daun
pare yang menjerap logam Cu sebesar 21.42%. Hasil uji tegangan permukaan
menunjukkan ekstrak air paling stabil menurunkan tegangan permukaan. Hasil uji
antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis menunjukkan nilai KHM (Kadar
Hambat Minimum) sebesar 62.5 ppm untuk ekstrak air dan etanol daun pare
sedangkan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimum) sebesar 2000 ppm untuk ekstrak
etanol dan metanol daun pare.
Kata kunci

: daun pare, adsorpsi, tegangan permukaan, antibakteri.


iii

ABSTRACT
SILVY AULYA. Adsorption, Emulsification, and Antibacteria of Momordica
charantia Leaves Extract. Under the direction of DIMAS ANDRIANTO and
POPI ASRI KURNIATIN.
Bitter melon (Momordica charantia) leaves contains saponin. Saponin can
be used as an active substance in facial cleanser. Actually, the reality shows that
many of circulated cosmetic contain the chemical materials that hazardous to
facial skin such as mercury, hydroquinone, and colorant substances. Knowing
that, people begin to realize the importance of herbal cosmetic usage. This
research aim to observe the potential of bitter melon leaves as the metal adsorber,
surface tension reducer, and anti bacterial. The bitter melon leaves extracted using
four solvents, namely water, ethanol, methanol, and hexane. The extracts then
experience with the measurement of the ability of metal adsorption, emulsification
power tested by the ability of reducing the surface tension, and the antibacterial
activity using dilution method with microplate. The adsorption test shows that
ethanol extraction of bitter melon leaves is able to adsorb Pb at 30.43% and Hg at
24.38%, but only n-hexane extraction of bitter melon leaves that can adsorb Cu at
21.42%. The surface tension test shows the water extraction of bitter melon leaves

is the best extraction to reduce the surface tension. The result of antibacterial test
to Staphylococcus epidermidis exhibit that the MIC (Minimal Inhibitory
Concentration) at 62.5 ppm for water and ethanol extraction of bitter melon
leaves and the MBC (Minimal Bactericidal Concentration) at 2000 ppm for
ethanol and methanol extraction of bitter melon leaves.
Keywords

: bitter melon leaves, adsorption, surface tension, antibacteria

iv

ADSORPSI, EMULSIFIKASI, DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK
DAUN PARE (Momordica charantia)

SILVY AULYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

v

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Adsorpsi, Emulsifikasi, dan Antibakteri Ekstrak Daun Pare
(Momordica charantia).
: Silvy Aulya
: G84080017

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dimas Andrianto, M.Si
Ketua

Popi Asri Kurniatin, M.Si.,Apt.
Anggota

Diketahui

Dr. I Made Artika M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus :

vi

PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya
ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Adsorpsi, Emulsifikasi, dan Antibakteri
Ekstrak Daun Pare (Momordica charantia) merupakan penelitian yang telah
dilaksanakan pada bulan Februari 2012 hingga Juni 2012 di laboratorium
penelitian Departemen Biokimia Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini juga
merupakan salah satu Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dimas Andrianto, M.Si dan
Popi Asri Kurniatin, M.Si., Apt. selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk belajar banyak hal dalam penelitian
ini dan memberikan bimbingan hingga saat penulisan karya tulis ini. Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan tertinggi kepada Ayahanda
Yunadi, Almarhumah Ibunda Yasmimanizarti, serta adik-adik tercinta
Muhammad Fadhli, Maivenny Suciwati, dan Arief Saputera atas doa tulus,
semangat, dan kasih sayang yang selalu mengiringi langkah penulis. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui
program PKMP.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang telah
membantu penelitian ini, Dewi dan Feby di mayor Biokimia yang telah banyak
membantu pelaksanaan penelitian ini, Maman di Fisika yang telah mengajarkan
pengukuran tegangan permukaan, Ibu Nunuk di Pusat Studi Biofarmaka yang

secara teknis membantu pengujian aktivitas antibakteri. Terima kasih pula untuk
teman-teman terdekat Kenyar, Beki, Yoan, dan rekan-rekan di Pondok Asad.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bogor, Juni 2012

Silvy Aulya

vii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 19 Desember 1990 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara dari ayahanda Yunadi dan almarhumah ibunda
Yasmimanizarti. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari TK Islam Bhakti
IV Cipinang Bali-Jakarta, SDI Alhayatiddiniyah Cipinang Bali-Jakarta, dan SDN
06 Pagi Cipinang Melayu, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN
80 Halim Perdana Kusuma. Penulis lulus dari SMAN 2 Padangpanjang pada
tahun 2008 kemudian melanjutkan pendidikan ke Departemen Biokimia Institut
Pertanian Bogor melalui Program Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Penelusuran

Minat dan Kemampuan (PMDK) 2008. Penulis mengambil minor Ilmu dan
Teknologi Pangan untuk memperkaya pengetahuan penulis dalam bidang pangan.
Penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan seperti Community
Research dan Education of Biochemistry Student (CREBs IPB) sebagai staf divisi
keilmuan tahun 2009/2010, sebagai staf Badan Pengawas tahun 2010/2011 dan
Ikatan Mahasiswa Serambi Mekkah dan Pagaruyung (IMASERAMPAG). Selain
itu, penulis aktif pada kepanitiaan beberapa acara seperti Seminar Kesehatan dan
Expo Biokimia, Seminar Nasional Sains IV, Lomba Karya Ilmiah Populer, dan
pernah menjadi tenaga pengajar di bimbingan belajar El Rahma.
Masa perkuliahan penulis juga diisi dengan kunjungan industri ke beberapa
tempat seperti Lembaga Penelitian Biologi Molekuler Eijkman Jakarta, PT
Djojonegoro C-1000 Sukabumi, PT Nissin Biscuit Indonesia Semarang, dan
Coca-Cola Amatil Indonesia Semarang. Tahun 2011 penulis melaksanakan pratik
lapangan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM IPB dengan judul “Uji
Aktivitas Antioksidan dan Kadar Flavonoid Ekstrak Air dan Etanol Daun Saga
(Abrus precatorius Linn). Tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian ini
sebagai tugas akhir dan pada tahun yang sama penulis juga melaksanakan
penelitian yang didanai oleh DITJEN DIKTI dengan judul “Ekstrak Daun Pare
(Momordica charantia) Sebagai Bahan Aktif Kosmetik Pembersih Wajah” pada
ajang Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP). Penulis

menerima beasiswa Bantuan Biaya Mahasiswa (BBM) tahun 2009-2012.

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 1
Pare .................................................................................................................. 1
Adsorpsi ........................................................................................................... 2
Emulsifikasi ..................................................................................................... 3
Antibakteri ....................................................................................................... 4
BAHAN DAN METODE .................................................................................... 5
Alat dan Bahan ................................................................................................. 5
Metode ............................................................................................................. 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 7
Ekstraksi Daun Pare ......................................................................................... 7

Komponen Fitokimia Ekstrak Daun Pare .......................................................... 8
Kadar Logam Simplisia Daun Pare ................................................................... 9
Hasil Uji Adsorpsi ............................................................................................ 9
Uji Tegangan Permukaan (Daya Emulsifikasi) ............................................... 11
Uji Aktivitas Antibakteri ................................................................................ 12
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 13
Simpulan ........................................................................................................ 13
Saran .............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13
LAMPIRAN ...................................................................................................... 16

ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil pengukuran rendemen .............................................................................. 8
2 Hasil pengujian fitokimia simplisia dan ekstrak daun pare ................................. 9
3 Hasil pengukuran uji logam simplisia daun pare menggunakan AAS................ 9
4 Uji aktvitas antibakteri ekstrak pare terhadap bakteri S.epidermidis ................. 13


DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Daun pare ......................................................................................................... 2
2 Susunan alat AAS.. ........................................................................................... 3
3 Alat pengukur tegangan permukaan .................................................................. 7
4 Hasil pengujian penjerapan logam Hg ............................................................. 10
5 Hasil pengujian penjerapan logam Pb .............................................................. 10
6 Hasil pengujian penjerapan logam Cu ............................................................. 10
7 Hasil uji tegangan permukaan ......................................................................... 11
8 Uji antibakteri. ................................................................................................ 12

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian .................................................................................... 17
2 Hasil pengukuran kadar air .............................................................................. 18
3 Hasil pengukuran uji tegangan permukaan ...................................................... 18
4 Hasil pengujian penjerapan logam Hg ............................................................. 19
5 Hasil pengujian penjerapan logam Pb .............................................................. 20
6 Hasil pengujian penjerapan logam Cu ............................................................. 21

1

PENDAHULUAN
Kosmetik merupakan salah satu bagian
terpenting dari penampilan para wanita.
Kosmetik sangat beragam jenis dan merknya.
Salah satu jenis kosmetik adalah pembersih
wajah. Mengingat tingkat polusi, debu, dan
asap rokok pada saat ini semakin tinggi, maka
pembersih wajah merupakan salah satu
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masingmasing orang (Tranggono et al. 2007).
Menurut Wardani (2010), ada dua faktor yang
mempengaruhi kesehatan kulit, yakni faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal
diantaranya adalah sinar matahari, polusi,
debu, dan asap rokok. Sementara faktor
internal adalah sakit yang berkepanjangan
karena kurangnya asupan gizi sehingga
mempengaruhi kesehatan kulit.
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang
menutupi seluruh tubuh dari bahaya yang
datang dari luar (Damin 2006). Lapisan kulit
pada dasarnya sama di semua bagian tubuh,
kecuali di telapak tangan, telapak kaki, dan
bibir. Namun, kulit wajah sedikit berbeda
karena di lapisan bawahnya terdapat lebih
banyak pembuluh darah. Karena kaya akan
pembuluh darah, wajah biasanya mempunyai
kulit yang lebih halus dari bagian tubuh yang
lain (Daniel 2005).
Masalah kulit wajah seringkali menjadi
sorotan. Salah satu masalah kulit wajah yang
sering dijumpai, yaitu timbulnya jerawat.
Jerawat adalah suatu keadaan pori-pori kulit
yang tersumbat sehingga menimbulkan
kantung nanah. Penyumbatan pori-pori
seringkali disebabkan oleh penggunaan
kosmetik yang salah. Pemilihan jenis
kosmetik ini perlu diperhatikan dengan baik
(Retno & Fatma 2007).
Membersihkan kulit pada prinsipnya
adalah menghilangkan residu, kotoran, atau
minyak sehingga harus dilakukan dengan
rutin. Terutama untuk kulit wajah dianjurkan
menggunakan pembersih yang sesuai dengan
jenis kulit masing-masing (Retno & Fatma
2007).
Saat ini masyarakat menyadari pentingnya
penggunaan kosmetik herbal. Hal ini
menyangkut faktor keamanan kosmetik
terhadap kesehatan kulit wajah dan bahaya
iritasi yang dapat ditimbulkan oleh bahan
baku sintetik (Retno & Fatma 2007).
Kosmetik yang berkembang saat ini
dilaporkan banyak mengandung bahan kimia
berbahaya bagi kesehatan wajah, seperti
merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, dan zat
pewarna (BPOM 2009). Produk kosmetik

yang mengandung bahan kimia berbahaya ini
ditarik dari peredaran dan dilarang untuk
diperdagangkan. Untuk itu, timbullah tuntutan
adanya inovasi dalam produksi kosmetik
herbal.
Tanaman pare (Momordica charantia)
adalah salah satu tanaman herbal Indonesia.
Biasanya tanaman pare dimanfaatkan sebagai
tanaman obat. Daunnya berkhasiat sebagai
obat cacingan, obat batuk, obat demam,
peluruh haid, obat sembelit, penambah nafsu
makan, melancarkan pengeluaran ASI,
mengobati penyakit sipilis, dan liver
(Kuswoyo 2009). Selain itu, daun pare
terkadang dimanfaatkan oleh masyarakat di
beberapa daerah untuk mencuci muka,
contohnya masyarakat di daerah Padang
Pariaman Sumatera Barat. Masyarakat Padang
Pariaman memanfaatkan daun pare untuk
membersihkan wajah. Mereka biasanya
meremas-remas daun pare dengan air bersih
kemudian air hasil remasan daun pare
digosokkan ke wajah.
Daun pare sebagai salah satu tanaman
herbal Indonesia yang biasa dipakai oleh
beberapa masyarakat untuk membersihkan
wajah diduga mengandung bahan aktif yang
berkhasiat. Salah satu kandungan kimia dari
daun pare adalah saponin (Kuswoyo 2009).
Saponin dalam daun pare ini diharapkan
mampu menurunkan tegangan permukaan dan
mempunyai aktivitas antibakteri. Dalam
penelitian ini diharapkan saponin berpotensi
sebagai salah satu bahan aktif kosmetik
pembersih wajah yang berbasis herbal.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
potensi ekstrak air, etanol, metanol, dan nheksana daun pare sebagai penjerap logam
Hg, Pb, dan Cu, penurun tegangan
permukaan, dan aktivitas antibakterinya.
Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun
pare memiliki kemampuan menjerap logam
Hg, Pb, dan Cu, mampu menurunkan
tegangan permukaan, dan memiliki aktivitas
antibakteri. Penelitian ini juga diharapkan
bermanfaat untuk memberikan informasi
tentang potensi ekstrak daun pare sebagai
inovasi pembersih wajah yang berasal dari
bahan herbal.

TINJAUAN PUSTAKA
Pare
Tanaman pare (Momordica charantia)
termasuk famili Cucurbitaceae. Tanaman ini
memiliki ciri umum batang masif, berusuk
lima, berambut saat muda dan gundul setelah
tua, berwarna hijau, dan tumbuh merambat

2

(Nunun 2009). Daun tunggal berbentuk bulat
telur, berbulu, panjang tangkai 7-13 cm, dan
berwarna hijau. Bunga tunggal berkelamin
satu, kelopak berbentuk lonceng, berusuk
banyak, panjang 5-15 cm, mahkota berbentuk
bulat telur berwarna kuning (Adi et al. 2008).
Buah pare berbentuk bulat panjang,
berusuk, warna jingga. Biji berbentuk pipih,
keras, warna cokelat kekuningan. Akar
tunggang dan berwarna putih kotor (Adi et al.
2008). Buah pare mengandung karantin,
hidroksitriptamin, flavonoid, alkaloid, asam
stearat, asam palmitat, vitamin A, B, dan C
(Robby 2009). Biji mengandung senyawa
momordisin. Biji pare memiliki khasiat
sebagai antiradang. Buah pare berkhasiat
sebagai peluruh dahak, pembersih darah,
penurunan panas, penyegar badan, penambah
nafsu
makan,
penurun
gula
darah,
memperlancar pencernaan, dan obat malaria
(Santoso 1996).
Bagian utama tanaman pare yang
mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi adalah
buahnya. Dari sudut pandang petani
(produsen) peluang pasar pare merupakan
salah satu alternatif usaha tani yang dapat
dijadikan
sumber
penghasilan
dan
peningkatan pendapatan (Nunun 2009).
Sebaliknya,
bagi
kalangan
pengguna
(konsumen) selain dijadikan berbagai
masakan, buah pare juga mensuplai gizi yang
berfungsi ganda sebagai obat. Rasa pahit
tanaman pare terutama daun dan buah
disebabkan oleh kandungan zat sejenis
glukosida yang disebut momordisin atau
charantin (Subahar et al. 2004).
Para
ahli
kesehatan
menemukan
kandungan zat lain pada tanaman pare antara
lain insulin dan resin. Zat penimbul rasa pahit
pada tanaman pare mempunyai nilai sosial
dan kegunaan yang luas dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, diantaranya sebagai
bahan obat tradisional untuk menyembuhkan
beberapa jenis penyakit. Daun pare berkhasiat
sebagai obat cacing, batuk abses, demam,
peluruh haid, sembelit, menambah nafsu
makan, melancarkan pengeluaran ASI, sipilis,
dan liver (Kuswoyo 2009).

Gambar 1 Daun pare

Kandungan kimia dari daun pare yaitu
resin, minyak, flavonoid, karbohidrat, zat
warna, saponin, alkaloid, dan triterpenoid
(Kuswoyo 2009). Salah satu kandungan kimia
yang berpotensi menjadi bahan baku
pembersih wajah adalah saponin dari ekstrak
daun pare. Kandungan saponin dari ekstrak
daun pare ini memiliki kemampuan untuk
membersihkan kotoran di kulit wajah
misalnya debu dan sisa riasan.
Adsorpsi
Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu
proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan
maupun gas, terikat pada suatu padatan atau
cairan (zat penjerap, adsorben) dan akhirnya
membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat
terjerap, adsorbat) pada permukaannya
(Bassett et al. 1994). Berbeda dengan
absorpsi, pada absorpsi terjadi reaksi kimia
antara molekul-molekul adsorbat dengan
permukaan adsorben (Ryan 2008). Adsorpsi
suatu zat pada permukaan adsorben
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis
adsorben, jenis adsorbat atau zat
yang
teradsorpsi, luas permukaan adsorben,
konsentrasi zat terlarut, dan temperatur
(Suardana 2008).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu adsorpsi fisik (disebabkan oleh gaya Van
Der Waals (terjadinya gaya tarik menarik
yang relatif lemah antara adsorbat dengan
permukaan adsorben) dan adsorpsi kimia
(terjadi karena terbentuknya ikatan kovalen
dan ion antara molekul-molekul adsorbat
dengan adsorben, dikenal dengan istilah
absorpsi) (Ryan 2008).
Adsorben ialah zat yang melakukan
penjerapan terhadap zat lain (baik cairan
maupun gas) pada proses adsorpsi. Umumnya
adsorben bersifat spesifik, hanya menjerap zat
tertentu. Adsorben yang paling banyak
dipakai untuk menjerap zat-zat dalam larutan
adalah arang. Zat ini banyak dipakai di pabrik
untuk menghilangkan zat-zat warna dalam
larutan. Penjerapan bersifat selektif, yang
dijerap hanya zat terlarut atau pelarut sangat
mirip dengan penjerapan gas oleh zat padat.
Beberapa jenis adsorben yang biasa
digunakan, yaitu arang aktif, gel silika, dan
alumina aktif (Atkins 1997).
Arang aktif adalah bahan berupa karbon
bebas yang masing-masing berikatan secara
kovalen atau arang yang telah dibuat dan
diolah secara khusus melalui proses aktifasi,
sehingga pori-porinya terbuka dan dengan
demikian mempunyai daya jerap yang besar
terhadap zat-zat lainnya, baik dalam fase cair

3

maupun dalam fase gas. Struktur pori
berhubungan dengan luas permukaan, dimana
semakin kecil pori-pori arang aktif,
mengakibatkan luas permukaan semakin
besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi
bertambah. Karbon aktif ini cocok digunakan
untuk
mengadsorpsi
zat-zat
organik.
Komposisi arang aktif, diantaranya terdiri dari
silika (SiO2), karbon, (Meilita & Tuti 2010).
Proses adsorpsi pada penelitian ini akan
dilakukan untuk melihat kemampuan ekstrak
daun pare (Momordica charantia) dalam
menjerap kotoran. Kotoran yang ada pada
wajah berasal dari banyak faktor salah satunya
akibat polusi dari udara, jenis kulit, dan akibat
pemakaian kosmetik (Retno & Fatma 2007).
Ekstrak daun pare sebagai bahan aktif
kosmetik pembersih wajah diharapkan akan
menjerap kotoran-kotoran berupa logam dari
polusi udara yang ada pada kulit wajah
dengan kontrol positif yang digunakan adalah
arang aktif.
Sumber utama pencemaran udara adalah
asap kendaraan bermotor.
Udara yang
tercemar ini, diantaranya mengandung
beberapa logam berat, diantaranya logam Hg,
Pb, dan Cu. Saeni (1997) menyatakan bahwa
partikel Hg, Pb, dan Cu yang dikeluarkan oleh
asap kendaraan bermotor berukuran antara
0,08 – 1,00 µg dengan masa tinggal di udara
selama 4 – 40 hari. Masa tinggal yang lama
menyebabkan partikel Pb dapat disebarkan
angin hingga mencapai 100 – 1000 km dari
sumbernya. Hal tersebut yang menyebabkan
pencemaran timbal di udara mudah tersebar.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini sampel
logam yang digunakan adalah logam Hg, Pb,
dan Cu. Hasil penjerapan logam oleh ekstrak
daun pare ini akan diukur dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer).
Atomic Absorption Spectrophotometry
Atomic Absorption Spectrophotometry
(AAS) adalah suatu metode analisis yang
dapat digunakan untuk menentukan unsurunsur di dalam suatu bahan. Alat ini memiliki
kepekaan, ketelitian serta selektivitas yang
tinggi. Dalam spektrofotometri serapan atom
lampu katoda rongga (Hollow Cathoda
Lamps) digunakan sebagai sumber radiasi.
Perkembangan terakhir cara analisis AAS
selain atomisasi dengan nyala dapat juga
dilakukan atomisasi tanpa nyala yaitu ada
yang menggunakan energi listrik pada batang
karbon atau bahkan hanya dengan penguapan
(Gunandjar 1985). Susunan alat AAS secara
umum dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Susunan alat AAS 1) Lampu
katoda, 2) Chopper, 3) Nyala, 4)
Atomizer, 5) Lampu kondensor, 6)
Celah, 7) Lensa kolimating, 8) Kisi
defraksi, 9) Sinar defraksi, 10)
Celah keluar sinar, 11) Photo tube,
12) Selang penghisap cairan, 13)
Cairan sampel/standar, 14) Asetilen
(C2H2), 15) Udara, 16) Flow meter,
17) Amplifier, 18) Recording
digital, 19) Pembuangan cairan
(Gunandjar 1985).
Prinsip kerja AAS adalah dengan metode
analisis yang didasarkan pada proses
penyerapan tenaga radiasi oleh atom-atom
yang berada pada tingkat tenaga dasar.
Penyerapan
tersebut
menyebabkan
tereksitasinya elektron ke tingkat tenaga yang
lebih tinggi. Penguraian intensitas radiasi
yang diberikan sebanding dengan jumlah atom
pada tingkat dasar yang menyerap tenaga
radiasi tersebut (Gunandjar 1985).
Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah suatu proses yang
terjadi antara dua cairan atau senyawa yang
tidak dapat bercampur (Ginting 2006).
Berdasarkan fase terdispersinya, dikenal dua
jenis emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air
dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak
dalam air, yaitu dimana fase minyak
terdispersi dalam fase air. Emulsi air dalam
minyak, yaitu dimana fase air terdispersi
dalam fase minyak (Sumardjo et al. 2008).
Terdapat tiga teori yang menerangkan
mengenai sistem emulsi, yaitu Teori
Tegangan Permukaan, bila cairan kontak
dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak
saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang
menyebabkan masing-masing cairan pecah
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
disebut tegangan permukaan. Zat-zat yang
dapat menurunkan tegangan permukaan
disebut zat aktif permukaan (surfaktan) atau
zat pembasah. Dengan menurunnya tegangan
permukaan, gaya tarik-menarik antar molekul

4

dari masing-masing cairan akan berkurang
dan kedua cairan dapat saling becampur.
Kedua adalah Oriented-Wedge Theory,
lapisan monomolekuler dari zat pengemulsi
melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada
emulsi. Zat pengemulsi akan memilih larut
dalam salah satu fase yang merupakan
gambaran kelarutannya pada cairan tertentu
dan terikat kuat kemudian terbenam di dalam
fase tersebut dibandingkan fase lainnya.
Ketiga adalah Teori Plastik atau Teori Lapisan
Antarmuka, menempatkan zat pengemulsi
pada antarmuka antar minyak dan air,
mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu
lapisan tipis atau film yang diabsorpsi pada
permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan
tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase
terdispersi. Makin kuat dan makin lunak
lapisan tersebut, makin besar dan stabil
emulsinya (Lachman 1994).
Penelitian ini menitikberatkan pada Teori
Tegangan Permukaan. Larutan ekstrak daun
pare dengan konsentrasi tertentu diukur besar
tegangan permukaannya, kemudian akan
direaksikan dengan ekstrak daun pare.
Pemberian ekstrak ini diharapkan mampu
menurunkan tegangan permukaan yang
artinya ekstrak mampu membersihkan kotoran
yang terdapat pada wajah.
Antibakteri
Antimikrob
diantaranya
meliputi
antibakteri, antiprotozoa, antifungal, dan
antivirus. Senyawa antibakteri adalah zat yang
dapat menghambat pertumbuhan mikrob dan
dapat
digunakan
untuk
kepentingan
pengobatan infeksi pada manusia, hewan, dan
tumbuhan. Antibakteri digunakan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack
1990). Berdasarkan cara kerjanya antibakteri
dibedakan menjadi bakteriostatik dan
bakterisida
(Vega
2011).
Antibakteri
bakteriostatik
bekerja
dengan
cara
menghambat perbanyakan populasi bakteri
dan tidak mematikan, sedangkan bakterisida
bekerja membunuh bakteri. Bakteriostatik
dapat bertindak sebagai bakterisida dalam
konsentrasi tinggi (Schunack et al. 1990).
Kadar minimal yang dibutuhkan untuk
menghambat pertumbuhan suatu bakteri atau
membunuhnya,
masing-masing
dikenal
dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan
Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Schunack et
al. 1990). Sifat suatu antibakteri berbeda satu
dengan yang lainnya, ada yang berspektrum
luas dan ada pula yang berspektrum sempit,
tergantung dari banyaknya bakteri yang
dihambat atau dibunuh (Vega 2011).

Menurut Dwijoseputro (1990), antibakteri
dapat dibedakan berdasarkan keefektifan
kerjanya, yaitu antibakteri berspektrum luas
yang efektif terhadap berbagai jenis mikrob
baik bakteri Gram positif maupun bakteri
Gram negatif dan antibakteri berspektrum
sempit yang hanya efektif terhadap mikrob
tertentu, misalnya hanya efektif pada bakteri
Gram positif saja atau Gram negatif saja.
Menurut Todar (2007), disebutkan pula
antibakteri berspektrum terbatas bila efektif
terhadap spesies bakteri tertentu. Mekanisme
kerja antibakteri dapat terjadi melalui
beberapa cara, yaitu kerusakan dinding sel,
perubahan permeabilitas sel, dan menghambat
sintesis protein dan asam nukleat (Fradiaz
1987). Kerja antibakteri juga dipengaruhi
beberapa faktor, antara lain konsentrasi zat
antibakteri, spesies bakteri, jumlah bakteri,
suhu, dan pH lingkungannya (Vega 2011).
Uji antibakteri dapat dilakukan dengan
metode
difusi
dan
metode
dilusi
(pengenceran). Metode difusi dilakukan
dengan mengukur diameter zona bening yang
merupakan
petunjuk
adanya
respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak
(Hermawan et al. 2007). Metode difusi dapat
dilakukan dengan menggunakan tiga cara,
yaitu metode silinder, metode lubang, dan
metode cakram kertas. Melalui metode ini
akan terlihat ada tidaknya daerah hambatan di
sekeliling lubang (Kusumaningjati 2009).
Metode dilusi (pengenceran) adalah
senyawa antibakteri diencerkan hingga
diperoleh beberapa macam konsentrasi,
masing-masing konsentrasi ditambahkan
suspensi bakteri uji dalam media cair. Ada
tidaknya pertumbuhan bakteri ditandai dengan
terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa
antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat
jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji,
ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimal
(KHM). Larutan yang ditetapkan sebagai
KHM selanjutnya dikultur ulang pada media
cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun
senyawa antibakteri kemudian diinkubasi
selama 24 jam. Media cair yang tetap terlihat
jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai
Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Pratiwi 2009).
Dalam penelitian ini uji antibakteri akan
dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis dengan metode pengenceran
menggunakan microplate.
Bakteri
Staphylococcus
epidermidis
merupakan bakteri Gram positif, berbentuk
kokus, berdiameter 0,5-1,5 µm. Bakteri ini
hidup berkoloni menggerombol menyerupai

5

buah anggur. Koloni biasanya berwarna putih
atau krem. Hidup di permukaan kulit dan
membran mukosa manusia maupun hewan
(James & Hilary 2001).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah neraca analitik, blender, tabung reaksi,
pipet tetes, pipet Mohr, labu Erlenmeyer,
gelas piala, pipet volumetrik, kertas saring,
gelas ukur, cawan porselin, oven, tanur,
gegep, eksikator, rotary evaporator, vorteks,
penangas air, vial, aluminium foil, laminar,
mikropipet,
Atomic
Absorption
Spectrophotometer (AAS), autoklaf, cawan
Petri, inkubator, alat-alat pengukur tegangan
permukaan, pipet mikro.
Bahan untuk pembuatan ekstrak adalah
simplisia daun pare, akuades, etanol, metanol,
heksana. Bahan untuk uji fitokimia adalah
NaOH, H2SO4 pekat, kloroform, akuades,
metanol, pereaksi Dragendorf, pereaksi
Meyer, dan pereaksi Wagner, pereaksi
Lieberman Buchard, eter. Bahan untuk uji
penjerapan logam adalah HCl 18%, standar
arang aktif, standar logam Hg, Pb, dan Cu.
Bahan untuk uji aktivitas antibakteri adalah
Nutrient Broth, DMSO, isolat bakteri
Staphylococcus epidermidis, media TSB,
kloramfenikol, tip biru, tip kuning, dan
microplate.
Metode
Pembuatan Simpilisia Daun Pare (BPOM
2004)
Daun pare yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari lima daun setelah
pucuk (daun tua). Daun yang telah disortir
kemudian dicuci dengan air bersih agar hama
dan kotoran di daun terbuang. Daun pare yang
telah dicuci kemudian ditiriskan hingga semua
air sisa cucian terpisah, setelah itu daun pare
ditempatkan di dalam wadah yang bersih dan
kering kemudian dirajang kasar. Hasil
rajangan ini ditempatkan dalam nampan tahan
panas, kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 500C selama 2-3 hari. Simplisia
(daun pare kering) dihaluskan dengan blender
berukuran 20-80 mesh kemudian dikemas
dalam plastik dan disimpan di suhu ruang
untuk pengujian berikutnya.
Penentuan Kadar Air Daun dan Simplisia
(AOAC 1984)
Cawan porselin dikeringkan dalam oven
pada suhu 1050C selama 30 menit, lalu cawan

didinginkan di dalam eksikator selama 30
menit. Sampel yang akan diukur kadar airnya
adalah daun dan simplisia. Cawan kosong
ditimbang bobotnya kemudian ditambahkan 3
gram sampel. Sampel di dalam cawan
dikeringkan pada oven suhu 1050C selama 12
jam. Cawan beserta isinya kemudian
didinginkan di dalam eksikator selama 30
menit, kemudian ditimbang kembali dan
ditentukan kadar air sampel sampai massa
sampel stabil atau tidak berubah. Penentuan
kadar air dilakukan 3 kali ulangan.
Ekstraksi Simplisia Daun Pare (BPOM
2004) .
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu
atau lebih komponen dari suatu campuran
homogen berdasarkan prinsip beda kelarutan.
Pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi adalah akuades, etanol, metanol, dan
heksana. Sebanyak 18 gram bubuk daun pare
kering ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer ukuran 250 mL.
Pelarut (akuades, etanol, metanol, dan
heksana) ditambahkan ke dalam labu
Erlenmeyer sebanyak 180 mL dengan
perbandingan daun pare : pelarut adalah 1:10.
Campuran ditutup dengan aluminium foil,
kemudian didiamkan selama 24 jam. Ekstrak
kemudian disaring menggunakan kertas
saring, dan filtrat ditampung dalam labu
Erlenmeyer. Ampas hasil saringan kemudian
ditambahkan pelarut kembali dengan jumlah
perbandingan
yang
sama,
kemudian
didiamkan kembali selama 24 jam. Ekstrak
kemudian disaring menggunakan kertas
saring, dan filtrat ditampung dalam labu
Erlenmeyer. Lakukan hal ini sampai tiga kali
perendaman. Semua hasil filtrat digabungkan
dalam satu labu Erlenmeyer. Labu evaporator
ditimbang bobot kosongnya kemudian
ditambahkan filtrat yang didapat ke dalam
labu evaporator. Filtrat kemudian diuapkan
pada vakum evaporator dan dihitung
rendemen yang diperoleh. Semua ekstrak
simplisia daun pare (air, etanol, metanol, dan
heksana) disimpan di dalam lemari es suhu 4
yang akan digunakan pada pengujian
berikutnya.
Uji Fitokimia (Harbone 1987)
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui
kandungan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat di dalam sampel. Uji ini merupakan
suatu analisa kualitatif kandungan kimia
tumbuhan atau bagian tumbuhan. Uji
fitokimia dapat dilakukan dengan metode
KLT (kromatografi Lapis Tipis) dan metode

6

tabung yang merupakan metode yang paling
sederhana karena tidak menggunakan alat
yang canggih dan masih manual. Uji ini
meliputi uji flavonoid, uji alkaloid, uji tanin,
uji steroid, uji terpenoid, uji saponin, dan uji
glikosida.
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.
Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2
mL etanol 30% sampai terendam lalu
dipanaskan. Filtratnya dibagi 2, yang satu
ditambah NaOH sebanyak 3 tetes 10% (b/v)
dan filtrat satunya lagi ditambahkan H2SO4
sebanyak 3 tetes. Terbentuknya warna merah
karena penambahan NaOH menunjukkan
adanya senyawa fenolik hidrokuinon,
sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
adanya flavonoid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 10 mL kloroform
ditambah dengan ekstrak sampel 0.1 g dan
beberapa tetes ammonia. Fraksi kloroform
dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes
H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil kemudian
ditambahkan dengan pereaksi Dragendorf 3
tetes, pereaksi Meyer sebanyak 3 tetes, dan
pereaksi Wagner sebanyak 3 tetes. Adanya
alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan merah oleh pereaksi Dragendorf,
endapan putih oleh pereaksi Meyer, dan
endapan coklat oleh pereaksi Wagner.
Uji Tanin. Sebanyak 1 g serbuk bahan
ditambah 10 mL akuades kemudian
dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin,
campuran disaring dan filtratnya ditambah
FeCl3 1% sebanyak 5 mL (b/v). Warna biru
tua atau hitam menunjukkan adanya tanin.
Uji Saponin. Ekstrak sebanyak 0.1 g
ditimbang kemudian ditambahkan akuades 5
mL dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan
tersebut didinginkan kemudian dikocok.
Timbulnya busa selama ± 10 menit
menunjukkan adanya saponin.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak
sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol 30%
kemudian
dipanaskan
dan
disaring.
Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan
eter sebanyak 1 mL. Lapisan eter ditambah
dengan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes
asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2S04
pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan
adanya triterpenoid dan warna hijau
menunjukkan adanya steroid.
Uji Glikosida. Ekstrak sebanyak 1 mL
diuapkan diatas penangas air sampai kering.
Selanjutnya ditambahkan asam asetat anhidrat
sebanyak 1 mL dan ditambahkan 10 tetes
asam sulfat pekat. Warna biru
hijau
menunjukkan adanya glikosida.

Uji
Kandungan
Logam
Simplisia
Menggunakan AAS
Cawan porselen bersih ditimbang bobot
kosongnya terlebih dahulu. Sebanyak 5 gram
serbuk simplisia dimasukkan ke dalam cawan.
Simplisia di dalam cawan dipanaskan hingga
menjadi arang di atas penangas. Simplisia
yang telah menjadi arang dipindahkan ke
tanur sampai menjadi abu berwarna putih.
Simplisia yang telah menjadi abu
dikeluarkan dari tanur kemudian didinginkan.
Sebanyak 10 mL HCl 18% ditambahkan ke
abu simplisia kemudian dipanaskan hingga
mendidih, tetapi tidak sampai kering.
Simplisia yang telah dilarutkan dengan HCl
kemudian disaring ke dalam labu takar 50 mL.
Sampel ditera dengan akuades sampai 50 mL.
Kadar logam sampel diukur dengan AAS.
Penentuan Daya Adsorpsi Ekstrak Daun
Pare Menggunakan AAS (Noor 2008)
Standar logam yang digunakan untuk uji
ini adalah larutan Pb asetat, larutan HgCl2,
dan larutan CuSO4. Pengujian penjerapan
logam ini dilakukan dengan lima perlakuan.
Perlakuan pertama setiap logam direaksikan
dengan arang aktif sebagai kontrol positif.
Perlakuan kedua setiap logam direaksikan
dengan ekstrak air daun pare, lalu perlakuan
ketiga setiap logam direaksikan dengan
ekstrak etanol daun pare, perlakuan keempat
setiap logam direaksikan dengan ekstrak
metanol daun pare, dan perlakuan terakhir
setiap logam direaksikan dengan ekstrak nheksana daun pare. Kelima perlakuan ini
kemudian diukur konsentrasi logamnya lalu
dibandingkan dengan konsentrasi logam awal
sebelum perlakuan atau sebelum direaksikan
dengan ekstrak.
Larutan standar logam dengan konsentrasi
5000 ppm dibuat sebanyak 25 mL dalam labu
Erlenmeyer. Larutan standar ini kemudian
direaksikan dengan 1% ekstrak daun pare atau
arang aktif sebagai kontrol positif selama 15
menit kemudian setelah 15 menit larutan
disaring.
Hasil saringan selanjutnya
dilakukan pengenceran 100x. Nilai absorban
larutan diukur menggunakan AAS setelah itu
kadar
logam
dihitung
menggunakan
persamaan yang diperoleh dari kurva standar
logam. Persamaan kurva standar yang
diperoleh, yaitu Y=AX+B (Y adalah
absorbansi dan X adalah konsentrasi), dari
persamaan ini maka dapat dihitung besar
konsentrasi
logam.
Kemudian
dapat
dibandingkan ekstrak mana yang paling
efektif dalam menjerap logam setelah
direaksikan selama 15 menit.

7

Uji
Tegangan
Permukaan
(Daya
Emulsifikasi)
Tegangan permukaan zat cair adalah
kecenderungan permukaan zat cair untuk
menegang, sehingga permukaannya seperti
ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Lapisan
inilah yang disebut tegangan permukaan. Uji
tegangan permukaan pada penelitian ini
diukur dengan menggunakan alat Laboratory
stand (Gambar 3). Pertama diukur panjang
kaca dengan menggunakan jangka sorong dan
tebal kaca diukur menggunakan mikrometer
sekrup. Ekstrak ditimbang sebanyak 0.1 gram
lalu dilarutkan dalam 100 mL akuades.
Larutan ekstrak yang telah dibuat tadi diukur
tegangan permukaannya dengan Laboratory
stand. Gelas piala yang berisi larutan ekstrak
perlahan-lahan dinaikkan sampai kaca yang
tergantung pada alat tercelup seluruhnya
dalam larutan ekstrak, kemudian secara
perlahan gelas piala ditarik ke arah bawah dan
dibaca perubahan skalanya. Setiap 1 mm
simpangan jarum setara dengan massa 0.1
gram. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan. Setelah itu, dilakukan pemekatan
larutan ekstrak dengan penambahan ekstrak
0.1 gram lalu diukur kembali tegangan
permukaannya sampai konsentrasi menjadi
1%.
Besar tegangan permukaan dihitung
dengan menggunakan rumus :

dengan,

 = tegangan permukaan (N/m)
F = gaya (Newton)
p = panjang kaca
t = lebar kaca

Penentuan Aktivitas Antibakteri Metode
Dilusi
(Pengenceran)
Menggunakan
Microplate (Batubara et al. 2009)
Bakteri yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu Staphylococcus epidermidis. Isolat
bakteri ini diperoleh dari laboratorium
Mikrobiologi Universitas Indonesia. Bakteri
yang digunakan sebelumnya dilakukan tahap
persiapan, sebelum diuji bakteri dari media
padat di kultur kedalam media TSB selama 18
jam. Metode yang digunakan yaitu metode
dilusi menggunakan microplate. Microplate
ini memiliki 96 sumur yang terdiri dari 12
kolom dan 8 baris. Kolom 1 dan 2 berisi
media bakteri yang diberi ekstrak air, kolom 3
dan 4 media yang diberi ekstrak etanol, kolom
5 dan 6 media yang diberi ekstrak metanol,
kolom 7 dan 8 media yang diberi ekstrak nheksana, kolom 9 dan 10 adalah kontrol
positif, yaitu DMSO 20% dan terakhir kolom
11 dan 12 adalah kontrol negatif, yaitu
kloramfenikol. Baris pertama berisi 160 µL
DMSO 20%, 40 µl ekstrak dengan konsentrasi
10.000 ppm sehingga konsentrasinya menjadi
2000 ppm. Baris kedua samapi kedelapan
hanya dimasukkan 100 µL DMSO 20%.
Kemudian dilakukan pengenceran ½ kali
dengan cara diambil 100 µL sampel dari
kolom pertama lalu dicampur ke kolom kedua
sehingga konsentrasinya menjadi 1000 ppm.
Begitu seterusnya sampai kolom ke delapan
hingga konsentrasinya akhir 15.63 ppm.
Setelah itu semua sumur ditambahkan 100 µL
media NB steril dan 10 µL inokulum bakteri.
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C.
Konsentrasi
ekstrak
yang
tidak
menunjukkan pertumbuhan bakteri (bening)
secara
visual
dideskripsikan
sebagai
konsentrasi hambat minimum (KHM).
Sebanyak 100 µL dari media yang tidak
menunjukkan
pertumbuhan
bakteri
diinokulasikan pada 100 µL media baru,
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 °C. Konsentrasi yang tidak menunjukkan
pertumbuhan bakteri setelah inokulasi kedua
dideskripsikan sebagai konsentrasi bunuh
minimum (KBM).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3 Alat pengukur tegangan permukaan

Ekstrak Daun Pare
Pengujian kadar air daun dan kadar air
simplisia dilakukan sebelum proses ekstraksi.
Hasil pengujian kadar air memberi informasi
bahwa kadar air daun pare sebesar 64.77%
dan kadar air simplisia daun pare sebesar
9.74%. Menurut BPOM (2004), menyatakan
bahwa kadar air simplisia yang baik sebagai

8

bahan herbal adalah ≤ 10%. Artinya, simplisia
daun pare dengan kadar air 9.74% layak
digunakan sebagai bahan herbal dan
memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian
selanjutnya. Bahan herbal yang memiliki
kadar air lebih dari 10% juga tidak baik
digunakan karena hasil ekstrak yang diperoleh
akan banyak mengandung air daripada
kandungan
metabolit
sekunder
yang
diinginkan.
Pengujian selanjutnya dimulai dengan
melakukan ekstraksi terhadap simplisia daun
pare. Simplisia pare yang diperoleh diekstrak
menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol,
metanol, dan heksana. Metode yang
digunakan dalam ekstraksi adalah metode
maserasi (perendaman). Keempat ekstrak
yang diperoleh selanjutnya dihitung nilai
rendemennya. Hasil perhitungan nilai
rendemen dapat dilihat pada Tabel 1. Ekstrak
air memiliki rendemen sebesar 16.48%,
ekstrak etanol sebesar 27.95%, ekstrak
metanol 15.14%, dan ekstrak n-heksana
sebesar 13.28%. Pengukuran rendemen ini
menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki
rendemen paling besar, yaitu 27.95%. Hasil
uji ini menunjukkan bahwa pelarut etanol
yang tergolong dalam pelarut semi polar
paling baik dalam mengekstrak kandungan
metabolit sekunder yang ada pada daun pare.
Tabel 1 Hasil pengukuran rendemen
Ekstrak
Total rendemen
Air
16.48 %
Etanol
27.95 %
Metanol
15.14 %
n-Heksana
13.28 %
Komponen Fitokimia Ekstrak Daun Pare
Uji fitokimia juga dilakukan terhadap
simplisia daun pare, ekstrak air, etanol,
metanol, dan n-heksana. Hasil Uji Fitokimia
dapat dilihat pada Tabel 2. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa
metabolit sekunder yang terdapat di dalam
simplisia dan ekstrak daun pare. Senyawasenyawa yang diidentifikasi yaitu senyawa
fenolik, flavonoid, alkaloid, tanin, saponin,
triterpenoid, steroid, dan glikosida.
Hasil uji fitokimia menunjukkan simplisia
daun pare dan semua ekstrak daun pare tidak
mengandung senyawa fenolik. Uji flavonoid
memberikan hasil positif, artinya daun pare
mengandung senyawa flavonoid, begitu juga
dengan uji alkaloid yang juga memberikan
hasil positif pada simplisia daun pare dan
semua ekstrak daun pare. Berbeda dengan uji
tanin, simplisia dan semua ekstrak daun pare

menunjukkan hasil negatif, sedangkan untuk
uji saponin, ternyata hanya simplisia, ekstrak
air, dan ekstrak etanol yang mengandung
saponin.
Saponin dalam daun pare ini yang diduga
berpotensi sebagai salah satu bahan aktif
pembersih wajah. Artinya ekstrak yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan aktif pembersih adalah ekstrak air dan
etanol daun pare karena kedua ekstrak ini
memberikan hasil positif pada uji saponin. Uji
triterpenoid dan glikosida menunjukkan
simplisia dan semua ekstrak daun pare
memberikan hasil positif. Berbanding terbalik
dengan uji saponin, uji steroid menunjukkan
hasil negatif pada ekstrak air dan etanol. Hasil
positif untuk uji steroid ditunjukkan oleh
ekstrak metanol dan n-heksana.
Ekstrak daun pare yang mengandung
saponin adalah ekstrak air dan ekstrak etanol.
Saponin dalam ekstrak daun pare ini yang
diduga berpotensi sebagai salah satu bahan
aktif kosmetik pembersih wajah. Dalam
penelitian ini diharapkan ekstrak daun pare
yang
mengandung
saponin
dapat
mengadsorpsi logam, menurunkan tegangan
permukaan, dan sebagai antibakteri.
Saponin membentuk larutan koloidal
dalam air dan membentuk busa yang mantap
jika dikocok dan tidak hilang dengan
penambahan asam (Harborne 1996). Diberi
nama saponin karena sifatnya menyerupai
sabun (sapo berarti sabun). Saponin
diklasifikasikan berdasarkan sifat kimianya
menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin
triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti
steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.
Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu
aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe
saponin ini memiliki efek antijamur. Saponin
triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid
dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang disebut
sapogenin yang merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan (Adam 1995).
Menurut Prihatman (2001) dilaporkan juga
bahwa senyawa saponin memiliki aktivitas
antibakteri. Penurunan tegangan permukaan
disebabkan karena adanya senyawa sabun yang dapat
mengacaukan ikatan hidrogen pada air.
Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua
bagian yang tidak sama sifat kepolarannya.
Maka dalam penelitian ini akan diuji
kemampuan saponin dari ekstrak daun pare
dalam menurunkan tegangan permukaan,
aktivitas antibakterinya, dan kemampuan
menjerap logam Hg, Pb, dan Cu.

9

Tabel 2 Hasil pengujian fitokimia simplisia dan ekstrak daun pare
Ekstrak
Uji
Simplisia
air
etanol
Metanol
Fenolik
Flavonoid
+
+
+
+
Alkaloid
+
+
+
+
Tanin
Saponin
+
+
+
Triterpenoid
+
+
+
+
Steroid
+
+
Glikosida
+
+
+
+
Keterangan : + = hasil uji positif
- = hasil uji negatif
Kadar Logam Simplisia Daun Pare
Uji kandungan logam juga dilakukan
terhadap simplisia daun pare. Tujuannya
untuk melihat apakah sampel daun pare yang
digunakan dalam penelitian ini mengandung
logam berat atau tidak. Namun hasil yang
didapat ternyata daun pare yang digunakan
mengandung logam Pb sebesar 0.45 ppm dan
logam Cu sebesar 0.62 ppm sedangkan logam
Hg tidak terdeteksi. Hasil ini setara dengan
kadar logam Pb sebesar 4.5% dan kadar
logam Cu sebesar 6.2%. Hasil pengukuran
kadar logam dapat dilihat pada Tabel 3.
Logam Pb yang terdapat dalam sampel
daun pare diperkirakan berasal dari polusi
udara seperti asap kendaraan bermotor dan
asap pabrik (Darmono 2001). Fardiaz (1995)
juga menyatakan bahwa semua bahan pangan
alami mengandung timbal dalam konsentrasi
kecil dengan kadar maksimal sebesar 0.72
ppm. Jika dalam darah kadar Pb melebihi 0.72
ppm maka dapat mengakibatkan keracunan
akut yang cukup berbahaya.
Logam Cu yang terdapat dalam sampel
daun pare diperkirakan berasal dari pemakaian
pestisida (Fardiaz 1995). Menurut survey
yang dilakukan, daun pare yang digunakan
dalam penelitian ini mengalami penyemprotan
hama dua hari sebelum dipetik. Menurut Saeni
(1995), logam Cu merupakan unsur renik
esensial untuk semua tanaman dan hewan
termasuk manusia. Oleh karena itu, logam Cu
harus selalu ada pada makanan. Batas ambang
logam Cu untuk perikanan dan peternakan
adalah sebesar 0.02 ppm dan untuk pertanian
adalah sebesar 0.2 ppm. Pada konsentrasi
yang lebih tinggi Cu akan toksik, terutama
untuk bakteri, ganggang, dan jamur. Kadar Cu
yang terdeteksi pada tanaman pare yang
digunakan dalam penelitian ini sudah melebihi
ambang batas maksimum, yaitu sebesar 0.62
ppm. Namun, kadar yang dapat menyebabkan
keracunan dalam tubuh adalah sebesar 20
ppm.

n-heksana
+
+
+
+
+

Hasil uji kadar logam ini menunjukkan
bahwa tingkat polusi udara saat ini sudah
sangat tinggi. Padahal sampel daun pare yang
diambil berasal dari daerah yang cukup jauh
dari perkotaan, yaitu di desa Ciherang-Bogor.
Disekitar daerah ini masih jarang pemukiman
penduduk dan masih banyak terdapat areal
pesawahan. Logam berat sampai pada daerah
ini mungkin juga karena hembusan angin
(Saeni 1997).
Tabel 3 Hasil pengukuran uji logam simplisia
daun pare menggunakan AAS
Standar Logam
Konsentrasi Logam
Pb
0.45 ppm
Hg
Tidak terdeteksi
Cu
0.62 ppm
Hasil Uji Adsorpsi
Uji adsorpsi (penjerapan) dilakukan
menggunakan tiga logam standar, yaitu logam
Hg, Pb, dan Cu. Alasan digunakannya ketiga
logam ini karena logam inilah yang paling
banyak terdapat di udara yang terpapar oleh
polusi (Darmono 2001). Penelitian ini
dilakukan untuk menguji ekstrak daun pare
sebagai bahan aktif kosmetik pembersih wajah
yang diharapkan mampu mengadsorpsi
logam-logam tersebut.
Gambar 4 menunjukkan bahwa semua
ekstrak daun pare mampu mengadsorpsi
logam merkuri (Hg). Konsentrasi awal logam
Hg sebelum penambahan arang aktif dan
ekstrak daun pare, yaitu sebesar 5436.00 ppm.
Penambahan 1% arang aktif menyebabkan
konsentrasi logam Hg berkurang menjadi
3956.80 ppm, penambahan 1% ekstrak air
me