Kaji Ulang Rencana HACCP pada Proses Pembuatan Produk Kakao di PT. Bumitangerang Mesindotama – Tangerang

KAJI ULANG RENCANA HACCP PADA PROSES
PEMBUATAN PRODUK KAKAO
DI PT. BUMITANGERANG MESINDOTAMA – TANGERANG

NISSA HUDANI NABILAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kaji Ulang Rencana
HACCP pada Proses Pembuatan Produk Kakao di PT. Bumitangerang
Mesindotama – Tangerang” adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing akademik dan pembimbing lapang serta belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi atau kutipan
dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Nissa Hudani Nabilah
NIM F24090045

ABSTRAK
NISSA HUDANI NABILAH. Kaji Ulang Rencana HACCP pada Proses
Pembuatan Produk Kakao di PT. Bumitangerang Mesindotama – Tangerang.
Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI dan RAY FRANSCISCA.
PT. Bumitangerang Mesindotama (BT Cocoa) telah melaksanakan sistem
manajemen keamanan pangan secara komprehensif dalam menjaga kualitas dan
keamanan produk kakao seperti kakao massa, bungkil kakao, bubuk kakao, dan
lemak kakao. Komponen penting dalam sistem manajemen keamanan pangan ada
di dalam rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Analisis
mengenai bahaya-bahaya pada setiap proses produksi perlu dikaji ulang agar
dokumen HACCP selalu sesuai dengan kondisi terkini di lapangan, seperti
penambahan beberapa alat atau mesin pengolahan, adanya bukti ilmiah mutakhir
mengenai tingkat bahaya suatu proses, dan beberapa keluhan konsumen. Metode

yang digunakan dalam kajian ini mengikuti dua belas langkah logis atau tujuh
prinsip HACCP sesuai acuan Codex Alimentarius Commission. Kaji ulang
rencana HACCP menghasilkan 11 CCP dan 11 OPrP yang diperoleh dari mesinmesin yang telah eksis, mesin-mesin baru, serta mesin-mesin yang telah ada
namun baru ditetapkan sebagai CCP.
Kata kunci: HACCP, CCP, OPrP, kakao

ABSTRACT
NISSA HUDANI NABILAH. HACCP System Review for Manufacturing Cocoa
Products at PT. Bumitangerang Mesindotama – Tangerang. Supervised by
PURWIYATNO HARIYADI and RAY FRANSCISCA.
PT. Bumitangerang Mesindotama (BT Cocoa) has established food safety
management comprehensively to assure the quality and safety of cocoa products
such as cocoa liquor, cocoa cake, cocoa powder, and cocoa butter. One important
component of food safety management system is the implementation of HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point) plan. Analysis of hazard potentials needs
to be reviewed according to factory actual conditions, such as new machines
addition, new scientific hazard potentials research, and consumer complaints. The
review is done systematically following the twelve logical steps or seven
principles of HACCP according to Codex Alimentarius Commission. The review
results suggest that there are 11 CCP and 11 OPrP comes from existing machines,

new machines, and new CCP from existing machines.
Keywords: HACCP, CCP, OPrP, cocoa

KAJI ULANG RENCANA HACCP PADA PROSES
PEMBUATAN PRODUK KAKAO
DI PT. BUMITANGERANG MESINDOTAMA – TANGERANG

NISSA HUDANI NABILAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi: Kaji Ulang Reneana HACCP pada Proses Pembuatan Produk
Kakao di PT. Bumitangerang Mesindotama - Tangerang
: Nissa Hudani Nabilah
Nama
: F24090045
NIM

Disetujui oleh

MSe.

Tanggal Lulus:

2 7 AUG 2013

If. Ra Frans sea
Pembimbing Lapang

Judul Skripsi : Kaji Ulang Rencana HACCP pada Proses Pembuatan Produk

Kakao di PT. Bumitangerang Mesindotama – Tangerang
Nama
: Nissa Hudani Nabilah
NIM
: F24090045

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc.
Pembimbing Akademik

Ir. Ray Franscisca
Pembimbing Lapang

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ferry Kusnandar, MSc.
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga tugas akhir magang dan skripsi ini berhasil diselesaikan.
Topik magang yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Mei 2013 ini
adalah “Kaji Ulang Rencana HACCP pada Proses Pembuatan Produk Kakao di
PT. Bumitangerang Mesindotama – Tangerang”.
Tersusunnya skripsi ini tak luput dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta: Papa, Mama, alm. Kakak Aci, dan Adik Cia atas doa,
dukungan moril, dan kasih sayang kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. selaku dosen
pembimbing akademik atas bimbingan, saran, dan motivasi kepada
penulis selama masa kuliah, magang, hingga penyusunan tugas akhir.
3. Ibu Ir. Ray Franscisca selaku pembimbing lapang sekaligus Quality and
Technical Director BT Cocoa yang telah memberikan kesempatan,
saran, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir
di BT Cocoa.
4. Bapak Kristoforus Rachmat Hendarto selaku Koordinator HACCP
sekaligus Factory Director BT Cocoa atas saran yang membangun pada

pengkajian ulang rencana HACCP.
5. Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumanigrum, MSc. selaku dosen penguji atas
kesediaan waktu dan saran yang membangun saat sidang tugas akhir.
6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.
7. Rekan kerja di BT Cocoa: Bu Erlita, Bu Idha, Pak David, Pak Ady, Pak
Sutikno, Kak Wahyu, Kak Iie, Kak Flo, Kak Clara, Kak Puput, Kak Ira,
Kak Nesia, Kak Yuda, Kak Andrew, Kak Kiki, Kak Bery, Mba Ely dan
Ochie atas kerja sama dan pengalaman berharga selama magang.
8. Sahabat terbaik semasa kuliah: Sobich, Aktri’s, Ghesi, Mila, Sarfid,
Ayash, Hayyu, Kyo, Richard, Seno, Jaim, Iqbal, dan seluruh temanteman #Pangan46 atas kebahagiaan, keceriaan, dukungan, semangat,
saran, doa, dan momen terindah yang dihabiskan selama kuliah.
9. Keluarga besar Badan Pengawas dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Nissa Hudani Nabilah

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Magang
METODE
Waktu dan Lokasi Magang
Langkah Kerja Magang
Prinsip Kaji Ulang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tim HACCP
Deskripsi Produk
Identifikasi Pengguna Produk
Penyusunan Diagram Alir
Verifikasi Diagram Alir di Lapangan
Daftar Bahaya Potensial, Analisis Bahaya, dan Tindakan Pengendalian
Penentuan Critical Control Points (CCP)
Penetapan Batas Kritis untuk Setiap CCP
Pemantauan untuk Setiap CCP
Tindakan Koreksi untuk Penyimpangan
Penetapan Prosedur Verifikasi

Pencatatan dan Penetapan Dokumentasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3

4
4
5
5
7
14
14
15
15
15
16
16
16
17
19
31

DAFTAR GAMBAR
Risk Assessment Matrix untuk menentukan nilai signifikansi
Nibs roaster

Bean sterilizer
Wet rework mixing tank
Powder sifter
Metal detector pada Cocoa Liquor
Metal detector pada Cocoa Cake/Cocoa Powder
Metal detector pada Cocoa Butter
In line metal detector pada jumbo bag
Cake alkalizer
Magnet pada pengemasan Cocoa Butter 1 mT

6
8
8
9
10
10
10
11
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
Tim HACCP BT Cocoa
Deskripsi produk Cocoa Liquor
Deskripsi produk Cocoa Cake
Deskripsi produk Cocoa Powder
Deskripsi produk Cocoa Butter
Gambaran umum hasil verifikasi diagram alir
Daftar dan kriteria bahaya
Pohon keputusan untuk proses
Pohon keputusan untuk bahan baku
Pohon keputusan untuk komposisi

19
20
21
22
23
24
27
29
30
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan masalah penting di industri pangan Indonesia
dan perlu mendapat perhatian khusus. Pengendalian proses produksi pangan pada
pengujian produk akhir tidak lagi dapat mengimbangi kemajuan pesat industri
pangan dan tidak dapat pula menjamin keamanan pangan yang beredar di pasaran.
Hal tersebut disebabkan pertumbuhan produk baru yang begitu cepat serta metode
dan peralatan pengolahan baru di industri pangan yang beragam (Dewanti 2005).
Sebagai salah satu produsen produk kakao terbesar di Indonesia, PT.
Bumitangerang Mesindotama atau yang lebih dikenal dengan nama BT Cocoa
telah mengaplikasikan sistem keamanan pangan dalam pengawasan proses
pembuatan produk kakao. Sistem tersebut bernama Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP).
HACCP merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mencegah terjadinya
masalah keamanan produk pangan yang disebabkan faktor kimia, biologi, maupun
fisik (food safety problems). Menurut Prasetyono (2000), identifikasi sumber
masalah pangan pada HACCP dilakukan sejak datangnya bahan baku, proses
produksi, sampai dengan produk jadi yang siap didistribusikan. Sistem ini bukan
merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang tanpa risiko (zero-risk), tetapi
dirancang untuk meminimumkan risiko bahaya keamanan pangan sampai dapat
diterima oleh konsumen.
Analisis mengenai bahaya-bahaya yang terjadi pada setiap proses produksi
dan batas-batas kritisnya perlu dikaji ulang agar dokumen HACCP selalu sesuai
dengan kondisi terkini di lapangan. Hal-hal yang mendasari perubahan dokumen
tersebut adalah penambahan alat atau mesin pengolahan karena permintaan
konsumen akan produk kakao yang beragam, adanya bukti ilmiah mutakhir
mengenai tingkat bahaya suatu proses, dan beberapa keluhan konsumen pada
produk.

Tujuan Magang
Tujuan magang di BT Cocoa ini terbagi atas empat hal utama, yaitu:
1. Mempelajari proses pembuatan produk kakao dengan memeriksa
aktivitas yang berlangsung di dalam pabrik
2. Mengidentifikasi kembali bahaya kimia, biologi, maupun fisik pada
setiap tahapan proses pembuatan produk kakao serta menyesuaikannya
dengan kondisi terkini di lapangan
3. Mengkaji ulang CCP dan OPrP pada proses pembuatan produk kakao
4. Mengkaji ulang keseluruhan rencana HACCP di BT Cocoa

2

METODE
Waktu dan Lokasi Magang
Magang dilakukan selama empat bulan dimulai dari bulan Februari hingga
Mei 2013. Lokasi magang berada di PT. Bumitangerang Mesindotama (BT
Cocoa) yang terletak di Jl. Dipati Unus no. 30 Cibodas 15138, Tangerang. Hari
kerja magang dimulai dari Selasa sampai Jumat pukul 08.30 – 16.30 WIB dan
Sabtu pukul 08.30 – 14.30 WIB.
Langkah Kerja Magang
Dalam proses pengkajian ulang rencana HACCP, langkah kerja yang
dilakukan selama empat bulan magang adalah:
1. Mengobservasi proses pengolahan serta mesin-mesin yang digunakan
dalam pembuatan produk kakao di dalam pabrik
2. Merevisi diagram alir berdasarkan hasil observasi
3. Mewawancarai tim HACCP mengenai data dan informasi terkait
dokumen HACCP
4. Mengikuti aktivitas kerja di dalam departemen Quality Assurance yang
berkaitan dengan HACCP
5. Membandingkan data dan informasi dengan literatur terkait
6. Merevisi dokumen HACCP sesuai hasil observasi, wawancara, data, dan
informasi yang dikumpulkan

Prinsip Kaji Ulang
Prinsip kaji ulang rencana HACCP di BT Cocoa mengacu pada SNI 014852-1998 yang diadopsi dari Codex Alimentarius Commission dengan nomor
CAC 1-1969, Rev. 3 (1997). Prinsip ini terdiri dari 12 urutan logis atau 7 prinsip
penerapan HACCP sebagai berikut:
1. Pembentukan tim HACCP
2. Deskripsi produk
3. Identifikasi pengguna produk
4. Penyusunan diagram alir
5. Verifikasi diagram alir di lapangan
6. Pencatatan daftar bahaya potensial, analisis bahaya, dan tindakan
pengendalian (Prinsip 1)
7. Penentuan Critical Control Point (CCP) (Prinsip 2)
8. Penetapan batas kritis untuk setiap CCP (Prinsip 3)
9. Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap CCP (Prinsip 4)
10. Penetapan tindakan koreksi terhadap penyimpangan (Prinsip 5)
11. Penetapan prosedur verifikasi (Prinsip 6)
12. Pencatatan dan penetapan dokumentasi (Prinsip 7)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tim HACCP
Tim HACCP merupakan sekumpulan orang yang bertanggung jawab dalam
menyusun, menerapkan, dan memutakhirkan sistem HACCP di lingkungan pabrik.
Menurut Maharani (2008), keahlian dan pengetahuan yang terintegrasi dari
berbagai disiplin ilmu pada setiap individu tim HACCP dapat membuat
penyusunan dokumen HACCP lebih efektif.
Tim HACCP BT Cocoa terdiri dari seorang ketua tim keamanan pangan,
seorang koordinator HACCP, serta anggota tim yang terdiri dari berbagai manajer,
yaitu manajer produksi, proses, PPIC, R&D, human resources, purchasing, dan IT.
Pemilihan para manajer sebagai anggota tim disebabkan pengetahuan dan
tanggung jawabnya yang tinggi pada masing-masing divisinya.
Terdapat beberapa perubahan susunan tim berdasarkan kaji ulang, yaitu
pergantian personil ketua tim keamanan pangan dan koordinator HACCP serta
penambahan dua orang manajer dari divisi engineering dan warehouse.
Pergantian personil disebabkan kepercayaan anggota tim terhadap kepemimpinan
personil yang baru. Di lain hal, penambahan manajer dilakukan untuk lebih
menyempurnakan analisis bahaya pada kaji ulang HACCP. Manajer engineering
bertanggung jawab atas verifikasi dan perbaikan mesin sedangkan manajer
warehouse bertanggung jawab atas penyimpanan bahan baku, bahan penolong,
dan bahan pengemas. Elemen-elemen tersebut diharapkan mampu membuat
dokumen HACCP lebih efektif. Selain itu, penambahan pelatihan mengenai
keamanan pangan yang terkini juga dicantumkan pada deskripsi tim. Pelatihan
tersebut adalah Food Safety System Certification (FSSC) 22000:2010.
Susunan tim HACCP BT Cocoa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
1. Bagian yang digarisbawahi merupakan perubahan berdasarkan kaji ulang.

Deskripsi Produk
Deskripsi produk merupakan penjelasan lengkap mengenai produk yang
dihasilkan industri pangan. Informasi yang dipaparkan biasanya mencakup nama,
deskripsi umum, komposisi, spesifikasi, deskripsi kemasan, kondisi penyimpanan,
dan masa simpan produk (Thaheer 2005).
BT Cocoa memiliki empat produk unggulan hasil olahan biji kakao yaitu
kakao massa (Cocoa Liquor), bungkil kakao (Cocoa Cake), bubuk kakao (Cocoa
Powder), dan lemak kakao (Cocoa Butter). Perubahan yang ada pada hasil kaji
ulang deskripsi produk adalah nama-nama varian produk, presentase komposisi,
deskripsi kemasan, dan masa simpan produk. Perubahan nama varian produk
disebabkan ragamnya produk kakao yang hadir atas permintaan konsumen,
sedangkan perubahan lainnya disesuaikan dengan kondisi produk saat ini.
Keterangan deskripsi produk BT Cocoa selengkapnya ada pada Lampiran 25. Bagian yang digarisbawahi merupakan perubahan berdasarkan kaji ulang.

4
Identifikasi Pengguna Produk
Sasaran konsumen pada seluruh produk yang dikendalikan sistem HACCP
perlu diidentifikasi. Menurut Thaheer (2005), identifikasi pengguna produk
bertujuan untuk memberi manfaat tepat bagi konsumen.
Berdasarkan kaji ulang, tidak ada pergantian dokumen pada identifikasi
pengguna produk. Seluruh produk kokoa yaitu Cocoa Liquor, Cocoa Cake, Cocoa
Powder, dan Cocoa Butter dapat digunakan sebagai bahan baku industri cokelat.
Cocoa Liquor dapat digunakan di industri kosmetik, seperti pada spa cokelat.
Cocoa Powder dapat digunakan di industri makanan dan minuman, industri
rerotian (bakery), serta produk olahan berbasis susu (dairy). Cocoa Butter dapat
digunakan di industri farmasi, kosmetik, dan lain-lain dengan pemakaian yang
kecil.

Penyusunan Diagram Alir
Diagram alir merupakan suatu gambar yang menunjukkan tahapan proses
pembuatan produk di industri pangan dengan jelas dan lengkap. Schafer (2011)
menyebutkan bahwa diagram alir dapat mempermudah tim HACCP dalam
menganalisis bahaya yang mungkin terjadi pada setiap proses. Selain itu, diagram
ini sangat membantu tim HACCP dalam menentukan CCP dan OPrP. Menurut
Muhandri (2012), diagram alir dalam industri pangan harus meliputi:
1. Rincian seluruh kegiatan proses produksi sampai produk jadi
2. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti bahan baku,
bahan penolong, maupun bahan pengemas
3. Keluaran (output) dari proses, seperti hasil produk utama maupun
produk rework
Secara umum, proses pengolahan produk kokoa di pabrik BT Cocoa diawali
dengan penerimaan bahan baku (biji kakao), bahan pendukung, serta bahan
pengemas. Kemudian, bahan baku diolah melalui tahapan cleaning (mencakup
proses classifying, magnet, dan destoning), drying, winnowing, alkalizing (khusus
untuk produk yang ditambahkan alkalizing agent), roasting, grinding, serta
milling dengan hasil akhir kakao massa (liquor). Untuk menghasilkan produk
Cocoa Liquor, tahapan dihentikan sampai proses milling. Bungkil (cake) dan
lemak (butter) kakao diperoleh dari liquor yang mengalami proses pengempaan
(pressing). Cake diproses lebih lanjut ke dalam tahapan pulverizing dan powder
sifting untuk memperoleh Cocoa Powder. Pada proses pengolahan Cocoa Butter,
butter diproses melalui tahapan filtering; bleaching dan deodorizing (khusus
untuk produk Deodorized Cocoa Butter); serta tempering. Pada tahap akhir, setiap
produk kakao dikemas dan dideteksi oleh alat pendeteksi logam (metal detector).
Produk disimpan di gudang penyimpanan produk jadi (finished goods warehouse)
sebelum nantinya akan didistribusikan kepada konsumen (finished goods
distribution).
Diagram alir proses pembuatan produk kakao telah disusun oleh tim
HACCP BT Cocoa sebelumnya. Diagram alir ini menunjukkan 5 CCP yaitu nibs
roaster dan metal detector yang ada pada masing-masing produk kakao sebelum
dikemas (Cocoa Liquor, Cocoa Cake, Cocoa Powder, dan Cocoa Butter). Selain

5
itu, tim HACCP juga menetapkan 21 OPrP pada diagram alir sebelumnya, yaitu
17 magnet pada lini produksi, powder sifter, steam purifier, compressed air filter,
dan processed water filter.

Verifikasi Diagram Alir di Lapangan
Diagram alir yang telah dibuat sebaiknya selalu disesuaikan dengan kondisi
terkini di lapangan. Verifikasi diagram alir penting dilakukan dan dikaji ulang
secara berkala agar perubahan yang terjadi pada proses dapat dipantau seperti
adanya penambahan proses berupa alat maupun mesin baru (Norton 2003). Pada
kegiatan magang, kaji ulang diagram alir dimulai dari observasi lapang mengenai
proses produksi, wawancara, dan diskusi dengan tim HACCP.
Berdasarkan hasil tinjauan lapang, terdapat beberapa penambahan proses
pada diagram alir karena adanya mesin-mesin baru. Mesin-mesin baru tersebut
adalah bean roaster (termasuk bean sterilizer), in line metal detector untuk Cocoa
Butter kemasan jumbo bag (500 kg), cake alkalizer, dan magnet untuk Cocoa
Butter kemasan 1 mT. Gambaran umum diagram alir proses pembuatan produk
kakao ada pada Lampiran 6.

Daftar Bahaya Potensial, Analisis Bahaya, dan Tindakan Pengendalian
(Prinsip 1)
Bahaya Potensial
Pada umumnya, bahaya pada HACCP didefinisikan sebagai kondisi pangan
yang tidak dapat diterima karena dapat merugikan kesehatan (Arvanitoyannis dan
Traikou 2005). Bahaya dalam proses pengolahan di dalam industri pangan adalah
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara negatif
yang meliputi bahaya biologis, kimia, atau fisik serta dapat pula berpotensi
merugikan kesehatan (Pierson dan Corlett 1992). Bahaya potensial yang ada pada
proses pengolahan kakao diperoleh dari kenyataan di lapangan dan bukti ilmiah.
Bahaya tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Bahaya Kimia (K) seperti residu pestisida, logam berat, ketidakmurnian
bahan pendukung (impurities), oli/lubrikan, aerosol, atau grease
2. Bahaya Biologi (B) seperti bakteri patogen Escherichia coli dan
Salmonella sp.
3. Bahaya Fisik (F) seperti kayu, pasir, plastik, serangga, tikus, serpihan
logam, batu, iron dust, felt cord, atau benda asing dari pekerja
Berdasarkan kaji ulang, felt cord merupakan bahaya fisik baru yang
ditemukan pada Cocoa Powder. Selain karena banyaknya keluhan konsumen, felt
cord dikategorikan bahaya fisik karena gumpalannya dapat membuat tersedak.
Penjelasan mengenai pengaruh bahaya felt cord terhadap produk akan dijelaskan
pada sub bab Penentuan CCP proses powder sifting (CCP 4).
Analisis Bahaya
Analisis bahaya merupakan evaluasi sistematis untuk menentukan risiko
bahaya pada proses pengolahan produk pangan. Menurut Arvanitoyannis dan

6
Traikou (2005), aplikasi dari analisis ini diharapkan dapat melampaui batas kritis
dari setiap CCP sehingga risiko bahaya pada pangan dapat dikurangi atau
dihilangkan. Marques et al. (2012) menyebutkan ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan bahaya, yaitu:
1. Banyaknya jumlah keluhan pelanggan
2. Banyaknya jumlah produk yang dikembalikan konsumen
3. Data dari laboratorium kimia, biologi, dan fisik
4. Data dari banyaknya jumlah pangan yang menyebabkan penyakit
(foodborne illness)
Pada umumnya, analisis bahaya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Probability yaitu frekuensi atau peluang terjadinya bahaya potensial
2. Severity yaitu tingkat keakutan yang ditimbulkan dari bahaya potensial
3. Significance yaitu kombinasi nilai probability dan severity yang akan
menentukan nilai signifikansi
Tingkat keseriusan bahaya pada setiap probability dan severity setiap proses
pengolahan pangan berbeda-beda karena bergantung pada risiko yang ditimbulkan
proses terhadap keamanan pangan (Griffith 2006). Tingkat keseriusan tersebut
dapat diterjemahkan ke dalam angka agar memudahkan tim HACCP dalam
menentukan tingkat bahaya, yaitu angka 1 untuk bahaya rendah, 2 untuk bahaya
sedang, dan 3 untuk bahaya tinggi.
Daftar dan kriteria bahaya selengkapnya ada pada Lampiran 7. Bagian yang
digarisbawahi merupakan penambahan bahaya berdasarkan kaji ulang.

Gambar 1 Risk Assessment Matrix untuk menentukan nilai signifikansi
Secara umum, proses penentuan nilai risiko bahaya disebut risk assesment.
Varzakas dan Arvanitoyannis (2007) menyebutkan bahwa risk assessment adalah
proses pengidentifikasian nilai risiko keamanan pangan terhadap manusia dan
lingkungan berdasarkan gabungan nilai probability dan nilai severity (nilai
signifikansi).
Risk assessment matrix merupakan alat bantu yang mempermudah tim
HACCP dalam menentukan nilai signifikansi bahaya seperti yang terlihat pada
Gambar 1. Penetapan nilai signifikansi dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat
bahaya dari setiap tahap proses pengolahan produk kokoa sehingga tim HACCP
dapat menetapkan tindakan pengendaliannya. Sesuai keputusan tim, proses yang

7
memiliki nilai signifikansi 1 dan 2 dianggap tidak memiliki peluang maupun
tingkat keakutan bahaya yang signifikan. Nilai 3 sampai 9 dianggap memiliki
peluang dan tingkat keakutan bahaya yang signifikan sehingga perlu dianalisis
lebih lanjut ke dalam pohon keputusan (Lampiran 8-10). Analisis ini diperlukan
untuk mengidentifikasi tahapan proses yang berpotensi sebagai CCP.
Tindakan Pengendalian
Setelah mengetahui tingkat keseriusan bahaya, tim HACCP kemudian
menetapkan tindakan pengendalian agar bahaya tersebut dapat dikurangi atau
dihilangkan sampai batas yang diterima konsumen. Dibutuhkan satu atau lebih
pengendalian pada setiap proses. Tindakan pengendalian bahaya di BT Cocoa
dapat berupa Good Manufacturing Practices (GMP) atau Specific Measurement
(SM).

Penentuan Critical Control Points (CCP)
Prinsip (2)
CCP atau titik kendali kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah, atau
prosedur dimana pengendalian seharusnya diterapkan sehingga bahaya keamanan
pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau diturunkan sampai ke batas yang dapat
diterima (Rory 2009). Apabila CCP gagal dikendalikan, maka dampak yang
ditimbulkan dapat berupa masalah kesehatan konsumen yang berujung pada
kerugian ekonomi industri pangan. Berdasarkan SNI 01-4852-1998, penentuan
CCP pada setiap proses pembuatan produk ditentukan dengan pengambilan pohon
keputusan seperti yang tertera pada Lampiran 8-10.
Dalam konsep ISO 22000:2005, Operational Pre-requisite Program (OPrP)
merupakan program prasyarat operasional yang digunakan untuk mengendalikan
bahaya pada bahan baku, formulasi, dan proses pengolahan pangan. Menurut Cruz
et al. (2006), perbedaan nyata antara CCP dengan OPrP adalah efek yang
ditimbulkan bila bahaya tidak dapat dikendalikan. Pada OPrP, kegagalan dalam
proses produksi tidak langsung mempengaruhi keamanan produk secara signifikan.
Di lain sisi, dampak yang timbul apabila CCP gagal dikendalikan dapat langsung
mempengaruhi keamanan produk secara signifikan. OPrP yang diterapkan BT
Cocoa merupakan pengendalian bahaya yang mempengaruhi keamanan produk
maupun lingkungan proses. Tim HACCP BT Cocoa menetapkan, suatu tahapan
dikategorikan sebagai OPrP apabila:
1. Pemantauan secara ketat diperlukan
2. Pengukuran pengendalian dapat divalidasi
3. Pengendalian didesain untuk menghilangkan atau mengurangi level dari
bahaya pada keamanan pangan
Sesuai hasil kaji ulang, tim HACCP BT Cocoa menetapkan 11 CCP dan 11
OPrP yang diperoleh dari pohon keputusan dengan analisis sebagai berikut:
Nibs Roasting (CCP 1)
Nibs roasting (Gambar 2) merupakan proses pemanggangan keping biji
kakao (cocoa nibs). Proses ini dilakukan setelah biji kakao melewati proses
cleaning, drying, winnowing, dan alkalizing. Sebelum melalui proses nibs

8
roasting, biji kakao mempunyai bahaya biologis berupa bakteri patogen
Escherichia coli dan Salmonella sp. Peluang terjadinya bahaya serta tingkat
keakutannya masing-masing dikategorikan tinggi (3) sehingga nilai signifikansi
proses ini adalah 9. Gastroentritis berat, diare, kejang perut, dan gangguan
pencernaan lainnya merupakan efek yang ditimbulkan apabila CCP gagal
dikendalikan (Krtinic et al. 2010). Tindakan pengendalian dilakukan melalui
pengontrolan suhu dan waktu kritis; pemantauan mikrobiologi; serta verifikasi
sensor temperatur.

Gambar 2 Nibs roaster
Bean Sterilizing (CCP 2)
BT Cocoa menambah lini produksi baru dengan mengolah biji kakao ke
tahapan grinding tanpa melalui proses nibs roasting (Gambar 3). Setelah proses
cleaning, biji kakao memasuki proses bean roasting, bean sterilizing, winnowing,
dan langsung menuju grinding. Titik kritis yang perlu diperhatikan pada lini baru
ini ada pada proses bean sterilizing. Sebelum memasuki proses ini, biji kakao
memiliki bahaya biologis berupa bakteri patogen Escherichia coli dan Salmonella
sp. Seperti proses nibs roasting, peluang terjadinya bahaya serta tingkat
keakutannya masing-masing dikategorikan tinggi (3) sehingga nilai signifikansi
proses ini adalah 9. Gastroentritis berat, diare, kejang perut, dan gangguan
pencernaan lainnya merupakan efek yang ditimbulkan apabila CCP gagal
dikendalikan karena E. coli dan Salmonella sp. masih ada pada bahan pangan
(Ahmed et al. 2010). Tindakan pengendalian dilakukan melalui pengontrolan
tekanan dan waktu kritis; pemantauan mikrobiologi; serta verifikasi sensor
tekanan.

Gambar 3 Bean sterilizer

9

Wet Rework Mixing Tank (CCP 3)
Proses wet rework bukan merupakan lini baru di BT Cocoa, namun
penetapan wet rework mixing tank (Gambar 4) sebagai CCP merupakan
keputusan baru yang disepakati tim HACCP melalui berbagai analisis dan
pertimbangan.
Produk yang diproses melalui wet rework merupakan produk Cocoa
Liquor atau dapat juga berupa produk hasil campuran Cocoa Powder dan
Cocoa Butter yang tidak sesuai dengan standar dan spesifikasi kimia, biologi,
dan fisik pada produk jadi. Contoh ketidaksesuaian tersebut adalah:
 Kimia : pH, kandungan lemak, atau kadar air
 Biologi : jumlah mikroba atau bakteri patogen
 Fisik
: benda asing, bocor, atau kemasan robek

Gambar 4 Wet rework mixing tank
Bahaya biologis berupa bakteri patogen Escherichia coli dan Salmonella sp.
merupakan perhatian utama pada proses ini. Peluang terjadinya bahaya serta
tingkat keakutannya masing-masing dikategorikan tinggi (3) sehingga nilai
signifikansi proses ini adalah 9. Gastroentritis berat dan gangguan pencernaan
lainnya merupakan efek yang ditimbulkan apabila CCP gagal dikendalikan
(Krtinic et al. 2010). Tindakan pengendalian dilakukan melalui pengontrolan suhu
dan waktu kritis; pemantauan mikrobiologi; serta verifikasi sensor temperatur.
Powder Sifting (CCP 4)
Powder sifting (Gambar 5) merupakan tahap lanjut yang dilalui bubuk
kakao setelah melalui tahap pulverizing. Pada tahap ini bubuk kakao disaring
sehingga terbebas dari benda asing seperti felt cord. Menurut Terpstra (1986), felt
cord adalah bahan penyegel plat pada mesin press yang digunakan untuk
memisahkan lemak dan bungkil kokoa saat proses pressing. Bahan ini berfungsi
untuk menahan bungkil agar tidak ikut terbawa lemak (C&C 2010). Karena
ukurannya kecil dan halus, seringkali felt cord melekat pada bungkil dan terbawa
sampai proses pulverizing. Felt cord akan menggumpal dan mempengaruhi
kualitas produk apabila bubuk kakao tidak diproses melalui tahap powder sifting.
Pada rencana HACCP sebelumnya, tahapan powder sifting merupakan OPrP
karena tim HACCP berpendapat bahwa efek gumpalan felt cord hanya
mempengaruhi kualitas produk saja. Seiring meningkatnya jumlah dan aktivitas

10
produksi Cocoa Powder, peluang terbawanya felt cord sampai tahap pulverizing
turut meningkat. Hal ini berdampak pada keluhan konsumen terhadap gumpalan
felt cord di produk jadi Cocoa Powder.

Gambar 5 Powder sifter
Karena bentuknya halus dan menggumpal, felt cord dapat menyebabkan
tersedak apabila CCP gagal dikendalikan. Peluang dan tingkat keakutan bahaya
fisik felt cord masing-masing dikategorikan sedang (2) sehingga nilai signifikansi
proses ini adalah 4. Tindakan pengendalian dilakukan melalui pembersihan dan
pemeriksaan kondisi sifter secara berkala.
Metal Detector (CCP 5, 6, 10, 11)

Gambar 6 Metal detector pada Cocoa Liquor
Metal detector (Gambar 6-8) merupakan proses akhir yang dilalui produk
kakao berbobot 25 kg sebelum disimpan di gudang penyimpanan. Mesin ini
merupakan CCP yang umum dan banyak digunakan di industri pangan.
Pemasangan alat ini memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk menjaga keamanan
sekaligus kualitas produk setelah terkemas. Menurut Stier (2013), metal detector
dapat dijadikan CCP apabila risiko terdeteksinya logam pada produk jadi dapat
dikurangi secara signifikan.

Gambar 7 Metal detector pada Cocoa Cake/Cocoa Powder

11
Peluang adanya bahaya fisik berupa serpihan logam yang diperoleh dari
proses pengolahan sampai produk jadi dikategorikan rendah (1), namun tingkat
keakutan yang diakibatkan oleh bahaya fisik ini dikategorikan tinggi (3) sehingga
nilai signifikansi proses ini adalah 3. Apabila CCP gagal dikendalikan, serpihan
logam yang terkonsumsi dapat menimbulkan luka berdarah yang memerlukan
pertolongan medis pada konsumen. Tindakan pengendalian dilakukan dengan
memeriksa dan memantau kondisi metal detector saat produk yang telah dikemas
melewati mesin tersebut.

Gambar 8 Metal detector pada Cocoa Butter
In Line Metal Detector (CCP 7)
In line metal detector (Gambar 9) merupakan mesin baru yang ada pada alur
produksi. Mesin ini dipasang vertikal khusus untuk produk Cocoa Powder
berkapasitas 500 kg (jumbo bag). Proses ini memisahkan serpihan logam sehingga
produk terbebas dari serpihan logam dan siap dikemas. Sama seperti metal
detector, prinsip pemasangan mesin ini didasari karena adanya peluang serpihan
logam yang terbawa dengan nilai signifikansi 3. Serpihan logam yang
terkonsumsi dapat menimbulkan luka berdarah yang memerlukan pertolongan
medis pada konsumen apabila CCP gagal dikendalikan. Tindakan pengendalian
dilakukan dengan memeriksa dan memantau kondisi in line metal detector saat
proses pengemasan.

Gambar 9 In line metal detector pada jumbo bag
Cake Alkalizing (CCP 8)
Dalam rangka memenuhi permintaan dan kepuasan konsumen, BT Cocoa
menambah lini baru untuk memproduksi jenis bubuk kakao bernama black
powder. Bubuk kakao ini berwarna hitam pekat karena diproses dengan
penambahan alkalizing agent yang sesuai dan diproses dengan pemanasan yang
tinggi. Black powder diproduksi dengan mengombinasikan cake, powder,
alkalizing agent yang sesuai, dan air ke dalam cake alkalizer (Gambar 10). Mesin
ini mampu menghomogenisasikan bahan-bahan tersebut dengan baik (Anonim
2013). Hasil homogenisasi yang diperoleh adalah black cake dan kemudian

12
diproses lebih lanjut ke dalam tahap pulverizing untuk menghasilkan black
powder.

Gambar 10 Cake alkalizer
Cake dan powder yang digunakan biasanya memanfaatkan produk yang
berada di luar spesifikasi mikrobiologi sehingga memiliki bahaya biologis berupa
bakteri patogen Escherichia coli dan Salmonella sp. Peluang terjadinya bahaya
serta tingkat keakutannya masing-masing dikategorikan tinggi (3) sehingga nilai
signifikansi proses ini adalah 9. Gastroentritis berat, diare, kejang perut, dan
gangguan pencernaan lainnya merupakan efek yang ditimbulkan apabila CCP
gagal dikendalikan (Ahmed et al. 2010). Tindakan pengendalian dilakukan
melalui pengontrolan tekanan dan waktu kritis; pemantauan mikrobiologi; serta
verifikasi sensor tekanan.
Magnet (CCP 9)
Permintaan konsumen yang meningkat telah mendorong BT Cocoa untuk
memproduksi Cocoa Butter berkapasitas 1 mT. Dengan ukuran produk yang besar
tersebut, pendeteksian serpihan logam melalui metal detector sulit dilakukan.
Karena hal tersebut, butter dialirkan melalui magnet (Gambar 11) secara vertikal
sebelum produk dikemas agar serpihan logam yang kemungkinan terbawa
menempel pada magnet.

Gambar 11 Magnet pada pengemasan Cocoa Butter 1 mT
Peluang adanya bahaya fisik berupa serpihan logam pada Cocoa Butter
dikategorikan rendah (1), namun tingkat keakutan yang diakibatkan oleh bahaya
fisik ini dikategorikan tinggi (3) sehingga nilai signifikansi proses ini adalah 3.
Apabila CCP gagal dikendalikan, serpihan logam yang terkonsumsi dapat
menimbulkan luka berdarah yang memerlukan pertolongan medis pada konsumen.
Tindakan pengendalian dilakukan dengan melakukan pembersihan dan
pemeriksaan kondisi magnet secara berkala.

13
Magnet (OPrP 1-7 dan 10-11)
Banyaknya tahapan yang dilewati produk pada pengolahan produk kakao
menyebabkan adanya kemungkinan serpihan logam akibat pergesekkan mesin
terbawa sampai produk jadi. Magnet yang dipasang pada lini proses pembuatan
kakao berfungsi untuk memisahkan partikel logam yang tidak diinginkan pada
produk. Menurut Som (2008), magnet sebaiknya dipasang dengan jumlah yang
cukup pada lini produksi. Selain karena alasan keamanan produk, pemasangan
magnet ini dimaksudkan untuk tidak menambah beban kerja mesin pengolahan
kokoa. Partikel logam yang tidak diinginkan dapat membuat mesin-mesin cepat
rusak sehingga mengganggu jalannya proses pembuatan produk kakao.
Nilai signifikansi pada setiap tahapan magnet adalah 3 karena kemungkinan
bahaya fisik logam yang terbawa saat proses pengolahan berlangsung sangat kecil
(1), namun efek yang ditimbulkan bila serpihan logam ikut termakan konsumen
sangat berbahaya (3). Untuk mengantisipasi hal tersebut, BT Cocoa memasang
beberapa magnet di setiap tahapan proses agar tingkatan bahaya pada keamanan
pangan dapat dikurangi atau dihilangkan. Serpihan logam yang terkonsumsi dapat
menimbulkan luka berdarah yang memerlukan pertolongan medis pada konsumen
apabila OPrP gagal dikendalikan. Pembersihan dan pemeriksaan kondisi magnet
secara berkala merupakan tindakan pengendalian yang dapat dilakukan.
Compressed Air Filter (OPrP 8)
Filter udara terkompresi (compressed air filter) merupakan alat untuk
menyaring udara kering terkompresi di dalam pabrik. Kebersihan compressed air
berdampak besar pada keseluruhan biaya operasi industri pangan karena
digunakan pada proses bean roasting, alkalizing, dan aktivitas mesin lainnya.
Menurut Kent (2012), kontaminasi berlebih pada compressed air dapat
mempersingkat masa pakai komponen mesin pabrik, meningkatkan biaya
pemeliharaan, menurunkan kualitas produk, serta menimbulkan masalah
keamanan pangan yang serius. Karena hal tersebut, compressed air perlu disaring
agar terjaga kebersihannya.
Bahaya kimia pada compressed air filter dapat berbentuk aerosol dan oli,
sedangkan bahaya fisiknya dapat berbentuk partikel solid (Ryan 2000). Bahaya ini
jarang mempengaruhi keamanan produk (1), namun tingkat keakutan apabila
bahaya terkonsumsi sangat tinggi (3) sehingga nilai signifikansi untuk OPrP ini
adalah 3. Kontaminan yang bersifat toksikologis, mutagen, dan neurotoksik dapat
terakumulasi dalam tubuh dalam jangka panjang apabila OPrP gagal dikendalikan.
Pemeriksaan kondisi filter secara berkala dilakukan untuk mengendalikan OPrP.
Processed Water Filter (OPrP 9)
Air merupakan sarana vital yang digunakan pada aktivitas produksi olahan
kokoa maupun aktivitas pabrik lainnya. Menurut Gallagher et al. (2012), air yang
diperoleh dari tanah (air tanah) seringkali masih memiliki sejumlah cemaran
kimia berupa logam berat, cemaran biologis berupa bakteri patogen E. coli, dan
cemaran fisik berupa partikel solid yang dapat mempengaruhi keamanan produk
pangan.
Processed water filter berfungsi untuk menyaring cemaran-cemaran sampai
syarat air minum terpenuhi. Cemaran tersebut jarang mempengaruhi keamanan
produk (1), namun tingkat keakutan apabila cemaran terkonsumsi sangat tinggi (3)

14
sehingga nilai signifikansi untuk OPrP ini adalah 3. Gastroentritis berat, diare,
adanya kontaminan yang bersifat toksikologis, mutagen, dan neurotoksik dapat
terakumulasi dalam tubuh dalam jangka panjang apabila OPrP gagal dikendalikan.
Analisis internal dan eksternal dari luar laboratorium industri dilakukan secara
berkala untuk mengetahui batas keamanan air.

Penetapan Batas Kritis untuk Setiap CCP
(Prinsip 3)
Batas kritis merupakan suatu parameter minimum atau maksimum yang
harus dilalui proses sehingga bahaya kimia, biologi, dan fisik pada suatu proses
dapat dicegah, dikurangi, atau dihilangkan sampai batas yang dapat diterima
(Thaheer 2005). Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP dan parameter
batas kritisnya dapat berjumlah lebih dari satu.
Batas kritis hendaknya mudah diukur, diidentifikasi, dan dipantau oleh
operator produksi sehingga perlu dinyatakan dalam bentuk fisik daripada dalam
bentuk kimia dan mikrobiologi. Hal ini disebabkan pengidentifikasian atau
pengukuran parameter batas kritis kimia atau mikrobiologi dengan cepat sulit
dilakukan. Contoh parameter batas kritis yang umum digunakan adalah suhu,
waktu, kadar air, tekanan, jumlah bahan tambahan, bobot bersih, dan lain-lain
(Maharani 2008).
Sumber informasi yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
penetapan batas kritis oleh tim HACCP menurut Thaheer (2005) adalah:
1. Data yang sudah terpublikasi dari Codex, ICMSF, FDA, Depkes,
Deperindag, SNI, BPOM, dan lainnya
2. Saran pakar konsultan, asosiasi peneliti, perusahaan peralatan, pemasok
bahan kimia sanitasi, ahli mikrobiologi, ahli toksikologi, maupun sarjana
teknik proses
3. Data percobaan berupa percobaan pabrik atau pemeriksaan mikrobiologi
spesifik dari produk dan bahan
4. Modelling matematika berupa simulasi komputer terhadap karakteristik
ketahanan hidup dan pertumbuhan dari bahaya mikrobiologi dalam
sistem pangan
Dalam menentukan batas kritis, tim HACCP selalu berupaya untuk
memperoleh data dari hasil percobaan pabrik maupun hasil pemeriksaan
mikrobiologi. Batas kritis pada mesin-mesin dari rencana HACCP yang
sebelumnya tidak mengalami perubahan, namun batas kritis pada mesin-mesin
baru dan OPrP perlu diverifikasi kembali.

Pemantauan untuk Setiap CCP
(Prinsip 4)
Pemantauan CCP pada konsep HACCP adalah tindakan pengujian atau
observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Pada
prinsipnya, sistem ini ditujukan untuk memeriksa penanganan CCP yang

15
terkendali, efektif, dan terencana untuk mempertahankan keamanan produk
(Maharani 2008).
Sebelum pemantauan dilakukan, harus ditetapkan lima hal penting, yaitu
apa yang akan dipantau (what), bagaimana cara pemantauan (how), kapan
pemantauan dilakukan (when), siapa yang akan memantau (who), dan di mana
pemantauan dilakukan (where). Setelah kaji ulang, penetapan pemantauan bahaya
pada setiap CCP dan OPrP telah disesuaikan dengan hasil keputusan tim dan
kondisi terkini di dalam pabrik.

Tindakan Koreksi untuk Penyimpangan
(Prinsip 5)
Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus diambil jika hasil
pemantauan pada CCP menunjukkan adanya kehilangan kontrol (Brahmantyoko
2008). Prosedur tindakan koreksi terhadap peyimpangan harus didokumentasikan
dalam dokumen pencatatan HACCP untuk mengantisipasi penyimpangan dari
batas kritis yang menandakan bahwa CCP tidak terkendali.
Sesuai hasil kaji ulang, penjabaran tindakan koreksi pada setiap kondisi
CCP dan OPrP yang tidak sesuai harus dipaparkan dengan jelas. Tindakan koreksi
untuk mesin nibs roaster, metal detector, dan OPrP telah ditetapkan dan tidak ada
perubahan. Penambahan penjabaran tindakan koreksi untuk CCP baru telah
disesuaikan dengan hasil keputusan tim.

Penetapan Prosedur Verifikasi
(Prinsip 6)
Verifikasi adalah aplikasi suatu metode, prosedur, pengujian, dan evaluasi
yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan dokumen HACCP.
Verifikasi terdiri dari empat jenis kegiatan, yaitu validasi HACCP, tinjauan
terhadap hasil pemantauan CCP, pengujian produk, dan audit (Pierson dan Corlett
1992).
Verifikasi yang tertulis pada dokumen HACCP BT Cocoa merupakan
tinjauan terhadap hasil pemantauan CCP dan OPrP. Hasil kaji ulang menetapkan
bahwa kinerja mesin maupun alat yang menjadi CCP dan OPrP diverifikasi secara
berkala sesuai dengan hasil keputusan tim. Divisi maintenance dan quality
assurance bagian mikrobiologi merupakan divisi yang bertanggung jawab atas
verifikasi CCP dan OPrP.

Pencatatan dan Penetapan Dokumentasi
(Prinsip 7)
HACCP memerlukan pencatatan dan penetapan dokumentasi yang efektif,
efisien, dan akurat sehingga tim HACCP dapat memantau sistem dengan mudah.
Menurut Maharani (2008), dokumentasi HACCP harus meliputi semua area kritis
bagi keamanan produk dan dicatat setiap pemantauan dilakukan. Catatan ini akan

16
membuktikan bahwa batas-batas kritis telah dipenuhi dan tindakan koreksi yang
tepat telah dilakukan.
BT Cocoa menjamin bahwa semua dokumen yang terdiri dari Quality
Manual, HACCP, Good Manufacturing Practice (GMP), Standard Operational
Procedure (SOP), Working Instruction (WI), dan Form (FM) yang digunakan
selalu mutakhir. Pemeliharaan dokumen untuk proses identifikasi, pengumpulan,
pengarsipan, dan pemusnahannya dilakukan dengan baik. Setiap dokumen diberi
judul, nomor revisi, tangal efektif, nomor halaman, tanda tangan pengesahan, dan
status utama, tekendali, maupun tidak terkendali (master, controlled, or
uncontrolled copy). Setiap dokumen perusahaan yang direvisi harus mendapat
persetujuan dan tanda tangan dari pihak manajemen, lalu dokumen yang lama
dimusnahkan dan tidak boleh digunakan kembali sebagai bahan rujukan.
Dokumen yang telah direvisi dan mendapat persetujuan manajemen harus
didistribusikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan penyimpanan dan
pengarsipan yang rapi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kaji ulang keseluruhan rencana HACCP pada proses pembuatan produk
kakao di PT. Bumitangerang Mesindotama telah diperbaharui dan sesuai dengan
hasil keputusan tim HACCP. Hal ini menghasilkan 11 CCP dan 11 OPrP yang
diperoleh dari hasil analisis bahaya dan observasi sesuai kondisi terkini di
lapangan. CCP terdiri dari mesin-mesin yang telah eksis (nibs roaster dan metal
detector); mesin-mesin baru (bean sterilizer, in line metal detector, cake alkalizer,
dan magnet untuk Cocoa Butter 1 mT); serta mesin-mesin yang telah ada namun
baru ditetapkan sebagai CCP (wet rework mixing tank dan powder sifter). OPrP
terdiri dari magnet-magnet yang ada pada lini produksi, compressed air filter, dan
processed water filter.

Saran
Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan oleh BT Cocoa berdasarkan
hasil kaji ulang rencana HACCP ini adalah:
1. Melakukan validasi, verifikasi, dan studi berkelanjutan dalam penentuan
batas kritis CCP dan OPrP
2. Menyosialisasikan konsep HACCP dan GMP kepada para pekerja
secara menyeluruh

17

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed MO, Williams NJ, Clegg PD, Velkinburgh JC, Baptiste KE, Bennett M.
2012. Analysis of risk factors associated with antibiotic-resistant Escherichia
coli. Microbial Drug Resistance. 18(2):161-168.doi:10.1089/mdr.2011.0213.
[Anonim]. 2013. Lloveras alkaliser APH. Comarc [Internet]. [diunduh 30 Jun
2013]. Tersedia pada http://cormarc.eu/Lloveras-aph.htm.
Arvanitoyannis IS, Traikou A. 2005. A comprehensive review of the implementation of hazard analysis critical control point (HACCP) to the production of
flour and flour-based production. Critical Rev in Food Sci and Nutr. 45(5):327370.
Brahmantyoko SM. 2008. Harmonisasi sistem jaminan mutu ISO 9001:2000 dan
sistem HACCP ke dalam sistem manajemen keamanan pangan ISO
22000:2005 di PT. Indoeskrim Dairy Food [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[C&C] Cocoa and Chocolate. 2010. The construction of the press [Internet].
[diunduh 2013 Jun 30]. Tersedia pada: http://cacaochocolade.nl/main.
[CAC] Codex Alimentarius Commission 1-1969, Rev. 3. 1997. Recommended
International Code of Practice-General Principles of Food Hygiene. Annex:
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for
Its Application.
Cruz AB, Cenci SA, Maia MCA. 2006. Pre-requisites for implementation of
HACCP system in a line of processed lettuce. Cien Tecnol Aliment. 26:104-109.
Dewanti R. 2005. Menyusun Rencana HACCP. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan.
Gallagher MA, Karthikeyan R, Mukhtar S. 2012. Growth kinetics of wildlife E.
coli isolates in soil and water. J of Environ Prot. 3:838-846.doi:10.4236
/jep.2012.328098
Griffith C. 2006. HACCP and the management of healthcare associated infections
– are there lessons to be learnt from other industries. Int J of Health Care.
19(4):351-367.doi:10.1108/09526860610671409.
Kent R. 2012. Compressed air – optimize treatment and distribution to save
energy. Plastics Technol. 58(4):50-51.
Krtinic G, Duric P, Ilie S. 2010. Salmonellae in food stuffs of plant origin and
their implication on human health. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 29:13211325.doi:10.1007/s10096-010-1001-4.
Maharani CA. 2008. Penyusunan rencana HACCP di PT. Pangan Rahmat Buana,
Sentul – Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Marques NRP, Matias JCO, Teixeira RRB, Brojo FMRP. 2012. Implementation
of hazard analysis critical control point (HACCP) in a SME – case study of a
bakery. Pol J Food Nutr Sci. 62(4):215-227.doi:10.2478/v1022-012-0057-5.
Muhandri T, Kadarisman D, Tim PREMYSIS Consulting. 2012. Sistem Jaminan
Mutu Industri Pangan. Bogor (ID): IPB Press.
Norton C. 2003. HACCP – developing and verifying a flow diagram for food
production. Food Mgmt. 38(5):80-81.
Prasetyono AT. 2000. Implementasi GMP dan HACCP dalam menunjang quality
assurance industri pangan. J Teknol Indust. 4(3):187-194.

18
Pierson MD, Corlett DA Jr. 1992. HACCP: Principles and Applications. New
York (US): Chapman and Hall Publisher.
Rory G. 2009. Regulatory compliance for food safety. Ctrl Eng. 56(10):a/n.
Ryan D. 2000. Primer on compressed air filtration. Plant Eng. 54(6):72-78.
Schafer E. 2011. Steps to starting and implementin a HACCP plan. Feed & Grain.
50(3):49-53.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-4852-1998. 1998. Sistem Analisa Bahaya
dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya.
Som R. 2008. Dutch magnets keep chocolate iron free. Food Magz: 24.
Stier, RF. 2013. Metal detection: quality or safety. Food Eng. 85(4):29-31.
Terpstra PN, penemu; Cacao De Zaan BV. 1986 Jan 22. Filter screen for a high
pressure separating press. Paten Belanda NL EP0168867 A1.
Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Varzakas TH, Arvanitoyannis IS. 2007. Application of failure mode and effect
analysis (FEMA), cause and effect analysis, and pareto diagram in conjunction
with HACCP to a corn curl manufacturing plant. Critical Rev in Food Sci and
Nutr. 47(4):368-387.doi:10.1080/10408390600781316.

19
Lampiran 1 Tim HACCP BT Cocoa
Pendidikan

Pengalaman Pelatihan

Quality and
S-1 Teknologi
Technical Director Pangan

ISO 22000:2005, ISO
9001, HACCP, MR,
FSSC 22000:2010

Posisi
Nama
Ketua Tim Keamanan Pangan
Ray Franscisca

Koordinator HACCP
Kristoforus RH. Factory Director

S-1 Teknik
Elektro

ISO 9001:2008, ISO
22000:2005, HACCP,
FSSC 22000:2010

D-3 Teknik
Mesin

ISO 9001:2008, ISO
22000:2005, HACCP,
FSSC 22000:2010

I Gusti Putu AA.

Process Manager D-3 Teknik
Informatika

ISO 9001:2008, ISO
22000:2005, HACCP,
FSSC 22000:2010

Darmawaty

PPIC Manager

D-3 Analis
Kimia

ISO 9001:2008, ISO
22000:2005, HACCP,
FSSC 22000:2010

Erlita Kristianto

R&D Manager

Aan Noerdjanah

HR
Superintendant

Wilia Murita

RM Purchasing
Manager

Andri Halim

Head IT

S-2 Teknologi
ISO 9001:2008, ISO
Pangan dan Gizi 22000:2005, HACCP,
FSSC 22000:2010
S-1 Psikologi
ISO 22000:2005, ISO
9001:2008, HACCP,
FSSC 22000:2010
D-3 Manajemen ISO 9001:2008, ISO
Perkantoran
22000:2005, HACCP
S-1 Komputer
ISO 9001:2008, ISO
Akuntansi
22000:2005, HACCP,
FSSC 22000:2010

Anggota Tim HACCP
Andreas Tan GS. Production
Manager

Taryono Hanjoyo Engineering
Manager
Willson

Warehouse
Manager

S-1 Teknik
Fisika

ISO 22000:2005,
HACCP, FSSC
22000:2010

D-3 Akunting

ISO 22000:2005,
HACCP, FSSC
22000:2010

20
Lampiran 2 Deskripsi produk Cocoa Liquor
Kriteria

Keterangan

Nama Produk

 Natural Cocoa Liquor
 Alkalized Cocoa Liquor

Deskripsi Produk

 Natural Cocoa Liquor adalah produk berbentuk
pasta yang diperoleh dari kakao nibs atau keping
biji kakao (Theobroma cacao L.) melalui proses
mekanis tanpa menghilangkan kandungan lemaknya
 Alkalized Cocoa Liquor adalah produk berbentuk pasta
yang diperoleh dari kakao nibs atau keping biji kakao
(Theobroma cacao L.) dengan proses alkalisasi atau
dengan penambahan alkalizing agent yang sesuai
melalui proses mekanis tanpa menghilangkan kandungan
lemaknya

Komposisi

Biji kakao, alkalizing agent

Spesifikasi

Mengacu pada SNI 3749:2009 mengenai Kakao Massa

Deskripsi Kemasan

Mengacu pada packaging description dan packaging
standard specification

Kondisi
Penyimpanan

 Area penyimpanan harus dalam keadaan kering,
tidak lembab, dan bersirkulasi udara yang baik
 Penempatan produk tidak boleh menempel langsung
dengan dinding dan lantai
 Produk disimpan dalam keadaan terbebas dari
kemungkinan kontaminasi bau dari produk lain dan
perubahan suhu mendadak
 Produk harus terlindung dari hama, serangga, dan
binatang