Interval type-2 Fuzzy set model for sharia financing scoring: analysis and design
MODEL INTERVAL TYPE-2 FUZZY SET
UNTUK SCORING PEMBIAYAAN SYARIAH:
ANALISIS DAN DESAIN
GALIH KURNIAWAN SIDIK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk
Scoring Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Galih Kurniawan Sidik
NIM G651110401
RINGKASAN
GALIH KURNIAWAN SIDIK. Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring
Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain. Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA
dan AGUS BUONO.
Sistem credit scoring termasuk permasalahan klasik yang sampai sekarang
masih terdapat ketidakpastian dalam perhitungan dan penentuan status default.
Penelitian-penelitian terkini cenderung mengasumsikan credit scoring sebagai
analisa kelayakan pembiayaan. Pada kenyataannya, seharusnya sistem credit
scoring dapat mengakomodir semua tahapan proses pada akad pembiayaan,
terutama dalam menghitung skor kepatuhan terhadap kontrak pembiayaannya.
Berbeda dengan Bank Konvensional, pada prakteknya Bank Syariah harus
mematuhi aturan-aturan Syariah. Berdasarkan kaidah ushul fiqih, hukum asal
muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu,
pada implementasi credit scoring Syariah (selanjutnya disebut scoring
pembiayaan Syariah) pun diperbolehkan untuk mengadopsi sistem credit scoring
yang digunakan oleh bank konvensional dengan memodifikasinya sehingga sesuai
dengan aturan Syariah.
Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) untuk membangun
model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda; dan (2) untuk menyusun mekanisme dan algoritma
untuk proses scoring status default dan perhitungan denda pada scoring
pembiayaan Syariah menggunakan model Interval Type-2 Fuzzy Set.
Saat ini belum ada aturan crisp yang mengatur model scoring pembiayaan
Syariah sehingga dapat menimbulkan multitafsir dan pendapat-pendapat yang
sangat subjektif. Padahal pada pendapat yang subjektif, kata-kata itu dapat
mempunyai arti yang berbeda untuk orang yang berbeda. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk dapat
mengakomodir pendapat-pendapat subjektif terhadap aturan-aturan Syariah.
Sedangkan model proses bisnisnya dimodelkan menggunakan notasi BPMN versi
2.0.
Pada penelitian ini, model Interval Type-2 Fuzzy Set digunakan untuk
menghitung skor status default. Variable yang digunakan berupa jumlah
keterlambatan dan nilai angsuran. Pada model yang dibangun, masing-masing
variable dibangun dalam bentuk nilai linguistik, sedangkan fungsi
keanggotaannya dibangun dengan melakukan agregasi terhadap pendapat para
pakar dalam nilai interval yang saling overlap. Fungsi keanggotaan tersebut
digunakan untuk mengaktivasi subset dari setiap aturan yang digunakan dengan
menghitung firing interval. Selain itu, pada penelitian ini proses reduksi tipe
dilakukan dengan menggunakan algoritma Karnik dan Mendel. Nilai skor berupa
interval [0,100] didapatkan dari proses perhitungan defuzifikasi. Selain itu,
penelitian ini juga menjadikan periode awal keterlambatan sebagai bobot terhadap
hasil scoring. Bobot periode ini berbanding terbalik dengan nilai resiko. Hasil
perhitungan resiko ini selanjutnya digunakan pada perhitungan real lost yang
dianggap fair dan sesuai Syariah dalam menghitung nilai denda.
Pada penelitian ini, nilai real lost tersebut dihitung berdasarkan hasil nilai
resiko, nilai beban pencadangan piutang tak tertagih, dan bobot angsuran masing-
masing nasabah. Selain itu, penelitian ini juga mengajukan perhitungan nilai
fairnes yaitu dengan membandingkan antara nilai denda dan nilai angsuran. Pada
metode konvensional, nilai fairness akan berada pada interval [-∞, 0, 1],
sedangkan pada metode Syariah nilai fairness seharusnya berada pada interval [0,
1]. Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, metode yang diajukan
menghasilkan nilai fairness diantara 0 dan 1 (interval [0, 1]). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa metode yang diajukan fair dan sesuai dengan tuntunan
Syariah.
Kata kunci: Bank Syariah, BPMN, scoring pembiayaan Syariah, interval type-2
fuzzy sets, perhitungan denda, status default
SUMMARY
GALIH KURNIAWAN SIDIK. Interval Type-2 Fuzzy Set Model for Sharia
Financing Scoring: Analysis and Design. Supervised by TAUFIK DJATNA dan
AGUS BUONO.
Credit scoring system is a classic problem containing uncertainty in
measuring default status. Current existing studies tend to assume credit scoring as
credit feasibility analysis. Based on Sharia rules, credit scoring system (in Syariah
called as financing) should be able to accommodate all processes on financing
contract, mainly in scoring performance fulfillment.
As a different to the conventional banks, in practice Islamic banks must
comply with the Sharia rules. According to the principle in ushul fiqh, the basic
law of muamalah is allowed as long as no argument against it. Therefore, in the
implementation of financing scoring system, Islamic Bank is enforced to adopt the
model that used by conventional banks that have been modified according to
Sharia rules based on relevant verses and hadiths.
This study has two main objectives: (1) to build the business processes
models of Sharia financing scoring in scoring process of default status and fines
calculation, and (2) to develop a mechanism and algorithm for scoring of default
status and fines calculation on Sharia financing scoring by using Interval Type-2
Fuzzy Sets models.
Currently, there are no crisp rules in Sharia financing scoring model which
lead to subjective judgments. In the subjective judgements, words could mean
different things to different people. Thus this study deployed the Interval Type-2
Fuzzy Set model to support the subjective judgments in maintaining Sharia rules.
In this study, the business processes were modeled in BPMN version 2.0.
Interval Type-2 Fuzzy Set model was used for scoring default status
computation. This study used sum of delay time and installment value as variables
for that scoring. Those variables were mapped in linguistic value. This study built
the membership function for each variable by aggregating expert’s judgments in
overlapping interval value. Then this membership function was used to activate a
subset of rules by computing the firing interval. After that the type of firing
interval results was reduced by using Karnik and Mendel algorithm. Then the
defuzzification procedure was done to obtain the score in interval of [0,100]. In
obtaining the risk value, this study used the first period of late as a weight to the
scoring result. Finally, this risk value was used for real lost computation which is
fair and compliance to Sharia rules for computing the fines value.
In this study, the real lost value was obtained by computing based on the
risk value, the value of bad debt expense, and the weighted average of each
customer’s installment. Beside that this research proposed fairnesss computation
by comparing the fines value to the installment value.
In the conventional method, the fairness value will be in the interval [- ∞, 0,
1], while in the Islamic method the fairnesss value should be in the interval of [0,
1]. Based on the evaluation results, the proposed method produced the fairness
values in the interval of [0, 1]. The results showed that the proposed method was
fair and compliance to Sharia rules.
Keywords: BPMN, default status, fines calculation, interval type-2 fuzzy sets,
Islamic Bank, Sharia financing scoring.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL INTERVAL TYPE-2 FUZZY SET
UNTUK SCORING PEMBIAYAAN SYARIAH:
ANALISIS DAN DESAIN
GALIH KURNIAWAN SIDIK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tertutup: Rifki Ismal, PhD
(Peneliti Senior pada Departemen
Perbankan Syariah, Bank Indonesia)
JuduJ Tesis : Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring Pembiayaan
Syariah: Analisis dan Desain
Nama
: Galih Kurniawan Sidik
: G65111 040 I
NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
G:3\
Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi
Ketua
MKom
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Komputer
Tanggal Ujian: 3 0 AUG 2013
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
GMQNBセAi
"vlah Pascasarjana
....
1 8 SEP 2013
Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)
Judul Tesis : Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring Pembiayaan
Syariah: Analisis dan Desain
Nama
: Galih Kurniawan Sidik
NIM
: G651110401
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi
Ketua
Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Yani Nurhadryani, SSi,MT
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah credit
scoring, dengan judul Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring
Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eng Taufik Djatna, STP,
MSi dan Bapak Dr Ir Agus Buono selaku tim komisi pembimbing, serta kepada
Bapak Rifki Ismal, PhD peneliti senior Divisi Riset Departemen Perbankan
Syariah, yang telah bersedia menjadi penguji pada sidang tesis dan memberikan
masukan. Tidak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada Departmen Agama
yang telah memberikan bantuan beastudi melalui program beasiswa pada tahun
2011. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nasirwan
Ilyas, MSc Deputi Direktur Kepala Divisi Riset Departemen Perbankan Syariah
Bank Indonesia, Bapak Dr Yulizar Sandrego, MEc anggota Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Kepala Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, Bapak Unang Fauzi, Lc, MEI
Kepala Prodi Muamalah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, serta Bapak Ir
Soeprapto, MBA, MH Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, yang telah
memberikan saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Bapak Sofyan Anwar (ayah), Ibu Sukaedah, SPd (ibu), Kartika Rachmadhania,
SEI (istri), anak-anak, seluruh keluarga, Ibu Sugiyarti Fatma Laela, MBussAcc,
Bapak Achmad Djazuli, MM, tim bimbingan (Astried Sylvanie, MKom, Neny
Rosmawarni, MKom, Arif Rahman, STP, Fajar Munich, STP, M Rizki Azima,
STP, Elfira Febriani, STP, Nina, STP, Azri Firwan, STP, MEng), teman-teman
Ilkom angkatan 13, Ibu Dr Yani Nurhadryani, MSi dan seluruh staf departemen
Ilmu Komputer, seluruh karyawan dan dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam
Tazkia serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, atas
segala doa dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Galih Kurniawan Sidik
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
3
3
3
3
2 METODE
Tata Laksana Penelitian
Pengumpulan Data
Prosedur Pengujian
Software Pendukung
Lingkungan Pengujian
4
4
9
10
10
10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
10
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
22
22
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL
Fungsi Keanggotaan IT2FS pada scoring default
Nilai interval default
Aturan yang digunakan
16
16
19
DAFTAR GAMBAR
Ilustrasi UMF, LMF dan FOU
Tahapan dalam pengembangan IT2FS (Modifikasi dari Mendel et al.
2006)
Model proses bisnis bagian 1
Model proses bisnis bagian 2
Hasil uji untuk keterlambatan 30 hari dengan awal periode keterlambatan
yang dinamis
Hasil uji dengan asumsi periode awal keterlambatan tetap dan jumlah
keterlambatan berubah
Hasil perhitungan denda
6
7
14
15
20
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
Penjelasan model proses bisnis secara detail
25
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Credit scoring merupakan masalah klasik yang sampai sekarang masih
menarik untuk dikaji. Terbukti dengan banyaknya penelitian-penelitian terkait
credit scoring yang diawali dengan publikasi Fisher pada tahun 1936 yang
dianggap pertama kali memperkenalkan sistem credit scoring (Fisher 1936 dalam
Lu et al. 2013), sampai publikasi penelitian terkini seperti Cadeno et al. (2011),
Ghodselahi (2011), Huang et al. (2007), Keramati dan Yousefi (2011), Leung et
al. (2007), Lu et al. (2013), Tsai dan Wu (2008), Wu (2011), dan Yu et al. (2008).
Yang lebih menarik lagi, ternyata publikasi penelitian yang ada seperti Cadeno et
al. (2011), Ghodselahi (2011), Huang et al. (2007), Keramati dan Yousefi (2011),
Leung et al. (2007), Lu et al. (2013), Tsai dan Wu (2008), Wu (2011), dan Yu et
al. (2008) cenderung hanya membahas sistem credit scoring sebagai analisa
kelayakan pembiayaan. Hal ini juga dapat dilihat dari definisi-definisi yang ada
mengenai credit scoring seperti dalam Jentzsch (2007), Yu et al. (2008), dan
Abdou dan Pointon (2011). Misal, menurut Jentzsch (2007), credit scoring
merupakan pemodelan dari sebuah sistem penunjang keputusan yang
menggunakan beberapa variable penduga sebagai input untuk diproses sehingga
menghasilkan score yang menjadi pertimbangan bank sebagai kreditur untuk
menentukan kebijakan terhadap nasabah sebagai calon debitur.
Sistem credit scoring seharusnya dapat mengakomodir semua tahapan
proses akad pembiayaan sampai berakhirnya akad. Pada proses pembiayaan
syariah, secara umum proses akad pembiayaan diawali dengan proses analisa
kelayakan pembiayaan yang dilakukan untuk menentukan apakah pengajuan
pembiayaan yang dilakukan oleh calon debitur dianggap layak (diterima) atau
tidak. Jika pengajuan tersebut diterima, selanjutnya bank akan bernegosiasi
dengan calon debitur untuk menentukan margin. Biasanya hasil analisa kelayakan
pembiayaan menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan margin. Setelah
nilai margin ditentukan, baru dilakukan proses akad dan pencairan. Proses
selanjutnya adalah proses monitoring terhadap angsuran yang dilakukan debitur
sampai akad berakhir. Pada proses monitoring ini, bank melakukan proses scoring
untuk menentukan tingkat kelancaran (kemacetan) masing-masing debitur. Jika
terdapat debitur yang angsurannya macet, biasanya bank mengenakan denda
berdasarkan klausul yang disepakati pada perjanjian akad sebelumnya.
Model Credit scoring konvensional dapat menyebabkan beberapa
permasalahan yang serius dan tidak fair karena bersifat unlimited capitalistic dan
tidak sesuai dengan tuntunan syariah sehingga dapat merugikan salah satu pihak.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi, seperti dalam perhitungan scoring
status default yang hanya berdasarkan jumlah keterlambatan angsuran (BI 2012).
Metode seperti ini tentu tidak fair karena tidak bisa menggambarkan resiko kredit
sebenarnya. Selain itu juga, pada perhitungan denda yang nilainya tidak terbatas
karena tidak ada ketentuan maksimal nilai denda yang diperbolehkan. Pada
kondisi tertentu, metode seperti ini dapat menguras harta nasabah.
Sedangkan pada credit scoring Syariah (selanjutnya disebut scoring
pembiayaan Syariah), seharusnya metode yang digunakan sesuai dengan tuntunan
2
Syariah dan fair bagi semua pihak (QS. Baqarah:279). Terdapat beberapa kriteria
yang harus dipenuhi agar dapat menjamin bahwa metode yang diajukan sesuai
dengan tuntunan syariah dan fair, seperti pada perhitungan scoring status default,
seharusnya model dan variable yang digunakan dapat menghasilkan output berupa
score yang dapat menggambarkan resiko kredit. Sedangkan pada perhitungan
denda, seharusnya model dan variable yang digunakan dapat menghasilkan output
berupa nilai denda yang tidak bertujuan menguras harta nasabah (“memiskinkan”),
dan juga harus berkeadilan yaitu sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Bank Syariah mempunyai
prinsip yang berbeda dengan Bank Konvensional. Selain bertujuan untuk
memaksimalkan profit, Bank Syariah mempunyai kewajiban untuk mengikuti tata
aturan Syariah yang telah ditetapkan berdasarkan Al-Quran dan Hadits (Syariah
compliance) (Antonio 2001 dan Zuhaili 2011). Berdasarkan kaidah ushul fiqih,
hukum awal dari muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang
melarangnya. Dengan demikian, pada pelaksanaan sistem scoring pembiayaan
Syariah, Bank Syariah dimungkinkan mengadopsi model yang digunakan pada
bank konvensional yang telah dimodifikasi sesuai tuntunan Syariah berdasarkan
ayat dan hadits yang relevan.
Pada beberapa aturan, baik yang berasal dari Quran, Hadits, dan aturan
lainnya termasuk aturan yang berasal dari undang-undang; beberapa diantaranya
mencantumkan suatu aturan yang crisp, berupa nilai yang jelas. Seperti, aturan
mengenai zakat mal, dalam ayat dan hadits jelas disebutkan bahwa nilai zakatnya
adalah 2.5%. Akan tetapi, terdapat juga aturan-aturan yang bersifat normatif dan
samar sehingga dapat memunculkan sesuatu yang multitafsir. Sebagai contoh,
aturan mengenai ta'zir yang menjadi dasar pengenaan denda, penelitian ini tidak
menemukan ayat atau hadits yang menyebutkan besaran nilai denda secara crisp,
termasuk dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI no. 17 tahun 2000 (MUI
2000) yang menyebutkan bahwa pengenaan denda dilakukan berdasarkan pada
nilai real lost (kerugian riil) yang mungkin dialami bank. Tentu, aturan seperti ini
dapat mengakibatkan multitafsir, opini yang sangat subjektif, dan pada praktiknya
akan sangat beragam. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah model yang dapat
mengakomodir permasalahan tersebut.
Pada sisi lain, sistem logika fuzzy dikenal sebagai universal approximators
(Andrade et al. 2011) sehingga banyak digunakan dalam beberapa aplikasi seperti
sistem kontrol dan desain (Sahraie et al. 2011), deteksi kegagalan (Andrade et al.
2011), dan sistem rekomendasi (Mendel dan Wu 2009). Akan tetapi, tingkat
keanggotaan (MF) pada sistem fuzzy tipe-1 berupa nilai crisp sehingga dapat
menjadi titik lemah jika terdapat banyak ketidakpastian dan beberapa opini yang
subjektif pada permasalahan yang dihadapi (Mendel et al. 2006). Sedangkan pada
sistem fuzzy tipe-2, tingkat keanggotaannya berupa nilai fuzzy sehingga dapat
mengakomodir permasalahan yang sangat sulit dalam menentukan tingkat
keanggotaan (Mendel dan Wu 2009). Ini menjadikan fuzzy tipe-2 lebih berpeluang
menghasilkan performa yang lebih baik dibandingkan fuzzy tipe-1 (Mendel et al.
2006). Model fuzzy tipe-2 yang banyak digunakan adalah Interval Type-2 Fuzzy
Set (IT2FS) karena tingkat kompleksitas yang lebih rendah dibandingkan model
fuzzy tipe-2 lainnya (Mendel et al. 2006). Sehingga berdasarkan kelebihan yang
dimilikinya, penelitian ini menggunakan model Interval Type-2 fuzzy Set yang
3
diharapkan dapat membantu dalam mengakomodir
permasalahan scoring pembiayaan Syariah.
subjektifitas
pada
Perumusan Masalah
Saat ini belum ada model scoring pembiayaan Syariah. Padahal, dalam
menjalankan operasionalnya, Bank Syariah harus mengikuti tata aturan Syariah
dalam semua aspek termasuk dalam scoring pembiayaan baik dalam proses bisnis
maupun dalam perhitungannya. Akan tetapi aturan-aturan yang ada masih bersifat
normatif sehingga dapat mengakibatkan multitafsir dan pendapat yang sangat
subjektif. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang dapat mengakomodir
subjektifitas tersebut sehingga model scoring pembiayaan Syariah yang dibangun
sesuai dengan aturan Syariah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) untuk membangun
model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda; dan (2) untuk menyusun mekanisme dan algoritma
untuk proses scoring status default dan perhitungan denda pada scoring
pembiayaan Syariah.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain: (1) dapat menurunkan potensi kredit
macet pada pembiayaan Bank Syariah; (2) dapat dipertimbangkan sebagai dasar
regulator dalam merumuskan aturan terkait scoring pembiayaan Syariah; dan (3)
dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dalam pelaksanaan scoring status default
dan perhitungan denda.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) definisi credit
scoring pada penelitian ini tidak hanya terkait analisa kelayakan pembiayaan; (2)
proses yang dibahas adalah proses scoring status default dan perhitungan denda;
(3) skema pembiayaan yang dibahas adalah skema pembiayaan murabahah; dan
(4) data yang digunakan sebagai variable pada penelitian ini adalah berbasiskan
pada data transaksi pembiayaan.
4
2 METODE
Tata Laksana Penelitian
Berdasarkan ekspektasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan pada bagian
pendahuluan, pada bagian ini akan dijelaskan metode dan tahapan yang dilakukan.
1. Model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda.
Tahapan yang dilakukan untuk membangun model bisnis proses tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman masalah. Tahapan ini dilakukan untuk menggali
permasalahan-permasalahan terkait proses scoring dan perhitungan denda,
dengan melakukan studi literatur baik terhadap aspek Syariah maupun
aspek legal lainnya.
b. Membangun model bisnis proses baik untuk proses scoring maupun proses
penghitungan denda. Model bisnis proses yang dibangun menggunakan
notasi standar yaitu Bussiness Process Modelling and Notation version 2.0
(BPMN 2.0).
c. Melakukan validasi model bisnis proses yang dibuat. Pada penelitian ini,
model bisnis proses dikatakan valid jika memiliki tiga kriteria yaitu
(Shapiro et al. 2011):
i.
Kompleksitas dalam proses. Hal ini dapat dilihat dari seberapa
kuat interdependensi antar proses yang ada.
ii. Risk handling and planning. Kriteria ini dapat dilihat dari
seberapa besar model yang dibuat dapat menjamin prosesproses yang ada dapat berjalan.
iii. Jaminan dalam memfasilitasi komunikasi antar stakeholders.
Kriteria ini dapat dilihat dari adanya message antar
stakeholders.
2. Mekanisme dan algoritma untuk scoring status default dan perhitungan denda
pada scoring pembiayaan Syariah
Berikut akan dijelaskan tahapan dan metode yang digunakan agar model
yang dibangun sesuai Syariah dan dapat menjamin fairness bagi semua pihak
pada akad pembiayaan.
Scoring Status Default
Penelitian ini menggunakan dua variable dalam menghitung scoring status
default yaitu berdasarkan jumlah hari keterlambatan (lambat) dan nilai angsuran
(angsuran) (lihat persamaan (1)) sehingga diharapkan dapat lebih
menggambarkan resiko kredit dari masing-masing nasabah dibanding dengan
hanya berdasarkan jumlah hari keterlambatan.
Penelitian ini menggunakan algoritma Interval Type-2 Fuzzy Set untuk dapat
melakukan agregasi dan inferensi terhadap pendapat para pakar terkait aturan
Syariah yang masih bersifat normatif. Algoritma tersebut digunakan pada proses
5
perhitungan status default (default) berdasarkan dua variable tersebut untuk
masing-masing nasabah ke-i.
defaulti : f (lambati , angsurani )
(1)
Pada persamaan (1), nilai score status default (defaulti) tersebut berupa nilai
interval [0,100]. Semakin mendekati nilai 0, menunjukkan bahwa status
pembiayaan seorang nasabah semakin lancar dan resiko yang semakin kecil,
sebaliknya semakin mendekati nilai 100 menunjukkan bahwa status pembiayaan
seorang nasabah semakin macet dan resiko yang semakin besar.
Pada praktiknya, Bank Syariah menggunakan metode anuitas dalam
menghitung margin (MUI 2012, BI 2013). Metode tersebut akan berpengaruh
pada pengakuan margin dan angsuran pokok pembiayaan. Pada metode anuitas,
total angsuran untuk setiap periode dianggap sama sedangkan nilai margin
dihitung secara proporsional sesuai dengan sisa hutang pembiayaan (sisa harga
pokok ) (MUI 2012). Perhitungan tersebut mengakibatkan nilai margin pada
periode ke-n akan lebih besar dibandingkan nilai margin periode ke- (n-1), dan
sebaliknya nilai angsuran pokok periode ke-n akan lebih kecil dibandingkan nilai
angsuran pokok periode ke (n-1). Kondisi ini dapat menyebabkan tingkat resiko
default pembiayaan Bank Syariah akan lebih besar pada periode awal kontrak
dibandingkan periode-periode selanjutnya. Dengan kata lain, semakin mendekati
akhir masa kontrak, resiko pembiayaan default akan semakin kecil. Oleh karena
itu, penelitian ini menggunakan periode keterlambatan sebagai bobot terhadap
hasil scoring status default. Karena periode angsuran berbanding terbalik dengan
resiko default, maka pada penelitian ini bobot periode dihitung berdasarkan selisih
antara jangka waktu akad pembiayaan dan periode perhitungan dibagi dengan
periode perhitungan (persamaan (2)).
Pt
N t
N
(2)
Pada persamaan (2), Pt adalah bobot periode perhitungan, N adalah jangka
waktu akad, dan t adalah periode perhitungan. Nilai t akan selalu lebih kecil dari
N (t < N), sehingga nilai Pt akan selalu berada pada interval [0,1]. Sedangkan
nilai resiko (risk) didapatkan dari hasil perkalian antara bobot periode perhitungan
(Pt) dengan hasil scoring status default (default) (lihat persamaan (3)).
riski defaulti * Pti
(3)
Interval Type-2 Fuzzy Set
Algoritma yang akan digunakan pada proses scoring status default adalah
Interval Type-2 Fuzzy Sets (IT2FS) yang merupakan perbaikan dari algoritma
Fuzzy sets tipe-1(Wu dan Mendel 2009), dengan proses inferensi menggunakan
metode TSK (Takagi, Sugeno, dan Kang). IT2FS merupakan salah satu model
fuzzy tipe-2 yang memetakan outputnya berupa bilangan interval tertentu (Mendel
et al. 2006). Pemilihan model tersebut karena mempunyai tingkat kompleksitas
6
yang lebih rendah dibandingkan model fuzzy tipe-2 lainnya sehingga lebih praktis
tanpa mengurangi performa output yang dihasilkannya (Mendel et al. 2006).
Jika rulebase pada IT2FS terdiri dari N aturan, maka secara umum aturanaturan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Rn : IF x1 is A1n and and xI is AIn ,THEN yisY n n 1, 2, , N
(4)
Pada persamaan (4), Ain (i 1, 2,..., I ) adalah IT2FS, sedangkan Y n adalah
output IT2FS berupa interval dengan rentang [ y n , y n ] . Membership Function
(MF) IT2FS untuk A dapat ditulis sebagai MF A ( x ', u) , untuk x ' X dan
u J x ' [0,1] , sehingga:
A (( x, u), A ( x, u) 1) | x X ,u J x [0,1]
(5)
x ' disebut sebagai variable primer dengan domain X , u [0,1] disebut
sebagai variable sekunder dengan domain J x ' [0,1] untuk setiap x ' X ;
sedangkan J x ' disebut sebagai keanggotaan primer dari x ' . Tingkat ketidakpastian
dari A dapat dihitung dari union semua keanggotaan primernya ( J x ' ) yang disebut
footprint of uncertainty (FOU) dari A , sehingga:
J x ' ( x, u ) : u J x [0,1]
FOU ( A)
(6)
x 'X
Gambar 1 Ilustrasi UMF, LMF dan FOU
Upper membership function (UMF) dan lower membership function (LMF)
dari A merupakan dua MF tipe-1 yang menjadi batas dari FOU (sebagai ilustrasi
dapat dilihat pada Gambar 1). UMF( A ) adalah batas atas dari FOU( A ) dan
dinyatakan sebagai A ( x),x X , sedangkan LMF( A ) adalah batas bawah dari
FOU( A ) dan dinyatakan sebagai A ( x),x X , sehingga:
7
FOU ( A)
x X
A ( x), A ( x)
(7)
Mulai
Selesai
Rules/Aturan
Input Crisp
Output Crisp
Fuzifikasi
Input set IT2FS
Inferensia
Output set IT2FS
Reduksi tipe
IT1FS
Defuzifikasi
Gambar 2 Tahapan dalam pengembangan IT2FS (Modifikasi dari Mendel et al.
2006)
Secara umum, tahapan proses pada IT2FS ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Jika diasumsikan input vektor A adalah x [ x1' , x2' ,..., xI' ] , maka MF xi' untuk
setiap Ain dapat dituliskan seperti pada persamaan (8):
[ An ( xi' ), An ( xi' )];i 1, 2,3..., I ;n 1, 2,3..., N
i
(8)
i
Hasil dari proses fuzifikasi tersebut berupa input set untuk IT2FS yang
selanjutnya akan di-inferensi dengan menghitung firing interval berdasarkan rules
yang ditetapkan. Penghitungan firing interval dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (9).
F n ( x ') [ An ( x1' ) ... An ( xI' ), An ( x1' ) ... An ( xI' )] [ f n , f n ]
1
I
1
(9)
I
Output dari perhitungan firing interval tersebut masih berupa IT2FS, oleh
karena itu langkah selanjutnya adalah dengan melakukan reduksi tipe sehingga
menjadi IT1FS. Terdapat beberapa metode dalam reduksi tipe ini, namun pada
penelitian ini perhitungan reduksi tipe dilakukan dengan menggunakan algoritma
Karnik dan Mendel yang dikenal dengan algoritma KM, yang dapat dilihat pada
persamaan (10) dan (11). Detail algoritma KM dapat dilihat dalam Mendel dan
Karnik (2001), Mendel dan Wu (2009), Mendel et al. (2006).
8
L
yl
f
n
yn
i 1
L
f
n
i 1
R
yr
f
n
i 1
R
i 1
f n yn
i L 1
N
(10)
f
n
i L 1
yn
f
N
n
N
f n yn
i R 1
N
(11)
f
n
i R 1
Hasil dari perhitungan reduksi tipe tersebut akan menghasilkan nilai berupa
bilangan interval [ yl , yr ] . Langkah terakhir adalah dengan melakukan defuzifikasi
sehingga menghasilkan output berupa nilai crisp. Defuzifikasi ini dilakukan
dengan mencari nilai rata-rata dari interval [ yl , yr ] . Perhitungan defuzifikasi
tersebut dapat dilihat pada persamaan (12).
y
yl yr
2
(12)
Perhitungan Denda
Menurut Zuhaili (2011), berdasarkan ayat dan hadits, pengenaan denda pada
keterlambatan pembayaran hutang akan identik dengan riba yang dilarang dalam
Islam. Namun, berdasarkan kajiannya, pengenaan denda diperbolehkan jika
hutang tersebut didasarkan pada akad jual beli. Pembiayaan murabahah adalah
akad pembiayaan yang didasarkan pada akad jual beli (Zuhaili 2011). Hal ini
sejalan dengan fatwa DSN MUI no. 17 tahun 2000 yang membolehkan pengenaan
denda kepada nasabah dengan tujuan agar nasabah lebih disiplin (MUI 2000).
Pada ketentuan yang lain, pengenaan denda secara umum hanya diperbolehkan
bagi nasabah yang mampu dan sengaja menunda pembayaran. Berdasarkan fatwa
tersebut, nilai denda seharusnya didasarkan terhadap nilai real lost yang mungkin
muncul ketika nasabah tersebut menunggak. Namun, pada sisi yang lain, nilai
denda yang dikenakan semata-mata hanya dikenakan agar nasabah lebih disiplin
dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan institusi bank tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pakar (anggota DSN,
peneliti BI, dosen muamalah, dan praktisi bank Syariah), setidaknya terdapat dua
pendapat terkait penentuan nilai real lost tersebut. Pendapat pertama, bank harus
benar-benar menghitung nilai real lost pada saat terdapat nasabah yang
menunggak dengan didasarkan pada kondisi riil. Pendapat kedua, bank
diperbolehkan menghitung nilai taksiran dari real lost yang mungkin muncul
dengan didasarkan pada data dan informasi yang relevan. Lebih lanjut, data dan
informasi yang dianggap relevan untuk perhitungan real lost adalah nilai dari
beban pencadangan piutang yang selama ini dilakukan bank secara periodik.
Pendapat kedua tersebut dianggap lebih aplikatif sehingga penelitian ini
menggunakan pendapat tersebut dalam perhitungannya. Pada penelitian ini, nilai
riski berupa interval [0,100] dijadikan sebagai nilai prosentase terhadap nilai real
lost. Oleh karena itu, jika nilai pencadangan piutang penelitian ini asumsikan
sebagai bd rupiah, maka nilai denda (denda) yang dikenakan kepada nasabah
9
adalah hasil perkalian antara bd, hasil perhitungan resiko (riski), dan bobot
pencadangan piutang nasabah tersebut (wi) (lihat persamaan (13)).
denda i bd *risk i * w i
(13)
Jika terdapat N nasabah, maka wi dapat dihitung dengan menggunakan
weighted average yang dapat dilihat pada persamaan (14).
wi
angsurani
(14)
N
angsuran
i
i 1
Perhitungan Tingkat Fairness (f)
Pada penelitian ini, untuk menentukan apakah perhitungan denda yang
dilakukan fair atau tidak, dapat dihitung menggunakan persamaan (15).
N
denda arg
angsuran
f 1
f 1
N
f arg
t 1
( denda angsuran)
j 1
N
t 1
angsuran
(15)
Pada persamaan (15), untuk argumen nilai f 1 , perhitungan tingkat
fairness dihitung dengan membandingkan antara nilai denda dengan nilai
angsuran, sedangkan untuk argumen f 1 , perhitungan fairness dihitung dengan
mencari nilai selisih dari denda dan angsuran dibandingkan dengan dengan
angsuran. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa perhitungan denda yang fair
adalah yang tidak menguras harta nasabah. Sehingga, hasil perhitungan fairness
yang fair yaitu pada interval [0,1], sedangkan untuk yang tidak fair akan berkisar
pada interval [-∞,0]. Perhitungan denda yang sesuai Syariah seharusnya fair
sehingga dikatakan fair secara Syariah adalah jika dan hanya jika nilai f pada
interval [0,1]. Pada perhitungan denda konvensional, sampai pada periode tertentu
akan berada pada interval [0,1], tapi setelah itu akan bernilai negatif sehingga
dapat dikatakan bahwa perhitungan denda pada sistem konvensional akan
menghasilkan nilai f pada interval [-∞,0,1].
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, range nilai untuk variable angsuran adalah yang bernilai
0 rupiah sampai 5 juta rupiah, sedangkan untuk jumlah keterlambatan mengadopsi
peraturan Bank Indonesia nomor 14/15/PBI/2012 tentang kualitas aset bank
umum yaitu bernilai 0 hari sampai 270 hari. Selain itu, proses akuisisi
pengetahuan dilakukan dengan cara wawancara terarah kepada para pakar
sehingga didapatkan fungsi keanggotaan setiap variablenya dan aturan-aturan
(rules) yang digunakan pada model Interval Type-2 Fuzzy Set. Model yang sudah
dibangun selanjutnya diujikan terhadap data hipotetik yang terdiri dari kode
10
nasabah, tanggal akad, tanggal akhir akad, tanggal terakhir angsuran, dan nilai
angsuran.
Prosedur Pengujian
Pada penelitian ini, setelah model selesai dibuat, selanjutnya model tersebut
diujikan terhadap data hipotetik yang terdiri dari dua nasabah yaitu nasabah yang
mempunyai nilai angsuran satu juta rupiah dan nasabah yang mempunyai nilai
angsuran 3,8 juta rupiah. Penelitian ini mengasumsikan kedua nasabah tersebut
mempunyai data tanggal akad 31 Januari 2013. Selanjutnya, pada proses
pengujiannya, penelitian membuat dua skenario pengujian yaitu: (a)
mengasumsikan jumlah keterlambatan tetap sebesar 30 hari dengan periode mulai
keterlambatan yang berubah secara dinamis; dan (b) mengasumsikan periode
mulai keterlambatan tetap pada tanggal 30 Juni 2013 dengan jumlah
keterlambatan yang berubah secara dinamis.
Software Pendukung
-
Database MySql (Oracle 2012)
NetBeans 7.3 (Oracle 2013)
Microsoft Office 2007 (Microsoft Inc. 2006)
Sybase Power Designer 16.1.0.3637 (Sybase Inc. 2011)
Lingkungan Pengujian
Pengujian dilakukan pada komputer (notebook) dengan spesifikasi sebagai
berikut: prosesor AMD Brazos Dual Core E450 1.65 GHz, Grafik AMD Radeon
HD 6470 1GB, memori 4 GB, dan sistem operasi Windows 7 32 bit.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Scoring Pembiayaan Syariah
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank Syariah harus selalu
mematuhi aturan yang ditetapkan oleh Syariah berdasarkan dalil yang relevan.
Istilah credit scoring atau scoring pembiayaan tidak dikenal baik pada jaman
Nabi, sahabat, maupun pada jaman tabi’in, sehingga jika melihat dalil tentu tidak
ada yang membahas aturan scoring pembiayaan secara khusus. Akan tetapi dalam
kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa hukum asal muamalah adalah boleh selama
tidak ada aturan yang melarang kegiatan muamalah tersebut (Zuhaili 2011).
Sehingga berdasarkan kaidah tersebut, bank Syariah pun diperbolehkan
mengadopsi sistem credit scoring yang digunakan oleh bank konvensional dengan
memodifikasinya sehingga sesuai dengan tuntunan Syariah.
Tindakan berhutang (termasuk untuk pembiayaan) sebenarnya tidak
dianjurkan oleh Syariat Islam kecuali jika kita dalam keadaan sangat
11
membutuhkan. Ini dikarenakan tindakan berhutang itu cenderung memberikan
dampak buruk bagi pelakunya, sebagaimana hadits Nabi:
“Sesungguhnya apabila seseorang berutang maka dia akan berbicara lalu
berdusta, kemudian berjanji lalu tidak menepatinya” (HR. al-Bukhari)
Namun menurut Abu Bakar M. Altway 1 dalam kajian fiqh hutang
berpendapat bahwa hukum meminjam adalah dibolehkan (mubah) dengan dua
syarat:
Peminjam mengetahui bahwa dirinya sanggup untuk membayar, misalnya
ada sesuatu yang diharapkan dapat digunakan untuk membayar.
Adanya kesungguhan untuk membayar pinjaman tersebut.
Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka haram baginya
meminjam. Pendapat ini sejalan dengan hadits Rasulullah yang mengancam
orang-orang yang berhutang dengan niat tidak membayar:
“Barangsiapa mengambil harta orang lain (utang) dan berniat
melunasinya, niscaya Allah akan melunasi utang itu. Dan barangsiapa
mengambil harta orang lain (utang) dan berniat menghilangkannya (tidak
melunasi), niscaya Allah akan membinasakannya” (HR. al-Bukhari)
Hal tersebut mengindikasikan bahwa sejak awal seharusnya orang yang
akan berhutang (calon debitur) harus yakin bahwa dirinya mampu dan terdapat
kemauan dalam membayar hutang. Sebaliknya, bank sebagai pemberi hutang pun
harus dapat memastikan bahwa calon debitur memiliki kemampuan dan iktikad
baik dalam membayar hutangnya. Jika calon debitur diduga kuat tidak memiliki
kemampuan dan kemauan dalam membayar hutangnya, berdasarkan hadits dan
pendapat diatas, bank dilarang untuk memberikan hutang. Dengan kata lain,
proses analisa kelayakan yang biasa dilakukan dalam credit scoring atau scoring
pembiayaan sebenarnya sangat dianjurkan oleh Syariah agar muncul kepercayaan
dan tindakan yang tidak saling mendholimi diantara kedua belah pihak dengan
dasar saling tolong menolong.
Nabi sangat menganjurkan agar orang yang mempunyai hutang segera
membayar hutangnya jika sudah mampu dan tidak menundanya, sebagaimana
sabda Nabi:
“Barang siapa yang mengambil harta orang-orang dengan maksud
menginfakkannya, maka Alloh akan membayarkannya. Dan barang siapa yang
mengambilnya dengan maksud merusaknya, maka Alloh akan merusaknya.” (HR.
Bukhari)
“Tidaklah seorang hamba mempunyai niat untuk melunasi utangnya kecuali
ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah” (HR. al-Hakim dengan sanad
Shahih)
Pada praktiknya, dimungkinkan terdapat ketidaksesuaian dengan akad
(pembayaran yang telat). Jika ketidaksesuaian tersebut dikarenakan tindakan yang
disengaja, Nabi mengancam orang yang sengaja menunda dan tidak mau
membayar hutang dalam hal ini pembiayaan:
- Orang yang mampu membayar utang namun menunda-nundanya disebut
sebagai pelaku kezaliman. Rasulullah bersabda, “Perbuatan orang kaya
yang
menunda-nunda
pembayaran
utangnya
adalah
suatu
kezhaliman” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
1
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=655 tentang kajian fiqh hutang,
diakses pada tanggal 31 Juli 2013 pada pukul 20.30 WIB
12
-
-
-
-
-
Orang yang sengaja menolak melunasi utang kelak berjumpa dengan Allah
sebagai pencuri. Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang berutang dengan
niat tidak akan melunasinya, niscaya dia akan bertemu Allah (pada hari
Kiamat) dalam keadaan sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah dengan sanad
Shahih).
Jiwa orang yang berutang dan belum melunasinya akan tertahan. Rasulullah
bersabda,“Jiwa seorang mukmin tertahan oleh utangnya hingga utang
tersebut terlunasi” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad shahih).
Rasulullah menolak menshalatkan Jenazah orang yang mempunyai utang
hingga utangnya dilunasi atau adanya seseorang yang menjamin untuk
melunasinya. Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, ‘Rasulullah biasanya
menolak menshalatkan seseorang yang wafat dalam keadaan masih
memiliki utang. Suatu ketika dihadirkan ke hadapan beliau mayat seseorang,
lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia mempunyai utang?’ Para sahabat
menjawab, ‘Ya, dua dinar.’ Beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) shalatkanlah
saudara kalian ini.’ Maka Abu Qatadah berkata, ‘Wahai Rasulullah, biarlah
aku yang menanggung dua dinar itu.’ Maka beliau pun
menshalatkannya” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa’i, dengan sanad
shahih).
Dosa menanggung (tidak membayar) utang tidak akan diampuni sekalipun
pelakunya mati syahid. Rasulullah bersabda,“Seluruh dosa orang yang mati
syahid akan diampuni kecuali utang.”(HR. Muslim)
Amal kebaikan orang yang mempunyai utang akan digunakan untuk
melunasi utangnya kelak di akherat. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
mati dalam keadaan menanggung utang satu Dinar atau satu Dirham, maka
akan dilunasi dari kebaikannya, karena di sana tidak ada lagi Dinar
maupun Dirham.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih).
Akan tetapi, jika ketidaksesuaian tersebut terjadi karena ketidaksengajaan,
maka meskipun orang yang memberikan pinjaman berhak untuk menagih harta
yang dipinjamkannya, namun terdapat ketentuan-ketentuan syari’at yang harus
diperhatikan. Di antaranya adalah:
- Memberikan tenggat waktu kepada peminjam yang belum mampu untuk
melunasi pinjamannya. Allah berfirman, artinya, “Dan apabila (orang yang
berutang itu) dalam kesukaran, maka tangguhkanlah hingga dia
mendapatkan kemudahan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280)
- Menagih dengan sopan, “Barangsiapa menagih haknya hendaknya ia
menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya
maupun gagal.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad Shahih)
- Menghapuskan utang, baik keseluruhannya maupun sebagiannya bagi
peminjam yang diketahui tidak mampu untuk melunasi utangnya. Firman
Allah, artinya, “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280)
Pada praktiknya, baik pada bank konvensional maupun bank Syariah, jika
terdapat nasabah yang tidak menepati akad perjanjian dengan terlambat dalam
membayar hutang angsurannya biasanya dikenakan denda sesuai dengan
13
ketentuan dalam akad. Terkait masalah ini, berdasarkan fatwa MUI (2000),
pengenaan denda tersebut diperbolehkan bagi nasabah yang mampu dengan tujuan
agar nasabah disiplin. Selain itu, berdasarkan kesepakatan Ulama seperti dalam
Majma’ Fikih Islami yang bernaung di bawah Munazhamah Mu’tamar Islami ke12, menyebutkan bahwa denda diperbolehkan pada transaksi finansial bukan pada
transaksi hutang pinjaman, dengan nilai berdasarkan kerugian riil (real lost) dan
besaran yang wajar. Pendapat ini diperkuat oleh Zuhaili (2011) yang
membolehkan pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran angsuran pada
akad jual beli amanah (ba’iul amanah) seperti murabahah. Lebih lanjut, sesuai
dengan fatwa MUI tersebut, para Ulama sepakat bahwa dana denda yang
diperoleh tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank dan hanya diperbolehkan
untuk digunakan sebagai dana sosial.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jika terdapat nasabah yang tidak menepati akad dengan terlambat dalam
membayar angsuran, hendaknya bank Syariah memberikan toleransi dengan
melonggarkannya.
2. Jika keterlambatan tersebut terjadi karena ketidaksengajaan (karena kondisi
ekonomi nasabah yang tidak memungkinkan) dan nasabah mampu
membuktikannya, bank Syariah dianjurkan untuk memberikan kelonggaran
sampai nasabah mampu membayarnya. Dan jika dimungkinkan, bank
Syariah dapat menghapuskan hutangnya.
3. Jika keterlambatan tersebut terjadi karena kesengajaan, bank Syariah
diperbolehkan mengenakan denda dengan nilai yang wajar sesuai dengan
nilai real lost.
Model Proses Bisnis
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, model proses bisnis untuk
scoring status default dan perhitungan denda dapat dilihat pada Gambar 3 dan
Gambar 4. Pada penelitian ini, terdapat tiga stakeholders yang dibahas yaitu teller,
teller system, dan credit scoring system. Secara umum penelitian ini membagi
proses bisnisnya menjadi dua bagian besar, yaitu proses pada pembayaran
angsuran dan proses yang terjadi pada sistem credit scoring. Tanda 1
menunjukkan bahwa proses transaksi pembayaran angsuran diawali dengan
permintaan pembayaran dari nasabah. Secara umum, proses bisnis pembayaran
angsuran dimodelkan seperti proses transaksi angsuran pada umumnya. Tanda 2
dan 3 digunakan untuk memfasilitasi komunikasi antar stakeholder, sedangkan
tanda 5 menggambarkan pesan yang disampaikan. Pada tanda 6 dapat dilihat
proses scoring default status yang dilakukan setiap akhir hari. Proses scoring
tersebut diawali dengan pengambilan data keterlambatan dan nilai angsuran (lihat
tanda 7). Data keterlambatan dihitung dengan mencari selisih hari antara tanggal
hari tersebut dengan tanggal angsuran terakhir. Proses selanjutnya adalah
pemetaan data keterlambatan dan nilai angsuran terhadap score default dengan
menggunakan algoritma IT2FS. Proses-proses tersebut dilakukan untuk setiap
nasabah. Hasil perhitungan tersebut berupa score default selanjutnya akan
digunakan dalam perhitungan nilai resiko dengan mempertimbangkan bobot
periode awal keterlambatan. Nilai resiko ini akan dijadikan dasar dalam
perhitungan denda. Selanjutnya nilai resiko tersebut diunggah ke database. Pada
14
setiap akhir bulan, sistem akan menghitung nilai denda untuk setiap nasabah (lihat
tanda 8). Nilai denda ini selanjutnya akan disimpan pada tabel tersendiri.
Tujuannya adalah agar pada saat nasabah melakukan pembayaran angsuran, teller
system tinggal mengambil nilai denda (jika dikenakan denda) dari tabel tersebut.
Selain itu, jika nasabah dapat menunjukkan bahwa keterlambatannya tersebut
tidak disebabkan kesengajaan, nasabah tersebut dimungkinkan untuk tidak
dikenakan denda (lihat tanda 4), ini sejalan dengan kesepakatan ulama dan fatwa
MUI nomor 17 tahun 2000. Penjelasan lebih lengkap untuk setiap notasi dapat
dilihat pada Lampiran 1.
3
1
4
2
5
Gambar 3 Model proses bisnis bagian 1
15
6
7
8
9
Gambar 4 Model proses bisnis bagian 2
Model IT2FS pada Scoring Status Default
Pada model Interval Type-2 Fuzzy Set (IT2FS), proses fuzifikasi dilakukan
untuk mengubah inputan berupa nilai crisp sehingga menjadi inputan fuzzy.
Model yang digunakan pada proses fuzifikasi ini adalah model trapezoid.
Membership Function (MF) untuk setiap variable dikonversi menjadi tiga skala
ordinal berupa nilai linguistik, dan sesuai dengan ketentuan IT2FS, MF untuk
setiap variablenya mempunyai LMF dan UMF, LMF ditandai dengan underline
sedangkan UMF ditandai dengan overline (lihat Tabel 1).
Berdasarkan hasil diskusi dengan para pakar, didapatkan fungsi
keanggotaan untuk setiap variable. Fungsi keanggotaan untuk variable
16
keterlambatan dalam satuan hari (lihat persamaan (16), (17), (18), (19), (20), dan
(21)), sedangkan fungsi keanggotaan untuk variable angsuran dalam satuan rupiah
(lihat persamaan (22), (23), (24), (25), (26), dan (27)). MF status default dalam
satuan prosentase (%) (lihat Tabel 2).
Pada proses perhitungan jumlah hari keterlambatan, terdapat beberapa
asumsi yang digunakan. Asumsi ini dibangun untuk memberikan toleransi berupa
kelonggaran keapada nasabah sesuai dengan tuntunan Syariah terutama
berdasarkan QS. Baqarah: 280. Berikut adalah asumsi-asumsi yang digunakan
pada perhitungan jumlah hari keterlambatan:
1. Jumlah hari keterlambatan dihitung dengan mencari selisih antara tanggal
hari perhitungan status default dengan tanggal terakhir angsuran masingmasing nasabah.
2. Produk pembiayaan yang digunakan adalah murabahah dengan periode
bulanan sehingga tanggal terakhir angsuran akan selalu bernilai akhir bulan
(end of month).
3. Tanggal akhir angsuran didapatkan dengan menghitung nilai akhir bulan
dari tanggal transaksi angsuran terakhir.
4. Variable lambat didapatkan dari hasil perkalian antara jumlah hari
keterlambatan dan bobot periode perhitungan sesuai dengan persamaan (2)
dan (3).
Tabel 1 Fungsi Keanggotaan IT2FS pada scoring default
Variable
Nilai Linguistik
lambat
lambat
sebentar, sedang, lama
angsuran
kecil, sedang, besar
angsuran
kecil, sedang, besar
default
rendah, sedang, tinggi
default
rendah, sedang, tinggi
sebentar, sedang, lama
Jika kita melihat persamaan (14) dan (15), nilai keanggotaan untuk setiap
keterlambatan yang lebih kecil dari 14 hari akan bernilai 0. Perlakuan tersebut
digunakan untuk memberikan toleransi sebesar 14 hari dari tanggal akhir angsuran
bagi nasabah yang terlambat dalam membayar angsurannya. Toleransi sebesar 14
hari ini sudah dianggap cukup karena jika dihitung ulang maka sebenarnya
berdasarkan asumsi yang dibangun, toleransi tersebut adalah lebih besar dari 14
hari.
Tabel 2 Nilai interval default
Default
Rendah
Sedang
Tinggi
batas
0
30
60
batas
40
70
100
17
Pada persamaan (16) dan (17) dapat dilihat bahwa nilai keanggotaan untuk
keterlambatan diantara 120 hari dan 150 hari akan bernilai 1, baik untuk
keanggotaan terhadap lambatSebentar maupun terhadap lambatSebentar . Ini
mengindikasikan bahwa keterlambatan diantara 120 hari dan 150 hari secara jelas
dan crisp dianggap sebagai anggota dari fungsi keanggotaan lambatSebentar dan
lambatSebentar dengan nilai keanggotaan sebesar 1. Sedangkan pada persamaan
(19) dan (20) dapat dilihat bahwa nilai keanggotaan untuk keterlambatan diatas
270
UNTUK SCORING PEMBIAYAAN SYARIAH:
ANALISIS DAN DESAIN
GALIH KURNIAWAN SIDIK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk
Scoring Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Galih Kurniawan Sidik
NIM G651110401
RINGKASAN
GALIH KURNIAWAN SIDIK. Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring
Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain. Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA
dan AGUS BUONO.
Sistem credit scoring termasuk permasalahan klasik yang sampai sekarang
masih terdapat ketidakpastian dalam perhitungan dan penentuan status default.
Penelitian-penelitian terkini cenderung mengasumsikan credit scoring sebagai
analisa kelayakan pembiayaan. Pada kenyataannya, seharusnya sistem credit
scoring dapat mengakomodir semua tahapan proses pada akad pembiayaan,
terutama dalam menghitung skor kepatuhan terhadap kontrak pembiayaannya.
Berbeda dengan Bank Konvensional, pada prakteknya Bank Syariah harus
mematuhi aturan-aturan Syariah. Berdasarkan kaidah ushul fiqih, hukum asal
muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu,
pada implementasi credit scoring Syariah (selanjutnya disebut scoring
pembiayaan Syariah) pun diperbolehkan untuk mengadopsi sistem credit scoring
yang digunakan oleh bank konvensional dengan memodifikasinya sehingga sesuai
dengan aturan Syariah.
Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) untuk membangun
model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda; dan (2) untuk menyusun mekanisme dan algoritma
untuk proses scoring status default dan perhitungan denda pada scoring
pembiayaan Syariah menggunakan model Interval Type-2 Fuzzy Set.
Saat ini belum ada aturan crisp yang mengatur model scoring pembiayaan
Syariah sehingga dapat menimbulkan multitafsir dan pendapat-pendapat yang
sangat subjektif. Padahal pada pendapat yang subjektif, kata-kata itu dapat
mempunyai arti yang berbeda untuk orang yang berbeda. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk dapat
mengakomodir pendapat-pendapat subjektif terhadap aturan-aturan Syariah.
Sedangkan model proses bisnisnya dimodelkan menggunakan notasi BPMN versi
2.0.
Pada penelitian ini, model Interval Type-2 Fuzzy Set digunakan untuk
menghitung skor status default. Variable yang digunakan berupa jumlah
keterlambatan dan nilai angsuran. Pada model yang dibangun, masing-masing
variable dibangun dalam bentuk nilai linguistik, sedangkan fungsi
keanggotaannya dibangun dengan melakukan agregasi terhadap pendapat para
pakar dalam nilai interval yang saling overlap. Fungsi keanggotaan tersebut
digunakan untuk mengaktivasi subset dari setiap aturan yang digunakan dengan
menghitung firing interval. Selain itu, pada penelitian ini proses reduksi tipe
dilakukan dengan menggunakan algoritma Karnik dan Mendel. Nilai skor berupa
interval [0,100] didapatkan dari proses perhitungan defuzifikasi. Selain itu,
penelitian ini juga menjadikan periode awal keterlambatan sebagai bobot terhadap
hasil scoring. Bobot periode ini berbanding terbalik dengan nilai resiko. Hasil
perhitungan resiko ini selanjutnya digunakan pada perhitungan real lost yang
dianggap fair dan sesuai Syariah dalam menghitung nilai denda.
Pada penelitian ini, nilai real lost tersebut dihitung berdasarkan hasil nilai
resiko, nilai beban pencadangan piutang tak tertagih, dan bobot angsuran masing-
masing nasabah. Selain itu, penelitian ini juga mengajukan perhitungan nilai
fairnes yaitu dengan membandingkan antara nilai denda dan nilai angsuran. Pada
metode konvensional, nilai fairness akan berada pada interval [-∞, 0, 1],
sedangkan pada metode Syariah nilai fairness seharusnya berada pada interval [0,
1]. Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, metode yang diajukan
menghasilkan nilai fairness diantara 0 dan 1 (interval [0, 1]). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa metode yang diajukan fair dan sesuai dengan tuntunan
Syariah.
Kata kunci: Bank Syariah, BPMN, scoring pembiayaan Syariah, interval type-2
fuzzy sets, perhitungan denda, status default
SUMMARY
GALIH KURNIAWAN SIDIK. Interval Type-2 Fuzzy Set Model for Sharia
Financing Scoring: Analysis and Design. Supervised by TAUFIK DJATNA dan
AGUS BUONO.
Credit scoring system is a classic problem containing uncertainty in
measuring default status. Current existing studies tend to assume credit scoring as
credit feasibility analysis. Based on Sharia rules, credit scoring system (in Syariah
called as financing) should be able to accommodate all processes on financing
contract, mainly in scoring performance fulfillment.
As a different to the conventional banks, in practice Islamic banks must
comply with the Sharia rules. According to the principle in ushul fiqh, the basic
law of muamalah is allowed as long as no argument against it. Therefore, in the
implementation of financing scoring system, Islamic Bank is enforced to adopt the
model that used by conventional banks that have been modified according to
Sharia rules based on relevant verses and hadiths.
This study has two main objectives: (1) to build the business processes
models of Sharia financing scoring in scoring process of default status and fines
calculation, and (2) to develop a mechanism and algorithm for scoring of default
status and fines calculation on Sharia financing scoring by using Interval Type-2
Fuzzy Sets models.
Currently, there are no crisp rules in Sharia financing scoring model which
lead to subjective judgments. In the subjective judgements, words could mean
different things to different people. Thus this study deployed the Interval Type-2
Fuzzy Set model to support the subjective judgments in maintaining Sharia rules.
In this study, the business processes were modeled in BPMN version 2.0.
Interval Type-2 Fuzzy Set model was used for scoring default status
computation. This study used sum of delay time and installment value as variables
for that scoring. Those variables were mapped in linguistic value. This study built
the membership function for each variable by aggregating expert’s judgments in
overlapping interval value. Then this membership function was used to activate a
subset of rules by computing the firing interval. After that the type of firing
interval results was reduced by using Karnik and Mendel algorithm. Then the
defuzzification procedure was done to obtain the score in interval of [0,100]. In
obtaining the risk value, this study used the first period of late as a weight to the
scoring result. Finally, this risk value was used for real lost computation which is
fair and compliance to Sharia rules for computing the fines value.
In this study, the real lost value was obtained by computing based on the
risk value, the value of bad debt expense, and the weighted average of each
customer’s installment. Beside that this research proposed fairnesss computation
by comparing the fines value to the installment value.
In the conventional method, the fairness value will be in the interval [- ∞, 0,
1], while in the Islamic method the fairnesss value should be in the interval of [0,
1]. Based on the evaluation results, the proposed method produced the fairness
values in the interval of [0, 1]. The results showed that the proposed method was
fair and compliance to Sharia rules.
Keywords: BPMN, default status, fines calculation, interval type-2 fuzzy sets,
Islamic Bank, Sharia financing scoring.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL INTERVAL TYPE-2 FUZZY SET
UNTUK SCORING PEMBIAYAAN SYARIAH:
ANALISIS DAN DESAIN
GALIH KURNIAWAN SIDIK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tertutup: Rifki Ismal, PhD
(Peneliti Senior pada Departemen
Perbankan Syariah, Bank Indonesia)
JuduJ Tesis : Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring Pembiayaan
Syariah: Analisis dan Desain
Nama
: Galih Kurniawan Sidik
: G65111 040 I
NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
G:3\
Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi
Ketua
MKom
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Komputer
Tanggal Ujian: 3 0 AUG 2013
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
GMQNBセAi
"vlah Pascasarjana
....
1 8 SEP 2013
Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)
Judul Tesis : Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring Pembiayaan
Syariah: Analisis dan Desain
Nama
: Galih Kurniawan Sidik
NIM
: G651110401
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi
Ketua
Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Yani Nurhadryani, SSi,MT
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah credit
scoring, dengan judul Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring
Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eng Taufik Djatna, STP,
MSi dan Bapak Dr Ir Agus Buono selaku tim komisi pembimbing, serta kepada
Bapak Rifki Ismal, PhD peneliti senior Divisi Riset Departemen Perbankan
Syariah, yang telah bersedia menjadi penguji pada sidang tesis dan memberikan
masukan. Tidak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada Departmen Agama
yang telah memberikan bantuan beastudi melalui program beasiswa pada tahun
2011. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nasirwan
Ilyas, MSc Deputi Direktur Kepala Divisi Riset Departemen Perbankan Syariah
Bank Indonesia, Bapak Dr Yulizar Sandrego, MEc anggota Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Kepala Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, Bapak Unang Fauzi, Lc, MEI
Kepala Prodi Muamalah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, serta Bapak Ir
Soeprapto, MBA, MH Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, yang telah
memberikan saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Bapak Sofyan Anwar (ayah), Ibu Sukaedah, SPd (ibu), Kartika Rachmadhania,
SEI (istri), anak-anak, seluruh keluarga, Ibu Sugiyarti Fatma Laela, MBussAcc,
Bapak Achmad Djazuli, MM, tim bimbingan (Astried Sylvanie, MKom, Neny
Rosmawarni, MKom, Arif Rahman, STP, Fajar Munich, STP, M Rizki Azima,
STP, Elfira Febriani, STP, Nina, STP, Azri Firwan, STP, MEng), teman-teman
Ilkom angkatan 13, Ibu Dr Yani Nurhadryani, MSi dan seluruh staf departemen
Ilmu Komputer, seluruh karyawan dan dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam
Tazkia serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, atas
segala doa dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Galih Kurniawan Sidik
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
3
3
3
3
2 METODE
Tata Laksana Penelitian
Pengumpulan Data
Prosedur Pengujian
Software Pendukung
Lingkungan Pengujian
4
4
9
10
10
10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
10
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
22
22
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL
Fungsi Keanggotaan IT2FS pada scoring default
Nilai interval default
Aturan yang digunakan
16
16
19
DAFTAR GAMBAR
Ilustrasi UMF, LMF dan FOU
Tahapan dalam pengembangan IT2FS (Modifikasi dari Mendel et al.
2006)
Model proses bisnis bagian 1
Model proses bisnis bagian 2
Hasil uji untuk keterlambatan 30 hari dengan awal periode keterlambatan
yang dinamis
Hasil uji dengan asumsi periode awal keterlambatan tetap dan jumlah
keterlambatan berubah
Hasil perhitungan denda
6
7
14
15
20
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
Penjelasan model proses bisnis secara detail
25
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Credit scoring merupakan masalah klasik yang sampai sekarang masih
menarik untuk dikaji. Terbukti dengan banyaknya penelitian-penelitian terkait
credit scoring yang diawali dengan publikasi Fisher pada tahun 1936 yang
dianggap pertama kali memperkenalkan sistem credit scoring (Fisher 1936 dalam
Lu et al. 2013), sampai publikasi penelitian terkini seperti Cadeno et al. (2011),
Ghodselahi (2011), Huang et al. (2007), Keramati dan Yousefi (2011), Leung et
al. (2007), Lu et al. (2013), Tsai dan Wu (2008), Wu (2011), dan Yu et al. (2008).
Yang lebih menarik lagi, ternyata publikasi penelitian yang ada seperti Cadeno et
al. (2011), Ghodselahi (2011), Huang et al. (2007), Keramati dan Yousefi (2011),
Leung et al. (2007), Lu et al. (2013), Tsai dan Wu (2008), Wu (2011), dan Yu et
al. (2008) cenderung hanya membahas sistem credit scoring sebagai analisa
kelayakan pembiayaan. Hal ini juga dapat dilihat dari definisi-definisi yang ada
mengenai credit scoring seperti dalam Jentzsch (2007), Yu et al. (2008), dan
Abdou dan Pointon (2011). Misal, menurut Jentzsch (2007), credit scoring
merupakan pemodelan dari sebuah sistem penunjang keputusan yang
menggunakan beberapa variable penduga sebagai input untuk diproses sehingga
menghasilkan score yang menjadi pertimbangan bank sebagai kreditur untuk
menentukan kebijakan terhadap nasabah sebagai calon debitur.
Sistem credit scoring seharusnya dapat mengakomodir semua tahapan
proses akad pembiayaan sampai berakhirnya akad. Pada proses pembiayaan
syariah, secara umum proses akad pembiayaan diawali dengan proses analisa
kelayakan pembiayaan yang dilakukan untuk menentukan apakah pengajuan
pembiayaan yang dilakukan oleh calon debitur dianggap layak (diterima) atau
tidak. Jika pengajuan tersebut diterima, selanjutnya bank akan bernegosiasi
dengan calon debitur untuk menentukan margin. Biasanya hasil analisa kelayakan
pembiayaan menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan margin. Setelah
nilai margin ditentukan, baru dilakukan proses akad dan pencairan. Proses
selanjutnya adalah proses monitoring terhadap angsuran yang dilakukan debitur
sampai akad berakhir. Pada proses monitoring ini, bank melakukan proses scoring
untuk menentukan tingkat kelancaran (kemacetan) masing-masing debitur. Jika
terdapat debitur yang angsurannya macet, biasanya bank mengenakan denda
berdasarkan klausul yang disepakati pada perjanjian akad sebelumnya.
Model Credit scoring konvensional dapat menyebabkan beberapa
permasalahan yang serius dan tidak fair karena bersifat unlimited capitalistic dan
tidak sesuai dengan tuntunan syariah sehingga dapat merugikan salah satu pihak.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi, seperti dalam perhitungan scoring
status default yang hanya berdasarkan jumlah keterlambatan angsuran (BI 2012).
Metode seperti ini tentu tidak fair karena tidak bisa menggambarkan resiko kredit
sebenarnya. Selain itu juga, pada perhitungan denda yang nilainya tidak terbatas
karena tidak ada ketentuan maksimal nilai denda yang diperbolehkan. Pada
kondisi tertentu, metode seperti ini dapat menguras harta nasabah.
Sedangkan pada credit scoring Syariah (selanjutnya disebut scoring
pembiayaan Syariah), seharusnya metode yang digunakan sesuai dengan tuntunan
2
Syariah dan fair bagi semua pihak (QS. Baqarah:279). Terdapat beberapa kriteria
yang harus dipenuhi agar dapat menjamin bahwa metode yang diajukan sesuai
dengan tuntunan syariah dan fair, seperti pada perhitungan scoring status default,
seharusnya model dan variable yang digunakan dapat menghasilkan output berupa
score yang dapat menggambarkan resiko kredit. Sedangkan pada perhitungan
denda, seharusnya model dan variable yang digunakan dapat menghasilkan output
berupa nilai denda yang tidak bertujuan menguras harta nasabah (“memiskinkan”),
dan juga harus berkeadilan yaitu sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Bank Syariah mempunyai
prinsip yang berbeda dengan Bank Konvensional. Selain bertujuan untuk
memaksimalkan profit, Bank Syariah mempunyai kewajiban untuk mengikuti tata
aturan Syariah yang telah ditetapkan berdasarkan Al-Quran dan Hadits (Syariah
compliance) (Antonio 2001 dan Zuhaili 2011). Berdasarkan kaidah ushul fiqih,
hukum awal dari muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang
melarangnya. Dengan demikian, pada pelaksanaan sistem scoring pembiayaan
Syariah, Bank Syariah dimungkinkan mengadopsi model yang digunakan pada
bank konvensional yang telah dimodifikasi sesuai tuntunan Syariah berdasarkan
ayat dan hadits yang relevan.
Pada beberapa aturan, baik yang berasal dari Quran, Hadits, dan aturan
lainnya termasuk aturan yang berasal dari undang-undang; beberapa diantaranya
mencantumkan suatu aturan yang crisp, berupa nilai yang jelas. Seperti, aturan
mengenai zakat mal, dalam ayat dan hadits jelas disebutkan bahwa nilai zakatnya
adalah 2.5%. Akan tetapi, terdapat juga aturan-aturan yang bersifat normatif dan
samar sehingga dapat memunculkan sesuatu yang multitafsir. Sebagai contoh,
aturan mengenai ta'zir yang menjadi dasar pengenaan denda, penelitian ini tidak
menemukan ayat atau hadits yang menyebutkan besaran nilai denda secara crisp,
termasuk dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI no. 17 tahun 2000 (MUI
2000) yang menyebutkan bahwa pengenaan denda dilakukan berdasarkan pada
nilai real lost (kerugian riil) yang mungkin dialami bank. Tentu, aturan seperti ini
dapat mengakibatkan multitafsir, opini yang sangat subjektif, dan pada praktiknya
akan sangat beragam. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah model yang dapat
mengakomodir permasalahan tersebut.
Pada sisi lain, sistem logika fuzzy dikenal sebagai universal approximators
(Andrade et al. 2011) sehingga banyak digunakan dalam beberapa aplikasi seperti
sistem kontrol dan desain (Sahraie et al. 2011), deteksi kegagalan (Andrade et al.
2011), dan sistem rekomendasi (Mendel dan Wu 2009). Akan tetapi, tingkat
keanggotaan (MF) pada sistem fuzzy tipe-1 berupa nilai crisp sehingga dapat
menjadi titik lemah jika terdapat banyak ketidakpastian dan beberapa opini yang
subjektif pada permasalahan yang dihadapi (Mendel et al. 2006). Sedangkan pada
sistem fuzzy tipe-2, tingkat keanggotaannya berupa nilai fuzzy sehingga dapat
mengakomodir permasalahan yang sangat sulit dalam menentukan tingkat
keanggotaan (Mendel dan Wu 2009). Ini menjadikan fuzzy tipe-2 lebih berpeluang
menghasilkan performa yang lebih baik dibandingkan fuzzy tipe-1 (Mendel et al.
2006). Model fuzzy tipe-2 yang banyak digunakan adalah Interval Type-2 Fuzzy
Set (IT2FS) karena tingkat kompleksitas yang lebih rendah dibandingkan model
fuzzy tipe-2 lainnya (Mendel et al. 2006). Sehingga berdasarkan kelebihan yang
dimilikinya, penelitian ini menggunakan model Interval Type-2 fuzzy Set yang
3
diharapkan dapat membantu dalam mengakomodir
permasalahan scoring pembiayaan Syariah.
subjektifitas
pada
Perumusan Masalah
Saat ini belum ada model scoring pembiayaan Syariah. Padahal, dalam
menjalankan operasionalnya, Bank Syariah harus mengikuti tata aturan Syariah
dalam semua aspek termasuk dalam scoring pembiayaan baik dalam proses bisnis
maupun dalam perhitungannya. Akan tetapi aturan-aturan yang ada masih bersifat
normatif sehingga dapat mengakibatkan multitafsir dan pendapat yang sangat
subjektif. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang dapat mengakomodir
subjektifitas tersebut sehingga model scoring pembiayaan Syariah yang dibangun
sesuai dengan aturan Syariah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) untuk membangun
model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda; dan (2) untuk menyusun mekanisme dan algoritma
untuk proses scoring status default dan perhitungan denda pada scoring
pembiayaan Syariah.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain: (1) dapat menurunkan potensi kredit
macet pada pembiayaan Bank Syariah; (2) dapat dipertimbangkan sebagai dasar
regulator dalam merumuskan aturan terkait scoring pembiayaan Syariah; dan (3)
dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dalam pelaksanaan scoring status default
dan perhitungan denda.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) definisi credit
scoring pada penelitian ini tidak hanya terkait analisa kelayakan pembiayaan; (2)
proses yang dibahas adalah proses scoring status default dan perhitungan denda;
(3) skema pembiayaan yang dibahas adalah skema pembiayaan murabahah; dan
(4) data yang digunakan sebagai variable pada penelitian ini adalah berbasiskan
pada data transaksi pembiayaan.
4
2 METODE
Tata Laksana Penelitian
Berdasarkan ekspektasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan pada bagian
pendahuluan, pada bagian ini akan dijelaskan metode dan tahapan yang dilakukan.
1. Model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda.
Tahapan yang dilakukan untuk membangun model bisnis proses tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman masalah. Tahapan ini dilakukan untuk menggali
permasalahan-permasalahan terkait proses scoring dan perhitungan denda,
dengan melakukan studi literatur baik terhadap aspek Syariah maupun
aspek legal lainnya.
b. Membangun model bisnis proses baik untuk proses scoring maupun proses
penghitungan denda. Model bisnis proses yang dibangun menggunakan
notasi standar yaitu Bussiness Process Modelling and Notation version 2.0
(BPMN 2.0).
c. Melakukan validasi model bisnis proses yang dibuat. Pada penelitian ini,
model bisnis proses dikatakan valid jika memiliki tiga kriteria yaitu
(Shapiro et al. 2011):
i.
Kompleksitas dalam proses. Hal ini dapat dilihat dari seberapa
kuat interdependensi antar proses yang ada.
ii. Risk handling and planning. Kriteria ini dapat dilihat dari
seberapa besar model yang dibuat dapat menjamin prosesproses yang ada dapat berjalan.
iii. Jaminan dalam memfasilitasi komunikasi antar stakeholders.
Kriteria ini dapat dilihat dari adanya message antar
stakeholders.
2. Mekanisme dan algoritma untuk scoring status default dan perhitungan denda
pada scoring pembiayaan Syariah
Berikut akan dijelaskan tahapan dan metode yang digunakan agar model
yang dibangun sesuai Syariah dan dapat menjamin fairness bagi semua pihak
pada akad pembiayaan.
Scoring Status Default
Penelitian ini menggunakan dua variable dalam menghitung scoring status
default yaitu berdasarkan jumlah hari keterlambatan (lambat) dan nilai angsuran
(angsuran) (lihat persamaan (1)) sehingga diharapkan dapat lebih
menggambarkan resiko kredit dari masing-masing nasabah dibanding dengan
hanya berdasarkan jumlah hari keterlambatan.
Penelitian ini menggunakan algoritma Interval Type-2 Fuzzy Set untuk dapat
melakukan agregasi dan inferensi terhadap pendapat para pakar terkait aturan
Syariah yang masih bersifat normatif. Algoritma tersebut digunakan pada proses
5
perhitungan status default (default) berdasarkan dua variable tersebut untuk
masing-masing nasabah ke-i.
defaulti : f (lambati , angsurani )
(1)
Pada persamaan (1), nilai score status default (defaulti) tersebut berupa nilai
interval [0,100]. Semakin mendekati nilai 0, menunjukkan bahwa status
pembiayaan seorang nasabah semakin lancar dan resiko yang semakin kecil,
sebaliknya semakin mendekati nilai 100 menunjukkan bahwa status pembiayaan
seorang nasabah semakin macet dan resiko yang semakin besar.
Pada praktiknya, Bank Syariah menggunakan metode anuitas dalam
menghitung margin (MUI 2012, BI 2013). Metode tersebut akan berpengaruh
pada pengakuan margin dan angsuran pokok pembiayaan. Pada metode anuitas,
total angsuran untuk setiap periode dianggap sama sedangkan nilai margin
dihitung secara proporsional sesuai dengan sisa hutang pembiayaan (sisa harga
pokok ) (MUI 2012). Perhitungan tersebut mengakibatkan nilai margin pada
periode ke-n akan lebih besar dibandingkan nilai margin periode ke- (n-1), dan
sebaliknya nilai angsuran pokok periode ke-n akan lebih kecil dibandingkan nilai
angsuran pokok periode ke (n-1). Kondisi ini dapat menyebabkan tingkat resiko
default pembiayaan Bank Syariah akan lebih besar pada periode awal kontrak
dibandingkan periode-periode selanjutnya. Dengan kata lain, semakin mendekati
akhir masa kontrak, resiko pembiayaan default akan semakin kecil. Oleh karena
itu, penelitian ini menggunakan periode keterlambatan sebagai bobot terhadap
hasil scoring status default. Karena periode angsuran berbanding terbalik dengan
resiko default, maka pada penelitian ini bobot periode dihitung berdasarkan selisih
antara jangka waktu akad pembiayaan dan periode perhitungan dibagi dengan
periode perhitungan (persamaan (2)).
Pt
N t
N
(2)
Pada persamaan (2), Pt adalah bobot periode perhitungan, N adalah jangka
waktu akad, dan t adalah periode perhitungan. Nilai t akan selalu lebih kecil dari
N (t < N), sehingga nilai Pt akan selalu berada pada interval [0,1]. Sedangkan
nilai resiko (risk) didapatkan dari hasil perkalian antara bobot periode perhitungan
(Pt) dengan hasil scoring status default (default) (lihat persamaan (3)).
riski defaulti * Pti
(3)
Interval Type-2 Fuzzy Set
Algoritma yang akan digunakan pada proses scoring status default adalah
Interval Type-2 Fuzzy Sets (IT2FS) yang merupakan perbaikan dari algoritma
Fuzzy sets tipe-1(Wu dan Mendel 2009), dengan proses inferensi menggunakan
metode TSK (Takagi, Sugeno, dan Kang). IT2FS merupakan salah satu model
fuzzy tipe-2 yang memetakan outputnya berupa bilangan interval tertentu (Mendel
et al. 2006). Pemilihan model tersebut karena mempunyai tingkat kompleksitas
6
yang lebih rendah dibandingkan model fuzzy tipe-2 lainnya sehingga lebih praktis
tanpa mengurangi performa output yang dihasilkannya (Mendel et al. 2006).
Jika rulebase pada IT2FS terdiri dari N aturan, maka secara umum aturanaturan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Rn : IF x1 is A1n and and xI is AIn ,THEN yisY n n 1, 2, , N
(4)
Pada persamaan (4), Ain (i 1, 2,..., I ) adalah IT2FS, sedangkan Y n adalah
output IT2FS berupa interval dengan rentang [ y n , y n ] . Membership Function
(MF) IT2FS untuk A dapat ditulis sebagai MF A ( x ', u) , untuk x ' X dan
u J x ' [0,1] , sehingga:
A (( x, u), A ( x, u) 1) | x X ,u J x [0,1]
(5)
x ' disebut sebagai variable primer dengan domain X , u [0,1] disebut
sebagai variable sekunder dengan domain J x ' [0,1] untuk setiap x ' X ;
sedangkan J x ' disebut sebagai keanggotaan primer dari x ' . Tingkat ketidakpastian
dari A dapat dihitung dari union semua keanggotaan primernya ( J x ' ) yang disebut
footprint of uncertainty (FOU) dari A , sehingga:
J x ' ( x, u ) : u J x [0,1]
FOU ( A)
(6)
x 'X
Gambar 1 Ilustrasi UMF, LMF dan FOU
Upper membership function (UMF) dan lower membership function (LMF)
dari A merupakan dua MF tipe-1 yang menjadi batas dari FOU (sebagai ilustrasi
dapat dilihat pada Gambar 1). UMF( A ) adalah batas atas dari FOU( A ) dan
dinyatakan sebagai A ( x),x X , sedangkan LMF( A ) adalah batas bawah dari
FOU( A ) dan dinyatakan sebagai A ( x),x X , sehingga:
7
FOU ( A)
x X
A ( x), A ( x)
(7)
Mulai
Selesai
Rules/Aturan
Input Crisp
Output Crisp
Fuzifikasi
Input set IT2FS
Inferensia
Output set IT2FS
Reduksi tipe
IT1FS
Defuzifikasi
Gambar 2 Tahapan dalam pengembangan IT2FS (Modifikasi dari Mendel et al.
2006)
Secara umum, tahapan proses pada IT2FS ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Jika diasumsikan input vektor A adalah x [ x1' , x2' ,..., xI' ] , maka MF xi' untuk
setiap Ain dapat dituliskan seperti pada persamaan (8):
[ An ( xi' ), An ( xi' )];i 1, 2,3..., I ;n 1, 2,3..., N
i
(8)
i
Hasil dari proses fuzifikasi tersebut berupa input set untuk IT2FS yang
selanjutnya akan di-inferensi dengan menghitung firing interval berdasarkan rules
yang ditetapkan. Penghitungan firing interval dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (9).
F n ( x ') [ An ( x1' ) ... An ( xI' ), An ( x1' ) ... An ( xI' )] [ f n , f n ]
1
I
1
(9)
I
Output dari perhitungan firing interval tersebut masih berupa IT2FS, oleh
karena itu langkah selanjutnya adalah dengan melakukan reduksi tipe sehingga
menjadi IT1FS. Terdapat beberapa metode dalam reduksi tipe ini, namun pada
penelitian ini perhitungan reduksi tipe dilakukan dengan menggunakan algoritma
Karnik dan Mendel yang dikenal dengan algoritma KM, yang dapat dilihat pada
persamaan (10) dan (11). Detail algoritma KM dapat dilihat dalam Mendel dan
Karnik (2001), Mendel dan Wu (2009), Mendel et al. (2006).
8
L
yl
f
n
yn
i 1
L
f
n
i 1
R
yr
f
n
i 1
R
i 1
f n yn
i L 1
N
(10)
f
n
i L 1
yn
f
N
n
N
f n yn
i R 1
N
(11)
f
n
i R 1
Hasil dari perhitungan reduksi tipe tersebut akan menghasilkan nilai berupa
bilangan interval [ yl , yr ] . Langkah terakhir adalah dengan melakukan defuzifikasi
sehingga menghasilkan output berupa nilai crisp. Defuzifikasi ini dilakukan
dengan mencari nilai rata-rata dari interval [ yl , yr ] . Perhitungan defuzifikasi
tersebut dapat dilihat pada persamaan (12).
y
yl yr
2
(12)
Perhitungan Denda
Menurut Zuhaili (2011), berdasarkan ayat dan hadits, pengenaan denda pada
keterlambatan pembayaran hutang akan identik dengan riba yang dilarang dalam
Islam. Namun, berdasarkan kajiannya, pengenaan denda diperbolehkan jika
hutang tersebut didasarkan pada akad jual beli. Pembiayaan murabahah adalah
akad pembiayaan yang didasarkan pada akad jual beli (Zuhaili 2011). Hal ini
sejalan dengan fatwa DSN MUI no. 17 tahun 2000 yang membolehkan pengenaan
denda kepada nasabah dengan tujuan agar nasabah lebih disiplin (MUI 2000).
Pada ketentuan yang lain, pengenaan denda secara umum hanya diperbolehkan
bagi nasabah yang mampu dan sengaja menunda pembayaran. Berdasarkan fatwa
tersebut, nilai denda seharusnya didasarkan terhadap nilai real lost yang mungkin
muncul ketika nasabah tersebut menunggak. Namun, pada sisi yang lain, nilai
denda yang dikenakan semata-mata hanya dikenakan agar nasabah lebih disiplin
dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan institusi bank tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pakar (anggota DSN,
peneliti BI, dosen muamalah, dan praktisi bank Syariah), setidaknya terdapat dua
pendapat terkait penentuan nilai real lost tersebut. Pendapat pertama, bank harus
benar-benar menghitung nilai real lost pada saat terdapat nasabah yang
menunggak dengan didasarkan pada kondisi riil. Pendapat kedua, bank
diperbolehkan menghitung nilai taksiran dari real lost yang mungkin muncul
dengan didasarkan pada data dan informasi yang relevan. Lebih lanjut, data dan
informasi yang dianggap relevan untuk perhitungan real lost adalah nilai dari
beban pencadangan piutang yang selama ini dilakukan bank secara periodik.
Pendapat kedua tersebut dianggap lebih aplikatif sehingga penelitian ini
menggunakan pendapat tersebut dalam perhitungannya. Pada penelitian ini, nilai
riski berupa interval [0,100] dijadikan sebagai nilai prosentase terhadap nilai real
lost. Oleh karena itu, jika nilai pencadangan piutang penelitian ini asumsikan
sebagai bd rupiah, maka nilai denda (denda) yang dikenakan kepada nasabah
9
adalah hasil perkalian antara bd, hasil perhitungan resiko (riski), dan bobot
pencadangan piutang nasabah tersebut (wi) (lihat persamaan (13)).
denda i bd *risk i * w i
(13)
Jika terdapat N nasabah, maka wi dapat dihitung dengan menggunakan
weighted average yang dapat dilihat pada persamaan (14).
wi
angsurani
(14)
N
angsuran
i
i 1
Perhitungan Tingkat Fairness (f)
Pada penelitian ini, untuk menentukan apakah perhitungan denda yang
dilakukan fair atau tidak, dapat dihitung menggunakan persamaan (15).
N
denda arg
angsuran
f 1
f 1
N
f arg
t 1
( denda angsuran)
j 1
N
t 1
angsuran
(15)
Pada persamaan (15), untuk argumen nilai f 1 , perhitungan tingkat
fairness dihitung dengan membandingkan antara nilai denda dengan nilai
angsuran, sedangkan untuk argumen f 1 , perhitungan fairness dihitung dengan
mencari nilai selisih dari denda dan angsuran dibandingkan dengan dengan
angsuran. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa perhitungan denda yang fair
adalah yang tidak menguras harta nasabah. Sehingga, hasil perhitungan fairness
yang fair yaitu pada interval [0,1], sedangkan untuk yang tidak fair akan berkisar
pada interval [-∞,0]. Perhitungan denda yang sesuai Syariah seharusnya fair
sehingga dikatakan fair secara Syariah adalah jika dan hanya jika nilai f pada
interval [0,1]. Pada perhitungan denda konvensional, sampai pada periode tertentu
akan berada pada interval [0,1], tapi setelah itu akan bernilai negatif sehingga
dapat dikatakan bahwa perhitungan denda pada sistem konvensional akan
menghasilkan nilai f pada interval [-∞,0,1].
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, range nilai untuk variable angsuran adalah yang bernilai
0 rupiah sampai 5 juta rupiah, sedangkan untuk jumlah keterlambatan mengadopsi
peraturan Bank Indonesia nomor 14/15/PBI/2012 tentang kualitas aset bank
umum yaitu bernilai 0 hari sampai 270 hari. Selain itu, proses akuisisi
pengetahuan dilakukan dengan cara wawancara terarah kepada para pakar
sehingga didapatkan fungsi keanggotaan setiap variablenya dan aturan-aturan
(rules) yang digunakan pada model Interval Type-2 Fuzzy Set. Model yang sudah
dibangun selanjutnya diujikan terhadap data hipotetik yang terdiri dari kode
10
nasabah, tanggal akad, tanggal akhir akad, tanggal terakhir angsuran, dan nilai
angsuran.
Prosedur Pengujian
Pada penelitian ini, setelah model selesai dibuat, selanjutnya model tersebut
diujikan terhadap data hipotetik yang terdiri dari dua nasabah yaitu nasabah yang
mempunyai nilai angsuran satu juta rupiah dan nasabah yang mempunyai nilai
angsuran 3,8 juta rupiah. Penelitian ini mengasumsikan kedua nasabah tersebut
mempunyai data tanggal akad 31 Januari 2013. Selanjutnya, pada proses
pengujiannya, penelitian membuat dua skenario pengujian yaitu: (a)
mengasumsikan jumlah keterlambatan tetap sebesar 30 hari dengan periode mulai
keterlambatan yang berubah secara dinamis; dan (b) mengasumsikan periode
mulai keterlambatan tetap pada tanggal 30 Juni 2013 dengan jumlah
keterlambatan yang berubah secara dinamis.
Software Pendukung
-
Database MySql (Oracle 2012)
NetBeans 7.3 (Oracle 2013)
Microsoft Office 2007 (Microsoft Inc. 2006)
Sybase Power Designer 16.1.0.3637 (Sybase Inc. 2011)
Lingkungan Pengujian
Pengujian dilakukan pada komputer (notebook) dengan spesifikasi sebagai
berikut: prosesor AMD Brazos Dual Core E450 1.65 GHz, Grafik AMD Radeon
HD 6470 1GB, memori 4 GB, dan sistem operasi Windows 7 32 bit.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Scoring Pembiayaan Syariah
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank Syariah harus selalu
mematuhi aturan yang ditetapkan oleh Syariah berdasarkan dalil yang relevan.
Istilah credit scoring atau scoring pembiayaan tidak dikenal baik pada jaman
Nabi, sahabat, maupun pada jaman tabi’in, sehingga jika melihat dalil tentu tidak
ada yang membahas aturan scoring pembiayaan secara khusus. Akan tetapi dalam
kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa hukum asal muamalah adalah boleh selama
tidak ada aturan yang melarang kegiatan muamalah tersebut (Zuhaili 2011).
Sehingga berdasarkan kaidah tersebut, bank Syariah pun diperbolehkan
mengadopsi sistem credit scoring yang digunakan oleh bank konvensional dengan
memodifikasinya sehingga sesuai dengan tuntunan Syariah.
Tindakan berhutang (termasuk untuk pembiayaan) sebenarnya tidak
dianjurkan oleh Syariat Islam kecuali jika kita dalam keadaan sangat
11
membutuhkan. Ini dikarenakan tindakan berhutang itu cenderung memberikan
dampak buruk bagi pelakunya, sebagaimana hadits Nabi:
“Sesungguhnya apabila seseorang berutang maka dia akan berbicara lalu
berdusta, kemudian berjanji lalu tidak menepatinya” (HR. al-Bukhari)
Namun menurut Abu Bakar M. Altway 1 dalam kajian fiqh hutang
berpendapat bahwa hukum meminjam adalah dibolehkan (mubah) dengan dua
syarat:
Peminjam mengetahui bahwa dirinya sanggup untuk membayar, misalnya
ada sesuatu yang diharapkan dapat digunakan untuk membayar.
Adanya kesungguhan untuk membayar pinjaman tersebut.
Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka haram baginya
meminjam. Pendapat ini sejalan dengan hadits Rasulullah yang mengancam
orang-orang yang berhutang dengan niat tidak membayar:
“Barangsiapa mengambil harta orang lain (utang) dan berniat
melunasinya, niscaya Allah akan melunasi utang itu. Dan barangsiapa
mengambil harta orang lain (utang) dan berniat menghilangkannya (tidak
melunasi), niscaya Allah akan membinasakannya” (HR. al-Bukhari)
Hal tersebut mengindikasikan bahwa sejak awal seharusnya orang yang
akan berhutang (calon debitur) harus yakin bahwa dirinya mampu dan terdapat
kemauan dalam membayar hutang. Sebaliknya, bank sebagai pemberi hutang pun
harus dapat memastikan bahwa calon debitur memiliki kemampuan dan iktikad
baik dalam membayar hutangnya. Jika calon debitur diduga kuat tidak memiliki
kemampuan dan kemauan dalam membayar hutangnya, berdasarkan hadits dan
pendapat diatas, bank dilarang untuk memberikan hutang. Dengan kata lain,
proses analisa kelayakan yang biasa dilakukan dalam credit scoring atau scoring
pembiayaan sebenarnya sangat dianjurkan oleh Syariah agar muncul kepercayaan
dan tindakan yang tidak saling mendholimi diantara kedua belah pihak dengan
dasar saling tolong menolong.
Nabi sangat menganjurkan agar orang yang mempunyai hutang segera
membayar hutangnya jika sudah mampu dan tidak menundanya, sebagaimana
sabda Nabi:
“Barang siapa yang mengambil harta orang-orang dengan maksud
menginfakkannya, maka Alloh akan membayarkannya. Dan barang siapa yang
mengambilnya dengan maksud merusaknya, maka Alloh akan merusaknya.” (HR.
Bukhari)
“Tidaklah seorang hamba mempunyai niat untuk melunasi utangnya kecuali
ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah” (HR. al-Hakim dengan sanad
Shahih)
Pada praktiknya, dimungkinkan terdapat ketidaksesuaian dengan akad
(pembayaran yang telat). Jika ketidaksesuaian tersebut dikarenakan tindakan yang
disengaja, Nabi mengancam orang yang sengaja menunda dan tidak mau
membayar hutang dalam hal ini pembiayaan:
- Orang yang mampu membayar utang namun menunda-nundanya disebut
sebagai pelaku kezaliman. Rasulullah bersabda, “Perbuatan orang kaya
yang
menunda-nunda
pembayaran
utangnya
adalah
suatu
kezhaliman” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
1
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=655 tentang kajian fiqh hutang,
diakses pada tanggal 31 Juli 2013 pada pukul 20.30 WIB
12
-
-
-
-
-
Orang yang sengaja menolak melunasi utang kelak berjumpa dengan Allah
sebagai pencuri. Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang berutang dengan
niat tidak akan melunasinya, niscaya dia akan bertemu Allah (pada hari
Kiamat) dalam keadaan sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah dengan sanad
Shahih).
Jiwa orang yang berutang dan belum melunasinya akan tertahan. Rasulullah
bersabda,“Jiwa seorang mukmin tertahan oleh utangnya hingga utang
tersebut terlunasi” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad shahih).
Rasulullah menolak menshalatkan Jenazah orang yang mempunyai utang
hingga utangnya dilunasi atau adanya seseorang yang menjamin untuk
melunasinya. Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, ‘Rasulullah biasanya
menolak menshalatkan seseorang yang wafat dalam keadaan masih
memiliki utang. Suatu ketika dihadirkan ke hadapan beliau mayat seseorang,
lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia mempunyai utang?’ Para sahabat
menjawab, ‘Ya, dua dinar.’ Beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) shalatkanlah
saudara kalian ini.’ Maka Abu Qatadah berkata, ‘Wahai Rasulullah, biarlah
aku yang menanggung dua dinar itu.’ Maka beliau pun
menshalatkannya” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa’i, dengan sanad
shahih).
Dosa menanggung (tidak membayar) utang tidak akan diampuni sekalipun
pelakunya mati syahid. Rasulullah bersabda,“Seluruh dosa orang yang mati
syahid akan diampuni kecuali utang.”(HR. Muslim)
Amal kebaikan orang yang mempunyai utang akan digunakan untuk
melunasi utangnya kelak di akherat. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
mati dalam keadaan menanggung utang satu Dinar atau satu Dirham, maka
akan dilunasi dari kebaikannya, karena di sana tidak ada lagi Dinar
maupun Dirham.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih).
Akan tetapi, jika ketidaksesuaian tersebut terjadi karena ketidaksengajaan,
maka meskipun orang yang memberikan pinjaman berhak untuk menagih harta
yang dipinjamkannya, namun terdapat ketentuan-ketentuan syari’at yang harus
diperhatikan. Di antaranya adalah:
- Memberikan tenggat waktu kepada peminjam yang belum mampu untuk
melunasi pinjamannya. Allah berfirman, artinya, “Dan apabila (orang yang
berutang itu) dalam kesukaran, maka tangguhkanlah hingga dia
mendapatkan kemudahan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280)
- Menagih dengan sopan, “Barangsiapa menagih haknya hendaknya ia
menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya
maupun gagal.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad Shahih)
- Menghapuskan utang, baik keseluruhannya maupun sebagiannya bagi
peminjam yang diketahui tidak mampu untuk melunasi utangnya. Firman
Allah, artinya, “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280)
Pada praktiknya, baik pada bank konvensional maupun bank Syariah, jika
terdapat nasabah yang tidak menepati akad perjanjian dengan terlambat dalam
membayar hutang angsurannya biasanya dikenakan denda sesuai dengan
13
ketentuan dalam akad. Terkait masalah ini, berdasarkan fatwa MUI (2000),
pengenaan denda tersebut diperbolehkan bagi nasabah yang mampu dengan tujuan
agar nasabah disiplin. Selain itu, berdasarkan kesepakatan Ulama seperti dalam
Majma’ Fikih Islami yang bernaung di bawah Munazhamah Mu’tamar Islami ke12, menyebutkan bahwa denda diperbolehkan pada transaksi finansial bukan pada
transaksi hutang pinjaman, dengan nilai berdasarkan kerugian riil (real lost) dan
besaran yang wajar. Pendapat ini diperkuat oleh Zuhaili (2011) yang
membolehkan pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran angsuran pada
akad jual beli amanah (ba’iul amanah) seperti murabahah. Lebih lanjut, sesuai
dengan fatwa MUI tersebut, para Ulama sepakat bahwa dana denda yang
diperoleh tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank dan hanya diperbolehkan
untuk digunakan sebagai dana sosial.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jika terdapat nasabah yang tidak menepati akad dengan terlambat dalam
membayar angsuran, hendaknya bank Syariah memberikan toleransi dengan
melonggarkannya.
2. Jika keterlambatan tersebut terjadi karena ketidaksengajaan (karena kondisi
ekonomi nasabah yang tidak memungkinkan) dan nasabah mampu
membuktikannya, bank Syariah dianjurkan untuk memberikan kelonggaran
sampai nasabah mampu membayarnya. Dan jika dimungkinkan, bank
Syariah dapat menghapuskan hutangnya.
3. Jika keterlambatan tersebut terjadi karena kesengajaan, bank Syariah
diperbolehkan mengenakan denda dengan nilai yang wajar sesuai dengan
nilai real lost.
Model Proses Bisnis
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, model proses bisnis untuk
scoring status default dan perhitungan denda dapat dilihat pada Gambar 3 dan
Gambar 4. Pada penelitian ini, terdapat tiga stakeholders yang dibahas yaitu teller,
teller system, dan credit scoring system. Secara umum penelitian ini membagi
proses bisnisnya menjadi dua bagian besar, yaitu proses pada pembayaran
angsuran dan proses yang terjadi pada sistem credit scoring. Tanda 1
menunjukkan bahwa proses transaksi pembayaran angsuran diawali dengan
permintaan pembayaran dari nasabah. Secara umum, proses bisnis pembayaran
angsuran dimodelkan seperti proses transaksi angsuran pada umumnya. Tanda 2
dan 3 digunakan untuk memfasilitasi komunikasi antar stakeholder, sedangkan
tanda 5 menggambarkan pesan yang disampaikan. Pada tanda 6 dapat dilihat
proses scoring default status yang dilakukan setiap akhir hari. Proses scoring
tersebut diawali dengan pengambilan data keterlambatan dan nilai angsuran (lihat
tanda 7). Data keterlambatan dihitung dengan mencari selisih hari antara tanggal
hari tersebut dengan tanggal angsuran terakhir. Proses selanjutnya adalah
pemetaan data keterlambatan dan nilai angsuran terhadap score default dengan
menggunakan algoritma IT2FS. Proses-proses tersebut dilakukan untuk setiap
nasabah. Hasil perhitungan tersebut berupa score default selanjutnya akan
digunakan dalam perhitungan nilai resiko dengan mempertimbangkan bobot
periode awal keterlambatan. Nilai resiko ini akan dijadikan dasar dalam
perhitungan denda. Selanjutnya nilai resiko tersebut diunggah ke database. Pada
14
setiap akhir bulan, sistem akan menghitung nilai denda untuk setiap nasabah (lihat
tanda 8). Nilai denda ini selanjutnya akan disimpan pada tabel tersendiri.
Tujuannya adalah agar pada saat nasabah melakukan pembayaran angsuran, teller
system tinggal mengambil nilai denda (jika dikenakan denda) dari tabel tersebut.
Selain itu, jika nasabah dapat menunjukkan bahwa keterlambatannya tersebut
tidak disebabkan kesengajaan, nasabah tersebut dimungkinkan untuk tidak
dikenakan denda (lihat tanda 4), ini sejalan dengan kesepakatan ulama dan fatwa
MUI nomor 17 tahun 2000. Penjelasan lebih lengkap untuk setiap notasi dapat
dilihat pada Lampiran 1.
3
1
4
2
5
Gambar 3 Model proses bisnis bagian 1
15
6
7
8
9
Gambar 4 Model proses bisnis bagian 2
Model IT2FS pada Scoring Status Default
Pada model Interval Type-2 Fuzzy Set (IT2FS), proses fuzifikasi dilakukan
untuk mengubah inputan berupa nilai crisp sehingga menjadi inputan fuzzy.
Model yang digunakan pada proses fuzifikasi ini adalah model trapezoid.
Membership Function (MF) untuk setiap variable dikonversi menjadi tiga skala
ordinal berupa nilai linguistik, dan sesuai dengan ketentuan IT2FS, MF untuk
setiap variablenya mempunyai LMF dan UMF, LMF ditandai dengan underline
sedangkan UMF ditandai dengan overline (lihat Tabel 1).
Berdasarkan hasil diskusi dengan para pakar, didapatkan fungsi
keanggotaan untuk setiap variable. Fungsi keanggotaan untuk variable
16
keterlambatan dalam satuan hari (lihat persamaan (16), (17), (18), (19), (20), dan
(21)), sedangkan fungsi keanggotaan untuk variable angsuran dalam satuan rupiah
(lihat persamaan (22), (23), (24), (25), (26), dan (27)). MF status default dalam
satuan prosentase (%) (lihat Tabel 2).
Pada proses perhitungan jumlah hari keterlambatan, terdapat beberapa
asumsi yang digunakan. Asumsi ini dibangun untuk memberikan toleransi berupa
kelonggaran keapada nasabah sesuai dengan tuntunan Syariah terutama
berdasarkan QS. Baqarah: 280. Berikut adalah asumsi-asumsi yang digunakan
pada perhitungan jumlah hari keterlambatan:
1. Jumlah hari keterlambatan dihitung dengan mencari selisih antara tanggal
hari perhitungan status default dengan tanggal terakhir angsuran masingmasing nasabah.
2. Produk pembiayaan yang digunakan adalah murabahah dengan periode
bulanan sehingga tanggal terakhir angsuran akan selalu bernilai akhir bulan
(end of month).
3. Tanggal akhir angsuran didapatkan dengan menghitung nilai akhir bulan
dari tanggal transaksi angsuran terakhir.
4. Variable lambat didapatkan dari hasil perkalian antara jumlah hari
keterlambatan dan bobot periode perhitungan sesuai dengan persamaan (2)
dan (3).
Tabel 1 Fungsi Keanggotaan IT2FS pada scoring default
Variable
Nilai Linguistik
lambat
lambat
sebentar, sedang, lama
angsuran
kecil, sedang, besar
angsuran
kecil, sedang, besar
default
rendah, sedang, tinggi
default
rendah, sedang, tinggi
sebentar, sedang, lama
Jika kita melihat persamaan (14) dan (15), nilai keanggotaan untuk setiap
keterlambatan yang lebih kecil dari 14 hari akan bernilai 0. Perlakuan tersebut
digunakan untuk memberikan toleransi sebesar 14 hari dari tanggal akhir angsuran
bagi nasabah yang terlambat dalam membayar angsurannya. Toleransi sebesar 14
hari ini sudah dianggap cukup karena jika dihitung ulang maka sebenarnya
berdasarkan asumsi yang dibangun, toleransi tersebut adalah lebih besar dari 14
hari.
Tabel 2 Nilai interval default
Default
Rendah
Sedang
Tinggi
batas
0
30
60
batas
40
70
100
17
Pada persamaan (16) dan (17) dapat dilihat bahwa nilai keanggotaan untuk
keterlambatan diantara 120 hari dan 150 hari akan bernilai 1, baik untuk
keanggotaan terhadap lambatSebentar maupun terhadap lambatSebentar . Ini
mengindikasikan bahwa keterlambatan diantara 120 hari dan 150 hari secara jelas
dan crisp dianggap sebagai anggota dari fungsi keanggotaan lambatSebentar dan
lambatSebentar dengan nilai keanggotaan sebesar 1. Sedangkan pada persamaan
(19) dan (20) dapat dilihat bahwa nilai keanggotaan untuk keterlambatan diatas
270