Integrasi Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis untuk Meningkatkan Efektivitas Mesin Hammer Mill di PT. Salix Bintama Prima
INTEGRASI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) UNTUK
MENINGKATAN EFEKTIFITAS MESIN HAMMER MILL D I P T . S A L I X B I N T A M A P R I M A
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh
Nalendro Kertiyoso Irsan NIM. 110423026
P R O G R A M P E N D I D I K A N S A R J A N A E K S T E N S I
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
(4)
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, pengalaman, kekuatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Sarjana dengan judul
“Integrasi Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis untuk Meningkatkan Efektivitas Mesin Hammer Mill di PT. Salix
Bintama Prima” ini pada waktunya.
Tugas Sarjana ini disusun berdasarkan Buku Pedoman Tugas Sarjana Program Pendidikan Sarjana Ekstensi Tahun 2013. Penulis berharap Tugas Sarjana ini dapat berguna dan menambah pengetahuan bagi pembaca. Penulis juga menyadari bahwa Tugas Sarjana ini masih mengalami kekurangan sehingga diharapkan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan Tugas Sarjana ini.
Akhir kata, terima kasih penulis ucapkan dan semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Medan, Mei 2015
(6)
I-1
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan petunjuk serta nasihat yang sangat berarti.
3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Koordinator Tugas Sarjana atas arahan yang diberikan.
4. Ibu Ir. Elisabeth Ginting, MSi selaku dosen pembimbing I yang memberikan kontribusi dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.
5. Pihak PT. Salix Bintama Prima yaitu Bapak Matseh Kosasih selaku direktur, serta karyawan perusahaan Bapak Hariono, Bapak Anwar dan Bapak Marlianto atas bantuan dan kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di perusahaan tersebut.
6. Kedua orang tua penulis, Erwanto Indroyono Irsan dan Sri Budiasih, yang tidak pernah berhenti mendukung dan mendo’akan penulis, serta saudara kandung penulis, mas Bhaskoro, mas Dito, dan adik Ayu.
7. Teman – teman penulis yakni Dini, Mei dan Abdi yang telah berjuang bersama saat melakukan Kerja Praktek.
(7)
I-2
8. Teman-teman dekat penulis yakni Opunk (Rio), Kasino (Syafi’i), Maksum, M.Reza, Niko, Nauli, Ijul, Josua, Bang Salem (M.Taufik), Peyek (Adrian), Rolandy, Kiteng (Rian), bang Jefri serta teman-teman Mahasiswa Teknik Ekstensi yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.
9. Seluruh Mahasiswa Teknik Industri Ekstensi USU, Stambuk 2011, 2010, dan 2012.
10.Pegawai di Departemen Teknik Industri, Bang Nurman, Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, Bang Ridho, Kak Rahma, Bang Kumis dan Kak Mia serta staf pengajar atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini
Semoga dengan dibuatnya Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan, akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan mohon maaf jika ada kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2015
(8)
I-1
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMAKASIH ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAGIAN I LAPORAN PABRIK
I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-5 1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... I-5 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-6 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-7
(9)
I-2
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... I-1 II 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.5. Tenaga Kerja dan Sistem Pengupahan ... II-4 2.5.1. Tenaga Kerja ... II-4 2.5.2. Jam Kerja ... II-4 2.5.3. Sistem Pengupahan ... II-5 2.6. Proses Produksi ... II-7 2.6.1. Bahan yang Digunakan ... II-7 2.6.2. Uraian Proses Produksi ... II-8 2.7. Utilitas ... II-13 2.8. Safety and Fire Protection ... II-14 2.9. Pengolahan Limbah ... II-15
(10)
I-3
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
3.3. Jenis – Jenis Maintenance ... III-3 3.3.1. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana) ... III-3 3.3.2. Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tidak Terencana) ... III-5 3.3.3. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri) ... III-6 3.4. Analisis Produktivitas Mengenai Six Big Losses (Enam Kerugian
Besar ... III-6 3.5. Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... III-8 3.6. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ...III-11 3.7. Penentuan Mode Kegagalan yang Potensial pada Setiap Proses ...III-12 3.7.1. Severity (Keparahan) ...III-13 3.7.2. Occurance (Frekuensi Kejadian) ...III-14 3.7.3. Detection (Deteksi) ...III-14 3.8. Menghitung Nilai RPN (Risk Priority Number) ...III-16
IV METODOLOGI PENELITIAN... IV-1 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian ... IV-1 4.5. Pengumpulan Data Penelitian ... IV-4
(11)
I-4
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
4.6. Metode Pengolahan Data ... IV-4 4.7. Analisis Data ... IV-8
V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.2. Pengolahan Data ... V-5 5.2.1. Perhitungan Availability ... V-6 5.2.2. Perhitungan Performance efficiency ... V-7 5.2.3. Perhitungan Rate of Quality ... V-10 5.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... V-12 5.2.5. Perhitungan OEE Six Big Losses ... V-13 5.2.5.1. Perhitungan Downtime ... V-13 5.2.5.2. Perhitungan Speed Losses ... V-16 5.2.5.3. Perhitungan Defect Losses ... V-19 5.2.6. Diagram Pareto ... V-22 5.2.7. Cause and Effect Diagram ... V-23 5.2.8. Failure Mode and Effect Analysis ... V-30
(12)
I-5
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
6.1.1. Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness... VI-1 6.1.2. Analisis Perhitungan OEE Six Big Losses ... VI-2 6.2. Analisis Diagram Pareto... VI-3 6.3. Analisis Cause and Effect Diagram ... VI-3 6.4. Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... VI-4
VII KESIMPULAN DAN SARAN ...VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2
(13)
I-1
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
1.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Hammer Mill ... I-2 2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja ... II-4 3.1. Penentuan Nilai Severity ... III-13 3.2. Penentuan Nilai Occurance ... III-14 3.3. Penentuan Nilai Detection ... III-15 5.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Hammer Mill Periode
Januari 2014 – Desember 2014 ... V-2 5.2. Data Waktu Pemeliharaan Mesin Hammer Mill Periode Januari
2014 – Desember 2014 ... V-2 5.3. Data Waktu Setup Mesin Hammer Mill Periode Januari 2014 –
Desember 2014 ... V-3 5.4. Data Produksi Mesin Hammer Mill Periode Januari 2014 –
Desember 2014 ... V-4 5.5. Data Nonproductive Time Mesin Hammer Mill Periode Januari
2014 – Desember 2014 ... V-5 5.6. Perhitungan Availability Ratio Periode Januari 2014 - Desember
2014 ... V-7 5.7. Perhitungan Performance Efficiency Ratio Periode Januari 2014 –
(14)
I-2
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN
5.9. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness Periode Januari
2014 – Desember 2014 ... V-12 5.10. Breakdown Losses pada Mesin Hammer Mill Periode Januari
2014 – Desember 2014 ... V-14 5.11. Setup and Adjustment Losses pada Mesin Hammer Mill Periode
Januari 2013 – Desember 2014 ... V-15 5.12. Idling and Minor Stoppages pada Mesin Hammer Mill Periode
Januari 2014 – Desember 2014 ... V-16 5.13. Data Actual Production Time Mesin Hammer Mill Periode
Januari 2014 – Desember 2014 ... V-18 5.14. Reduced Speed Losses pada Mesin Hammer Mill Periode
Januari 2014 – Desember 2014 ... V-19 5.15. Rekapitulasi Perhitungan Six Big Losses Mesin Hammer Mill
Periode Januari 2014 – Desember 2014 ... V-21 5.16. Persentase Kerugian Kumulatif ... V-22 5.17. Pengalaman Kerja dan Pelatihan Operator Mesin Chipper ... V-27 5.18. Identifikasi Penyebab Breakdown Losses di Mesin Hammer Mill .... V-27 5.19. Identifikasi Penyebab Reduced Speed Lossses di Mesin Hammer
Mill ... V-30 5.20. Identifikasi metode Penanggulangan Kegagalan ... V-34 5.21. Penilaian Detection ... V-36
(15)
I-3
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN
5.22. FMEA Terhadap Proses dengan Nilai RPN ... V-40 6.1. Nilai Overall Equipment Effectiveness Mesin Hammer Mill ... VI-1 6.2. Nilai Six Big Losses Mesin Hammer Mill ... VI-2 6.3. Analisis Cause and Effect Diagram ... VI-4 6.4. Analisis FMEA ... VI-5
(16)
I-1
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Salix Bintana Prima... II-3 2.2. Diagram Proses Produksi Wood Pellet PT. Salix Bintana Prima ... II-12 3.1. Skema Perhitungan Overall Equipment Effectiveness ... III-1 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-6 4.3. Blok Diagram Perhitungan Overall Equipment Effectiveness ... IV-7 4.4. Blok Diagram Failure Mode and Effect Analysis... IV-8 5.1. Grafik Availability ... V-8 5.2. Grafik Performance Efficiency ... V-10 5.3. Grafik Rate of Quality ... V-11 5.4. Grafik Overall Equipment Effectiveness ... V-13 5.5. Diagram Pareto Six Big Losses Mesin Hammer Mill ... V-23 5.6. Cause and Effect Diagram Breakdown Losses ... V-25 5.7. Cause and Effect Diagram Speed Losses ... V-28
(17)
I-1
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab... L-1 2 Mesin dan Peralatan... L-2 3 Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-3 4 Surat Penjajakan ke PT. Salix Bintama Prima ... L-4 5 Surat Balasan dari PT. Salix Bintama Prima ... L-5 6 Surat Keputusan Tugas Sarjana ... L-6 7 Lembar Asistensi Dosen Pembimbing ... L-7
(18)
I-1
ABSTRAK
PT. Salix Bintama Prima merupakan produsen wood pellet. Mesin produksi yang digunakan akan mengalami kerusakan dan penurunan kinerja seiring dengan semakin bertambahnya usia mesin. Penerapan metode perbaikan yang tepat dapat memperpanjang usia mesin sehingga tingkat efektivitas mesin meningkat. Pengukuran efektivitas mesin dapat diketahui dengan menggunakan metode OEE. OEE merupakan formula matematis berupa perkalian availability,
performanceefficiency dan rateofquality. Objek dalam penelitian ini yaitu mesin
hammer mill yang merupakan mesin penumbuk serbuk gergaji. Hasil pengukuran efektivitas menunjukan bahwa rata-rata nilai availability yaitu 81.94%,
performance efficiency 85.08% dan rate of quality 100% sehingga nilai OEE yaitu 69.71%. Nilai OEE tersebut belum memenuhi syarat standar OEE ideal yakni sebesar 85%. Kemudian dilakukan perbaikan dengan mengukur six big losses
untuk mengetahui kontribusi masing-masing losses. Hasil pengukuran menunjukan bahwa breakdownlosses memiliki pengaruh terbesar pada efektivitas kemudian disusul dengan reduced speed losses. Berdasarkan analisis dengan menggunakan FMEA didapat nilai RPN terbesar untuk kategori breakdown losses
yaitu 384 pada jenis kegagalan vibrasi terlalu tinggi dan untuk kategori reduced speed losses yaitu 150 pada jenis kegagalan kecepatan mesin berkurang. Penanggulangan kegagalan pada vibrasi terlalu tinggi yaitu melakukan perawatan berupa preventive maintenance secara berkala setiap seminggu sekali, sedangkan untuk kecepatan mesin berkurang harus diatasi dengan memastikan kualitas bahan baku sesuai standar memperbaiki proses penjemuran bahan baku.
(19)
I-1
ABSTRAK
PT. Salix Bintama Prima merupakan produsen wood pellet. Mesin produksi yang digunakan akan mengalami kerusakan dan penurunan kinerja seiring dengan semakin bertambahnya usia mesin. Penerapan metode perbaikan yang tepat dapat memperpanjang usia mesin sehingga tingkat efektivitas mesin meningkat. Pengukuran efektivitas mesin dapat diketahui dengan menggunakan metode OEE. OEE merupakan formula matematis berupa perkalian availability,
performanceefficiency dan rateofquality. Objek dalam penelitian ini yaitu mesin
hammer mill yang merupakan mesin penumbuk serbuk gergaji. Hasil pengukuran efektivitas menunjukan bahwa rata-rata nilai availability yaitu 81.94%,
performance efficiency 85.08% dan rate of quality 100% sehingga nilai OEE yaitu 69.71%. Nilai OEE tersebut belum memenuhi syarat standar OEE ideal yakni sebesar 85%. Kemudian dilakukan perbaikan dengan mengukur six big losses
untuk mengetahui kontribusi masing-masing losses. Hasil pengukuran menunjukan bahwa breakdownlosses memiliki pengaruh terbesar pada efektivitas kemudian disusul dengan reduced speed losses. Berdasarkan analisis dengan menggunakan FMEA didapat nilai RPN terbesar untuk kategori breakdown losses
yaitu 384 pada jenis kegagalan vibrasi terlalu tinggi dan untuk kategori reduced speed losses yaitu 150 pada jenis kegagalan kecepatan mesin berkurang. Penanggulangan kegagalan pada vibrasi terlalu tinggi yaitu melakukan perawatan berupa preventive maintenance secara berkala setiap seminggu sekali, sedangkan untuk kecepatan mesin berkurang harus diatasi dengan memastikan kualitas bahan baku sesuai standar memperbaiki proses penjemuran bahan baku.
(20)
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Semua jenis industri khususnya industri manufaktur membutuhkan suatu kelancaran proses produksi dalam memenuhi tuntutan yang harus dipenuhi untuk menjaga kinerja perusahaan. Salah satu hal yang mempengaruhi kelancaran proses produksi adalah kinerja mesin. Mesin merupakan faktor produksi yang sangat berpengaruh dalam proses produksi. Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan perawatan mesin yang terencana agar mesin dapat beroperasi secara maksimal, mengurangi kerusakan mesin dan meningkatkan efektivitas produksi.
PT. Salix Bintama Prima adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan wood pellet. Produk utama perusahaan ini adalah pelet kayu yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun skala pabrik.
PT Salix Bintama Prima menggunakan beberapa mesin dalam melakukan kegiatan produksi, yaitu wood chipper, hammer mill, dust separator, pellet press, cooling tank, vibrating screen. Untuk menjaga kondisi mesin tersebut agar tidak mengalami kerusakan atau paling tidak untuk mengurangi waktu kerusakan maka dibutuhkan sistem perawatan dan pemeliharaan mesin yang baik dan tepat agar dapat meningkatkan efektivitas mesin sehingga kerugian yang disebabkan oleh kerusakan mesin dapat dikurangi. Data waktu kerusakan mesin-mesin produksi selama Januari 2014 – Desember 2014 ditunjukan pada Tabel 1.1.
(21)
I-2
Tabel 1.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin-Mesin Produksi Periode Januari 2014 – Desember 2014
Mesin Total Breakdown (Waktu) Total Breakdown Total Breakdown (%)
Frekuensi Frekuensi (%)
Wood Chipper 286 jam 28
menit 286.47 20.05 79 25.23
Hammer Mill 645 jam 17
menit 645.28 45.16 143 45.69
Dust Separator 48 jam 44
menit 48.73 3.41 12 3.83
Pellet Press 229 jam 40
menit 229.67 16.07 36 11.50
Cooling Tank 64 jam 34
menit 64.57 4.52 14 4.47
Vibrating Screen 154 jam 17
menit 154.28 10.80 29 9.27
TOTAL 1429 100 313 100
Sumber: PT. Salix Bintama Prima
Dokumentasi bagian mekanik mengenai data waktu kerusakan mesin-mesin produksi periode Januari sampai dengan Desember 2014 menunjukkan mesin-mesin yang digunakan di PT. Salix Bintama Prima untuk memproduksi
wood pellet serta frekuensi kerusakan dan breakdown yang dialami setiap mesin. Dari tabel tersebut terlihat mesin hammer mill membutuhkan waktu perbaikan yang paling lama dan frekuensi kerusakan tertinggi yaitu total breakdown selama 645 jam 17 menit dan frekuensinya 143 kali. Dibandingkan dengan mesin-mesin lainnya lamanya waktu breakdown hammer mill mencapai 45.16% dari total keseluruhan perbaikan yang dilakukan bagian maintenance dan frekuensinya mencapai 45.69% dari total kerusakan mesin di PT. Salix Bintama Prima. Data
(22)
I-3
Mesin hammer mill (mesin penumbuk) adalah suatu mesin yang bertujuan untuk menghancurkan bahan material besar menjadi lebih kecil. Mesin hammer mill berada di awal deretan mesin produksi yang tersusun secara kontinu dimana material berpindah secara otomatis menggunakan conveyor dan elevator. Deretan mesin kontinu tersebut adalah hammer mill – dust separator - pellet press – cooling tank - vibrating screen. Mesin hammer mill hanya berjumlah 1 unit. Mesin ini tergolong mesin critical dimana apabila mesin hammer mill mengalami kerusakan (breakdowns) dapat mengganggu proses produksi. Melihat tingginya frekuensi kerusakan mesin hammer mill dan lamanya waktu perbaikan yang dibutuhkan maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas mesin
hammer mill di PT. Salix Bintama Prima. Penelitian mengenai efektivitas mesin
hammer mill tersebut dilakukan untuk mengukur efektivitas mesin karena selain dapat mengetahui besarnya pengaruh faktor kerusakan mesin terhadap efektivitas mesin, dapat pula mengetahui faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kelancaran proses produksi seperti kerusakan mesin dan kecacatan produk.
OEE adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas mesin melalui perhitungan waktu kerja yang tersedia, efisiensi kinerja mesin dan tingkat kualitas produk yang dihasilkan. Ketiga tahapan OEE tersebut dipengaruhi oleh breakdown, waktu set up, lamanya mesin menganggur, standar kecepatan mesin, produk yang dihasilkan dan yield. FMEA adalah suatu metode yang mampu menganalisis faktor penyebab kegagalan terbesar dan memberikan usulan untuk perbaikan agar kegagalan potensial dapat dihindari. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas mesin akan dinalisis menggunakan pareto
(23)
I-4
diagram. Faktor yang memiliki persen kegagalan terbesar akan dinalisis menggunakan FMEA ditinjau dari keseriusan efek kegagalan, frekuensi terjadinya kejadian dan kemudahan dalam mendeteksi kegagalan sehingga nilai RPN (risk priority number) dapat diperoleh kemudian tindakan penanggulangan dapat ditentukan.
Penelitian Dinda Hesti Triwardani (2013) yang berjudul “Analisis Overall Equipment Effectiveness (OEE) dalam Meminimalisi Six Big Losses pada Mesin Produksi Dual Filter DD07” dengan studi kasus PT. Filtrona Indonesia di Surabaya menemukan bahwa tingkat efektivitas mesin Dual Filters DD07 yang rendah sehingga peneliti memberikan rekomendasi perbaikan yaitu dengan beberapa aktivitas tambahan berupa pencacatan informasi di log book mengenai perbaikan serta pengecekan yang lebih teliti pada settingan belt1. Penelitian Jazuli (2013) yang berjudul “Identification Performance and Machine Failure of Manufacturing System Based on OEE and FMEA Methods” dengan studi kasus PT APF menemukan bahwa tingkat OEE mesin 4, 5, 24 dan 25 rendah dikarenakan berat yang tidak dicapai untuk dapat masuk ke proses produksi sehingga direkomendasikan perbaikan pada metode kerja agar dapat menginspeksi kembali berat produk yang akan diproses.2
1
Dinda Hesti Triwardani, dkk. 2013. Analisis Overall Equipment Effectiveness (OEE) dalam Meminimalisi Six Big Losses pada Mesin Produksi Dual Filters DD07. Teknik Industri Universitas Brawijaya. Surabaya.
(24)
I-5
Berdasarkan tiga kondisi yang dijabarkan diatas yaitu mesin hammer mill
memiliki tingkat kerusakan tertinggi, mengacu pada penelitian sebelumnya dan mesin hammer mill merupakan mesin kritis pada jalur produksi wood pellet di PT. Salix Bintama Prima. Maka mesin hammer mill dijadikan objek penelitian ini dengan judul penelitian Integrasi Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk Meningkatkan Efektivitas Mesin Hammer Mill di PT. Salix Bintama Prima.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah lamanya waktu perbaikan mesin hammer mill yang berpengaruh pada efektivitas mesin maka perlu dilakukan pengidentifikasian terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan mesin serta upaya perbaikan melalui usulan perbaikan untuk memperbaiki efektivitas mesin.
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui nilai efektivitas mesin hammer mill dengan menggunakan metode OEE dan menghitung besarnya six big losses.
2. Menemukan penyebab utama losses yang mempengaruhi efektivitas mesin
hammer mill.
3. Mencari risiko penyebab kegagalan proses terbesar dalam nilai risk priority number dengan metode failure mode and effect analysis (FMEA)
(25)
I-6
serta mengusulkan tindakan perbaikan untuk memperbaiki efektivitas mesin.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengalaman dalam menerapkan teori yang diperoleh di perguruan tinggi ke dalam lingkungan industri secara nyata dalam menyelesaikan masalah.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengetahui faktor utama penyebab terjadinya kerusakan dan menemukan sistem perawatan yang tepat.
3. Bagi Departemen Teknik Industri
Sebagai tambahan referensi untuk memperkaya laporan penelitian Teknik Industri dan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.
1.4. Batasan Masalah dan Asumsi
Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya meneliti satu mesin saja yaitu mesin hammer mill.
2. Data yang diambil yaitu pada periode bulan Januari 2014 – Desember 2014. 3. Biaya-biaya yang dibutuhkan tidak dibahas selama proses penelitian.
(26)
I-7
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Proses produksi, mesin kerja dan teknologi yang digunakan tidak mengalami perubahan.
2. Proses produksi berjalan normal selama penelitian dilakukan
1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana
Sistematika penulisan laporan bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun dan mempelajari bagian-bagian dari seluruh rangkaian penelitian. Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini adalah:
BAB I Pendahuluan berisi tentang pemeliharaan mesin dengan menggunakan metode OEE dan FMEA untuk meminimalkan kerusakan mesin
hammer mill yang terjadi di PT. Salix Bintama Prima.
BAB II Gambaran umum perusahaan. PT. Salix Bintama Prima adalah pabrik yang memproduksi wood pellet yang berlokasi di Tanjung Morawa dan memiliki proses produksi yang kontinu.
BAB III Landasan teori. Teori yang digunakan mengenai Maintenance,
Six Big Losses, perhitungan OEE dan FMEA.
BAB IV Metodologi penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan data historis kerusakan mesin kemudian menghitung nilai
availability yaitu rasio yang menyatakan efektivitas waktu kerja yang digunakan,
performance efficiency yaitu nilai yang menyatakan kinerja mesin, rate of quality
(27)
I-8
FMEA yaitu analisis yang dilakukan untuk mengambil langkah–langkah perbaikan.
BAB V Pengumpulan dan pengolahan data berisi data primer yaitu proses produksi, kapasitas mesin dan cara kerja mesin melalui observasi. Data sekunder yang diperoleh dari dokumentasi kerusakan mesin hammer mill, jumlah produk rusak. Pengolahan data menggunakan metode OEE untuk mengetahui efektivitas mesin hammer mill dan FMEA untuk mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan mesin melalui risk proirity number (RPN) terbesar.
BAB VI Analisis. Hasil pengolahan data berupa nilai OEE dianalisis untuk mengetahui dampak dari tingkat efektivitas mesin terhadap perusahaan kemudian FMEA untuk mendapatkan solusi atas masalah yang terjadi berdasarkan nilai RPN terbesar.
BAB VII Kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang dihasilkan berupa solusi untuk dapat meningkatkan nilai OEE yaitu nilai yang menunjukkan efektivitas mesin. Saran kepada pihak perusahaan sebagai masukan dalam pemeliharaan mesin yang mampu meningkatkan kinerja perusahaan sehingga memberikan keuntungan bagi perusahaan di masa yang akan datang.
(28)
II-1
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
PT. Salix Bintama Prima adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan bahan bakar industri berbasis kayu, dengan mengolah limbah kayu menjadi pelet kayu (wood pellet). Perusahaan awalnya bergerak dalam bidang industri perabot rumah tangga dari kayu dan pengerjaan kayu untuk bangunan. Perusahaan kemudian melihat suatu peluang bisnis baru sehingga memperluas bidang usahanya ke pengolahan bahan bakar biomassa yaitu memproduksi pelet kayu. Perusahaan berkomitmen untuk fokus menggeluti bisnis pengolahan limbah kayu menjadi pelet kayu karet karena memproduksi pelet kayu dipandang lebih menjanjikan bagi masa depan perusahaan. PT. Salix Bintama Prima sudah berdiri sejak tahun 1992. Perusahaan ini berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
PT. Salix Bintama Prima memproduksi 2 jenis pelet kayu yaitu pelet kayu karet (rubber wood pellet) dan kayu campuran (mix wood pellet). Pelet kayu yang dihasilkan berukuran 6 mm dan 10 mm. Pelet kayu yang telah dikemas dalam karung goni kemudian diekspor keluar negeri seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan beberapa negara di Benua Asia hingga Benua Eropa.
(29)
II-2
2.3. Lokasi Perusahaan
Penelitian ini dilakukan pada PT. Salix Bintama Prima, yang berlokasi di Jl. Medan – Lubuk Pakam KM 21,1 Desa Tanjung Baru Kecamatan Tanjung Morawa, dengan 12,0 Ha. Area produksi berbatasan dengan:
Utara : Sawah.
Timur : Pemukiman penduduk. Selatan : Jalan Bakaran Batu.
Barat : Jalan Raya Medan- Tanjung Morawa.
2.4. Organisasi dan Manajemen
Struktur organisasi merupakan struktur yang terdiri dari fungsi–fungsi dan hubungan–hubungan yang menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Struktur organisasi digambarkan dalam bentuk gambaran grafik yang memperlihatkan hubungan unit–unit organisasi dengan garis-garis wewenang yang ada.
Dari suatu struktur organisasi kita dapat memperoleh gambaran tentang beberapa hal yaitu :
1. Struktur organisasi dapat memperlihatkan karakteristik utama dari perusahaan yang bersangkutan.
2. Struktur organisasi dapat memperlihatkan gambaran pekerjaan dan hubungan yang ada dalam perusahaan.
(30)
II-3
3. Struktur organisasi dapat digunakan untuk merumuskan rencana kerja yang ideal sebagai pedoman untuk dapat mengetahui siapa bawahan dan siapa atasan.
Struktur organisasi suatu perusahaan tidak akan selalu sama dengan struktur organisasi perusahaan lainnya, hal ini tergantung pada besar kecilnya perusahaan. PT. Salix Bintama Prima membutuhkan suatu struktur organisasi yang tepat agar dapat secara efektif dan efisien mengatur dan menjelaskan tugas – tugas anggota organisasinya. Adapun bentuk struktur organisasi yang dilaksanakan PT. Salix Bintama Prima adalah berbentuk lini fungsional. Struktur organisasi dari perusahaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Direktur
Manager
Ka. Personalia Ka. Produksi
Pengawas Keamanan Ka. Bag. Administrasi Staf Kantor Ka. Bag. Pengolahan Kayu Ka. Bag. Mekanik Ka. Bag. Pelet Kayu Ka. Regu Pengolahan Kayu Karyawan Pengolahan Kayu Ka. Regu Makanik Karyawan Mekanik
Ka. Regu Pelet Kayu Karyawan Pelet Kayu Staf Hubungan Masyarakat Keterangan Hubungan Fungsional Hubungan Lini
Sumber : PT. Salix Bintama Prima
(31)
II-4
2.5.Tenaga Kerja dan Sistem Pengupahan 2.5.1. Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada PT. Salix Bintama Prima terdiri 58 orang. Perincian jumlah tenaga kerja tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja
No Jabatan Jumlah
1 Direktur 1
2 Manager 1
3 Staf Hubungan Masyarakat 1
4 Kepala Personalia 1
5 Kepala Bagian Administrasi 1
6 Staf Kantor 3
7 Kepala Produksi 1
8 Kepala Bagian Pengolahan Kayu 1 9 Kepala Regu Pengolahan Kayu 1 10 Karyawan Pengolahan Kayu 10
11 Kepala Bagian Mekanik 1
12 Kepala Regu Mekanik 1
13 Karyawan Mekanik 4
14 Kepala Bagian Pelet kayu karet 1 15 Kepala Regu Pelet kayu karet 3 16 Karyawan Pelet kayu karet 24
17 Pengawas Keamanan 3
Total 58
Sumber : PT. Salix Bintama Prima
2.5.2. Jam Kerja
PT. Salix Bintama Prima menerapkan jam kerja kepada karyawannya yaitu 6 hari kerja untuk bagian produksi dan non produksi (Senin – Sabtu), sedangkan bagian keamanan bekerja setiap hari.
(32)
II-5
Jam 12.00 – 12.59 WIB : Istirahat Jam 13:00 – 16.59 WIB : Kerja aktif
b. Dua shift untuk bagian produksi (9 jam per shift), dimana shift I adalah sebagai berikut :
Jam 08.00 – 11.59 WIB : Kerja aktif Jam 12.00 – 12.59 WIB : Istirahat Jam 13:00 – 16.59 WIB : Kerja aktif Perincian shift II adalah sebagai berikut: Jam 17.00 – 21:59 WIB : Kerja aktif Jam 22.00 – 22.59 WIB : Istirahat Jam 23:00 – 01.59 WIB : Kerja aktif
Selain itu, ketentuan jam kerja lembur pada PT. Salix Bintama Prima adalah kerja shift I dan shift II adalah melebihi 8 jam sehari atau melebihi 40 jam dalam seminggu.
c. Bagian keamanan (Satpam) dibagi menjadi 2 kelompok dengan anggota kelompok I berjumlah 2 orang untuk berjaga di gerbang depan dan 1 orang berjaga di area produksi.
2.5.3. Sistem Pengupahan
Penetapan upah dasar pada PT. Salix Bintama Prima diberikan sesuai ketentuan yang dikeluarkan pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja mengenai UMR (Upah Minimum Regional) yang berlaku. Pemberian upah ditetapkan setelah melihat jam kerja, hari kerja, lembur dan golongan.
(33)
II-6
Adapun sistem pengupahan karyawan perusahaan dibagi atas:
Sistem pengupahan PT. Salix Bintama Prima terdiri atas dua berdasarkan ketentuan dari upah minimum provinsi/sektoral, yaitu:
1. Gaji, yaitu upah pokok pegawai.
2. Upah lembur yaitu upah yang dibayarkan jika pekerja bekerja melebihi jam kerja normal.
3. Insentif yaitu upah yang dibayarkan jika pekerja bekerja mencapai target kerja minimal sesuai dengan ketentuan pencapaian target pekerja.
Fasilitas yang diberikan oleh PT. Salix Bintama Prima kepada tenaga kerja atau karyawannya adalah sebagai berikut :
1. Tunjangan Hari Raya (THR)
THR yang diberikan adalah tambahan satu bulan gaji bagi karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun.
2. Tunjangan selama sakit
Perusahaan akan menyantun untuk biaya pengobatan karyawan yang dalam keadaan sakit dan tidak dapat bekerja yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter.
3. Cuti Karyawan
Perusahaan akan memberikan cuti tahunan untuk karyawan. 4. BPJS Ketenagakerjaan
(34)
II-7
menyejahterakan pekerja. Program BPJS yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kematian.
2.6. Proses Produksi
2.6.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam proses produksi wood pellet dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu bahan utama, bahan penolong dan bahan tambahan. a. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi, sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut di dalam proses produksi sampai dihasilkan produk jadi.
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi adalah serbuk gergaji dan kayu hancuran. Keduanya merupakan limbah dari proses pengolahan kayu menjadi perabot. Serbuk gergaji yang dijadikan bahan baku dapat berupa serbuk yang dihasilkan dari proses pemotongan, pengamplasan dan pengetaman kayu. Kayu hancuran adalah limbah kayu yang berbentuk potongan yang berasal dari proses pengolahan kayu baik untuk perabot ataupun kayu bangunan.
b. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan berfungsi meningkatkan mutu produk serta merupakan bagian dari produk akhir. 1. Goni plastik
Goni plastik kapasitas 825 kg wood pellet digunakan untuk mengemas wood pellet.
(35)
II-8
2. Benang Nilon
Benang nilon digunakan untuk menjahit bukaan goni plastik kemasan wood pellet agar tertutup.
c. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan – bahan yang digunakan dalam suatu proses produksi yang digunakan langsung atau tidak langsung terhadap bahan baku dalam suatu proses produksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan tetapi bahan ini tidak ikut pada bahan jadi. PT. Salix Bintama Prima tidak menggunakan bahan penolong apapun pada proses pembuatan wood pellet.
2.6.2. Uraian Proses Produksi
Proses produksi serbuk gergaji dan potongan kayu hingga menjadi pelet kayu karet dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:
1. Penjemuran Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji (saw dust) di jemur di bawah cahaya matahari. Serbuk gergaji ditebarkan di lantai area penjemuran yang rata dan terbuat dari semen. Serbuk gergaji secara berkala di aduk menggunakan farm tractor yang bagian depannya di modifikasi dengan memberikan bantalan karet. Serbuk gergaji dijemur hingga kadar air mencapai 10 % s/d 15%.
2. Pemotongan Kayu Hancuran
(36)
II-9
3. Pencampuran Manual
Potongan kayu (chip) dan serbuk gergaji yang telah dijemur masing-masing di bawa menuju area pencampuran manual menggunakan farm tractor untuk dicampur dengan komposisi 60% : 40%.
4. Penghancuran (Penumbukan)
Campuran chip dan serbuk gergaji dibawa dari lantai pencampuran dengan cara didorong menggunakan farm tractor menuju bucketconveyor. Campuran kemudiandiangkutke dalam hammer mill dan ditumbuk.
5. Pemisahan Partikel Kasar dan Halus
Keluaran hammer mill dibawa menuju dust separator menggunakan conveyor.
Dust separator berfungsi memisahkan campuran kayu yang kasar dengan yang halus berdasarkan berat dan ukuran partikel. Partikel yang halus akan terhisap ke atas sedangkan yang kasar akan tertinggal di bawah dan kembali diproses dalam hammer mill. Proses pemisahan ini berlangsung melalui 3 tangki dust separator.
6. Densifikasi
Densifikasi adalah proses pemadatan yaitu proses pembentukan serbuk menjadi pelet. Serbuk yang halus dibawa menuju cetakan pelet menggunakan
blower penghisap. Pemasukan serbuk ke dalam cetakan diatur oleh pintu yang terbuka dan tertutup secara berkala. Serbuk ditekan kedalam lubang berdiameter 6 ml atau 10 ml (sesuai dengan pelet yang dicetak) menggunakan
rolling die. Suhu pencetakan adalah 40-500C hal ini bertujuan agar lignin yang terkandung di kayu meleleh dan merekatkan serbuk kayu. Serbuk kayu yang
(37)
II-10
telah memadat (pelet) keluar dari sisi lain cetakan dan dipatahkan pada panjang 3 cm kemudian jatuh ke bucket conveyor untuk diangkut menuju tangki pendingin.
7. Pendinginan
Pelet yang telah masuk ke dalam cooling tank didinginkan dengan cara ditiupkan udara bersuhu ruang dari blower selama 15 menit. Proses pendinginan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air pelet hingga 8% agar pelet tidak lunak dan tahan disimpan. Pelet yang tidak didinginkan dengan benar akan lembab dan lunak sehingga mudah retak dan pecah.
8. Pemisahan Pelet pecah dan Pelet utuh.
Pelet dituangkan kedalam saringan bergetar. Produk cacat yang dihasilkan berupa pelet pecah dan debu sisa pembentukan pelet (fines) dipisahkan menggunakan saringan berdiameter 1.5 cm. Saringan bergetar memiliki diameter 1,5 cm dan jarak antar lubang 7 ml. Saringan memisahkan pelet yang utuh dan yang pecah. Pelet yang pecah akan melewati lubang dan dibawa ke goni produk cacat dan pelet utuh tertahan di atas dan di jatuhkan ke tangki timbun.
9. Penampungan di Tangki Timbun
Pelet kayu karet disimpan di tangki timbun sementara waktu sebelum dikemas.
(38)
II-11
10.Pengemasan
Pengemasan dilakukan menggunakan karung goni berkapasitas 825 kg. Karung goni yang telah diisi dengan pelet dibawa ke gudang penyimpanan menggunakan papan beroda yang berjalan mengikuti rel.
11.Penyimpanan
Pelet disimpan di dalam karung dalam keadaan terbuka dan disusun diatas palet kayu. Karung berisi pelet disusun maksimal 2 tingkat di gudang penyimpanan.
(39)
II-12 Mulai Serbuk gergaji dijemur Kayu hancuran dipotong
Apakah kadar air serbuk diantara
10%-15%?
Serbuk gergaji kering dan potongan
kayu dicampur ya tidak
Campuran ditumbuk di dalam hammer mill hingga menjadi
serbuk kayu
Serbuk kayu yang besar dan halus
dipisahkan menggunakan dust separator berdasarkan berat Serbuk kayu dicetak menjadi wood pellet menggunakan mesin Pellet Press
Abu dan wood pellet dipisahkan menggunakan dust
separator
wood pellet didinginkan
wood pellet yang pecah dan utuh
dipisahkan menggunakan saringan bergetar
Wood pellet ditampung di tangki
timbun
Wood pellet dikemas di dalam
goni plastik Serbuk kayu telah
halus?
ya tidak
Wood pellet cacat di tampung di karung plastik untuk produk
cacat
(40)
II-13
2.7.Utilitas
Utilitas adalah fasilitas umum yang digunakan perusahaan yang berfungsi mendukung pelaksanaan produksi. Utilitas tidak terlibat langsung dalam pembuatan produknya, hanya sebagai penunjang proses produksi. Dengan adanya utilitas diharapkan perusahaan dapat berjalan dengan lancar.
Utilitas yang digunakan pada perusahaan ini ialah seperti: 1. Listrik
Sumber arus listrik yang berasal dari PLN (Perusahaan Listrik Negara). Sumber listrik dari PLN digunakan dalam kegiatan proses produksi dalam perusahaan serta penerangan pada area kerja dan sekitarnya
2. Air
Air digunakan untuk kebutuhan kebersihan lantai produksi, kantor dan kebutuhan pribadi karyawan. Sumber air yang digunakan berasal dari air tanah dan PDAM kemudian dipompa kedalam menara air sebelum dialirkan menuju lantai produksi dan kantor.
3. Telekomunikasi
Telekomunikasi digunakan sebagai media komunikasi penghubung perusahaan dengan pelanggan , pemerintahan dan pihak luar lainnya. Sarana komunikasi karyawan dengan pihak kantor. Jasa telekomunikasi berasal dari PT. TELKOM.
(41)
II-14
2.8.Safety and Fire Protection
Dalam menjaga kondisi perusahaan agar tetap kondusif tentunya perlu dilakukan pengamanan pada perusahaan dan karyawan. Pengamanan-pengamanan yang dilakukan mengikuti Program Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3).
Pekerja diwajibkan untuk mematuhi peraturan-peraturan keselamatan kerja seperti dilarang merokok di dalam pabrik.
Alat-alat pelindung diri yang melengkapi pekerja sebagai berikut: a. Helm
b. Safety shoes
c. Sarung tangan d. Masker
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja seperti kebakaran, terdapat
fire protection di lantai produksi PT Salix Bintama Prima yaitu berupa:
1. Tabung pemadam api (fire extinguisher) untuk mencegah terjadinya kebakaran pada stasiun kerja tersebut. Fire extinguisher ini merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar sehingga dapat meminimalisasi kerusakan.
2. Tersedianya pintu-pintu darurat pada daerah kerja, yang dapat mempermudah karyawan keluar dari daerah kerja apabila terjadi kebakaran di tempat kerja. 3. Adanya karung-karung goni yang dapat dibasahi yang berguna untuk
(42)
II-15
2.9. Pengolahan Limbah
PT Salix Bintama Prima tidak menghasilkan limbah padat dan cair dalam memproduksi wood pellet. Bahan baku yang digunakan merupakan limbah dari proses pengolahan kayu mentah diolah melalui proses yang ramah lingkungan dan hanya melibatkan proses fisika sehingga tidak dihasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan.
(43)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi Maintenance
Pada industri manufaktur mesin-mesin dan peralatan yang telah tersedia dan siap pakai dibutuhkan setiap saat proses produksi akan dimulai. Fungsi mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi tersebut akan mengalami kerusakan sejalan dengan semakin menurunnya kemampuan mesin/peralatan tersebut, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan yang tepat.
Pemeliharaan adalah semua tindakan teknis dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap baik dan dapat melakukan segala fungsinya dengan baik, efisien, dan ekonomis sesuai dengan tingkat keamanan yang tinggi. Assauri menyatakan pemeliharaan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas/peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan3.
Pemeliharaan mesin yang baik akan mempengaruhi keterandalan dan keterandalan akan mempengaruhi produktivitas. Manajemen yang kurang
(44)
III-2
memperhatikan pemeliharaan akan menyebabkan pada kerusakan mesin. Beberapa faktor yang menyebabkan kerusakaan mesin produksi yaitu4 :
1. Pemeliharaan rancang bangun yang tidak sesuai
2. Keterampilan operator dan petugas pemeliharaan yang tidak mendukung dalam pengoperasian mesin produksi
3. Kelalaian dalam pemeliharaan dasar, seperti kebersihan dan pelumasan. 4. Kondisi mesin atau peralatan yang sudah aus akibat gesekan
5. Kesalahan menjaga kondisi operasi mesin pada saat beroperasi.
Kerusakan yang disebabkan oleh beberapa hal di atas akan mengakibatkan beberapa kerugian yaitu inefisiensi operasi, reputasi yang buruk, rendahnya kemampulabaan, kehilangan pelanggan, produk menjadi tidak berkualitas, ketidakpuasan karyawan dan keuntungan menjadi semakin rendah.
3.2.Tujuan Maintenance
Maintenance dilakukan pada mesin/peralatan dengan maksud agar tujuan komersil perusahaan dapat tercapai dan juga kegiatan maintenance yang dilakukan adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya kerusakan yang terlalu cepat dimana kerusakan tersebut bisa saja dikarenakan keausan akibat pengoperasian yang salah. Karena maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance
harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance
ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan
(45)
III-3
tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai. Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain5 :
1. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.
2. Dapat menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi 3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktunya.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
3.3.Jenis - Jenis Maintenance
3.3.1. Planned maintenance (Pemeliharaan Terencana)
Planned maintenance (pemeliharaan terencana) adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian maintenance melalui informasi dari catatan riwayat mesin/peralatan.
Konsep planned maintenance ditujukan untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi dapat diperbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk mengambil keputusan. Data-data yang penting dalam kegiatan maintenance antara lain laporan permintaan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan perbaikan,
(46)
III-4
Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri dari tiga bentuk pelaksanaan, yaitu6 :
1. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) adalah kegiatan
pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi.
Gambaran yang diperoleh dari pengertian di atas adalah bahwa semua fasilitas produksi yang mendapatkan preventive maintenance akan terjamin kelancaran kerja dan selalu diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap digunakan setiap saat untuk setiap operasi dan proses produksi. Preventive maintenance merupakan kegiatan yang sangat penting dan sangat efektif terutama dalam menghadapi fasilitas fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan critical unit. Fasilitas dan peralatan produksi yang termasuk golongan critical unit apabila :
a. Kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja.
b. Kerusakan fasilitas ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan.
6
(47)
III-5
c. Kerusakan tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi.
d. Modal yang ditanamkan perusahaan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas ini adalah cukup besar atau mahal
2. Predictive Maintenance (Pemeliharaan Prediksi)7
Predictive maintenance adalah pemeliharaan yang diarahkan untuk mencegah kegagalan (failure) suatu sarana, dan dilaksanakan dengan memeriksa mesin-mesin tersebut pada selang waktu yang teratur dan ditentukan sebelumnya, pelaksanaan tingkat reparasi selanjutnya tergantung pada apa yang ditemukan selama pemeriksaan. Pemeliharaan prediktif merupakan teknik penggantian komponen pada waktu yang sudah ditentukan sebelum terjadi kerusakan, baik berupa kerusakan total ataupun titik dimana pengurangan mutu telah menyebabkan mesin bekerja dibawah standar yang ditetapkan pemakainya.
3.3.2. Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tidak Terencana)8
Unplanned maintenance (pemeliharan tidak terencana) atau biasanya berupa corrective/breakdown maintenance adalah suatu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Kegiatan corrective maintenance yang dilakukan sering disebut dengan kegiatan perbaikan atau reparasi. Perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi
(48)
III-6
akibat tidak dilakukannya preventive maintenance ataupun telah dilakukan
preventice maintenance tetapi sampai pada suatu waktu tertentu fasilitas atau peralatan tersebut tetap rusak.
3.3.3. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)
Autonomous berarti independen atau juga mandiri. Jadi autonomous
maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu kegiatan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri. Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan membangun keahlian yang dibutuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan.
Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomousmaintenance adalah : 1. Membersihkan dan memeriksa (initial clearing)
2. Penanggulangan di sumber masalah (countermeasures for the causes and effects of dirt and dust)
3. Standar pembersihan dan pelumasan (cleaning and lubricating standard) 4. Pemeriksaan umum (general inspection)
5. Pemeriksaan mandiri (autonomous inspection)
6. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidines)
(49)
III-7
3.4.Analisis Produktivitas mengenai Six Big Losses (Enam Kerugian Besar) Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam preventive maintenance tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan downtime mesin/peralatan. Akan tetapi banyak faktor yang dapat menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin/peralatan saja. Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak efektif dan efisien terdapat enam faktor yang disebut enam kerugian besar (six big losses).
Menggunakan mesin/peralatan seefisien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin/peralatan yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan pada six big losses. Adapun enam kerugian besar (six big losses) tersebut adalah sebagai berikut :
a. Downtime (Penurunan Waktu) terbagi atas :
1. Equipment failures/breakdown losses yaitu kerugian yang berasal dari kerusakan mesin.
2. Set up and adjusment losses yaitu kerugian karena pemasangan dan penyetelan adalah semua waktu set-up dan penggantian cetakan pada mesin.
(50)
III-8
2. Reduced speed losses yaitu kerugian karena selisih kecepatan yang dirancang dengan kecepatan mesin yang sebenarnya.
c. Defects (Cacat) terbagi atas :
1. Process defect losses yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang.
2. Reduced yield losses disebabkan waktu saat mesin mulai dijalankan hingga saat mampu untuk memproduksi.
3.5.Overall Equipment Effectiveness (OEE)9
Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan metode yang
digunakan sebagai alat ukur dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan.
Overall equipment effectiveness adalah besarnya efektivitas yang dimiliki oleh peralatan atau mesin. OEE dihitung dengan memperoleh nilai availabilitas dari alat-alat perlengkapan, efisiensi kinerja dari proses dan rate dari mutu produk
Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big losses pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni, downtime losses, speed losses dan defect losses.
Formula matematis dari overall equipment effectiveness (OEE) dirumuskan sebagai berikut :
9
Nakajima, Seiichi. 1988. Introduction to Total Production Maintenance. Massachusetts : Productivity Press. p 12.
(51)
III-9
OEE = Availibillity x Performance Efficiency x Rate of quality product x 100%
Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan jika hanya didasari oleh perhitungan satu faktor saja. Keenam faktor dalam six big losses harus diikutkan dalam perhitungan OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat.
Availability merupakan rasio operation time terdapat waktu loading time -nya. Nilai availability dapat dihitung dengan rumus :
Performance Efficiency merupakan hasil perkalian dari operation speed rate dan net operation rate. Nilai performance efficiency dapat dihitung berikut :
Rate of quality product adalah rasio jumlah produk yang lebih baik terhadap jumlah total produk yang diproses. Jadi rate of quality product dapat dihitung sebagai berikut :
(52)
III-10
2. Performance efficiency lebih dari 95% 3. Rate of quality products lebih dari 99% Sehingga nilai OEE yang ideal :
0.90 x 0.95 x 0.99 = 85% atau lebih Perhitungan OEE dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 3.1.
(53)
III-11 Loading Time Operating Time D own ti m e L os se s
Net Operating Time
D own ti m e L os se s D own ti m e L os se s Valuable Operating Time Equipment Failure
Setup and Adjustment
Idling and Minor Stoppages
Reduced Speed
Defect in Process
Reduced Yield
Availability = x 100 %
= x 100 %
Loading Time – Downtime Loading Time
Ideal cycle time x Processed Amount Operating Time
Performance Efficiency
Rate of Quality = Process Amount – Defect Amount x 100 %
Operating Time
Equipment Six Big Losses Calculation of Overall Equipment Effectiveness
(54)
III-12
3.6.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)10
FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen komponen dan menganalisis pengaruh - pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut.
Tujuan utama dari FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai ke tangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi perusahaan.
Konsep FMEA adalah sebagai alat perencanaan kualitas untuk mengidentifikasi kegagalan atau kerusakan. FMEA juga mengidentifikasi kegagalan (kemunginan, mekanisme, pengaruh, mode deteksi, dan kemungkinan pencegahan). Hasil dari FMEA berupa rencana tindakan untuk eliminasi atau penyelidikan kegagalan. Arti FMEA secara harfiah adalah:
a. Failure yaitu prediksi kemungkinan kegagalan atau cacat. b. Mode yaitu penentuan mode kegagalan.
c. Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan. d. Analysis yaitu perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyebab.
FMEA berusaha mengidentifikasi kemungkinan failure mode (deskripsi fisik kegagalan), failure mechanism (proses yang menyebabkan kegagalan, dan
failure effect (akibat yang ditimbulkan oleh kegagalan) pada kinerja. FMEA mengidentifikasikan metode mendeteksi failure mode dan kemungkinan
10
Dyadem Engineering Corp. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effect Analysis for Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Florida : CRC Press. p 37.
(55)
III-13
pencegahannya. FMEA juga merupakan suatu pendekatan sistematis yang mengidentifikasikan failure mode yang potensial. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik proses atau desain kritis yang memerlukan pengendalian khusus untuk mencegah atau mendeteksi failure mode. Peran FMEA antara lain:
a. Mengevaluasi sistematis produk dan proses. b. Pembuktian kegagalan dan identifikasi kegagalan.
c. Dokumentasi potensial untuk produk atau proses yang tidak memenuhi syarat. Kegunaan FMEA adalah:
a. Meningkatkan kualitas, reliability, dan keamanan dari produk dan proses. b. Meningkatkan daya saing.
c. Meningkatkan kepuasan konsumen.
d. Mengurangi waktu dan biaya untuk pengembangan produk.
e. Melakukan dokumentasi aksi yang perlu dilakukan untuk mereduksi resiko.
3.7.Penentuan Mode Kegagalan yang Potensial pada Setiap Proses.
Mode kegagalan adalah suatu keadaan dimana proses dapat berpotensi gagal memenuhi persyaratan proses atau desain. Mode kegagalan dapat berupa penyebab terhadap potensi kegagalan pada proses selanjutnya atau dampak dari potensi kegagalan pada proses sebelumnya. Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan risk priority number (RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan
(56)
III-14
(Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian), Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat risiko yang mengarah pada tindakan perbaikan.
3.7.1. Severity (Keparahan) 11
Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Severity tersusun atas angka 1 hingga 10.
Tabel 3.1. Penentuan Nilai Severity
Efek Ranking Kriteria
Tidak Ada 1
Variasi parameter proses didalam batas spesifikasi. Pengaturan atau pengendalian proses dapat dilakukan selama maintenance rutin.
Sangat Kecil 2
Variasi parameter proses tidak didalam batas spesifikasi. Pengaturan atau pengendalian proses lainnya dibutuhkan selama produksi. Tidak terdapat
downtime dan produk cacat.
Kecil 3 Downtime terjadi hingga 10 menit, tetapi tidak terdapat produk cacat.
Sangat Rendah 4 Downtime diantara 10 sampai 30 menit, tetapi tidak terdapat produk cacat.
Rendah 5 Downtime diantara 30 sampai 1 jam, atau terdapat produk cacat yang diproduksi hingga 1 jam.
Sedang 6
Downtime diantara 1 sampai 4 jam atau terdapat produk cacat yang diproduksi diantara 1 hingga 2 jam.
Tinggi 7 Downtime diantara 4 sampai 8 jam atau terdapat produksi produk cacat selama lebih dari 4 jam. Sangat Tinggi 8 Downtime lebih dari 8 jam, atau produksi produk
cacat lebih 4 jam. Berbahaya dan
ada peringatan 9
Tingkat keseriusan tinggi, mempengaruhi operator, pabrik ataupun operator maintenance dan keselamatan dan/atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang disertai peringatan.
Berbahaya tanpa ada peringatan
10
Tingkat keseriusan sangat tinggi, mempengaruhi operator, pabrik ataupun operator maintenance dan keselamatan dan/atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang tidak disertai peringatan.
11
(57)
III-15
Sumber : Dyadem Engineering Corp. 2003.
3.7.2. Occurence (Frekuensi Kejadian) 12
Occurrence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan. Occurrence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif
yang muncul akibat suatu penyebab tertentu dalam mesin. Nilai occurence berupa angka 1 sampai 10, dimana 1 menunjukkan peluang kejadian rendah atau tidak sering dan 10 menunjukkan peluang kejadian sering. Nilai occurence dapat diturunkan dengan mencegah atau mengontrol penyebab melalui desain proses. Nilainya ditentukan untuk setiap penyebab potensial. Kriteria penentuan
occurence dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Penentuan Nilai Occurence
Ranking Occurence
Peluang kegagalan setiap 5 tahun 1 Peluang kegagalan setiap 2 tahun 2
Peluang kegagalan setiap tahun 3
Peluang kegagalan setiap 6 bulan 4 Peluang kegagalan setiap 3 bulan 5
Peluang kegagalan setiap bulan 6
Peluang kegagalan setiap minggu 7
Peluang kegagalan setiap hari 8
Peluang kegagalan setiap shift 9
Peluang kegagalan setiap jam 10
Sumber : Dyadem Engineering Corp. 2003.
3.7.3. Detection (Deteksi) 13
Detection diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.3.
(58)
III-16
Tabel 3.3. Penentuan Nilai Detection
Deteksi Ranking Keterangan
Hampir Pasti 1
Design control hampir pasti untuk dapat mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya. Machinery control tidak diperlukan .
Sangat Tinggi 2
Kesempatan yang sangat tinggi bahwa design control akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya. Machinery control
tidak diperlukan
Tinggi 3
Kemungkinan tinggi bahwa design control akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya. Machinery control akan mencegah kegagalan yang segera terjadi dan menghentikan penyebabnya.
Kemungkinan
yang Tinggi 4
Kesempatan yang cukup tinggi bahwa design control akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya. Machinery control
akan mencegah kegagalan yang segera terjadi.
Kemungkinan
Menengah 5
Design control cukup untuk mendeteksi
penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya. Machinery control akan mencegah kegagalan yang segera terjadi.
Kemungkinan
yang Rendah 6
Kesempatan rendah bahwa design control akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya. Machinery control akan memberikan indikator kegagalan terdekat.
Kemungkinan yang Lebih
Rendah
7
Design atau machinery control tidak mencegah kegagalan terjadi. Machinery control akan mencegah penyebab dan mode kegagalan berikutnya setelah kegagalan terjadi.
Kemungkinan yang Sangat
Rendah
8
Kecil kesempatan dari design atau machinery control mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya. Machinery control
akan memberikan indikasi kegagalan.
Sedikit
Kemungkinan 9
Sangat kecil kesempatan dari design atau
machinery control mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya.
Sangat tidak
mungkin 10
Desain atau machinery control tidak dapat mendeteksi penyebab potensial dan kegagalan berikutnya, atau tidak ada design atau
machinery control.
(59)
III-17
Detection berupa angka 1 hingga 10, dimana 1 menunjukkan sistem deteksi dengan kemampuan tinggi atau hampir dipastikan suatu mode kegagalan dapat terdeteksi. Sedangkan 10 menunjukkan sistem deteksi dengan kemampuan rendah yaitu sistem deteksi tidak efektif atau tidak dapat mendeteksi sama sekali. Nilai detection dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria berikut:
a. Error-proofed, yaitu alat deteksi yang bersifat error-proofing. b. Gauging, yaitu alat bantu inspeksi.
c. Manual Inspection, yaitu dengan inspeksi secara manual.
3.8.Menghitung Nilai RPN (Risk Priority Number)
RPN atau risk priority number adalah angka yang menyatakan skala prioritas terhadap resiko kualitas yang digunakan untuk panduan dalam melakukan tindakan perencanaan. RPN merupakan hasil perkalian dari severity
(S), occurence (O), dan detection (D).
RPN = S x O x D
Angka RPN berkisar dari 1 hingga 1000, dimana semakin tinggi nilai RPN, maka proses semakin beresiko untuk menghasilkan produk dengan spesifikasi yang diinginkan.
(60)
IV-1
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada bulan 1 November 2014 hingga 1 Agustus 2015 di PT. Salix Bintama Prima. Lokasi PT. Salix Bintama Prima terletak di Jalan Medan KM 21,1 Tanjung Morawa.
4.2. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini digolongkan sebagai penelitian action research, karena penelitian ini hanya untuk mendapatkan temuan – temuan praktis atau keperluan pengambilan keputusan operasional dalam hal ini pengajuan usulan sistem perawatan dan belum diaplikasikan pada perusahaan.
4.3. Objek Penelitian
Objek yang diamati adalah mesin yang berada di lantai produksi yaitu mesin hammer mill.
4.4. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati selama penelitian adalah sebagai berikut: 1. Variabel independen
Variabel bebas merupakan variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel akibat. Variabel bebas pada
(61)
IV-2
penelitian ini adalah :
a. Waktu Kerusakan Mesin b. Waktu Pemeliharaan Mesin c. Waktu Produksi Mesin d. Waktu Set up Mesin
e. Nonproductive Time
2. Variabel intervening (Variabel Antara)
Variabel intervening merupakan variabel yang secara teoritis memengaruhi fenomena yang diobservasi (hubungan antara variabel dependen dan variabel independen menjadi bersifat tidak langsung). Variabel intervening dalam penelitian ini yaitu efektivitas mesin, identifikasi faktor kegagalan mesin dan usulan perbaikan berdasarkan risk priority number.
3. Variabel dependen
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan efektivitas mesin.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini mencari efektivitas mesin
hammer mill berdasarkan data sekunder yang didapat. Data tersebut adalah waktu kerusakan mesin yaitu waktu dimana mesin hammer mill mengalami breakdown
dalam periode Januari 2014 – Desember 2014, waktu pemeliharaan mesin yaitu periode pemeliharaan mesin dan komponennya, waktu produksi mesin yaitu
(62)
IV-3
nonproductive time yaitu waktu ketika kondisi idle atau mesin menunggu bahan baku. Tingkat efektivitas mesin diukur menggunakan overall equipment effectiveness (OEE), dari nilai OEE yang didapatkan diidentifikasi faktor kegagalan mesin dengan mencari penyebab kegagalan utama mesin. Setiap aspek kegagalan dianalisis menggunakan FMEA melalui risk priority number (RPN).
Usulan perbaikan diambil berdasarkan faktor kegagalan yang memiliki nilai RPN terbesar. Uraian langkah – langkah tersebut dapat dijelaskan seperti pada Gambar 4.1.
Waktu Kerusakan Mesin Waktu Pemeliharaan
Mesin
Waktu Produksi
Mesin Efektivitas Mesin
Identifikasi Faktor Kegagalan
Mesin
Usulan Perbaikan Berdasarkan Risk
Priority Number
Peningkatan Efektivitas Mesin
Waktu Setup Mesin
Nonproductive Time
Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, terlihat bahwa efektivitas mesin dipengaruhi oleh waktu kerusakan mesin, waktu pemeliharaan mesin, waktu produksi mesin, waktu set up mesin, dan nonproductive time. Peningkatan efektivitas mesin dapat dilakukan dengan memberikan usulan perbaikan berdasarkan faktor kegagalan mesin.
(63)
IV-4
4.5. Pengumpulan Data Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: 1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan terhadap perawatan mesin
yang dipakai pada perusahaan.
2. Melakukan wawancara dan brainstorming dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini,yaitu: 1. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Proses produksi pelet kayu.
b. Cara kerja mesin. 2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data waktu kerusakan mesin
b. Data waktu pemeliharaan mesin c. Data waktu produksi mesin d. Data waktu set up mesin
e. Nonproductive time.
4.6. Metode Pengolahan Data
(64)
IV-5
2. Menganalisis faktor kerugian yang memberikan pengaruh terbesar terhadap efektivitas mesin.
3. Identifikasi faktor kegagalan menggunakan cause and effect diagram. 4. Penilaian efek kegagalan (severity), peluang kegagalan (occurance) dan
deteksi kegagalan (detection) untuk menghitung risk priority number.
(65)
IV-6
Mulai Mulai
Identifikasi masalah : Lamanya perbaikan pada mesin kritis yaitu mesin hammer mill.
Identifikasi masalah : Lamanya perbaikan pada mesin kritis yaitu mesin hammer mill.
Perumusan masalah : Lamanya perbaikan mesin
hammer mill yang mempengaruhi efektivitas mesin
hammer mill
Perumusan masalah : Lamanya perbaikan mesin
hammer mill yang mempengaruhi efektivitas mesin
hammer mill
Penetapan tujuan: Mengetahui nilai efektivitas mesin Menemukan losses yang menjadi penyebab utama
yang mempengaruhi efektivitas Mengusulkan tindakan perbaikan berdasarkan
nilai RPN Penetapan tujuan: Mengetahui nilai efektivitas mesin Menemukan losses yang menjadi penyebab utama
yang mempengaruhi efektivitas Mengusulkan tindakan perbaikan berdasarkan
nilai RPN
Data primer: Proses produksi Cara kerja mesin Hasil brainstorming
Data primer: Proses produksi Cara kerja mesin Hasil brainstorming
Data sekunder: Data waktu kerusakan mesin Data waktu pemeliharaan mesin Data waktu produksi mesin Data waktu setup mesin Data nonproductive time
Data sekunder: Data waktu kerusakan mesin Data waktu pemeliharaan mesin Data waktu produksi mesin Data waktu setup mesin Data nonproductive time
Pengolahan data :
· Menghitung nilai OEE serta menghitung besar six big losses
· Menganalisis faktor kerugian yang berpengaruh terbesar terhadap efektivitas mesin
· Identifikasi faktor kegagalan mesin dengan cause and effect diagram
· Identifikasi bobot kegagalan dengan
failure mode and effect analysis
Pengolahan data :
· Menghitung nilai OEE serta menghitung besar six big losses
· Menganalisis faktor kerugian yang berpengaruh terbesar terhadap efektivitas mesin
· Identifikasi faktor kegagalan mesin dengan cause and effect diagram
· Identifikasi bobot kegagalan dengan
failure mode and effect analysis
Analisis Analisis Kesimpulan Kesimpulan Selesai Selesai
(66)
IV-7
Mulai Mulai
Data :
Availability : Operation Time & Loading time Performance Efficiency : Ideal Cycle Time, Processed amount
& Operation Time
Rate of Quality : Processed Amount & Defect Amount
Data :
Availability : Operation Time & Loading time Performance Efficiency : Ideal Cycle Time, Processed amount
& Operation Time
Rate of Quality : Processed Amount & Defect Amount
Perhitungan Availability
Perhitungan Availability
Perhitungan Performance Efficiency
Perhitungan Performance Efficiency
Perhitungan Rate of Quality
Perhitungan Rate of Quality
Nilai OEE :
Availability x Performance Efficiency x Rate of Quality
Nilai OEE :
Availability x Performance Efficiency x Rate of Quality
Selesai Selesai % 100 e LoadingTim ime OperationT % 100 Pr ime OperatingT t ocessAmoun % 100 Pr
Pr
t ocessAmoun nt DefectAmou t ocessAmoun
Gambar 4.3. Blok Diagram Perhitungan Overall Equipment Effectiveness Blok diagram analisis dengan failure mode and effect analysis dapat dilihat pada Gambar 4.4.
(67)
IV-8
Mulai Mulai
Data :
Cause and Effect Diagram dengan masing – masing kegagalan
Data :
Cause and Effect Diagram dengan masing – masing kegagalan
Pemberian nilai Occurence
Pemberian nilai Occurence
Perhitungan Risk Priority Number
RPN = Severity x Occurence x Detection
Perhitungan Risk Priority Number
RPN = Severity x Occurence x Detection
Pemecahan masalah terhadap ranking tertinggi Pemecahan masalah terhadap ranking tertinggi
Selesai Selesai Pemberian nilai Severity
Pemberian nilai Severity
Pemberian nilai Detection
Pemberian nilai Detection
Gambar 4.4. Blok Diagram Failure Mode and Effect Analysis
4.7. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan yaitu perhitungan efektivitas dengan
overall equipment effectiveness kemudian didapatkan faktor kerugian yang memberikan pengaruh terbesar dari six big losses kemudian mengidentifikasi
(68)
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
Penelitian ini meneliti objek pada bagian pelet kayu yaitu mesin hammer
mill. Data pada mesin hammer mill yang dikumpulkan untuk melakukan
perhitungan OEE yaitu :
1. Data waktu downtime mesin (breakdown). 2. Data waktu planned downtime mesin. 3. Data waktu set up mesin.
4. Data produksi mesin. 5. Data nonproductive time.
Data yang diperlukan dalam analisis efektivitas dan efisiensi mesin
hammer mill dengan OEE adalah sebagai berikut : 1. Waktu downtime mesin (breakdown)
Waktu downtime mesin adalah waktu dimana mesin tidak melaksanakan proses operasi sebagaimana mestinya yang diakibatkan oleh gangguan pada mesin (equipment failures) seperti kerusakan mesin (breakdown). Equipment failure dan
set up and adjustment dikategorikan dalam perhitungan OEE sebagai kerugian waktu downtime (downtime losses)
Waktu downtime terjadi ketika mesin mengalami kerusakan saat mesin seharusnya melaksanakan proses operasi. Waktu downtime ini merupakan kerugian yang dapat dilihat dengan jelas karena terjadinya kerusakan yang
(69)
V-2
mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan disebabkan mesin tidak berproduksi. Downtime akibat kerusakan mesin terjadi secara tiba – tiba dan tidak diharapkan. Data waktu downtime akibat terjadinya kerusakan (breakdown) mesin
hammer mill dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut :
Tabel 5.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Hammer Mill Periode Januari 2014 – Desember 2014
Periode Breakdown Breakdown (Jam) Jan 2014 50 jam 19 menit 50.32 Feb 2014 45 jam 58 menit 45.97 Mar 2014 53 jam 51 menit 53.85 Apr 2014 53 jam 26 menit 53.43 Mei 2014 60 jam 8 menit 60.13 Jun 2014 35 jam 26 menit 35.43 Jul 2014 71 jam 38 menit 71.63 Agu 2014 45 jam 31 menit 45.52 Sep 2014 65 jam 16 menit 65.27 Okt 2014 45 jam 23 menit 45.38 Nov 2014 52 jam 33 menit 52.55 Des 2014 65 jam 48 menit 65.8
Sumber : PT. Salix Bintama Prima
2. Waktu Planned downtime
Planned downtime merupakan waktu yang sudah dijadwalkan dalam rencana produksi, termasuk pemeliharaan terjadwal (scheduled maintenance). Pemeliharaan terjadwal seperti perawatan yang dilakukan setiap minggu oleh pihak perusahaan untuk menjaga agar mesin tidak rusak saat proses produksi berlangsung. Pemeliharaan ini dilakukan secara rutin dan sesuai jadwal yang dibuat oleh departemen maintenance sepeti perawatan pada screen, hammer,
(70)
V-3
Tabel 5.2. Data Waktu Planned Downtime Mesin Hammer Mill Periode Januari 2014 – Desember 2014
Periode Total Planned Downtime
Total Planned Downtime (Jam)
Jan 2014 22 jam 4 menit 22.07
Feb 2014 22 jam 14 menit 22.23
Mar 2014 22 jam 31 menit 22.52
Apr 2014 22 jam 52 menit 22.87
Mei 2014 20 jam 26 menit 20.43
Jun 2014 21 jam 32 menit 21.53
Jul 2014 24 jam 46 menit 24.77
Agu 2014 18 jam 41 menit 18.68
Sep 2014 22 jam 27 menit 22.45
Okt 2014 23 jam 16 menit 23.27
Nov 2014 22 jam 18 menit 22.3
Des 2014 18 jam 29 menit 18.48
Sumber : PT. Salix Bintama Prima
3. Waktu Set up
Waktu set up adalah waktu persiapan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
set up mesin mulai dari waktu berhenti mesin sampai proses untuk kegiatan produksi berikutnya. Data waktu set up mesin hammer mill dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Data Waktu Set up Mesin Hammer Mill Periode Waktu Set up Waktu Set up (Jam) Jan 2014 11 jam 53 menit 11.88
Feb 2014 15 jam 12 menit 15.2 Mar 2014 14 jam 10 menit 14.17 Apr 2014 14 jam 57 menit 13.95 Mei 2014 15 jam 20 menit 15.33 Jun 2014 15 jam 7 menit 15.12 Jul 2014 16 jam 3 menit 16.05 Agu 2014 10 jam 40 menit 10.67 Sep 2014 14 jam 9 menit 14.15
Okt 2014 13 jam 13
Nov 2014 15 jam 50 menit 15.83
Des 2014 12 jam 12
(1)
Fungsi : memisahkan serbuk kayu yang halus dan yang kasar
Sistem kontrol : Otomatis
Putaran Mesin : Dust Separator I : 1420 Rpm Dust Separator II : 1420 Rpm Dust Separator III : 1400 Rpm Kuat arus : Dust Separator I : 5,2 A
Dust Separator II : 5,2 A Dust Separator III : 2,8 A
Power supply : 55 KW/ 380 V/ 2 phase / Cos φ = 0,8
Kapasitas : 1,5 ton/ jam
Jumlah : 3 unit
4. Nama mesin : Pellet Press
Tipe : Rotary die
Fungsi : membentuk pelet
Sistem kontrol : Otomatis
Putaran mesin : 590 RPM
Kuat arus : 275 A
Power supply : 60 KW/ 380 V/ 2 phase / Cos φ = 0,8
(2)
Jumlah : 2 unit
5. Nama mesin : Cooling Tank
Fungsi : Menghisap serbuk kayu (abu) dan
mendinginkan wood pellet
Sistem kontrol : Otomatis
Putaran mesin : 1400 RPM
Kuat arus : 3,7 A
Power supply : 55 KW/ 380 V/ 2 phase / Cos φ = 0,8
Kapasitas : 1,5 ton/ jam
Jumlah : 1 unit
6. Nama mesin : Vibrating Screen
Tipe : Saringan (net)
Fungsi : Memisahkan wood pellet berdasarkan
ukuran (pelet utuh dan pelet pecah)
Sistem kontrol : Otomatis
Putaran mesin : 1400 RPM
Kuat arus : 13 A
Power supply : 55 KW/ 380 V/ 2 phase / Cos φ = 0,8
Kapasitas : 1,5 ton/ jam
Jumlah : 1 unit
(3)
Jumlah : 2 unit
B. Peralatan
1. Nama peralatan : Blower
Fungsi : Mengalirkan udara kedalam dust separator dan dust collector
Model : Kipas
Jumlah : 3 unit
2. Nama peralatan : Trafo I, Trafo II
Fungsi : Menurunkan tegangan sesuai dengan
kebutuhan mesin
Tipe : Indoor
Daya : Trafo I : 450 KVA
Trafo II: 630 KVA
Kuat arus : Trafo I : 675 A
Trafo II: 945 A
Jumlah : 2 unit
3. Nama peralatan : Chain Conveyor
(4)
Jumlah : 2 unit
4. Nama peralatan : Bucket Conveyor
Fungsi : Memindahkan bahan secara konstan
Jumlah : 3 unit
5. Nama peralatan : Compresor
Fungsi : Menghasilkan udara bertekanan
Jumlah : 2 unit
6. Nama peralatan : Forklift
Fungsi : Mengangkut peralatan, bahan balu, barang jadi
Merek : Komatsu
Kapasitas : 3 ton
Jumlah : 3 unit
7. Nama peralatan : Pallet kayu
Fungsi : Alas pada gudang penyimpanan wood pelet
Tipe : 1 tingkat
Ukuran : 1,5 m x 1,5 m
Kapasitas : Maksimal 2 tumpukan karung plastik wood pellet
(5)
8. Nama peralatan : Papan Beroda
Fungsi : Membawa barang jadi
Jumlah : 2 unit
9. Nama peralatan : Kereta Beroda
Fungsi : Membawa bahan baku
Jumlah : 4 unit
10. Nama peralatan : Sekop
Fungsi : Mengaduk campuran
Jumlah : 4 unit
11. Nama peralatan : Menara air
Fungsi : Menampung air yang digunakan untuk
keperluan produksi dan kebutuhan pribadi karyawan
Jumlah : 2 unit
(6)
Fungsi : meratakan dan membalik permukaan serbuk kayu saat penjemuran dan mencampur bahan baku
Merek : Jon Dere
Kapasitas : 3 ton
Jumlah : 1 unit
13. Nama peralatan : Timbangan Digital I, Timbangan Digital II
Fungsi : Menimbang produk jadi
Merek : Wagner
Kapasitas : Timbangan Digital I : 1500 Kg Timbangan Digital II : 150 Kg