Pemodelan inflasi regional indonesia menggunakan regresi data panel statis dan dinamis

PEMODELAN INFLASI REGIONAL INDONESIA
MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL STATIS DAN
DINAMIS

EVITA SARI

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Inflasi
Regional Indonesia Menggunakan Regresi Data Panel Statis dan Dinamis adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Evita Sari
NIM G14100082

ABSTRAK
EVITA SARI. Pemodelan Inflasi Regional Indonesia Menggunakan Regresi Data
Panel Statis dan Dinamis. Dibimbing oleh INDAHWATI dan NOER AZAM
ACHSANI.
Inflasi merupakan masalah ekonomi yang dialami setiap negara. Inflasi yang
tidak terkendali dapat berdampak buruk bagi perekonomian dan mengganggu
stabilitas nasional. Inflasi nasional ditentukan oleh inflasi daerah. Inflasi regional
di Indonesia besarnya bervariasi karena perbedaan karakteristik daerah dan
adanya kebijakan otonomi daerah. Penelitian ini menduga model tingkat inflasi di
31 provinsi di Indonesia periode 2006-2012 dengan menggunakan regresi data
panel statis dan dinamis. Nilai RMSE, MAE dan MAPE menunjukan angka yang
lebih kecil pada dugaan model regresi data panel dinamis menggunakan prosedur
SYS-GMM daripada dugaan model regresi data panel statis menggunakan model
efek tetap. Model yang memasukkan peubah tingkat inflasi tahun sebelumnya

sebagai peubah bebas lebih baik dari sisi kesalahan pendugaan dibandingkan
model yang tidak menggunakan peubah tingkat inflasi tahun sebelumnya. Peubah
yang mempengaruhi tingkat inflasi secara signifikan adalah upah minimum
provinsi riil, konsumsi energi listrik dan tingkat inflasi tahun sebelumnya.
Kata kunci: inflasi regional, regresi data panel dinamis, regresi data panel statis

ABSTRACT
EVITA SARI. Modelling Indonesia’s Regional Inflation Using Static and
Dynamic Panel Data Regression. Supervised by INDAHWATI and NOER
AZAM ACHSANI.
Inflation is an economic problem that is experienced by every country.
Uncontrolled inflation rate causes bad impact in national stability. National
inflation rate depends on regional inflation rates. Regional inflation rate in
Indonesia varies due to differences in the characteristics of the area, the
differences in economic structure and the policy of regional authonomy. This
study estimates regional inflation rate model using yearly data in 2006 until 2012
from 31 provinces in Indonesia and uses static and dynamic panel data regression.
RMSE, MAE and MAPE of dynamic panel data regression using SYS-GMM
procedure have smaller value than static panel data regression using fixed effect
model. It means that estimation model which includes the previous year’s

inflation rate variable as independent variable is better than estimation model
which doesn’t use it. The significant variables that affect inflation rate are regional
minimum wages, consumption of electricity and previous year’s inflation rate.
Keywords: regional inflation, dynamic panel data regression, static panel data
regression

PEMODELAN INFLASI REGIONAL INDONESIA
MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL STATIS DAN
DINAMIS

EVITA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemodelan Inflasi Regional Indonesia Menggunakan Regresi Data
Panel Statis dan Dinamis
Nama
: Evita Sari
NIM
: G14100082

Disetujui oleh

Dr Ir Indahwati, M Si
Pembimbing I

Prof Dr Ir Noer Azam Achsani, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Anang Kurnia, M Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan
nikmat hidayah dan karunia-Nya, shalawat serta salam penulis panjatkan pada
nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk bagi umatnya. Karya
ilmiah dengan judul Pemodelan Inflasi Regional Indonesia Menggunakan Regresi
Data Panel Statis dan Dinamis penulis susun sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si dan
bapak Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku pembimbing atas masukan,
bimbingan dan pengajaran yang diberikan selama penyusunan karya ilmiah ini,
bapak Dr. Farit M Afendi, M. Si selaku penguji yang telah memberikan masukan
dan perbaikan, orang tua tercinta ibu Sumarni, S.Pd, bapak Ngadimin, Am.Pd,
serta dek Kurnia Sari dan dek Ratna Sari atas kasih sayang, doa dan semangat

yang diberikan. Terima kasih kepada Yayasan Supersemar dan Karya Salemba
Empat untuk beasiswa yang diberikan dan membantu penyelesaian studi. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Puspita Laksmi Maharani, Fitri Insani,
ST, segenap saudaraku di Pondok Alia, Gabuters, Solikers, Bulliers, KMK dan
seluruh teman-teman Statistika 47 yang selalu memberikan dukungan dan bantuan
mereka sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Evita Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2


Inflasi

2

Regresi Data Panel Statis

2

Regresi Data Panel Dinamis

5

Evaluasi Pendugaan Model

8

METODE

9


Data

9

Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
10

Eksplorasi Data

10

Pendugaan Model Regresi Data Panel Statis

13

Pendugaan Model Regresi Data Panel Dinamis


16

Pemilihan Model Terbaik

17

Interpretasi Peubah Berpengaruh

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran


20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Perilaku tingkat inflasi di 31 provinsi
Koefisien korelasi antar peubah
Hasil uji spesifikasi model regresi data panel statis pada model A
Pendugaan model efek tetap dengan penanganan asumsi pada model A
Hasil pengujian regresi data panel dinamis pada model C
Perbandingan hasil pendugaan model efek tetap dan SYS-GMM

11
12
13
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik provinsi yang mengalami perbedaan perilaku tingkat inflasi
2 Hasil uji Jarque-Bera model A
3 Hasil uji Jarque-Bera model C

11
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Daftar provinsi dan kota proksi tingkat inflasi
Tabel tingkat inflasi regional (dalam %)
Diagram pencar peubah tak bebas vs peubah bebas dalam tahun
Histogram setiap peubah
Pendugaan model gabungan dan model efek acak untuk model A
Efek individu setiap provinsi pada model A
Hasil regresi data panel statis untuk model B
Hasil regresi data panel dinamis pada model D

22
23
24
26
27
28
29
32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang dialami oleh setiap negara.
Inflasi ditandai dengan naiknya harga-harga secara umum dan berlangsung
kontinu. Setiap negara memiliki tujuan makroekonomi dalam stabilitas harga yang
sangat berkaitan dalam fenomena inflasi. Inflasi yang tak terkendali dapat menjadi
ancaman bagi suatu negara karena dapat mengganggu stabilitas ekonomi, sosial
dan politik. Tingkat inflasi yang tinggi secara umum mengakibatkan penurunan
nilai riil uang yang dipegang masyarakat dan menurunnya tingkat kesejahteraan
masyarakat. Inflasi nasional ditentukan oleh besarnya inflasi masing-masing
daerah. Inflasi antar daerah di Indonesia bervariasi karena Indonesia merupakan
wilayah kepulauan dengan perbedaan karakteristik antar wilayah dan perbedaan
struktur ekonomi serta adanya kebijakan otonomi daerah yang membawa setiap
daerah ke arah desentralisasi politik, fiskal dan administrasi.
Penanganan masalah inflasi harus dilakukan oleh pemerintah, baik dari sisi
moneter, fiskal dan non-moneter. Kebijakan pemerintah pusat untuk mengatasi
inflasi direspon dengan tingkat inflasi yang berbeda pada setiap daerah.
Penanganan yang lebih spesifik dapat dilakukan di setiap provinsi yang berbeda.
Untuk itu perlu adanya pendugaan model inflasi untuk seluruh provinsi di
Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Data inflasi dan peubah lain yang
mempengaruhinya merupakan gabungan dari data deret waktu dan data individu
sehingga pendugaan model dilakukan dengan metode regresi data panel.
Pemodelan dengan regresi data panel mempunyai dua pendekatan yaitu
model regresi data panel statis dan model regresi data panel dinamis. Model
regresi data panel dinamis menambahkan lag peubah tak bebas pada peubah
bebas. Pembandingan dugaan model regresi data panel statis dan dinamis
dilakukan karena dalam teori Kurva Phillips menyatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi besarnya tingkat inflasi dalam periode tertentu adalah tingkat
inflasi periode sebelumnya. Fibriani (2012) melakukan pemodelan tingkat inflasi
Indonesia dengan model fungsi transfer input ganda dan menyimpulkan bahwa
tingkat inflasi periode ke-t dipengaruhi oleh tingkat inflasi dua belas bulan
sebelumnya memperkuat alasan dalam pemilihan metode data panel dinamis
sebagai model pembanding. Metode evaluasi pendugaan yang dipilih untuk
membandingkan kedua model dugaan pada penelitian ini adalah Root Mean
Square Error, Mean Absolute Error dan Mean Absolute Percentage Error.
Penelitian-penelitian berikut menjadi dasar pemilihan peubah bebas yang
digunakan. Prasetyo dan Firdaus (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh
infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia menggunakan regresi
data panel statis. Hasil menunjukan bahwa infrastruktur di Indonesia baik jalan,
listrik dan air bersih mempunyai pengaruh terhadap perekonomian di Indonesia.
Listrik mempunyai peranan penting dalam proses produksi sedangkan jalan
mendukung distribusi barang antar wilayah dan menunjang aktivitas ekonomi.
Pada tahun yang sama Beirne (2009) melakukan pemodelan tingkat inflasi pada
10 negara anggota Europian Union dengan menggunakan metode SYS-GMM.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tingkat inflasi dipengaruhi oleh tingkat

2
inflasi tahun sebelumnya, pendapatan domestik bruto dan tingkat pengangguran.
Penelitian mengenai upah dan tingkat inflasi dilakukan oleh Jonsson dan
Palmqvist (2004) dengan menggunakan data tahunan Amerika Serikat di sektor
barang dan jasa. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan upah di Amerika Serikat
tidak memberikan pengaruh yang besar dalam peningkatan tingkat inflasi di
negara tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membentuk persamaan regresi data panel statis dan dinamis dengan
faktor-faktor ekonomi regional di Indonesia.
2. Memperoleh penduga model terbaik dengan membandingkan persamaan
regresi data panel statis dan dinamis.

TINJAUAN PUSTAKA
Inflasi
Inflasi merupakan peningkatan dalam seluruh tingkat harga barang dan jasa
yang berlangsung secara terus-menerus. Peningkatan tingkat harga yang terjadi
secara sekaligus namun tidak berkepanjangan bukan merupakan inflasi. Inflasi
terjadi karena adanya permintaan atas barang dan jasa yang masih belum
terpenuhi meskipun faktor-faktor produksi sudah sepenuhnya digunakan.
Kelebihan permintaan ini akan menimbulkan kenaikan dalam tingkat harga.
Kurva Phillips dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi
(π) tergantung pada tiga kekuatan yaitu tingkat inflasi yang diharapkan (πe),
pengangguran siklis (u – un) dan guncangan penawaran (v) (Mankiw 2003).
Asumsi yang dikenakan pada Kurva Phllips adalah adaptive expectation yaitu
orang pernah mengalami inflasi sehingga tingkat inflasi yang diharapkan
diperkirakan berdasarkan tingkat inflasi periode sebelumnya. Studi mengenai
keberadaan Kurva Phillips di Indonesia dilakukan oleh Solikin (2004) yang
menyatakan bahwa untuk tingkat nasional kurva tersebut memang berlaku dan
mengalami perubahan seiring dengan perubahan struktur ekonomi Indonesia.

Regresi Data Panel Statis
Data panel merupakan kombinasi dari unsur waktu (time series) dan unsur
individu (cross section). Data panel diperoleh dengan mengamati sejumlah objek
dalam beberapa waktu (Gujarati 2003). Menurut Baltagi (2005) model regresi data
panel secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut:
(1)
it
it
it
dimana i bernilai 1, 2, ..., n dan t bernilai 1, 2, ..., T. Indeks i menunjukan dimensi
dari cross section, sedangkan indeks t menunjukan dimensi dari time series.

3
merupakan respon individu ke-i pada periode ke-t, merupakan skalar,
merupakan vektor yang berukuran K x 1 dengan K menyatakan banyaknya
peubah penjelas, i t adalah observasi pada amatan ke-i dan periode ke-t pada K
peubah penjelas serta
diasumsikan sebagai berikut:
it

i

dimana i merupakan pengaruh spesifik dari individu yang tidak teramati dan
menunjukan galat yang menyebar acak yang tidak berkorelasi diri. i dan
bebas satu sama lain.

Model Gabungan
Model gabungan tidak memperhatikan efek individu atau tidak ada
perbedaan dalam perilaku individu dalam waktu. Persamaan yang digunakan
mengikuti bentuk persamaan regresi linier dengan komponen sisaan hanya berasal
dari pendugaan tanpa adanya pengaruh individu dan waktu sebagai penyusunnya.
Model gabungan mengikuti persamaan (1) dengan i bernilai nol dan vi,t adalah
komponen sisaan dari pendugaan model dengan asumsi klasik yaitu vi,t ~ N(0, σv2).
Parameter
diduga dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil sehingga
menghasilkan penduga koefisien bagi yaitu
.

Model Efek Tetap
Pada model efek tetap, efek individu (µi) diasumsikan sebagai parameter
tetap yang bervariasi sehingga penduga model ini mampu menjelaskan perbedaan
antar individu, vi,t menyebar normal (0,σ2v) bebas stokastik identik, Xi,t bebas
dengan vi,t untuk setiap i dan t. Pemasukan peubah boneka dalam model
memungkinkan untuk melihat perbedaan intersep atau sering dikenal dengan
teknik Least Square Dummy Variables (LSDV). Model efek tetap mengikuti
persamaan (1) dengan i =
, D merupakan matriks berukuran nT x n dimana
D = [d1, d2, . ., dn] dan di merupakan peubah boneka pada individu ke-i, dengan i
adalah 1, 2, ... n.
Penduga kuadrat terkecil bagi
- [

]

-

-

adalah

dimana

. Kolom matriks D orthogonal, sehingga:
[

]

dengan masing-masing matriks di dalam diagonal adalah
, i adalah
tvektor T x 1 yang berisi angka satu.
Penduga µ adalah
sehingga untuk setiap individu i
̅
̅
Dugaan ragam sisaan bagi model efek tetap adalah
s

(

-

)

n -n-

-

(Greene 2012).

4
Model Efek Acak
Pada model efek acak, efek individu (µi) diasumsikan menyebar normal
bebas stokastik identik (0,σ2µ ), vi,t menyebar normal (0,σ2v) bebas stokastik identik
dan Xi,t bebas dengan µi dan vi,t untuk setiap i dan t. Menurut Greene (2012) model
efek acak mengikuti persamaan (1) dengan µi merupakan pengaruh acak yang
spesifik pada individu ke-i dan konstan dalam waktu. Komponen sisaan pada
model efek acak mengikuti error component model sebagai berikut:
i,t

i

i,t

dengan [ i,t ] σ
σ v , [ i,t i,s ] σ untuk t ≠ s, [ i,t j,s ]
untuk semua t dan s jika i ≠ j. Matriks ragam-peragam untuk T amatan pada setiap
individu i adalah ∑ =
sehingga:
i
∑=
[
]
dengan iT adalah T x 1 vektor kolom dari angka 1, maka matriks ragam peragam
untuk n x T amatan adalah:


[
]



Pendugaan model dengan Metode Kuadrat Terkecil akan diperoleh penduga
konsisten namun komponen galat vi,t mengalami autokorelasi dan galat baku
berbias, sehingga pendugaan dilakukan dengan Generalized Least Square yaitu
melakukan OLS setelah data ditansformasi sebagai berikut:
( i,t ̅ i. ) {
( i,t ̅i. )}
̅i.
i
i,t
dimana

-√

σ v

σ

σ v

. Pada umumnya nilai

berada di antara

dan . Jika

E(ui,t | Xi,t) = 0, efisiensi akan meningkat. Tetapi jika E(ui,t | Xi,t) ≠ , hasil
pendugaan model efek acak akan berbias. Jika σ2µ >> σ2v , akan mendekati 1
sehingga bias dari penduga model efek acak akan kecil.

Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk memilih penggunaan metode pendugaan antara
model gabungan dan model efek tetap. Berikut pengujian menurut Baltagi (2005):
H0: µ1 = µ2 = . . . = µn-1 = 0 (model gabungan)
H1: minimal terdapat satu µi dimana µi ≠ 0 (model efek tetap)
dengan statistik uji

RSSR merupakan Restricted Sum Square Residual atau nilai SSR pada model
gabungan dan USSR adalah Unrestricted Sum Square Residual atau SSR pada

5
model efek tetap. Keputusan tolak H0 jika nilai statistik uji Fhitung lebih besar dari
F-tabel.

Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih penggunaan metode pendugaan
antara model efek acak dan model efek tetap. Berikut adalah hipotesis yang diuji
menurut Baltagi (2005):
H0: E(ui,t | Xi,t) = 0 (model efek acak)
H1: E(ui,t | Xi,t) ≠ 0 (model efek tetap)
dengan statistik uji
(
) [ ar(
)](
)
dengan REM adalah vektor koefisien peubah penjelas dari model efek acak, FEM
adalah vektor koefisien peubah penjelas dari model efek tetap dan K adalah
jumlah peubah bebas. Keputusan tolak H0 jika nilai statistik uji 2hitung lebih besar
dari 2-tabel.
hit

Regresi Data Panel Dinamis
Hubungan antara peubah-peubah ekonomi dalam kenyataannya banyak
yang bersifat dinamis. Analisis data panel dapat digunakan untuk model yang
bersifat dinamis yang dicirikan dengan adanya lag peubah tak bebas diantara
peubah-peubah bebas. Model umum regresi data panel dinamis adalah:
dengan i bernilai 1, 2, ..., n dan t bernilai 1, 2, ..., T. adalah skalar, i t adalah
observasi pada amatan ke-i dan periode ke-t pada K peubah penjelas, adalah
vektor peubah penjelas berukuran K x 1 dan
diasumsikan sebagai berikut:
i

dimana i merupakan pengaruh spesifik dari individu yang tidak teramati dan
menunjukan galat yang menyebar acak yang tidak berkorelasi diri. i dan
bebas satu sama lain.
Penyertaan lag peubah tak bebas ke dalam peubah bebas memberikan
perbedaan dalam penduga model. Pada regresi data panel statis baik pada model
efek tetap dan model efek acak, pendugaan dengan kuadrat terkecil menunjukkan
efisiensi dan konsistensi. Pada data panel dinamis i t merupakan fungsi dari
maka i t- juga merupakan fungsi dari i , sehingga pendugaan dengan kuadrat
i
terkecil (seperti pada data panel statis) akan menghasilkan penduga yang bias dan
tidak konsisten meskipun i t tidak mengalami autokorelasi (Baltagi 2005). Untuk
mengatasi masalah di atas, metode System-Generalized Method of Moment (SYSGMM) dapat digunakan.

6
SYS-GMM
Ide dasar dari penggunaan metode SYS-(GMM) adalah menggunakan
lagged level dari yi,t sebagai peubah instrumen persamaan dalam first differences
dan menggunakan lagged differences dari yi,t sebagai peubah instrumen
persamaan dalam level (Blundell dan Bond 1998), sehingga tidak hanya
menggunakan momen kondisi dan matriks peubah instrumen dari model first
difference yang ditemukan oleh Arellano dan Bond (1991). Blundell dan Bond
(1998) melakukan kombinasi momen kondisi first difference dan momen kondisi
level serta matriks variabel instrumen first difference dan matriks peubah
instrumen level.
Arellano dan Bond (1991) melakukan prosedur first difference pada
persamaan regresi data panel dinamis tanpa peubah bebas untuk memperoleh
instrumen first difference yang valid (berkorelasi dengan i,t- - i,t- dan tidak
berkorelasi dengan

i,t -

) sehingga menghilangkan pengaruh individu (µi):

i,t-

i,t

i,t

i,t

i,t

i,t

i,t

Untuk t = 3 diperoleh yi,1 merupakan peubah instrumen yang valid dan untuk
t = 4 diperoleh bahwa yi,1 dan yi,2 adalah peubah instrumen yang valid. Sehingga
pada periode T, peubah instrumen validnya adalah (yi,1, yi,2, . . . , yi, T-2).
Didefinisikan matriks peubah instrumen Zdif = [Z1’, . . . , ZN’ dengan setiap baris
dari Zdif berisi peubah instrumen valid untuk setiap periode:
i,
i,

dif i

,

i,

,.. ., i, ]
[
i,
Peubah instrumen level yang valid (berkorelasi dengan yi,t-1 dan tidak berkorelasi
dengan ui,t) diperoleh dari model level regresi data panel dinamis:
i,t

i,t

i,t

Untuk itu dipilih i,t- - i,t- atau ∆yi,t-1 sebagai peubah instrumen. Pada t = 3
peubah instrumen yang dipilih adalah ∆yi,2 dan pada t = 4 dipilih ∆yi,2 dan ∆yi,3.
Sehingga untuk sejumlah periode T, diperoleh (∆yi,2, ∆yi,3, . . . , ∆yi, T-1) sebagai
instrumen valid. Didefinisikan matriks peubah instrumen Zlev = [Z1’, . . . , ZN’
dengan setiap baris dari Zlev berisi peubah instrumen valid untuk setiap periode:


i,



lev i

i,

,∆

i,



[

i,

,.. ., ∆

i,

]

Model system merupakan kombinasi model first difference dan model level
sebagai berikut:
∆ i,t
∆ i,t

( i,t )
i

i,t

i,t

7
dengan kombinasi momen kondisi


(

sys

i,t
i,t

)

merupakan kombinasi dari ( dif ∆ i,t )
dan (
matriks peubah instrumen untuk system yaitu:
dif

sys

[

dif

p

lev

untuk i = 1, 2, . . .N yang
lev i,t )

. Lalu didefinisikan




]


[
]
Z lev adalah non-redundant subset dari Zlev dan Zsys. Model system dengan
penambahan peubah bebas X adalah:
∆ i,t
∆ i,t
∆ i,t

(
) ( i,t )
p

i,t

i,t

i,t

i

dengan matriks peubah instrumen first difference dan matriks peubah instrumen
level sebagai berikut:
i,

,

,

i,

dif i



i,

[

,∆

i,

,

,

,
i,

i,

,∆

,

,

i,

,

,.. ,

]

i,



lev i

,

i,

,∆

i,

,∆

i,

,∆

i,

,∆

i,



[

i,

,.. ., ∆

i,

,.., ∆

i,

,.. , ∆

i,

]

Dengan meminimumkan jumlah kuadrat terboboti dari momen kondisi sampel
(fungsi objektif GMM) dan memilih pembobot yang optimal diperoleh two step
consistent estimator sebagai berikut:
(̂, ̂ )

̂

̂

dengan ̂ ∑i
i dan ∆ i merupakan diferensing dari sisaan dugaan
i∆ i∆ i
model menggunakan one step consistent estimator (Behr 2003).
Uji Wald
Uji Wald merupakan uji signifikansi model secara simultan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan di dalam model. Hipotesis Uji Wald menurut
Arellano dan Bond (1991) adalah:
H0: Tidak terdapat hubungan di dalam model
H1: Terdapat hubungan di dalam model
dengan statistik ujinya:
w ̂̂ ̂

dengan K merupakan banyaknya parameter yang diduga. Keputusan tolak H0 jika
nilai statistik uji w lebih besar dari 2-tabel.

8
Uji Sargan
Uji Sargan digunakan untuk mengetahui validitas penggunaan peubah
instrumen yang jumlahnya melebihi jumlah parameter yang diduga (kondisi
overidentifying restriction). Hipotesisnya adalah:
H0: Kondisi overidentifying restriction dalam pendugaan model valid
H1: Kondisi overidentifying restriction dalam pendugaan model tidak valid
dengan statistik ujinya:
s

̂

[∑
i

i ̂i

̂i

i]

̂

p

dengan ̂ merupakan sisaan bagi penduga model. Keputusan tolak H0 jika nilai
statistik uji s lebih besar dari 2(p-K-1) dengan p merupakan jumlah kolom bagi Z
(Arellano dan Bond 1991).

Uji Arellano-Bond
Komponen vi,t merupakan sisaan yang diasumsikan tidak mengalami
autokorelasi, namun pada pendugaan dalam proses first difference diperoleh
(vi,t - vi,t-1), sehingga E(vi,t, vi,t-1) tidak perlu bernilai nol. Namun untuk ordo
selanjutnya untuk melihat konsistensi penduga GMM, tetap dikenai asumsi
E(vi,t, vi,t-2) = 0 atau tidak adanya autokorelasi antara vi,t dan vi,t-2. Statistik
Arellano-Bond digunakan untuk menguji konsistensi penduga yang diperoleh dari
proses GMM. Hipotesisnya adalah:
H0: Tidak terdapat autokorelasi pada sisaan first difference orde ke-i
H1: Terdapat autokorelasi pada sisaan first difference orde ke-i
Statistik ujinya adalah:
̂î
i

̂
dengan i = 1, 2, mi merupakan statistik Arellano-Bond ke-i, ̂ -i merupakan vektor
sisaan lag ke-i dari dugaan persamaan regresi, ̂ merupakan q x 1 vektor yang
dipotong untuk menyesuaikan ̂ - dimana q = N (T – 2 – i) dan ̂ merupakan
vektor dugaan sisaan pada persamaan (9) dalam Arellano dan Bond (1991, hlm.
282). Statistik Arellano-Bond mengikuti sebaran normal, keputusan tolak H0
apabila mi lebih besar dari Z . Model konsisten apabila terdapat autokorelasi pada
sisaan first difference orde ke-1 dan tidak terdapat autokorelasi pada sisaan first
difference orde ke-2.

Evaluasi Pendugaan Model
Blundell dan Bond (1991) menggunakan Root Mean Square Error (RMSE)
dalam evaluasi simulasi pendugaan model dengan prosedur SYS-GMM. RMSE
dihitung dengan:
n

[∑ ∑
i

t

i,t

n

]

9
vi,t merupakan sisaan pada pendugaan model, n merupakan jumlah individu yang
diamati dan T adalah periode waktu yang diamati.
Namun Willmott dan Matsuura (2005) mengungkapkan bahwa penggunaan Mean
Average Error (MAE) lebih baik daripada RMSE. MAE dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
n

[∑ ∑
i

t

| i,t |
]
n

Menurut Mukhopadhyay (2007) penggunaan Mean Absolute Percentage
Error (MAPE) dapat memperlihatkan baik tidaknya suatu hasil dugaan model
dilihat dari sisi keakuratanya. Perhitungan MAPE menggunakan nisbah antara
sisaan pada pendugaan model (vi,t) dengan nilai peubah tak bebas i,t . MAPE
dihitung dengan:
n

P

n

[∑ ∑ |
i

t

i,t
i,t

|]

Apabila nilai MAPE yang diperoleh lebih dari 30% model hasil dugaan menjadi
kurang akurat.

METODE
Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik yang dipublikasikan dalam http//:www.bps.go.id, Publikasi Statistik
Listrik, Publikasi Statistik Transportasi dan Publikasi Keadaan Angkatan Kerja di
Indonesia. Data yang digunakan merupakan data tahunan peubah-peubah ekonomi
dari 31 provinsi di Indonesia pada periode 2006-2012. Provinsi yang tidak
dimasukan dalam penelitian ini adalah Papua Barat, Sulawesi Barat dan
Kalimantan Utara. Papua Barat digabungkan dengan provinsi Papua karena tidak
ada data kota yang dapat digunakan untuk proksi tingkat inflasi provinsi. Sulawesi
Barat baru berdiri pada 2004 sedangkan Kalimantan Utara baru berdiri pada 2012
sehingga belum ada data lengkap pada peubah ekonomi kedua provinsi tersebut.
Peubah tak bebas dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi (berdasarkan
IHK) dalam % (INF) dengan peubah bebasnya antara lain:
1. Pendapatan Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000
dalam triliun rupiah (GDRP)
2. Upah Minimum Provinsi Riil (berdasarkan IHK tahun dasar 2007) dalam
ribuan rupiah (WAGE)
3. Tingkat Pengangguran Terbuka dalam % (U)
4. Luas jalan dalam kondisi baik dalam % (ROAD)
5. Konsumsi energi listrik dalam GWh (ELC).

10
Prosedur Analisis Data
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Melakukan eksplorasi data untuk melihat karakteristik data secara umum.
2. Melakukan regresi data panel stasis:
a. Melakukan pendugaan Model Gabungan.
b. Melakukan pendugaan Model Efek Tetap.
c. Melakukan Uji Chow
 Jika H0 diterima, model yang digunakan adalah model
gabungan (lanjut ke langkah 2.f).
 Jika H0 ditolak, model yang sementara dipilih adalah model
efek tetap (lanjut ke langkah 2.d).
d. Melakukan pendugaan Model Efek Acak.
e. Melakukan Uji Hausman
 Jika H0 diterima, model yang digunakan adalah model efek
acak (lanjut ke langkah 2.f).
 Jika H0 ditolak, model yang digunakan adalah model efek tetap
(lanjut ke langkah 2.f).
f. Melakukan pengujian asumsi dan mengatasi masalah pelanggaran
asumsi pada persamaan regresi data panel statis.
3. Melakukan regresi data panel dinamis:
a. Melakukan pendugaan dengan prosedur System – Generalized
Method of Moment (SYS – GMM).
b. Melakukan uji Sargan.
c. Melakukan uji Statistik Arellano - Bond .
d. Melakukan pengujian asumsi dan mengatasi masalah pelanggaran
asumsi pada persamaan regresi data panel dinamis.
4. Menghitung nilai RMSE, MAE dan MAPE dari model regresi data panel
statis dan model regresi data panel dinamis.
5. Memilih model dengan nilai RMSE, MAE dan MAPE paling kecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Inflasi di tingkat provinsi diproksi dengan menggunakan tingkat inflasi di
ibukota provinsi atau kota besar yang daftarnya dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Tabel besarnya inflasi 31 provinsi di Indonesia pada tahun 2006-2012 dapat
dilihat dalam Lampiran 2. Pada tabel tersebut tingkat inflasi antar provinsi di
Indonesia tidak menunjukkan perbedaan yang jauh, namun provinsi Bangka
Belitung mempunyai tingkat inflasi tertinggi diantara provinsi lain pada tahun
2008 yaitu sebesar 18.4%. Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang terkena dampak dari krisis ekonomi global 2008 lalu, akibatnya
pendapatan masyarakat di sektor pertambangan dan perkebunan mengalami
penurunan, meningkatnya jumlah pengangguran dan kriminalitas, ditundanya
pelaksanaan sejumlah proyek strategis serta permasalahan sosial lainya (Zukhri

11
2009). Sedangkan provinsi dengan tingkat inflasi terendah adalah Nangroe Aceh
Darussalam pada tahun 2012 yaitu sebesar 0.06%.
Tabel 1 memperlihatkan ringkasan perilaku tingkat inflasi 31 provinsi dari
tahun ke tahun. Perilaku tingkat inflasi dari tahun 2006 hingga 2011 menunjukan
perubahan yang hampir sama pada seluruh provinsi, namun terdapat empat
provinsi yang menunjukan perbedaan perilaku yaitu Nangroe Aceh Darussalam,
Sulawesi Utara, Papua dan Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2012 perubahan
tingkat inflasi di seluruh provinsi cenderung beragam. Grafik 1 memperlihatkan
provinsi yang mengalami perbedaan perilaku inflasi dalam kurun waktu 20062012. Tahun 2006 dan 2007 keempat provinsi (NAD, Sulawesi Utara, Papua,
Sulawesi Tenggara) cenderung berada di atas rata-rata tingkat inflasi seluruh
provinsi pada tahun tersebut. Peningkatan tingkat inflasi di Nangroe Aceh
Darussalam disebabkan oleh tingginya permintaan barang dan jasa untuk usaha
rekonstruksi pasca bencana tsunami pada tahun 2004, juga terbatasnya respon
pasar dalam meningkatkan jumlah barang (Yusran et al 2008).
Tabel 1 Perilaku tingkat inflasi di 31 provinsi
Tahun Perilaku tingkat inflasi
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Mengalami penurunan
Mengalami peningkatan
Mengalami penurunan
Mengalami peningkatan
Mengalami penurunan
Beragam

Provinsi yang mengalami
perbedaan perilaku inflasi
NAD, Sulawesi Utara, Papua

Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

NAD
Sulut
Papua
Sultara

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Rata-rata
pertahun

Gambar 1 Grafik provinsi yang mengalami perbedaan
perilaku tingkat inflasi
Diagram pencar dari peubah bebas vs peubah tak bebas dapat dilihat pada
Lampiran 3. Plot menunjukkan hubungan yang relatif homogen dan konstan antar
peubah bebas dan peubah tak bebas pada setiap tahunnya. Namun pada tahun
2008 plot berada pada ordinat yang lebih tinggi dari tahun lainya dan cenderung
melebar ke kanan atas yang mengindikasikan terjadinya gejolak pada seluruh
peubah ekonomi yang diamati. Pada tahun 2008 perekonomian dunia mengalami

12
krisis keuangan yang diawali dengan jatuhnya harga perumahan di Amerika
Serikat pada tahun 2006. Pada tahun 2007 beberapa bank di Amerika dan Eropa
mengumumkan kerugian besarnya dalam saham dan investasi. Hingga pada tahun
2008 sebuah bank besar di Amerika, Lehman Brothers collapsed (Firdaus 2009).
Diagram pencar antara tingkat inflasi dan konsumsi energi listrik
memperlihatkan terdapat tujuh provinsi yang secara konsisten memiliki jumlah
konsumsi energi listrik yang tinggi yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Dari ketujuh provinsi tersebut, enam
di antaranya adalah provinsi yang berada di pulau jawa. Menurut Darmawan
(2013), masyarakat Indonesia yang belum menikmati listrik adalah mereka yang
tinggal di daerah pedalaman yang lebih dari separuhnya tinggal di luar kawasan
Jawa-Bali dengan konsumsi listrik per kapita yang sangat rendah. Sedangkan
provinsi yang konsisten memiliki produk domestik regional bruto yang tinggi
adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Histogram dari setiap peubah dapat dilihat pada Lampiran 4. Semua peubah
cenderung memiliki sebaran histogram yang menjulur ke kanan, namun
penggunaan Metode Kuadrat Terkecil dan Generalized Method of Moment tidak
mensyaratkan data berdistribusi normal. Beirne (2009) melakukan transfomasi
logaritma natural pada peubah yang tidak dinyatakan dalam persentasi. Hal
tersebut bertujuan agar dugaan koefisien peubah yang dihasilkan adalah elastisitas
dari peubah tak bebas terhadap peubah bebas yang dinyatakan dalam persen
(Gujarati 2003), oleh karena itu peneliti melakukan transformasi logaritma natural
pada peubah upah minimum regional riil, konsumsi energi listrik dan produk
domestik regional bruto.
Tabel 2 Koefisien korelasi antar peubah
INF
ROAD
U
WAGE
ELC
GDRP

-0.0340
0.0940
-0.2460*
-0.1480*
-0.1460*

*: Signifikan pada

ROAD

U

WAGE

ELC

0.0080
-0.0060 0.0990
0.2160* 0.2970* -0.0650
0.2250* 0.2890* -0.0190 0.9690*
= 5%

Koefisien korelasi antar peubah dapat dilihat dalam Tabel 2. Nilai korelasi
antara tingkat inflasi dan presentase luas jalan dalam kondisi baik bernilai negatif
meskipun nilai p tidak signifikan. Hal ini memperkuat pendapat yang menyatakan
bahwa rendahnya kondisi infrastruktur jalan yang baik dapat mempersulit
distribusi barang sehingga harga meningkat. Sejalan dengan hal tersebut kondisi
infrastruktur listrik yang kurang terpenuhi di suatu wilayah membuat
masyarakatnya untuk melakukan aktivitas ekonomi atau produksinya. Sedangkan
tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dapat berhubungan positif karena inflasi
dapat meningkatkan biaya produksi perusahaan sehingga meningkatkan
pengangguran (Haug dan King 2011).
Konsumsi energi listrik dan produk domestik regional bruto mempunyai
hubungan yang signifikan positif dengan nilai koefisien korelasinya yaitu sebesar

13
0.9690. Tingginya koefisien korelasi anatar kedua peubah disebabkan oleh
konsumsi energi listrik merupakan salah satu sektor produksi yang dimasukkan ke
dalam perhitungan produk domestik regional bruto. Korelasi yang tinggi tersebut
mengindikasikan adanya hubungan yang sangat erat antar kedua peubah.
Darmawan (2013) mengungkapkan bahwa peningkatan kebutuhan energi listrik
suatu wilayah mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dalam hal ini
adalah meningkatkan produk domestik regional bruto. Konsumsi energi listrik
suatu wilayah yang tinggi mengindikasikan keadaan infrastruktur yang baik pada
wilayah tersebut. Dalam Gujarati (2003) koefisien korelasi yang lebih dari 0.8
dapat menimbulkan masalah multikolonieritas (Gujarati 2003). Kedua peubah
tersebut tidak dimasukkan ke dalam pendugaan model secara bersamaan sehingga
terdapat empat dugaan model yang terbentuk yaitu model A (konsumsi energi
listrik) dan model B (produk domestik regional bruto) dengan regresi data panel
statis, model C (konsumsi energi listrik) dan model D (produk domestik regional
bruto) dengan model regresi data panel dinamis. Pendugaan model yang
dijabarkan dalam tulisan ini adalah pendugaan model A dan C.
Pendugaan Model Regresi Data Panel Statis
Dugaan model yang pertama dicari adalah model A. Pengujian statistik
melalui uji Chow digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih model
gabungan atau model efek tetap. Hasil pengujian dapat dilihat dalam Tabel 3. Dari
hasil pengujian diperoleh Fhitung sebesar 2.0343 dengan nilai p (0.0000) >
5%,
maka uji Chow nyata sehingga model sementara yang terpilih dalam penelitian ini
adalah model efek tetap. Penentuan pemilihan model antara model efek acak dan
model efek tetap dilakukan dengan pengujian statistik melalui uji Hausman. Pada
hasil uji Hausman diperoleh nilai 2hitung sebesar 50.5936 dengan nilai p (0.0000) <
= 5% maka hipotesis nol ditolak. Sehingga model yang digunakan dalam
menduga model A adalah model efek tetap. Pendugaan dengan model gabungan
dan model efek acak dapat dilihat dalam Lampiran 5.
Tabel 3 Hasil uji spesifikasi model regresi data panel statis pada model A
Uji Efek
Uji Chow
Fhitung
Uji Hausman
2

hitung

Statistik

Db

Nilai p

2.0343

(30,182)

0.0000

50.5936

4

0.0000

Pendugaan Model Efek Tetap
Hasil pendugaan dengan model efek tetap dapat dilihat pada Tabel 4 (Model
A1). Koefisien determinasi (R2) menurut hasil dugaan persamaan dengan model
efek tetap yaitu 34.28%. Besarnya R2 yang cukup rendah mengindikasikan bahwa

14
peubah bebas yang terdapat dalam persamaan kurang mampu menjelaskan
keragaman inflasi dari provinsi di Indonesia.
Asumsi yang pertama diuji adalah tidak adanya heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas muncul dalam berbagai aplikasi, baik pada data cross section
maupun data time series. Akibatnya penduga kuadrat terkecil masih tidak bias dan
linier namun tidak efisien karena tidak lagi mempunyai ragam yang minimum
sehingga pembuatan selang kepercayaan dan pengujian hipotesis tidak bisa
dipercaya untuk evaluasi (Greene 2012). Penanganan heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan teknik pendugaan Metode Kuadrat Terboboti atau Weighted
Least Square (WLS). Sedangkan masalah heteroskedastisitas dapat diketahui
dengan membandingkan nilai Sum Square Residual pada Weighted Statistics
(SSRW) dengan Sum Square Residual pada Unweighted Statistics (SSRU).
Apabila nilai SSRW lebih kecil dari SSRU, diindikasikan adanya masalah
heteroskedastisitas (Candra 2010). Pada Tabel 4 (Model A2) terlihat bahwa nilai
SSRW (1328.9010) lebih kecil daripada SSRU (1340.1970) maka model yang
digunakan adalah model efek tetap dengan pembobotan individu (cross section
weight) dan white heteroscedasticity. Pembobotan individu tersebut sudah robust
terhadap kasus heteroskedastisitas.
Tabel 4 Pendugaan model efek tetap dengan penanganan asumsi pada model A
Statistik
Fhitung
Nilai–p
R2
R2adj
SSR
DWhitung
R2
SSR
DWhitung

Model A1
2.7923
0.0000
0.3428
0.2200
1335.5180
3.1383

Model A2
Model A3
Weighted Statistics
3.7109
20.6430
0.0000
0.0000
0.4094
0.8630
0.2991
0.8212
1328.9010
432.7370
3.1773
1.9468
Unweighted Statistics
0.3405
0.7284
1340.1970
477.4765
3.1980
1.4012

Model A1: Pendugaan model efek tetap
Model A2: Pendugaan model efek tetap dengan pembobotan individu (cross
section weight) dan white heteroscedasticity
Model A3: Pendugaan model efek tetap dengan pembobotan individu (cross
section weight) dan white heteroscedasticity serta penambahan
AR(2)

Pengujian asumsi selanjutnya adalah tidak adanya autokorelasi dalam
model. Autokorelasi dapat timbul apabila galat dari time series yang berbeda
saling berkorelasi. Jika di dalam pendugaan terdapat masalah autokorelasi,
penduga tetap konsisten namun koefisien dugaanya tidak efisien dan standar eror
yang berbias (Baltagi 2005). Pengujian ada tidaknya masalah autokorelasi dapat
dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson. Pada penelitian ini digunakan
217 observasi dan peubah penjelas sebanyak empat, diperoleh nilai dL 1.7451 dan
dU 1.8030. Nilai Durbin Watson (DW) dalam pendugaan dengan pembobotan

15
individu (cross section weight) dan white heteroscedasticity (Model A2) sebesar
3.1773 yang berada pada (DW > 4 – dL) yaitu (3.1773 > 2.2549) yang
mengindikasikan adanya autokorelasi negatif. Masalah autokorelasi dapat diatasi
dengan menambahkan peubah autoregressive (AR) ke dalam persamaan. Nilai
DW (Model A3) hasil pendugaan setelah dilakukan penambahan AR(2) sebesar
1.9468 (seperti yang terlihat dalam Tabel 4 Model A3) yang berada pada (dU <
DW < 4 – dU) yaitu (1.8030 < 1.9468 < 2.1970). Penambahan AR(2) telah
mengatasi masalah autokorelasi.
Asumsi normalitas pada sisaan diperlukan karena pengujian hipotesis untuk
model dan koefisien menggunakan uji sebaran yang diturunkan dari sebaran
normal. Histogram sisaan dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai p pada statistik
Jarque-Bera sebesar 0.1084 >
5%, maka hipotesis nol tidak ditolak dan asumsi
normalitas terpenuhi.
14

Jarque-Bera: 4.4446
Nilai-p
: 0.1084

12
10
8
6
4
2
0
-37.5

-25.0

-12.5

0.0

12.5

25.0

37.5

50.0

Gambar 2 Hasil uji Jarque-Bera model A
Pada Tabel 4 (Model A3) terlihat hasil pendugaan model efek tetap dengan
asumsi yang telah terpenuhi. Menurut hasil pendugaan, nilai R2 yang diperoleh
adalah sebesar 86.30% yang artinya sebesar 86.30% keragaman dari tingkat
inflasi dapat dijelaskan oleh luas jalan kondisi baik, tingkat pengangguran
terbuka, upah minimum provinsi riil dan konsumsi energi listrik, sedangkan
sisanya sebesar 13.70% keragaman tingkat inflasi dijelaskan oleh peubah ekonomi
lain yang tidak dimasukan ke dalam dugaan model. Nilai p pada Fhitung (0.0000)
nyata pada = 5% mengindikasikan bahwa terdapat minimal satu peubah bebas
yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dan model dianggap layak
untuk menduga parameter yang ada. Hasil pendugaan di atas memiliki nilai efek
individu yang berbeda di setiap provinsi yang dapat dilihat dalam Lampiran 6.
DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai nilai efek individu yang paling
tinggi. Apabila diasumsikan seluruh peubah bebas tidak berpengaruh, DKI Jakarta
mempunyai tingkat inflasi yang paling tinggi di antara seluruh provinsi lain.
Sedangkan provinsi yang mempunyai tingkat inflasi terendah adalah Gorontalo.
Hasil pendugaan model B dapat dilihat dalam Lampiran 7. Model yang
terpilih adalah model efek tetap dengan pelanggaran asumsi dan penanganan yang
sama dengan model sebelumnya. Model B diduga dengan model efek tetap
dengan pembobotan individu (cross section weight) dan white heteroscedasticity
serta penambahan AR(2).

16
Pendugaan Model Regresi Data Panel Dinamis
Pendugaan model regresi data panel dinamis pada penelitian ini
menggunakan prosedur SYS-GMM (Blundell Bond GMM) dengan penduga two
step consistent estimator. Uji Wald merupakan uji signifikansi model secara
2
simultan dengan statistik uji hitung berderajat bebas K, K merupakan banyaknya
parameter yang diduga. Hipotesis nolnya adalah tidak terdapat hubungan di dalam
2
model. Tabel 5 memperlihatkan hitung dari uji Wald sebesar 109.1300 dengan
nilai p sebesar 0.0000 sehingga pada taraf nyata 5% hipotesis nol ditolak. Artinya
minimal terdapat satu peubah bebas yang mempengaruhi tingkat inflasi.
Tabel 5 Hasil pengujian data panel dinamis pada model C
Wald
hitung)
Derajat bebas
Nilai p

Uji Signifikansi Model

2

109.1300
5
0.0000
Uji Sargan

2

28.7069
19
0.0707

hitung

Derajat bebas
Nilai p
Uji Arellano-Bond
Ordo
Zhitung
Nilai p

1
-2.5274
0.0115

2
-0.7128
0.4760

20

Jarque-Bera : 1.6383
Nilai-p
: 0.4408
16

12

8

4

0
-10

-5

0

5

10

15

20

Gambar 3 Hasil uji Jarque-Bera model C
Menurut Arellano dan Bond (1991), terdapat dua kriteria untuk menemukan
penduga model panel dinamis terbaik yaitu instrumen yang digunakan valid dan
diperoleh penduga yang konsisten. Uji Sargan digunakan untuk mengetahui
validitas penggunaan peubah instrumen yang jumlahnya melebihi jumlah
parameter yang diduga (kondisi overidentifying restriction). Seperti yang terlihat
dalam Tabel 5, hasil pengujian dengan nilai 2 hitung sebesar 28.7069 dan nilai p

17
sebesar 0.0707 > taraf nyata 5% sehingga hipotesis nol tidak ditolak. Artinya
kondisi overidentifying restriction dalam pendugaan model valid.
Kekonsistenan penduga diuji dengan Uji Arellano-Bond. Penduga yang
konsisten mempunyai komponen sisaan yang tidak mengalami second order
serial correlation pada persamaan first difference-nya. Tabel 5 menunjukkan pada
orde pertama nilai Zhitung sebesar -2.5274 dengan nilai p sebesar 0.0115 sehingga
hipotesis nol ditolak. Artinya terdapat autokorelasi pada sisaan first difference
ordo pertama. Pada ordo kedua nilai Zhitung sebesar -0.7128 dengan nilai p sebesar
0.4760 sehingga hipotesis nol diterima. Artinya tidak terdapat autokorelasi pada
sisaan first difference ordo kedua. Pengujian dengan uji Arellano-Bond
menunjukkan hasil yang konsisten sehingga sisaan pada model dalam level tidak
mengalami autokorelasi atau sisaan dalam level mengikuti proses random walk.
Peneliti tidak melakukan pengujian asumsi homogenitas karena standar
sisaan yang digunakan adalah robust standar eror yang kekar dengan masalah
heteroskedastisitas (Roodman 2009). Asumsi normalitas diuji dengan
menggunakan uji Jarque-Bera. Histogram sisaan dapat dilihat pada Gambar 3.
Nilai p pada statistik Jarque-Bera sebesar 0.4408 >
5%, maka hipotesis nol
tidak ditolak dan asumsi normalitas terpenuhi. Hasil pendugaan model D dapat
dilihat dalam Lampiran 9.

Pemilihan Model Terbaik
Berikut adalah nilai koefisien hasil pendugaan dengan regresi data panel
statis (model efek tetap) dan regresi data panel dinamis (SYS GMM):
Tabel 6 Perbandingan hasil pendugaan Model Efek Tetap dan SYS GMM
Peubah
C
ROAD
U
lnWAGE
lnELC
lnGDRP
INF(-1)
R2
RMSE
MAE
MAPE (%)

Model Efek Tetap
Model A
Model B
66.1631*
60.6618*
0.0243*
0.0345*
0.2312*
0.0774
-6.9350*
-5.1953*
-6.6709*
-13.3109*
0.8630
19.5309
15.3560
3.5911

*: Signifikan pada

0.8383
36.5859
28.4593
6.3233

SYS-GMM
Model C
Model D
130.2908*
86.8868*
-0.0034
-0.0090
0.7316
0.2426
-31.4261*
-35.0748*
-7.3683*
-2.1783
-0.5248*
-0.4958*
9.8881
8.3245
2.2976

14.1395
11.2094
2.7864

= 5%

Evaluasi pendugaan dilakukan dengan membandingkan nilai root mean
square error (RMSE), mean absolute error (MAE) dan mean absolute percentage
error (MAPE) pada kedua metode. Tabel 6 menunjukkan nilai RMSE, MAE dan
MAPE untuk dugaan model regresi data panel statis dan dinamis. Nilai MAPE
pada keempat model dugaan menunjukkan nilai di bawah 10% artinya model

18
dugaan yang dibangun memiliki keakuratan yang sangat baik (Mukhopadhyay
2007). Ketiga nilai evaluasi pendugaan dari dugaan model regresi data panel
dinamis lebih kecil dari dugaan model regresi data panel statis. Artinya
penggunaan regresi data panel dinamis (SYS GMM) lebih baik daripada regresi
data panel statis (model efek tetap). Nilai RMSE, MAE dan MAPE pada model C
lebih kecil daripada model D sehingga model C adalah model terbaik yang dipilih.

Interpretasi Peubah Berpengaruh
Pada dugaan model tingkat inflasi dengan menggunakan regresi data panel
dinamis (model C dan D) menunjukkan peubah tingkat inflasi tahun sebelumnya
yang signifikan mempengaruhi tingkat inflasi secara negatif. Hal tersebut sejalan
dengan hubungan antara tingkat inflasi dan peubah tingkat inflasi tahun
sebelumnya yang nyata dengan koefisien korelasi sebesar -0.1670. Hasil serupa
diperoleh oleh Whelan (2007) yang melakukan penelitian mengenai tingkat
inflasi Amerika Serikat dan Euro Area menggunakan staggered price contracting
model. Penelitian tersebut menyimpulkan hubungan antara tingkat inflasi dan
tingkat inflasi tahun sebelumnya menggunakan tiga pemodelan (model Taylor,
model Calvo terpotong dan model berdasarkan peningkatan hazard) adalah
negatif. Marques, Pino dan Tena (2009) melakukan penelitian mengenai tingkat
inflasi pada sektor makanan di negara Chili yang meliputi 98 komoditas makanan
di 23 kota besar di negara tersebut dan menunjukkan bahwa lag tingkat inflasi
merupakan faktor yang paling penting dalam dinamika inflasi yang dibuktikan
dengan persentase komoditas untuk peubah lag tingkat inflasi yang signifikan
sangat tinggi. Meskipun pada penelitian ini tingkat inflasi yang digunakan adalah
tingkat inflasi dari seluruh sektor di Indonesia, koefisien lag tingkat inflasi yang
signifikan sejalan dengan penelitian yang disebutkan.
Upah minimum regional riil secara signifikan mempengaruhi tingkat inflasi
dengan koefisien peubah tersebut pada model C dan model D menunjukkan nilai
yang negatif. Koefisien peubah upah minimum regional riil yang negatif sejalan
dengan penelitian mengenai determinasi inflasi oleh Mohanty dan Klau (2001).
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penurunan tingkat inflasi dapat
meningkatkan upah minimum riil pada negara di Asia, Eropa dan Afrika.
Guncangan upah dapat memicu terjadinya cost push inflation yaitu inflasi yang
terjadi karena peningkatan biaya produksi atau beban biaya yang tinggi. Hasil
serupa dijumpai pada tulisan Ozcan, Berument dan Neyapti (2004) yang meneliti
mengenai dinamika inflasi di negara Turki. Hubungan antara upah dan inflasi
adalah negatif. Hubungan yang negatif tersebut disebabkan oleh kesenjangan yang
tinggi antara biaya pekerja dan upah yang diterima. Kesenjangan terjadi karena
pembayaran pajak, biaya keamanan sosial dan kompensasi yang tidak
diperhitungkan di dalam upah yang diberikan oleh perusahaan.
Pada model C koefisien regresi konsumsi energi listrik signifikan pada taraf
nyata 5%, sedangkan produk domestik regional bruto pada model D tidak
memberikan pengaruh yang signifikan. Namun kedua peubah tersebut mempunyai
koefisien korelasi positif yang kuat sehingga interpretasinya sejalan. Peningkatan
konsumsi energi listrik akan meningkatkan produk domestik regional bruto karena
konsumsi energi listrik merupakan salah satu sektor produksi yang dimasukkan

19
dalam perhitungan produk domestik regional bruto. Hubungan negatif antara
tingkat inflasi dan produk domestik regional bruto dijelaskan oleh Dye (2014).
Apabila produk domestik regional bruto rendah dalam hal ini masyarakat bersaing
untuk memperoleh barang dan jasa yang terbatas, tingkat harga akan mengalami
peningkatan. Atau dalam hal ini konsumsi energi listrik yang rendah akan
meningkatkan tingkat inflasi. Konsumsi energi listrik dapat mewakili peubah
produk domestik regional bruto dalam pendugaan model tingkat inflasi serta
memiliki keunggulan yaitu dari sisi ketersediaan data terkini.
Interpretasi koefisien berikut merupakan interpretasi dugaan koefisien pada
model C:
-

.
.

.5
lnW

- .

.
ln

.

Peubah tingkat inflasi tahun sebelumnya secara langsung mempengaruhi peubah
tingkat inflasi, nilai koefisienya sebesar -0.5248 dengan nilai p sebesar 0.0000.
Artinya peningkatan tingkat inflasi periode sebelumnya sebesar 1% akan
menurunkan tingkat inflasi sebesar 0.5248% dengan asumsi ceteris paribus.
Peubah upah minimum regional riil mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
tingkat inflasi. Nilai koefisien regresi dari peubah upah minimum regional riil
sebesar -31.4261 dengan nilai p sebesar 0.0000. Artinya tingkat inflasi mengalami
penurunan sebesar 31.4261% seiring dengan peningkatan upah minimum regional
riil sebesar 1%, secara ceteris paribus. Peubah konsumsi energi listrik
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat inflasi. Nilai koefisien dari peubah
konsumsi energi listrik sebesar -7.3683 dengan nilai p sebesar 0.047, artinya
asumsi ceteris paribus tingkat inflasi akan mengalami penurunan sebesar
7.3683% seiring dengan peningkatan konsumsi energi listr