Kajian Kualitas Air Sungai Buaran Di Jakarta
KAJIAN KUALITAS AIR SUNGAI BUARAN DI JAKARTA
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kualitas Air Sungai
Buaran di Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Irghan Mikhail Kenjibriel
NIM F44110074
ABSTRAK
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL. Kajian Kualitas Air Sungai Buaran Di
Jakarta. Dibimbing oleh PRASTOWO.
Sungai Buaran mempunyai luas sebesar 14.34 km2 dan menjadi salah satu
tempat pembuangan limbah domestik maupun industri warga Jakarta. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji nilai parameter kualitas air Sungai Buaran serta
beban pencemaran berdasarkan sumber pencemar. Penelitian ini dilakukan dari
bulan Juli-Oktober 2015 dengan menggunakan dua kelompok parameter kualitas
air sungai,yaitu parameter kimia (pH, BOD, COD dan detergen) dan parameter
fisika (suhu, TDS, dan TSS). Metode yang dilakukan untuk pengumpulan data
kecepatan aliran adalah metode pelampung. Pengukuran dan pengambilan sampel
dilakukan di tiga titik yaitu di hulu (lokasi 1), tengah (lokasi 2) dan hilir (lokasi 3).
Sumber pencemar yang mendominasi Sungai Buaran adalah limbah domestik.
Nilai beban pencemaran dan parameter kualitas air sungai yang melewati baku
mutu untuk setiap lokasi penelitian adalah BOD dan COD.
Kata kunci : limbah domestik, parameter kualitas air sungai, Sungai Buaran
sumber pencemar.
ABSTRACT
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL. Water Quality Assessment of Buaran river In
Jakarta. SupervisedbyPRASTOWO.
Buaran river has an area of 14.34 km2 and become one of the domestic and
industrial waste disposal of Jakarta residents. This researh chaimed to assess the
value of water quality parameters of Buaran River and then the pollution load
based on pollutant source and to assess. This research was conducted from JulyOctober 2015 using two groups of river water quality parameters, namely the
chemical parameters (pH, BOD, COD and detergent) and physics
parameters(temperature, TDS, and TSS). Velocity datas were collected by float
method. Measurement and sampling were conducted at three points, at upstream
(location 1), midstream (location 2) and downstream (location 3). The sources of
pollution that dominate Buaran River was from the domestic waste. The value of
pollution load, BOD and COD as water quality parameters passed the quality
standard at all location.
Keywords: Domestic waste, river waterquality parameters, Buaran River,sources
pollution.
KAJIAN KUALITAS AIR SUNGAI BUARAN DI JAKARTA
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Daerah Aliran Sungai (DAS)
3
Kualitas Air Sungai
7
Parameter Kualitas Air Sungai
9
Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai
METODE PENELITIAN
10
12
Lokasi dan Waktu Penelitian
12
Alat dan Bahan
12
Metode Penelitian
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Kondisi Umum Wilayah Studi
16
Parameter KualitasAir Sungai
17
Identifikasi Sumber Pencemar
26
Upaya Pengelolaan Lingkungan
29
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
39
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Masalah DAS dan alternatifnya
Sumber pencemar dan jenis limbah yang dihasilkan pada
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Hasil Uji kualitas air Sungai Buaran di laboratorium PPLHIPB data dari BPLHD Jakarta Timur tahun 2014.
Hasil pengukuran di lokasi hulu, tengah dan hilir Sungai
Buaran.
Beban pencemaran untuk lokasi 1, lokasi2, dan lokasi 3
untuk setiap parameter kualitas air Sungai Buaran
4
6
19
21
29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai di DKI Jakarta
Sketesa peta Sungai Buaran untuk setiap lokasi penelitian
dan sumber pencemar untuk masing masing lokasi
Kondisi Sungai Buaran lokasi di 1
Sketsa gambar teknik untuk luas penampang Sungai Buaran
di lokasi 1
Grafik Perbandingan nilai debit sedimen TSS dan debit
aliran Sungai Buaran.
Grafik perbandingan debit parameter kualitas air TDS dan
debit aliran.
Grafik perbandingan debit parameter kualitas air BOD dan
debit aliran.
Grafik perbandingan debit parameter kualitas air COD dan
debit aliran.
Diagram hubungan sumber pencemar terhadap perubahan
lingkungan.i.
Sketsa denah upaya pengelolaan lingkungan menggunakan
IPAL untuk pengelohan limbah domestik pada Sungai
Buaran.
Gambar teknik IPAL untuk tampak atas, potongan dan detail
8
15
22
22
23
24
25
25
28
30
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Diagram sistem aliran sungai dan peruntukannya untuk
wilayah DKI Jakarta
Data parameter kualitas air Sungai Buaran oleh BPLHD
tahun 2014
Hasil analisis PPLH-IPB
Baku mutu air sungai di Jakarta berdasarkan Peraturan
Gubernur No 582 Tahun 1995.
Klasifikasi air sungai berdasarkan PP No 82 tahun 2001
34
35
36
37
38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki
fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan
ekonomi yang hingga saat ini masih merupakan tulang punggung pembangunan
nasional. Salah satu fungsi lingkungan sungai yang utama adalah untuk pengairan
lahan pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Seiring dengan
pertambahan penduduk dan perkembangan berbagai industri, maka pencemaran
air sungai telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh manusia. Meskipun
udara, tanah, dan air tidak terlepas dari masalah pencemaran, tidak dapat
dipungkiri bahwa lingkungan yang paling terancam dewasa ini adalah lingkungan
perairan terutama sungai karena air sungai merupakan kebutuhan utama industri
dan rumah tangga, dan pada akhirnya sebagian besar air yang telah digunakan
oleh industri dan rumah tangga akan dilepaskan ke lingkungan bersama-sama
dengan berbagai jenis polutan yang terkandung di dalamnya.
Air merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak, sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup
dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau
mencapai kualitas air, yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai
dengan tingkat mutu air yang diinginkan, sebagaimana PP No. 82 Tahun 2001,
maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian melalui upaya pemeliharan
kualitas dan fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya dan/atau
sesuai baku mutu.
Sungai juga berfungsi sebagai bahan baku air minum, mandi dan cuci serta
berbagai kegiatan seperti industri, perikanan, perkebunan, pertambangan dan
kegiatan lainnya dan juga sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah berbagai
kegiatan yang ada di sekitar. Sungai-sungai tersebut oleh masyarakat saat ini
diduga telah mengalami penurunan kualitas air sebagai akibat dari buangan
limbah berbagai kegiatan seperti perkebunan, perindustrian, dan domestik.
Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya Jakarta telah
menunjukkan gejala yang cukup serius, khususnya masalah pencemaran air
Sungai Buaran. Penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan
industri dari pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa
pengolahan lebih dahulu ke sungai atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah
memegang andil baik secara sengaja atau tidak adalah masyarakat Jakarta itu
sendiri. Yakni akibat air buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin
besar sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkembangan kota Jakarta.
Ditambah lagi rendahnya kesadaran sebagian masyarakat yang langsung
membuang kotoran/tinja maupun sampah ke dalam sungai, menyebabkan proses
pencemaran Sungai Buaran yang ada di Jakarta bertambah cepat.
Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis
besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah domestik
yakni yang berasal dari buangan rumah tangga dan yang ke tiga yakni air limbah
dari perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini selain pencemaran
2
akibat limbah industri, pencemaran akibat limbah domestikpun telah
menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat
masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota (sewerage system)
mengakibatkan tercemarnya badan-badan sungai oleh air limbah domestik,
bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah
tercemar pula.
Masalah pencemaran oleh air limbah rumah tangga di wilayah Jakarta
Timur khusus nya Sungai Buaran lebih diperburuk lagi akibat berkembangnya
lokasi pemukiman di daerah penyangga yang ada di sekitar Sungai Buaran, yang
mana tanpa dilengkapi dengan fasilitas pengolahan air limbah, sehingga seluruh
air limbah dibuang ke saluran umum dan akhirnya mengalir ke badan sungai yang
ada di wilayah Sungai Buaran, Jakarta Timur.
Dampak lain dari adanya pencemaran limbah domestik, industri, pertanian,
peternakan dan pertambangan selain menurunkan mutu air, juga menimbulkan
bau busuk dan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui seberapa besar beban
pencemaran dan kualitas air Sungai Buaran.
Berdasarkan data pengamatan hasi penilitian yang dilakukan oleh BPLHD
Jakarta Timur untuk Sungai Buaran berdasarkan berdasarkan Surat Keputusan
Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 untuk lokasi hulu
yang berada pada Jalan Pondok Kelapa, Kalimalang Jakarta timur dan lokasi hilir
yang berada pada Belakang PIK Pulo Gadung Jakarta timur, Didapatkan hasil
untuk tujuh parameter kualitas air sungai yaitu pH, suhu, TDS, TSS, BOD,COD,
Senyawa Aktif Biru Metilen (Detergen), dimana untuk lokasi hulu nilai
parameter kualitas air sungai yang memiliki nilai melebihi ambang batas baku
mutu yang telah ditetapkan adalah BOD, COD dan Senyawa Aktif Metilen Biru
sedangkan untuk lokasi hilir yang berada di lokasi belakang PIK Pulo Gadung
Jakarta Timur untuk nilai-nilai parameter kualitas air sungai yang melewati
ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan adalah TSS, BOD, COD, dan
Senyawa Aktif Biru Metilen (Detergen).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Jumlah dan jenis sumber pencemar yang terdapat pada Sungai Buaran?
2. Parameter kualitas air sungai yang digunakan untuk mengidentifikasi beban
pencemaran pada Sungai Buaran?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji nilai parameter kualitas air
Sungai Buaran serta beban pencemaran berdasarkan sumber pencemar.
3
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah agar pihak-pihak yang berkepentingan
dapat memperoleh gambaran mengenai kondisi kualitas air Sungai Buaran dan
strategi yang sebaiknya dilakukan dalam upaya pengelolaan lingkungan perairan
di Sungai Buaran di Jakarta. Oleh karena itu manfaat yang dapat diperoleh sebagai
adalah dapat dijadikan masukan bagi penyusunan kebijakan dalam pengendalian
pencemaran air Sungai Buaran di Jakarta.
Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.
Ruang lingkup penelitian ini mencakup:
Deskripsi daerah studi.
Mengkaji parameter kualitas air sungai.
Identifikasi sumber pencemar.
Mengkaji upaya pengelolaan lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air, DAS didefinisikan sebagai wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami yangbatas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh
dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai
DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi
konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar
tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan
vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah
hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai
yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.Ketiga DAS
bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.
4
Daerah aliran sungai dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi
tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan
sosialekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik
hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi
atau yang dikenal sebagai siklus air. Kegiatan sosial-ekonomi dan budaya
masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami
DAS,seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari
semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan)
yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat
pada
perubahan kondisi tata air DAS.
Tabel 1 Masalah DAS dan alternatifnya
Masalah DAS
Kuantitas air
Banjir
Kekeringan
Tingginya fluktuasi debit puncak dengan debit dasar
Kualitas air
Tingginya sedimentasi dan pengendapan lumpur
Tercemarnya air sungai dan air tanah
Eutrofikasi (peningkatan konsentrasi hara di dalam
badan air
Alternatik Teknik Mengatasinya
Peningkatan penggunaan dan peresapan air di bagian hulu dan
tengah DAS melalui :
Peneneman pohon-pohonan
Pembuatan waduk, percetakan sawah, pembuatan rorak, dan
sumur resapan
Menanggulangi penyempitan (karena sampah dll) dan
pedangkalan sungai
Penanaman tanaman yang hemat air seperti kacang gude,
kacang tunggak, kacang hijau, sorgum, singkong
Penurunan evaporasi mislaya degan penggunaan mulsa
Penyimapanan kelebihan air pada musim hujan untuk
digunakan di musim kemarau, misalnya dengan pembuatan
rorak dan embung
Penanaman pohon-pohonan
Peningkatan pengisian pori dan air tanah dengan sumur
resapan, rorak,gulud, dan sebagainya
Peningkatan fungsi “filter” DAS terutama di sepanjang
bantaran sungai dengan penanaman rumput-rumputan dan
tanaman lain yang dapat menutup rapat permukaan tanah
Pengamanan tebing sungai yang rawan longsor, misalnya
dengan penanaman tanaman yang relatif ringan dan berakar
dalam seperti bambu (apabila sedimen berasal dari erosi
tebing sungai)
Perlu diselidiki sumber bahan pencemar dan melakukan
penjernihan (water treatment/purifikasi) sebelum air
dialirkan ke sungai
Pengaturan penggunaan pupuk sesuai dengan kebutuhan
tanaman (tidak berlebihan)
Sumber : World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia 2004
Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan
kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang
diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas
lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya
berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan
penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan
masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya.
Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata pemanfaatannya agar dapat digunakan
untuk berbagai keperluan antara lain pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan,
5
peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman, untuk jenis
masalah pada DAS dan alternatik teknik mengatasinya dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan bentuk sebarannya, sumber pencemaran air dibagi menjadi
dua, yaitu Sumber pencemaran tersebar (non point source pollution), merupakan
sumber pencemar yang tidak terlokalisasi secara definitif. Sumber pencemaran ini
biasanya berasal dari daerah pinggiran kota (sub-urban), kota-kota besar, rumahrumah pedesaan (rular homes), pertanian dan peternakan. Sumber pencemaran ini
tersebar dari beberapa daerah dan tidak langsung mencemari badan air. Biasanya,
pencemar ini terlebih dahulu mencemari air tanah atau saluran air (saluran air
terbuka maupun tertutup), yang kemudian bermuara di badan air, seperti sungai
dan laut.Sumber pencemaran titik (point source pollution), merupakan sumber
pencemaran yang berasal dari titik-titik tertentu di sepanjang badan air penerima
(sungai). Sumber pencemaran ini dapat diketahui dengan jelas lokasi sumbernya.
Sumber pencemaran ini terutama berasal dari pipa-pipa pembuangan limbah cair
dari industri yang tidak mengolah limbahnya. Selain itu pencemaran ini juga
berasal dari buangan hasil pengolahan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah) yang tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah yang ditetapkan.
Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus
yangsearah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0.1 – 1.0 m/detik, serta
sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan),
jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin
besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air
semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan
dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair
jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar,
tebingnya curam atau landai badan air dalam, keruh dan aliran air lambat. sungai
merupakan bagian lingkunganyang paling cepat mengalami perubahan jika
terdapat aktifitas manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur
air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna
lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada
kualitas air sungai .
Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri
(selfpurification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan
kadar oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas. Kemampuan sungai
dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju
aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk .
Kemampuan
sungai
untuk
memulihkan
diri
sendiri
dari
pencemarandipengaruhi oleh (1) laju aliran air sungai, (2) berkaitan dengan jenis
bahan pencemar yang masuk ke dalam badan air. Senyawa nonbiodegradable
yang dapat merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan
secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis pada rantai makanan.
Berbagai kegiatan yang dapat dijumpai dalam pengembangan suatu DAS
antara lain adalah kegiatan konstruksi, seperti pembangunan jalan, perluasan kota/
daerah pemukiman, industri, pembangkit tenaga listrik, dam/waduk untuk irigasi atau
hidrolistrik, kegiatan pengerukan, pembangunan kanal, transportasi/navigasi,
pertambangan, pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan maupun
kegiatan lainnya. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan timbulnya
masalah, benturan atau persaingan antar kegiatan dalam suatu DAS, diperlukan suatu
6
rencana pengembangan yang komprehensif dan terpadu Untuk lebih jelasnya sumber
pencemar dan jenil limbah yang dihasilkan pada DAS dapat dilihat Tabel 2.
Tabel 2 Sumber Pencemar dan jenis limbah yang dihasilkan pada Daerah Aliran
Sungai (DAS).
No
Jenis Kegiatan
Parameter Kualitas Air
1
Industri pangan
2
Industri minuman
3
4
5
6
Industri makanan
Industri percetakan
Perkayuan dan motor
Industri pakaian jadi
7
Industri plastik
8
Industri kulit
9
Industri besi dan logam
10
Aneka industri
11
12
Pertanian/tanaman pangan
Perhotelan
13
14
Rekreasi
Kesehatan
15
Perdagangan
16
Pemukiman
17
18
19
Perhubungan darat
Perikanan darat
Peternakan
20
Perkebunan
BOD, COD, TOC, TOD, pH, suspended solid, minyak
dan lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat,
fosfor dan fenol.
BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu
kekeruhan dan buih.
BOD, COD, TOC, pH, minyak dan lemak, logam berat,
nitrat, fosfor dan fenol.
COD, logam berat, dan bahan beracun.
BOD, COD, TOD, suspended solid, TDS, minyak dan
lemak, logamberat, kromium, warna, bahan beracun,
suhu, klorinated, benezoid dan sulfida.
BOD, COD, total solids, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea
anorganik, bahan beracun, fenol dan sulfida.
Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, pH,
endapan kapur, dan BOD.
COD, suspended solids, minyak dan lemak, logam berat,
bahan beracun, sianida, pH, suspended solid, kromium,
besi, seng, klorida, sulfat, amoniak, dan kekeruhan.
BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu,
kekeruhan, amoniak dan kekeruhan.
Pestisida, bahan beracun, dan logam berat.
Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOC, TOD, nitrogen,
fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan
kekeruhan.
BOD, COD, kekeruhan dan warna.
Bahan beracun, logam berat, BOD, COD, TOM dan
jumlah coli.
BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli,
bahan beracun dan kekeruhan.
Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOD, TOC, nitrogen,
fosfor, kalsium, klorida dan sulfat.
Logam berat, bahan beracun dan COD.
BOD, COD, TOM dan pH.
BOD, COD, TOC, pH, suspended solid, klorida, nitrat,
fosfor, warna, bahan beracun, suhu dan kekeruhan.
COD, pH, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,
kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, sodium,
nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faeces dan suhu.
Sumber : Direktorat Kehutanan dan Sumber Daya Air tahun 2008.
7
Kualitas Air Sungai
Kualitas air sungai yaitu sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi
atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang
menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu,
misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan
sebagainya.
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap
air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia , fisik biologi atau
uji kenampakan (bau dan warna). Kualitas air sungai dapat dinyatakan dengan
beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, TDS, dan sebeagainya),
parameter kimia (pH,BOD, COD, dan sebagainya) dan parameter biologi
(keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya)
Sungai sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi
penting bagi kehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan
perekonomian. Sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di
berbagai bidang maka baik secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempunyai dampak terhadap kerusakan lingkungan termasuk di dalamnya
pencemaran sungai yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik
seperti pabrik dan industri. Oleh karena itu pencemaran air sungai dan lingkungan
sekitarnya perlu dikendalikan seiring dengan laju pembangunan agar fungsi
sungai dapat dipertahankan kelestariannya.
Provinsi DKI Jakarta memiliki sistem aliran sungai yang sebagian besar
berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Dengan demikian
sungai di DKI Jakarta merupakan tempat limpahan akhir dari pada buanganbuangan tersebut. Padahal sungai itu sendiri mempunyai banyak fungsi yang
sangat penting, antara lain sebagai sumber air baku air minum, perikanan,
peternakan, pertanian, dan usaha perkotaan.
Untuk menanggulangi hal tersebut di atas, Gubernur Kepala Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta telah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan
Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di wilayah
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, dimana BPLHD Provinsi DKI Jakarta secara
berkesinambungan telah melakukan pemantauan kualitas air di 21 daerah aliran
sungai yang mengalir di Provinsi DKI Jakarta dimana data yang diperoleh dapat
dipakai sebagai dasar dari kebijakan pemerintah daerah dalam pengendalian
pencemaran sungai dan pengelolaan lingkungan. Pada kegiatan pemantauan
tersebut telah dilaksanakan di 21 daerah aliran sungai yang mengalir di Provinsi
DKI Jakarta yang meliputi 80 titik pengambilan sampel. Parameter yang diteliti
adalah parameter biologi, kimia, dan fisik yang disesuaikan dengan baku mutu air
sungai yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995. Frekuensi pemantauan dilaksanakan 4
kali pemantauan yaitu pada Bulan Juni, Agustus, September, Oktober 2014.
Lokasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1
8
Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta
Gambar 1 Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai di DKI Jakarta
Evaluasi data dan informasi kualitas air sungai dilakukan pada 21 aliran
sungai dengan 80 titik pengambilan sampel.Pengujian sampel dilakukan untuk 3
peruntukan yaitu peruntukan air baku air minum (golongan B), peruntukan
perikanan dan peternakan (Golongan C), serta peruntukan pertanian dan usaha
perkotaan (Golongan D).
9
Parameter Kualitas Air Sungai
a. Suhu
Pada umumnya limbah cair tekstil mempunyai suhu tinggi karena dalam
proses produksinya banyak mengunakan suhu tinggi antara 30-1000C. Suhu yang
tinggi berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut dalam air, reaksi-reaksi kimia,
kecepatan reaksi yang kemudian akan mempengaruhi kehidupan biotik dalam air.
Menurut Mahida (1986), pengukuran suhu sangat berguna untuk melihat
kecenderungn aktivitas kimiawi dan biologis, tekanan uap, tegangan permukaan
dan nilai-nilai penjenuhan dari benda-benda padat dan gas.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Analisis zat-zat padat tersuspensi sangat penting bagi penentuan
komponen-komponen air secara lengkap. Analisis tersebut juga digunakan untuk
perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum
maupun dalam bidang air buangan. Hal itu dilakukan dengan tujuan dalam
penentuan parameter mutu air, desain pra sedimentasi, flokulasi, filtrasi pada
pengolahan air minum, desain pengendapan primer pada pengolahan air buangan,
sedimentasi pada air sungai, drainase dan lain-lain (Alaerts dan Santika 1987).
c. Total Dissolved Solid (TDS)
Zat padat terlarut merupakan zat padat yang lolos filter pada analisis zat
padat tersuspensi, sehingga analisis zat padat terlarut merupakan kelanjutan
analisis zat padat tersuspensi (Alaerts dan Santika, 1987). Zat padat terlarut
merupakan padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan
padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri atas senyawa senyawaorganik dan
anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam garamnya. Zat padat terlarut
total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu sampel air.
d. Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Biologycal Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat di dalam air secara
sempurna dengan menggunakan ukuran proses biokimia yang terjadi di dalam air
limbah (Daryanto, 1995). BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang
sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah O2 yang digunakan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi O2 tinggi yang
ditunjukkan dengan semakin kecilnya O2 terlarut, maka berarti kandungan bahan
bahan buangan yang membutuhkan O2 tinggi (Fardiaz, 1992). Konsumsi O2 dapat
diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 2000C (selama 5 hari) dan nilai
BOD yang menunjukkan jumlah O2 yang dikonsumsi dapat diketahui dengan
menghitung selisih konsentrasi O2 terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. BOD
merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat polusi suatu perairan dalam
kaitan dengan adanya daya dukung perairan tersebutterhadap bentuk kehidupan
air (Sugiharto 1987).
10
e. COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada
dalam 1 liter sampel air. Pengoksidasi K2CrO4 digunakan sebagai sumber oksigen.
Nilai COD menunjukkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menguraikan
kandungan bahan organik dalam air secara kimiawi, khususnya bagi senyawa
organik yang tidak dapat teruraikan karena proses biologis, sehingga dibutuhkan
bantuan pereaksi oksidasi (Alaerts dan Santika 1984).
f. Puisance negatif de H (pH)
Konsenterasi ion hidrogen menyatakan intensitas keasaman/tingkat
alkalinitas dari suatu cairan encer dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya.
Dalam air murni yang tidak bersifat asam atau mengandung alkali, jumlah ion-ion
hidrogen sama dengan jumlah ion hidroxyl. Jika terdapat kelebihan ion hidrogen,
maka air akan menjadi asam, sedang kekurangan ion hidrogen menyebabkan air
akan menjadi basa. Sehingga konsentrasi ion hidrogen berfungsi sebagai petunjuk
mengenai reaksi air. Pada dasarnya limbah tekstil bersifat basa. Hal ini disebabkan
digunakanya berbagai jenis kemikalia yang bersifat basa dalam proses produksi
pembuatan tekstil, seperti soda. Apabila instalasi pengolahan limbah di dalam
pabrik tidak berfungsi optimal, maka bahan-bahan alkali tersebut akan keluar.
Pada kasus tanpa pengolahan limbah sama sekali, pH dapat mencapai nilai 12 .
Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai
Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 Klasifikasimutu air ditetapkanmenjadi 4 kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
b. Kelas dua, air yang peruntukan nya dapat digunakan untuk prasarana /sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang samadengan kegunaan tersebut.
d.Kelas empat, air yang peruntukan nya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Pemerintah Republik Indonesia nomor
82 Tahun 2001). Adanya benda-benda asing yang masuk ke badan air disebabkan
karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batas
pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda. Sebagai contoh, air kali di
11
pegunungan yang belum tercemar tidak dapat digunakan langsung sebagai air
minum karena belum memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai air
minum (Effendi 2003).
Pencemaran air dapat ditandai oleh turunnya mutu, baik air daratan (sungai,
danau, rawa dan air tanah) maupun air laut sebagai suatu akibat dari berbagai
aktivitas manusia modern saat ini sangat beragam sesuai karakteristiknya. Sumber
pencemaran air sungai dapat dibedakan menjadi sumber domestik dan sumber non
domestik. Termasuk ke dalam sumber domestik adalah perkampungan, kota, pasar,
jalan, perhotelan, terminal dan rumah sakit. Sementara yang termasuk sumber non
domestik adalah pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan dan
transportasi .
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab I Pasal 1 ayat (16) yang
dimaksud dengan limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Limbah bahan
berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Adapun komponen limbah menurut Sunu (2001)
dikelompokan sebagai berikut:
1. Limbah zat kimia, Limbah zat kimia dapat berupa insektisida, bahan
pembersih, larutan penyamak kulit, dan zat warna kimia. Insektisida
mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan, karena bahan insektisida di
dalam air sulit untuk dipecah oleh mikroorganisme, kalau pun dapat akan
berlangsung lama. Zat kimia yang berfungsi sebagai pembersih seperti sampo,
deterjen berpotensi menimbulkan pencemaran air karena kandungan bahan
antiseptik akan mengganggu kehidupan mikroorganisme air, menaikan pH air,
dan tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme. Kandungan zat warna kimia
di dalam air akan mempengaruhi pH air dan kandungan oksigen. Hampir
semua zat warna kimia bersifat racun, bahkan jika masuk ke dalam tubuh
manusia akan ikut merangsang tumbuhnya kanker.
2. Limbah padatLingkup limbah padat yang dimaksud yaitu limbah hasil proses
IPAL berupa endapan (sludge). Endapan (sludge) tersebut merupakan hasil
dari proses filter press. Sludge dapat dikategorikan tidak berbahaya, dapat juga
dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun.
3. Limbah bahan makanan, Limbah bahan makanan pada dasarnya bersifat
organik yang sering menimbulkan bau busuk dan dapat didegradasi oleh
mikroorganisme. Pada umumnya limbah bahan makanan banyak mengandung
mikroorganisme. Salah satunya adalah bakteri patogen yang merupakan
penyebab timbulnya berbagai macam penyakit pada manusia.
4. Limbah bahan organik, Limbah bahan organik biasanya dapat membusuk atau
terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, jika limbah industri yang
mengeluarkan sisa bahan organik terbuang langsung ke air akan menambah
populasi mikroorganisme di dalam air. Jika lingkungan perairan sudah
terdapat cukup banyak mikroorganisme di dalamnya, tidak tertutup
kemungkinan berkembangnya bakteri patogen.
12
5. Limbah anorganik,Limbah anorganik biasanya tidak dapat membusuk dan
sulit terdegradsi oleh mikroorganisme. Limbah anorganik pada umumnya
berasal dari industri yang menggunakan unsur-unsur logam seperti arsen,
kadmium, timbal, krom, kalsium, nikel, magnesium, air raksa dan lain-lain.
Jika limbah anorganik langsung dibuang ke badan perairan, akan terjadi
peningkatan jumlah ion logam di dalam air.
Sugiharto (1987) menyebutkan sumber pencemar yang berasal dari
permukiman (penduduk) akan menghasilkan limbah detergen, zat padat, BOD,
COD, DO, nitrogen, fosfor, pH, kalsium, klorida dan sulfat. Sumber pencemar
yang berasal dari pertanian akan menghasilkan limbah pestisida, bahan beracun
dan logam berat. Sumber pencemar yang berasal dari industri antara lain
akan.menghasilkan limbah BOD, COD, DO, pH, TDS, minyak dan lemak, urea,
fosfor, suhu, bahan beracun dan kekeruhan. Jenis kegiatan industri dengan limbah
yang dihasilkan berdasarkan parameter kualitas air disajikan pada Tabel 1.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jakarta, pada daerah aliran Sungai Buaran
dengan lokasi hulu berada di Pondok Kelapa/Kalimalang, Jakarta Timur dan
lokasi hilir di belakang PIK Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan yaitu dengan
banyak nya sumber pencemar yang terdapat pada Sungai Buaran aliran sungai
yang cukup luas dan salah satu sungai yang melintasi daerah Ibu Kota Jakarta.
Penelitian ini dilakukan yaitu dari bulan Juli-Oktober 2015.
Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
GPS.
Alat tulis.
Kalkulator.
Meteran.
Bola plastik yang telah disi media tepung.
Botol Plastik untuk menampung sampel air.
Seperangkat computer dengan software Excel,Word, dan AutoCAD
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah
Peta DKI Jakarta, khususnya Jakarta Timur
Data kualitas air pada tahun 2014 untuk Sungai Buaran dari BPLHD Jakarta
Sampel air Sungai Buaran untuk masing masing lokasi
Data parameter kualitas air sungai yang telah diteliti oleh PPLH-IPB.
13
Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder baik data yang bersifat kualitatif maupuan kuantitatif. Data primer
diperoleh melalui pengukuran dan perhitungan dimensi sungai dan mencari debit
aliran Sungai Buaran. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur dan instansi
yang terkait seperti Badan Pusat Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, Peraturan
Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 dan PPLH-IPB.
Terdapat beberapa metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan
data. Data yang didapatkan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data pada penelitian yang
didapatkan langsung dari pengukuran, perhitungan dan pengamatan di lapangan
dan laboratorium, sedangkan untuk data sekunder adalah data yang didapatkan
dari studi pustaka maupun literatur.
Metode yang dilakukan untuk mendapatkan data primer adalah:
1. Dimensi penampang sungai, untuk mendapatkan dimensi penampang sungai
Buaran dilakukan pengukuran menggunakan meteran. Luas penampang sungai
didapatkan dari perkalian lebar sungai dan tinggi muka air sungai. Data yang
didapatkan pada pengukuran menggunakan meteran adalah lebar sungai untuk
masing-masing lokasi. Untuk mendapatkan kedalaman sungai digunakan tali
yang ujungnya diberi pemberat, memerlukan tiga titik pengukuran tinggi
muka air yang kemudian di rata-rata kan dan dikalikan dengan lebar sungai
2. Debit aliran Sungai, metode pengukuran debit yang digunakan adalah metode
pelampung.Nilai debit sungai diperoleh dari pengukuran dengan current meter
atau pelampung sehingga akan mengetahui kecepatan aliran sungai yang
kemudian akan mengalirkannya dengan luas melintang pada lokasi
pengukuran (Sosrodarsono dan Tominaga, 1984).
Menurut Asdak (1995), debit didefinisikan sebagai suatu laju aliran air
(dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai
per satuan waktu. Debit dapat dihitung dengan persamaan (1) yang dengan
pengembangan rumus menjadi persamaan (2)
Q= A xV...................................................(1)
Keterangan:
Q= Debit sungai (m3/det)
A= Luas penampang basah sungai (m2)
V= kecepatan aliran (m/det)
Bila kecepatan aliran diukur dengan pelampung, maka diperoleh
persamaan debit seperti pada persamaan (2)
Q = A x k x u................................................(2)
Keterangan:
•
Q : debit (m3/det)
•
A : luas penampang basah (m2)
14
•
k : koefisien pelampung
•
u : kecepatan pelampung (m/det)
Nilai k tergantung dari jenis pelampung yang dipakai. Nilai k tersebut
dapat dihitung dengan persamaan (3)
k = 1-0.116 (
– 0,1………......................(3)
Keterangan:
•
k : koefisien pelampung
•
λ : kedalaman tangkai (h) per kedalaman air (d) (m)
•
λ : h/d
3. Nilai parameter kualitas air sungai, untuk mendapatkan nilai paramter kualitas
air yang dikaji yaitu suhu, pH, COD, BOD, TDS, TSS, dan detergent
dilakukan pengambilan sampeldi masing-masing lokasi dan dibawa menuju
laboratorium untuk diteliti.Laboratorium yang digunakan dan lembaga yang
diberikan tanggung jawab untuk meneliti sampel untuk setiap parameter
adalah PPLH-IPB. Sampel didapatkan dengan mengambil langsung air sungai
pada lokasi sungai yang diteliti. Jangka waktu pengambilan dan
pengujiansampel tidak lebih dari satu hari.Setiap sampel air dibutuhkan
sebanyak 1,5 liter air untuk setiap lokasi.
4. Beban pencemaran, nilai dari beban pencemaran didapatkan dari parameter
kualitas air sungai untuk masing-masing jenisnya kualitas air sungai lalu
dikali dengan debit aliran yang ada.Nilai parameter kualitas air sungai dengan
satuan mg/m3 dikali dengan debit aliran(m3/det) maka didapatkan hasil nilai
dengan satuan mg/det dan dapat dikonversi menjadi ton/hari. Nilai ini yang
menunjukkan besarnya beban pencemaran yang terjadi pada Sungai Buaran di
Jakarta untuk satu hari.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2 Sketsa peta Sungai Buaran untuk setiap lokasi penelitian dan sumber
pencemar untuk masing-masing lokasi
Dari pengamatan pada Sungai Buaran didapatkan hasil berupa jumlah dan
jenis sumber pencemar yang terdapat pada masing-masing lokasi pengamatan.
Terdapat 6 jenis sumber pencemar yaitu limbah rumah tangga, hypermarket,
berbagai industri kerajinan, jasa kesehatan dan makanan cepat saji.
1. Sumber pencemar pertama atau SP1 merupakan jenis sumber pencemar yang
dihasilkan dari limbah rumah tangga atau limbah domestik. Lokasinya berupa
16
2.
3.
4.
5.
6.
perumahan penduduk baik dalam bentuk residence ataupun perumahan liar
yang dibangun dibantaran sungai. Jenis sumber pencemar 1 termasuk dalam
jenis polutan non-point/difusse source karena sumber pencemarnya tersebar
dan berjumlah banyak.
Sumber pencemar ke dua atau SP2 merupakan sumber pencemar berupa
hypermarket, yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, elektronik,
pangan dan lain lain. Limbah dan sumber pencemar SP2 digolongkan dalam
limbah atau polutan pointsource.
Sumber pencemar ke tiga atau SP3 merupakan sumber pencemar berupa usaha
di bidang industri souvenir dan aksesories.Sumber pencemar ini masuk dalam
kategori polutan pointsource.
Sumber pencemar ke empat atau SP4 merupakan sumber pencemar yang
berupa usaha di bidang jasa jaminan pemeliharaan kesehatan.Sumber
pencemar yang ke empat ini termasuk dalam polutan atau limbah pointsource.
Sumber pencemar ke lima atau SP5 berupa industri rumahan yang bergerak
dibidang kerajinan tangan berupa dompet, tas, sepatu dan lain lain. Untuk
sumber pencemar yang kelima termasuk dalam polutan atau limbah jenis nonpointsource karena lokasinya yang tersebar dan dalam jumlah yang besar.
sumber percemar yang ke 6 atau SP6 adalah sumber pencemar yang berupa
usaha makanan cepat saji atau fastfood.Sumber pencemar SP6 termasuk dalam
kategori polutan poinsource.
Kondisi Umum Wilayah Studi
Sungai Buaran mempunyai panjang daerah aliran sungai sebesar 7.90 km
dengan lebar rata-rata permukaan 11 m dan lebar dasar 3.20 m, serta kedalaman
rata-rata 1.30 m dengan debit sebesar 0.38 m3/det-5.87 m3/det. Dengan luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Buaran sebesar 158 km2 lokasi hulu sungai buaran
terdapat pada daerah Pondok kelapa/ Jl. Kali Malang, Jakarta Timur dan bagian
hilir terdapat pada daerah belakang PIK Pulo Gadung, Jakarta Timur berdasarkan
data inventarisasi dan luas area BPLHD Jakarta (2014). Kondisi disekitar Sungai
Buaran yaitu pada pinggir sungai masih alami dan belum ada pengerasan di lokasi
hulu dan hilir banyak terdapat pemukiman liar di sepanjang badan sungai.
Berdasarkan penggolongan sungai, Sungai Buaran termasuk dalam kategori
sungai golongan D yang berarti air nya dapat digunakan untuk keperluan
pertanian, dan juga dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, serta industri
pembangkit tenaga air.
Langkah pertama dalam pengukuran dan pengambilan data pada penelitian
ini dilakukan dengan menentukan tiga titik sampel atau tiga titik lokasi. Lokasi
pertama atau disebut dengan lokasi 1 berada pada hulu Sungai Buaran yang
berada pada Jalan Pondok Kelapa, Kalimalang Jakarta Timur dengan koordinat
titik lokasi sebesar 6014’27.412”LS dan 106055’52.97”BT.Titik sample ke dua
atau bisa disebut dengan lokasi 2 berada pada titik Sungai Buaran yang terletak di
Jalan Buaran belakang Mall dan theater Buaran pada lokasi kedua mempunya titik
koordinat sebesar 6013’17.32”LS dan 106055’27.28”BT untuk lokasi pengujian
dan pengukuran terakhir adalah lokasi 3 yang berlokasi di belakang PIK Pulo
Gadung Jakarta Timur dengan koordinat sebesar 6012’20.855”LS dan
106055’50.74BT.
17
Parameter Kualitas Air Sungai
Terdapat dua kelompok parameter kualitas air sungai yang dikaji pada
studi ini yaitu jenis parameter fisika dan parameter kimia. Untuk jenis parameter
fisika yang dikaji adalah:
1. Suhu, bila nilai suhu mengalami peningkatan maka jumlah oksigen terlarut
dalam air menurun, peningkatan reaksi kimia, dan kehidupan ikan dan hewan
air lainnya tergangg. Jika batas suhu terlampaui kemungkinan ikan dan hewan
lainnya akan mati (Fardiaz, 1992), untuk kisaran suhu optimum untuk
pertumbuhan fitoplankton adalah 20oC – 30oC.
2. TDS (Total Dissolve Solid), nilai TDS yang semakin tinggi maka semakin
banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik
yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis
tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia tersebut mungkin bersifat racun, dan
beberapa zat organik terlarut bersifat karsinogen. (Misnani, 2010). Nilai baku
mutu untuk TDS adalah 500 mg/L berdasarkan Surat Keputusan Guberbur
Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.
3. TSS (Total Suspended Solid, nilai TSS semakin tinggi pada suatu aliran sungai
maka mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga
berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan pengaruh
tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan (Fardiaz,
1992). Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi dalam suatu perairan dapat
mengurangi nilai guna perairan dan mempengaruhi organisme yang hidup di
dalamnya. Nilai baku mutu untuk TSS adalah 200 mg/L berdasarkan Surat
Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.
Sedangkan untuk jenis parameter kualitas air sungai kimia yang dikaji
akibat dari nilai yang melewati ambang baku mutu antara lain adalah sebagai
berikut :
1. pH, bila nilai PH terlalu tinggi maupun terlalu rendah mengakibatkan suasana
kedaaan di aliran sungai menjadi terlalu asam atau basa kondisi ini
mengakibatkan berkurangnya kenyamanan dan kerusakan biota laut,
sedangkan untuk nilai pH batas maksimum dan minum adalah 6,5 - 8,5
berdasarkan Surat Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582
Tahun 1995.
2. BOD (Biochemical Oxygen Demand),Nilai BOD yang sangat tinggi dalam
perairan akan menyebabkan defisit oksigen sehingga mengganggu kehidupan
organisme perairan, dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Semakin
tinggi nilai BOD maka menunjukan semakin banyak oksigen yang
dikomsumsi mikroorganisme untuk mengurai bahan organik, maka semakin
rendah kualitas air, baku mutu untuk BOD adalah 20 mg/L mengacu pada
Surat Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.
3. COD (Chemical Oxygen Demand), untuk nilai COD semakin tinggi
konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi
tidak dapat terdegredasi secara biologis dan semakin tinggi COD maka
semakin banyak bahan organik yang terkandung dalam air, hal ini
menunjukkan kualitas air semakin rendah, baku mutu untuk COD adalah 30
mg/L mengacu pada Surat Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta
Nomor 582 Tahun 1995.
18
4. Senyawa aktif biru metilen (detergen), Baku mutu senyawa Aktif Biru Metilen
yang ditetapkan untuk air sungai kelas D adalah 0,5 Mg/L. Senyawa Aktif
Biru Metilen merupakan senyawa pencemar perairan yang paling banyak
dihasilkan dari limbah tekstil.Keberadan senyawa ini dalam perairan dapat
meningkatkan COD dan menyebabkan perairan menjadi tidak jernih. Seluruh
titik pantau yang berada di areal sungai Buaran mengandung senyawa Aktif
Metilen Biru yang berada diatas baku mutu. Senyawa Aktif Biru Metilen pada
perairan cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam dan
berbahaya bagi lingkungan apalagi dalam konsentrasi yang sangat besar
karena dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand).
Sedangkan untuk perbedaan nilai COD dan DO dapat disimpulkan sebagai
berikut, dimana untuk nilai Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan-bahan organik yang
ada dalam air baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang
sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis. Pengukuran COD dilakukan untuk
mengetahui tingkat penguraian produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak
dan buangan kimia lainnya yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh
mikroorganisme. Sedangkan untuk nilai DOatau Disolved Oksigen adalah suatu
karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa
organik yang diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob dan tersedianya
sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (Salmin,
2000). Dan selisih hasil nilai antara pengukuran COD dan BOD memberikan
gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai di perairan tersebut. Nilai dari
COD bisa sama dengan BOD, tetapi nilai BOD tidak bisa lebih besar dari COD,
jadi nilai COD dapat menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Nilai
BOD tidak bisa lebih besar dari COD karena senyawa kompleks anorganik yang
ada di perairan yang dapat teroksidasi juga akan ikut dalam reaksi pengujian
(Barus, 2002).
Hasil pengujian parameter kualitas air Sungai Buaran unt
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kualitas Air Sungai
Buaran di Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Irghan Mikhail Kenjibriel
NIM F44110074
ABSTRAK
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL. Kajian Kualitas Air Sungai Buaran Di
Jakarta. Dibimbing oleh PRASTOWO.
Sungai Buaran mempunyai luas sebesar 14.34 km2 dan menjadi salah satu
tempat pembuangan limbah domestik maupun industri warga Jakarta. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji nilai parameter kualitas air Sungai Buaran serta
beban pencemaran berdasarkan sumber pencemar. Penelitian ini dilakukan dari
bulan Juli-Oktober 2015 dengan menggunakan dua kelompok parameter kualitas
air sungai,yaitu parameter kimia (pH, BOD, COD dan detergen) dan parameter
fisika (suhu, TDS, dan TSS). Metode yang dilakukan untuk pengumpulan data
kecepatan aliran adalah metode pelampung. Pengukuran dan pengambilan sampel
dilakukan di tiga titik yaitu di hulu (lokasi 1), tengah (lokasi 2) dan hilir (lokasi 3).
Sumber pencemar yang mendominasi Sungai Buaran adalah limbah domestik.
Nilai beban pencemaran dan parameter kualitas air sungai yang melewati baku
mutu untuk setiap lokasi penelitian adalah BOD dan COD.
Kata kunci : limbah domestik, parameter kualitas air sungai, Sungai Buaran
sumber pencemar.
ABSTRACT
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL. Water Quality Assessment of Buaran river In
Jakarta. SupervisedbyPRASTOWO.
Buaran river has an area of 14.34 km2 and become one of the domestic and
industrial waste disposal of Jakarta residents. This researh chaimed to assess the
value of water quality parameters of Buaran River and then the pollution load
based on pollutant source and to assess. This research was conducted from JulyOctober 2015 using two groups of river water quality parameters, namely the
chemical parameters (pH, BOD, COD and detergent) and physics
parameters(temperature, TDS, and TSS). Velocity datas were collected by float
method. Measurement and sampling were conducted at three points, at upstream
(location 1), midstream (location 2) and downstream (location 3). The sources of
pollution that dominate Buaran River was from the domestic waste. The value of
pollution load, BOD and COD as water quality parameters passed the quality
standard at all location.
Keywords: Domestic waste, river waterquality parameters, Buaran River,sources
pollution.
KAJIAN KUALITAS AIR SUNGAI BUARAN DI JAKARTA
IRGHAN MIKHAIL KENJIBRIEL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Daerah Aliran Sungai (DAS)
3
Kualitas Air Sungai
7
Parameter Kualitas Air Sungai
9
Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai
METODE PENELITIAN
10
12
Lokasi dan Waktu Penelitian
12
Alat dan Bahan
12
Metode Penelitian
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Kondisi Umum Wilayah Studi
16
Parameter KualitasAir Sungai
17
Identifikasi Sumber Pencemar
26
Upaya Pengelolaan Lingkungan
29
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
39
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Masalah DAS dan alternatifnya
Sumber pencemar dan jenis limbah yang dihasilkan pada
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Hasil Uji kualitas air Sungai Buaran di laboratorium PPLHIPB data dari BPLHD Jakarta Timur tahun 2014.
Hasil pengukuran di lokasi hulu, tengah dan hilir Sungai
Buaran.
Beban pencemaran untuk lokasi 1, lokasi2, dan lokasi 3
untuk setiap parameter kualitas air Sungai Buaran
4
6
19
21
29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai di DKI Jakarta
Sketesa peta Sungai Buaran untuk setiap lokasi penelitian
dan sumber pencemar untuk masing masing lokasi
Kondisi Sungai Buaran lokasi di 1
Sketsa gambar teknik untuk luas penampang Sungai Buaran
di lokasi 1
Grafik Perbandingan nilai debit sedimen TSS dan debit
aliran Sungai Buaran.
Grafik perbandingan debit parameter kualitas air TDS dan
debit aliran.
Grafik perbandingan debit parameter kualitas air BOD dan
debit aliran.
Grafik perbandingan debit parameter kualitas air COD dan
debit aliran.
Diagram hubungan sumber pencemar terhadap perubahan
lingkungan.i.
Sketsa denah upaya pengelolaan lingkungan menggunakan
IPAL untuk pengelohan limbah domestik pada Sungai
Buaran.
Gambar teknik IPAL untuk tampak atas, potongan dan detail
8
15
22
22
23
24
25
25
28
30
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Diagram sistem aliran sungai dan peruntukannya untuk
wilayah DKI Jakarta
Data parameter kualitas air Sungai Buaran oleh BPLHD
tahun 2014
Hasil analisis PPLH-IPB
Baku mutu air sungai di Jakarta berdasarkan Peraturan
Gubernur No 582 Tahun 1995.
Klasifikasi air sungai berdasarkan PP No 82 tahun 2001
34
35
36
37
38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki
fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan
ekonomi yang hingga saat ini masih merupakan tulang punggung pembangunan
nasional. Salah satu fungsi lingkungan sungai yang utama adalah untuk pengairan
lahan pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Seiring dengan
pertambahan penduduk dan perkembangan berbagai industri, maka pencemaran
air sungai telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh manusia. Meskipun
udara, tanah, dan air tidak terlepas dari masalah pencemaran, tidak dapat
dipungkiri bahwa lingkungan yang paling terancam dewasa ini adalah lingkungan
perairan terutama sungai karena air sungai merupakan kebutuhan utama industri
dan rumah tangga, dan pada akhirnya sebagian besar air yang telah digunakan
oleh industri dan rumah tangga akan dilepaskan ke lingkungan bersama-sama
dengan berbagai jenis polutan yang terkandung di dalamnya.
Air merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak, sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup
dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau
mencapai kualitas air, yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai
dengan tingkat mutu air yang diinginkan, sebagaimana PP No. 82 Tahun 2001,
maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian melalui upaya pemeliharan
kualitas dan fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya dan/atau
sesuai baku mutu.
Sungai juga berfungsi sebagai bahan baku air minum, mandi dan cuci serta
berbagai kegiatan seperti industri, perikanan, perkebunan, pertambangan dan
kegiatan lainnya dan juga sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah berbagai
kegiatan yang ada di sekitar. Sungai-sungai tersebut oleh masyarakat saat ini
diduga telah mengalami penurunan kualitas air sebagai akibat dari buangan
limbah berbagai kegiatan seperti perkebunan, perindustrian, dan domestik.
Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya Jakarta telah
menunjukkan gejala yang cukup serius, khususnya masalah pencemaran air
Sungai Buaran. Penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan
industri dari pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa
pengolahan lebih dahulu ke sungai atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah
memegang andil baik secara sengaja atau tidak adalah masyarakat Jakarta itu
sendiri. Yakni akibat air buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin
besar sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkembangan kota Jakarta.
Ditambah lagi rendahnya kesadaran sebagian masyarakat yang langsung
membuang kotoran/tinja maupun sampah ke dalam sungai, menyebabkan proses
pencemaran Sungai Buaran yang ada di Jakarta bertambah cepat.
Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis
besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah domestik
yakni yang berasal dari buangan rumah tangga dan yang ke tiga yakni air limbah
dari perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini selain pencemaran
2
akibat limbah industri, pencemaran akibat limbah domestikpun telah
menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat
masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota (sewerage system)
mengakibatkan tercemarnya badan-badan sungai oleh air limbah domestik,
bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah
tercemar pula.
Masalah pencemaran oleh air limbah rumah tangga di wilayah Jakarta
Timur khusus nya Sungai Buaran lebih diperburuk lagi akibat berkembangnya
lokasi pemukiman di daerah penyangga yang ada di sekitar Sungai Buaran, yang
mana tanpa dilengkapi dengan fasilitas pengolahan air limbah, sehingga seluruh
air limbah dibuang ke saluran umum dan akhirnya mengalir ke badan sungai yang
ada di wilayah Sungai Buaran, Jakarta Timur.
Dampak lain dari adanya pencemaran limbah domestik, industri, pertanian,
peternakan dan pertambangan selain menurunkan mutu air, juga menimbulkan
bau busuk dan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui seberapa besar beban
pencemaran dan kualitas air Sungai Buaran.
Berdasarkan data pengamatan hasi penilitian yang dilakukan oleh BPLHD
Jakarta Timur untuk Sungai Buaran berdasarkan berdasarkan Surat Keputusan
Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 untuk lokasi hulu
yang berada pada Jalan Pondok Kelapa, Kalimalang Jakarta timur dan lokasi hilir
yang berada pada Belakang PIK Pulo Gadung Jakarta timur, Didapatkan hasil
untuk tujuh parameter kualitas air sungai yaitu pH, suhu, TDS, TSS, BOD,COD,
Senyawa Aktif Biru Metilen (Detergen), dimana untuk lokasi hulu nilai
parameter kualitas air sungai yang memiliki nilai melebihi ambang batas baku
mutu yang telah ditetapkan adalah BOD, COD dan Senyawa Aktif Metilen Biru
sedangkan untuk lokasi hilir yang berada di lokasi belakang PIK Pulo Gadung
Jakarta Timur untuk nilai-nilai parameter kualitas air sungai yang melewati
ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan adalah TSS, BOD, COD, dan
Senyawa Aktif Biru Metilen (Detergen).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Jumlah dan jenis sumber pencemar yang terdapat pada Sungai Buaran?
2. Parameter kualitas air sungai yang digunakan untuk mengidentifikasi beban
pencemaran pada Sungai Buaran?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji nilai parameter kualitas air
Sungai Buaran serta beban pencemaran berdasarkan sumber pencemar.
3
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah agar pihak-pihak yang berkepentingan
dapat memperoleh gambaran mengenai kondisi kualitas air Sungai Buaran dan
strategi yang sebaiknya dilakukan dalam upaya pengelolaan lingkungan perairan
di Sungai Buaran di Jakarta. Oleh karena itu manfaat yang dapat diperoleh sebagai
adalah dapat dijadikan masukan bagi penyusunan kebijakan dalam pengendalian
pencemaran air Sungai Buaran di Jakarta.
Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.
Ruang lingkup penelitian ini mencakup:
Deskripsi daerah studi.
Mengkaji parameter kualitas air sungai.
Identifikasi sumber pencemar.
Mengkaji upaya pengelolaan lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air, DAS didefinisikan sebagai wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami yangbatas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh
dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai
DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi
konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar
tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan
vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah
hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai
yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.Ketiga DAS
bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.
4
Daerah aliran sungai dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi
tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan
sosialekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik
hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi
atau yang dikenal sebagai siklus air. Kegiatan sosial-ekonomi dan budaya
masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami
DAS,seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari
semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan)
yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat
pada
perubahan kondisi tata air DAS.
Tabel 1 Masalah DAS dan alternatifnya
Masalah DAS
Kuantitas air
Banjir
Kekeringan
Tingginya fluktuasi debit puncak dengan debit dasar
Kualitas air
Tingginya sedimentasi dan pengendapan lumpur
Tercemarnya air sungai dan air tanah
Eutrofikasi (peningkatan konsentrasi hara di dalam
badan air
Alternatik Teknik Mengatasinya
Peningkatan penggunaan dan peresapan air di bagian hulu dan
tengah DAS melalui :
Peneneman pohon-pohonan
Pembuatan waduk, percetakan sawah, pembuatan rorak, dan
sumur resapan
Menanggulangi penyempitan (karena sampah dll) dan
pedangkalan sungai
Penanaman tanaman yang hemat air seperti kacang gude,
kacang tunggak, kacang hijau, sorgum, singkong
Penurunan evaporasi mislaya degan penggunaan mulsa
Penyimapanan kelebihan air pada musim hujan untuk
digunakan di musim kemarau, misalnya dengan pembuatan
rorak dan embung
Penanaman pohon-pohonan
Peningkatan pengisian pori dan air tanah dengan sumur
resapan, rorak,gulud, dan sebagainya
Peningkatan fungsi “filter” DAS terutama di sepanjang
bantaran sungai dengan penanaman rumput-rumputan dan
tanaman lain yang dapat menutup rapat permukaan tanah
Pengamanan tebing sungai yang rawan longsor, misalnya
dengan penanaman tanaman yang relatif ringan dan berakar
dalam seperti bambu (apabila sedimen berasal dari erosi
tebing sungai)
Perlu diselidiki sumber bahan pencemar dan melakukan
penjernihan (water treatment/purifikasi) sebelum air
dialirkan ke sungai
Pengaturan penggunaan pupuk sesuai dengan kebutuhan
tanaman (tidak berlebihan)
Sumber : World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia 2004
Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan
kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang
diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas
lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya
berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan
penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan
masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya.
Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata pemanfaatannya agar dapat digunakan
untuk berbagai keperluan antara lain pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan,
5
peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman, untuk jenis
masalah pada DAS dan alternatik teknik mengatasinya dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan bentuk sebarannya, sumber pencemaran air dibagi menjadi
dua, yaitu Sumber pencemaran tersebar (non point source pollution), merupakan
sumber pencemar yang tidak terlokalisasi secara definitif. Sumber pencemaran ini
biasanya berasal dari daerah pinggiran kota (sub-urban), kota-kota besar, rumahrumah pedesaan (rular homes), pertanian dan peternakan. Sumber pencemaran ini
tersebar dari beberapa daerah dan tidak langsung mencemari badan air. Biasanya,
pencemar ini terlebih dahulu mencemari air tanah atau saluran air (saluran air
terbuka maupun tertutup), yang kemudian bermuara di badan air, seperti sungai
dan laut.Sumber pencemaran titik (point source pollution), merupakan sumber
pencemaran yang berasal dari titik-titik tertentu di sepanjang badan air penerima
(sungai). Sumber pencemaran ini dapat diketahui dengan jelas lokasi sumbernya.
Sumber pencemaran ini terutama berasal dari pipa-pipa pembuangan limbah cair
dari industri yang tidak mengolah limbahnya. Selain itu pencemaran ini juga
berasal dari buangan hasil pengolahan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah) yang tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah yang ditetapkan.
Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus
yangsearah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0.1 – 1.0 m/detik, serta
sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan),
jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin
besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air
semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan
dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair
jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar,
tebingnya curam atau landai badan air dalam, keruh dan aliran air lambat. sungai
merupakan bagian lingkunganyang paling cepat mengalami perubahan jika
terdapat aktifitas manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur
air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna
lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada
kualitas air sungai .
Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri
(selfpurification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan
kadar oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas. Kemampuan sungai
dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju
aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk .
Kemampuan
sungai
untuk
memulihkan
diri
sendiri
dari
pencemarandipengaruhi oleh (1) laju aliran air sungai, (2) berkaitan dengan jenis
bahan pencemar yang masuk ke dalam badan air. Senyawa nonbiodegradable
yang dapat merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan
secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis pada rantai makanan.
Berbagai kegiatan yang dapat dijumpai dalam pengembangan suatu DAS
antara lain adalah kegiatan konstruksi, seperti pembangunan jalan, perluasan kota/
daerah pemukiman, industri, pembangkit tenaga listrik, dam/waduk untuk irigasi atau
hidrolistrik, kegiatan pengerukan, pembangunan kanal, transportasi/navigasi,
pertambangan, pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan maupun
kegiatan lainnya. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan timbulnya
masalah, benturan atau persaingan antar kegiatan dalam suatu DAS, diperlukan suatu
6
rencana pengembangan yang komprehensif dan terpadu Untuk lebih jelasnya sumber
pencemar dan jenil limbah yang dihasilkan pada DAS dapat dilihat Tabel 2.
Tabel 2 Sumber Pencemar dan jenis limbah yang dihasilkan pada Daerah Aliran
Sungai (DAS).
No
Jenis Kegiatan
Parameter Kualitas Air
1
Industri pangan
2
Industri minuman
3
4
5
6
Industri makanan
Industri percetakan
Perkayuan dan motor
Industri pakaian jadi
7
Industri plastik
8
Industri kulit
9
Industri besi dan logam
10
Aneka industri
11
12
Pertanian/tanaman pangan
Perhotelan
13
14
Rekreasi
Kesehatan
15
Perdagangan
16
Pemukiman
17
18
19
Perhubungan darat
Perikanan darat
Peternakan
20
Perkebunan
BOD, COD, TOC, TOD, pH, suspended solid, minyak
dan lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat,
fosfor dan fenol.
BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu
kekeruhan dan buih.
BOD, COD, TOC, pH, minyak dan lemak, logam berat,
nitrat, fosfor dan fenol.
COD, logam berat, dan bahan beracun.
BOD, COD, TOD, suspended solid, TDS, minyak dan
lemak, logamberat, kromium, warna, bahan beracun,
suhu, klorinated, benezoid dan sulfida.
BOD, COD, total solids, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea
anorganik, bahan beracun, fenol dan sulfida.
Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, pH,
endapan kapur, dan BOD.
COD, suspended solids, minyak dan lemak, logam berat,
bahan beracun, sianida, pH, suspended solid, kromium,
besi, seng, klorida, sulfat, amoniak, dan kekeruhan.
BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu,
kekeruhan, amoniak dan kekeruhan.
Pestisida, bahan beracun, dan logam berat.
Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOC, TOD, nitrogen,
fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan
kekeruhan.
BOD, COD, kekeruhan dan warna.
Bahan beracun, logam berat, BOD, COD, TOM dan
jumlah coli.
BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli,
bahan beracun dan kekeruhan.
Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOD, TOC, nitrogen,
fosfor, kalsium, klorida dan sulfat.
Logam berat, bahan beracun dan COD.
BOD, COD, TOM dan pH.
BOD, COD, TOC, pH, suspended solid, klorida, nitrat,
fosfor, warna, bahan beracun, suhu dan kekeruhan.
COD, pH, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,
kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, sodium,
nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faeces dan suhu.
Sumber : Direktorat Kehutanan dan Sumber Daya Air tahun 2008.
7
Kualitas Air Sungai
Kualitas air sungai yaitu sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi
atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang
menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu,
misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan
sebagainya.
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap
air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia , fisik biologi atau
uji kenampakan (bau dan warna). Kualitas air sungai dapat dinyatakan dengan
beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, TDS, dan sebeagainya),
parameter kimia (pH,BOD, COD, dan sebagainya) dan parameter biologi
(keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya)
Sungai sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi
penting bagi kehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan
perekonomian. Sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di
berbagai bidang maka baik secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempunyai dampak terhadap kerusakan lingkungan termasuk di dalamnya
pencemaran sungai yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik
seperti pabrik dan industri. Oleh karena itu pencemaran air sungai dan lingkungan
sekitarnya perlu dikendalikan seiring dengan laju pembangunan agar fungsi
sungai dapat dipertahankan kelestariannya.
Provinsi DKI Jakarta memiliki sistem aliran sungai yang sebagian besar
berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Dengan demikian
sungai di DKI Jakarta merupakan tempat limpahan akhir dari pada buanganbuangan tersebut. Padahal sungai itu sendiri mempunyai banyak fungsi yang
sangat penting, antara lain sebagai sumber air baku air minum, perikanan,
peternakan, pertanian, dan usaha perkotaan.
Untuk menanggulangi hal tersebut di atas, Gubernur Kepala Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta telah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan
Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di wilayah
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, dimana BPLHD Provinsi DKI Jakarta secara
berkesinambungan telah melakukan pemantauan kualitas air di 21 daerah aliran
sungai yang mengalir di Provinsi DKI Jakarta dimana data yang diperoleh dapat
dipakai sebagai dasar dari kebijakan pemerintah daerah dalam pengendalian
pencemaran sungai dan pengelolaan lingkungan. Pada kegiatan pemantauan
tersebut telah dilaksanakan di 21 daerah aliran sungai yang mengalir di Provinsi
DKI Jakarta yang meliputi 80 titik pengambilan sampel. Parameter yang diteliti
adalah parameter biologi, kimia, dan fisik yang disesuaikan dengan baku mutu air
sungai yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995. Frekuensi pemantauan dilaksanakan 4
kali pemantauan yaitu pada Bulan Juni, Agustus, September, Oktober 2014.
Lokasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1
8
Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta
Gambar 1 Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai di DKI Jakarta
Evaluasi data dan informasi kualitas air sungai dilakukan pada 21 aliran
sungai dengan 80 titik pengambilan sampel.Pengujian sampel dilakukan untuk 3
peruntukan yaitu peruntukan air baku air minum (golongan B), peruntukan
perikanan dan peternakan (Golongan C), serta peruntukan pertanian dan usaha
perkotaan (Golongan D).
9
Parameter Kualitas Air Sungai
a. Suhu
Pada umumnya limbah cair tekstil mempunyai suhu tinggi karena dalam
proses produksinya banyak mengunakan suhu tinggi antara 30-1000C. Suhu yang
tinggi berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut dalam air, reaksi-reaksi kimia,
kecepatan reaksi yang kemudian akan mempengaruhi kehidupan biotik dalam air.
Menurut Mahida (1986), pengukuran suhu sangat berguna untuk melihat
kecenderungn aktivitas kimiawi dan biologis, tekanan uap, tegangan permukaan
dan nilai-nilai penjenuhan dari benda-benda padat dan gas.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Analisis zat-zat padat tersuspensi sangat penting bagi penentuan
komponen-komponen air secara lengkap. Analisis tersebut juga digunakan untuk
perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum
maupun dalam bidang air buangan. Hal itu dilakukan dengan tujuan dalam
penentuan parameter mutu air, desain pra sedimentasi, flokulasi, filtrasi pada
pengolahan air minum, desain pengendapan primer pada pengolahan air buangan,
sedimentasi pada air sungai, drainase dan lain-lain (Alaerts dan Santika 1987).
c. Total Dissolved Solid (TDS)
Zat padat terlarut merupakan zat padat yang lolos filter pada analisis zat
padat tersuspensi, sehingga analisis zat padat terlarut merupakan kelanjutan
analisis zat padat tersuspensi (Alaerts dan Santika, 1987). Zat padat terlarut
merupakan padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan
padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri atas senyawa senyawaorganik dan
anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam garamnya. Zat padat terlarut
total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu sampel air.
d. Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Biologycal Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat di dalam air secara
sempurna dengan menggunakan ukuran proses biokimia yang terjadi di dalam air
limbah (Daryanto, 1995). BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang
sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah O2 yang digunakan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi O2 tinggi yang
ditunjukkan dengan semakin kecilnya O2 terlarut, maka berarti kandungan bahan
bahan buangan yang membutuhkan O2 tinggi (Fardiaz, 1992). Konsumsi O2 dapat
diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 2000C (selama 5 hari) dan nilai
BOD yang menunjukkan jumlah O2 yang dikonsumsi dapat diketahui dengan
menghitung selisih konsentrasi O2 terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. BOD
merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat polusi suatu perairan dalam
kaitan dengan adanya daya dukung perairan tersebutterhadap bentuk kehidupan
air (Sugiharto 1987).
10
e. COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada
dalam 1 liter sampel air. Pengoksidasi K2CrO4 digunakan sebagai sumber oksigen.
Nilai COD menunjukkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menguraikan
kandungan bahan organik dalam air secara kimiawi, khususnya bagi senyawa
organik yang tidak dapat teruraikan karena proses biologis, sehingga dibutuhkan
bantuan pereaksi oksidasi (Alaerts dan Santika 1984).
f. Puisance negatif de H (pH)
Konsenterasi ion hidrogen menyatakan intensitas keasaman/tingkat
alkalinitas dari suatu cairan encer dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya.
Dalam air murni yang tidak bersifat asam atau mengandung alkali, jumlah ion-ion
hidrogen sama dengan jumlah ion hidroxyl. Jika terdapat kelebihan ion hidrogen,
maka air akan menjadi asam, sedang kekurangan ion hidrogen menyebabkan air
akan menjadi basa. Sehingga konsentrasi ion hidrogen berfungsi sebagai petunjuk
mengenai reaksi air. Pada dasarnya limbah tekstil bersifat basa. Hal ini disebabkan
digunakanya berbagai jenis kemikalia yang bersifat basa dalam proses produksi
pembuatan tekstil, seperti soda. Apabila instalasi pengolahan limbah di dalam
pabrik tidak berfungsi optimal, maka bahan-bahan alkali tersebut akan keluar.
Pada kasus tanpa pengolahan limbah sama sekali, pH dapat mencapai nilai 12 .
Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai
Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 Klasifikasimutu air ditetapkanmenjadi 4 kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
b. Kelas dua, air yang peruntukan nya dapat digunakan untuk prasarana /sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang samadengan kegunaan tersebut.
d.Kelas empat, air yang peruntukan nya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Pemerintah Republik Indonesia nomor
82 Tahun 2001). Adanya benda-benda asing yang masuk ke badan air disebabkan
karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batas
pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda. Sebagai contoh, air kali di
11
pegunungan yang belum tercemar tidak dapat digunakan langsung sebagai air
minum karena belum memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai air
minum (Effendi 2003).
Pencemaran air dapat ditandai oleh turunnya mutu, baik air daratan (sungai,
danau, rawa dan air tanah) maupun air laut sebagai suatu akibat dari berbagai
aktivitas manusia modern saat ini sangat beragam sesuai karakteristiknya. Sumber
pencemaran air sungai dapat dibedakan menjadi sumber domestik dan sumber non
domestik. Termasuk ke dalam sumber domestik adalah perkampungan, kota, pasar,
jalan, perhotelan, terminal dan rumah sakit. Sementara yang termasuk sumber non
domestik adalah pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan dan
transportasi .
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab I Pasal 1 ayat (16) yang
dimaksud dengan limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Limbah bahan
berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Adapun komponen limbah menurut Sunu (2001)
dikelompokan sebagai berikut:
1. Limbah zat kimia, Limbah zat kimia dapat berupa insektisida, bahan
pembersih, larutan penyamak kulit, dan zat warna kimia. Insektisida
mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan, karena bahan insektisida di
dalam air sulit untuk dipecah oleh mikroorganisme, kalau pun dapat akan
berlangsung lama. Zat kimia yang berfungsi sebagai pembersih seperti sampo,
deterjen berpotensi menimbulkan pencemaran air karena kandungan bahan
antiseptik akan mengganggu kehidupan mikroorganisme air, menaikan pH air,
dan tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme. Kandungan zat warna kimia
di dalam air akan mempengaruhi pH air dan kandungan oksigen. Hampir
semua zat warna kimia bersifat racun, bahkan jika masuk ke dalam tubuh
manusia akan ikut merangsang tumbuhnya kanker.
2. Limbah padatLingkup limbah padat yang dimaksud yaitu limbah hasil proses
IPAL berupa endapan (sludge). Endapan (sludge) tersebut merupakan hasil
dari proses filter press. Sludge dapat dikategorikan tidak berbahaya, dapat juga
dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun.
3. Limbah bahan makanan, Limbah bahan makanan pada dasarnya bersifat
organik yang sering menimbulkan bau busuk dan dapat didegradasi oleh
mikroorganisme. Pada umumnya limbah bahan makanan banyak mengandung
mikroorganisme. Salah satunya adalah bakteri patogen yang merupakan
penyebab timbulnya berbagai macam penyakit pada manusia.
4. Limbah bahan organik, Limbah bahan organik biasanya dapat membusuk atau
terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, jika limbah industri yang
mengeluarkan sisa bahan organik terbuang langsung ke air akan menambah
populasi mikroorganisme di dalam air. Jika lingkungan perairan sudah
terdapat cukup banyak mikroorganisme di dalamnya, tidak tertutup
kemungkinan berkembangnya bakteri patogen.
12
5. Limbah anorganik,Limbah anorganik biasanya tidak dapat membusuk dan
sulit terdegradsi oleh mikroorganisme. Limbah anorganik pada umumnya
berasal dari industri yang menggunakan unsur-unsur logam seperti arsen,
kadmium, timbal, krom, kalsium, nikel, magnesium, air raksa dan lain-lain.
Jika limbah anorganik langsung dibuang ke badan perairan, akan terjadi
peningkatan jumlah ion logam di dalam air.
Sugiharto (1987) menyebutkan sumber pencemar yang berasal dari
permukiman (penduduk) akan menghasilkan limbah detergen, zat padat, BOD,
COD, DO, nitrogen, fosfor, pH, kalsium, klorida dan sulfat. Sumber pencemar
yang berasal dari pertanian akan menghasilkan limbah pestisida, bahan beracun
dan logam berat. Sumber pencemar yang berasal dari industri antara lain
akan.menghasilkan limbah BOD, COD, DO, pH, TDS, minyak dan lemak, urea,
fosfor, suhu, bahan beracun dan kekeruhan. Jenis kegiatan industri dengan limbah
yang dihasilkan berdasarkan parameter kualitas air disajikan pada Tabel 1.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jakarta, pada daerah aliran Sungai Buaran
dengan lokasi hulu berada di Pondok Kelapa/Kalimalang, Jakarta Timur dan
lokasi hilir di belakang PIK Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan yaitu dengan
banyak nya sumber pencemar yang terdapat pada Sungai Buaran aliran sungai
yang cukup luas dan salah satu sungai yang melintasi daerah Ibu Kota Jakarta.
Penelitian ini dilakukan yaitu dari bulan Juli-Oktober 2015.
Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
GPS.
Alat tulis.
Kalkulator.
Meteran.
Bola plastik yang telah disi media tepung.
Botol Plastik untuk menampung sampel air.
Seperangkat computer dengan software Excel,Word, dan AutoCAD
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah
Peta DKI Jakarta, khususnya Jakarta Timur
Data kualitas air pada tahun 2014 untuk Sungai Buaran dari BPLHD Jakarta
Sampel air Sungai Buaran untuk masing masing lokasi
Data parameter kualitas air sungai yang telah diteliti oleh PPLH-IPB.
13
Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder baik data yang bersifat kualitatif maupuan kuantitatif. Data primer
diperoleh melalui pengukuran dan perhitungan dimensi sungai dan mencari debit
aliran Sungai Buaran. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur dan instansi
yang terkait seperti Badan Pusat Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, Peraturan
Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 dan PPLH-IPB.
Terdapat beberapa metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan
data. Data yang didapatkan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data pada penelitian yang
didapatkan langsung dari pengukuran, perhitungan dan pengamatan di lapangan
dan laboratorium, sedangkan untuk data sekunder adalah data yang didapatkan
dari studi pustaka maupun literatur.
Metode yang dilakukan untuk mendapatkan data primer adalah:
1. Dimensi penampang sungai, untuk mendapatkan dimensi penampang sungai
Buaran dilakukan pengukuran menggunakan meteran. Luas penampang sungai
didapatkan dari perkalian lebar sungai dan tinggi muka air sungai. Data yang
didapatkan pada pengukuran menggunakan meteran adalah lebar sungai untuk
masing-masing lokasi. Untuk mendapatkan kedalaman sungai digunakan tali
yang ujungnya diberi pemberat, memerlukan tiga titik pengukuran tinggi
muka air yang kemudian di rata-rata kan dan dikalikan dengan lebar sungai
2. Debit aliran Sungai, metode pengukuran debit yang digunakan adalah metode
pelampung.Nilai debit sungai diperoleh dari pengukuran dengan current meter
atau pelampung sehingga akan mengetahui kecepatan aliran sungai yang
kemudian akan mengalirkannya dengan luas melintang pada lokasi
pengukuran (Sosrodarsono dan Tominaga, 1984).
Menurut Asdak (1995), debit didefinisikan sebagai suatu laju aliran air
(dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai
per satuan waktu. Debit dapat dihitung dengan persamaan (1) yang dengan
pengembangan rumus menjadi persamaan (2)
Q= A xV...................................................(1)
Keterangan:
Q= Debit sungai (m3/det)
A= Luas penampang basah sungai (m2)
V= kecepatan aliran (m/det)
Bila kecepatan aliran diukur dengan pelampung, maka diperoleh
persamaan debit seperti pada persamaan (2)
Q = A x k x u................................................(2)
Keterangan:
•
Q : debit (m3/det)
•
A : luas penampang basah (m2)
14
•
k : koefisien pelampung
•
u : kecepatan pelampung (m/det)
Nilai k tergantung dari jenis pelampung yang dipakai. Nilai k tersebut
dapat dihitung dengan persamaan (3)
k = 1-0.116 (
– 0,1………......................(3)
Keterangan:
•
k : koefisien pelampung
•
λ : kedalaman tangkai (h) per kedalaman air (d) (m)
•
λ : h/d
3. Nilai parameter kualitas air sungai, untuk mendapatkan nilai paramter kualitas
air yang dikaji yaitu suhu, pH, COD, BOD, TDS, TSS, dan detergent
dilakukan pengambilan sampeldi masing-masing lokasi dan dibawa menuju
laboratorium untuk diteliti.Laboratorium yang digunakan dan lembaga yang
diberikan tanggung jawab untuk meneliti sampel untuk setiap parameter
adalah PPLH-IPB. Sampel didapatkan dengan mengambil langsung air sungai
pada lokasi sungai yang diteliti. Jangka waktu pengambilan dan
pengujiansampel tidak lebih dari satu hari.Setiap sampel air dibutuhkan
sebanyak 1,5 liter air untuk setiap lokasi.
4. Beban pencemaran, nilai dari beban pencemaran didapatkan dari parameter
kualitas air sungai untuk masing-masing jenisnya kualitas air sungai lalu
dikali dengan debit aliran yang ada.Nilai parameter kualitas air sungai dengan
satuan mg/m3 dikali dengan debit aliran(m3/det) maka didapatkan hasil nilai
dengan satuan mg/det dan dapat dikonversi menjadi ton/hari. Nilai ini yang
menunjukkan besarnya beban pencemaran yang terjadi pada Sungai Buaran di
Jakarta untuk satu hari.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2 Sketsa peta Sungai Buaran untuk setiap lokasi penelitian dan sumber
pencemar untuk masing-masing lokasi
Dari pengamatan pada Sungai Buaran didapatkan hasil berupa jumlah dan
jenis sumber pencemar yang terdapat pada masing-masing lokasi pengamatan.
Terdapat 6 jenis sumber pencemar yaitu limbah rumah tangga, hypermarket,
berbagai industri kerajinan, jasa kesehatan dan makanan cepat saji.
1. Sumber pencemar pertama atau SP1 merupakan jenis sumber pencemar yang
dihasilkan dari limbah rumah tangga atau limbah domestik. Lokasinya berupa
16
2.
3.
4.
5.
6.
perumahan penduduk baik dalam bentuk residence ataupun perumahan liar
yang dibangun dibantaran sungai. Jenis sumber pencemar 1 termasuk dalam
jenis polutan non-point/difusse source karena sumber pencemarnya tersebar
dan berjumlah banyak.
Sumber pencemar ke dua atau SP2 merupakan sumber pencemar berupa
hypermarket, yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, elektronik,
pangan dan lain lain. Limbah dan sumber pencemar SP2 digolongkan dalam
limbah atau polutan pointsource.
Sumber pencemar ke tiga atau SP3 merupakan sumber pencemar berupa usaha
di bidang industri souvenir dan aksesories.Sumber pencemar ini masuk dalam
kategori polutan pointsource.
Sumber pencemar ke empat atau SP4 merupakan sumber pencemar yang
berupa usaha di bidang jasa jaminan pemeliharaan kesehatan.Sumber
pencemar yang ke empat ini termasuk dalam polutan atau limbah pointsource.
Sumber pencemar ke lima atau SP5 berupa industri rumahan yang bergerak
dibidang kerajinan tangan berupa dompet, tas, sepatu dan lain lain. Untuk
sumber pencemar yang kelima termasuk dalam polutan atau limbah jenis nonpointsource karena lokasinya yang tersebar dan dalam jumlah yang besar.
sumber percemar yang ke 6 atau SP6 adalah sumber pencemar yang berupa
usaha makanan cepat saji atau fastfood.Sumber pencemar SP6 termasuk dalam
kategori polutan poinsource.
Kondisi Umum Wilayah Studi
Sungai Buaran mempunyai panjang daerah aliran sungai sebesar 7.90 km
dengan lebar rata-rata permukaan 11 m dan lebar dasar 3.20 m, serta kedalaman
rata-rata 1.30 m dengan debit sebesar 0.38 m3/det-5.87 m3/det. Dengan luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Buaran sebesar 158 km2 lokasi hulu sungai buaran
terdapat pada daerah Pondok kelapa/ Jl. Kali Malang, Jakarta Timur dan bagian
hilir terdapat pada daerah belakang PIK Pulo Gadung, Jakarta Timur berdasarkan
data inventarisasi dan luas area BPLHD Jakarta (2014). Kondisi disekitar Sungai
Buaran yaitu pada pinggir sungai masih alami dan belum ada pengerasan di lokasi
hulu dan hilir banyak terdapat pemukiman liar di sepanjang badan sungai.
Berdasarkan penggolongan sungai, Sungai Buaran termasuk dalam kategori
sungai golongan D yang berarti air nya dapat digunakan untuk keperluan
pertanian, dan juga dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, serta industri
pembangkit tenaga air.
Langkah pertama dalam pengukuran dan pengambilan data pada penelitian
ini dilakukan dengan menentukan tiga titik sampel atau tiga titik lokasi. Lokasi
pertama atau disebut dengan lokasi 1 berada pada hulu Sungai Buaran yang
berada pada Jalan Pondok Kelapa, Kalimalang Jakarta Timur dengan koordinat
titik lokasi sebesar 6014’27.412”LS dan 106055’52.97”BT.Titik sample ke dua
atau bisa disebut dengan lokasi 2 berada pada titik Sungai Buaran yang terletak di
Jalan Buaran belakang Mall dan theater Buaran pada lokasi kedua mempunya titik
koordinat sebesar 6013’17.32”LS dan 106055’27.28”BT untuk lokasi pengujian
dan pengukuran terakhir adalah lokasi 3 yang berlokasi di belakang PIK Pulo
Gadung Jakarta Timur dengan koordinat sebesar 6012’20.855”LS dan
106055’50.74BT.
17
Parameter Kualitas Air Sungai
Terdapat dua kelompok parameter kualitas air sungai yang dikaji pada
studi ini yaitu jenis parameter fisika dan parameter kimia. Untuk jenis parameter
fisika yang dikaji adalah:
1. Suhu, bila nilai suhu mengalami peningkatan maka jumlah oksigen terlarut
dalam air menurun, peningkatan reaksi kimia, dan kehidupan ikan dan hewan
air lainnya tergangg. Jika batas suhu terlampaui kemungkinan ikan dan hewan
lainnya akan mati (Fardiaz, 1992), untuk kisaran suhu optimum untuk
pertumbuhan fitoplankton adalah 20oC – 30oC.
2. TDS (Total Dissolve Solid), nilai TDS yang semakin tinggi maka semakin
banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik
yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis
tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia tersebut mungkin bersifat racun, dan
beberapa zat organik terlarut bersifat karsinogen. (Misnani, 2010). Nilai baku
mutu untuk TDS adalah 500 mg/L berdasarkan Surat Keputusan Guberbur
Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.
3. TSS (Total Suspended Solid, nilai TSS semakin tinggi pada suatu aliran sungai
maka mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga
berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan pengaruh
tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan (Fardiaz,
1992). Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi dalam suatu perairan dapat
mengurangi nilai guna perairan dan mempengaruhi organisme yang hidup di
dalamnya. Nilai baku mutu untuk TSS adalah 200 mg/L berdasarkan Surat
Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.
Sedangkan untuk jenis parameter kualitas air sungai kimia yang dikaji
akibat dari nilai yang melewati ambang baku mutu antara lain adalah sebagai
berikut :
1. pH, bila nilai PH terlalu tinggi maupun terlalu rendah mengakibatkan suasana
kedaaan di aliran sungai menjadi terlalu asam atau basa kondisi ini
mengakibatkan berkurangnya kenyamanan dan kerusakan biota laut,
sedangkan untuk nilai pH batas maksimum dan minum adalah 6,5 - 8,5
berdasarkan Surat Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582
Tahun 1995.
2. BOD (Biochemical Oxygen Demand),Nilai BOD yang sangat tinggi dalam
perairan akan menyebabkan defisit oksigen sehingga mengganggu kehidupan
organisme perairan, dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Semakin
tinggi nilai BOD maka menunjukan semakin banyak oksigen yang
dikomsumsi mikroorganisme untuk mengurai bahan organik, maka semakin
rendah kualitas air, baku mutu untuk BOD adalah 20 mg/L mengacu pada
Surat Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995.
3. COD (Chemical Oxygen Demand), untuk nilai COD semakin tinggi
konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi
tidak dapat terdegredasi secara biologis dan semakin tinggi COD maka
semakin banyak bahan organik yang terkandung dalam air, hal ini
menunjukkan kualitas air semakin rendah, baku mutu untuk COD adalah 30
mg/L mengacu pada Surat Keputusan Guberbur Provinsi Ibukota Jakarta
Nomor 582 Tahun 1995.
18
4. Senyawa aktif biru metilen (detergen), Baku mutu senyawa Aktif Biru Metilen
yang ditetapkan untuk air sungai kelas D adalah 0,5 Mg/L. Senyawa Aktif
Biru Metilen merupakan senyawa pencemar perairan yang paling banyak
dihasilkan dari limbah tekstil.Keberadan senyawa ini dalam perairan dapat
meningkatkan COD dan menyebabkan perairan menjadi tidak jernih. Seluruh
titik pantau yang berada di areal sungai Buaran mengandung senyawa Aktif
Metilen Biru yang berada diatas baku mutu. Senyawa Aktif Biru Metilen pada
perairan cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam dan
berbahaya bagi lingkungan apalagi dalam konsentrasi yang sangat besar
karena dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand).
Sedangkan untuk perbedaan nilai COD dan DO dapat disimpulkan sebagai
berikut, dimana untuk nilai Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan-bahan organik yang
ada dalam air baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang
sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis. Pengukuran COD dilakukan untuk
mengetahui tingkat penguraian produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak
dan buangan kimia lainnya yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh
mikroorganisme. Sedangkan untuk nilai DOatau Disolved Oksigen adalah suatu
karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa
organik yang diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob dan tersedianya
sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (Salmin,
2000). Dan selisih hasil nilai antara pengukuran COD dan BOD memberikan
gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai di perairan tersebut. Nilai dari
COD bisa sama dengan BOD, tetapi nilai BOD tidak bisa lebih besar dari COD,
jadi nilai COD dapat menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Nilai
BOD tidak bisa lebih besar dari COD karena senyawa kompleks anorganik yang
ada di perairan yang dapat teroksidasi juga akan ikut dalam reaksi pengujian
(Barus, 2002).
Hasil pengujian parameter kualitas air Sungai Buaran unt