Struktur Komunitas Fitoplankton dan Tingkat Kesuburan Perairan Pesisir Tangerang

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON
DAN TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN PESISIR
TANGERANG

DWI YUNI WULANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Struktur Komunitas
Fitoplankton dan Tingkat Kesuburan Perairan Pesisir Tangerang adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Dwi Yuni Wulandari
NIM C251124031

RINGKASAN
DWI YUNI WULANDARI. Struktur Komunitas Fitoplankton dan Tingkat
Kesuburan Perairan Pesisir Tangerang. Dibimbing oleh NIKEN TM PRATIWI
dan ENAN M ADIWILAGA.
Perairan pesisir banyak menerima beban masukan bahan organik dari
daratan, khususnya berupa limbah domestik perkotaan yang terbawa oleh aliran
sungai yang bermuara ke pesisir. Masukan bahan organik ini akan mempengaruhi
kualitas perairan pesisir yang selanjutnya akan berdampak pada kehidupan
organisme akuatik, khususnya fitoplankton sebagai organisme yang pertama
merespon perubahan kualitas lingkungan. Fitoplankton memiliki peran sebagai
produsen primer di perairan. Selain itu, fitoplankton juga dapat menjadi biota
indikator dalam mengukur tingkat kesuburan suatu perairan. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur komunitas fitoplankton
(komposisi jenis, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi)
dan menganalisis tingkat kesuburan perairan Pesisir Tangerang berdasarkan

parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi.
Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali pada
bulan April hingga November 2013 dengan selang waktu 3 bulan. Lokasi
penelitian mencakup 5 stasiun yang berbeda di sepanjang Pesisir Tangerang:
Kronjo (K), Mauk (M), Rawa Saban (RS), Tanjung pasir (T), dan Dadap (D).
Pengambilan contoh dilakukan pada 5 stasiun dengan 51 substasiun yang tersebar
dari ujung barat Pesisir Tangerang yang berbatasan dengan Teluk Banten sampai
ujung timur Pesisir Tangerang yang berbatasan dengan Teluk Jakarta.
Hasil penelitian kualitas air di perairan Pesisir Tangerang menunjukan
adanya keberagaman dengan pola bahwa semakin ke arah timur maka kualitas
perairan semakin menurun. Total kelimpahan fitoplankton selama penelitian
berkisar antara 2 344 914-119 015 624 sel/m³ yang terdiri dari 37 genus dari tiga
kelompok besar (Cyanophyceae, Bacillariophyceae, dan Dinophyceae). Kelas
Bacillariophyceae merupakan kelompok yang mendominasi di setiap stasiun, baik
dari komposisi jumlah jenis (>80%) maupun kelimpahan (>90%). Struktur
komunitas fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang
didominansi kelas
Bacillariophyceae dengan spesies Chaetoceros sp. yang mendominasi di beberapa
stasiun.
Analisis cluster dengan taraf kesamaan 90% menunjukan terdapat lima

kelompok. Berdasarkan hasil ini terlihat bahwa setiap substasiun mengelompok
hampir tiap stasiun menjadi satu. Hasil analisis komponen utama menunjukan
bahwa stasiun Dadap dan Tanjung pasir lebih dicirikan oleh parameter-parameter
yang mendukung kesuburan, seperti DIN, klorofil dan ortofosfat. Stasiun ini juga
dicirikan oleh hampir seluruh jenis fitoplankton yang ditemukan selama
penelitian. Tingkat kesuburan perairan Pesisir Tangerang berdasarkan metode
TRIX menunjukan stasiun Dadap dan Tanjung pasir memiliki kesuburan yang
lebih tinggi dengan kategori hipertrofik dibandingkan dengan stasiun lainnya yang
memiliki kategori eutrofik.
kata kunci: fitoplankton, struktur komunitas, tingkat kesuburan, Pesisir Tangerang

SUMMARY
DWI YUNI WULANDARI. The Structure of Phytoplankton Communities and
Trophic State of Tangerang Coastal. Supervised by NIKEN TM PRATIWI and
ENAN M ADIWILAGA.
The coast area receives a lot of input load of organic matter by the stream of
the river. This organic matter will influence the dynamic of water quality in the
coast area. The changing of water quality may give effects to aquatic organism
especially phytoplankton as the first organism which respond to the changing of
environment quality. Phytoplankton has a role as the primary producer in the

water and also can be bioindicator to measure the trophic state. Therefore, the aim
of this study is to describe thestructure of phytoplankton communities and
measure trophic state of Tangerang Coastal based on physical, chemical, and
biology of water quality.
This study held on April to November 2013 with three times sampling.
Location of the study included 5 different stations along the coast of Tangerang:
Kronjo (K), Mauk (M), Rawa Saban (RS), Tanjung pasir (T), and Dadap (D) with
51 sub-stations. Diversity Index was used to describe structure of phytoplankton
communities, TRIX method was used to describe trophic states, Bray-Curtis Index
was used to describe the similarity of sampling station based on its phytoplankton
abundances and principal component analysis.
Based on result of water quality research in Tangerang coastal showed that
water quality pattern was diverge, it was decrease as far as the location to the east.
Total abundance of phytoplankton during the study ranged from 2 344 914 until
119 015 624 cell/m³ consist of 37 genera with three classes, i.e.
Bacillariophyceae, Dinophyceae, and Cyanophyceae. Class Bacillariophyceae was
a group that dominates in every station, either from the number of species
composition (> 80%) and abundance (> 90%). The Structure of Phytoplankton
Communities in Tangerang coastal was dominated by species of Chaetoceros sp.
which was dominated at some stations. Cluster analysis with 90% similarity level

indicated there are five groups. Based on these results indicated that each substation almost every station was clumped into one. The results of principal
component analysis showed that the station Dadap and Tanjung pasir were
characterized by parameters which supports fertility such as DIN, chlorophyll-a
and orthophosphate. The station (Dadap and Tanjung pasir) were also
characterized by almost all types of phytoplankton which were found during the
study. Trophic state of Tangerang coastal based TRIX methods showed Dadap
and Tanjung pasir station had high trophic state with hypertrophic level.
Meanwhile, others were eutrophic level.
key words: community structure, phytoplankton, trophic state

SUMMARY

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON
DAN TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN
PESISIR TANGERANG

DWI YUNI WULANDARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis: Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc.


Judul Tesis
Nama
NIM

: Struktur Komunitas Fitoplankton dan Tingkat
Kesuburan Perairan Pesisir Tangerang
: Dwi Yuni Wulandari
: C251124031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi
Ketua

Dr Ir Enan M Adiwilaga
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Tanggal Ujian: 26 Januari 2015

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang berjudul Struktur Komunitas
Fitoplankton dan Tingkat Kesuburan Perairan Pesisir Tangerang. Karya ilmiah ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis menjadi mahasiswa S2 sekolah pascasarjana IPB.
2. Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi dan Dr Ir Enan M Adiwilaga selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan saran kepada Penulis
dari awal penetlitian hingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
3. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc. selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan saran dan koreksi dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.
4. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi SDP yang telah
memberikan bimbingan dalam menyelesaikan studi dan saran dalam
penyempurnaan tulisan ini.
5. PT. Kapuk Naga Indah dan LPPM IPB atas kesempatan yang diberikan
kepada Penulis untuk mengikuti kegiatan penelitian ini.
6. Keluarga (Bapak Budi Abdulrahman, Ibu Sri Suharyati, Nunik Arum Puspita
Sari, Bayu Harinugroho, Salma Nazhifa) atas kasih sayang dan bantuannya
baik moril maupun materil.
7. Seluruh staf departemen MSP (Mas Muklis dan Mas Haris), staf laboratorium
biologi mikro (Ibu Siti Nursiyamah), serta staf laboratorium produktivitas dan

lingkungan perairan MSP IPB (Bu Ana Mariana, Mas Adon, dan Bang Aan)
yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan perkuliahan dan penelitian.
8. Ibu Majariana, Ibu Inna, Mba Aliati, dan Ka Apri atas saran, masukan, dan
bimbingannya.
9. Tim Penelitian Tangerang (Pa Ali, bang Aries A, Ardhito dan teman-teman
MSP 47) atas bantuannya selama penelitian di lapangan.
10. Yunita Magrima Anzani, Siti Anindita Farhani, Nuralim Pasisingi, Alpinina
Yunitha, Salma Abu Bakar, Novita MZ, Fuquh Rahmat Shaleh, Bambang
Kurniadi, Wahyu Muzammil, Lalu Panji Imam Agamawan, Umy Kalsum
Madaul, Reza Zulmi, dan Arif Nurcahyanto atas perhatian, kasih sayang, dan
persahabatannya.
11. Teman-teman SDP 2012 dan SDP 2012 genap yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, Terima Kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015

Dwi Yuni Wulandari

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Pengambilan Contoh
Analisis Contoh Fitoplankton
Analisis Contoh Kualitas Air
Analisis Contoh Klorofil-a
Analisis Data
Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (H’)
Indeks keseragaman/Evenness (E)
Indeks dominansi Simpson (C)
Indeks similaritas
Analisis status trofik dengan metode TRIX
Analisis komponen utama (AKU)
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
4 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
viii
viii
1
1
2
3
3
3
3
4
4
4
5
5
6
6
6
7
7
7
8
8
8
15
19
19
23
32

DAFTAR TABEL
1. Kriteria perairan berdasarkan perhitungan TRIX (Vollenweider et al.
1998)
2. Karakteristik fisika kimia perairan Pesisir Tangerang setiap stasiun
selama tiga kali pengambilan contoh
3. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks
dominansi (C) fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang pada periode
April-November 2013
4. Hasil uji korelasi Pearsons antara kelimpahan fitoplankton dengan
parameter fisika-kimia perairan di Pesisir Tangerang selama periode
penelitian

8
9

11

14

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir rumusan masalah
2. Lokasi penelitian dan titik pengambilan contoh:Kronjo (K), Mauk (M),
Rawa Saban (RS), Tanjung pasir (T), dan Dadap (D). Substasiun (K01K09, M01-M06, RS01-RS15, T01-T15, D01-D08)
3. Persentase komposisi jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pesisir Tangerang pada periode April-November 2013
4. Kelimpahan total fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang pada
periode April-November 2013
5. Nilai kandungan klorofil di perairan Pesisir Tangerang selama periode
April - November 2013
6. Dendrogram pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan
fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang selama periode AprilNovember 2013
7. Nilai indeks kesuburan perairan dengan metode TRIX di perairan Pesisir
Tangerang pada periode April-November 2013
8. Biplot rata-rata nilai parameter kualitas air dan indeks kesuburan

2

4
10
11
12

12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Posisi geografi setiap stasiun penelitian
Peta pengambilan contoh klorofil-a
Hasil ANOVA kualitas air
Hasil ANOVA kelimpahan fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang selama penelitian
Visualisai jenis-jenis fitoplankton dengan menggunakan mikroskop
trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat lunak Axio
Vision Rel 4.8
7. Pola arus permukaan di perairan Pesisir Tangerang bulan Juni, Agustus
2013 (Balitbang KP 2013)
8. Pola pasang surut di perairan Pesisir Tangerang pada periode sampling
(27 April - 3 Mei 2013), sampling 2 (26 – 31 Agustus 2013), dan
sampling 3 (1,8,15 November 2013)di stasiun pengamatan Tj. Priok
Jakarta (Bakosurtanal 2013)

viii

23
24
24
25
27

28
29

29

9. Akar ciri dan korelasi parsial AKU menggunakan Minitab 15
10. Data produksi ikan kabupaten Tangerang tahun 2012

30
30

x

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perairan pesisir banyak menerima beban masukan bahan organik dari
daratan, khususnya berupa limbah domestik perkotaan yang terbawa oleh aliran
sungai yang bermuara ke pesisir. Masukan bahan organik ini akan mempengaruhi
kualitas perairan pesisir. Perubahan kualitas air yang terjadi akan berdampak pada
kehidupan organisme akuatik, khususnya plankton sebagai organisme yang
pertama merespon perubahan kualitas lingkungan.
Plankton adalah semua kumpulan organisme berukuran mikroskopis, baik
hewan maupun tumbuhan, yang hidup melayang mengikuti arus (Odum 1971).
Beberapa jenis plankton hanya dapat berenang pasif, sama sekali tidak dapat
bergerak, dan sebagian lain berenang cukup aktif (Chandyet al. 1991). Plankton
terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan organisme
mikroskopis yang bersifat autotrof atau mampu menghasilkan bahan organik dari
bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya, khususnya
dari jenis diatom yang memiliki kontribusi lebih besar (Mackey et al. 2002). Oleh
karena itu, fitoplankton memiliki peran sebagai produsen primer di perairan.
Fitoplankton juga dapat menjadi biota indikator dalam mengukur tingkat
kesuburan suatu perairan. Perairan yang memiliki produktivitas primer yang
tinggi umumnya ditandai dengan tingginya kelimpahan fitoplankton (Raymont
1984; Simon et al. 2009).
Hidrodinamika perairan pesisir mempengaruhi pola penyebaran atau
distribusi fitoplankton secara vertikal maupun horizontal, kelimpahan dan struktur
komunitas fitoplankton, serta produktivitas primer suatu perairan. Struktur
komunitas fitoplankton merupakan salah satu faktor penting dari fungsi
ekosistem, implikasi yang lebih jauh berpengaruh terhadap siklus energi dan hal
yang berkaitan dengan lingkungan laut (Georicke 2011). Selain itu, distribusi dan
kelimpahan fitoplankton menunjukkan lingkungan yang kondusif untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme laut lainnya (Chandyet al.
1991).
Perairan Pesisir Tangerang memiliki potensi sumberdaya perairan dan
fungsi pendukung kehidupan yang sangat penting. Dari sisi ekologis, perairan ini
termasuk perairan dengan beban masukan yang tinggi dari daratan (Ariyani & Sue
2009). Tingginya masukan dari daratan ke perairan ini juga disebabkan oleh curah
hujan yang tinggi di daerah Tangerang, Jakarta, Bogor, dan Bekasi. Masukan
nutrien di perairan ini bersumber dari aktivitas manusia, seperti pemukiman,
industri, dan pertanian yang berada di wilayah Tangerang dan sekitarnya.
Peningkatan unsur hara di perairan berpotensi meningkatkan produktivitas
primer perairan serta kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton. Dalam
jumlah tertentu, peningkatan unsur hara berdampak positif bagi perairan karena
perairan menjadi subur dan dapat mendukung kehidupan organisme di dalamnya.
Namun dapat berdampak negatif jika masukan unsur hara ke perairan terlalu
tinggi, yaitu pertumbuhan fitoplankton akan berlangsung sangat pesat dan dapat
memicu terjadinya blooming jenis fitoplankton tertentu di perairan tersebut.
Blooming akan menyebabkan permasalahan, diantaranya proses fotosintesis

2
fitoplankton terganggu, kematian ikan, dan memunculkan beberapa spesies yang
mengandung toksin (Nontji 2008; Prayitno 2011).
Dalam upaya pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan pencegahan
terhadap menurunnya kualitas perairan di Pesisir Tangerang, diperlukan
pengkajian mengenai tingkat kesuburan perairan tersebut. Salah satu parameter
yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesuburan suatu perairan adalah
kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton.

Rumusan Masalah
Perairan Pesisir Tangerang diduga mengalami peningkatan unsur hara
akibat beban masukan yang tinggi yang berasal dari aktivitas manusia seperti
pemukiman, industri, dan pertanian. Beban masukan masuk melalui sungai-sungai
yang bermuara ke perairan Pesisir Tangerang. Sungai-sungai yang bermuara
tersebut memiliki aktivitas DAS (Daerah Aliran Sungai) yang berbeda-beda,
sehingga memiliki masukan pencemaran yang berbeda-beda pula disetiap
muaranya. Selain itu, Pesisir Tangerang berbatasan langsung dengan Pesisir
Jakarta dan Pesisir Banten. Riyadi et al. (2012) menyatakan bahwa Pesisir Jakarta
memiliki kesuburan yang tinggi, sehingga pada bagian timur Pesisir Tangerang
akan mendapatkan pengaruh dari Pesisir Jakarta. Tingginya beban masukan juga
dipengaruhi curah hujan yang cukup tinggi di daerah Tangerang, Jakarta, Bogor,
dan Bekasi. Keberadaan unsur hara di perairan akan berpengaruh terhadap
peningkatan biomassa fitoplankton dan kesuburan dari perairan tersebut.
Fitoplankton di perairan berperan sebagai produsen primer. Keberadaan
fitoplankton didukung oleh ketersediaan cahaya, nutrien, serta kualitas air yang
optimal. Analisis dari struktur komunitas fitoplankton dan tingkat kesuburan
perairan dapat menilai status perairan, sehingga status perairan dapat dijadikan
dasar dalam pengelolaan perairan Pesisir Tangerang. Skema perumusan masalah
disajikan pada Gambar 1.
Muara Sungai
Pengelolaan
Perairan
Pesisir
Tangerang

Bahan Masukan:
Antropogenik
Organik dan
Anorganik

PESISIR
TANGERANG

Hidrodinamika
Kualitas Air:
Kecerahan
Oksigen
Nutrien

Fitoplankton

Struktur
Komunitas
Fitoplankton
Parameter TRIX:
(DIN, Ortofosfat,
Oksigen Saturasi,
Klorofil-a)

Klorofil-a

Gambar 1. Diagram alir rumusan masalah

Tingkat
Kesuburan
Perairan

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesuburan perairan
Pesisir Tangerang berdasarkan struktur komunitas fitoplankton dan parameter
fisika-kimia perairan, serta menentukan hubungan antara komunitas fitoplankton
dengan parameter kualitas air.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai struktur komunitas dan tingkat kesuburan
perairan ini dapat memberikan informasi mengenai kesuburan perairan yang
selanjutnya untuk mengoptimalkan potensi produktivitas dan daya guna perairan
sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan sumberdaya perairan di
perairan Pesisir Tangerang.

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali pada
bulan April hingga November 2013 dengan selang waktu 3 bulan. Lokasi
penelitian mencakup 5 stasiun yang berbeda di sepanjang Pesisir Tangerang:
Kronjo (K), Mauk (M), Rawa Saban (RS), Tanjung pasir (T), dan Dadap (D).
Pengambilan contoh dilakukan pada 5 stasiun dengan 51 substasiun (Gambar 2
dan Lampiran 1) yang tersebar dari ujung barat Pesisir Tangerang yang berbatasan
dengan Teluk Banten sampai ujung timur Pesisir Tangerang yang berbatasan
dengan Teluk Jakarta.
Stasiun penelitian ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi perairan
secara ekologi yaitu lebih ditekankan pada masukan nutrien dari sungai yang
bermuara pada setiap stasiun (stasiun Kronjo; Cipasilian, stasiun Mauk;
Cimandiri, Cileleus, dan Cimauk, stasiun Rawa Saban; Cirarab dan Cisadane,
stasiun Tanjung pasir; Cisadane, stasiun Dadap; Kali Dadap dan Kali Kamal).
Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro 1 dan Laboratorium
Fisika-Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB.

4

Gambar 2. Lokasi penelitian dan titik pengambilan contoh: Kronjo (K), Mauk
(M), Rawa Saban (RS), Tanjung pasir (T), dan Dadap (D). Substasiun (K01-K09, M01-M06, RS01-RS15, T01-T15, D01-D08)
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah fitoplankton yang diambil
di setiap stasiun serta air sampel yang diperoleh di setiap stasiun untuk keperluan
analisis laboratorium. Alat yang digunakan selama penelitian adalah Van dorn
water sampler, plankton net (mesh size 25 µm), Secchi disc, DO-meter, SCT
meter, botol sampel, Sedgewick Rafter Counting cell (SRC), pipet tetes, larutan
lugol 1%, dan buku identifikasi fitoplankton.
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh fitoplankton dilakukan dengan cara menarik (hauling)
plankton net secara vertikal dari setengah kedalaman perairan sampai ke
permukaan dan/atau sedalam kedalaman fotik. Hal ini dilakukan agar fitoplankton
yang diperoleh sudah cukup mewakili setiap stasiun. Botol contoh berisi contoh
fitoplankton kemudian diawetkan dengan larutan Lugol 1% untuk keperluan
analisis di laboratorium.
Pengambilan contoh kualitas air dilakukan di permukaan perairan. Setelah
air contoh diambil kemudian air dimasukkan ke dalam botol contoh 500 mL dan
diberi pengawet.
Analisis Contoh Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton diperoleh dengan menggunakan mikroskop
binokuler model Olympus CH-2 dengan perbesaran 10x10. Metode yang

5
digunakan ialah metode strip. Dokumentasi dan visualisasi morfologi setiap jenis
fitoplankton dilakukan menggunakan mikroskop trinokuler Zeiss Primo Star yang
dilengkapi perangkat lunak AxioVision Rel 4.8. Identifikasi fitoplankton mengacu
pada buku identifikasi Davis (1955), Newell (1977), Yamaji (1979), dan Tomas
(1997). Kelimpahan fitoplankton dihitung menggunakan alat Sedgewick Rafter
Counting cell (SRC) pada perbesaran 10x10.
Kelimpahan fitoplankton dinyatakan dalam sel/m3yang dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Rice et al. 2012):
N=n×
Keterangan :
N
n
Vd
Vt
Vsrc
Asrc
Aa

Vt
Asrc
1
×
×
Vsrc
�a
Vd

: kelimpahan fitoplankton (sel/m3)
: organisme yang teramati (sel)
: volume air yang disaring (πr2 x kedalaman) (m³)
: volume air tersaring (mL)
: volume dalam satu SRC (1 mL)
: luas penampang SRC (1000 mm2)
: luas amatan (mm2)

Analisis Contoh Kualitas Air
Parameter fisika kimia perairan in situ meliputi suhu, salinitas, pH,
kedalaman, dan kecerahan. Parameter ex situ meliputi oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen/DO), Total Suspended Solid (TSS), Biochemical Oxygen Demand (BOD),
nitrat-nitrogen, nitrit-nitrogen, amonia-nitrogen, dan ortofosfat. Pengukuran
semua parameter fisika kimia perairan mengacu pada metode baku APHA 2012
(Rice et al. 2012).
Analisis Contoh Klorofil-a
Analisis klorofil dilakukan dengan mengkompositkan dua sampai tiga
stasiun yang berdekatan (Lampiran 2) melalui penyaringan sampel air sebanyak 1
L menggunakan saringan millipore (tipe HA, diameter 47 mm, dan porositas 0,45
µm), yang dibantu dengan vacuum pump (tekanan 200 mmHg). Selanjutnya,
saringan tersebut dibungkus dengan aluminium foil kemudian disimpan dalam
chiller (4°C). Penentuan konsentrasi klorofil dengan menggunakan metode
spektrofotometer dari Lorenzen (1971). Konsentrasi klorofil-a dihitung
menggunakan persamaan menurut Rice et al.(2012) sebagai berikut :
Klorofil-a (mg/m3) =
Keterangan :

26.7 (664 b −665 a ) x V 1
�2 ��

V1
: volume yang diekstrak (L)
V2
: volume contoh (m3)
664b : absorbansi panjang gelombang 664 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm
sebelum pengasaman

6
665a
l

: absorbansi panjang gelombang 665 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm
setelah pengasaman
: panjang kuvet (cm)

Analisis Data
Analisis ragam dua arah, nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan
Dominansi dihitung dengan bantuan perangkat lunak Microsoft excel. Data
parameter kualitas air fisika kimia dan biologi dianalisis menggunakan metode
TRIX (Trophic Index). Analisis kluster dan komponen utama dilakukan
menggunakan perangkat lunak Minitab 16. Analisis data dapat dilakukan secara
spasial, temporal, maupun spasial-temporal, hal ini berkaitan dengan hasil yang
akan didapatkan pada analisis ragam dua arah.
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
Keanekaragaman jenis menunjukan jumlah jenis organisme yang terdapat
dalam suatu area. Spesies yang ada dalam suatu komunitas maupun tingkat
keanekaragaman dapat diketahui dengan Indeks Shannon-Wiener (Magurran
1988; Krebs 1989) sebagai berikut:

Keterangan:
H’
: indeks keanekaragaman
pi
: ni / N
ni
: jumlah genus jenis ke-i
N
: jumlah total genus ke-i

H′ = −

pi ln pi

Indeks keseragaman/Evenness (E)
Keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam
suatu komunitas (Krebs 1989). Hal ini didapat dengan cara membandingkan
Indeks Keanekaragaman dengan nilai maksimumnya, sehingga didapat formulasi
sebagai berikut :
E=

H′
H′maks

Keterangan :
E
: indeks keseragaman
H’
: indeks keanekaragaman
H’maks
: nilai keragaman maksimum (Ln S)
S
: jumlah genus

Dengan kriteria:
E~0
: terdapat dominansi spesies
E~1
: jumlah individu tiap spesies sama
Dari perbandingan tersebut maka akan didapatkan suatu nilai yang besarnya
antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai E akan semakin kecil pula keseragaman
populasi spesies. Semakin besar nilai E, menunjukkan keseragaman populasi yaitu

7
bila jumlah individu setiap spesies dapat dikatakan sama atau tidak jauh beda
(Krebs 1989).
Indeks dominansi Simpson (C)
Indeks dominansi ditentukan berdasarkan indeks dominansi Simpson (Krebs
1989), yaitu sebagai berikut:
C=

ni
N

2

Keterangan:
C
: indeks dominansi
ni
: jumlah individu genus ke-i
N
: jumlah total individu genus ke-i

Analisis contoh berupa indeks diversitas (keanekaragaman, keseragaman, dan
dominansi) dilakukan pada setiap stasiun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
keanekaragaman dari setiap stasiun
Indeks similaritas
Indeks similaritas digunakan untuk melihat kesamaan antar stasiun
berdasarkan parameter-parameter tertentu contohnya parameter biologis seperti
kelimpahan fitoplankton (Yoshioka 2008; Somerfield 2008). Tingkat kesamaan
ini ditentukan dengan indeks kesamaan Bray-Curtis (Brower et al. 1990).
IBC = 1 −

n
i=1
n
i=1

X i −Y i
X i +Y i

× 100%

Keterangan:
IBC
: indeks kesamaan Bray-Curtis
Xi – Yi : nilai kelimpahan genus i pada stasiun yang berbeda
N
: jumlah genus yang dibandingkan

Pengelompokan data dilakukan dengan mencari nilai indeks kesamaan antar
stasiun. Nilai indeks kesamaan antar stasiun kemudian disajikan dalam bentuk
dendrogram, garis similaritas yang digambar terlebih dahulu adalah stasiunstasiun dengan nilai indeks kesamaan yang paling tinggi dan dilanjutkan sampai
dengan stasiun dengan nilai indeks kesamaan paling rendah. Setelah semua
stasiun diplotkan akan terbentuk sebuah kelompok besar yang terdiri dari
kelompok kecil dengan tingkat similaritas yang berbeda.
Hasil pengelompokan yang digambarkan dalam dendrogram digunakan
untuk melihat kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan kelimpahan
fitoplankton dan parameter fisika-kimia perairan. Nilai pengamatan yang
mendekati 100% memiliki tingkat kesamaan yang tinggi sedangkan nilai yang
mendekati 0% berarti memiliki tingkat kesamaan yang lebih rendah.
Analisis status trofik dengan metode TRIX
Trophic Index (TRIX) merupakan metode yang digunakan untuk
menentukan tingkat kesuburan perairan menggunakan skala 0-10 dari hasil
perhitungan empat parameter yaitu klorofil-a, persentase oksigen terlarut jenuh

8
(%DO) dan nutrien (N, P). Nilai TRIX yang mendekati 10 mengindikasikan
bahwa kondisi perairan tersebut eutrofik dengan konsentrasi nutrien dan klorofil-a
tinggi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Vollenweider et al.
1998):
n

k
TRIX =
n
i=1

Keterangan:
k
: scaling factor (10)
n
: jumlah parameter (4)
M
: nilai rataan parameter
U
: batas atas (rataan + 2 Sd)
L
: batas bawah (rataan – 2 Sd)

Log M − Log L
Log U − Log L

Tabel 1. Kriteria perairan berdasarkan perhitungan TRIX (Vollenweider et al.
1998)
Skala
Status
0-4
Ultra-oligotrofik
4-5
Mesotrofik
5-6
Eutrofik
6-10
Hipertrofik

Analisis komponen utama(AKU)
Analisis komponen utama (AKU) dilakukan untuk menentukan karakter
setiap kelompok stasiun berdasarkan parameter fisika kimia dan biologi. Prinsip
AKU adalah transformasi sekumpulan peubah (data fisika, kimia, dan biologi)
yang berkorelasi satu sama lain menjadi sekumpulan peubah baru yang tidak
saling berkorelasi dengan tetap mempertahankan keberagaman data (Smith 2002).
Hasil AKU digambarkan dalam grafik biplot. Keragaman total data yang didapat
dijelaskan oleh sumbu utama pada grafik ditunjukan oleh persentase kumulatif
akar ciri.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi perairan Pesisir Tangerang
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukan adanya perbedaan nilai
kualitas air dari setiap stasiun dan tidak adanya perbedaan antara waktu
pengamatan (p=0,0002) (Lampiran 3), sehingga analisis selanjutnya dilakukan
secara spasial. Pesisir Tangerang merupakan salah satu perairan yang relatif
terbuka. Perairan ini berbatasan langsung dengan Teluk Banten di sebelah barat,
Teluk Jakarta di sebelah timur. Karakteristik fisika-kimia perairan Pesisir

9
Tangerang selama penelitian cukup beragam (Tabel 2). Hal ini dipengaruhi oleh
pergerakan pasang surut air laut, sesuai dengan karakteristik perairan pesisir.
Tabel 2. Karakteristik fisika kimia perairan Pesisir Tangerang setiap stasiun
selama tiga kali pengambilan contoh
Parameter
Fisika
Suhu (°C)
Kedalaman (m)
Kecerahan (cm)
Kekeruhan (NTU)
Kimia
pH
Salinitas (‰)
DO (mg/L)
BOD (mg/L)
Amonia (mg/L)
Nitrat (mg/L)
Nitrit (mg/L)
Ortofosfat (mg/L)

Stasiun
Kronjo

Mauk

Rawa Saban

Tanjung pasir

Dadap

30,35 ± 0,21
7,80 ± 3,41
82,73 ± 16,30
17,65 ± 0,31

30,27 ± 0,26
4,44 ± 1,37
78,93 ± 10,31
38,53 ± 37,7

29,96 ± 0,65
6,71 ± 4,81
77,05 ± 36,23
24,29 ± 15,23

30,69 ± 0,90
7 ± 3,41
140,09 ± 55,83
18,70 ± 3,16

32,09 ± 0,46
5,57 ± 3,34
120,38 ± 63,81
18,99 ± 2,89

8,47 ± 0,06
29,34 ± 0,27
7,07 ± 0,48
4,46 ± 1,38
0,46 ± 0,05
0,14 ± 0,05
0,06 ± 0,04
0,05 ± 0,01

8,45 ± 0,04
28,16 ± 3,89
6,67 ± 0,34
6,12 ± 3,21
0,63 ± 0,15
0,53 ± 0,03
0,03 ± 0,01
0,04 ± 0,01

8,54 ± 0,06
29,66 ± 0,49
6,64 ± 0,52
9,36 ± 4,77
0,59 ± 0,19
0,37 ± 0,13
0,06 ± 0,03
0,19 ± 0,24

8,50 ± 0,22
28,94 ± 2,57
7,10 ± 0,95
10,73 ± 6,44
2,19 ± 0,27
0,13 ± 0,08
0,09 ± 0,13
0,20 ± 0,41

8,65 ± 0,16
28,22 ± 2,45
6,84 ± 1,68
8,99 ± 2,24
1,75 ± 0,63
0,25 ± 0,17
0,11 ± 0,10
0,08 ± 0,07

Nilai parameter kualitas air setiap stasiun berurutan dari barat ke timur
berdasarkan hasil penelitian menunjukan adanya keberagaman dengan pola bahwa
semakin ke arah timur maka kualitas perairan semakin menurun, dilihat dari nilai
BOD dan nutrien yang semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena perairan
Pesisir Tangerang sebelah timur berbatasan dengan perairan teluk Jakarta yang
berdasarkan data BPLHD Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 memiliki kondisi
perairan yang buruk dengan rata-rata 80% tercemar dan berdasarkan Prayitno
(2011) perairan Teluk Jakarta termasuk ke dalam kategori perairan yang kaya
akan zat hara (eutrofik) dengan tingginya konsentrasi fosfat dan nitrat. Sehingga
secara tidak langsung berdampak pada kualitas perairan Pesisir Tangerang
khususnya bagian timur.
Beberapa faktor juga mendukung keadaan ini, seperti data pola arus di
Pesisir Tangerang yang sebagian besar berasal dari arah selatan pada bulan Juni
dengan kecepatan rata-rata 0,0450 m/s dan dari arah timur pada bulan Agustus
dengan kecepatan rata-rata 0,1025 m/s (Balitbang KP 2013). Pasang surut
merupakan salah satu sifat perairan yang dominan berpengaruh pada komunitas
pantai (Parsons et al. 1984). Berdasarkan data Bakosurtanal (2013), perairan di
sekitar Teluk Jakarta termasuk Pesisir Tangerang memiliki tipe pasang surut
campuran condong harian tunggal (Mixed Tide predominantly Diurnal Tide) yang
artinya dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi kadangkadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang
sangat berbeda. Tipe pasang surut seperti ini memang biasa terdapat di pantai
selatan Kalimantan dan pantai Utara Jawa Barat (Prayitno 2011).
Fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan adanya perbedaan nilai
kelimpahan dari setiap stasiun dan tidak adanya perbedaan yang nyata antara
waktu pengamatan (p=3,8x10-13) (Lampiran 4), sehingga analisis selanjutnya

10
menggunakan analisis secara spasial. Kelimpahan fitoplankton di perairan Pesisir
Tangerang berkisar 66 - 85 913 686 sel/m³ yang terdiri dari 37 genus dari tiga
kelompok besar (Cyanophyceae, Bacillariophyceae, dan Dinophyceae). Gambar 3
memperlihatkan komposisi jumlah jenis (%) dan komposisi kelimpahan
fitoplankton berdasarkan kelompok.
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa kelas Bacillariophyceae merupakan
kelompok yang mendominasi di setiap stasiun, baik dari komposisi jumlah jenis
(>80%) maupun kelimpahan (>90%). Fitoplankton yang umum terdapat di laut
biasanya berukuran besar dan terdiri dari dua kelompok yang mendominasi, yaitu
diatom (kelas Bacillariophyceae) dan dinoflagelata (Kennish 1990; Chandy et al.
1991; Mochizuki et al. 2002; Skaloud &Rezacova 2004; Liu et al. 2004).

Komposisi jumlah jenis (%)

100%
80%
60%

83,87

81,82

84,38

82,35

83,33

3,23
12,90

6,06
12,12

3,13
12,50

5,88
11,76

5,56
11,11

Mauk

Kronjo

Rawa Saban

Tanjung Pasir

Dadap

95,93

95,80

97,71

96,37

97,43

1,68
2,39

1,59
2,61

1,25
1,04

2,57
1,06

0,75
1,83

Mauk

Kronjo

Rawa Saban

Tanjung Pasir

Dadap

40%
20%

Komposisi kelimpahan (%)

0%

100%
80%
60%

40%
20%
0%

Stasiun
Bacillariphyceae

Gambar 3.

Cyanophyceae

Dinophyceae

Persentase komposisi jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pesisir Tangerang pada periode April-November 2013

Gambar 4 menunjukan total kelimpahan fitoplankton di setiap stasiun
selama penelitian. Total kelimpahan fitoplankton selama penelitian berkisar antara
2 344 914 - 119 015 624 sel/m³. Kelimpahan fitoplankton secara keseluruhan
sangat melimpah di stasiun Dadap (119 015 624 sel/m³) dan paling rendah di
stasiun Kronjo (2 344 914 sel/m³). Hal ini diduga karena faktor lingkungan dari
perairan di stasiun Dadap tersebut yang mendukung kehidupan fitoplankton.
Kandungan nutrien yang tinggi merupakan salah satu penyebab dari lebih
tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun Dadap dibandingkan dengan stasiun
lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Haumahu (2004), distribusi dan sebaran
fitoplankton tidak merata di setiap perairan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor

11
fisika dan kimia perairan, seperti angin, arus, dan kandungan nutrien. Selain itu,
hal yang meyebabkan tingginya kelimpahan fitoplankton pada stasiun-stasiun di
sebelah timur (Rawa Saban, Tanjung pasir, dan Dadap) ialah beban masukan yang
diterima sungai akibat pesatnya perkembangan industri dan kepadatan jumlah
penduduk yang besar dengan berbagai kegiatannya di daratan yang berakibat pada
meningkatnya kandungan nutrien. Nutrien-nutrien yang masuk ke perairan ini
selanjutnya dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton.
Berdasarkan fakta tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sungai-sungai yang
mengalirkan airnya ke dalam Teluk Jakarta memberikan dampak yang sangat
besar terhadap kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton pada perairan
Pesisir Tangerang khususnya sebelah timur.

Kelimpahan fitoplankton (sel/m3)

140x106
130x106
120x106
110x106
100x106
90x106
80x106

0

Mauk

Kronjo

Rawa
saban
Stasiun

Stasiun

Tanjung
Pasir

Dadap

Gambar 4. Kelimpahan total fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang pada
periode April-November 2013
Struktur komunitas fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang
Struktur komunitas fitoplankton ditentukan oleh keragaman jenis
fitoplankton yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti intensitas
cahaya dan nutrien (Boney 1975). Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman,
dan dominansi dapat juga digunakan untuk menilai kestabilan komunitas suatu
perairan. Struktur komunitas fitoplankton dipengaruhi oleh variabel-variabel fisik,
kimia, dan biologi (Duarte 2000; Guo et al. 2012).
Tabel 3. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks
dominansi (C) fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang pada periode
April-November 2013
Indeks

Stasiun
Mauk

Kronjo

Rawa Saban

Tanjung pasir

Dadap

Indeks Keanekaragaman (H')

1,09-1,73

1,65-1,92

1,79-1,98

1,40-2,13

0,99-1,38

Indeks Keseragaman (E)

0,33-0,56

0,50-0,60

0,26-0,61

0,43-0,67

0,30-0,45

Indeks Dominansi (C)

0,28-0,57

0,25-0,33

0,23-0,69

0,16-0,44

0,44-0,60

12
Berdasarkan Tabel 3, indeks keragaman (H') berkisar antara 0,99 – 2,13;
dan indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,30 – 0,67. Indeks dominansi (C) di
stasiun Dadap dan stasiun Kronjo memiliki nilai C yang lebih tinggi dibandingkan
stasiun lainnya disebabkan adanya dominansi dari beberapa jenis fitoplankton
seperti Chaetoceros sp. yang memiliki kelimpahan yang sangat tinggi di setiap
stasiunnya (Lampiran 5). Visualisasi jenis-jenis fitoplankton yang ditemukan
selama penelitian terdapat pada Lampiran 6.

Klorofil (µg/L)

Korofil-a
Kandungan klorofil-a di perairan dapat digunakan untuk mengukur
biomassa alga atau fitoplankton. Kebanyakan metode penilaian mengenai
eutrofikasi menerangkan bahwa respon biologis langsung yang meningkatkan
produksi primer menggambarkan peningkatan klorofil-a (Bricker et al. 2003;
Ferreira et al. 2011). Kandungan rata-rata klorofil-a selama penelitian berkisar
1,75-75,37µg/L. Berdasarkan Souchu et al. (2010) perairan yang memiliki
kandungan klorofil-a dalam kisaran 10-100 µg/L maka perairan tersebut termasuk
kedalam perairan eutrofik, sehingga perairan Pesisir Tangerang dapat
dikategorikan perairan eutrofik. Nilai kandungan klorofil tertinggi ditemukan
pada stasiun Dadap (Substasiun D1) dengan kandungan klorofil 75,57 µg/L.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
M1

M2

Mauk

K1

K2

Kronjo

K3

RS1

RS2

RS3

RS4

RS5

Rawa Saban

T1

T2

T3

T4

Tanjung Pasir

T5

D1

D2

D3

Dadap

Stasiun

Gambar 5. Nilai kandungan klorofil-a di perairan Pesisir Tangerang selama
periode April-November 2013
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton
Ilustrasi pengelompokkan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pesisir Tangerang dapat dilihat pada Gambar 6. Pengelompokkan
fitoplankton tersebut terbentuk karena adanya kesamaan nilai kelimpahan tiap
genera di sub stasiun penelitian Dalam mengelompokan lokasi pengamatan
berdasarkan kelimpahan fitoplankton digunakan indeks similaritas Bray-Curtis.
Analisis similaritas menggunakan software Minitab 16.
Berdasarkan taraf kesamaan 90% pengelompokan stasiun terbagi menjadi
lima kelompok (Gambar 6). Kelompok I yang terdiri dari Substasiun M01.
Kelompok II yaitu M02, M03, M04, M05, M06, K01-, K02, K03, K04, K05, K06,
K07, K08, K09, RS01, RS02, RS03, RS04, RS05, RS06, RS07, RS08, RS09,
RS10, RS11, RS12, RS13, RS14, dan RS15. Kelompok III yaitu T01, T02, T03,
T04, T05, T06, T07, dan T08, Kelompok IV yaitu T09, T10, T11, T13, T14, dan
T15, serta Kelompok V terdiri dari D01, D02, D03, D05, D06, D07, dan D0.

13
Berdasarkan hasil ini terlihat bahwa setiap substasiun mengelompok menjadi
masing-masing stasiun.

Indeks Kesamaan (%)

52,61

68,41

84,20

90%

100,00

01 02 03 06 05 11 1 2 0 4 0 1 0 2 0 5 0 3 0 4 0 6 0 7 0 8 0 9 01 04 02 03 05 06 08 14 09 0 7 1 0 1 3 1 5 0 1 0 3 0 2 0 5 0 8 0 4 0 6 07 09 10 11 12 14 13 15 01 02 0 3 0 6 0 7 0 5 0 8
M M M M M RS RS M K K K K K K K K K RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS T T T T T T T T T T T T T T T D D D D D D D

Stasiun

Gambar 6.

Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kelimpahan
fitoplankton di perairan Pesisir Tangerang selama periode AprilNovember 2013

Tingkat kesuburan perairan Pesisir Tangerang
Perhitungan indeks kesuburan menggunakan parameter kualitas air fisika,
kimia, dan biologi. Tingkat kesuburan dihitung menggunakan metode TRIX yang
menggunakan empat parameter, yaitu oksigen saturasi, DIN (Dissolved Inorganic
Nitrogen), ortofosfat, dan klorofil-a (Vollenweider et al. 1998). Berdasarkan hasil
perhitungan tingkat kesuburan setiap stasiun,diketahui bahwa stasiun Mauk dan
Kronjo termasuk kedalam perairan eutrofik serta stasiun Rawa Saban, Tanjung
pasir, dan Dadap termasuk kedalam perairan hipertrofik (Gambar 7).

Gambar 7. Nilai indeks kesuburan perairan dengan metode TRIX di perairan
Pesisir Tangerang pada periode April-November 2013
Analisis Komponen Utama (AKU)
Hasil analisis komponen utama (AKU) yang menggunakan parameter
kualitas air yang digunakan dalam analisis kesuburan yaitu oksigen saturasi,
klorofil, DIN (Dissolved inorganic Nitrogen), ortofosfat serta arus dan juga jenis
fitoplankton yang ditemukan (dalam Kelas). Biplot hasil analisis komponen utama

14
divisualisasikan pada Gambar 8. Hasil biplot tersebut menunjukkan bahwa
komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton cenderung merata pada keempat
stasiun (Kronjo, Mauk, Dadap, Tanjung pasir) namun sangat dominan di stasiun
Dadap. Hal ini didukung dengan kelimpahan fitoplankton pada Stasiun Dadap
yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Stasiun Tanjung pasir
lebih dicirikan oleh parameter-parameter kualitas air yang mendukung kesuburan,
seperti DIN, klorofil-a, ortofosfat serta arus.
2
Dadap
1

Mauk

Dinophyceae
Centrales
Pennales
Cyanophyceae

Komponen kedua

Kronjo
0

TRIX
Oksigen saturasi
Oksigen
terlarut

-1

Rawa Saban

DIN
klorofil
Arus

Ortofosfat

-2
Tanjung Pasir
-3

-2

-1

0
1
Komponen pertama

2

3

4

Gambar 8. Biplot rata-rata nilai parameter kualitas air dan TRIX
Uji korelasi Pearson
Pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter
fisika-kimia perairan, seperti DIN (nitrat, nitrit, amonia), ortofosfat, kecepatan
arus, dan klorofil-a. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menelusuri korelasi
antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika-kimia tersebut.
Berdasarkan uji korelasi Pearson didapatkan bahwa pada taraf kepercayaan p <
0,05 DIN (nitrat, nitrit, amonia), ortofosfat, kecepatan arus, dan klorofil-a
berkorelasi positif dengan fitoplankton. Hasil uji korelasi Pearson tersebut
lengkap disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji korelasi Pearson antara kelimpahan fitoplankton dengan
parameter fisika-kimia perairan di Pesisir Tangerang selama periode
April–November 2013
No.
Parameter
1 DIN (Dissolved Inorganic Nitrogen)
2 ortofosfat
3 kecepatan arus
4 klorofil-a
Keterangan: pada taraf kepercayaan p