Variasi Spasial dan Temporal Struktur Komunitas dan Biomassa Ikan di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL STRUKTUR
KOMUNITAS DAN BIOMASSA IKAN DI PERAIRAN PESISIR
KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN

NINA NURMALIA DEWI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Variasi Spasial
dan Temporal Struktur Komunitas dan Biomassa Ikan di Perairan Pesisir
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2014
Nina Nurmalia Dewi
NIM C24100026

ABSTRAK
NINA NURMALIA DEWI. Variasi Spasial dan Temporal Struktur Komunitas
dan Biomassa Ikan di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Dibimbing oleh MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL dan YUSLI
WARDIATNO.
Pesisir Kabupaten Tangerang merupakan salah satu pesisir yang memiliki
sumber daya ikan yang cukup melimpah, namun pengaruh antropogenik yang
terjadi dapat mempengaruhi keberadaan ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji struktur komunitas dan mengestimasi biomassa total ikan yang
dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengelolaan. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Juni dan Agustus 2013 di tiga stasiun, yaitu Kronjo, Cituis, dan Tanjung
Pasir. Data primer yang dikumpulkan adalah jumlah dan bobot ikan per jenis.
Hasil tangkapan ikan yang tertangkap di tiga stasiun terdiri dari 8 ordo, 37 famili,
dan 58 spesies. Nilai indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks
dominansi di tiga stasiun selama dua bulan pengamatan bervariasi, namun
terdapat dominansi ikan dari famili Leiognathidae di stasiun Kronjo yang juga

memiliki kisaran biomassa ikan yang tinggi.
Kata kunci: Biomassa, indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman

ABSTRACT
NINA NURMALIA DEWI. Spatial and Temporal Variation of Community
Structure and Biomass of Fish in Tangerang Coastal Waters, Banten Province.
Supervised by MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL and YUSLI WARDIATNO.
Tangerang coastal water is a coast that has abundant fish resource.
However, antropogenic influence around the waters may effect the presence of
fish. This study was conducted to assess the community structure and estimate
total biomass of fish as a basis in determining alternatives for sustainable fish
resource management. This research was conducted in June and August 2013 in
three stasions, namely Kronjo, Cituis, and Tanjung Pasir. Primary data collected
include the number and weight of fish per species. Catches of fish caught in three
coastal waters stations consisted of 8 orders, 37 families, and 58 species.
Diversity index, eveness index, and dominance index value in the three stasions
for two month showed varying values, but there was a dominance of the fishes of
the family Leiognathidae in Kronjo, which also has a high range of fish biomass.
Key words: Biomass, diversity index, dominance index, eveness index


VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL STRUKTUR
KOMUNITAS DAN BIOMASSA IKAN DI PERAIRAN PESISIR
KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN

NINA NURMALIA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul skripsi : Variasi Spasial dan Temporal Struktur Komunitas dan Biomassa

Ikan di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
Nama
: Nina Nurmalia Dewi
NIM
: C24100026
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang atas
segala karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Variasi Spasial
dan Temporal Struktur Komunitas dan Biomassa Ikan di Perairan Pesisir
Kabupaten Tangerang Provinsi Banten” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada
Penulis.
2. Beasiswa BIDIK MISI DIKTI yang telah memberikan beasiswa selama
perkuliahan.
3. PT. Kapuk Naga Indah yang bekerja sama dengan LPPM IPB yang telah
mendanai penelitian ini.
4. Bapak Furqon Alfahmi dari Sub Bidang Informasi Meteorologi Maritim
Badan Meteorologi dan Geofisika Pusat yang telah membantu dalam
pengumpulan data sekunder.

5. Ir Zairion, MSc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
motivasi selama perkuliahan.
6. Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc dan Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, nasehat dan
saran untuk Penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.
7. Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku penguji tamu dan Dr Ir Niken TM
Pratiwi, MSi komisi Pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
8. Keluarga penulis, Bapak Slamet Tova, Ibu Wati Rosmawati, Adik-adik
beserta keluarga besar Penulis yang telah memberikan banyak motivasi,
doa, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun materil.
9. Tim Tangerang (Fani, Andini, Febi, Inggar, Serli, Akrom, Lusita, Runi,
Anissa, Dhini, Ka Ana, Mas Aris, Ka Zulmi, Kak Dede, Kak Adang).
10. Kak Sudirman, SPi yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan.
11. Teman seperjuangan dari SMA dan TPB (Anggi, Nely, dan Farida).
12. Sahabat Penulis (Noor, Lulu, Anis, Ita, Kak Nianitari, Tiwi, Rinrin, Wida,
Kak Sri Wahyuni, Kak Panji, seluruh teman-teman MSP 47 dan SDP
2013) atas semangat, dukungan, dan do’a kepada Penulis.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di

masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Nina Nurmalia Dewi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengumpulan Data
Pengambilan dan Penanganan Contoh
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Komposisi hasil tangkapan
Struktur komunitas
Biomassa total ikan
Pembahasan
Komposisi hasil tangkapan
Struktur komunitas
Biomassa total ikan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

v
vi
1
2
3

3
4
4
4
8
8
8
15
16
16
17
18
20
20
20
24
39

DAFTAR TABEL
1 Jumlah tarikan pengambilan contoh ikan di setiap stasiun pada bulan

Juni dan Agustus 2013
2 Komposisi hasil tangkapan bulan Juni dan bulan Agustus 2013 (nama
latin dan nama umum sudah disesuaikan dengan Fishbase (2014))
3 Persentase hasil tangkapan ikan berdasarkan jenis makanannya (%)
4 Jumlah spesies antarstasiun pada bulan Juni dan Agustus 2013
5 Koefisien variasi (%) biomassa total ikan pada bulan Juni dan Agustus
2013

4
9
13
13
16

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir rumusan masalah struktur komunitas dan biomassa ikan
di perairan pesisir Kabupaten Tangerang
2 Lokasi penelitian di tiga stasiun pesisir Kabupaten Tangerang (A:
Kronjo, B: Cituis, C: Tanjung Pasir)

3 Penetapan luas area sapuan (a) biomassa total ikan dengan metode
swept area (sumber: google 2014)
4 Indeks keanekaragaman di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir
5 Indeks keseragaman di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir
6 Indeks dominansi di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir
7 Biomassa total ikan di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir

2
3
8
13
14
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar beberapa ikan yang tertangkap selama penelitian
2 Hasil tangkapan berdasarkan jenis makanan
3 Uji statistik jumlah spesies
4 Gambaran kondisi lingkungan pesisir Kabupaten Tangerang
5 Uji statistik indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks
dominansi
6 Pola arus permukaan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang bulan
Juni 2013 (Balitbang KP 2013)
7 Pola arus permukaan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang bulan
Agustus 2013 (Balitbang KP 2013)
8 Data kecepatan arus, kecepatan angin, dan tinggi gelombang di
beberapa titik pesisir Kabupaten Tangerang (BMKG 2013)
9 Uji statistik data oseanografis
10 Uji statistik biomassa total ikan

24
30
34
35
35
36
36
37
38
38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditas utama perikanan Indonesia adalah sumber daya ikan,
yang meliputi ikan pelagis, demersal, dan ikan karang. Menurut Mallawa (2006),
sumber daya ikan pelagis terdiri dari pelagis kecil dan pelagis besar. Ikan pelagis
kecil merupakan ikan neritik yang penyebarannya berada di dekat pantai. Ikan ini
dapat membentuk biomassa yang sangat besar, sehingga merupakan salah satu
sumber daya yang paling melimpah di perairan Indonesia. Ikan pelagis besar dan
ikan demersal di Indonesia terdiri dari banyak jenis dan menyebar hampir di
seluruh wilayah pengelolaan, tetapi produktivitasnya berbeda pada setiap perairan.
Perairan Laut Jawa memiliki kurang lebih 100 jenis ikan demersal ekonomis
penting yang termasuk ke dalam 20 famili. Sumber daya ikan karang konsumsi,
termasuk komoditas perikanan yang banyak diminati oleh pasar dalam negeri
maupun luar negeri karena permintaannya yang terus meningkat dan harganya
cukup tinggi. Hal tersebut mendorong nelayan untuk melakukan penangkapan
ikan karang dengan cara legal maupun ilegal yang dapat mengakibatkan kualitas
dan kuantitas ikan tersebut menurun.
Sumber daya ikan banyak ditemukan di wilayah pesisir. Salah satu wilayah
pesisir yang memiliki potensi sumber daya perikanan adalah pesisir Kabupaten
Tangerang. Saat ini wilayah pesisir Kabupaten Tangerang banyak dipengaruhi
oleh kegiatan antropogenik, di antaranya menurut berita Republika (2013) telah
terjadi penumpukan sampah di sepanjang 51 km garis pantai Tangerang yang
disebabkan oleh limbah produk industri dan meningkatnya volume sampah akibat
jumlah penduduk yang semakin padat. Menurut Rice dan Gislason (1996),
dengan meningkatnya permintaan untuk sumber daya laut dan pembuangan air
tercemar dari industri pesisir, menyebabkan terjadinya perubahan struktur
komunitas biota laut di banyak daerah.
Keberadaan ikan dalam suatu ekosistem tidak terlepas dari kondisi
oseanografis yang berada di lingkungan sekitarnya. Menurut Fulton dan
Bellwood (2005), kondisi oseanografis berfungsi untuk menunjang metabolisme
atau siklus hidup sehari-hari biota.
Keanekaragaman ikan juga dipengaruhi oleh adanya keberadaan mangrove
yang ada di wilayah pesisir. Menurut Chong et al. 1990 in Primavera (1998),
mangrove memiliki fungsi penting di dalam rantai makanan, yang dapat
menunjang kehidupan berbagai jenis biota air.
Sampai saat ini, belum ada kajian mengenai struktur komunitas dan
biomassa ikan di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang. Kajian mengenai struktur
komunitas dan biomassa ikan ini sangat diperlukan karena diduga mengalami
perubahan, terutama apabila wilayah tersebut mendapat tekanan lingkungan
berupa pengaruh antropogenik.

2

Perumusan Masalah
Keanekaragaman dan biomassa ikan di alam, diduga memiliki keberadaan
yang tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan oleh kegiatan antropogenik, perubahan
kondisi oseanografis, dan keberadaan ekosistem mangrove.
Kondisi perairan yang dipengaruhi oleh masukan dari luar dapat
mempengaruhi struktur komunitas suatu perairan. Menurut Wilhm dan Dorris
(1968); Bechtel dan Copeland (1970) in Jin (2004), banyak studi menemukan
adanya polusi yang masuk ke dalam perairan dapat menyebabkan terjadinya
penurunan keanekaragaman spesies. Menurut Jin (2004), hal tersebut telah terjadi
di Laut Bohai, Cina.
Kondisi oseanografis seperti arus dan tinggi gelombang dapat
mempengaruhi keberadaan dan sebaran ikan. Menurut Wibisono (2005), arus
merupakan parameter yang sangat penting bagi lingkungan laut dan berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan laut dan biota yang
hidup di dalamnya, termasuk dalam menentukan pola migrasi ikan.
Keberadaan mangrove menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
keberadaan biota di suatu perairan. Menurut Sheridan dan Hays (2003), kawasan
mangrove memiliki produktivitas yang tinggi akibat memperoleh energi berupa
zat-zat makanan yang terbawa oleh pasang surut air laut, sehingga kawasan
mangrove dapat memberikan dukungan terhadap keragaman jenis flora dan fauna
laut. Oleh karena adanya faktor-faktor tersebut, diperlukan kajian untuk
mengetahui struktur komunitas dan mengestimasi biomassa sumber daya ikan
yang ada di pesisir Kabupaten Tangerang agar dapat diketahui pengelolaan yang
lestari (Gambar 1).

Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah struktur komunitas dan biomassa ikan
di perairan pesisir Kabupaten Tangerang

3

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur komunitas sumber
daya ikan dan mengestimasi biomassa sumber daya ikan secara spasial dan
temporal di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar untuk pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang,
Provinsi Banten.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten. Pengambilan data dilakukan secara one day fishing pada tanggal 8
sampai 11 Juni 2013 yang mewakili bulan Juni, dan 26 sampai 30 Agustus 2013
yang mewakili bulan Agustus. Contoh ikan yang diambil berasal dari tiga stasiun,
yaitu Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar
2.

Gambar 2 Lokasi penelitian di tiga stasiun pesisir Kabupaten Tangerang (A:
Kronjo, B: Cituis, C: Tanjung Pasir)

4

Pengumpulan Data
Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
meliputi jumlah dan bobot ikan per jenis. Data sekunder yang diambil adalah pola
arus permukaan selama dua bulan pengamatan yang didapatkan dari Balitbang KP
(2013), data mengenai kecepatan angin, kecepatan arus, dan tinggi gelombang
yang didapatkan dari BMKG (2013), dan data luasan mangrove pesisir Kabupaten
Tangerang yang didapatkan dari DKP Kabupaten Tangerang (2013).

Pengambilan dan Penanganan Contoh
Pengambilan contoh ikan dilakukan dengan metode purposive sampling,
yaitu pengambilan contoh yang didasarkan pada kondisi di lapangan sesuai
dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, pengambilan contoh disesuaikan
dengan luasan masing-masing stasiun, agar didapatkan data yang lebih
representatif. Luasan total masing-masing stasiun dengan batas kewenangan
kabupaten 4 mil, untuk Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir yaitu 124.42 km2, 110
km2, dan 71.5 km2.
Contoh ikan yang diambil selama penelitian, terdiri dari beberapa tarikan.
Jumlah tarikan pengambilan contoh ikan di setiap stasiun selama dua bulan
pengamatan disajikan pada Tabel 1. Adanya perbedaan jumlah tarikan di stasiun
Cituis pada kedua bulan dikarenakan pengaruh faktor gelombang yang cukup
tinggi pada bulan Juni di stasiun Cituis, sehingga hanya dilakukan empat kali
tarikan.
Tabel 1 Jumlah tarikan pengambilan contoh ikan di setiap stasiun pada bulan Juni
dan Agustus 2013
Stasiun
Kronjo
Cituis
Tanjung Pasir

Jumlah tarikan
Juni
5
4
2

Agustus
5
5
2

Ikan ditangkap menggunakan alat tangkap trawl. Hasil tangkapan ikan,
kemudian disortir berdasarkan jenis, lalu dihitung jumlahnya, dan diukur
bobotnya.

Analisis Data
Komposisi jenis
Komposisi jenis ikan dilihat berdasarkan hasil identifikasi, mulai dari ordo,
famili, spesies, nama latin, nama umum, dan nama lokal menurut Kailola dan
Tarp (1984), Kottelat et al. (1993), Schuster dan Djajadiredja (1952), Allen et al.
(1999), FAO (2001), dan Fishbase (2014). Hasil yang diperoleh, kemudian

5

dikelompokkan berdasarkan habitat dan jenis makanannya yang didapatkan dari
studi literatur.

Struktur komunitas
Indeks keanekaragaman
Keanekaragaman diperlukan untuk menjelaskan kehadiran jumlah individu
pada setiap spesies dalam suatu komunitas (Odum 1971). Keanekaragaman ikan
dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (Magurran 1988) dengan
rumus sebagai berikut.
H' = -

pi log2 pi

(1)

Keterangan:
H′
= indeks keanekaragaman
pi
= proporsi individu spesies ke-i

Indeks keseragaman
Menurut Odum (1971), indeks keseragaman (E) digunakan untuk
mengetahui berapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu setiap spesies
pada tingkat komunitas. Indeks keseragaman berdasarkan Magurran (1988)
adalah sebagai berikut.

�=

H'
H'maks

atau E=

H'
log2 s

(2)

Keterangan:
E
= indeks keseragaman
H′
= indeks keanekaragaman
s
= jumlah spesies
Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Apabila nilai E mendekati 1,
sebaran individu antarjenis merata (seragam). Nilai E mendekati 0, berarti
sebaran individu antarjenis tidak merata atau ada sekelompok jenis tertentu yang
dominan (Odum 1971).

Indeks dominansi
Indeks dominansi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya dominansi dari
spesies tertentu (Brower dan Zal 1989). Menurut Odum (1971), indeks dominansi
diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

6

n

n

D=

pi

2

=

i=1

i=1

ni
N

2

(3)

Keterangan:
D
= indeks dominansi
ni
= jumlah individu spesies ke-i
N
= jumlah total individu
pi
= proporsi individu spesies ke-i (ni/N)
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Apabila indeks dominansi
mendekati 0 berarti hampir tidak ada jenis yang mendominasi, sedangkan apabila
indeks dominansi mendekati 1, berarti ada salah satu jenis yang mendominasi
(Odum 1971).

Biomassa total ikan
Estimasi biomassa total ikan dilakukan berdasarkan data hasil tangkapan
jaring trawl yang diperoleh selama penelitian. Analisis data yang digunakan
adalah metoda swept area. Metode ini didasarkan pada luas area sapuan trawl (a),
panjang alur sapuan (D), dan panjang tali ris atas (hr) (Gambar 3). Panjang alur
sapuan diperoleh dari lama waktu penarikan jaring (t) oleh kapal yang bergerak
dengan kecepatan (v) (Sparre dan Venema 1999). Kecepatan penarikan pada
penelitian ini berkisar antara 3-6 km/jam dengan waktu penarikan selama satu
jam. Secara matematik rumus panjang alur sapuan dinyatakan sebagai berikut.
D=vxt

(4)

Luas area sapuan trawl yang diperoleh adalah sebagai berikut.
a = D x hr x X2

(5)

Jika X adalah fraksi panjang tali ris atas, maka lebar area yang disapu trawl
2

atau bukaan sayap trawl dinyatakan sebagai berikut.
H = Hr x X2

(6)

Nilai X2 berkisar antara 0.4 (Shindo 1973 in Sparre dan Venema 1999) dan
0.66 (SCSP 1978 in Sparre and Venema 1999), namun menurut Pauly (1980) in
Sparre dan Venema (1999) menyarankan X2 = 0.5 sebagai kompromi terbaik.
Persamaan untuk luas area sapuan trawl (a) adalah sebagai berikut.
a=DxH

(7)

7

Apabila Cw merupakan hasil tangkapan dalam bobot pada satu tarikan,
maka Cw/t adalah hasil tangkapan tersebut per jam dan t adalah lamanya
penarikan jaring dalam satuan jam. Jika a adalah luas area sapuan, maka a/t
adalah luas sapuan per jam, sehingga hasil tangkapan per satuan area yang
diperoleh adalah sebagai berikut.
Cw
t
a
t

=

Cw

(8)

a

Jika X adalah fraksi biomassa ikan pada alur efektif yang disapu jaring
1

2

trawl dan jika A km adalah luas keseluruhan perairan yang di survei, maka
2

dugaan biomassa total (B) di perairan tersebut dengan luas A km , adalah sebagai
berikut.

B=

Cw
a

X1

xA

(9)

Nilai X biasanya dipilih antara 0.5 dan 1.0.
1

Nilai X yang biasanya
1

digunakan di Asia Tenggara adalah 0.5 (Isarankura 1971; Saeger, Martosubroto
dan Pauly 1980 in Sparre dan Venema 1999). Nilai X1 yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 0.5.
Koefisien variasi biomassa digunakan untuk mengetahui seberapa besar
variasi biomassa total ikan pada setiap stasiunnya selama dua bulan pengamatan.
Menurut Blanchard dan Boucher (2001) rumusnya adalah sebagai berikut.
CV =
Keterangan:
CV
STDEV
B

STDEV
B

x 100

(10)

= koefisien variasi
= standar deviasi
= rata-rata biomassa total ikan dari setiap tarikan

Uji statistik
Uji statistik dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari hasil
yang didapatkan secara spasial dan temporal. Hasil yang diujikan adalah jumlah
spesies, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi,
biomassa total ikan, dan data oseanografis. Uji statistik yang digunakan adalah
Uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan antarbulan, dan Uji Kruskal
Wallis untuk mengetahui perbedaan antarstasiun. Uji statistik dilakukan dengan
menggunakan software yang relevan.

8

Gambar 3 Penetapan luas area sapuan (a) biomassa total ikan dengan metode
swept area (sumber: google 2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Komposisi hasil tangkapan
Hasil tangkapan ikan disajikan pada Tabel 2 dan Lampiran 1. Berdasarkan
Tabel 2, komposisi hasil tangkapan ikan di tiga stasiun terdiri dari 8 ordo, 37
famili, dan 58 spesies. Ordo yang memiliki famili dan spesies terbanyak adalah
ordo Perciformes dengan jumlah famili sebanyak 24 famili dan 40 spesies
Berdasarkan habitatnya, ikan yang tertangkap terdiri dari ikan demersal,
pelagis, dan karang. Ikan demersal yang didapatkan selama penelitian sebanyak
18 spesies, ikan pelagis sebanyak 14 spesies, dan ikan karang sebanyak 23 spesies.
Famili ikan demersal yang dominan tertangkap adalah Leiognathidae yang
meliputi Sequtor insidiator, Leiognathus equulus, dan Eubleekeria splendens.
Famili ikan pelagis yang paling dominan tertangkap adalah Clupeidae yang
spesiesnya adalah Stolephorus indicus, sedangkan famili ikan karang dominan
adalah Terapontidae yang spesiesnya yaitu Terapon theraps.
Hasil tangkapan ikan berdasarkan jenis makanannya hasil tangkapan ikan
terdiri dari ikan karnivora, planktivora, omnivora, dan herbivora (Lampiran 2).
Persentase jenis ikan berdasarkan jenis makanannya disajikan pada Tabel 3.

Struktur komunitas
Identifikasi jumlah spesies dilakukan pada tiga stasiun selama bulan Juni
dan Agustus 2013. Berdasarkan hasil identifikasi, jumlah spesies yang tertangkap
selama penelitian disajikan pada Tabel 4.

9

Tabel 2 Komposisi hasil tangkapan bulan Juni dan bulan Agustus 2013 (nama latin dan nama umum sudah disesuaikan dengan Fishbase
(2014))
Rentang Jumlah
Tingkatan taksonomi
Nama Latin
Nama lokal
Nama umum
D P K
Juni
Agustus
Ordo Aulopiformes
Famili Synodontidae
Ordo Clupeiformes
Famili Clupeidae

Famili Chirocentridae
Famili Engraulidae

Famili Pristigasteridae
Ordo Mugiliformes
Famili Mugilidae
OrdoPerciformes
Famili Ambassidae

Saurida undosquamis

Bloso

Brushtooth lizardfish

Sardinella gibbosa
Dussumieria elopsoides
Anodontostoma chacunda
Hilsa kelee
Chirocentrus dorab
Thryssa hamiltonii
Encrasicholina devisi
Stolephorus indicus
Ilisha elongata

Tembang
Japuh
Slanget
Mata belo
Parang-parang
Bilis
Teri bulat
Teri
Kemprit

Goldstripe sardinella
Slender rainbow sardine
Chacunda gizzard shad
Kelee shad
Dorab wolf-herring
Hamilton's thryssa
Devis' anchovy
Indian anchovy

Moolgarda engeli

Belanak

Kanda

Ambassis vachellii

Serinding

Vachelli's glass perchlet







*

*



*
*
*
*
*
**
***
*

*
**
**
*
*
***
*

*

*

-

***







Elongate ilisha




10

Tabel 2 Komposisi hasil tangkapan bulan Juni dan bulan Agustus 2013 (nama latin dan nama umum sudah disesuaikan dengan Fishbase
(2014)) (Lanjutan)
Rentang Jumlah
Tingkatan taksonomi
Nama Latin
Nama lokal
Nama umum
D P K
Juni
Agustus
Famili Apogonidae
Famili Caesionidae
Famili Carangidae

Famili Drepaneidae
Famili Gobiidae
Famili Haemulidae
Famili Lactariidae
Famili Leiognathidae

Ambassis miops
Ostorhinchus fasciatus
Caesio cuning
Parastromateus niger
Carangoides malabaricus
Scomberoides tol
Selaroides leptolepis
Alepes kleinii
Megalaspis cordyla
Drepane punctata
Karsten totoyensis
Pomadasys argenteus
Lactarius lactarius
Secutor insidiator
Leiognathus equulus
Eubleekeria splendens

Beseng
Kada gemuk
Beseng cardinal
Ekor kuning
Bawal hitam
Kuwe
Talang
Selar kuning
Gapret
Tengkek
Bulan
Gobi
Gerok
Bagas
Pepetek
Pepetek
Pepetek

Flag-tailed glass perchlet
Broadbanded cardinalfish



Redbelly yellowtail fusilier
Black Pompret
Malabar trevally
Needlescaled queenfish
Yellowstripe scad
Razorbelly scad
Torpedo scad
Spotted sicklefish
Blind goby

Silver grunt

False trevally

Pugnose ponyfish

Common ponyfish

Splendid ponyfish













*
*
*
*
*
*
*
-

**
*
*
*
*
*
*
**
*
*
**
**

***

****

11

Tabel 2 Komposisi hasil tangkapan bulan Juni dan bulan Agustus 2013 (nama latin dan nama umum sudah disesuaikan dengan Fishbase
(2014)) (Lanjutan)
Rentang Jumlah
Tingkatan taksonomi
Nama Latin
Nama lokal
Nama umum
D P K
Juni Agustus
Lutjanus sp.
Lutjanus russellii
Mene maculata
Upeneus sulphureus
Nemipterus japonicus
Eleutheronema tetradactylum
Scatophagus argus
Aspericorvina jubata
Argyrosomus amoyensis
Argyrosomus sp.
Johnius belangerii

Kakap merah
Kakap ekor kuning/jenaha
Kantung semar
Kuniran
Kurisi
Kuro
Kiper
Totot
Samge
Tigawaja
Gulamah

Famili Siginidae

Epinephelus areolatus
Rastrelliger brachysoma
Rastrelliger kanagurta
Scomberomorus commerson
Siganus javus

Kerapu
Kembung bentrong
Kembung banyar
Tenggiri
Baronang

Famili Sillaginidae
Famili Sphyraenidae

Sillago sihama
Sphyraena jello

Rejung
Barakuda

Famili Lutjanidae
Famili Menidae
Famili Mullidae
Famili Nemipteridae
Famili Polynemidae
Famili Scatopagidae
Famili Sciaenidae

Famili Serranidae
Famili Scombridae





Russeli's snapper
Moonfish
Sulphur goatfish
Japanese threadfin bream
Fourfinger threadfin
Spotted scat
Prickly croaker
Amoy Croaker
Belanger's croaker









Areolate grouper
Short mackerel
Indian mackerel
Narrow-barred Spanish mackerel
Streaked spinefoot
Silver sillago
Pickhandle barracuda









**
**
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
**
*
*
*
***
*
*
*
*
*
*
*
*

12

Tabel 2 Komposisi hasil tangkapan bulan Juni dan bulan Agustus 2013 (nama latin dan nama umum sudah disesuaikan dengan Fishbase
(2014)) (Lanjutan)
Rentang Jumlah
Tingkatan taksonomi
Nama Latin
Nama lokal
Nama umum
D P K
Juni Agustus
Famili Stromateidae
Famili Terapontidae
Famili Trichiuridae
Ordo Pleuronectiformes
Famili Cynoglossidae
Famili Psettodidae
Ordo Scorpaeniformes
Famili Platycephalidae
Ordo Siluriformes
Famili Ariidae
Ordo Tetraodontiformes
Famili Monachantidae
Famili Tetraodontidae
Famili Triacanthidae
*

Pampus argenteus
Terapon theraps
Terapon jarbua
Trichiurus lepturus

Bawal putih
Kerong
Kerong
Layur

Silver pomfret
Largescaled terapon
Jarbua terapon
Largehead hairtail

Cynoglossus abbreviatus
Psettodes erumei

Lidah
Sebelah

Three-lined tongue sole

Platycephalus indicus

Baji baji

Bartail flathead

Hexanematichthys sagor

Manyung

Sagor catfish

Lagocephalus inermis
Triacanthus biaculeatus

Buntal
Tiga duri

=1-100, **= 1-1000, ***= 1-10000, ****= >10000, D=Demersal, P=Pelagis, K=Karang

Indian halibut

Smooth blaasop
Short-nosed tripodfish



*
**
*

*
*
*
*

*
*

*
-

*

*



*

*




*
*
*

*
-








13

Tabel 3 Persentase hasil tangkapan ikan berdasarkan jenis makanannya (%)
Juni
59
26
12
3

Karnivora
Planktivora
Omnivora
Herbivora

Kronjo
Agustus
67
23
10
-

Cituis
Juni
Agustus
56
59
32
31
12
9
-

Tanjung Pasir
Juni
Agustus
56
60
11
10
33
30
-

Tabel 4 Jumlah spesies antarstasiun pada bulan Juni dan Agustus 2013
Tarikan
1
2
3
4
5

Kronjo
Juni
Agustus
14
25
17
20
20
20
19
22
20
21

Juni
9
9
14
8
-

Cituis
Agustus
15
17
12
12
14

Tanjung Pasir
Juni
Agustus
5
9
7
6
-

Berdasarkan Tabel 4, jumlah spesies yang didapatkan selama penelitian di
tiga stasiun selama dua bulan pengamatan bervariasi. Secara spasial, jumlah
spesies tertinggi terdapat di stasiun Kronjo dan jumlah spesies terendah terdapat di
stasiun Tanjung Pasir. Secara temporal, jumlah spesies pada bulan Agustus lebih
tinggi dibandingkan bulan Juni untuk ketiga stasiun.
Struktur komunitas juga dilihat dari indeks biologi. Sebaran kisaran indeks
biologi ikan pada bulan Juni dan Agustus 2013, yang meliputi indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi di perairan pesisir
Kabupaten Tangerang disajikan pada Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6.

3.0

Indeks keanekaragaman

2.5

2.0
1.811
1.693

1.5

1.493
1.302

1.396

1.399

1.0

0.5

0.0
Juni
Agustus
Kronjo

Juni

Agustus
Cituis

Juni
Agustus
Tanjung Pasir

Gambar 4 Indeks keanekaragaman di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir

14

1.0
0.9

Indeks keseragaman

0.8
0.7
0.623

0.6
0.516

0.5
0.4

0.482

0.406
0.363

0.361

0.3
0.2
0.1
0.0
Juni
Agustus
Kronjo

Juni

Agustus
Cituis

Juni
Agustus
Tanjung Pasir

Gambar 5 Indeks keseragaman di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir

1.0
0.9

Indeks dominansi

0.8
0.7
0.6
0.5

0.510

0.497
0.441
0.406

0.4
0.340

0.3

0.291

0.2
0.1
Juni

Agustus
Kronjo

Juni

Agustus
Cituis

Juni
Agustus
Tanjung Pasir

Gambar 6 Indeks dominansi di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir

Secara spasial, apabila dilihat dari nilai mediannya pada bulan Juni stasiun
Cituis memiliki nilai indeks keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan
Kronjo dan Tanjung Pasir, sedangkan pada bulan Agustus stasiun Kronjo
memiliki nilai indeks keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan Cituis dan
Tanjung Pasir. Secara temporal, nilai indeks keanekaragaman pada bulan Agustus
di stasiun Kronjo dan Tanjung Pasir lebih besar dibandingkan bulan Juni,
demikian juga dengan indeks dominansinya. Indeks keanekaragaman pada bulan

15

Juni di stasiun Cituis lebih besar dibandingkan bulan Agustus, demikian juga
dengan indeks dominansinya.

Biomassa total ikan
Biomassa total ikan pada bulan Juni dan Agustus 2013 di stasiun Kronjo,
Cituis, dan Tanjung Pasir disajikan pada Gambar 7. Secara spasial, biomassa total
ikan di stasiun Kronjo lebih besar dibandingkan Cituis dan Tanjung Pasir. Secara
temporal, kisaran biomassa di stasiun Kronjo dan Cituis lebih besar pada bulan
Agustus dibandingkan bulan Juni, sedangkan kisaran biomassa total ikan di
stasiun Tanjung Pasir pada bulan Juni lebih besar dibandingkan bulan Agustus.

700

Biomassa total ikan (ton)

600
500
400
300
200
100
39.20

66.15
9.70

0
Juni

Agustus
Kronjo

Juni

23.77

Agustus
Cituis

9.38

8.85

Juni
Agustus
Tanjung Pasir

Gambar 7 Biomassa total ikan di stasiun Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir

Koefisien variasi digunakan untuk mengetahui variasi biomassa total ikan
yang ada di tiga stasiun perairan pesisir Kabupaten Tangerang. Koefisien variasi
biomassa total ikan pada bulan Juni dan Agustus 2013 disajikan pada Tabel 5.
Nilai koefisien variasi biomassa tertinggi pada bulan Juni terdapat di stasiun
Tanjung Pasir, sedangkan pada bulan Agustus terdapat di stasiun Kronjo. Nilai
koefisien variasi biomassa terendah pada bulan Juni, terdapat di stasiun Kronjo,
sedangkan pada bulan Agustus, terdapat di stasiun Tanjung Pasir.

16

Tabel 5 Koefisien variasi (%) biomassa total ikan pada bulan Juni dan Agustus
2013
Stasiun
Kronjo
Cituis
Tanjung Pasir

Bulan pengamatan
Juni
37.99
51.64
72.56

Agustus
87.75
33.63
27.61

Pembahasan
Komposisi hasil tangkapan
Hasil tangkapan yang didapatkan selama penelitian, berbeda dari hasil
penelitian di lokasi lain. Pada penelitian ini ditemukan 58 spesies ikan, sedangkan
di perairan Estuari Tagus ditemukan sebanyak 63 spesies ikan (Estrada et al.
2008), 76 spesies ikan di Teluk Kendari (Asriyana et al. 2009), 55 spesies ikan di
Estuari Zeeschelde (Maes et al. 1998), dan 105 spesies ikan di Estuari Mayangan
(Zahid et al. 2011). Adanya perbedan jumlah spesies di pesisir Kabupaten
Tangerang dengan penelitian-penelitian di lokasi lainnya, dikarenakan adanya
perbedaan ekosistem yang di dalamnya memiliki perbedaan komposisi biota.
Selain itu, dapat disebabkan juga oleh perbedaan luas lokasi pengambilan contoh,
waktu pengamatan, alat tangkap yang digunakan, dan pengaruh kegiatan
antropogenik yang ada di lingkungan sekitar.
Beberapa sumber daya ikan demersal yang memiliki hasil tangkapan tinggi
pada penelitian ini adalah ikan pepetek meliputi jenis Leiognathus equulus,
Sequtor insidiator, dan Eubleekeria splendens (Tabel 2). Ikan pepetek banyak
dijumpai di wilayah pesisir dan sekitar mulut muara. Salah satu spesies dari
famili Leiognathidae, yaitu Leiognathus equulus merupakan jenis ikan yang
mendiami perairan dangkal dan muara-muara sungai (Kottelat et al. 1993). Selain
itu, ikan pepetek hidup di lingkungan bentopelagik (dasar perairan hingga
mencapai permukaan), sebagian besar hidup di laut, beberapa di air payau dan air
tawar. Ikan pepetek hidup pada kedalaman 10-110 m, dan biasanya ditemukan
dalam gerombolan besar (James 1984 in Novitriana 2004).
Menurut Saadah (2000), secara alami ikan famili Leiognathidae memiliki
tingkat pertumbuhan dan rekruitmen yang relatif tinggi. Badrudin et al. (1998) in
Saadah (2000), mengatakan bahwa ikan pepetek memiliki daya tahan terhadap
penangkapan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan ruaya ikan pepetek tidak
terlalu jauh dan aktivitas geraknya relatif rendah. Selain itu, tingginya ikan
pepetek L. equulus yang didapatkan pada bulan Agustus, dikarenakan bulan
tersebut merupakan puncak pemijahan ikan pepetek L. equulus (Novitriana 2004).
Secara ekologis, keberadaan populasi ikan pepetek diduga berpengaruh
terhadap keberadaan populasi ikan kamivora, karena ikan pepetek merupakan
salah satu mangsa bagi ikan karnivora (Effendie 1997). Hal ini menyebabkan
ikan ini sangat mempengaruhi rantai makanan dalam suatu ekosistem perairan
(Lisnawati 2004).

17

Sumber daya ikan pelagis tertinggi adalah ikan teri atau Stolephorus indicus
(Tabel 2). Tingginya ikan Stolephorus indicus yang didapatkan selama penelitian,
dikarenakan ikan ini termasuk ikan yang bergerombol. Gerombolan ikan teri
biasanya berada di pesisir dan memasuki daerah estuari (Fishbase 2014). Menurut
Hutomo et al. (1987) Stolephorus indicus banyak ditemukan di Pantai Jawa
terutama pada bulan Juli dan Agustus.
Sumber daya ikan karang tertinggi adalah ikan kerong atau Terapon theraps
(Tabel 2). Hal ini diduga karena ikan kerong merupakan ikan karang yang
sifatnya bergerombol. Saat dewasa, ikan ini hidup di daerah perairan pantai dan
sering ditemukan di daerah payau (Fishbase 2014).
Berdasarkan jenis makanannya, dalam penelitian ini jenis ikan karnivora
lebih banyak dibandingkan ikan pemakan jenis makanan lainnya (Tabel 3 dan
Lampiran 2). Walaupun demikian, jumlah dari setiap jenisnya tidak terlalu
banyak dan cenderung memiliki ukuran yang kecil. Apabila dilihat dari jumlah
tangkapan, ikan planktivora, seperti ikan pepetek, didapatkan dalam jumlah yang
tinggi. Adanya dominansi ikan planktivora dapat menjadi indikasi telah
terjadinya overfishing. Menurut Pauly (1998), menurunnya jumlah ikan karnivora
atau predator di suatu perairan mengindikasikan telah terjadinya fishing down the
food web yang dapat disebabkan oleh adanya overfishing di perairan tersebut.

Struktur komunitas
Hasil tangkapan di stasiun Kronjo memiliki jumlah spesies yang lebih
banyak dibandingkan kedua stasiun lainnya (Tabel 4). Secara keseluruhan,
jumlah spesies antarstasiun berbeda nyata (Kruskal Wallis, p0.05). Jumlah
spesies antarbulan pengamatan untuk stasiun Kronjo antara bulan Juni dan
Agustus berbeda nyata (Mann Whitney, p0.05) (Lampiran 3).
Selain dari jumlah spesies, struktur komunitas juga dilihat dari indeks
biologi yang meliputi indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks
dominansi. Secara spasial, walaupun stasiun Kronjo memiliki jumlah spesies
yang paling banyak, stasiun Cituis memiliki nilai indeks keanekaragaman yang
paling tinggi pada bulan Juni. Hal ini dikarenakan jumlah dari setiap spesies di
stasiun Cituis cenderung lebih merata. Menurut Odum (1996), keanekaragaman
jenis tidak dinilai dari banyaknya jenis, tetapi juga harus dinilai dari pembagian
atau penyebaran individu dalam setiap jenisnya. Keanekaragaman jenis di suatu
komunitas dinilai rendah apabila pembagian individu dalam setiap jenisnya tidak
merata, walaupun mempunyai banyak jenis.
Tingginya nilai indeks
keanekaragaman di stasiun Kronjo dibandingkan Cituis dan Tanjung Pasir pada
bulan Agustus, dikarenakan tingginya jumlah spesies yang ditemukan. Secara
temporal, tingginya nilai indeks keanekaragaman pada bulan Agustus
dibandingkan bulan Juni di stasiun Kronjo dan Tanjung Pasir dikarenakan
tingginya jumlah spesies yang ditemukan.
Tingginya nilai indeks
keanekaragaman di stasiun Cituis pada bulan Juni dibandingkan bulan Agustus
dikarenakan penyebaran individu yang lebih merata dari setiap spesiesnya.
Tingginya indeks dominansi di beberapa tarikan di stasiun Kronjo pada bulan

18

Agustus dikarenakan tingginya hasil tangkapan ikan famili Leiognathidae yang
meliputi Sequtor insidiator, Leiognathus equulus, dan Eubleekeria splendens.
Tingginya nilai indeks dominansi di stasiun Cituis pada bulan Juni dikarenakan
melimpahnya ikan Stolephorus indicus yang tertangkap, sedangkan tingginya nilai
indeks dominansi di stasiun Tanjung pasir pada bulan Agustus dikarenakan
melimpahnya ikan Argyrosomus amoyensis.
Salah satu indikasi tingginya spesies yang didapatkan di stasiun Kronjo
adalah karena stasiun Kronjo memiliki luasan mangrove yang lebih luas
dibandingkan kedua stasiun lainnya (Lampiran 4). Keberadaan mangrove sangat
berpengaruh terhadap keberadaan ikan. Menurut Laegdsgaard dan Johnson
(1995), Kuo et al. (1999), Ikejima et al. (2003), Mumby et al. (2004) in Nip dan
Wong (2010), mangrove merupakan nursery ground yang penting untuk ikan.
Ikan-ikan dari laut lepas akan menuju ke kawasan mangrove untuk mencari
makanan, melakukan pemijahan, bahkan sebagai tempat perlindungan. Selain itu,
menurut Wang et al. (2009), adanya tumbuhan mangrove memungkinkan biota
terlindung dari predator dan gelombang dengan cara bersembunyi di bagian akar
mangrove.
Keberadaan suatu spesies di dalam suatu perairan juga dipengaruhi oleh
penyebaran, tingkah laku, adanya spesies lain (predator atau kompetitor), dan
beberapa faktor fisika dan kimia perairan. Ada tidaknya spesies yang dipengaruhi
oleh penyebaran, dikarenakan kebutuhan migrasi untuk memijah, menghindari
lingkungan yang buruk, dan mencari makan (Krebs 1972). Suatu organisme dapat
bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang biak karena adanya energi yang tersedia
dalam makanannya. Hal ini diduga dapat mempengaruhi indeks keanekaragaman,
indeks keseragaman, dan indeks dominansi yang ada di ketiga stasiun penelitian.
Nilai ketiga indeks tersebut antarstasiun tidak berbeda nyata (Kruskal Wallis,
p>0.05), dan antarbulan pengamatan serta antarbulan dalam setiap stasiun juga
tidak berbeda nyata (Mann Whitney, p>0.05) (Lampiran 5).

Biomassa total ikan
Biomassa total ikan di tiga stasiun tidak terlalu tinggi, kecuali di stasiun
Kronjo pada bulan Agustus yang disebabkan oleh melimpahnya ikan pepetek.
Apabila dilihat dari kondisi lingkungan, status mutu air di di tiga stasiun selama
musim timur tahun 2013 yaitu tercemar sedang, walaupun ada beberapa titik di
stasiun Tanjung Pasir yang tercemar ringan (Lampiran 4). Kondisi lingkungan
pesisir Kabupaten Tangerang yang sudah tercemar akibat pengaruh antropogenik,
dapat menyebabkan biota khususnya ikan mendapat tekanan lingkungan, sehingga
dapat menyebabkan populasinya menjadi berkurang. Hal tersebut menjadi salah
satu indikasi rendahnya biomassa total ikan di pesisir Kabupaten Tangerang.
Menurut Zahid et al. (2011) kekayaan biologis di suatu ekosistem dapat
mencerminkan kesehatan lingkungannya.
Biomassa total ikan yang ada di perairan pesisir Kabupaten Tangerang
memiliki nilai yang berfluktuatif, baik secara spasial maupun temporal. Biomassa
total ikan yang ada di stasiun Kronjo lebih tinggi dibandingkan Cituis dan
Tanjung Pasir. Hal ini dikarenakan keberadaan ikan pepetek yang sangat
melimpah. Selain itu, stasiun Kronjo memiliki luasan mangrove yang lebih luas

19

dibandingkan Cituis dan Tanjung Pasir, sehingga menjadi indikasi tingginya
biomassa total ikan di stasiun tersebut.
Secara temporal, kisaran biomassa total ikan pada bulan Agustus lebih
tinggi dibandingkan bulan Juni untuk stasiun Kronjo dan Cituis, sedangkan untuk
stasiun Tanjung Pasir biomassa total ikan pada bulan Juni lebih besar
dibandingkan bulan Agustus. Perbedaan biomassa total ikan pada kedua bulan
tersebut tidak terlepas dari perbedaan kondisi oseanografis, seperti angin, arus,
dan tinggi gelombang (Lampiran 6, Lampiran 7, dan Lampiran 8). Menurut
Balitang KP (2013), bahwa pada bulan Juni, pola arus permukaan pesisir
Kabupaten Tangerang sebagian besar berasal dari arah selatan, dan pada bulan
Agustus berasal dari arah timur (Lampiran 6 dan Lampiran 7). Menurut Wyrtki
(1961), bulan Juni sampai September merupakan angin musim timur, pada musim
tersebut arus datang dari sebelah timur menuju arah barat Laut Jawa. Bulan Juni
merupakan awal musim timur, sehingga arus yang bergerak tidak tepat berasal
dari arah timur, tetapi juga berasal dari arah selatan pesisir Kabupaten Tangerang.
Nilai kecepatan arus dan kecepatan angin di beberapa titik sebelah utara
pesisir Kabupaten Tangerang pada bulan Agustus lebih besar dibandingkan bulan
Juni (Lampiran 8) (BMKG 2013). Arus yang tinggi membuat ikan tidak perlu
mengeluarkan energi lebih banyak untuk melakukan pergerakan. Ikan tersebut
akan terbawa dengan sendirinya oleh arus hingga sampai di wilayah pesisir.
Apabila dilihat dari pola arus permukaan yang didapatkan dari Balitbang KP
(2013), pada bulan Agustus pola arus cenderung menuju ke wilayah pesisir
Kabupaten Tangerang (Lampiran 7), sehingga ikan yang tertangkap memiliki
biomassa yang lebih tinggi khususnya untuk stasiun Kronjo dan Tanjung Pasir.
Hal ini berbeda dengan bulan Juni yang memiliki pola arus yang menjauhi
wilayah pesisir (Lampiran 6) sehingga biomassa ikan yang tertangkap lebih
sedikit.
Tingginya gelombang pada bulan Agustus (Lampiran 8) menyebabkan ikanikan yang ada di pesisir Kabupaten Tangerang bergerak menuju pesisir yang
terdapat mangrove dengan tujuan untuk berlindung.
Hal tersebut
mengindikasikan tingginya biomassa total ikan pada bulan Agustus dibandingkan
bulan Juni khususnya untuk stasiun Kronjo dan Cituis. Kondisi oseanografis baik
kecepatan angin, kecepatan arus, dan tinggi gelombang yang didapatkan dari
BMKG (2013) berbeda nyata antara bulan Juni dan bulan Agustus (Mann
Whitney, p