ANALISIS SESAR MENGGUNAKAN MODEL SINTETIK STUDI KASUS SESAR PANJANG LAMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT

ANALISIS SESAR MENGGUNAKAN MODEL SINTETIK STUDI KASUS
SESAR PANJANG LAMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN DATA
GAYABERAT

Oleh

SINKU WIRA SANJAYA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang aplikasi metode Gayaberat untuk
mengidentifikasi keberadaan sesar Panjang Lampung. Dalam penelitian ini dibuat
beberapa model sesar sintetik menggunakan software GRAV 3D untuk sesar naik
dan sesar turun kemudian melihat respon gayaberat, FHD, SHD, dan uji Kurtosis
model sintetik tersebut di laboratorium. Kemudian dilakukan pemodelan inversi
secara 3D dari data gayaberat hasil akuisisi pada lembar Tanjungkarang, dari hasil
pemodelan 3D tersebut ditentukan 2 lintasan slice yang memotong sesar Panjang
Lampung, kemudian menganalisis respon gayaberat, FHD, SHD, dan uji kurtosis
dari 2 lintasan slice tersebut, hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan
dengan hasil analisis respon gayaberat, FHD, SHD, dan uji Kurtosis dari model
sintetik dari laboratorium. Dari hasil analisis Pada lintasan slice pertama dapat

diketahui sebuah sesar turun dengan dip 50˚. Sesuai dengan analisis FHD dan
SHD pada model sintetik, nilai FHD maksimum berada pada nilai positif dan
SHD pada nilai nol menandakan sesar turun. Sedangkan dari analisis kurtosis,
pada model sintetik sesar turun 50˚ bernilai 0.0027 dan pada data pengukuran
lintasan Slice pertama bernilai 0.002. Pada lintasan slice kedua dapat diketahui
sebuah sesar turun dengan dip 70˚. Sesuai dengan analisis FHD dan SHD pada
model sintetik nilai FHD maksimum berada pada nilai positif dan SHD pada nilai
nol menandakan adanya sesar turun. Sedangkan dari analisis kurtosis, pada model
sintetik sesar turun 70˚ bernilai 0.003 dan pada data pengukuran bernilai 0.004.
Berdasarkan pendekatan kurtosis ini maka disimpulkan sesar turun pada lintasan
slice kedua ini adalah sesar turun dengan dip 70˚.
Kata Kunci : gayaberat, sesar panjang, model sintetik

FAULT ANALYSIS USING MODEL SYNTHETIC A CASE STUDY OF
PANJANG FAULT LAMPUNG BY USING GRAVITY DATA

By

SINKU WIRA SANJAYA


ABSTRAK

The research on the application of gravity methods to identify the presence of
Panjang fault Lampung has done. In this study made several synthetic fault models
using Grav 3D software for normal fault and reverse fault then look at the response
of gravity, FHD, SHD, and Kurtosis test the synthetic models in the laboratory.
Then performed in 3D inversion modeling of gravity data acquisition results in
Tanjung Karang sheet, from 3D modeling results that determined the trajectory two
slices from Panjang fault Lampung, then analyze the response of gravity, FHD,
SHD, and Kurtosis test of the two slice trajectory, the results of the analysis were
then compared with the results of the analysis of the gravity response, FHD, SHD,
and Kurtosis test of synthetic models of the laboratory. From the analysis of the
trajectory of the first slice of a fault can be determined normal fault with dip 50˚. In
accordance with the FHD and SHD analysis on synthetic models, FHD maximum
value is at a positive value and the value of SHD is zero indicates the normal fault.
While the kurtosis analysis, the synthetic models of normal fault 50˚ worth 0.0027
and the first slice trajectory measurement data is worth 0.002. In the second slice
trajectory can be determined a normal fault with dip 70˚. In accordance with the
FHD and SHD analysis on synthetic models FHD maximum value is at a positive
value and SHD on the zero value indicates a normal fault. While from Kurtosis

analysis the synthetic models normal fault 70˚ worth 0.003 and 0.004 worth of
measurement data. The Conclusion of Kurtosis analysis is the normal fault on the
second slice of this trajectory is normal fault with dip 70˚.
Keyword : gravity, Panjang Fault, synthetic modelling

RIWAYAT HIDUP

Sinku Wira Sanjaya, lahir di Kotabumi pada tanggal 11 Oktober
1987, merupakan anak pertama dari 5 bersaudara pasangan
Bapak Hasabi dan Ibu Amalalia. Penulis menyelesaikan
pendidikan di SD Xaverius Kotabumi pada tahun 1999, SLTPN
2 Abung Selatan pada tahun 2002, dan SMAN 1 Kotabumi pada
tahun 2005. Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas
Lampung Jurusan Teknik Geofisika melalui jalur SPMB.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di HIMA TG sebagai pengurus aktif
kaderisasi, dan tercatat sebagai anggota HMGI, HMI, KAMMI. Penulis pernah
mengabdi sebagai asisten Mata Kuliah Geologi Dasar, Perpetaan dan
Geomatematika. Pernah juga menjadi Pembina Olimpiade Sains Kebumian
Nasional. Penulis melaksanakan kerja praktek di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL). Penulis juga pernah terlibat dalam

kegiatan lapangan beberapa project Pertamina Geothermal Energy dan Badan
Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi (BPPPT). Serta pernah melakukan
penelitian skripsi dengan judul “Analisis Sesar Menggunakan Model Sintetik
Studi Kasus Sesar Panjang Lampung Dengan Menggunakan Data Gayaberat”
sehingga berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana pada bulan September 2014.

MOTO

“BISA SEMALAM SAJA BERDISKUSI DENGAN ORANG YANG LEBIH
AHLI, MANFAATNYA JAUH LEBIH BANYAK DARIPADA MEMBAC
BUKU SENDIRI SELAMA 10 TAHUN” (Tenno Meiji)

“JIKA ANDA MENGENAL DIRI SENDIRI DAN MUSUH ANDA, ANDA
BISA MELAWAN 100 PERTEMPURAN DAN MEMENANGKAN
SEMUANYA” (Ho Chi Minh)

“ANDA HARUS MENGERTI ARTI DARI DIPLOMASI KARNA SUATU
HARI ANDA AKAN MENGGUNAKAN ITU. ANDA HARUS MENGERTI
ARTI DARI IDEALIS KARNA ADA WAKTUNYA ANDA JUGA BEGITU.
ANDA HARUS TAU ARTI DARI MERENDAH KARNA SUATU HARI

ANDA AKAN ADA DALAM POSISI ITU. ANDA HARUS TAHU ARTI DARI
KONSISTEN DAN KETEGASAN KARENA ADA SAATNYA ANDA AKAN
MELAKUKAN ITU, SEORANG LEADER HARUSLAH MEMAHAMI ITU
SEMUA” (Sinku)

SANWACANA

Alhamdulillahi rabbil `alamin, rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan lancar. Pengerjaan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan
bantuan banyak pihak, yang telah memberikan kontribusi ilmiah, moril, dan materil baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan sebesar-besarnya penulis tujukan
kepada :
1. Bapak Prof. Suharno, M.S., M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Lampung dan selaku Dosen penguji. Terima kasih atas waktu, saran
dan kritiknya.
2. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Lampung dan Dosen pembimbing II. Terimakasih atas segala
bimbingan, ilmu, kesabaran serta waktu luangnya.
3. Bapak Dr. H. Ahmad Zaenudin S.Si., M.T., selaku Dosen pembimbing akademik

dan Dosen pembimbing I. Terima kasih atas bimbingan, ilmu dan sarannya.
4. Seluruh Dosen Teknik Geofisika Universitas Lampung, terima kasih atas semua ilmu
bermanfaat yang telah diberikan.
5. Staf TU Jurusan Teknik Geofisika, Mbak Dewi dan “komplotan”nya, dan staf
Dekanat Fakultas Teknik Universitas Lampung.
6. Bapak dan Ibu serta Keluargaku tercinta atas dorongan dan doanya.
7. Teman-teman 2007 Teknik Geofisika: Nando LK, Mas Gun, Banu, Mas Rangga,

Titin, Tika, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
8. Teman-teman Fisika: Kak Edo, Andri (Hantu), Mas Topo, Bang Pupu, Budiman,
Mardi, Feri, Desti, Richa Wilyusdinik, Harjono, Andri Sansan, Mustaqim, Rifki.
9. Rekan-rekan mahasiswa, adik-adik tingkatku dari jurusan Teknik Geofisika:
Alfian, Didi, Adi, Bew (cepat lulus), Zuhron, Mas Irfan, Wawai, Mamet, khusus
buat Agung smoga bahagia di SisiNya, kita semua bakal nyusul lo, Aji, Hamid &
Hanif, Mongol, Eki PN, Wahyuda si Ganteng, Topiq, Nita Gultom, Bima, Imel,
Sasa, Sari & Amri, Bagus & Filya, Nando Siallagan, Ade dobleh, Anne, Wilyan,
Ucup, Subari ‘Heiho’, Dobleh kedua, Virgian, Kevin, Betha (sorry..), Winda,
Azhari, Nafis, selamat datang buat geng ’14 Winona CS, Iqbal CS, Rajin-rajin
belajar.!!
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai. Semoga Allah membalas
semua kebaikan yang telah diberikan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan pembaca pada
umumnya.

Bandar Lampung, Desember 2014
Penulis,

Sinku Wira Sanjaya

DAFTAR ISI

halaman
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
SANWACANA .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 1
C. Batasan Masalah .................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Letak daerah penelitian ......................................................................... 3
B. Geologi Regional ................................................................................... 4
C. Fisiografi ............................................................................................... 5
D. Tatanan Tektonik................................................................................... 6
E. Stratigrafi ............................................................................................... 7
F. Urutan Geologi ...................................................................................... 8
BAB III TEORI DASAR
A. Hukum Newton ..................................................................................... 9
B. Potensial Gayaberat ............................................................................... 17
C. Koreksi-Koreksi Gayaberat ................................................................... 19
C.1. Koreksi Pasang Surut (Tidal Correction)...................................... 19
C.2. Koreksi Apungan (Drift Correction)............................................. 19
C.3. Koreksi Lintang (Latitude Correction) ......................................... 20
C.4. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction) ................................. 21

C.5. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction) ....................................... 21
C.6. Koreksi Medan (Terrain Correction)............................................ 22

C.7. Anomali Bouguer .......................................................................... 22
D. Analisa Spektrum .................................................................................. 23
E. Teknik Gradient ..................................................................................... 26
E.1. Gradient Horizontal ....................................................................... 26
E.2. Gradient Vertikal ........................................................................... 28
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 30
B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 31
C. Diagram Alir Penelitian ........................................................................ 31
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ......................................................................................... 78
7.2. Saran ................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL


halaman
Tabel 1. Jadwal Penelitian..................................................................................30
Tabel 2. Perbandingan Hasil Simulasi Sesar Naik .............................................45
Tabel 3. Perbandingan Hasil Simulasi Sesar Turun ...........................................53
Tabel 4. Nilai Batas Atas dan Batas Bawah Zona Residu Model Sintetik ........61
Tabel 5. Kurtosis Sesar Naik Model Sintetik .....................................................65
Tabel 6. Kurtosis Sesar Turun Model Sintetik ...................................................68

DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1. Peta Daerah Penelitian ......................................................................3
Gambar 2. Peta Fisiografi Daerah Lampung.......................................................5
Gambar 3. Peta Mendala Geologi Sumatera .......................................................7
Gambar 4. Peta Geologi Lembar Tanjung Karang..............................................8
Gambar 5. Gaya Tarik-Menarik antara Dua Benda ............................................14
Gambar 6. Potensial dan Kuat Medan Massa Tiga Dimensi ..............................18
Gambar 7. Elipsoid Sebagai Bentuk Bumi .........................................................20
Gambar 8. Titik Amat P terhadap Ketinggian H terhadap Permukaan Acuan ...21

Gambar 9. Kurva Ln A terhadap K .....................................................................26
Gambar 10. Anomali Gayaberat dan Gradient Horizontal pada Model Tabular 28
Gambar 11. Analisa Struktur Cekungan dan Intrusi Menggunakan SVD ..........29
Gambar 12. Diagram Alir Penelitian ..................................................................31
Gambar 13. Model Sintetik dari Sesar Naik dengan Sudut 90˚ ..........................33
Gambar 14. Model Sintetik dari Sesar Naik dengan Sudut 60˚ ..........................33
Gambar 15. Model Sintetik dari Sesar Naik dengan Sudut 45˚ ..........................34
Gambar 16. Model Sintetik dari Sesar Naik dengan Sudut 30˚ ..........................34
Gambar 17. Model Sintetik dari Sesar Naik dengan Sudut 25˚ ..........................34
Gambar 18. Model Sintetik dari Sesar Naik dengan Sudut 20˚ ..........................35

Gambar 19. Model Sintetik dari Sesar Naik dengan Sudut 10˚ ..........................35
Gambar 20. Model Sintetik dari Sesar Turun dengan Sudut 90˚ ........................36
Gambar 21. Model Sintetik dari Sesar Turun dengan Sudut 80˚ ........................36
Gambar 22. Model Sintetik dari Sesar Turun dengan Sudut 70˚ ........................36
Gambar 23. Model Sintetik dari Sesar Turun dengan Sudut 60˚ ........................37
Gambar 24. Model Sintetik dari Sesar Turun dengan Sudut 45˚ ........................37
Gambar 25. Model Sintetik dari Sesar Turun dengan Sudut 30˚ ........................37
Gambar 26. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Naik dengan sudut 90˚ ........................................................38
Gambar 27. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Naik dengan sudut 60˚ ........................................................39
Gambar 28. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Naik dengan sudut 45˚ ........................................................40
Gambar 29. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Naik dengan sudut 30˚ ........................................................41
Gambar 30. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Naik dengan sudut 25˚ ........................................................42
Gambar 31. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Naik dengan sudut 20˚ ........................................................43
Gambar 32. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Naik dengan sudut 10˚ ........................................................44
Gambar 33. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Turun dengan sudut 90˚ ......................................................46

Gambar 34. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Turun dengan sudut 80˚ ......................................................47
Gambar 35. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Turun dengan sudut 70˚ ......................................................48
Gambar 36. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Turun dengan sudut 60˚ ......................................................49
Gambar 37. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Turun dengan sudut 50˚ ......................................................50
Gambar 38. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Turun dengan sudut 45˚ ......................................................51
Gambar 39. Kurva Anomali Bougeur FHD dan SHD dari Model Sintetik untuk
Patahan Turun dengan sudut 30˚ ......................................................52
Gambar 40. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Naik 90˚ .................54
Gambar 41. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Naik 60˚ .................54
Gambar 42. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Naik 45˚ .................55
Gambar 43. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Naik 30˚ .................55
Gambar 44. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Naik 25˚ .................56
Gambar 45. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Naik 20˚ .................56
Gambar 46. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Naik 10˚ .................57
Gambar 47. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Turun 90˚ ...............57
Gambar 48. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Turun 80˚ ...............58
Gambar 49. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Turun 70˚ ...............58
Gambar 50. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Turun 60˚ ...............59
Gambar 51. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Turun 50˚ ...............59

Gambar 52. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Turun 45˚ ...............60
Gambar 53. Grafik Ln A terhadap K Model Sintetik Sesar Turun 30˚ ...............60
Gambar 54. Kurtosis Sesar Naik dengan Sudut 90˚............................................62
Gambar 55. Kurtosis Sesar Naik dengan Sudut 60˚............................................62
Gambar 56. Kurtosis Sesar Naik dengan Sudut 45˚............................................62
Gambar 57. Kurtosis Sesar Naik dengan Sudut 30˚............................................63
Gambar 58. Kurtosis Sesar Naik dengan Sudut 25˚............................................63
Gambar 59. Kurtosis Sesar Naik dengan Sudut 20˚............................................63
Gambar 60. Kurtosis Sesar Naik dengan Sudut 10˚............................................64
Gambar 61. Kurtosis Sesar Turun dengan Sudut 90˚..........................................65
Gambar 62. Kurtosis Sesar Turun dengan Sudut 80˚..........................................65
Gambar 63. Kurtosis Sesar Turun dengan Sudut 70˚..........................................66
Gambar 64. Kurtosis Sesar Turun dengan Sudut 60˚..........................................66
Gambar 65. Kurtosis Sesar Turun dengan Sudut 50˚..........................................66
Gambar 66. Kurtosis Sesar Turun dengan Sudut 45˚..........................................67
Gambar 67. Kurtosis Sesar Turun dengan Sudut 30˚..........................................67
Gambar 68. Peta Anomali Bougeur Daerah Penelitian dan Sebaran Titik
Pengukuran .......................................................................................69
Gambar 69. Peta Anomali Bougeur Pemodelan Inversi .....................................70
Gambar 70. Peta Anomali Bougeur Pemodelan Inversi dan Slice......................71
Gambar 71. Peta Anomali Bougeur Pemodelan Inversi dioverlay dengan Peta
Geologi .............................................................................................72
Gambar 72. Grafik Respon Anomali Bougeur FHD dan SHD Lintasan 1 .........73
Gambar 73. Kurtosis Lintasan 1..........................................................................73

Gambar 74. Grafik Respon Anomali Bougeur FHD dan SHD Lintasan 2 .........75
Gambar 75. Kurtosis Lintasan 2..........................................................................75
Gambar 76. Hasil Rekonstruksi Lintasan 1 dan 2 ...............................................76
Gambar 77. Grafik Ln A terhadap K pada Lintasan 1 ........................................78
Gambar 78. Grafik Ln A terhadap K pada Lintasan 2 ........................................78

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gayaberat merupakan salah satu metoda geofisika yang dapat digunakan untuk
mengetahui struktur geologi bawah permukaan bumi. Metoda ini didasarkan
pada variasi medan gravitasi bumi karena adanya perbedaan densitas (rapat
massa) antar batuan dibawah permukaan. Dengan adanya perbedaan nilai
densitas ini akan menimbulkan anomali dari sebuah struktur seperti sesar.
Oleh karena itu, diharapkan metoda ini dapat digunakan untuk memodelkan
bentuk struktur geologi bawah permukaan pada daerah penelitian. Pada
penelitian ini penulis mencoba untuk memodelkan struktur geologi bawah
permukaan secara forward modelling.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Membuat model sintetik dari sesar turun dan sesar naik untuk mengetahui
anomali gayaberatnya
2. Menggunakan Teknik Gradien dari anomali gaya berat sintetik model
untuk analisis jenis sesar.
3. Mengaplikasikan hasil analisis teknik gradien dari sintetik model pada real
data pengukuran sesar Panjang, Lampung Selatan, Lampung.

2

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, dibuat model sintetik sesar naik 10°, 20°, 25°, 30°, 45°,
60°, 90° dan sesar turun dengan sudut 30°, 45°, 50°, 60°, 70°, 80°, 90°. Dari
masing-masing model tersebut dihitung nilai anomaly gayaberat menggunakan
metode forward modeling dibantu dengan software Grav3D. Anomali
gayaberat yang telah diperoleh, dibuat penampang 1D untuk melakukan teknik
gradient dan menganalisis masing-masing model terhadap sudut, anomali, dan
gradientnya.
Teknik gradient yang digunakan adalah gradient horizontal dan gradient
vertical. Dimana pada gradien horizontal digunakan First Horizontal
Derivative (FHD) dan Second Horizontal Derivative (SHD). Sedangkan untuk
gradient vertical digunakan Second Vertical Derivative (SVD) sebagai negative
dari SHD (SVD = -SHD)
Dengan analisis dari sintetik model, karakteristik dari sintetik sesar tersebut
diaplikasikan dalam data pengukuran sesar Panjang, Lampung Selatan,
Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran respon sesar terhadap
anomali gayaberat yang ditimbulkan. Dari analisis data dan teknik gradient
dibuat sebuah karakteristik sesar. Dengan asumsi model model sesar pada data
pengukuran memiliki model yang mirip dengan sintetik model. Maka
keberadaan dan identifikasi sesar akan dapat diketahui.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Letak Daerah Penelitian

Daerah penelitian secara administratif terletak di 2 wilayah yaitu, Kota Bandar
Lampung, dan Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung.

Gambar 1.Peta daerah penelitian (Badan Geologi, 1993)

4

B.Geologi Regional

Penyelidikan geologi di Lembar Tanjungkarang dimulai oleh para geologiwan
Belanda,

termasuk

Verbeek

(1881),

Zwierzycki

(1931),Westerveld (1931), Ubaghs (1941) dan Bemmelen

(1931),Van

Tuijn

(1949). Kemudian

penyelidikan di daerah Lampung dilaksanakan oleh beberapa perusahaan
pertambangan. Dimulai pada tahun 1970, yang merupakan bagian dari pencarian
endapan tembaga Porfiri, dan selanjutnya selama rencana eksplorasi endapan
emas epitermal dan batuan keras terkait (Andrews, 1991). Sintesis geologi
regional yang menggabungkan bagian-bagian geologi daerah Lampung dilakukan
oleh Katili (1974), Gafoer dan Purbo Hadiwijoyo (1986) dan Andi Mangga
(1991). Pemetaan geologi Lembar Tanjung karang dilaksanakan oleh Bidang
Pemetaan Geologi Puslitbang Geologi, pada Mei-Juni 1985 dan September 1985
sampai Januari 1986.
Laporan dan peta geologi skala 1:250.000 yang disajikan sekarang ini merupakan
kompilasi dari laporan Terbuka beserta petanya tersebut di atas, data beberapa
perusahaan, dan analisis serta penafsiran rinci citra SAR, ditambah hasil
pengecekan lapangan.Pekerjaan tersebut dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan
Proyek Eksplorasi Geologi dan Mineral Sumatera Bagian Selatan (Southern
Sumatera Geological and Mineral Exploration Project: SSGMEP). Proyek
SSGMEP merupakam suatu kerangka kerjasama teknik antara Pemerintah
Republik Indonesia (Departemen Pertambangan dan Energi) dengan Pemerintah
Kerajaan Inggris (Overseas Development Administration), dan dikerjakan
bersama oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (Kepala
Pusat DR.Ir.Irwan Bahar), Direktorat Sumberdaya Mineral (Direktur Ir.Kingking

5

A.Margawidjaja) dan British Geological Survey. Salah satu tujuan proyek ini
adalah membimbing petugas Puslitbang Geologi dalam menerbitkan laporan dan
peta geologi sesuai dengan standar yang berlaku.

C. Fisiografi

Secara umum daerah ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi: dataran
bergelombang di bagian timur dan timurlaut, pegunungan kasar di bagian tengah
dan baratdaya, dan daerah pantai berbukit sampai datar. Daerah dataran
bergelombang menempati lebih dari 60% luas lembar dan terdiri dari endapan
vulkanoklastika Tersier-Kuarter dan Aluvium dengan ketinggian beberapa puluh
meter di atas muka laut. Pegunungan Bukit Barisan menempati 25-30 % luas
lembar, terdiri dari batuan beku dan malihan serta batuan gunungapi muda.
Lereng-lereng umumnya curam dengan ketinggian sampai dengan 500-1.680 m di
atas muka laut. Daerah pantai bertopografi beraneka ragam dan seringkali terdiri
dari pebukitan kasar, mencapai ketinggian 500 m di atas muka laut dan terdiri dari
batuan gunungapi Tersier dan Kuarter serta batuan terobosan.

Gambar 2. Peta Fisiografi daerah Lampung (Mangga, 1993)

6

D. Tataan Tektonika

Sumatera terletak di sepanjang tepi barat daya Paparan Sunda, pada perpanjangan
Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur
Sunda. Kerak samudera yang mengalasi Samudera Hindia dan sebagian Lempeng
India-Australia, telah menunjam miring di sepanjang Parit Sunda di lepas pantai
barat Sumatera (Hamilton,1979). Lajur pertemuan miring ini termasuk dalam
sistem Parit Busur Sunda yang membentang lebih dari 5000 km dari Birma
sampai Indonesia bagian Timur.
Penunjaman ke bawah Sumatera selama Tersier bawah sampai Resen telah
menimbulkan busur magma yang luas di pegunungan Bukit Barisan. Tetapi,
litologi

sepanjang

Sumatera

yang

ada

hubungannya

dengan

busur

tersebut,menimbulkan dugaan bahwa penunjaman ke bawah Sumatera telah
berlangsung sejak Perem Akhir (Cameron, 1980), atau Perem Awal-Tengah
(Katili 1981; Gafoer 1990),Trias Akhir-Kapur Awal (Suparka 1981).
Letak busur dan parit yang terdapat sekarang mungkin terjadi sejak Miosen.
Tekanan yang terjadi sebagai akibat penunjaman miring tersebut, secara berkala
telah dilepaskan melalui sesar-sesar yang sejajar dengan tepi lempeng.

Dan

dibuktikan di dalam Sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang pulau
dan merentas Busur Barisan. Sehubungan dengan busur magma tersebut, dari
barat ke timur, Sumatera dapat dibagi menjadi empat mendala tektonik: Lajur
Akrasi atau Lajur Mentawai, Lajur Busur muka atau Lajur Bengkulu, Lajur Busur
Magma atau Lajur Barisan, dan Lajur Busur

Belakang atau Lajur Jambi-

Palembang. Lembar Tanjungkarang hampir seluruhnya terletak di dalam Lajur
Busur Magma, di sudut timur laut meluas ke Lajur Busur Belakang.

7

Geologi Lembar ini dengan demikian mencakup batuan alas malihan praMesozoikum, batuan beku Mesozoikum-Kenozoikum dan runtunan batuan
gunungapi dan sedimen Tersier-Kuarter.

Gambar 3. Peta Mendala Geologi Sumatera (Mangga, 1992)

E. Stratigrafi

Urutan stratigrafi Lembar Tanjungkarang

dibagi menjadi tiga bagian:

Pra-

Tersier, Tersier, dan Kuarter.
Setiap satuan batuan yang diperikan secara Litostratigrafi, telah diberi nama
berdasarkan rekomendasi Sandi Stratigrafi Indonesia pada tahun 1975 dan
Panduan Stratigrafi Internasional (Hedberg, 1976), sehingga urutan tata nama
yang dipakai untuk batuan-batuan berlapis adalah anggota, formasi, dan

8

kelompok.

Istilah “Kompleks” dipakai berdasarkan American Geological

Institute.

Gambar 4. Peta Geologi Lembar Tanjungkarang (Mangga, 1993)

F. Urutan Geologi

Batuan-batuan Sekis, Ortogenes, Pualam dan Kuarsit Kompleks Gunung Kasih
merupakan batuan tertua yang tersingkap di Lembar TanjungKarang. Karena
pemalihan mereka nisbi berderajat lebih tinggi, mereka selalu dianggap berumur
lebih tua dari pada runtunan Permo-Karbon lainnya yang tersingkap di tempat lain
di Sumatera (Gafoer, 1990). Singkapan runtunan Karbon-Perem Awal terdiri dari

9

berbagai jenis Klastika, Karbonat dan satuan-satuan Kerakal sedimen malih yang
tersingkap di sepanjang tepi timur Pegunungan Barisan, yang berlanjut ke timur
sampai Pegunungan Duabelas dan Pegunungan Tigapuluh. Secara umum mereka
meliputi runtunan barat endapan-endapan laut dangkal sampai paparan (FormasiFormasi Alas, Kluet, Kuantan, Tarap dan Terantam) dan runtunan timur endapan
rombakan di sentuhan tektonik yang terpilah buruk, kerakalan, fluvioglasial
(Formasi-Formasi Bohorok, Gangsal, Pengabuhan,dan Mentulu). Di sini
Kompleks Gunungkasih dianggap setara dengan satuan runtunan barat. Bukti
yang jelas seperti disebutkan di muka, ialah derajat pemalihannya yang lebih
tinggi dan adanya satuan-satuan batuan beku malih di Kompleks Gunungkasih.
Khususnya sekis amfibol Way Galih ditafsirkan sebagai batuan gunungapi malih.
Tetapi sampai saat ini belum ada studi petrografi rinci terhadap berbagai satuan
malihan di Sumatera, sehingga terlalu dini untuk mengemukakan korelasi regional
berdasarkan tinggi atau rendahnya derajat pemalihan. Penjelasan yang mungkin
dapat diberikan, seperti telah disebutkan, ialah bahwa batuan Kompleks
Gunungkasih telah terangkat setempat, kerak yang lebih dalam batuan alas
malihan Sumatera. Cameron dkk. (1982) juga melaporkan adanya satuan dengan
derajat pemalihan lebih tinggi, pualam, sekis, genes dan batu hijau atau batuan
gunung api malih di tempat lain di Sumatera bagian utara.
Kemungkinan lain, ditafsirkan bahwa batuan Kompleks Gunungkasih merupakan
bagian dari wilayah, atau lempeng mikro, yang jelas dan terpisah dari bagian lain
di Sumatera yang tersingkap setempat di daerah Lampung. Di dalam laporan ini,
batuan malihan Gunungkasih dianggap merupakan bagian dari wilayah KluetKuantan (Gafoer dkk.,1993) yang setara dengan bagian barat lempemg mikro

10

Mergui yang penting (Cameron dkk.,1980), yang melampar ke selatan dari
Thailand barat dan semenanjung Malaya ke bagian tengah Sumatera. Wilayah
Kluet-Kuantan dianggap bertemu dengan Formasi Bahorok dan batuan terkait
wilayah Mergui di dalam Tetis-tua pada Perem Awal (Gafoer, 1990). Lempeng
Mergui yang terjadi, merupakan bagian dari wilayah Sibumasu yang
berdampingan (Metcalfe, 1988), kemudian mengapung ke utara dan menubruk
Indocina, semenanjung Malaya timur, dan mungkin bagian dari Sumatera
tenggara (Metcalfe, 1990), pada zaman Trias di sepanjang garis Raub-Bentong
dan membentuk tepi barat Paparan Sunda.
Formasi Menanga yang berumur Kapur Awal terdiri dari sedimen laut dan sedikit
batuan gunungapi, ditafsirkan merupakan bagian dari busur gunung api dan
runtunan terumbu tepi laut yang berhubungan dengan penunjaman dan dianggap
merupakan perluasan sepanjang jurus batuan kerak samudera Pegunungan Gumai
yang berumur Mesozoikum Akhir, Formasi Lingsing, Formasi Saling dan Formasi
Garba, dan mungkin secara tektonostratigrafi setara dengan runtunan batuan kerak
samudera Kelompok Woyla (Cameron dkk., 1980). Penunjaman kerak samudera
di sepanjang tepi barat Sumatera, menyebabkan terbentuknya busur pluton yang
berumur pertengahan Jura Akhir (170-110 juta tahun), walaupun busur itu tidak
tersingkap dalam Lembar ini. Pada akhir Kapur Awal penunjaman berhenti dan
kumpulan batuan Wilayah Woyla yang terdiri dari batuan kerak samudera
ofiolitik, terakrasikan terhadap Sumatera, kemungkinan pada Barremian. Selama
peristiwa tersebut batuan mintakat Woyla telah tercenangga, terobek-robek dan
membentang sejajar dengan tepi benua, dan mungkin sebagian telah hancur.

11

Selanjutnya, busur pluton setelah orogen berumur pertengahan Kapur Akhir yang
ada hubungannya dengan penunjaman, telah terbentuk di bagian tengah dan barat
Sumatera.

Magma granitoid telah ditempatkan ke dalam bongkah benua,

termasuk mintakat Woyla yang terkratonkan, di sepanjang sesar dalam yang
tersebar luas sejajar dengan tepi benua. Daur pluton tersebut rupanya berkembang
sejak Albian sampai Campanian Awal (118-80 juta tahun), di antaranya pluton
Sulan dan pluton lain di daerah yang diselidiki. Pengangkatan dan pencenagaan
di sepanjang sesar berbalik setempat, terjadi menjelang akhir daur pluton tersebut
kira-kira pada Kapur Akhir-Paleosen Awal. Namun sebab terhentinya plutonisma
dan penunjaman tidak diketahui. Salah satu kemungkinan ialah tumbukan antara
suatu busur atau lempeng mikro dengan Sumatera bagian barat pada Tersier Awal
(Hamilton, 1989), mungkin di sepanjang garis Sesar Semangko yang termasuk
Sistem Sesar Sumatera. Paleogen merupakan masa tenang di seluruh daratan
Sumatera, hanya terdapat sedikit pengendapan dan kegiatan magma di sepanjang
Busur Barisan yang sedang timbul. Sebagai contoh ialah Formasi Tarahan dan
Formasi-Formasi yang setara di Lembar Tanjung Karang.

Kemungkinan

merupakan indikasi adanya tepian yang pasif pada waktu itu.
Setelah tumbukan pada Eosen antara India dan Eurasia, dan pengangkatan
kembali gerakan lempeng yang terjadi bersama-sama, terjadi lagi penunjaman
pada akhir Eosen yang berkaitan dengan gerakan Australia ke arah barat laut dan
cekungan-cekungan Sumatera menjadi terbuka disebabkan oleh perluasan busur
belakang. Sesar bongkah yang memotong sesar-sesar barat laut- tenggara dan
timur laut-barat daya sebagai akibat pemampatan yang berarah utara selatan,
menyebabkan terjadinya sejumlah cekungan sedimen memanjang yang dipisahkan

12

oleh tinggian batuan alas yang dibatasi oleh sesar. Maka terbentuklah cekungan
Sumatera Tengah dan Cekungan Sumatera Selatan. Kemudian terjadilah perioda
pengangkatan pada Oligosen Akhir, seperti dibuktikan dengan adanya
ketakselarasan di seluruh cekungan-cekungan Sumatera. Pendalaman cekungan
yang terus berlangsung terjadi sejak Oligosen Akhir dan seterusnya, dan
menghasilkan suatu genang laut yang mencapai puncaknya pada Miosen Tengah.
Pengendapan Formasi Hulusimpang di Lajur Barisan di lingkungan laut dangkal
sampai daratan terjadi pada Oligosen Akhir dan berhubungan dengan penunjaman
tepi benua. Hal ini menandai fasa pertama utama kegiatan gunung api yang luas
di Busur Barisan dan langsung dapat dikorelasikan dengan Formasi Andesit Tua
(Bemmelen, 1949) yang semula ditafsirkan berumur Miosen Awal.
Pada Miosen tengah Pegunungan Bukit Barisan terangkat dan seluruh geantiklin
berubah menjadi gunungapi. Mula-mula kegiatannya bersifat andesit, tetapi
kemudian diikuti oleh letusan hebat yang mengeluarkan tuf asam, lava dan
vulkanoklastika. Tektonik setempat yang menyertainya telah merubah batuan
gunungapi Formasi Hulusimpang dan batuan Mesozoikum yang lebih tua.
Geantiklin yang muncul mengendapkan sejumlah besar sedimen di cekungan
busur belakang, menyebabkan pengurangan kecepatan penurunan cekungan
secara menyeluruh. Oleh karena itu pengendapan di dalam Cekungan Sumatera
Selatan pada Miosen Tengah-Akhir terjadi di lingkungan susut laut.
Pada Miosen Akhir lingkungan pengendapannya berubah menjadi laut dangkal
sampai payau dan susut laut yang terus berlangsung pada Pliosen Awal
menyebabkan terjadinya lingkungan pengendapan daratan.

13

Kegiatan gunungapi yang luas yang disertai oleh pengangkatan terjadi lagi di
Busur Barisan, diikuti oleh penunjaman baru di sepanjang Parit Sumatera, dan
berlanjut sampai Holosen. Susunan batuannya beraneka ragam, dari basal sampai
rio-andesit dan batuan gunungapinya berupa lava dan tuf yang luas, khas untuk
Formasi Lampung. Pengendapan selama Holosen berupa aluvium dan sedikit
endapan rawa.

14

III. TEORI DASAR

A. Hukum Newton

Metoda gayaberat menggunakan hukum dasar, yaitu Hukum Newton tentang
gravitasi dan teori medan potensial. Newton menyatakan bahwa besar gaya tarik
menarik antara dua buah partikel yang mempunyai massa m1 dan m2 dengan jarak
antara kedua titik pusat partikel tersebut r adalah (Grant, 1965):

 
mm
F (r )  G 1 2 2 rˆ
r

(1)

dimana :
F = Gaya antara benda m1 dan m2
G = konstanta gravitasi = (6,672 x 10-11m3/kg s2)
r = jarak antara m1 dan m2

m1

F12

F21

m2

r

Gambar 5. Gaya tarik menarik antara dua benda (Sutopo, 2008)

Gaya persatuan massa dari m1 terhadap suatu partikel yang mempunyai jarak r
dari m1 disebut medan gaya berat dari partikel m1 yang besarnya:

15

 
m
E (r )  G 21 rˆ
r

(2)

dimana : G = Konstanta gravitasi = 6,672 x 10-11Nm2/kg2
Gaya persatuan massa pada sembarangan titik berjarak r dari m1, didefinisikan
sebagai kuat medan gravitasi m1, dan diungkapkan :



Er 

Gm1

r2

Jika m1 adalah massa bumi (M), gravitasi yang disebabkan oleh bumi (gayaberat
di permukaan bumi) adalah percepatan gravitasi bumi, yang biasa diberi simbol g,
maka:
g  E rˆ   G

M
R2

dimana : M
R

= massa bumi
= jari-jari bumi

Medan gravitasi adalah medan konservatif dan dapat dinyatakan sebagai gradien
dari suatu fungsi potensial skalar U(r) :





E r  VU r



dimana U r  

GM
adalah merupakan potensial gravitasi m1
R

Potensial gravitasi di suatu titik pada ruang bersifat penjumlahan, sedang
potensial gravitasi dari suatu distribusi massa yang kontinu di suatu titik P di luar
distribusi massa tersebut merupakan suatu bentuk integral. Jika massa terdistribusi
secara kontinu dengan densitas  di dalam bentuk volume V, maka potensial
gravitasi pada sembarang titik P di luar benda adalah :

16

 



 r0 d 3r0

U P r  G 

(3)

| r  r0 |

x  xo    y  y0   z  z02

dengan | r  r 0 |  r 2  r02  2rr0 cos  
r0

= vektor posisi elemen masa

r

= vektor posisi pengamat

Jika integral volume pada persamaan diatas diambil untuk seluruh bumi, maka
akan diperoleh potensial gayaberat bumi diruang bebas, sedang medan
gravitasinya diperoleh dengan mendiferensialkan potensial gayaberat tersebut.





E r | U P r |

Untuk percepatan gayaberat bumi :


U r 




g z  | E r |  | U P r |
P

z

  G
v

x  x 

2

0



 r0 z 0  z d 3 r0

  y  y0   z  z 0 
2



2 3/ 2

Dari persamaan di atas tampak bahwa percepatan gayaberat g dipermukaan bumi
bervariasi dan harganya tergantung pada distribusi massa di bawah permukaan.



Sebagaimana ditunjukkan oleh fungsi densitas  r dan bentuk bumi yang
sebenarnya sebagaimana ditunjukkan oleh batas integral.Satuan g dalam CGS
adalah gal (1 gal = 1 cm/s2).

Dalam kenyataannya bentuk bumi tidak bulat sempurna, tetapi berbentuk elipsoid
(agak pepat pada kutubnya). Dengan demikian variasi gayaberat di setiap titik
permukaan bumi dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

17

1. Lintang
2. Topografi
3. Pasang surut
4. Variasi rapat massa bawah permukaan

B. Potensial Gayaberat

Potensial pada suatu titik dalam suatu medan gayaberat didefinisikan sebagai
energi yang digunakan untuk memindahkan satu satuan massa dari suatu titik
(titik awal) ketitik lainnya (titik akhir). Lintasan yang diambil tidak mepengaruhi
kerja yang dilakukan atau bersifat konservatif sehingga hanya bergantung pada
titik awal dan titik akhirnya saja. Potensial gayaberat dapat dinyatakan sebagai
fungsi pontensial skalar U(r) yaitu:

 

E (r )    U (r )

(4)

dengan U(r) merupakan potensial medan gayaberat dan potensial total gayaberat
di suatu titik dapat didefinisikan sebagai berikut:
r

r

m

dr
U (r )   gdr  Gm1  2  G 1
r

 r

(5)

Potensial total gayaberat bersifat penjumlahan sedangkan potensial gayaberat oleh
distribusi massa yang kontinu atau benda berdimensi yaitu

dalam ruang

bervolume V dengan rapatmassa yang konstan ditunjukkan pada Gambar 6.

18

Z
P (x,y,z)

dm
Y

X
Gambar 6. Potensial dan kuat medan massa tiga dimensi (Sutopo, 2008)

Gambar 6 menujukkan sebuah massa tiga dimensi dengan bentuk sembarang,
dimana potensial dan kuat medan gayaberat di titk P dapat dihitung dengan jalan
membagi massa m menjadi elemen-elemen kecil dm kemudian diintegrasikan
untuk memperoleh efek totalnya. Besarnya potensial pada sembarang titik P di
luar benda bervolume V adalah potensial dari elemen massa dm berjarak r dari
titik P, yaitu:
dU  G

dm Gdxdydz

r
r

(6)

dimana :

 = densitas

r = x2  y2  z 2

Potensial di titik P karena pengaruh massa total m adalah:

1
U  G     dxdydz
r
x y z

(7)

19

Dari persamaan tersebut, medan gayaberat g di permukaan bumi mempunyai nilai
yang bervariasi tergantung pada distribusi massa di bawah permukaan seperti
yang dinyatakan dalam fungsi densitas dan batas integrasi yang berupa volume.

C. Koreksi-koreksi Gayaberat

C.1 Koreksi pasang surut

Percepatan gravitasi di permukaan bumi di samping dipengaruhi oleh adanya gaya
tarik bumi juga dipengaruhi oleh gayatarik matahari dan bulan, sehingga untuk
mendapatkan percepatan gayaberat yang akurat harus memperhitungkan pengaruh
dari gaya tarik bulan dan matahari yang sering disebut dengan koreksi pasang
surut.

Besarnya koreksi pasang surut dapat diukur langsung dengan menggunakan
Gravimeter secara periodik maupun hitungan dengan menggunakan komputer
berdasarkan perumusan Longman (1969).

C.2 Koreksi drift (Apungan)

Koreksi drift adalah koreksi yang dilakukan sebagai akibat adanya perbedaan
pembacaan harga gayaberat dari stasiun yang sama pada waktu yang berbeda yang
disebabkan oleh adanya goncangan pada pegas selama proses pengukuran dari
stasiun satu ke stasiun lain. Jadi koreksi drift dapat diartikan sebagai koreksi yang
disebabkan karena sifat alat itu sendiri yang selalu menunjukkan perubahan harga
setiap waktu. Secara matematik koreksi drift dapat dinyatakan sebagai berikut:

20

DA 

t A t 0
x(Ct  C0 )
tt t0

(8)

dimana : DA = koreksi drift pada titik pengamatan (station) A
tA

= waktu pembacaan pada titik pengamatan (station) A

t0

= waktu pengukuran awal di Base Station

tt
C0

= waktu pengukuran akhir di Base Station
= Harga pembacaan (counter reading) pengukuran awal di Base
Station

Ct

= Harga pembacaan (counter reading) pengukuran akhir di Base
Station

C.3 Koreksi lintang (Latitude Correction)

Telah diketahui bahwa bentuk bumi tidaklah bulat sempurna akan tetapi
berbentuk sferoid dengan pepat pada kedua kutubnya, sehingga besarnya harga
gravitasi di kutub dan di khatulistiwa tidak sama. Dengan adanya perbedaan ini
maka, koreksi lintang sangat mempengaruhi besar gayaberat di suatu
daerah.Dalam penelitian ini digunakan koreksi lintang dari International
Assosiation of Geodesy System (IAG.1967) dengan rumusan (Blakely, 1955)
yaitu:



g n  978031.846 1  0.0053024 sin 2   0.0000058 sin 2 2
Kutub
a

Garis normal


b



Equator
l

Gambar 7. Elipsoid sebagai bentuk bumi (Sutopo, 2008)

(9)

21

C.4 Koreksi udara bebas (Free Air Correction)

Koreksi udara bebas adalah koreksi yang digunakan untuk menghilangkan
perbedaan harga gayaberat yang disebabkan oleh pengaruh ketinggian antara
pengamatan dengan titik datum referensi.Pada koreksi udara bebas hanya
memperhitungkan elevasi antara titik pengamatan dengan titik datum referensi
dengan mengabaikan massa di antaranya. Besar koreksi udara bebas ini adalah:

KUB = 0,3086 h
dimana : h
KUB

mgal

(10)

= ketinggian titik amat
= koreksi udara bebas

P
h
Po

Geoid

Gambar 8. Titik amat P pada ketinggian h terhadap permukaan acuan (Sutopo,
2008)

C.5 Koreksi Bouguer (Bouguer Correction)

Setelah dikoreksi oleh udara bebas maka pengaruh tinggi rendah bisa dihindari,
namun dengan adanya bukit dan jurang yang tersusun oleh material, maka
pengaruh massa dari material tersebut harus diperhitungkan. Perhitungan ini
disebut koreksi bouguer. Koreksi ini memperhitungkan efek massa yang ada di

22

atas maupun di bawah bidang referensi. Misalkan, jika suatu titik amat berada di
atas slab (bidang datar) yang luas maka distribusi massa luasan tersebut akan
memperbesar pengukuran gayaberat di titik tersebut. Untuk menurunkan koreksi
bouguer didekati dengan anggapan bahwa slab suatu luasan horizontal yang tak
berhingga dengan rapat massa dan ketebalan yang uniform.
KB = 2  G  z mgal

(11)

= 0.04193  h (mgal)
dimana :  = rapat massa (densitas) Bouguer (kg/m3)
z

= ketinggian titik amat (meter)

G

= konstanta gaya berat (6.672 x 10-11 m3/kg s2)

KB = Koreksi Bouguer (mgal)

C.6 Koreksi medan (Terrain Correction)

Pada koreksi bouguer kita menganggap permukaan lempeng di atas bidang acuan
adalah rata, akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian melainkan berlembah
dan bergunung-gunung sehingga tidak mewakili keadaan yang sebenarnya.
Adanya lembah akan, mengurangi nilai percepatan gayaberat di titik ukur,
demikian dengan adanya bukit mengakibatkan berkurangnya percepatan gayaberat
di titik ukur karena pengaruh adanya massa bukit.

C.7 Anomali Bouguer (Bouguer Anomaly)

Anomali Bouguer di suatu titik amat dapat didefinisikan sebagai penyimpangan
harga gayaberat pengamatan (gobs) terhadap gayaberat normal teoritis. Besarnya
harga gayaberat normal di titik tersebut diperkirakan dari harga gayaberat normal

23

dengan memasukkan nilai koreksi udara bebas, koreksi ketinggian dan koreksi
medan. Jika seluruh koreksi tersebut telah dihitung maka besarnya anomali
Bouguernya adalah:

g  gobs  ( gn  KUB  KB  KM )

(12)

dimana:
g

= Anomali Bouguer

gobs

= Percepatan gayaberat teramati

gn

= Percepatan gayaberat setelah dikoreksi lintang

KUB = Koreksi udara bebas
KB

= Koreksi Bouguer

KM

= Koreksi Medan

Nilai anomali ini merupakan harga anomali Bouguer di titik pengamatan pada
ketinggian h dan merupakan anomali kumulatif akibat semua penyebab anomali
yang berada di bawah ketinggian titik amat.

D. Analisis Spektrum

Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi lebar jendela (digunakan pada
moving average) serta estimasi kedalaman anomali gayaberat. Analisis spektrum
dilakukan dengan cara mentransformasi Fourier lintasan yang telah ditentukan
pada peta kontur Anomali Bouguer Lengkap. Secara umum, suatu transformasi
Fourier adalah menyusun kembali/mengurai suatu bentuk gelombang sembarang
ke dalam gelombang sinus dengan frekuensi bervariasi dimana hasil penjumlahan
gelombang-gelombang sinus tersebut adalah bentuk gelombang aslinya (Kadir,

24

2002). Untuk analisis lebih lanjut, amplitudo gelombang-gelombang sinus
tersebut didisplay sebagai fungsi dari frekuensinya. Secara matematis hubungan
antara gelombang s(t) yang akan diidentifikasi gelombang sinusnya (input) dan
S(f) sebagai hasil transformasi Fourier diberikan oleh persamaan berikut :


S( f ) 

 s(t )e

 j 2 ft

dt

(13)



dimana j  1
Pada metoda gayaberat, spektrum diturunkan dari potensial gayaberat yang
teramati pada suatu bidang horizontal dimana transformasi Fouriernya sebagai
berikut (Blakely, 1996) :



k z z'

1
F (U )    F  
r

dan

dimana, U = potensial gayaberat

 = konstanta gayaberat

e 0
1
F    2
k
r


(14)

 = anomali rapat massa
r = jarak

sehingga persamaannya menjadi :

F (U )  2  

e



k z0  z '


(15)

k

Berdasarkan persamaan 12, transformasi Fourier anomali gayaberat yang diamati
pada bidang horizontal diberikan oleh :
  1
F (g z )    F

 z r 
 1
   F 
z  r 

F ( g z )  2   e



k z0  z '



dimana gz = anomali gayaberat

(16)
z 0 = ketinggian titik amat

25

k = bilangan gelombang

z = kedalaman benda anomali

Jika distribusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masingmasing nilai gayaberat, maka  = 1, sehingga hasil transformasi Fourier anomali
gayaberat menjadi :

A

C e



k z0  z '



(17)

dimana A = amplitudo dan C = konstanta
Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan
digunakan untuk memisahkan data regional dan residual. Untuk mendapatkan
estimasi lebar jendela yang optimal dilakukan dengan cara menghitung logaritma
spektrum amplitudo yang dihasilkan dari transformasi Fourier pada persamaan 12
sehingga memberikan hasil persamaan garis lurus. Komponen k menjadi
berbanding lurus dengan spektrum amplitudo.

Ln A  ( z 0  z ' ) k

(18)

Dari persamaan garis lurus di atas, melalui regresi linier diperoleh batas antara
orde satu (regional) dengan orde dua (residual), sehingga nilai k pada batas
tersebut digunakan sebagai penentu lebar jendela. Hubungan panjang gelombang
() dengan k diperoleh dari persamaan (Blakely, 1996):
k

2



  ( N  1)x
dimana N = lebar jendela, maka didapatkan nilai estimasi lebar jendela.

(19)

26

Zona regional

Zona residual

Ln A

Batas zona regional-residual

Zona noise

k

Gambar 9. Kurva Ln A terhadap k (Blakely, 1996)
Untuk estimasi kedalaman didapatkan dari nilai gradien persamaan garis lurus
dari masing-masing zona.

E.Teknik Gradien

Interpretasi anomali gayaberat memberikan hasil yang tidak unik yaitu untuk satu
penampang anomali gayaberat dapat memberikan hasil yang beragam (sifat
ambiguity)