THE DIFFERENCES OF LEARNING ACHIEVEMENT OF SOCIAL SCIENCE USING BASSED TEST AND LEARNING STYLE OF VIII GRADE STUDENT OF MTs NEGERI GUNUNGREJO KECAMATAN WAYLIMA KABUPATEN PESAWARAN

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan perkembangan teknologi, pembangunan disemua bidang kehidupan semakin berkembang. Hal ini sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia. Perkembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara adil dan merata, untuk mewujudkan keberhasilan hal ini tentu saja membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, peduli dan jujur.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, Sisdiknas (2006:46) Oleh karena itu bidang pendidikan merupakan tanggung jawab bersama yaitu pemerintah, keluarga dan masyarakat.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai peran penting dalam upaya mengembangkan dan membina kemampuan peserta didik secara optimal diharapkan dapat meningkatkan potensi sumber daya manusia. Hal ini dapat


(2)

dicapai dengan pembelajaran yang berkualitas atau bermutu, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Berhasil atau tidaknya pembelajaran yang dilakukan dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai peserta didik melalui pengukuran dan penilaian.

Menurut Hamalik (2003:156) penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana siswa telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran. Dengan demikian penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran, karena dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode pembelajaran yang digunakan dan keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi. Berdasarkan hasil penilaian pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan tindakan atau langkah selanjutnya yang harus dilakukan.

Teknik dan alat penilai yang baik dapat digunakan pendidik sebagai sarana untuk memperoleh berbagai informasi tentang keadaan belajar para peserta didik. Penggunaan berbagai teknik dan alat penilai harus disesuaikan dengan tujuan penilaian, waktu yang tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik dan banyaknya materi pembelajaran. Alat penilaian yang sering digunakan oleh guru adalah (1) tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan; (2) observasi dan (3) wawancara. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dapat dilihat dari jenis tes yang diberikan kepada siswa dan ketepatan tes sesuai atau tidaknya dengan karakteristik yang dimiliki siswa, maka seharusnya dalam penyusunan tes perlu adanya pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut (1) siswa mempunyai


(3)

keterbatasan kemampuan dalam menampung, mengorganisasikan dan menampilkan perolehan belajarnya, (2) siswa mempunyai perbedaan dalam kecepatan menerima bahan pelajaran, (3) keteraturan dalam menyelengarakan ujian berarti keteraturan pula dalam memantau mutu hasil belajar, (4) ujian perlu diselenggarakan bukan hanya secara teratur tetapi juga harus bertahap dan berkala Umar (2000 : 60).

Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis yang terdiri dari tes uraian dan pilihan jamak, ini sering digunakan guru untuk mengetahui prestasi siswa. Diantara kedua tes tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tes uraian menurut Arikunto (2006:161) antara lain (1) mudah disiapkan dan disusun, (2) tidak memberikan kesempatan siswa untuk berspekulasi dalam menjawab soal, (3) mendorong siswa untuk mengungkapkan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang baik, (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri, (5) dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu yang diteskan.

Adapun kelebihan tes pilihan jamak antara lain sebagai berikut : (1) tes bentuk ini memiliki karakteristik yang baik untuk suatu alat pengukur hasil belajar siswa. Karakter yang baik tersebut yaitu lebih fleksibel dalam implementasi evaluasi dan efektif untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan belajar mengajar, (2) item tes bentuk ini yang dikonstruksi dengan intensif dapat mencakup hampir seluruh bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru di kelas, (3) item tes tepat untuk mengukur penguasaan informasi para siswa yang hendak dievaluasi, (4) item tes dapat mengukur kemampuan intelektual atau kognitif, afektif dan psikomotor siswa, (5) dengan menggunakan kunci jawaban yang sudah disiapkan secara


(4)

terpisah, jawaban siswa dapat dikoreksi dengan lebih mudah, (6) hasil jawaban siswa yang diperoleh dari tes dapat dikoreksi bersama baik oleh guru maupun siswa dengan situasi yang lebih kondusif, (7) item tes yang sudah dibuat terpisah antara lembar soal dan jawaban, dapat dipakai secara berulang-ulang, Sukardi (2008 : 125-126).

Gaya kognitif adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seseorang dalam menerima informasi. Menurut Keefe (dalam Uno, 2008: l80) mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar yang menggambarkan kebiasaan berfikir yang relatif tetap dalam diri seseorang dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah maupun dalam penyimpanan informasi. Kedudukan gaya kognitif dalam proses pembelajaran sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian guru, hal ini sesuai pendapat Reigluth (1996: 121) bahwa dalam variabel pengajaran gaya kognitif merupakan salah satu karakteristik siswa yang masuk dalam variabel kondisi pembelajaran disamping karakteristik siswa lainnya seperti motivasi, sikap, bakat, minat, kemampuan berfikir dan lain-lain. Peran gaya kognitif dalam proses pembelajaran menurut Woolfolk (2004:119) bahwa implementasinya dalam pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Kenyataan yang terjadi di lapangan nilai IPS kurang menggembirakan. Seperti halnya yang terjadi di MTs Negeri Gunungrejo, nilai rata-rata prestasi belajar belum dapat memenuhi KKM yang ditentukan yaitu 60. Hal ini dimungkinkan dari sistem penilaian yang diberikan belum sesuai dengan karakteristik atau gaya kognitif yang dimiliki siswa. Berdasarkan hasil pra riset penguasaan materi khususnya siswa kelas VIII MTs Negeri Gunungrejo pada mata pelajaran IPS sebagian besar belum tuntas. Dari siswa sebanyak 104 ada 54


(5)

siswa yang belum tuntas atau 52% sehingga daya serap baru mencapai 48%, ini berarti bahwa prestasi belajar siswa dapat dikatakan masih rendah, karena

sebagian besar siswa belum mencapai standar minimal yang ditentukan oleh sekolah. Hal ini sesuai pendapat Djamarah dkk (2006: 121-122) bahwa apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% saja yang dikuasai oleh siswa maka tingkat keberhasilan yang telah dicapai siswa relatif rendah atau masih kurang. Gambaran ketuntasan siswa secara lengkap seperti dalam tabel di bawah ini Tabel 1.1 Nilai Mata Pelajaran IPS Tes Subsumatif I dan Tes Subsumatif II Kelas

VIII MTs Negeri Gunungrejo Tahun Pelajaran 2011/2012

No Kelas Jumlah Siswa

Nilai Rata-Rata Keterangan Tes

Subsumatif I

Tes Subsumatif

II

Tuntas Belum Tuntas

1 VIII A 26 5,48 5,63 12 14

2 VIII B 28 5,44 5,63 12 16

3 VIII C 26 5,46 5,64 13 13

4 VIII D 24 5,66 5,71 13 11

Jumlah 104 50 54

Sumber: MTs. Negeri Gunungrejo

Berdasarkan data di atas tingkat keberhasilan belajar siswa masih rendah. Hal ini diduga bahwa proses pembelajaran pada tahab penilaian merupakan salah satu faktor penyebab kurang berhasilnya dalam belajar siswa, ditinjau dari nilai yang diperoleh siswa.

Seorang pendidik dalam merancang kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) tahap analisis, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan yang hendak dicapai, (2) tahap sintesis, dimana pada tahap ini merencanakan proses yang akan ditempuh, (3) tahap evaluasi, yaitu menentukan alat untuk menentukan penilaian tentang kualitas sesuatu.


(6)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SLTP, mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang MTs mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Melalui pembelajaran ini peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta kedamaian.

Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, kompreherensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan masyarakat.

Dalam kegiatan penilaian, yang sering dilakukan adalah dengan memberikan soal uraian atau soal pilihan jamak. Ada sebagian siswa mampu mengerjakan soal pilihan jamak dengan baik tetapi tidak mampu mengerjakan soal uraian. Begitu juga sebaliknya. Sebagian siswa mampu mengerjakan soal uraian dengan baik tetapi dalam mengerjakan soal pilihan jamak banyak kegagalan dan hanya sebagian kecil yang mampu mengerjakan soal uraian dan soal pilihan jamak. Hal ini dimungkinkan rendahnya nilai yang diperoleh siswa MTs Negeri Gunungrejo kelas VIII pada mata pelajaran IPS karena adanya kesalahan dalam memberikan perlakukan tes terhadap siswa. Dalam proses pembelajaran terlihat perbedaan karakteristik siswa atau cara siswa dalam belajar, mengingat, merespon materi pelajaran. Hal ini yang sering disebut gaya kognitif oleh pakar pendidikan.


(7)

Berdasarkan pengamatan ada sebagian siswa yang cocok belajar sendiri, mengerjakan soal secara mandiri, belajar tidak memerlukan banyak petunjuk, ada yang semangat ingin tahu, selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Karakteristik di atas merupakan ciri-ciri siswa yang mempunyai gaya kognitif

Field Independent. Selain karakteristik di atas ada sebagian siswa yang senang belajar kelompok, dalam mengerjakan soal kurang percaya diri. Belajar dan mengerjakan tugas memerlukan petunjuk yang sangat rinci, semangat ingin tahu rendah, tidak mengerjakan tugas-tugas dengan baik, belajar lebih senang mendengarkan ceramah guru dari pada membaca buku sendiri. Karakteristik ini merupakan ciri-ciri dari siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependent. Bentuk soal yang digunakan untuk penilaian akan memberikan dampak berbeda pada masing-masing gaya kognitif siswa. Berdasarkan hal tersebut sebagai upaya untuk mengurangi permasalahan di atas perlu dilakukan pemberian tes dalam bentuk soal uraian agar siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki serta dapat berfikir kritis dan kreatif. Disamping itu juga memberikan soal tes dalam bentuk pilihan jamak. Pemberian dua bentuk soal akan terlihat perbedaan prestasi peserta didik yang kaitannya dengan gaya kognitif masing-masing siswa. Untuk mengetahui perbedaannya maka dilakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Prestasi Belajar IPS Berdasarkan Bentuk Soal dan Gaya Kognitif pada Kelas VIII MTs Negeri Gunungrejo Kecamatan Waylima, Kabupaten Pesawaran”.


(8)

1.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi sejumlah masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Kemampuan siswa dalam mengerjakan soal masih rendah baru mencapai 48% yang memenuhi KKM

2. Masih ada siswa yang mengalami kesulitan apabila diberikan tes dalam bentuk uraian

3. Guru mengalami kesulitan mengukur sejauh mana tingkat penguasaan materi pelajaran pada saat siswa diberikan tes dalam bentuk pilihan jamak 4. Guru belum mengetahui karakter dan gaya kognitif masing-masing siswa 5. Dalam penilaian belum memadukan antara soal uraian dan pilihan jamak. 6. Belum mengetahui interaksi antara bentuk soal uraian dan soal pilihan

jamak

7. Belum mengetahui perbedaan pencapaian prestasi belajar yang diperoleh melalui tes dalam bentuk uraian dengan tes dalam bentuk pilihan jamak 8. Belum mengetahui perbedaan pencapaian prestasi belajar antara siswa

yang memiliki gaya kognitif field independent dan field dependent jika diberikan soal uraian.

9. Belum mengetahui perbedaan pencapaian prestasi belajar siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dan field dependent jika diberikan soal pilihan jamak.


(9)

1.2 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai barikut:

1. Interaksi antara bentuk soal dan gaya kognitif terhadap prestasi belajar siswa. 2. Perbedaan pencapaian prestasi belajar siswa yang diperoleh melalui soal uraian soal pilihan jamak.

3. Perbedaan pencapaian prestasi belajar siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dan field dependent jika diberikan soal bentuk uraian. 4. Perbedaan pencapaian prestasi belajar siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dengan field dependent jika diberikan soal bentuk pilihan jamak.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka perumusan masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Apakah terdapat interaksi antara bentuk soal dan gaya kognitif terhadap prestasi belajar siswa MTs Negeri Gunungrejo.

2 Apakah pencapaian prestasi belajar IPS siswa MTs Negeri Gunungrejo yang diperoleh melalui tes uraian lebih tinggi dari pada tes dalam bentuk pilihan jamak ?

3 Apakah pencapaian prestasi belajar siswa MTs Negeri Gunungrejo yang memiliki gaya kognitif field independent lebih tinggi jika diberikan tes dalam bentuk uraian dari pada tes dalam bentuk pilihan jamak


(10)

4 Apakah pencapaian prestasi belajar siswa MTs Negeri Gunungrejo yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih rendah jika diberikan tes bentuk soal uraian. dari pada soal pilihan jamak.

1.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang: 1. Interaksi antara bentuk soal dan gaya kognitif terhadap prestasi belajar

siswa.

2. Perbedaan pencapaian prestasi belajar antara siswa yang diberikan tes dalam bentuk uraian dan tes dalam bentuk pilihan jamak

3. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent jika diberikan soal uraian. 4. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya kognitif field

independent dengan field dependent jika diberikan soal pilihan jamak .

1.2 Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, pengembangan konsep, teori, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan dan kawasan pengelolaan pendidikan.

2. Secara Praktis

Dari hasil penelitian ini secara praktis agar dapat digunakan umpan balik dan bahan acuan tentang manfaat pengembangan bentuk soal dari indikator pencapaian kompetensi, dengan siswa terbiasa mengerjakan soal


(11)

baik soal uraian maupun soal pilihan jamak, sehingga antara siswa yang mempunyai gaya kognitif yang berbeda keduanya dapat mencapai prestasi yang diharapkan.

a. Bagi siswa, penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam meningkatkan prestasi, bagi siswa yang mempunyai gaya kognitif field independent dapat meningkatkan prestasinya dengan banyak berlatih mengerjakan soal-soal pilihan jamak, kemudian siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependent dapat meningkatkan prestasinya dengan banyak berlatih dan mengerjakan soal uraian.

b. Bagi guru IPS, hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan banyak memberikan latihan-latihan soal, baik soal uraian maupun soal pilihan jamak, dengan banyak memberikan latihan soal, siswa akan lebih paham apabila menghadapi soal-soal ujian. . c. Bagi Peneliti lain, dapat mengembangkan penelitian tentang gaya

kognitif yang kaitannya dengan peningkatan prestasi belajar, yang lebih komplek sehingga penelitian selanjutnya akan berangsur sempurna. d. Bagi penulis buku, hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam membuat buku landasan teori tentang gaya kognitif, sehingga dapat mensistematiskan dalam pengelompokan gaya kognitif, dan dapat bermanfaat bagi peneliti lainnya.


(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Belajar dan Pembelajaran 2.1.1.1 Teori Belajar

Belajar sebagai suatu kegiatan mental individu yang memprestasikan perubahan tingkah laku maupun perubahan pola pikir, dengan adanya perubahan tersebut maka dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar telah terjadi (Norman, 1995:127). Proses belajar berlangsung seumur hidup dan akan terjadi penambahan ilmu pengetahuan dan pangalaman secara berangsur-angsur, sehingga akan membawa perubahan dalam diri seseorang atau individu.

Menurut teori belajar konstruktivisme bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukan suatu fakta yang tinggal ditemukan melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajari, sesuai pendapat Van Glasersfeld dalam Sardiman(2002:37) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan, pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi pengetahuan suatu akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Selanjutnya Pendapat Bettencourt bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakekat


(13)

realita tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.

Menurut Paul Suparno dalam Sadirman (2002:38) mengemukakan ciri atau prinsip belajar yang berhubungan dengan teori konstruktivisme adalah : (l) belajar berarti mencari makna, (2) konstruksi makna adalah proses yang terus menerus, (3) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru, (4) hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik dan lingkungan. (5) hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si subyek belajar. Menurut Vygotsky dalam Woolfolk (2004:50) menyatakan pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungan akan menggunakan fisik berupa alat indra untuk menangkap dan menyerap dalam saraf otak untuk mengelola informasi yang diperoleh. Ide dasar lain dari Vygotsky adalah scaffolding, yang maksudnya adalah memberikan dukungan dan bantuan kepada seseorang yang sedang awal belajar, kemudian sedikit demisedikit mengurangi dukungan dan bantuan setelah mampu untuk memecahkan problem dan tugas yang dihadapi.

Menurut Thorndike dalam Sagala (2007:57) berpendapat bahwa proses belajar dapat terjadi tanpa diikuti oleh gejala-gejala lahiriah dari perubahan tingkah laku individu. Kemudian prinsip belajar menurut Thorndike adalah: (l) kematangan, kesiapan belajar dan motivasi berperan penting dalam mencapai keberhasilan belajar, (2) perubahan tingkah laku dan hasil belajar dapat diperkuat dengan menggunakan hadiah (reward), sebaliknya dapat diperlemah dengan


(14)

menggunakan hukuman, (3) dalam beberapa aspek belajar bidang kognitif, afektif dan psikomotor terutama dalam belajar keterampilan.

Pendapat Gagne dalam Sagala (2007:l7) belajar merupakan suatu proses yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, kemudian timbulnya kapabilitas disebabkan: (l) stimulus yang berasal dari lingkungan, (2) proses kognitif yang dilakukan oleh siswa. Setelah orang mengalami belajar, akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Gagne juga berpendapat bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu, ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Teori belajar cognitive developmental, teori ini berkenaan dengan kesiapan siswa untuk belajar, yang dirancang dalam tahab perkembangan intelektual dari lahir sampai dewasa. Setiap perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.

Menurut Piaget (l973:l56) pengalaman pendidikan harus dibangun pada sekitar struktur kognitif pembelajar . Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung memiliki struktur kognitif yang yang sama, tetapi mungkin juga memiliki struktur kognitif yang berbeda , dan karenanya membutuhkan materi belajar yang berbeda pula. Disatu sisi materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif anak maka tidak akan bermakna bagi anak. Jika di sisi lain, materi bisa diasimilasikan secara komplet, tidak akan ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar terjadi materi perlu sebagian sudah diketahui dan sebagian belum diketahui, bagian yang sudah diketahui akan diasimilasi dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam stuktur


(15)

kognitif anak. Jadi menurut piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual.

Menurut Hamalik (2003:36) belajar merupakan modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dengan demikian belajar merupakan suatu proses atau suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas lagi bahkan mengalami dan hasil belajar itu sendiri bukan haya penguasaan hasil latihan akan tetapi juga menyangkut tentang perubahan tingkah laku.

Morgan dalam Dalyono (2007:211) mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Dalam belajar seluruh kepribadian ikut aktif, sehingga dapat merespon sesuatu yang dipelajari. Latihan sangat penting dilakukan agar meresap dalam otak sehingga dapat dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hilgard dkk dalam Dalyono (2007: 211-212) belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku ini tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang.

Pendapat tersebut yang dimaksud pengalaman yang berulang-ulang tidak lain adalah latihan–latihan yang diberikan individu atau siswa, sedangkan perubahan


(16)

tingkah laku yang disebabkan oleh perubahan fisik dan mental atau kematangan bukan termasuk dalam hal belajar.

Dalyono (2007: 49) berpendapat bahwa belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Kemudian menurut Watson dalam Budiningsih (2005:22) belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan renpon yang dimaksud berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dalam hal ini belajar adalah kegiatan manusia yang sangat penting dan dapat dilaksanakan secara maksimal untuk dapat menguasai atau memperoleh sesuatu yang dapat merubah dirinya lebih baik dan lebih maju. Adapun perwujudan dari perilaku belajar biasanya tampak dalam perubahan-perubahan perilaku kehidupan sehari-hari.

Belajar merupakan suatu proses yang sangat kompleks, dan prosesnya sulit diamati, tetapi hasil dari perbuatan atau tindakan belajar dapat diamati berdasarkan perubahan tingkah laku masing-masing individu. Besar kecilnya hasil dari proses pembelajaran sangat bergantung kepada unsur-unsur baik di dalam diri siswa maupun di luar diri siswa.

Beberapa pendapat di atas bahwa yang dimaksud belajar adalah proses perubahan yang meliputi perubahan tingkah laku, sikap kebiasaan, ilmu pengetahuan, pemahaman dan keterampilan, yang mengarah pada sesuatu yang baik. Perubahan Yang dimaksud diperoleh melalui pengalaman yang didapat dari lingkungan situasi belajar.


(17)

2.1.1.2. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses yang dirancang sedemikian rupa dengan berbagai sumber belajar untuk mendapatkan suatu hasil berupa pengetahuan, keterampilan atau perubahan prilaku bagi yang belajar.

Menurut Dunkin dan Biddle dalam Sagala (2007:64) berpendapat bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (l) kompetensi penguasaan materi pembelajaran, dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran. Dalam hal ini guru mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Seorang guru harus menguasai bahan ajar dan mempunyai metode sebagai strategi yang dapat digunakan untuk mempermudah siswa dalam menguasai ilmu pengetahuan dengan suasana belajar yang menyenangkan.

Menurut Prawiradilaga (2008:l8) pembelajaran adalah proses yang dapat dilakukan oleh individu untuk memperoleh sesuatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Pembelajaran menurut Dimyati (2006:227) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada media sumber belajar.

Dalam pembelajaran guru yang kompeten, sumber belajar, alat peraga, media sangat penting, hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2003: 50) bahwa unsur-unsur yang terkait dalam pembelajaran adalah : (1) motivasi siswa, (2) bahan belajar, (3) alat bantu belajar, (4) suasana belajar, (5) kondisi subjek yang belajar.


(18)

Kemudian unsur lain yang ada kaitannya dengan pembelajaran adalah : (1) manusiawi, (2) material, (3) fasilitas dan perlengkapan, (4) prosedur.

Unsur-unsur belajar maupun pembelajaran sifatnya dinamis, maka seorang guru harus memahami hal tersebut agar dapat melaksanakan tugasnya. Pembelajaran secara efektif dan efisien yang dapat mengubah perilaku seseorang menjadi lebih baik dan lebih maju. Dengan demikian proses pembelajaran akan mempunyai makna perubahan yang berarti pada diri siswa.

Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber untuk belajar, Barbara B. Seels (l994:l0). Selanjutnya menjelaskan bahwa teori terdiri dari konsep konstruk, prinsip dan proposi yang memberikan sumbangan yang memberikan khasanah pengetahuan , sedangkan praktek merupakan penerapan pengetahuan dalam pemecahan permasalahan. Kawasan desain dan kawasan pengembangan merupakan sumbangan teoritik terbesar pada teknologi pembelajaran. Pada kawasan pemanfaatan secara teoritis belum banyak peminatnya sehingga belum banyak mengalami perkembangan, sedangkan kawasan pengelolaan selalu ada dalam bidang karena sumber berlangsungnya setiap fungsi yang selalu harus diawasi (dikelola). Kawasan penilaian sudah ada tapi masih menggantungkan dari penelitian lain, sumbangan utama dari bidang ini adalah sumbangan evaluasi formati dan sumatif. Proses merupakan serangkaian operasi atau kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil tertentu, kemudian sumber merupakan yang hal mendukung terjadinya belajar, termasuk sistem pelayanan, bahan pembelajaran dan lingkungan, sedangkan belajar adalah


(19)

hal-hal yang menyangkut adanya perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku seseorang karena pengalaman.

Dari beberapa pendapat tentang teori belajar, pembelajaran, makna belajar diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses yang sebelumnya dapat direncanakan serta melibatkan unsur-unsur yang ada kaitannya dengan belajar agar siswa dapat belajar secara aktif , bermakna dan nyaman. Belajar dimulai dari sejak kecil sampai dengan dewasa , dan perlu motiasi dan kesiapan siswa,

2.1.1.3 Prestasi Belajar IPS

Sesuatu yang diperoleh dari proses belajar merupakan hasil belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang meliputi tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif pada dasarnya memfokuskan pada kemampuan berfikir mengingat dan memecahkan masalah. Domain afektif berhubungan dengan nilai, sikap, minat dan apresiasi sedangkan domain psikomotorik berkaitan dengan praktek atau keterampilan.

Bloom dalam Sukardi (2008:104) membagi domain kognitif atas enam tingkatan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi : Pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi sering disebut ranah C1 sampai dengan C6.

Prestasi belajar merupakan keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu, Muhibbin ( 2002: 141).


(20)

Menurut Arifin (2003:27) prestasi belajar adalah hasil dari suatu usaha, kemampuan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal di bidang pendidikan. Kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan manusia terjadi pada tingkat dan jenis tertentu yang berada dibangku sekolah. Dengan demikian prestasi belajar dicapai oleh siwa setelah mengikuti proses belajar dan keberhasilannya dapat diukur dengan melakukan tes.

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat Madrasah Tsanawiyah, mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Pada jenjang MTs mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Mata pelajaran ini dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komperhensip dan terpadu dalam pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan masyarakat.

Melalui pembelajaran ini siswa diarahkan untuk menjadi warga negara demokratis, bertanggung jawab dan cinta damai.

Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil dari kegiatan belajar siswa sebagai hasil interaksi pengalaman yang didapat pada lingkungan situasi belajar khususnya pada aspek kognitif yang ditetapkan dalam nilai yang berbentuk angka yang diperoleh melalui alat tes dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial.


(21)

2.1.2 Bentuk Soal

Bentuk soal yang digunakan pendidik untuk mengukur hasil belajar disesuaikan dengan siswa yang hendak diukur. Soal pilihan jamak dan soal uraian sering digunakan guru untuk pelaksanaan ulangan harian atau mid semester. Dalam penyusunan soal perlu memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal, agar dapat menghasilkan alat ukur yang valid dan reliabel sehingga dapat mencerminkan secara tepat hasil belajar atau prestasi yang dicapai peserta tes setelah selesai mengikuti proses pembelajaran. Adapun penjelasan dari kedua bentuk soal di atas sebagai berikut

2.1.2.1 Soal Uraian

Menurut Sukardi (2008:94) tes uraian atau sering disebut essay test adalah satu bentuk tes tertulis yang susunannya terdiri atas item-item pertanyaan yang masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut jawaban siswa melalui uraian-uraian kata yang merefleksikan kemampuan berfikir siswa. Selanjutnya pendapat Sudijono (2005 : 100) membedakan tes uraian menjadi dua gabungan yaitu : tes uraian bentuk bebas atau terbuka dan tes uraian bentuk terbatas. Tes uraian dalam bentuk terbuka jawaban yang dikehendaki muncul dari testee

sepenuhnya, artinya testee mempunyai kebebasan seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan, dan menyajikan jawaban dalam bentuk uraian. Adapun tes uraian dalam bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki sifatnya lebih terarah. Ketepatan penggunaan tes uraian menurut Sudijono (2005 : 101) tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat digunakan apabila pembuat soal disamping ingin mengungkap daya ingat dan


(22)

pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang dinyatakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam memaknai berbagai macam konsep berikut aplikasinya.

Sesuai halnya dengan pendapat Arikunto (2006:161) tes uraian menuntut kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengintepretasikan, menghubungkan pengertian yang dimiliki dengan menggunakan kata-kata sendiri sehingga memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan ide-ide secara bebas sesuai dengan materi pelajaran yang diperoleh atau didapat dari berbagai pengalaman.

Pendapat di atas bahwa untuk mengukur hasil belajar secara komplek dan memiliki kemampuan dalam mengintepretasikan kata melalui uraian jawaban yang diberikan siswa. Dengan seringkali diberikan latihan soal bentuk uraian kepada siswa, maka akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

Kelebihan tes bentuk uraian menurut Sukardi (2008: 101) adalah: (1) mengukur proses mental pada siswa dan menuangkan ide ke dalam jawaban item secara tepat, (2) mengukur kemampuan siswa dalam menjawab malalui kata dan bahasa mereka sendiri, (3) mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai dan menyatakan pemikiran siswa secara aktif, (4) mendorong siswa berani mengemukakan pendapat serta menyusun dari bentuk kalimat mereka sendiri, (5) mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami soal permasalahan atas dasar pengetahuan yang diajarkan di dalam kelas.


(23)

Menurut pendapat Zainul dkk (2001: 37) kelebihan bentuk soal uraian adalah (1) tes uraian dapat digunakan dengan baik untuk mengukur hasil belajar, (2) tes bentuk uraian terutama menekankan kepada pengukuran kemampuan dan keterampilan mengintegrasikan buah pemikiran dan sumber informasi ke dalam suatu pola berfikir tertentu disertai dengan kemampuan memecahkan masalah, (3) bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta tes untuk belajar dibandingkan dengan bentuk tes yang lain, (4) memudahkan guru untuk menyusun butir soal dan (5) tes urain sangat menekankan kemampuan menulis. Selain kelebihan-kelebihan yang diuraikan di atas soal uraian mempunyai beberapa kelemahan. Sesuai dengan pendapat Sukardi (2008: 101) tes uraian mempunyai beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya sebagai berikut (a) dalam memeriksa jawaban pertanyaan ada kecenderungan pengaruh subyektif yang selalau muncul dalam pribadi seorang guru, (b) pernyataan yang disusun serorang guru cenderung kurang bisa mencakup seluruh materi yang telah diberikan, (c) bentuk pertanyaan yag memiliki arti jamak sering membuat kesulitan, sehingga muncul unsur-unsur menerka dan jawaban dengan ragu-ragu, ditambah lagi aspek mana yang ditekankan juga sukar dipastikan.

Diperjelas lagi pendapat Arikunto (2006:161) beberapa kelemahan tes uraian antara lain (1) kadar valaiditas dan reliabilitas sukar, (2) kurang representatif untuk mewakili seluruh bahan pelajaran yang akan diteskan karena jumlah soalnya terbatas, (3) cara memeriksanya dipengaruhi unsur subyektif dari siswa ataupun waktu dalam memeriksa hasil tes, (4) memeriksa lebih sulit karena perlu


(24)

pertimbangan individual dari penilai, pemeriksaan memerlukan waktu yang relatif lama dan tak dapat diwakili kepada orang lain.

Agar dapat meminimalkan sesuatu hal yang membuat lemahnya tes uraian, dalam menyusun soal perlu memperhatikan hal sebagai berikut (a) menyediakan waktu yang cukup untuk menyusun pertanyaan dalam bentuk soal, (b) item pertanyaan yang direncaakan hendaknya memuat persoalan penting yang telah diajarkan dalam proses belajar mengajar, (c) permasalahan yang hendak dirumuskan memiliki arti yang dinyatakan secara eksplisit dan tujuan instruksional, (d) kata-kata yang digunakan dalam pertanyaan hendaknya tidak diambil secara langsung dari buku atau catatan, para guru atau eveluator dapat memodifikasi atau menggunakan kata lain yang mungkin artinya sama agar siswa tidak semata-mata menghapal, (e) sebaiknya dilengkapi kunci jawaban. Membuat kunci jawaban sebaiknya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembuatan pertanyaan, (f) pertanyaan yang direncanakan sebaiknya dibuat bervariasi yang bisa mencakup unit-unit mata pelajaran yang telah diajarkan di kelas (Sukardi, 2008: 101-102).

Uraian pendapat di atas telah mengemukakan beberapa kelemahan tes uraian, meskipun demikian tes uraian tetap digunakan guru sebagai alat untuk mengukur hasil belajar siswa, karena selain dari kelemahan masih banyak segi positifnya dan manfatnya. Baik atau tidaknya soal uraian yang akan digunakan untuk penilaian tergantung dari guru atau evaluator yang membuat item tes tersebut. Guru dalam menyusun soal uraian perlu memperhatikan aturan-aturan agar soal yang akan digunakan dalam penelitian tetap valid dan reliabel.


(25)

2.1.2.2 Soal Pilihan Jamak

Soal pilihan jamak ( Multiple choice ) atau sering di sebut soal pilihan ganda merupakan bentuk tes objektif yang telah disediakan jawabannya, dan mempuyai beberapa alternatif jawaban. Biasanya soal ini digunakan oleh guru untuk mengukur kemampuan siswa tentang pengetahuan, fakta, aplikasi dan batasan atau definisi. Pengetahuan fakta sangat penting bagi para siswa yang menekuni bidang pendidikan kejuruan terutama ketika akan melakukan praktek, jika telah memahami fakta maka akan mengurangi tingkat kesalahan. Selain itu mempunyai fungsi untuk mendidik siswa agar kelak bukan hanya menguasai teori saja tetapi juga menguasai aplikasi. Soal pilihan jamak dapat digunakan untuk mengukur batasan atau definisi-definisi pengetahuan yang sudah jelas.

Item pilihan jamak pada dasarnya terdiri atas sebuah pokok persoalan atau problem dan daftar pilihan yang dianjurkan untuk diisi oleh siswa yang hendak dievaluasi. Selain itu setiap item tes juga dibedakan dalam dua bagian peting, yaitu pokok persoalan dan jawaban alternatif. Pokok persoalan (stem of item) yaitu bagian inti kalimat yang berisikan problematika hasil pembelajaran yang hendak ditanyakan jika dilihat lebih mendalam pokok presoalan pada tes objektif jenis pilihan jamak dapat dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu dengan pertanyaan langsung dan pertanyaaan tidak langsung. Selain dari pokok persoalan, berikutnya adalah bagian alternaif jawaban, bagian ini telah direncanakan oleh evaluator secara sistematis dan cermat, karena mengandung satu jawaban benar dan sisanya jawaban salah. jawaban salah fungsinya untuk pengecoh bagi siswa yang tidak belajar dengan baik yang sering disebut penjebak (distracter).


(26)

Keunggulan butir soal pilihan jamak dijelaskan oleh Zainul dkk (2001:73) sebagai berikut: (1) butir soal dapat dikonstruksi dan digunakan untuk mengukur segala level tujuan instruksional, (2) karakteristik butir soal hanya menuntut waktu kerja peserta tes sangat minimal, (3) penskoran hasil kerja peserta dapat dikerjakan secara objektif, (4) tipe butir soal dapat di konstruksikan sehingga menuntut kemampuan peserta tes untuk membedakan berbagai tingkatan kebenaran sekaligus, (5) jumlah option yang dapat disediakan lebih dari dua, sehingga akan dapat mencegah keinginan peserta tes untuk menebak, (6) memungkinkan dilakukan analisa butir soal secara baik, (7) tingkat kesukaran butir soal dapat dikendali dengan hanya mengubah tingkat homogenitas alternatif jawaban, (8) informasi yang diberikan lebih kaya.

Menurut pendapat Arikunto (2006:160) terdapat kebaikan dan kelemahan tes pilihan jamak, kebaikannya adalah (1) lebih banyak mengandung segi-segi yang positif misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahasan, (2) lebih objektif dapat dihindari subjektivitas dari siswa maupun guru yang memeriksanya, (3) lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi misalnya scanner, (4) pemeriksaannya dapat diserahkan ke orang lain, (5) tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.

Selain kebaikan, tes pilihan jamak juga terdapat kelemahan diataranya adalah (1) perlu persiapan khusus dalam menyusun dan jauh lebih sulit dari tes uraian karena soalnya harus lebih teliti untuk menghindari kesalahan penulisan soal, kunci jawaban, tata letak penulisan alternatif jawaban, (2) cenderung mengungkapkan


(27)

ingatan dan daya pegenalan kembali sehingga sukar mengukur proses mental dan proses daya serap siswa, (3) memungkinkan menjawab dengan untung-untungan, (4) memungkinkan bekerja sama dalam mengerjakan soal pada waktu pelaksanaan ujian.

Kelemahan-kelemahan tes pilihan jamak juga dikemukakan oleh Sukardi (2008:126) sebagai berikut: (1) konstruksi item tes pilihan lebih sulit serta membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan penyusuan item tes betuk objektif lainnya, (2) tidak semua guru senang menggunakan tes bentuk soal ini untuk mengukur hasil pembelajaran yang telah diberikan dalam kurun waktu tertentu misalnya satu semester atau satu kuartal, (3) item tes piliihan jamak kurang dapat mengukur kecakapan siswa dalam mengorganisasi materi hasil pembelajaran, (4) item tes pilihan jamak memberi peluang kepada siswa untuk menerka jawaban.

Beberapa pendapat di atas bahwa soal pilihan jamak mempunyai kelebihan tetapi juga mempunyai kelemahan. Adapun kelebihannya antara lain dapat mengukur kompetensi dasar yang lebih kompleks, penskorannya mudah, cepat dan objektif, mampu mengungkapkan tingkat kognitif dari yang rendah ke yang tinggi.

Adapun dari segi kekurangan atau kelemahannya bahwa, soal pilihan jamak dalam menulis soal relatif lebih sulit dan lama, memberi peluang siswa untuk menebak jawaban dan untuk bekerja sama serta kurang mampu meningkatkan daya nalar siswa.


(28)

Untuk dapat mengkonstruksi item tes pilihan jamak yang efektif dan bermanfaat perlu memperhatikan peraturan-peraturan dalam menyusun item tes. Beberapa aturan dalam menyusun tes pilihan jamak adalah: (1) pokok persoalan (stem of item) sebaiknya mengandung permasalahan atau problem yang dinyatakan dalam suatu paragraf, (2) item tes pilihan dengan empat jawaban, banyak digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran siswa. Dari empat jawaban tersebut hanya satu jawaban benar sisanya merupakan alternatif salah, (3) jawaban benar dalam satu tes direkomendasikan untuk diatur secara random pada semua item, (4) kata-kata yang tidak relevan sebaiknya dihilangkan dari stem, agar pertanyaan pada setiap item menjadi lebih jelas, (5) hindari memberi kata-kata pada item yang mengandung petunjuk (clues) yang mengarah pada jawaban benar, baik yang tersirat maupun yang tersurat, (6) penataan jawaban sebaiknya diatur dengan posisi dalam bentuk kolom, tidak dalam bentuk paragraf, karena penempatan jawaban dalam bentuk kolom biasanya lebih mudah dilihat siswa. Situasi ini dapat mempercepat siswa dalam mencari dan memilih jawaban yang disediakan, (7) kalimat pada setiap item sebaiknya menggunakan kalimat positif, kecuali jika guru atau evaluator sangat perlu menggunakan kalimat negatif, (8) semua pilihan jawaban sebaiknya direncanakan, mempunyai peluang atau jumlah kata yang sama, dan tidak mengandung petunjuk jawaban benar, (9) jangan menggunakan item tes pilihan jamak, ketika ada jenis tes lain yang lebih tepat. Sukardi (2008: 127 s/d 129).

Soal pilihan jamak banyak digunakan pendidik sebagai alat untuk mengukur hasil belajar siswa, meskipun terdapat kelemahan-kelemahan. Agar menghasilkan soal tes yang baik, maka dalam menyusun soal pilihan jamak perlu memperhatikan


(29)

aturan-aturan dalam penyusunan soal. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa (1) dari segi materi, soal harus sesuai dengan indikator, pilihan soal harus homogen dan logis, hanya ada satu jawaban yang paling tepat, (2) dari segi konstruksi, pokok soal sedapat mungkin dirumuskan jelas dan singkat, rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan, pokok soal menggunakan pernyataan yang positif, panjang rumusan pilihan jawaban relatif sama, butir soal tidak tergantung pada jawaban soal sebelumnya, (3) dari segi bahasa, menggunakan bahasa yang komunikatif sesuai kaidah bahasa Indonesia, hindari kata-kata atau kalimat yang menyebabkan makna jamak, sehingga membingungkan siswa.

2.1.3 Gaya Kognitif

Setiap individu mempunyai cara yang konsisten dalam belajar untuk memperoleh informasi atau ilmu pengetahuan, ada yang suka belajar berkelompok, ada juga yang suka belajar mandiri. Banyak juga siswa yang lebih senang mendengar informasi atau penjelasan guru, daripada membaca sendiri. Dalam mengerjakan soal ada yang teliti dan berhati-hati, ada pula yang sebaliknya. Cara-cara yang dimiliki siswa inilah yang dimaksudkan dengan gaya kognitif.

Menurut Nasution (2008: 94) gaya kognitif adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat berfikir dan memecahkan soal. Dalam hal ini tidak semua siswa mengikuti cara yang sama, mereka mempunyai cara tersendiri. Gaya kognitif berkaitan erat dengan pribadi seseorang, hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2008: 185) bahwa


(30)

gaya kognitif adalah cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.

Cognitive style atau gaya cognitif adalah faktor yang mempermudah dan mendorong siswa/ mahasiswa untuk belajar dalam situasi yang telah ditentukan (Jahiri, 200l : 7).

Menurut Sardiman (2006:121) bahwa karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa antara lain (1) latar belakang pengetahuan, (2) gaya kognitif (cognitive style), (3) Usia terminologi, (4) inteligensia (5) ruang lingkup minat, (6) sosial ekonomi, (7) kebudayaan, (8) intelegensia (9) attitude (10) prestasi belajar (11) motivasi dan lain-lain.

Gaya kognitif yang dimiliki siswa merupakan cara yang dirasakan cocok bagi diri siswa, sehingga siswa lebih senang dan nyaman dalam belajar. Perbedaan gaya kognitif yang dimiliki siswa perlu mendapatkan perhatian guru selaku pendidik dan evaluator agar hasil pembelajaran dapat maksimal.

Istilah yang sangat erat hubungannya dengan pengertian gaya kognitif adalah gaya belajar. Keefe (dalam Uno, 2008: 180 ) mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar, yang menggambarkan kebiasaan berfikir yang relatif tetap dalam diri seseorang dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah maupun dalam menyimpan informasi.

Kedudukan gaya kognitif dalam proses pembelajaran sangat penting perlu mendapat perhatian guru untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran. Pendapat Reigeluth (1996 : 121) bahwa dalam variabel pengajaran gaya kognitif merupakan salah satu karakteristik siswa yang masuk dalam variabel kondisi


(31)

pembelajaran disamping karakteristik siswa lainnya seperti motivasi, sikap, bakat, minat, kemampuan berfikir dan lain-lain

Nasution (2008: 95-96) membandingkan kedua tipe model gaya kognitif, tampak dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan Gaya Kognitif

No Type Field Dependent Type Field Independent

1 Sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan banyak bergantung pada

pendidikan sewaktu kecil

Kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan oleh pendidikan di masa lampau 2 Dididik untuk selalu memperhatikan

orang lain

Dididik untuk berdiri sendiri dan mempunyai otonomi atas tindakannya 3

Mengingat hal-hal dalam konteks sosial, misalnya gadis :

menggunakan rok menurut panjang yang lazim

Tidak peduli akan norma-norma orang lain

4 Bicara lambat agar dapat dipahami orang lain

Berbicara cepat tanpa menghiraukan daya tangkap orang lain

5

Mempunyai hubungan sosial yang sangat luas; cocok bekerja dalam bidang guidance; counseling, pendidikan dan sosial

Kurang mementingkan hubungan sosial, sesuai untuk jabatan dalam bidang matematis, science, insinyur 6 Lebih cocok bidang psikologis klinis Lebih sesuai memilih psikologi

eksperimen 7 Lebih banyak terdapat di kalangan

wanita

Banyak pria, namun banyak yang overlapping

8 Sukar memastikan bidang mayornya dan sering pindah jurusan

Lebih cepat menentukan bidang mayornya

9

Tidak senang pelajaran matematika, lebih menyukai bidang humanitas dan ilmu-ilmu sosial

Dapat juga menghargai humanitas dan ilmu-ilmu sosial, walaupun lebih cenderung kepada matematika dan ilmu pengetahuan alam

10

Guru yang Field Dependent cenderung diskusi, demokratis

Guru yang Field Independent

cenderung untuk memberikan kuliah, menyampaikan pelajaran, dengan memberitahukannya

11

Memerlukan petunjuk yang lebih banyak untuk memahami sesuatu, bahan hendaknya tersusun langkah demi langkah

Tidak memerlukan petunjuk yang terperinci


(32)

12 Lebih peka akan kritik dan perlu mendapat dorongan, kritik jangan bersifat pribadi

Dapat menerima kritik demi perbaikan

Pada dasarnya siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Dalam hal ini proses pembelajaran yang efektif, penjelasan dan pengarahan pendidik (guru) memberikan dampak yang positif terhadap penguasaan materi pelajaran bagi mereka. Selanjutnya mereka dapat memproses informasi secara baik melalui gaya kognitif masing-masing. Sedangkan bagi siswa yang memiliki gaya kognitif field independent kurang dipengaruhi lingkungan, mereka akan merasakan kurang nyaman dan bosan terhadap proses pembelajaran atau penjelasan guru yang sering diulang. Kurang menyukai pembicaraan yang panjang lebar, sebaliknya lebih menyukai hal-hal yang sifatnya singkat, praktis dan tugas yang sifatnya mandiri.

Dari uraian di atas bahwa gaya kognitif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah gaya kognitif field dependent dan gaya kognitif field independent. Dari kedua gaya ini dibedakan sebagai berikut :

2.1.3.1 Gaya Kognitif Field Dependent

Menurut Witkin dalam Woolfolk (2004: 119) berpendapat bahwa orang yang field dependent akan mempunyai karakteristik atau sifat : (1) sangat dipengaruhi lingkungan atau tergantung pada pendidikan sewaktu kecil, (2) dididik untuk selalu memperhatikan orang lain, (3) mengingat hal-hal dalam kontek sosial, (4) berbicara lambat agar mudah dipahami orang lain, (5) mempunyai hubungan sosial yang luas, (6) memerlukan petunjuk dalam memahami sesuatu, (7) lebih


(33)

peka terhadap kritik, perlu mendapat dorongan dan menghindari kritik yang sifatnya pribadi.

Sedangkan menurut Nasution (2008: 95) bahwa orang yang mampunyai gaya field dependent bersifat : (1) sangat dipengaruhi lingkungan dan banyak bergantung pada pendidikan masa kecil, (2) dididik untuk selalu memperhatikan orang lain, (3) mengingat hal-hal dalam kontek sosial, (4) berbicara lambat agar mudah dipahami orang lain, (5) mempunyai hubungan sosial yang luas, (6) lebih cocok memilih psikologi klinis lebih sukar memilih bidang pilihan, (7) tidak menyukai pelajaran matematika, lebih menyukai bidang humanitas (8) cenderung menyukai diskusi, (9) memerlukan petunjuk lebih banyak untuk memahami sesuatu, (7) lebih peka terhadap kritik dan perlu mendapat dorongan (motivasi).

Dari kedua pendapat di atas bahwa seseorang yang mempunyai gaya belajar field dependent, menyukai materi yang bersifat humanistis dan ilmu-ilmu sosial, mereka lebih unggul dalam menghapal dan merekam kata-kata orang lain. Dalam menerima dan memproses informasi memandang sesuatu lebih luas dan kompleks, sehingga berusaha untuk memadukan fakta-fakta yang dapat mendukung hal-hal yang sedang dibahas atau dipikirkan.

2.1.3.2 Gaya Kognitif Field Independent

Menurut pendapat Witkin dalam Woolfolk (2004: 119) bahwa orang yang mempunyai gaya belajar field independent mempunyai karakteristik : (1) memfokuskan pada detail materi, (2) mamfokuskan fakta-fakta yang prinsip, (3) jarang mengadakan kontak fisik dengan orang lain, (4) interaksi kepada orang lain


(34)

sebatas pada tugas yang sedang dikerjakan, (5) menyukai bekerja sendiri, (6) menyenangi persaingan, (7) dapat mengorganisasikan dirinya sendiri.

Nasution (2008: 95-96) menyatakan bahwa gaya belajar field independent

mempunyai beberapa sifat : (1) kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan masa lampau, (2) dididik untuk berdiri sendiri dan mempunyai otonomi atas tindakannya, (3) tidak peduli dengan norma orang lain, (4) berbicara cepat tanpa menghiraukan daya tangkap orang lain, (5) kurang mementingkan hubungan sosial, (6) lebih cocok memilik psikologi eksperimental, (7) menghargai humanitas dan ilmu-ilmu sosial walaupun lebih cenderung kepada matematika dan IPA, (8) lebih suka ceramah, (9) tidak memerlukan petunjuk yang rinci, (10) dapat menerima kritik untuk perbaikan.

Uraian di atas bahwa gaya kognitif field independent memiliki sifat atau karakteristik, menyukai mata pelajaran yang sifatnya metematis atau ilmu-ilmu eksakta, mengarah pada menghapal rumus, suka bekerja sendiri dan percaya akan kebenaran pekerjaannya. Dalam menerima dan memproses informasi memperhatikan setiap sub atau bagian yang mangarah pada tugas mandiri.

2.2 Penelitian yang relevan

Penelitian dengan judul pengaruh frekwensi ujian dan bentuk soal terhadap hasil belajar siswa yang dilakukan tahun 2006 dengan masalah mencari perbedaan antara frekwensi ujian bentuk soal, menggunakan metode Anova dengan hasil terdapat perbedaan bentuk soal uraian dan pilihan jamak. Bahwa soal uraian memiliki pencapaian prestasi lebih baik dibandingkan soal bentuk pilihan jamak. (Fauzi : 2006 : 93)


(35)

Penelitian dengan judul pengaruh sistem penilaian dalam meningkatkan motivasi ditinjau dari gaya belajar yang dilakukan pada tahun 2002 dengan masalah mencari perbedaan motivasi ditinjau dari gaya belajar, menggunakan metode survei dengan hasil terdapat pengaruh gaya belajar field independent dan field dependent terhadap prestasi belajar (Sarifah : 2002 : 138)

Penelitian dengan judul perbedaan prestasi belajar berdasarkan bentuk soal dan gaya belajar yang dilakukan tahun 2008 dengan masalah mencari perbedaan prestasi belajar ditinjau dari bentuk soal dan gaya belajar, menggunakan metode Anova dua jalur, dengan hasil diantaranya prestasi belajar akuntansi kelompok siswa yang diberikan soal dalam bentuk uraian pada kelompok siswa yang memiliki gaya belajar field independent lebih tinggi dari kelompok siswa yang memiliki gaya belajar field dependent ( Nuke Kanzarina 2008 : 99)

2.3 Kerangka Berfikir

Varibel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah bentuk soal (X1) dan gaya kognitif sebagai variabel atribut sedangkan sebagai variabel terikat adalah prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS pokok bahasan penyimpangan sosial, kelangkaan, pelaku-pelaku kegiatan ekonomi, pasar


(36)

1. Interaksi antara Bentuk Soal dan Gaya Kognitif Terhadap Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Bentuk soal uraian dan soal pilihan jamak sering digunakan oleh guru untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Keduanya masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan, akan tetapi perlu diketahui bahwa tes uraian dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengetahui kepandaian anak dalam menyusun buah pikiran mereka untuk menyimpulkan sesuatu, sehingga karenanya dapatlah dikatakan yang tertingi (Hamalik 2003 : 168).Siswa yang selalu mempersiapkan diri dan mempunyai kemampuan berargumentasi cenderung akan menyukai bentuk soal uraian untuk mengembangkan pikiran atau berbagai ide yang dapat dituangkan dalam tulisan, sehingga pencapaian prestasi belajar dapat maksimal.

Gaya kognitif yang dimiliki siswa sedikit atau banyak dapat mempengaruhi sikap siswa dalam menghadapi pelajaran. Siswa yang mempunyai gaya kognitif field independent ditandai oleh sifat-sifat (1) suka berfikir untuk kemajuan diri sendiri, (2) belajar sesuai dengan kecepatan dan kesempatan diri, (3) memperhatikan pendapat orang lain, (4) suka mempelajari materi yang dipandang penting, (5) mempunyai keyakinan akan kemampuan. Sedangkan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent mempunyai sifat-sifat (1) sedikit menunjukan semangat ingintahu, (2) selalu ingin diberitahu apa yang harus dipelajari, (3) memandang guru sebagai satus-satunya sumber dan pendorong belajar (Gafur, 200l : 3-4)

Ditinjau dari beberapa sifat dua gaya kognitif tersebut, siswa yang mempunyai gaya kognitif field independent cenderung lebih unggul karena


(37)

didukung oleh ilmu pengetahuan yang banyak diperoleh karena mampu belajar mandiri dibanding siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. Meskipun secara umum antara sifat masing-masing gaya kognitif mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Dalam pembelajaran seorang guru perlu mengetahui sifat atau karakter siswa. Guru dapat mengelompokan dari berbagai karakteristik siswa, sehingga dapat memberikan perlakuan yang berbeda antara kelompok. Gaya kognitif siswa merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Guru yang baik akan berusaha untuk dapat mengantarkan siswa dalam meraih prestasi belajar secara maksimal.

Siswa yang mempunyai gaya kognitif field independent lebih menyukai hal-hal yang sifatnya penjabaran atas gagasan atau ide sesuai dengan pengalaman yang didapat, sehingga apabila soal yang dihadapi bentuk soal uaraian maka akan dapat menjawab secara rinci dan lengkap. Sedangkan siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependent lebih menyukai hal-hal yang praktis dan hafalan. Biasanya soal pilihan jamak banyak memuat pernyataan pada materi yang sifatnya hafalan dan jawaban alternatif yang singkat, apabila siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent

diberikan soal pilihan jamak akan lebih tepat sesuai dengan sifat yang dimiliki.

2. Perbedaan Rata-Rata Prestasi Belajar IPS Siswa yang Diberikan Soal Uraian dengan Soal Pilihan Jamak

Bentuk soal uraian maupun soal pilihan jamak dalam pendidikan sering digunakan guru untuk mengetahui perkembangan anak didik maupun untuk mengetahuai daya serap siswa setelah dilaksanakan proses


(38)

pembelajaran. Keduanya mempunyai kelebihan maupun kelemahan. Soal uraian diperuntukkan agar siswa dapat mengembangkan ide atau wawasan sesuai dengan pengalaman yang didapat. Sesuai dengan pendapat Arikunto (2006: l6l) tes uraian menuntut kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, menginterpretasikan, menghubungkan pengertian yang dimiliki dengan menggunakan kata-kata sendiri sehingga memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan ide-ide secara bebas sesuai dengan materi pelajaran yang diperoleh atau didapat dari berbagai pengalaman. Mata pelajaran IlmuPengetahuan Sosial banyak mempelajari tentang sejarah, kronologis , keadaan lingkungan, hubungan sosial, perekonomian, antara yang satu dengan yang lain sangat erat hubungannya, maka soal uraian sangat tepat untuk mata pelajaran IPS dalam rangka medidik siswa untuk banyak belajar masalah-masalah yang timbul di masyarakat.

3. Perbedaan Rata-Rata Prestasi Belajar Siswa yang Diberikan Soal Uraian dengan Soal pilihan Jamak pada Siswa Yang Memiliki Gaya Kognitif Field Independent

Seorang pendidik dalam kelas menghadapi berbagai macam sifat, karakter, kemampuan, kelemahan atau kekurangan yang ada pada peserta didik, namun seorang guru menginginkan seluruh siswanya untuk meraih keberhasian. Guru akan berusaha semaksimal untuk bagaimana mata pelajaran yang disampaikan dapat diserap siswa dengan baik tanpa merasa tertekan. Guru seharusnya mengadakan pendekatan, mengetahui sifat, karakter siswa, ada sebagian siswa yang rajin belajar ada pula yang


(39)

sebaliknya. Gaya Kognitif menurut Keefe dalam Uno (2008: l80) bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar, yang menggambarkan kebiasaan berfikir relatif tetap dalam diri seseorang dalam menerima, memikirkan,memecahkan masalah maupun dalam menyimpan informasi. Menurut Witkin dalam woolfolk (2004: ll9) bahwa siswa yang memiliki gaya kognitif field independent mempunyai karakteristik antara lain, (l) menfokuskan pada detail materi, (2) suka bekerja mandiri, (3) kurang terpengaruh dengan lingkungan, (4) Interaksi dengan orang lain sebatas tugas yang dikerjakan, (5) tidak memerlukan petunjuk yang jelas dalam mengerjakan tugas,(6) menyenangi persaingan,(7) menyukai ceramah. Soal uraian harus diselesaikan secara mandiri bukan secara kelompok, dalam hal ini siswa yang memiliki gaya field independent lebih cocok mengerjakan soal-soal uraian, sesuai dengan sifat yang dimiliki.

4. Perbedaan Rata-rata Prestasi Belajar Siswa yang diberikan Soal Uraian dan Soal Pilihan Jamak Pada Siswa yang Memiliki Gaya Kognitif Field Dependent

Seorang guru dalam melaksanakan penilaian sering membuat soal uraian karena dalam menyusun soal lebih mudah, tetapi belum tentu siswa akan lebih mudah untuk menjawabnya. Soal pilihan jamak biasanya digunakan guru untuk mengukur kemampuan siswa tentang pengetahuan, fakta, batasan definisi, aplikasi. Adapun kelebihan soal pilihan jamak menurut Zainul dkk(200l:73) adalah: (l) butir soal dapat dikonstruksikan dan digunakan untuk mengukur segala level tujuan instruksional, (2) karakter butir soal hanya menuntuk waktu kerja minimal, (3) penskoron hasil kerja obyekti, (4) tipe butir soal dapat dikonstruksikan sehingga menuntut


(40)

kemampuan peserta tes untuk membedakan berbagai tingkatan kebenaran, (5) jumlah option yang disediakan lebih dari satu sehingga mencegah keinginan peserta tes untuk menebak, (6) memungkinkan dilakukan analisis butir soal secara baik, (7) tingkar kesukaran butir soal dapat dikendalikan dengan mengubah alternatif jawaban, (8) informasi yang diberikan lebih kaya. Dari beberapa keunggulan soal pilihan jamak, tidak boleh diabaikan dalam mengadakan penilaian , sehingga guru dalam mengadakan penilaian agar menggunakan soal uraian dan soal pilihan jamak.

Gaya kognitif merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Guru akan berusaha untuk dapat mengantarkan siswa dalam meraih prestasi belajar secara maksimal. Siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependent menyukai hal-hal yang sifatnya praktis dan hafalan, mengingat hal-hal sudah dipelajari, jika siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependent diberikan soal pilihan jamak akan dapat mengerjakan dengan baik dibandikan dengan jika diberikan soal uraian, 2.4 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

(l) Terdapat interaksi antara bentuk soal uraian dan pilihan jamak dengan gaya belajar field dependent dan field independent terhadap prestasi belajar IPS pada siswa MTs Negeri Gunungrejo

(2) Pencapaian rerata prestasi belajar IPS siswa MTs Negeri Gunungrejo yang diberikan soal dalam bentuk uraian lebih tinggi daripada siswa yang


(41)

diberikan soal dalam bentuk pilihan jamak

(3) Pencapaian prestasi belajar IPS siswa MTs Negeri Gunungrejo yang memiliki gaya kognitif field independent lebih tinggi jika diberikan soal uraian dari pada soal pilihan jamak.

(4) Pencapaian prestasi belajar IPS siswa MTs Negeri Gunungrejo yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih rendah jika diberikan soal uraian dari pada soal pilihan jamak.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Penelitian

Penelitian dengan metode perbandingan eksperimental berisikan kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh peneliti, maka dapat diperoleh bukti-bukti yang yakin tentang pengaruh satu variabel terhadap variabel yang lain, dan mengumpulkan bukti yang ada hubungannya dengan hipotesis, Surakhmad (2003 : l48).

Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2x2, adapun keuntungan desain faktorial adalah; a) mampu mengendalikan penelitian dua variabel atau lebih secara serempak, b) lebih tajam pressinya dari pada satu arah, c) terbuka kemungkinan bagi peneliti untuk mengadakan kajian tentang akibat interaktif dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Penelitian ini terdapat 2 variabel bebas yang masing-masing mempunyai dua macam, yaitu untuk bentuk soal terdiri dari soal uraian dan soal pilihan jamak, sedangkan gaya kognitif terdiri dari gaya kognitif field dependent dan field independent. Penelitian ini akan menggunakan perbandingan eksperimental dengan menggunakan desain faktorial 2x2.

Kegunaan dari desain faktorial 2x2 untuk mengetahui : (l) Interaksi antara bentuk soal dan gaya kognitif terhadap prestasi belajar, (2) Pencapaian prestasi belajar


(43)

antara siswa yang diberikan soal dalam bentuk uraian dan siswa yang diberikan soal dalam bentuk pilihan jamak, (3) Pencapaian prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dan field dependent jika diberikan soal bentuk uraian, (4) Pencapaian prestasi belajar siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dan field dependent jika diberikan tes dalam bentuk pilihan jamak,

Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Perlakuan Bentuk soal (A)

Gaya Kognitif (B)

Uraian (A1)

Pilihan jamak (A2)

Field Independent (B1) A1 B1 A2 B1

Field Dependent (B2) A1 B2 A2 B2

Keterangan :

1) A1 B1 : Kelompok siswa yang diberi perlakuan soal dalam bentuk uraian pada siswa yang memiliki gaya kognitif field independent

2) A1 B2 : Kelompok siswa siswa yang diberi perlakuan soal dalam bentuk uraian pada siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent

3) A2 B1 : Kelompok siswa yang diberi perlakuan soal dalam bentuk pilihan jamak pada siswa yang memiliki gaya kognitif field independent

4) A2 B2 : Kelompok siswa yang diberi perlakuan soal dalam bentuk pilihan jamak pada siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent


(44)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan terhadap siswa kelas VIII, MTs Negeri Gunungrejo Waylima, Kabupaten Pesawaran, pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 201l/2012

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di MTs Negeri Gunungrejo Waylima, tahun pelajaran 201l/2012 dengan jumlah siswa 104 siswa. Terdapat 4 rombongan belajar, yaitu kelas VIII A = 26 siswa, VIII B = 28 siswa, VIII C = 26 siswa dan VIII D = 24 siswa.

Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sample, dengan menetapkan 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas VIII A dan VIII B. Kelas tersebut mempunyai kemampuan/karakteristik hampir sama dan diajar oleh guru yang sama.

Untuk menentukan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dan gaya kognitif field independent dengan memberikan angket tentang gaya kognitif pada 2 kelas yaitu kelas VIII A dan kelas VIII B tersebut.

Berdasarkan angket tersebut ditetapkan anggota kelompok yang dianalisis field dependent dan field independent yang diambil dari masing-masing kelas atau pengambilan kelompok 33,5% dari kelompok atas 33,5% dari kelompok bawah dari masing-masing kelas.

Jumlah anggota sampel 54 siswa yang berasal dari kelas VIII A dan kelas VIII B. Table 3.2. Sebaran Sampel dan Kelompok Eksperimen

Bentuk Soal Gaya kognitif

Kelas VIII A (Uraian)

Kelas VIII B (Pilihan Jamak)


(45)

Field Dependent 9 siswa 9 siswa l 8 siswa

Field Independent 9 siswa 9 siswa l 8 siswa

Jumlah l 8 siswa l 8 siswa 36 siswa

3.4. Teknik Pengumpulan Data

1) Menentukan kelas eksperimen, yaitu kelas terpilih VIIIA dengan diberikan perlakuan pemberian soal uraian, dilakukan 2 kali ulangan harian.

2) Menentukan kelas kontrol yaitu kelas terpilih VIII B dengan memberikan tes/soal pilihan jamak, dilakukan 2 kali ulangan harian.

3) Menyebarkan angket pada kelas VIII A dan kelas VIII B, angket tentang gaya kognitif field dependent dengan field independent.

4) Menentukan jumlah yaitu sebanyak 54 yang terdiri dari kelas VIII A dan kelasVIII B.

5) Menentukan kelas VIII C sebagai uji coba instrument.yaitu soal pilihan jamak, soal uraian dan angket gaya kognitif.

3.5. Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah :

1. Dengan tes/soal yang terdiri dari soal uraian IPS Kelas VIII sebanyak 20 butir dan soal pilihan jamak IPS Kelas VIII sebanyak 60 butir soal. Pada pokok bahasan penyimpangam sosial dan kelangkaan pelaku- pelaku kegiatan ekonomi dan pasar

2. Angket tentang gaya kognitif.


(46)

3.5.1 Variabel Prestasi Belajar

3.5.1.1 Definisi Konseptual Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah kemampuan mengingat dan memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya.

Semakin banyak pengalaman dan sesuatu yang dipelajari semakin banyak masalah yang dapat terpecahkan atau diselesaikan. Tinggi rendahnya prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor intern yaitu faktor yang terdapat pada diri siswa dan faktor ekstern yaitu faktor diluar diri siswa.

3.5.1.2 Definisi Operasional Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial adalah hasil yang diperoleh siswa dari kegiatan belajar, khususnya pada aspek kognitif, setelah mengerjakan soal-soal uraian maupun pilihan jamak pada pokok bahasan penyimpangan sosial, kelangkaan, pelaku-pelaku kegiatan ekonomi dan pasar. Soal uraian berjumlah 30 butir soal dan masing-masing soal mempunyai skor paling tinggi 3. Kemudian untuk soal bentuk pilihan jamak berjumlah 60 butir soal dengan masing-masing skor 1 apabila benar dan 0 apabila salah. Jumlah perolehan skor akan ditranswer ke bentuk nilai.

3.5.2 Variabel Bentuk Soal

3.5.2.1 Definisi Konseptual Bentuk Soal Uraian dan Pilihan Jamak.

Bentuk soal uraian adalah tes tertulis terdiri atas item pertanyaan yang mengandung permasalahan dan menuntut jawaban yang sifatnya penjabaran atas ide pengetahuan dan pengalaman.


(47)

Bentuk soal pilian jamak terdiri atas pertanyaan yang belum lengkap, yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah tertentu dan untuk melengkapinya harus memilih satu alternatif jawaban yang tersedia. Alternatif jawaban yang benar disebut kunci sedangkan alternatif jawaban yang salah disebut pengecoh. 3.5.2.2 Definisi Operasional Bentuk Soal Uraian dan Pilihan Jamak

Bentuk soal uraian adalah soal yang diperoleh dari hasil pengembangan indikator pencapaian kompetensi ke soal uraian yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban siswa sesuai dengan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Bentuk soal pilihan jamak adalah soal yang diperoleh dari hasil pengembangan indikator pencapaian kompetensi ke soal pilihan jamak yang terdiri dari pernyataan pernyataan yang belum lengkap. Siswa akan melengkapi soal dari kemampuan dan pengalaman setelah mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Masing-masing soal mempunyai jawaban 4 alternatif (a, b, c, d) dan setiap jawaban benar mempunyai bobot l. Jumlah soal untuk masing-masing standar kompetensi 30 butir soal dan jumlah skor 30, kemudian dari jumlah skor akan ditransfer kebentuk nilai. Operasional penggunaan bentuk soal uraian dan pilihan jamak sebagai berikut:

Setelah proses pembelajaran dengan metode diskusi selesai, selanjutnya: l . Memberikan soal uraian pada siswa kelas VlllA.

2. Memberikan soal pilihan jamak pada kelas VlllB

3. Menghitung skor yang diperoleh siswa untuk masing-masing kelas. 4. Mentransfer skor ke bentuk nilai.


(48)

3.5.3 Variabel Gaya kognitif

3.5.3 Definisi Konseptual Gaya Kognitif

Gaya kognitif merupakan cara konsisten yang dilakukan siswa dalam memperolah informasi , cara mengingat dan berfikir untuk memecahkan masalah. Gaya kognitif yang akan digunakan yaitu gaya kognitif field independent dan field dependent.

3.5.3.2 Definisi operasional Gaya kognitif

Gaya kognitif adalah hasil kecenderungan siswa dalam mengerjakan angket yang telah disusun penulis, dengan tujuan untuk mengetahui masing- masing karakteristik siswa yang dibedakan menjadi dua

macam, yaitu field independent dan field dependent. Langkah-langkah operasional untuk mendapatkan informasi tentang gaya kognitif adalah sebagai berikut:

l. Memberikan angket pada kelas VlllA dan kelas VlllB 2. Menghitung skor angket masing-masing kelas.

3. Menentukan jumlah sample untuk keperluan analisis.

3.6 Kisi-Kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen terdiri dari bentuk soal uraian, pilihan jamak dan angket gaya kognitif, masing-masing terlihat dalam tabel berikut :


(49)

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Bentuk Soal Uraian

No Sandar K./ Kompetensi D. dan Materi Ranah Jumlah Soal C1 C2 C3

A. 1.

Penyimpangan Sosial

Penyakit sosial akibat penyimpangan sosial

1. Pengertian penyimpangan sosial 2. Jenis penyimpangan sosial 3. Faktor-faktor penyebab penyimpangan sosial

4. Bentuk-bentuk penyimpangan sosial l 2 1 1 1 2 1 3 3 1 2. Upaya Pencegahan penyimpangan Sosial

1. Lingkungan keluarga 2. Lingkungan masyarakat

l l

1 1

Uji Kompetensi I 4 2 4 10

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Bentuk Soal Uraian (Lanjutan)

No Sandar K./ Kompetensi D. dan Materi Ranah Jumlah Soal C1 C2 C3

B. 1.

Kelangkaan pelaku kegiatan ekonomi, pasar

Kelangkaan

1. Alat pemuas kebutuhan 2. Pengertian kelangkaan 3. Skala prioritas kebutuhan l 2 1 1 3 1 1 2. Pelaku kegiatan ekonomi

1 Pelaku kegiatan ekonomi 2. Lingkungan masyarakat

l l

1 1 3. Pasar


(50)

1. Pengertian pasar 2. Jenis jenis pasar

3. Kedudukan pasar bagi kegiatan ekonomi 1 1 1 1 1 1

Uji Kompetensi I 2 4 4 10

Tabel 3.4. Kisi-kisi Bentuk Soal Pilihan Jamak

No Standar K./ Kompetensi D. dan Materi Ranah Jumlah Soal C1 C2 C3

A 1

Penyimpangan Sosial

Penyakit sosial akibat penyimpangan sosial 1. Pengertian penyimpangan sosial 2. Jenis-jenis penyimpangan sosial 3. Faktor-faktor penyebab

penyimpangan sosial

4. Bentuk-bentuk penyimpangan sosial

1 3 2 2 1 3 3 1 3 2 1 2 9 7 4

2 Upaya pencegahan Penyimpangan Sosial 1. Lingkungan Keluarga

2. Lingkungan Masyarakat

l 1 l l 2 2 4 4


(51)

Tabel 3.4. Kisi-kisi bentuk soal pilihan jamak (Lanjutan)

No Standar K./ Kompetensi D. dan Materi Ranah Jumlah Soal C1 C2 C3

B. 1.

Kelangkaan, Pelaku-pelaku Kegiatan Ekonomi, pasar

Kelangkaan

l. Alat pemuas kebutuhan 2. Pengertian Kelangkaan 3. Skala prioritas kebutuhan

4 1 4 1 3 1 1 11 2 2 2. Pelaku-pelaku kegiatan ekonomi

l. Pelaku-pelaku kegiatan ekonomi 2. Model perekonomian dua sektor

3 2 l

3 8

l 3 Pasar

l . Pegertian pasar 2. Jenis-jenis pasar

3. Kedudukan pasar bagi kegiatan ekonomi

l

1 2 1 l

l 4 l


(52)

Tabel 3.5. Kisi-Kisi Gaya Kognitif

No Karakteristik

No. Pertanyaan / jenis gaya

kognitif Jumlah

F. dependent F. Independent Dep Ind Σ 1 Tingkat ketergantungan

dalam menyelesaiakan masalah

3 2,1 1 2 3

2 Hubungan sosial 4 5 1 1 2

3 Kerjasama/ kelompok 6 7 8 9 10 2 3 5

4 Tingkat kepatuhan kepada orang lain

11 12 1 1 2

5 Tingkat keberanian dalam mengemukakan pendapat

13 14 15 1 2 3

6. Tingkat kepekaan terhadap kritik

18 19 16 17 20 2 3 5

7. Perlu tidaknya petunjuk dalam memahami sesuatu

21 23 22 2 1 3

8. Tingkat pemahaman, materi pelajaran atau informasi

24 26 25 2 1 3

9. Inisiatif dalam mengatasi diri 28 30 31 27 29 3 2 5 10 Penting tidaknya dukungan

orang lain

32 33 34 1 2 3

11 Kecenderungan dalam menyukai mata pelajaran

36 35 37 38 1 3 4

12 Perlu tidaknya motivasi dalam belajar

39 40 42 41 3 1 4


(1)

89

5.I.2. Rata-rata prestasi belajar IPS siswa yang diberikan soal dalam bentuk uraian lebih tinggi dari soal pilihan jamak pada siswa yang memiliki gaya kognitif field independent. Dengan demikian bagi siswa yang mempunyai gaya kognitif fiel independent dalam pelaksanaan remedial dapat diberikan soal-soal uraian agar dapat mencapai prestasi yang tinggi, tetapi harus banyak diberikan latihan-latihan soal pilihan jamak untuk menghadapi ujuan.

5.I.3. Rata-rata prestasi belajar IPS yang menggunakan soal uraian lebih rendah dibanding dengan soal pilihan jamak pada siswa yang memiliki gaya belajar field dependent. Dengan demikian bagi siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dalam pelaksanaan remedial dapat diberikan soal-soal dalam bentuk pilihan jamak agar mencapai prestasi diharapkan. Akan tetapi harus banyak

diberikan soal- soal uraian agar mampu mengembangkan pengetahuan dan idenya. 5.2. IMPLIKASI

Dari simpulan di atas tindak lanjut penelitian ini dapat berimplikasi pada upaya peningkatan efektifitas dan efisien pembelajaran IPS melalui latihan latihan soal baik soal dalam bentuk uraian dan soal pilihan jamak berfungsi untuk

membiasakan siswa dalam menjawab soal soal dalam menghadapi ujian. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui:

Pertama, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan gaya kognitif yang dimiliki siswa, guru dapat neningkatkan prestasi belajar siswa , terutama dalam melaksanakan progran remedial dan pengayaan. Karena antara bentuk-bentuk soal dengan gaya kognitif ada hubungan yang positif untuk meningkatkan prestasi siawa, dengan gaya kognitif atau karakteristik yang berbeda dan perlakuan guru terhadap siswa berbeda pula maka akan medapat hasil yang sama . Jika seorang


(2)

90

guru telah mengetahui gaya kognitif masing masing siswa maka akan mempermudah dalam menentukan perlakuan.

Kedua, dengan menggunakan bentuk-soal uraian bagi siswa yang memiliki gaya kognitif field independent, akan lebih mudah dikerjakan atau diselesaikan sesuai dengan karakteristiknya, yaitu lebih banyak belajar membaca, meringkas, rasa ingin tahu yang tinggi dan selalu menuntaskan setiap pekerjaan, tanpa harus menunggu suruhan guru atau orang lain. Sedangkan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih cenderung mengerjakan soal dalam bentuk pilihan jamak sesuai dengan karakteristiknya , yaitu sedikit semangat ingin tahu, belajar hanya yang disuruh guru, guru sebagai satu satunya sumber dan pendorong belajar.menyukai hal-hal yang praktis dan hafalan. Soal pilihan jamak memuat pernyataan pada materi pelajaran yang sifatnya hafalan dan jawaban alternatif yang singkat, maka soal ini lebih tepat jika diberikan kepada siswa yang memiliki gaya kognitif field depandent.

Ketiga, memberikan bimbingan dan arahan dalam memahami materi pelajaran dan tujuan pembelajaran kepada siswa yang memiliki gaya kognitif field independent umumnya dan kepada siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent pada khususnya. Agar tujuan penbelajaran yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal oleh para siswa meskipun mempunyai gaya kognitif yang berbeda.

5.3. Saran

Beberapa saran berkaitan denga hasil penelitian , yaitu sebagai berikut:

5.3.l. sebaiknya guru dapat mengetahui masing masing gaya kognitif siswa untuk dapat memberikan perlakuan yang tepat demi peningkatan prestasi siswa,


(3)

91

selain itu dapat menyusun instrumen dengan baik untuk mengetahui keberhasilan siswa.

5.3.2. Latihan pembahasan soal dengan menggunakan bentuk soal uraian sangat penting, karena dapat mengembangkan ide-ide atau pendapat siswa dengan terarah.

5.3.3. Dalam proses pembelajaran siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependent. Sebaiknya diberikan latihan soal dalam bentuk uraian supaya lebih efektif dan dapat mengembangkan diri dalam menyusun kata-kata yang logis.

5.3.4. Bagi siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent sebaiknya lebih banyak diberikan bimbingan belajar, cara-cara meringkan atau memahami suatu masalah dan cara mengambil kesimpulan, siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependen sebaiknya diberikan soal dalam bentuk pilihan jamak


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M.2003. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan Sekolah Dan Keluarga. Jakarta : Bulan Bintang.

Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rhineka Cipta.

Budiningsih, C.A.2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rhineka Cipta. Dalyono M.2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rhineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zaim Aswani. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rhineka Cipta.

Dimyati, Mujiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Kerjasama Departemen Pendidikan & Kebudayaan dan Rhineka Cipta.

Fauzi E.2006. Hasil Penelitian, Pengaruh Frekwensi Ujian dan Bentuk Soal Terhadap Hasil Belajar Siswa. SMP I Gedong Tataan, Lampung. Gafur A.DA.2005. Desain Instruksional. Solo : Tiga Serangkai.

Hamalik Oemar.2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Jahiri A. Kosasih, 2006. Pengajaran Studi Sosial. Bandung : Express.

Kanzarina Nuke,2008. Hasil Penelitian, Perbedaan Prestasi Belajar Berdasarkan Bentuk Soal dan Gaya Belajar Siswa. Kelas XI IPS SMA YP UNILA, Bandar Lampung

Muhibbin S. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rodaskarya.

Mujtahidin, 2010. Mengenal Jenis dan Gaya Belajar. http : //mujtahid.komunitas pendidikan.blogspot.com/2010/05/mengenal-jenis-dan-gaya-belajar. Didownloud hari Rabu, tanggal 07 Maret 2012.

Nasution S. 2008. Berbagai Pendekatan DalamProses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.


(5)

Norman E. Gronlund. 1995. Measurement And Evaluation In Teaching. New Jersey : Macmillan Publishing Company.

Piaget, J. 1973. The Child and Reality: Problem of Genetic Psychology ( A.Rosin, Trans. New York: Pinguin Press.

Prawiradilaga, D.S.2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media Group.

Reigluth dkk. 1996, Task Analysis International Encyclopedia Educational Technologi. Great Britain Combridge University Press.

Sardiman, A.M.2006. Interaksi Motivasi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sagala, S.2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Sarifah A. 2002. Hasil Penelitian, Pengaruh Sistem Penilaian dalam

Meningkatkan Motivasi Siswa ditinjau dari Gaya Belajar. SMA 1 Bantul, Yogyakarta.

Seels Barbara B. 1994. Instructional Technology. Washington DC: Association for Educational Comunikations and Technology.

Setiyadi, Ag. B. 2006. Metode Penelitian untuk Pembelajaran Bahasa Asing : Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Graha Ilmu.

Sudijono Anas, 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sukardi, 2008, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta : Bumi Aksara.

Sumitro, Bambang, Herpratiwi, 2008. Pedoman Penulisan Tesis S2. UNILA. Lampung.

Surahmad, Winarno. 2003. Pengantar Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Umar, 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rhineka Cipta. UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. 2006 : DEPAG RI DIRJEN Pendidikan Islam. Uno Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta :


(6)

Woolfolk A.E. 2004. Educational Psychology. Nint Edition, Boston : A. Division of Simon & Schuster Inc.


Dokumen yang terkait

o'The Influence of Students' Educational Background to Their Achievement in Learning English

0 6 103

The students english achievement based on their learning styles : an ex post facto second-grade student sma negeri 1 sepatan tangerang

1 7 37

Relationship among visual learning style, parents attention, students achievement in English

1 15 120

ACHIEVEMENT OF BIOLOGY USING QUESTION STUDENT HAVE ACTIVE LEARNING OBSERVED FROM LEARNING ACTIVITY OF STUDENT’S ON XI IPA GRADE OF SMA NEGERI 1 SUKOHARJO

0 1 10

THE EFFECT OF PARENTING STYLE, EMOTIONAL QUOTIENT, LEARNING REDINESS, AND LEARNING STYLE ON THE LEARNING ACHIEVEMENT OF FINANCIAL ACCOUNTING IN GRADE X ACCOUNTING STUDENT AT SMK NEGERI 1 YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR OF 2015/2016.

0 1 201

THE INFLUENCE OF THE USING OF VIRTUAL LABORATRY ON THE CHEMISTRY LEARNING ACHIEVEMENT AND MOTIVATION OF SCIENCE STUDENTS OF SMA NEGERI 1 SEWON BANTUL ELEVENTH GRADE SECOND SEMESTER ACADEMIC YEAR 2015/2016.

0 0 12

THE IMPROVEMENT OF ACHIEVEMENT LEARNING THROUGH STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TYPE OF COOPERATIVE LEARNING MODEL ON TOOLS AND TECHNIQUES MEASUREMENT TRAINING LESSONS COMPETENCY STANDARDS USING THE MEASURING TOOLS TPBO X GRADE STUDENT OF SMK N

0 3 213

IMPROVING THE QUALITY OF SOCIAL ARITHMETIC LEARNING PROCESS AND ACHIEVEMENT USING MULTIDISCIPLINARY APPROACH.

0 0 8

THE COMPARISON OF EFFECTIVENESS OF PROJECT-BASED LEARNING AND PROBLEM-BASED LEARNING ON THE SPACE MODEL OF FLAT SIDE IN TERMS OF ACHIEVEMENT OF LEARNING OBJECTIVES STUDENT.

0 0 6

The Effect of Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD) Model on Student Learning Outcomes of Grade V of Elementary School of Sukajaya

0 0 29