7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Agama Buddha
Secara etimologi kata agama berasal dari dua akar kata, yaitu
a: tidak
, dan
gama : kacau
. Berdasarkan etimologi tersebut dapat dapatlah diketahui apa fungsi agama, baik dalam aspek negatif maupun dalam aspek positif.
Dalam aspek negatif, agama menjauhkan umat atau penganutnya dari kejahatan dan kekacauan. Aspek positifnya, agama membimbing umat atau
penganutnya ke jalan kebaikan dan kebenaran Eddy Sadeli, 1999 : 6. Menurut U.P. Suktadharmi dan U.P. Dharmanitya, dijelaskan bahwa
“Agama Buddha atau Buddha Dharma adalah ajaran-ajaran semua Buddha” Suktadharmi, 1986 : 1. Pengertian Buddha sendiri yaitu, “Buddha berarti
seseorang yang telah mencapai Kebijaksanaan Agung” Suktadharmi, 1986 : 6.
Agama Buddha dalam pengertian luas adalah religi, mencakup juga kitab-kitab, tatacara dan ritual, kebiasaan tradisi, dan organisasi
komunitasnya. Agama Buddha dalam pengertian khusus adalah apa yang diajarkan oleh Buddha. Namun dalam istilah teknis Buddhisme, agama
Buddha seharusnya disebut Buddha-dharma. Penjelasan mengenai Dharma yang diberikan oleh agama Buddha adalah: “sesuai dengan sifat alaminya,
membentuk dirinya sendiri dan membuat dirinya dapat dikenali”. Ini berarti
8 segala sesuatu harus sesuai dengan karakteristik spesifik dan bentuknya
sendiri, sehingga orang dapat mengenalinya setelah melihatnya. Contohnya air, yang tetap menunjukkan sifatnya sebagai cairan dan mempunyai tatanan
serta rumusan tertentu. Hal itulah yang membuat orang yang melihatnya dapat mengenalinya sebagai air. Sebaliknya, konsep air tidak dapat muncul
apabila suatu benda tidak mempunyai sifat cairan, dan tatanan serta rumusannya berbeda dari air. Agama Buddha menganggap segala sesuatu
sebagai Dharma. “Seluruh hal” dan “setiap hal” yang sering ditemukan dalam kitab Buddhis menunjukkan keberadaan dan fenomena yang
universal. Sesuai dengan penjelasan secara Buddhis, ajaran yang disampaikan oleh Buddha sendiri yang telah memahami segala sesuatu
sebagaimana adanya juga berfungsi untuk mempertahankan sifat alaminya sendiri, membentuk dirinya sendiri, dan dapat mengerti, karena itulah
disebut juga Dharma Mr. Zhao, 2007 : 1-2. Berkaitan dengan umat beragama Buddha, keimanan yang dikenal
dengan
saddha sradha
menekankan kepada pemeluknya seperti yang dikutip oleh Oka Diputhera, yaitu: “Selaku umat beragama Buddha kita
wajib mempunyai keyakinan atau iman, yang ada di dalam Agama Buddha disebut
saddha sradha
yang berarti keyakinan. Kepercayaan yang dimiliki oleh umat Buddha, berdasarkan atas pengertian yang benar, bukan
kepercayaan yang membuta yang tidak berdasarkan atas pengertian yang benar” Oka Diputhera, 1997 : 3.
9 Seseorang yang bercita-cita atau berkeinginan menjadi Buddha
Bodhisatva tentu saja tidak mudah. Seseorang yang betul-betul mengikuti ajaran agama Buddha harus mempunyai sifat-sifat luhur yang disebut
paramita
. Ada enam sifat luhur yang disebut
sad-paramita
, yang ada di dalam hati nurani seorang Bodhisatva yang memberikan kebahagiaan Oka
Diputhera, 1997 : 45. Sad-paramita atau enam sifat luhur itu meliputi:
a. Danaparamita,
yaitu sifat luhur yang mendorong orang senang beramal, beramal untuk orang lain terutama terhadap orang yang
menderita. Danaparamita itu sendiri terdiri atas empat macam, yaitu :
dharmadana
, yang berarti amal kebajikan, pengorbanan untuk kepentingan dharma, untuk kepentingan kebenaran atau
agama;
attidana,
yang berarti amal kebajikan, pengorbanan dalam bentuk pengorbanan diri sendiri;
mahatidana
, yaitu pengorbanan jiwa raga, demi kepentingan bangsa dan negara; dan
amisadana
, yaitu pengorbanan, amal kebajikan dalam bentuk harta benda.
b. Silaparamita,
yaitu sifat-sifat luhur yang ada di dalam hati nurani kita yang senantiasa untuk berbuat baik. Perbuatan ini dapat
terlaksana karena kita mempunyai rasa malu dan rasa takut.
c. Viryaparamita,
yaitu sifat luhur yang memberikan dorongan kepada manusia untuk bersemangat, aktif, bekerja dan belajar.
d. Kshantiparamita,
yaitu sifat luhur yang mendorong manusia untuk tenang dan sabar menghadapi segala macam cobaan hidup.
10
e. Dhynaparamita,
yaitu sifat luhur yang mendorong manusia untuk mengheningkan cipta, bermeditasi.
f. Prajnaparamita
, yaitu sifat luhur yang pencapaiannya setelah manusia mempunyai kelima paramita tersebut, yaitu dorongan
berpikir, berkata dan berbuat yang bijaksana Oka Diputhera, 1997 : 47.
Buddha sebagai salah satu agama tentu memberikan tuntunan kepada pengikutnya tentang ajaran kebajikan, seperti halnya agama lainnya. Umat
beragama Buddha dituntut untuk berusaha memahami dan menghayati serta mengamalkan Buddha Dharma dengan berpedoman kepada kitab sucinya.
Sebagai umat beragama Buddha dalam berupaya untuk dapat menghayati dan mengamalkan Buddha Dharma secara bulat dan utuh, kita harus dapat
memahami ajaran agama Buddha, yang merupakan dasar agama Buddha yakni ajaran tentang
Sraddha Saddha, Sila
dan
Bakti
Oka Diputhera, 1997 : 2.
a.
Sraddha Saddha Sraddha
atau
Saddha
mempunyai arti keyakinan. Tanpa keyakinan, seorang pemeluk suatu agama pasti tidak akan sepenuh hati
melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan sempurna. Begitu juga umat Buddha, karena hal ini kaitannya dengan akal budi manusia. Selaku
umat Buddha wajib mempunyai keyakinan atau iman yang di dalam agama Buddha disebut
Sraddha Saddha
yang berarti keyakinan, kepercayaan yang dimiliki oleh umat Buddha, berdasarkan atas
11 pengertian yang benar, bukan kepercayaan yang membuta yang tidak
berdasarkan atas pengertian yang benar. Kebenaran ajaran agama dapat terbukti melalui pengalaman yang terus menerus yang selanjutnya
tercermin dalam sikap dan tingkah laku. Ajaran Buddha mengenal enam keyakinan, dan merupakan kewajiban bagi semua pemeluk agama
Buddha. Enam keyakinan tersebut dikenal dengan sebutan
Sad-Saddha
, yang terdiri dari: 1 Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa;
2 keyakinan terhadap Tri Ratna; 3 keyakinan terhadap Bodhisattva, Arahat dan Buddha; 4 Keyakinan terhadap adanya Hukum Kasunyatan;
5 Keyakinan terhadap Kitab Suci; dan 6 Keyakinan terhadap Nirvana Nibbana Oka Diputhera, 1997 : 4.
b.
Sila Sila
adalah perbuatan baik, yang dilakukan melalui pikiran, ucapan dan badan jasmani, yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Sebagai seorang penganut agama Buddha wajib memahami dan melaksanakan perilaku dengan hati nurani yang luhur sehingga
perbuatannya tidak akan berakibat kepada sesuatu yang merugikan pihak mana pun. Hal ini sesuai dengan ajaran Buddha bahwa manusia susila
menurut Buddha adalah manusia yang dapat berkata dan berbuat serta berpenghidupan yang benar Oka Diputhera, 1997 : 4.
c.
Bhakti
Kerangka dasar yang ketiga dalam agama Buddha adalah bhakti. Bhakti artinya ritual, puja bhakti, sembahyang Oka Diputhera, 1997 : 5.
12 Seperti halnya agama yang lainnya yang mengenal atau melakukan
sembahyang, hal ini tidak lain adalah suatu bentuk kegiatan ritual keagamaan yang tujuan utamanya adalah suatu bentuk nyata pendekatan
diri dengan Tuhan dengan segala pengharapan. Arti dari sembahyang itu sendiri adalah pernyataan bakti dan memuliakan Allah dengan gerakan-
gerakan badan dan perkataan-perkataan tertentu dimulai dengan takbir dengan diakhiri dengan taslim atau permohonan doa kepada Tuhan
Moeliono, 1988 : 806. Hanya saja istilah yang dipakai antara agama yang satu dengan agama yang lain berbeda, tetapi asas dan tujuannya
sama yaitu pendekatan diri kepada Sang Pencipta. 2.
Agama Buddha Tantrayana Agama Buddha Tantrayana merupakan perkembangan lanjutan dari
agama Buddha Mahayana yang dianggap cukup memegang peranan penting dalam penyebarannya di wilayah India hingga ke Asia sejak awal tahun 400
Masehi. Aliran agama Buddha Tantrayana ini menekankan pada hal akhir tentang keselamatan tertinggi Nibbana yang dapat dicapai melalui
berbagai macam metode meditasi dan visualisasi segi pikiran, mantera segi ucapan serta pembentukan mudra segi jasmani hasil observasi dan
analisa yang mendalam dari para Guru Akar, dimana hal-hal tersebut harus dilakukan secara harmonis oleh seorang sadhaka dengan cara berusaha
memahami sifat jati diri ke-Tuhan-an yang absolut dan pemanfaatan kekuatan alam semesta lewat bimbingan seorang guru spiritual Tantrayana
13 yang ahli http:bodhi-cahyana.blogspot.com200811buddha-tantrayana.
html, diunduh tanggal 18 Juni 2014 pukul 20:18. Aliran Tantrayana bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan
dari hati nurani, pikiran dan perbuatan badan jasmani. Dari semua bentuk proses latihan-latihan yang dikembangkan dalam Tantrayana adalah untuk
mengikis karma buruk dan untuk meningkatkan kebijaksanaan, selanjutnya akan terlahir sebagai seorang suci. Aliran Buddha Tantrayana Zhenfo Zong
Kasogatan mempercayai adanya
bodhisattva
malaikat,
darmapala
pelindung
dharma
ajaran dan dewa-dewa makhluk suci. pelaksanaan ritual ibadah ajaran Buddha Kasogatan Tantrayana Zhenfo Zong Kasogatan
dilakukan secara rutin untuk menjalankan
sadana
kebaktian, berdana, membaca mantra-mantra suci. Mantra-mantra ini merupakan parita yang
dipadatkan. Untuk pemuka agama guru besar harus memiliki kekuatan batin dan harus terkondisi dalam keberagaman kebaktian aktif beribadah.
3. Sinkretisme
Secara etimologis, sinkretisme berasal dari kata
syin
dalam bahasa Arab dan
kretiozein
, yang berarti mencampuradukkan unsur-unsur yang saling bertentangan. Sinkretisme juga ditafsirkan berasal dari bahasa
Inggris, yaitu
syncretism
yang diterjemahkan campuran, gabungan, paduan dan kesatuan. Sinkretisme merupakan percampuran antara dua tradisi atau
lebih, dan terjadi lantaran masyarakat mengadopsi suatu kepercayaan baru dan berusaha untuk tidak terjadi benturan dengan gagasan dan praktik
budaya lama. Terjadinya percampuran tersebut biasanya melibatkan
14 sejumlah perubahan pada tradisi-tradisi yang diikutsertakan. Pandangan
Koentjaraningrat 1984 : 310-311, sinkretisme merupakan watak asli agama Jawi. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah perjalanan hidup orang Jawa
sampai sekarang dan bahkan yang akan datang, orang Jawa akan selalu menerima masukan pengaruh dari luar. Sujito pendiri Universitas Gadjah
Mada, orang Jawa digambarkan seperti kerbau. Setiap hari, kerbau itu makan rumput dan daun-daunan. Pada malam harinya, semua jenis makanan
yang telah ditelan dikunyah kembali sambil bertiduran. Gambaran kerbau mengunyah itu diartikan sebagai unsur-unsur budaya asing yang masuk ke
Jawa, semuanya dapat diterima meskipun harus mengalami penyaringan dahulu. Diterimanya unsur-unsur asing ke dalam budaya Jawa secara
integrasi inilah menimbulkan suburnya sinkretisme dalam budaya masyarakat Jawa. Kebudayaan memang merupakan suatu integrasi, yaitu
terpadunya unsur-unsur atau sifat-sifat budaya yang berbeda-beda dalam suatu kebudayaan. Tentu saja perpaduan ini bukan sekumpulan kebiasaan-
kebiasaan yang terkumpul secara acak-acakan. Hal ini dikarenakan sifat- sifat atau unsur-unsur yang berbeda tersebut dianggap bersumber pada sifat
adaptif dari kebudayaan Sutiyono, 2010 : 41-43. Menurut Suwardi Endraswara, sinkretisme adalah memadukan,
mencampur dan menyelaraskan dua keyakinan atau lebih. Hasil sinkretisme adalah terbentuknya keyakinan baru yang lebih kental, dalam penggabungan
dapat saja menomorsatukan keyakinannya paling benar, tidak lepas dari kenisbian, bersifat divergen, bersikap longgar, adaptif dan akomodatif.
15 “Penyatuan” dua keyakinan atau lebih. “Penyatuan” tidak harus manunggal,
melainkan hanya pemaduan beberapa unsur saja Suwardi, 2006 : 78. Dengan demikian, sinkretisme merupakan campuran, perpaduan, dan
penggabungan dua keyakinan atau lebih. Hasil sinkretisme dapat dilihat dalam ritual ibadah kebaktian umat Buddha di Wihara Vajra Bumi
Honocoroko, yaitu adanya perpaduan antara keyakinan agama Buddha dengan keyakinan masyarakat Jawa di Desa Bedono. Mantra-mantra yang
digunakan dalam ritual kebaktian untuk malam tertentu menggunakan bahasa Jawa dan penentuan waktu pelaksanaan ibadah berdasarkan
perhitungan Jawa. 4.
Ritual Ritual merupakan “agama dalam tindakan”. Iman adalah bagian dari
ritual atau bahkan ritual itu sendiri, iman keagamaan berusaha menjelaskan makna dari ritual serta memberikan tafsiran dan mengarahkan vitalitas dari
pelaksanaan ritual tersebut Adeng Muchtar Ghazali, 2011 : 50. Menurut Oka Diputhera ritual artinya bhakti, puja bhakti, sembahyang Oka
Diputhera, 1997 : 5. Ritual merupakan agama dalam tindakan dapat dilihat dalam ritual di
Kelenteng Ban Eng Bio Adiwerna. Masyarakat yang terlibat dalam ritual di Kelenteng Ban Eng Bio mempunyai sikap dan jiwa religi yang tinggi, yaitu
dengan melaksanakan ritual perayaan Imlek dan kebaktian pada nabi Konghucu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Komponen-komponen tersebut tercermin dalam ritual perayaan Imlek dan
16 kebaktian pada nabi Konghucu seperti berdoa kepada Tuhan, para dewa dan
nabi Konghucu, bersaji dengan menyiapkan beberapa sesaji yang diperlukan dalam ritual, makan bersama seperti menjelang detik-detik Imlek dan
bersujud yaitu melakukan sembahyang di depan meja abu dan altar http:journal.unnes.ac.idnjuindex.phpkomunitasarticleview2308,
diunduh tanggal 2 Oktober 2013 pukul 13:12. 5.
Ibadah Ibadah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan
untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya Hasan Alwi, 2007 : 415.
Ibadah umat Buddha meliputi penghormatan di depan patung Buddha dan mendaraskan doa-doa suci. Tubuh, bahasa, dan pikiran merupakan
unsur integral dalam ibadah umat Buddha maka meditasi yang hening, ajaran, pemberian persembahan, dan puji-pujian dilakukan. Sebelum
memasuki ruangan pemujaan, yang dilengkapi dengan patung Buddha, para peserta ibadah menanggalkan sepatu mereka. Mereka mengatur tangannya
sebelum bersujud dengan posisi berlutut bagi umat Buddha Theravada atau dalam posisi berdiri bagi umat Buddha Tibet. Ada tiga persembahan pokok
yang dapat dipersembahkan, yaitu: persembahan bunga sebagai peringatan akan kehidupan yang tidak kekal, persembahan lilin untuk mengusir
kegelapan, dan persembahan dupa sebagai peringatan akan keabadian harumnya ajaran Buddha. Setelah persembahan dilakukan,
Tiga Tempat Perlindu
ngan “Buddha, Dharma, dan Sangha dan Lima Aturan”
17 didaraskan, kemudian beberapa mantra diucapkan lalu dilanjutkan dengan
meditasi. Biasanya juga ada pengajaran sebelum ibadat selesai Michael Keene, 2006 : 79.
6. Kebaktian
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kebaktian adalah rasa tunduk dan khidmat, perbuatan pekerjaan bakti, kesetiaan dan perbuatan
baik seperti berdoa dan menyanyikan puji-pujian Hasan Alwi, 2007 : 94. Kebaktian umat Buddha merupakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah menciptakan langit dan bumi. Menghormati, mengabdikan diri dan berbakti kepada Sang Buddha, Bodhisattva, Dharmapala dan para
Arya dengan membaca mantra-mantra suci dan bermeditasi.
B. Penelitian Yang Relevan