BAB 2 KARAKTERISTIK PASIR

BAB 2
KARAKTERISTIK PASIR
2.1 Pengertian Pasir
Pasir merupakan material lepas – lepas sehingga diantara material tersebut tidak
memiliki gaya ikat satu dengan lainnya, serta memiliki ukuran pasir 0,0625 mm – 2 mm
(Pettijohn, et al., 1987). Apabila pasir tersebut terkompaksi, maka pasir akan berubah
menjadi batupasir. Dibawah ini adalah tabel pembagian kelas ukuran butir menurut
Pettijohn, et al., (1987) yang membagi kelas butir pasir berdasarkan ukurannya.
Tabel 2.1 Tabel Pembagian Kelas Ukuran butir

Menurut Pettijohn, Potter, dan Siever, (1987) pasir dapat digolongkan menjadi
tiga kategori utama: (1) pasir terigen (terrigeneous sand); (2) pasir karbonat (carbonate
sand); dan (3) pasir piroklastik (pyroclastic sand).
Pasir terigen merupakan pasir yang terbentuk dari hasil pelapukan dan
penghancuran batuan. Kemudian pasir tersebut diangkut oleh aliran fluida (air atau
udara).
Sebagian besar pasir karbonat merupakan endapan sedimen laut dan terutama
disusun oleh rangka binatang, oolit, serta intraklas yang terbentuk pada tempat yang
relatif berdekatan dengan lokasi pengendapannya.
Pasir piroklastik adalah pasir yang terbentuk akibat letusan gunungapi. Pasir
piroklastik dapat diendapkan dalam lingkungan yang beragam, baik lingkungan terestris

maupun lingkungan akuatis. Istilah vulkaniklastik (volcaniclastic) juga diterapkan pada
sebagian pasir, yakni pasir yang kaya akan material vulkanik. Pasir vulkaniklastik dapat
berupa pasir piroklastik maupun pasir terigen (jika berasal dari volcanic terrane). (
Pettijohn, et al., 1987 ).
Secara umum, terdapat 5 dasar proses dalam membentuk butiran pasir ( Pettijohn,
et al., 1987 ). Lima proses tersebut adalah:
1. Pelapukan, yang termasuk didalamnya berupa disintegrasi dan dekomposisi.
2. Eksplosif vulkanisme ( piroklastik )
3. Hancuran dari pergerakan batuan ( kataklastik )
4. Pelletisasi
5. Presipitasi dari larutan, dari reaksi kimia maupun biokimia

Gambar 2.1 Formasi keterbentukan pasir ( Pettijohn, et al., 1987 )

Proses pelapukan berhubungan erat dengan epiklastik. Salah satu proses utamanya
adalah batuan yang mengalami disintegrasi tidak terlalu banyak sehingga mengalami
dekomposisi di beberapa bagian di batuan tersebut. Dalam kondisi tak tentu, banyak
bagian dari batuan yang mengalami pelapukan menjadi pasir. Ini bisa disebabkan oleh
beberapa faktor seperti dari perbedaan temperatur yang drastis antara siang dan malam,
pembekuan batuan akibat musim dingin, atau proses hidrasi yang sedemikian hingga

batuan mengalami disintegrasi ( Pettijohn, et al., 1987 ).
Proses lainnya adalah batuan yang mengalami dekomposisi sehingga juga
menghasilkan pasir. Ini mungkin sebagian besar berasal dari pasir kuarsa yang terbentuk
akibat dekomposisi batuan plutonik yang dominan kuarsa. Material ukuran pasir
mungkin terbentuk dari aksi hancuran, tetapi tidak dari hasil abrasi. Sudah dibuktikan
dalam percobaan, abrasi kerakal menghasilkan lanau dan bukan pasir (Marshall 1927
dalam Pettijohn, et al., 1987 ). Bagaimanapun hancuran butiran dapat menghasilkan
volume pasir yang signifikan. Letusan gunungapi yang eksplosif dapat menghasilkan
banyak debris yang berukuran pasir yang contohnya seperti kaca, fragmen kristal, dan
partikel lava. Material yang berukuran pasir juga banyak diproduksi dari proses
diagenesis dan dari presipitasi kimia maupun biokimia. Material ini terbentuk di
cekungan sedimentasi dan tidak seperti pasir epiklastik yang memproduksi pasir dari
daratan. Pasir yang berasal dari intrabasinal merupakan material berukuran pasir halus
sampai lempung yang terdiri oleh pelitic dan micritic termasuk didalamnya terbentuk
pellet berukuran pasir yang berasal dari organisme ( Pettijohn, et al., 1987 ).
Prisipitasi biokimia dan kimia dari rangka dan pasir oolitic merupakan deposit
pasir yang signifikan. Walaupun tempatnya berasal dari intrabasinal, sumber pasir
karbonat yang apapun asal – usulnya, depositnya merupakan pasir yang bervariasi
termasuk didalamnya berasal dari batugamping ( Pettijohn, et al., 1987 ).
Tipe suatu pasir akan menjadi sulit untuk ditentukan apabila pasir itu mengandung

material yang asal-usulnya beragam, misalnya pasir yang mengandung material
piroklastik bisa saja bercampur dengan material terigen dan juga karbonat dalam
proporsi yang bervariasi.

2.2 Keterdapatan Pasir
Pasir banyak ditemukan di daerah sungai dan pesisir. Pasir juga bisa ditemukan
pada gumuk dan laut dangkal dalam jumlah sedikit. Pasir aluvial mencakup pasir yang
ditemukan pada kipas aluvial, alur sungai, dataran banjir, delta danau, dan delta laut.
Sebagian besar pasir sungai berasosiasi dengan alur sungai, meskipun sebagian
diantaranya dapat keluar dari alur dan membentuk endapan banjir pada dataran banjir.
Pasir pesisir tidak hanya mencakup pinggiran pantai, namun juga gosong lepas pantai,
dan delta. Pasir eolian mencakup gumuk pantai dan juga gumuk di gurun ( Pettijohn, et
al., 1987 ).
Perlu dijelaskan disini bahwa tempat-tempat akumulasi pasir yang paling umum
pada masa sekarang bersifat linier (gisik dan sungai). Walau demikian, sebagian pasir
purba membentuk endapan yang tersebar luas. Perbedaan antara lokasi pengendapan
pasir masa kini yang umumnya bersifat linier dengan pasir purba yang memperlihatkan
penyebaran yang luas mengindikasikan bahwa tubuh pasir yang memiliki penyebaran
luas merupakan produk pergeseran lokasi pengendapan dari waktu ke waktu, akibat
migrasi sungai pada arah lateral, atau akibat transgresi dan regresi garis pantai. Menurut

Kuenen (1959) dalam Pettijohn, et al., ( 1987 )yang meyakini pembundaran pasir kuarsa
akibat dari aksi angin, maka dapat disimpulkan banyak pasir dalam rekaman geologi
pernah berperan sebagai pasir eolian selama sejarah pengendapannya. Kuenen
memperkirakan bahwa 2 x 106 km2 gurun diperlukan untuk mencapai kebundaran ratarata pasir yang ada di dunia ini dan jika kebundaran itu bersifat konstan. Angka itu
diperlukan untuk mengkompensasikan munculnya partikel-partikel pasir yang
menyudut setiap tahunnya.
Jadi kesimpulannya adalah terdapat beberapa perbedaan antara pasir masa kini
dengan pasir purba. Graywacke yang menjadi material penyusun rekaman geologi, pasir
masa kini tidak mengandung matriks. Hal itu mengindikasikan bahwa matriks
merupakan produk diagenesis atau produk proses - proses pasca pengendapan. Secara
komposisional, pasir masa kini umumnya tidak matang atau setengah matang sedangkan
pasir yang berasal dari batupasir purba sangat matang. Kuarsit murni (ortokuarsit)
banyak ditemukan dalam rekaman geologi, namun agaknya tidak terbentuk pada masa
sekarang. Pasir masa kini tidak memiliki penyebaran yang luas sebagaimana pasir purba
karena penyebarannya yang linier. Terakhir, komposisi dan tekstur pasir masa kini

hanya memiliki sedikit hubungan dengan lingkungan pengendapan ( Pettijohn, et al.,
1987 ).
2.3 Kegunaan Pasir dan Potensi Keterdapatan di Indonesia
Menurut Pettijohn, et al., ( 1987 ) batupasir membentuk sekitar 1/4 volume batuan

sedimen, belum termasuk pasir karbonat (carbonate sand) dan pasir vulkanik (volcanic
sand). Pasir sangat berguna untuk manusia sehingga mempunyai nilai ekonomis
kegunaan pasir antara lain untuk:
1. Bahan dasar dalam industri kimia, gelas, dan metalurgi
2. Bahan bangunan, baik sebagai batu yang langsung digunakan dalam pembangunan
maupun sebagai bahan campuran tembok dan beton.
3. Sebagai molding sand, paper filler, dan sebagainya.
4. Pasir juga merupakan reservoar yang penting untuk minyakbumi, gasbumi, dan air
tanah. Sebagian pasir plaser merupakan sumber mineral bijih dan batu mulia.
Indonesia merupakan negara berkembang dengan memiliki sumber daya alam
yang dapat diperbaharui ataupun tidak dapat diperbaharui yang sangat melimpah.
Berdasarkan potensi geologinya, Indonesia merupakan negara berkembang yang
memiliki sesumber geologi seperti minyak bumi dan hasil tambang yang melimpah.
Menurut data dari Brixel tahun 1985, Indonesia termasuk peringkat negara dengan
potensi geologi yang sangat melimpah. Tabel dibawah ini merupakan peringkat negara
berkembang berdasarkan potensi geologinya,
Tabel 2.2 Klasifikasi Negara Berkembang Berdasarkan Potensi Geologi
Klas
10
9

8
7
6
5
4
3

Peringkat Negara Berdasarkan C.E. Michener
(1969)
Meksiko, Brazilia
Indonesia, Namibia, Zimbabwe, Angola, Mozambik
Argentina, Chili, Kongo, Filipina
Ethiopia, Kenya, Tanzania, Nigeria, Pakistan, Saudi Arabia, Turki, India, Myanmar
Tt
t
Suriname, Pantai Gading, Libia, Sudan, Tunisia, Iran, Irak, Jordania, Kuwait
Guinea

Sumber : Brixel, 1985
Keterangan : tt = tidak tersedia; 10 = positif dan 1 = negatif


Referat ini membahas pasir yang terdapat di lereng G. Merapi, yaitu pasir
piroklasik. Di Indonesia, banyak terdapat pasir hasil dari produk vulkanisme baik yang
terjadi pada zaman Tersier maupun Kuarter. Menurut Sukandarrumidi (1998), beberapa
tempat yang telah diusahakan oleh masyarakat antara lain:
-

Jawa Barat: S. Cikunir, G. Galunggung, Kab. Tasikmalaya, Cicurug Leles Kab.
Garut; Desa Cipeundeug, Kab. Subang; Komplek Legok, Kec. Ciawigebang, Kab.
Kuningan; Desa Lebak Mekar, Kab. Cirebon.

-

Jawa Tengah: G. Merapi; G. Muria, Kudus

-

Jawa Timur: G. Bromo