2.4. Komitmen Organisasi
Dalam Latuheru 2005, Wiener 1982 mendefinisikan komitmen organisasi sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar
dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan kepentingannya sendiri.
Dalam pandangan ini, individu yang memiliki komitmen tinggi akan lebih mengutamakan kepentingan organisasinya daripada kepentingan pribadi atau
kelompoknya Pinder 1984. Bagi individu dengan komitmen organisasi tinggi, pencapaian tujuan organisasi merupakan hal penting. Sebaliknya, bagi individu
atau karyawan dengan komitmen organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi, dan cenderung berusaha
memenuhi kepentingan pribadi. Komitmen organisasi yang kuat dalam diri individu akan menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi
sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasi Angle dan Perry 1981, Porter et al. 1974 serta akan memiliki pandangan positif dan lebih berusaha berbuat yang
terbaik demi kepentingan organisasi Porter et al. 1974. Komitmen yang tinggi menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan
organisasi ke arah yang lebih baik, dan kemungkinan terjadinya senjangan anggaran dapat dihindari.
2.5. Budaya Organisasi
Menurut Schein 1985 dalam Wirawan 2007 budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang
selagi mereka belajar untuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal, dan berintegrasi dengan lingkungan internal.
Budaya organisasi adalah norma yang menginformasikan anggota organisasi mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima, nilai-nilai
dominan yang dihargai organisasi di atas yang lainnya, asumsi dasar dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota organisasi, peraturan main yang
harus dipelajari jika orang ingin dapat sejalan dan diterima sebagai anggota organisasi, dan firasat yang mengarahkan organisasi dalam berhubungan dengan
karyawan dan kliennya Owen, 1991 dalam Wirawan, 2007. Stringer mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri atas lima
komponen yaitu sebagai berikut Wirawan, 2007: 1.
Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau
mengakses sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik atau buruk, produktif, atau pemborosan. Nilai-nilai ini dapat direfleksikan
dalam aspek-aspek seperti moto perusahaan; sistem pengukuran yang memfokuskan pada waktu respons dan dapat dipercaya; proporsi dan
senioritas dari staf yang tersedia untuk merespons pertanyaan dan keluhan pelanggan; serta frekuensi dengan apa para eksekutif senior memberikan
komentar atas kualitas layanan. 2.
Kepercayaan. Walaupun sering tidak dinyatakan, kepercayaan merefleksikan
pemahaman anggota organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan
kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka lakukan. Misalnya, disuatu organisasi anggota menghargai ide produk baru berdasarkan
kepercayaan bahwa inovasi merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi lainnya, anggota menganggap bahwa analisis
kuantitatif berdasarkan kepercayaan mampu mengontrol risiko dan merupakan cara untuk mencapai kemajuan.
3. Mite.
Mite adalah cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya untuk memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstransmisi
budaya organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya bagi anggota yang ada.
4. Tradisi.
Tradisi adalah kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual-ritual seperti upacara
sambut pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan. Tradisi mengabadikan nilai-nilai budaya organisasi,
kemajuan, atau prestasi khusus dalam kepercayaan diri tinggi organisasi. 5.
Norma. Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi mengenai
pakaian, kebiasaan kerja, dan norma perilaku interpersonal. Misalnya, di Cisco Systems, eksekutif senior menjawab sendiri telepon mereka.
Sedangkan di IBM, semua telepon diseleksi oleh sekretaris. Di Cisco, komunikasi interpersonal terbuka bagi semua level manajemen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi adalah Lindawati, 2001:
1. Kepemimpinan
Merupakan sikap dari pengusaha yang menjadi pelaku utama dalam penciptaan mentalitas etos kerja, serta budaya organisasi. Dalam hal ini
pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menggunakan seluruh sumber daya yang ada, serta mampu mengarahkan kegiatan bawahan yang
dipimpinnya untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.
Perilaku Organisasi Hirarki dalam struktur organisasi mencerminkan garis komando dan
tuntutan pelaksanaan tugas. Adanya garis komando yang menuntut kepatuhan bawahan dapat menciptakan budaya kekakuan dikaitkan dengan
tuntutan pelayanan yang baik kepada konsumen.
Peran budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi dan mereka yang berhubungan dengan organisasi yaitu Wirawan, 2007:
1. Identitas organisasi
Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi
menunjukkan identitas organisasi kepada orang di luar organisasi. 2.
Menyatukan organisasi. Budaya organisasi merupakan lem normatif yang merekatkan unsur-unsur
organisasi menjadi satu. Norma, nilai-nilai, dan kode etik budaya
organisasi menyatukan dan mengordinasi anggota organisasi. Ketika akan masuk menjadi anggota organisasi, para calon anggota organisasi
mempunyai latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda. Agar dapat diterima sebagai anggota organisasi, mereka wajib menerima dan
menerapkan budaya organisasi. Budaya organisasi menyediakan alat kontrol bagi aktivitas organisasi dan perilaku anggota organisasi. Norma,
nilai-nilia, dan kode etik budaya organisasi menyatukan pola pikir dan perilaku anggota organisasi. Isi budaya organisasi mengontrol apa yang
boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota organisasi. 3.
Reduksi konflik. Budaya organisasi sering dilukiskan sebagai semen atau lem yang
menyatukan organisasi. Isi budaya mengembangkan kohesi sosial anggota organisasi yang mempunyai latar belakang berbeda. Pola pikir, asumsi,
dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan terjadinya konflik di antara anggota organisasi. Jika terjadi perbedaan atau konflik,
budaya organisasi mempunyai cara untuk menyelesaikannya. Misalnya pada budaya organisasi birokratis dan autokrasi, pemimpin merupakan
penentu bagi penyelesaian konflik. Dalam budaya organisasi yang demokratis, musyawarah untuk mufakat atau voting merupakan cara untuk
menyelesaikan perbedaan atau konflik. 4.
Komitmen kepada organisasi dan kelompok. Budaya organisasi bukan saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi
komitmen anggota organisasi kepada organisasi dan kelompok kerjanya.
Budaya organisasi yang kondusif mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok kerjanya.
5. Reduksi ketidakpastian
Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepastian. Dalam mencapai tujuannya, organisasi menghadapi
ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota organisasi dan mencapai tujuan tersebut. Budaya organisasi
menentukan ke mana arah, apa yang akan dicapai, dan bagaimana mencapainya. Budaya organisasi juga mengembangkan pembelajaran bagi
anggota baru. Mereka mempelajari apa yang penting dan yang tidak penting, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Mereka mempunyai
pedoman yang memberikan kepastian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
6. Menciptakan konsistensi
Budaya organisasi menciptakan konsistensi berpikir, berperilaku, dan merespons lingkungan organisasi. Budaya organisasi memberikan
peraturan, panduan, prosedur, serta pola memproduksi dan melayani konsumen, pelanggan, nasabah, atau klien organisasi. Semua hal tersebut
menimbulkan konsistensi pola pikir, cara bertindak, dan berperileaku anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan perannya.
7. Motivasi
Budaya organisasi merupakan kekuatan tidak terlibat atau invisible force di belakang faktor-faktor organisasi yang kelihatan dan dapat diobservasi.
Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi anggota untuk mencapai tujuan
organisasi. Mereka merasa berkewajiban dan bertanggung kawab untuk merealisasi tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan organisasi, mereka
juga termotivasi untuk menggunakan perilaku dan cara tertentu, yaitu cara yang dapat diterima oleh budaya organisasi. Mula-mula motivasi tersebut
merupakan motivasi ekstrinsik karena budaya organisasi memberi imbalan bagi anggota organisasi yang mematuhinya dan memberi sanksi bagi yang
tidak melaksanakannya. Ketika anggota organisasi telah menjadi anggota organisasi dalam waktu yang cukup lama, mereka termotivasi secara
intrinsik untuk melakukan apa yang diwajibkan oleh budaya organisasi. Mereka bangga melakukan sesuatu dengan cara unik sesuai dengan norma,
nilai-nilai, dan filsafat budaya organisasi. 8.
Kinerja organisasi Budaya organisasi yang kondusif menciptakan, meningkatkan, dan
mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan.
Semua faktor tersebut merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi.
9. Keselamatan kerja
Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap keselamatan kerja. Richard L. Gardner 1999 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
faktor-faktor penyebab kepenyebab kecelakaan industrri adalah budaya
organisasi perusahaan. Ada hubungan kausal positif antara budaya organisasi dan kecelakaan industri. Untuk meningkatkan kinerja
keselamatan dan kesehatan kerja, perlu dikembangkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Sumber keunggulan kompetitif Budaya organisasi merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif.
Budaya organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan efisien, serta menurunkan ketidakpastian yang
memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar dan persaingan. Perusahaan-perusahaan yang mapan mempunyai semboyan high ethics
high profit dan no pain no gain. Mereka merupakan perusahaan yang relatif terus untung, berumur panjang, serta mampu menghadapi
persaingan dan perubahan lingkungan. Di Indonesia, contoh perusahaan jenis ini adalah perusahaan PT Astra International dan PT Indofood.
Dalam dunia bisnis internasional, contoh perusahaan jenis ini adalah Coca Cola, Protec Gamble, McDonald, Toyota, dan Singapore Airline.
Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang mempunyai keunggulan kompetitif karena mempunyai budaya organisasi yang mapan.
2.6. Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah