Sejarah Kodifikasi Hukum Pidana di Indonesia

12 dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 nama Wetboek van Stracfrecht voor Nederlandsch Indie ini diganti menjadi Wetboek van Stracfrecht saja dan disebut dengan nama Kitab Undang Undang Hukum Pidana KUHP. Norma tersebut baru kemudian disempurnakan oleh Undang- Undang Nomor 73 Tahun 1958 yang dinyatakan berlaku bagi seluruh wilayah Republik Indonesia hingga sekarang ini.

2.2. Politik Hukum Kodifikasi dan Upaya Pembaruan Hukum Pidana

Pasca kemerdekaan, terdapat usaha-usaha pembaruan hukum yang didasarkan setidaknya pada tigaalasan. Pertama, alasan politik yang diartikan bahwa suatu negara harus memiliki produk hukum sendiri yang bersifat nasional hal ini merujuk pada masih adanya produk hukum peninggalan penjajah.Kedua, alasan sosiologis yang diartikan bahwa hukum harus mencerminkan nilai-nilai buadaya suatu bangsa. Ketiga, alasan praktis yang diartikan bahwa terdapat berbagai perkembangan baik secara keilmuan maupun praktik yang harus diukuti juga oleh peraturan perundangan-undangan sehingga dapat diaplikasi sesuai dengan perkembangan zaman. Berkaitan dengan hal diatas, p roblematika kodifikasi tentu tidak bisa lepas dari arah politik hukum secara umum dan khususnya terhadap pembangunan hukum sehubungan dengan karakteristik produk undang-undang. Sebagaimana telah disampaikan pada bagian sebelumnya dalam tulisan ini, kodifikasi bertujuan untuk mencapai kesatuan, kepastian hukum, dan penyederhanaan hukum. Karateristik politik hukum nasional dengan cara kodifikasi jika ditarik mundur kebelakang bisa dilihat pada rumusan GBHN pada butir c TAP MPR Nomor IVMPR 1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, yang berbunyi: Pe i gkata da pe ye pur aa pe i aa huku asio al, de ga a tara lai e gadaka pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan e perhatika kesadara huku dala asyarakat Yang kemudian dicantumkan kembali pada TAP MPR Nomor IIMPR1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara butir c: Me i gkatka da e ye pur akan pembinaan hukum nasional dalam rangka pembaharuan hukum, dengan antara lain mengadakan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang hukum terte tu de ga e perhatika kesadara huku ya g erke a g dala asyarakat TAP MPR Nomor IIMPR1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara butir c: Dala ra gka pe a gu a huku perlu le ih diti gkatka upaya pe arua huku se ara terarah dan terpadu, antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran asyarakat . Baru pada tahun 1999 terjadi arah perubahan politik hukum nasional melalui TAP MPR Nomor IVMPR1999 tentang Garis-Garis Besar haluan Negara butir c yang berbunyi: Me ata siste huku asio al ya g e yeluruh da terpadu de ga e gakui da menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaia ya de ga tu tuta refor asi elalui progra legislasi Dalam ranah hukum pidana sendiri,upaya untuk melakukan pembaruan hukum pidana bukan baru terjadi melalui RKUHP.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 bisa dikatakan merupakan batu pertama upaya pembaruan bidang hukum pidana di Indonesia.Hal ini didasari adanya dua hal,pertama, ketentuan peralihan yang menyatakan bahwa semua peraturan hukum pidana yang bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia tidak berlaku dan kedua, mengubah beberapa kata dan menghapus beberapa pasal dalam WvS dan adanya penciptaan delik 13 baru.Usaha-usaha pembaruan hukum pidana ini berlanjut dengan diundangkannya beberapa undang-undang lainnya, antara lain: Undang-Undang Kategori Keterangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Mencabut, menyatakan tidak berlaku dan mengubah ketentuan dalam KUHP Undang-undang yang ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 26 Februari 1946 ini dalam konsiderannya menyebutkan: Me i a g, ah a se elu dapat melakukan pembentukan undang-undang hukum pidana baru, perlu peraturan hukum pidana disesuaikan dengan keadaa sekara g , seda gka pasal I e etapka ah a peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku 16 Februari 1946 ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 maret 1942. Hal-hal penting lainnya adalah: Pasal V e etapka ah a peratura huku pida a, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka, atau tidak punya arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian sementara tidak erlaku lagi . Pasal i i erupaka atu uji apakah suatu ketentuan Undang-Undang Pidana masih dapat diterapkan atau tidak oleh hakim, sehingga dapat digunakan untuk mendekriminalisasikan atau mendepenalisasikan suatu ketentuan dalam hukum pidana. Pasal VI mengubah nama Wetboek van Stracfrecht voor Nederlandsch Indie menjadi Wetboek van Stracfrecht saja dan dapat disebut dengan nama kitab undang-undang Hukum pidana KUHP. Pasal VIII memuat perubahan makna kata-kata dan penghapusan berbagai pasal dalam KUHP. Pasal IX-XVI, dalam pasal ini dimuat delik-delik baru salah satu a de ga se gaja e jala ka suatu per uata terhadap bendera kebangsaan Indonesia yang menimbulkan perasaan penghinaan-penghinaan kebangsaan. Undang-Undang Nomor20 Tahun 1946 Menambahmem asukan ketentuan baru dalam KUHP Undang-Undang ini menambah pidana pokok yang terdapat dalam Pasal 10a KUHP dan Pasal 6a KUHP Militer dulunya tentara yaitu Pidana tutupan. Pidana tutupan ini menggantikan pidana penjara apabila pengadilan mengadili orang yang melakukan kejahatan karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati Pasal 2 ayat 1 1, namun pidana tutupan ini tidak belaku apabila menimbulkan akibat yang sedemikan rupa, sehingga hakim berpendapat pidana penjara yang paling tepat Pasal 2 ayat 2. Dalam konsideran Undang-Undang ini tidak dijelaskan alasan dibuatnya Pidana tutupan ini. Baru pada tahun 1948 muncul Peraturan PemerintahNomor 5 Tahun 1948 yang