SEKOLAH LUAR BIASA TIPE D DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB III DAN IV
BAB III
TINJAUAN KOTA SEMARANG DAN TINJAUAN SEKOLAH LUAR BIASA DI SEMARANG
3.1 Tinjauan Kota Semarang
3.1.1
Kondisi Fisik dan Non Fisik Kota Semarang
Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah, yang juga
merupakan tempat terjadinva perkembangan perekonomian yang begitu pesat,
sehingga kota Semarang merupakan indikator kuat bagi daerah-daerah lain di
provivsi Jawa Tengah untuk mengikuti perkembangan kota Semarang.
Kondisi ini didukung dengan pembangunan kawasan-kawasan industri dan
perdagangan baru disamping memperluas kawasan untuk kegiatan sosial. Potensi
yang ada di kota Semarang dapat dilihat dari kondisi alam Semarang, peraturan
terkait, sarana dan prasarana yang ada.
Gambar 3.1 : Peta Kota Semarang
Sumber : www.google.com
3.
Letak Geografis
Kota Semarang terletak antara garis 605 ’ – 70
’ Li ta g Selata
dan garis 109 35’ – 110 5 ’ bujur Ti ur da dibatasi oleh:
0
Sebelah
4.
0
Utara
: Laut Jawa
Selatan
: Kab. Semarang
Timur
: Kab. Demak
Barat
: Kab. Kendal
Kependudukan
Kota Semarang merupakan kota dengan kepadatan penduduk
tinggi. Data populasi penduduk Kota Semarang pada tahun 2010
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 27
menunjukkan angka 1.435.574 jiwa. Kepadatan penduduk tinggi
cenderung di Kecarnatan-kecamatan yang merupakan area Central Bisnis
District (CBD) seperti Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang
Barat, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan
Candisari dan Kecamatan Semarang Utara dengan kepadatan penduduk ±
10.000 jiwa/km2.
Penduduk Kota Semarang memiliki mata pencaharian yang cukup
beragam yang menunjukkan ciri masyarakat urbanis dari suatu kota yang
sedang berkernbang ke arah metropolis, antara lain PNS. Pengusaha, jasa
angkutan, buruh industri bangunan, buruh tani, petani, pensiunan, dan
lain-lain.
3.1.2
Peran dan Fungsi Keruangan Kota Semarang.
Penataan ruang kota Semarang berdasarkan RTRW/RDTRK, memiliki visi
iata ruang kota yang dapat mewadahi perkembangan kualitas hidup masyarakat
dan lingkungan
melalui potensi geografis kota sebagai penghubung 2 kota
perdagangan besar di Indonesia, lingkungan hidup yang berciri perbukitan dan
pantai, serta pengembangan social budaya melalui pemanfaatan potensi serta
warisan sejarah perkembangan kota.
Untuk
mengarahkan
pengembangan
kota
sehingga
terwujud
keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar wilayah, kota Semarang dibagi
menjadi 4 Wilayah Pengembangan (WP) yang bertujuan untuk menciptakan
kehidupan kota yang serasi, yang secara garis besar menyangkut susunan pusatpusat pemukiman dan jangkauan pelayanan penduduk pada tiap-tiap wilayah
tersebut. Pembagian WP disesuaikan dengan spesifikasi kegiatan yang ada dan
potensi lokasi. Kemudian untuk lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kota,
maka masing-masing WP dibagi kedalam Wilayah Bagian Kota (BWK) yang
seluruhnya berjumlah 10 Bagian Wilayah Kota.
Tabel 3.1. Pembagian WP & Bagian Wilayah Kota Semarang
No
1
Wilayah
Pengembangan
(WP)
WP I
Bagian Wilayah
Kota (BWK)
BWK I
BWK II
Kecamatan
1. Sernarang Tengah
2. Semarang Timur
3. Semarang Selatan
4. Gajahmungkur
5. Candisari
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 28
BWK III
2
WP II
BWK IV
BWK V
3
WP III
4
WP IV
BWK VI
BWK VII
BWK VIII
BWK IX
BWK X
6. Semarang Barat
7. Semarang Utara
8. Genuk
9. Gayamsari
10. Pedurungan
11. Tembalang
12. Banyumanik
13. Gunung pati
14. Mijen
15. Ngaliyan
16. Tugu
Sumber : Bappeda Semarang
Adapun penjabaran pola tata ruang Kota Semarang adalah sebagai berikut :
Wilayah pengembangan 1 dengan ciri kegiatan bersifat perkotan (urban) yaitu
sebagai pusat kegiatan pelayanan umum yang meliputi perkantoran,
perdagangan, pendidikan, komersial, pelabuhan dan industri berikat
pelabuhan, perumahan dan lingkungan.
Wilavah pengembangan II dengan karakteristik sebagai kawasan industri kota,
rekreasi pantai, perumahan, pendidikan dan pertambakan.
Wilayah pengembangan III dengan karakteristik sebagai wilayah urban dan
dikembangkan sebagai wilayah untuk jasa, pendidikan, kesehatan, perumahan
dan pergudangan.
Wilyah pengembangan IV dengan karakteristik sebagai pusat pertumbuhan
baru
yang dikembangkan menjadi daerah perumahan, perdagangan,
perkantoran, pusat olah raga, industri non profit dan berteknologi tinggi,
agroindustri, dan sebagainya.
Dari penjabaran pola tata ruang kota Semarang dapat diketahui tata guna lahan yang
diperuntukkan untuk fasilitas Pendidikan adalah pada Wilayah Pengembangan I (BWK II –
Kecamatan Gajah Mungkur & Candisari), Wilayah Pengembangan II (BWK V – Kecamatan
Pedurungan & Gayamsari) dan Wilayah Pengembangan III (BWK VI – Kecamatan Tembalang).
Sedangkan rencana penggunaan tanah dari prosentasenya untuk setiap wilayah
pengembangan Kota Semarang, menurut Perda N. 2/1990 diatur sebagai berikut :
Tabel 3.2. Rencana penggunaan tanah pada Wilayah Pengembangan (WP) di kota Semarang.
No
1
2
3
4
Jenis Peruntukan
Perumahan
Perdagangan
Industri
Perkantoran
WP I
5291.27
200
0
111.86
Wilayah Pengembangan
WP II
WP III
2776.87
4015.75
12.85
34
2075
0
1.32
2.41
WP IV
4146.75
34.2
0
4.28
Jumlah
Luas (H)
Prosentse
15901.09
42.55
281.05
0.75
2075
5.55
119.87
0.32
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 29
5
Fasilitas
Pendidikan
Hiburan
&
Olahraga
Pusat
Kebudayaan
Fasilitas
Kesehatan
Terminal Bus
Terminal KA
Terminal Udara
Pelabuhan
&
Pergudangan
Penghijauan dan
Jalan
Pertanian
Jumlah
6
7
8
436.46
85.2
289.2
227.7
1038.56
2.78
311.45
10.5
47.9
78.25
448.1
1.2
30
0
0
0
0
0.08
53.05
7.52
2.81
23.02
103.4
0.28
2
128
225
384
135
15
0
0
1.5
0
0
0
4.5
0
0
0
143
143
225
384
0.38
0.38
0.6
1.03
1360.76
520.74
2466.98
9846.73
14195.21
37.99
0
8533.3
608
5918
664.05
7542.6
1011.1
15376
2283.15
37370.43
6.11
100
Sumber : Bappeda Kota Semarang
Selain itu berdasarkan pada Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang 2000-2010
bahwa pengembangan penyediaan sekolah dan sarana penunjangnya di BWK II. V dan BWK IV
pada :
Penyediaan pendidikan, sebagai usaha peningkatan sumber daya manusia guna
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan secara mandiri
Penyediaan Pendidikan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi
penduduk sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja, pendapatan dan dapat
berperan secara aktif dalam pembangunan sampai akhir perencanaan.
Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah ada, melalui program dan pendekatan
yang sesuai dengan keadaan yang aada di wilayah ini.
3.2 Tinjauan Sekolah Luar Biasa di Semarang
Kota Semarang sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, jumlah penyandang
cacat khususnya penyandang cacat tubuh baik yang merupakan penyandang cacat anakanak maupun dewasa cukup mengalami peningkatan yang berfluktuasi. Berikut ini adalah
data perkembangan jumlah penyandang cacat tubuh yang ada di kota Semarang pada
tahun 2006 hingga tahun 2009 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota
Semarang:
Tabel 3.3 : Data Penyandang Cacat di Kota Semarang
No.
Tahun
Tubuh
1.
2.
3.
2006
2007
2008
533
616
616
Tuna
Netra
258
346
346
Mental
293
416
416
Tuna
Rungu
370
320
320
Ganda
116
86
86
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 30
4.
2009
Total
612
2377
349
1299
422
1547
309
1319
81
369
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Semarang
Dari tabel di atas, jumlah kebutuhan khusus atau penyandang cacat tubuh dan
mental dalam rentang waktu 10 tahun mengalami penurunan dan kenaikan yang besar
perbedaannya. Diprediksi kondisi ini akan berlaku dalam rentang 10 tahun kedepan.
Sedangkan fasilitas khusus bagi anak kebutuhan khusus penyandang cacat,
khususnya bagi cacat tubuh di kota Semarang sebenarnya kurang dan belum mampu
menampung jumlah penyandang cacat yang ada di Semarang, baik layanan pendidikan
maupun fasilitas rehabilitasi yang ada.
Tabel 3.4 : Jumlah Pelayanan Fasilitas Pendidikan Bagi Penyandang Cacat di Kota Semarang
No.
1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
Nama
Jenis
C, D
B, C
B, C
C
A
C
C
C
C
A, B, C, D, E
Autis
YPAC
Swadaya
Widya Bakti
Hj. Soemiyati Himawan
Dria Adi
Darma Mulia
Immanuel
Putra mandiri
Talifakum
SLB Negeri
Sumber : www.kliksemarang.com
Dari data diatas, jumlah fasilitas pendidikan yang paling banyak di Semarang
adalah fasilitas bagi anak- anak penyandang cacat mental baik ringan maupun sedang
Sedangkan untuk penyandang cacat tubuh sendiri fasilitas yang tersedia sangat sedikit
sekali yaitu hanya YPAC dan SLB Negeri Semarang. Hal ini menunjukkan kualitas
layanan yang ada belum memadai dan ditunjang belum terbuka kesadaran
rnasyarakat terutama orang tua untuk memberikan pendidikan dan pelatihan untuk
hidup mandiri.
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 31
BAB IV
KESIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN
4.1 Kesimpulan
1. Sekolah Luar Biasa Bagi Tuna Daksa di Semarang menjadi penting terkait dengan
belum adanya fasilitas pendidikan luar biasa yang aksesibel terhadap penyandang
cacat, dalam menyongsong sarana prasarana pendidikan yang lebih memadai.
2. Merupakan upaya untuk melayani pendidikan, terapi dan keterampilan masyarakat
penyandang cacat tubuh (Tuna Daksa) di kota Semarang.
3. Sekolah Luar Bisa Tipe D bagi Tuna Daksa di kota Semarang pada dasarnya merupakan
unit untuk memwadahi pendidikan luar biasa yang ditunjang layanan pendidikan
khusus bagi anak berkebutuhan khusus secara menyeluruh dan berkelanjutan.
4.2 Batasan
1. Batasan Pelayanan Sekolah Luar Biasa Tipe D ini untuk lingkup wilayah Kota Semarang
dan sekitarnya.
2. Aktifitas Utama Sekolah Luar Biasa Tipe D di kota Semarang ini adalah
penyelenggaraan layanan pendidikan luar biasa yang ditunjang dengan kegiatan
pendukungnya sesuai dengan konsep dasar Sekolah Luar Biasa.
3. Spesifikasi Pengguna Sekolah Luar Biasa Tipe D di kota Semarang ini diperuntukkan
bagi anak berkebutuhan khusus Tuna Daksa.
4. Penentuan Lokasi dan Tapak yang digunakan dalam perencanaan & perancangan
mengacu pada tata guna lahan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota Semarang
2000 – 2010.
5. Persyaratan yang dipakai sebagai dasar perencanaan dan perancangan sesuai dengan
standar pelayanan minimal yang berlaku, pendekatan teknis aksesibilitas yang baku,
study ruang, hasil studi komporasi.
4.3 Anggapan
1. Proyeksi perancangan dalam hal daya dukung fifik Sekolah Luar Biasa Tipe D mengacu
pada upaya untuk menjawab kebutuhan hingga 10 tahun ke depan.
2. Tapak terpilih dianggap siap digunakan dengan batas-batas yang ada dan memenuhi
syarat dalam penyediaan pembatasan tanah tidak ada masalah.
3. Jaringan utilitas seperti air bersih, listrik, telepon dan sanitasi dapat difungsikan
sepenuhnya dan tersedia.
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 32
4. Kondisi masyarakat Kota Semarang dianggap telah paham dan sadar arti pentingnya
kegiatan pengelolaan layanan pendidikan yang ditujukan bagi Tuna Daksa dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan dan masa depannya.
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 33
TINJAUAN KOTA SEMARANG DAN TINJAUAN SEKOLAH LUAR BIASA DI SEMARANG
3.1 Tinjauan Kota Semarang
3.1.1
Kondisi Fisik dan Non Fisik Kota Semarang
Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah, yang juga
merupakan tempat terjadinva perkembangan perekonomian yang begitu pesat,
sehingga kota Semarang merupakan indikator kuat bagi daerah-daerah lain di
provivsi Jawa Tengah untuk mengikuti perkembangan kota Semarang.
Kondisi ini didukung dengan pembangunan kawasan-kawasan industri dan
perdagangan baru disamping memperluas kawasan untuk kegiatan sosial. Potensi
yang ada di kota Semarang dapat dilihat dari kondisi alam Semarang, peraturan
terkait, sarana dan prasarana yang ada.
Gambar 3.1 : Peta Kota Semarang
Sumber : www.google.com
3.
Letak Geografis
Kota Semarang terletak antara garis 605 ’ – 70
’ Li ta g Selata
dan garis 109 35’ – 110 5 ’ bujur Ti ur da dibatasi oleh:
0
Sebelah
4.
0
Utara
: Laut Jawa
Selatan
: Kab. Semarang
Timur
: Kab. Demak
Barat
: Kab. Kendal
Kependudukan
Kota Semarang merupakan kota dengan kepadatan penduduk
tinggi. Data populasi penduduk Kota Semarang pada tahun 2010
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 27
menunjukkan angka 1.435.574 jiwa. Kepadatan penduduk tinggi
cenderung di Kecarnatan-kecamatan yang merupakan area Central Bisnis
District (CBD) seperti Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang
Barat, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan
Candisari dan Kecamatan Semarang Utara dengan kepadatan penduduk ±
10.000 jiwa/km2.
Penduduk Kota Semarang memiliki mata pencaharian yang cukup
beragam yang menunjukkan ciri masyarakat urbanis dari suatu kota yang
sedang berkernbang ke arah metropolis, antara lain PNS. Pengusaha, jasa
angkutan, buruh industri bangunan, buruh tani, petani, pensiunan, dan
lain-lain.
3.1.2
Peran dan Fungsi Keruangan Kota Semarang.
Penataan ruang kota Semarang berdasarkan RTRW/RDTRK, memiliki visi
iata ruang kota yang dapat mewadahi perkembangan kualitas hidup masyarakat
dan lingkungan
melalui potensi geografis kota sebagai penghubung 2 kota
perdagangan besar di Indonesia, lingkungan hidup yang berciri perbukitan dan
pantai, serta pengembangan social budaya melalui pemanfaatan potensi serta
warisan sejarah perkembangan kota.
Untuk
mengarahkan
pengembangan
kota
sehingga
terwujud
keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar wilayah, kota Semarang dibagi
menjadi 4 Wilayah Pengembangan (WP) yang bertujuan untuk menciptakan
kehidupan kota yang serasi, yang secara garis besar menyangkut susunan pusatpusat pemukiman dan jangkauan pelayanan penduduk pada tiap-tiap wilayah
tersebut. Pembagian WP disesuaikan dengan spesifikasi kegiatan yang ada dan
potensi lokasi. Kemudian untuk lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kota,
maka masing-masing WP dibagi kedalam Wilayah Bagian Kota (BWK) yang
seluruhnya berjumlah 10 Bagian Wilayah Kota.
Tabel 3.1. Pembagian WP & Bagian Wilayah Kota Semarang
No
1
Wilayah
Pengembangan
(WP)
WP I
Bagian Wilayah
Kota (BWK)
BWK I
BWK II
Kecamatan
1. Sernarang Tengah
2. Semarang Timur
3. Semarang Selatan
4. Gajahmungkur
5. Candisari
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 28
BWK III
2
WP II
BWK IV
BWK V
3
WP III
4
WP IV
BWK VI
BWK VII
BWK VIII
BWK IX
BWK X
6. Semarang Barat
7. Semarang Utara
8. Genuk
9. Gayamsari
10. Pedurungan
11. Tembalang
12. Banyumanik
13. Gunung pati
14. Mijen
15. Ngaliyan
16. Tugu
Sumber : Bappeda Semarang
Adapun penjabaran pola tata ruang Kota Semarang adalah sebagai berikut :
Wilayah pengembangan 1 dengan ciri kegiatan bersifat perkotan (urban) yaitu
sebagai pusat kegiatan pelayanan umum yang meliputi perkantoran,
perdagangan, pendidikan, komersial, pelabuhan dan industri berikat
pelabuhan, perumahan dan lingkungan.
Wilavah pengembangan II dengan karakteristik sebagai kawasan industri kota,
rekreasi pantai, perumahan, pendidikan dan pertambakan.
Wilayah pengembangan III dengan karakteristik sebagai wilayah urban dan
dikembangkan sebagai wilayah untuk jasa, pendidikan, kesehatan, perumahan
dan pergudangan.
Wilyah pengembangan IV dengan karakteristik sebagai pusat pertumbuhan
baru
yang dikembangkan menjadi daerah perumahan, perdagangan,
perkantoran, pusat olah raga, industri non profit dan berteknologi tinggi,
agroindustri, dan sebagainya.
Dari penjabaran pola tata ruang kota Semarang dapat diketahui tata guna lahan yang
diperuntukkan untuk fasilitas Pendidikan adalah pada Wilayah Pengembangan I (BWK II –
Kecamatan Gajah Mungkur & Candisari), Wilayah Pengembangan II (BWK V – Kecamatan
Pedurungan & Gayamsari) dan Wilayah Pengembangan III (BWK VI – Kecamatan Tembalang).
Sedangkan rencana penggunaan tanah dari prosentasenya untuk setiap wilayah
pengembangan Kota Semarang, menurut Perda N. 2/1990 diatur sebagai berikut :
Tabel 3.2. Rencana penggunaan tanah pada Wilayah Pengembangan (WP) di kota Semarang.
No
1
2
3
4
Jenis Peruntukan
Perumahan
Perdagangan
Industri
Perkantoran
WP I
5291.27
200
0
111.86
Wilayah Pengembangan
WP II
WP III
2776.87
4015.75
12.85
34
2075
0
1.32
2.41
WP IV
4146.75
34.2
0
4.28
Jumlah
Luas (H)
Prosentse
15901.09
42.55
281.05
0.75
2075
5.55
119.87
0.32
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 29
5
Fasilitas
Pendidikan
Hiburan
&
Olahraga
Pusat
Kebudayaan
Fasilitas
Kesehatan
Terminal Bus
Terminal KA
Terminal Udara
Pelabuhan
&
Pergudangan
Penghijauan dan
Jalan
Pertanian
Jumlah
6
7
8
436.46
85.2
289.2
227.7
1038.56
2.78
311.45
10.5
47.9
78.25
448.1
1.2
30
0
0
0
0
0.08
53.05
7.52
2.81
23.02
103.4
0.28
2
128
225
384
135
15
0
0
1.5
0
0
0
4.5
0
0
0
143
143
225
384
0.38
0.38
0.6
1.03
1360.76
520.74
2466.98
9846.73
14195.21
37.99
0
8533.3
608
5918
664.05
7542.6
1011.1
15376
2283.15
37370.43
6.11
100
Sumber : Bappeda Kota Semarang
Selain itu berdasarkan pada Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang 2000-2010
bahwa pengembangan penyediaan sekolah dan sarana penunjangnya di BWK II. V dan BWK IV
pada :
Penyediaan pendidikan, sebagai usaha peningkatan sumber daya manusia guna
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan secara mandiri
Penyediaan Pendidikan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi
penduduk sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja, pendapatan dan dapat
berperan secara aktif dalam pembangunan sampai akhir perencanaan.
Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah ada, melalui program dan pendekatan
yang sesuai dengan keadaan yang aada di wilayah ini.
3.2 Tinjauan Sekolah Luar Biasa di Semarang
Kota Semarang sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, jumlah penyandang
cacat khususnya penyandang cacat tubuh baik yang merupakan penyandang cacat anakanak maupun dewasa cukup mengalami peningkatan yang berfluktuasi. Berikut ini adalah
data perkembangan jumlah penyandang cacat tubuh yang ada di kota Semarang pada
tahun 2006 hingga tahun 2009 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota
Semarang:
Tabel 3.3 : Data Penyandang Cacat di Kota Semarang
No.
Tahun
Tubuh
1.
2.
3.
2006
2007
2008
533
616
616
Tuna
Netra
258
346
346
Mental
293
416
416
Tuna
Rungu
370
320
320
Ganda
116
86
86
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 30
4.
2009
Total
612
2377
349
1299
422
1547
309
1319
81
369
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Semarang
Dari tabel di atas, jumlah kebutuhan khusus atau penyandang cacat tubuh dan
mental dalam rentang waktu 10 tahun mengalami penurunan dan kenaikan yang besar
perbedaannya. Diprediksi kondisi ini akan berlaku dalam rentang 10 tahun kedepan.
Sedangkan fasilitas khusus bagi anak kebutuhan khusus penyandang cacat,
khususnya bagi cacat tubuh di kota Semarang sebenarnya kurang dan belum mampu
menampung jumlah penyandang cacat yang ada di Semarang, baik layanan pendidikan
maupun fasilitas rehabilitasi yang ada.
Tabel 3.4 : Jumlah Pelayanan Fasilitas Pendidikan Bagi Penyandang Cacat di Kota Semarang
No.
1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
Nama
Jenis
C, D
B, C
B, C
C
A
C
C
C
C
A, B, C, D, E
Autis
YPAC
Swadaya
Widya Bakti
Hj. Soemiyati Himawan
Dria Adi
Darma Mulia
Immanuel
Putra mandiri
Talifakum
SLB Negeri
Sumber : www.kliksemarang.com
Dari data diatas, jumlah fasilitas pendidikan yang paling banyak di Semarang
adalah fasilitas bagi anak- anak penyandang cacat mental baik ringan maupun sedang
Sedangkan untuk penyandang cacat tubuh sendiri fasilitas yang tersedia sangat sedikit
sekali yaitu hanya YPAC dan SLB Negeri Semarang. Hal ini menunjukkan kualitas
layanan yang ada belum memadai dan ditunjang belum terbuka kesadaran
rnasyarakat terutama orang tua untuk memberikan pendidikan dan pelatihan untuk
hidup mandiri.
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 31
BAB IV
KESIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN
4.1 Kesimpulan
1. Sekolah Luar Biasa Bagi Tuna Daksa di Semarang menjadi penting terkait dengan
belum adanya fasilitas pendidikan luar biasa yang aksesibel terhadap penyandang
cacat, dalam menyongsong sarana prasarana pendidikan yang lebih memadai.
2. Merupakan upaya untuk melayani pendidikan, terapi dan keterampilan masyarakat
penyandang cacat tubuh (Tuna Daksa) di kota Semarang.
3. Sekolah Luar Bisa Tipe D bagi Tuna Daksa di kota Semarang pada dasarnya merupakan
unit untuk memwadahi pendidikan luar biasa yang ditunjang layanan pendidikan
khusus bagi anak berkebutuhan khusus secara menyeluruh dan berkelanjutan.
4.2 Batasan
1. Batasan Pelayanan Sekolah Luar Biasa Tipe D ini untuk lingkup wilayah Kota Semarang
dan sekitarnya.
2. Aktifitas Utama Sekolah Luar Biasa Tipe D di kota Semarang ini adalah
penyelenggaraan layanan pendidikan luar biasa yang ditunjang dengan kegiatan
pendukungnya sesuai dengan konsep dasar Sekolah Luar Biasa.
3. Spesifikasi Pengguna Sekolah Luar Biasa Tipe D di kota Semarang ini diperuntukkan
bagi anak berkebutuhan khusus Tuna Daksa.
4. Penentuan Lokasi dan Tapak yang digunakan dalam perencanaan & perancangan
mengacu pada tata guna lahan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota Semarang
2000 – 2010.
5. Persyaratan yang dipakai sebagai dasar perencanaan dan perancangan sesuai dengan
standar pelayanan minimal yang berlaku, pendekatan teknis aksesibilitas yang baku,
study ruang, hasil studi komporasi.
4.3 Anggapan
1. Proyeksi perancangan dalam hal daya dukung fifik Sekolah Luar Biasa Tipe D mengacu
pada upaya untuk menjawab kebutuhan hingga 10 tahun ke depan.
2. Tapak terpilih dianggap siap digunakan dengan batas-batas yang ada dan memenuhi
syarat dalam penyediaan pembatasan tanah tidak ada masalah.
3. Jaringan utilitas seperti air bersih, listrik, telepon dan sanitasi dapat difungsikan
sepenuhnya dan tersedia.
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 32
4. Kondisi masyarakat Kota Semarang dianggap telah paham dan sadar arti pentingnya
kegiatan pengelolaan layanan pendidikan yang ditujukan bagi Tuna Daksa dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan dan masa depannya.
Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 33