kd Tasik 1004190 Chapter1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesuksesan pendidikan dalam mencapai tujuannya tidak hanya dilihat dari kualitas kognitif
peserta didik saja, tetapi dilihat dari seluruh aspek pribadi yang menunjukan kualitas sumber
daya manusia dari hasil sebuah proses pendidikan. Ada sebuah ungkapan yang perlu kita
renungkan sebagai calon pendidik yakni “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter
bangsa (manusia itu sendiri)” (Majid, 2012, hal. 2) tentulah ini tugas kita untuk melahirkan anakanak bangsa yang berkarakter, agar kelak mampu memajukan negeri kita Indonesia.
Memahami sejarah sebuah konsep sungguh sangat penting untuk dapat memahami dalam
konteks apa konsep itu lahir, dan mengapa harus diperjuangkan, terlebih kaitannya dengan
pendidikan karakter. Merujuk pada pendapat beberapa tokoh, pemimpin, dan pakar pendidikan
dunia yang menyepakati bahwa pembentukan karakter adalah tujuan pendidikan, maka sejarah
pendidikan karakter telah ada sejak jaman dahulu, namun dalam perjalanannya pendidikan
karakter seolah terkikis dan tenggelam dalam implementasinya di sekolah.
Sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates (dalam Majid, 2012, hal. 2) mengatakan bahwa tujuan
yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and
smart. Dalam sejarah Islam, sekitar 1400 tahun yang lalu, Muhammad SAW. Sang nabi terakhir
dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah
untuk menyempurnakan ahlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good
character). Berikutnya, ribuan tahun setelah itu, rumusan tujuan utama pendidikan karakter tetap
pada wilayah yang sama, yaitu pembentukan kepribadian manusia yang baik.

Tokoh pendidikan Barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona, Brooks, dan Goble
(dalam Majid, 2012, hal. 2) seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan oleh Socrates
dan Muhammad SAW bahwa moral, ahlak, atau karakter adalah tujuan yang tak terhindarkan
dari dunia pendidikan. Begitu juga dengan Marthin Luther King menyetujui pemikiran tersebut
dengan mengatakan “Intelligence plus character, that is true aim of education”, Kecerdasan plus
karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.
Adapun di Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun
2003 (dalam Gunawan, 2012, hal. 26) tentang sistem dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. ”

Memiliki arah dan perspektif yang sama dalam menentukan tujuan pendidikan yakni tidak
hanya pada sebatas pencerdasan secara intelektual, tetapi juga menciptakan manusia yang
berahlak mulia. Hal ini dapat dilihat dari upaya pemerintah sejak jaman dulu, dengan
menerapkan pendidikan karakter dalam pendidikan kewarganegaraan. Pada zaman prakemerdekaan dikenal pendidikan “Budi Pekerti” yang menanamkan asas-asas moral, etika, dan
etiket kehidupan dan pergaulan sehari-hari kepada peserta didik. Kemudian memasuki era
demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno pada awal tahun 1960-an, pendidikan karakter

dikampanyekan dengan hebat dan dikenal dengan national and character building. Namun
dalam perjalanannya dihancurkan oleh doktrin-doktrin yang melemahkan.
Kemudian pada masa pemerintahan Orde baru, indoktrinasi itu berganti menjadi Penataran
P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang bukan saja sebagai pelajaran wajib,
tetapi juga penataran wajib. Upaya pembentukan karakter bangsa juga terus dilakukan sampai
awal tahun 90-an. Seiring dengan menggemanya reformasi, sekitar tahun 2000 digulirkanlah
kurikulum berbasis kompetensi yang membidani lahirnya kembali mata pelajaran Budi Pekerti
(Majid, 2012, hal. 3) .
Pendidikan karakter rupanya mendapat perhatian untuk segera diimplementasikan di sekolahsekolah sebagai program utama. Kemendiknas (dalam Majid, 2012, hal. 4) mengupayakannya
dengan menerapkan kurikulum 2013 dalam pembelajaran tematik.
Pakar pendidikan Indonesia, Fuad Hasan (dalam Majid, 2012, hal. 4), dengan tesis
pendidikan adalah pembudayaan, juga menyampaikan hal yang sama dengan tokoh-tokoh
pendidikan di atas. Menurutnya pendidikan bermuara pada pengalihan nilai-nilai budaya dan
norma sosial. Sementara Mariadiatmaja (dalam Majid, 2012) menyebut pendidikan karakter
sebagai ruh pendidikan dalam memanusiakan manusia.
Pemaparan pandangan-pandangan di atas menunjukan bahwa pendidikan sebagai nilai
universal kehidupan memiliki tujuan pokok yang disepakati disetiap zaman, pada setiap
kawasan, dan dalam semua pemikiran. Dengan kata lain tujuan pendidikan yang disepakati
adalah mengubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Jika pendidikan sejatinya memiliki tujuan yang begitu luhur, lalu bagaimana dengan

implementasi dan realitasnya? Sudahkah Indonesia mencapai tujuan tersebut? Bagaimanakah
kondisi anak-anak bangsa kita saat ini? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mengusik kita,
bahkan para pakar pendidikan kelas dunia, sehingga bermunculan tawaran-tawaran pendidikan

alternatif. Karena pada kenyataannya saat ini kompetensi yang ditampilkan para siswa sebagai
output pendidikan sangat kontradiktif dengan tujuan pendidikan.
Dalam konteks ke-Indonesia-an, pemandangan diberbagai media menegaskan adanya
kegagalan pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Dengan mudah kita dapat melihat bagaimana
anak-anak bangsa kita beraksi menunjukan dirinya bukan dengan prestasi tetapi dengan berbagai
kasus yang membuat kita miris. Kasus-kasus korupsi, kecurangan dalam ujian, mencontek,
plagiarisme, kriminalitas, tawuran, narkoba, seks bebas, sering menghiasi berita-berita di
berbagai media kita, selain itu rendahnya disiplin diri, kurangnya semangat untuk bekerja keras,
ingin serba mudah, materialisme, dan hedonisme juga menjadi gejala yang umum di masyarakat.
Tentunya semuanya itu bermula dari pendidikan yang didapatkan oleh setiap manusia itu sendiri.
Pertanyaannya, Apa yang terjadi dengan prilaku anak bangsa kita? Bukankah mereka sudah
mendapatkan pendidikan yang cukup? Lalu tanggung jawab siapakah masalah ini? Apakah hal
seperti demikian lepas dari tanggung jawab sekolah, keluarga, dan lingkungan?
Di masa lalu nasihat-nasihat guru dan orang tua masih didengar oleh para siswa dan putraputri mereka. Tetapi belakangan ini, teriakan dan tangisan merekapun sudah tidak dihiraukan
lagi. Pendekatan-pendekatan baru memang sudah dilakukan, namun belum berhasil dengan baik.
Pertanyaannya mengapa gagal? Karena, pendidikan nilai dan moral (karakter) diposisikan sama

dengan pengajaran sains dan teknologi. Padahal paradigma nilai dan moral (karakter) ini sangat
berbeda dengan paradigma akademik.
Berkowitz dan Bier (dalam Majid, 2012, hal 5) mengemukakan pandangan bahwa sekolah
seharusnya fokus pada prestasi akademik telah diterima secara luas. Pandangan inilah yang
membuat sekolah sebagai institusi pendidikan mengabaikan pembentukan karakter siswa.
Padahal, sekolah yang dalam ilmu psikologi diposisikan sebagai media sosialisasi kedua setelah
keluarga, mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengenalakan dan menerapkan nilainilai dan norma-norma sosial dalam pembentukan kepribadiannya.
Pemikiran ini harus menjadi catatan penting untuk kita pegang ketika mendidik anak bangsa
kelak,

bahwasannya pendidikan karakter sejak usia dini sangatlah penting, bukan untuk

diajarkan secara kognitif tapi diajarkan melalui metode internalisasi, penerapan, peneladanan,
pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemberian motivasi yang disampaikan dalam bingkai
nilai-nilai keagamaan.
Pertanyaan berikutnya bisakah pendidikan karakter menjadi prioritas disekolah? Bagaimana
caranya?

Salah satu yang menarik bagi peneliti, adalah upaya penerapan pendidikan karakter yang
dilakukan oleh salah satu Sekolah Dasar di Kota Tasikmalaya yakni SD IT Ibadurrahman melalui

kegiatan mentoring, sekolah ini baru berdiri pada tahun 2008. Meski baru, SD IT Ibadurrahman
sudah dikenal oleh banyak orang dengan prestasinya yang mampu menyaingi sekolah-sekolah
unggulan lainnya di Tasikmalaya. Output pendidikan yang dihasilkannya cukup baik, dengan
melahirkan peserta didik berprestasi.
SD IT Ibadurrahman tidak hanya menitik beratkan pada pendidikan kognitif saja, tetapi
sekolah ini sangat memperhatikan pembentukan karakter dengan melakukan berbagai kegiatan
pembinaan peserta didik, salah satu diantaranya adalah kegiatan “Mentoring”.
Saat ini metode mentoring kerap diterapkan diberbagai pengaturan baik di dunia bisnis,
medis maupun pendidikan. Mentoring merupakan salah satu sarana yang di dalamnya terdapat
proses belajar. Orientasi dari mentoringitu adalah pembentukan karakter dan kepribadian
seseorang sebagai mentee (peserta mentoring) karena adanya seorang mentor dalam suatu wadah
atau organisasi (Arikalang, 2014).
Salah satu sumber online menyebutkan, mentoring adalah prilaku-prilaku atau proses yang
dipolakan, yang mana seseorang bertindak sebagai penasihat kepada orang lain.
The Merriam-Webster (dalam Arikalang, 2014), mendefenisikan mentor sebagai konselor
atau pemandu yang dapat dipercaya.
Anesthesiology Departement of Cleveland MetroHealth System ( dalam Arikalang, 2014)
mendefenisikan mentor sebagai pembimbing sekaligus pelatih yang setia.
Begitupun hal nya mentoring yang dilakukan di SD IT Ibadurrahman, seorang mentor (yang
diperankan oleh gurunya sendiri) bisa juga berperan sebagai konselor dan pembimbing, dimana

hubungan yang dibangun dengan siswa akan lebih dekat sehingga tepat jika digunakan untuk
menginternalisasikan pendidikan karakter. Kegiatan Mentoring di SD IT Ibadurrahman disusun
dengan kurikulum yang dirancang untuk pengembangan karakter, hal ini dibuktikan dengan
sebagian besar kurikulum dititik beratkan pada pengembangan ahlak.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, SD IT Ibadurrahman lebih terkondisikan
baik dari segi ahlak, kepribadian, dan motivasi belajar. Sehingga timbul pertanyaan dalam benak
peneliti, bisakah pengembangan karakter dilakukan melalui kegiatan mentoring? Dan bagaimana
guru mengimplementasikan pendidikan karakter melalui kegiatan mentoring? mari kita analisis
bersama.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, kita menyadari bahwa permasalahan yang
terjadi dalam pendidikan di Negara kita, adalah kekonsistenan semua pihak, terkait pendidikan

karakter yang ditanamkan kepada anak bangsa kita sejak usia dini. Maka dari itu dapat
ditemukan beberapa permasalahan yang menjadi inti dari penelitian ini, antara lain bagaimana
mengimplementasikan

pendidikan

karakter


di

sekolah

dasar,

dengan

metode

yang

menyenangkan, dan bermakna, kemudian terkait apa saja sarana pengembangan karakter siswa
di sekolah dasar, dan bagaimana pelaksanaan kegiatan mentoring di SD IT Ibadurrahman sebagai
model pengembangan karakter peserta didik.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang diuraikan, maka ada beberapa
pertanyaan yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi pendidikan karakter di SD IT Ibadurrahman?

2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan mentoring di SD IT Ibadurrahman sebagai model
pendidikan karakter?
3. Bagaimana dampak kegiatan mentoring terhadap karakter siswa di SD IT Ibadurrahman?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui implementasi pendidikan karakter di SD IT Ibadurrahman.
2. Mengetahui bagaimana pelaksanaan model pendidikan karakter melalui kegiatan mentoring
3.
4.
5.
E.
1.

yang diterapkan di SD IT Ibadurrahman.
Mengetahui keefektifan kegiatan mentoring dalam mengembangkan karakter peserta didik.
Mengetahui bagaimana respon dari berbagai pihak terhadap kegiatan mentoring.
Mengetahui dampak kegiatan mentoring terhadap karakter siswa di SD IT Ibadurrahman.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Memahamkan kepada semua pihak bahwa pendidikan karakter sangat penting diterapkan

sejak usia dini.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah
dasar.
3. Penelitian ini sebagai bukti pendukung program pemerintah dalam kurikulum 2013 yang
menitik beratkan pada pendidikan karakter.
4. Menambah alternatif model pengembangan karakter, melalui kegiatan mentoring.
5. Membantu mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia melalui penanaman
pendidikan karakter sejak dini.